• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK DAN PENDEKATAN KONVENSIONAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERBEDAAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK DAN PENDEKATAN KONVENSIONAL"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

MENGGUNAKAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK DAN PENDEKATAN KONVENSIONAL

Nahrun Najib Siregar

Dosen FKIP Universitas Papua

e-mail: nahrunsrg@gmail.com

Abstract: This study aims to analyze: (1) Differences in the learning outcomes of students who agree with Realistic Mathematics and Conventional changes in Public Elementary School 064978 Medan; (2) Mathematics learning outcomes of students who have higher learning motivation than students who have low learning motivation; This research is in the form of Quasi Experiment with 2x2 factorial design. The instruments used were learning questionnaire and learning achievement test. Data analysis uses analysis variants. The results showed that: (1) Differences in student learning outcomes using Realistic and Conventional Mathematics; (2) Mathematics learning outcomes of students who have higher learning motivation than students who have low learning motivation.

Keyword: Conventional Approaches, Realistic Mathematics Education, Learning Outcomes, Motivational Learnin.

PENDAHULUAN

Masalah yang dihadapi dalam pem-belajaran Matematika saat ini adalah belum diterapkannya pembelajaran siswa aktif dan termotivasi. Guru lebih banyak mengerjakan Matematika secara tradisi-onal, yaitu secara informatif dengan metode ceramah, dan pemberian tugas. Pembelajaran Matematika dengan metode ini kurang memberi kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi sesamanya, dan mengeluarkan pendapat. Kegiatan belajar seperti ini lebih bersifat individual. Keber-hasilan metode ini sangat bergantungan kepada kemampuan siswa untuk meng-ingat dan kemampuan improvisasi guru, sehingga dalam penyampaian materi guru tidak hanya menggunakan metode ceramah dan pemberian tugas saja.

Dalam pelaksanaan pembelajaran Matematika di SD, guru bukan lagi ber-peran sebagai satu-satunya narasumber dalam pembelajaran melainkan berperan sebagai fasilitator yang membimbing siswa untuk mempelajari Matematika. Iklim belajar yang berlangsung dalam suasana keterbukaan dan demokratis

akan memberikan kesempatan yang optimal bagi siswa untuk memperoleh informasi yang lebih banyak mengenai materi yang dibelajarkan dan sekaligus melatih siswa untuk melakukan aktivitas yang optimal pada proses pembelajaran. Oleh karena itu perlu adanya metode pem-belajaran yang bervariasi agar jalannya proses belajar mengajar tidak membosan-kan, sehingga dapat menarik perhatian siswa untuk belajar dan pada akhirnya kualitas pembelajaran semakin mening-kat.

Penggunaan metode yang bervariasi tidak akan menguntungkan kegiatan belajar mengajar bila penggunaaanya tidak tepat dan tidak sesuai dengan situasi yang mendukung dan dengan kondisi psikologi siswa. Pembelajaran Matematika didasarkan kepada belajar secara aktif akan lebih menekankan peranan siswa untuk belajar. Guru memegang peranan penting untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa dalam mengem-bangkan dirinya sebagai siswa aktif. Kemampuan guru dalam menggunakan berbagai metode, dan media pembelajaran

(2)

sangat diperlukan. Belajar sebagai kom-ponen penting dalam pembelajaran perlu mendapatkan perhatian yang serius, karena keberhasilan proses pembelajaran sangat ditentukan oleh keberhasilan sese-orang dalam belajar. Keberhasilan siswa dalam belajar dipengaruhi oleh banyak faktor di dalamnya.Faktor-faktor tersebut dapat datang dari dalam individu maupun luar individu. Faktor dari dalam individu meliputi faktor fisik dan faktor psikis diantaranya adalah motivasi. Siswa yang termotivasi terhadap Matematika maka ia akan suka mengerjakan tugas Matematika. Tanpa adanya motivasi sulit untuk menumbuhkan keinginan dan kesenangan dalam belajar Matematika, apalagi Mate-matika tidak mudah untuk dipelajari sehingga hampir seluruh siswa dari setiap jenjang pendidikan kurang termotivasi dalam Matematika.

Berdasarkan wawancara dengan guru kelas IV SD Negeri 064978 Medan mengungkapkan bahwa beberapa siswa-nya tidak termotivasi belajar Matematika, sehingga nilai mata pelajaran Matematika-nya relatif rendah. Hal ini berdasarkan data ujian semester 1 di kelas IV, seperti tercantum pada Tabel 1.2:

Tabel 1.2 Nilai Matematika Siswa Kelas IV Semester 1 TP 2015/2016 No Mata Pelajaran Nilai KKM Rata-rata 1. Pendidikan Agama Islam 70 76,46 2. Pendidikan kewarganegaraan 70 70,30 3. Bahasa Indonesia 70 77,90 4. Matematika 70 62,54 5. Ilmu Pengetahuan Alam 70 77,50 6. Ilmu Pengetahuan Sosial 70 72,60 Anggapan tentang sulitnya belajar Matematika sering mendominasi pemi-kiran siswa. Kurangnya motivasi dapat dilihat pada saat siswa menerima

pelajaran, siswa cenderung ramai sendiri, mengobrol dengan teman, dan tidak mem-perhatikan pembelajaran yang sedang berlangsung. Bila siswa diberi persoalan yang agak sulit, siswa tidak mengerjakan soal tersebut dan tidak termotivasi untuk mencari penyelesaian soal tersebut. Siswa lebih senang menunggu guru menyelesai-kan soal tersebut. Anak-anak yang menyenangi Matematika hanya pada permulaan mereka berkenalan dengan Matematika yang sederhana, makin tinggi tingkatan sekolahnya dan semakin sukar pelajaran Matematika yang dipelajarinya akan semakin berkurang motivasinya.

Suatu metode pembelajaran mem-punyai peranan penting karena menentu-kan berhasil tidaknya proses belajar mengajar yang diinginkan. Sebagaimana diketahui proses belajar yang sesungguh-nya ditandai dengan perubahan tingkah laku keseluruhan. Adanya gejela kesulitan belajar merupakan gambaran belum ter-capainya perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar. Penyebab kesulitan tersebut bisa bersumber dari dalam diri siswa, juga dari luar diri siswa, misalnya cara penyajian materi pelajaran atau suasana pembelajaran yang dilakukan.1

Penguasaan materi Matematika dan cara penyampaiannya syarat yang tidak dapat ditawar lagi bagi pengajar Mate-matika. Ini berarti penguasaan materi dan cara penyampaiannya merupakan syarat yang mutlak yang harus dikuasai oleh pengajar. Oleh karena itu guru dituntut harus mampu merancang dan melaksana-kan program pengalaman belajar dengan tepat agar siswa memperoleh pengeta-huan secara utuh sehingga pembelajaran menjadi bermakna bagi siswa.2

1R.Soedjadi, Kiat Pendidikan

Mate-matika di Indonesia. Konstatasi Keadaan Masa Kini Menuju Harapan Masa Depan (Jakarta:

Dirjen Dikti, Depdiknas, 1999). h. 64

2Hudojo, Strategi Mengajar Belajar

Matematika (Malang: IKIP Malang, 1990), h.

(3)

Salah satu pendekatan pembelajaran Matematika yang perlu diterapkan pada kelas yang bermasalah di atas adalah Pendekatan Matematika Realistik (PMR), yang mana selama ini di SD Negeri 064978 Medan gurunya belum menggunakan pendekatan tersebut. Pendekatan Mate-matika Realistik salah satu alternatif pendekatan pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pandangan Freudenthal yang menyatakan bahwa “Matematika merupa-kan kegiatan yang lebih menemerupa-kanmerupa-kan aktivitas siswa untuk mencari, menemu-kan dan membangun sendiri pengetahuan yang diperlukan sehingga pembelajaran menjadi terpusat pada siswa”. Salah satu pendekatan pembelajaran Matematika yang akhir-akhir ini dibicarakan adalah pendekatan realistik 3.

Pendekatan pembelajaran Mate-matika Realistik (PMR) diketahui bahwa pendekatan ini telah berhasil di Nedher-land. Ada hasil yang menjanjikan dari penelitian yang telah menunjukkan bahwa dalam Pendekatan Matematika Realistik siswa memiliki skor yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang mem-peroleh pembelajaran. Beberapa peneli-tian terdahulu dibeberapa negara menun-jukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan pendekatan realistik se-kurang-kurangnya dapat mem-buat Mate-matika lebih menarik, relevan, dan ber-makna, tidak terlalu formal dan tidak terlalu abstrak, mempertimbangkan ting-kat kemampuan siswa, menekankan belajar Matematika dengan pada learning by doing, memfasilitasi penyelesaian masalah Matematika dengan tanpa gunakan penyelesaian yang baku, meng-gunakan konteks sebagai titik awal pem-belajaran Matematika.4

3A.Treffers, Realistic Mathematic

Edu-cation in The Netherlands 1980-1990. In.I.

Streefland (Ed). Realistic Mathematics

Edu-cation In Primary School. (Utrecht: CD-B Press,

Freudenthal Institute, 1991), h. 76. 4A.Treffers, Realistic…. h. 65

Namun, pada umumnya pem-bela-jaran di kelas selama ini cenderung ceramah dan tidak menarik, sehingga be-berapa pelajaran ditakuti dan selalu dianggap tidak mampu oleh siswa, misal-nya pelajaran Matematika. Pembelajaran Matematika oleh guru cenderung bersifat belajar pasif (siswa hanya mendengar dan mengerjakan latihan) dengan mengguna-kan metode demontrasi hampir di sebagian besar aktivitas proses belajar mengajarnya di kelas, dan sangat ter-gantung pada kegiatan yang ditawarkan oleh buku pelajaran Matematika yang dimiliki guru dan siswa tanpa mem-perhatikan sumber lainnya. Pembelajaran tersebut merupakan ciri-ciri pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kon-vensional.

Pendekatan konvensional merujuk pada teori belajar Ausubel. siswa akan belajar dengan baik jika proses belajar dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa. langkah-langkah pem-belajaran yang menerapkan teori Ausubel yaitu:5 (1) materi disusun berdasarkan

advanced organizers; (2) materi dikaitkan dengan pengetahuan siswa; (3) meng-gunakan expository teaching yang disaji-kan dalam bentuk penjelasan, demonstrasi atau catatan; (4) materi disajikan dengan berbagai konteks yang relevan; dan (5) memberikan kesempatan siswa untuk menerapkan konsep baru. Berdasarkan langkah-langkahnya, keberhasilan belajar siswa sangat ditentukan oleh keber-maknaan bahan ajar dan penjelasan dari guru mengenai materi yang telah disusun. Jika guru tidak kompeten dalam menjelas-kan materi dan bahan ajar kurang men-dukung, maka hasil belajar siswa akan rendah.

5 M.Jamaris, Perkembangan dan

Pengem-bangan Anak Usia Taman Kanak-kanak.

(4)

KAJIAN TEORI Motivasi Belajar

Theory of Human Motivation yang di-kembangkan oleh Abraham Maslow mengemukakan bahwa gagasan hierarki kebutuhan manusia yang terbagi menjadi dua kelompok yaitu deficiency needs dan growth needs. Deficiency needs meliputi (dari urutan paling bawah) kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebu-tuhan akan cinta dan rasa memiliki, dan kebutuhan akan penghargaan. Dalam deficiency needs ini kebutuhan yang berada pada level bawah harus terpenuhi dahulu sebelum kebutuhan berikutnya. Growth needs meliputi kebutuhan kognitif, kebutuhan estetis, kebutuhan aktualisasi diri dan kebutuhan self-trancendence. Menurut Maslow manusia hanya dapat bergerak ke growth needs jika dan hanya jika deficiency needs sudah terpenuhi. Hierarki kebutuhan Maslow, merupakan cara yang menarik untuk melihat hubungan antara motif manusia dan kesempatan yang disediakan oleh ling-kungan.

Motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku, pada umumnya dengan beberapa indikator pendukung. ciri-ciri atau indikator motivasi antara lain, yaitu (1) adanya hasrat dan keinginan berhasil, (2) adanya dorongan dan kebu-tuhan dalam belajar, (3) adanya harapan dan cita-cita masa depan, (4) adanya penghargaan dalam belajar (5) adanya kegiatan yang menarik dalam belajar (6) Adanya lingkungan belajar yang kondusif.6

Berdasarkan ciri-ciri di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri siswa yang termotivasi adalah siswa giat dalam menyelesaikan tugas, siswa menunjukkan minatnya dalam belajar dan memecahkan persoalan, selalu memperhatikan, dan adanya hasrat untuk berhasil.

6 H.B.Uno, Teori Motivasi dan

Pengukuran-nya. (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008), h. 23.

Hasil Belajar

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Sudjana membagi tiga macam hasil belajar mengajar: (1) Keterampilan dan kebiasa-an; (2) Pengetahuan dan pengarahkebiasa-an; (3) Sikap dan cita-cita. Belajar merupakan kebutuhan bagi setiap orang, sebab melalui belajar seseorang dapat me-mahami dan meme-mahami lampiran semua kecakapan, keterampilan, pengetahuan, kekonvensionalan dan bahkan konsep diripun terbentuk karena belajar. Kegiatan belajar dimulai sejak lahir dan ber-langsung seumur hidup. Ini dapat terjadi dimana saja, baik dilingkungan pendidikan formal, dirumah, di atau dijalanan. Dengan mempelajari hakekat belajar maka dengan mudah kita membahas masalah hasil belajar Matematika siswa7

Ahli dari Indonesia Sagala, mengata-kan belajar adalah perubahan kematangan siswa sebagai akibat belajar. Dan me-rupakan suatu usaha atau proses peru-bahan yang terjadi pada siswa sebagai hasil pengalaman atau hasil interaksinya dengan lingkunganya. Hal-hal pokok dalam pengertian belajar adalah belajar itu membawa perubahan tinkah laku karena pengalaman dan latihan, peru-bahan itu pada pokoknya didapatkanya kecapakan baru, dan perubahan itu terjadi karena usaha yang disengaja. Aliran psikologi kognitif menganggap bahwa belajar pada dasarnya merupakan peristiwa mental, bukan peristiwa beha-vioral yang bersiafat jasmaniah.8

Pendapat para ahli di atas menun-jukkan kesepakatan bahwa belajar di-tandai adanya perubahan. Bahwa belajar merupakan perubahan, namun selanjut-nya juga dijelaskan bahwa tidak semua perubahan sebagai akibat perbuatan belajar. Perubahan yang disebabkan faktor

7Sudjana, Metoda Statiska. (Bandung:

Taristo, 2013),h. 45.

8S.Sagala, Konsep dan Makna

(5)

kematangan, kelemahan atau pengaruh penggunaan obat tak dapat dimasukkan ke dalam pengertian belajar. Manusia dengan segala kemampuannya sangat di-tentukan oleh kegiatan belajarnya. Ke-mampuan manusia membangun harapan-harapannya, penilaian serta penghargaan-nya terhadap sesuatu, sikap-sikap sosial-nya dan penghayatan nilai luhur diyakini-nya, semuanya adalah hasil belajar.9

Pada pelajaran Matematika, maka yang perlu diketahui adalah bagaimana prestasi belajar siswa yang merupakan hasil keluaran dari proses belajar yang diperoleh siwa. Selama proses belajar Matematika apakah telah terlaksana prinsip-prinsip belajar dan bagaimana proses belajar itu sendiri berlangsung.

Maka dapat disimpulkan hasil belajar adalah sesuatu yang dicapai atau diperoleh siswa karena adanya usaha siswa untuk belajar dengan pendekekatan belajar yang dilakukan oleh guru sehingga siswa dapat mendapat kan hasil yang maksimal dalam pembelajaran. Maka per-lu pendektan yang tepat sehingga menim-bulkan semangat belajar bagi siswa. Pendekatan Matematika Realistik (PMR)

Pendekatan pembelajaran adalah sikap atau pandangan tentang sesuatu yang konvensionalnya berupa asumsi atau seperangkat asumsi yang paling ber-hubungan dengan sesuatu. Oleh karena itu pendekatan bersifat aksiomatis, artinya tidak perlu lagi dibuktikan kebenarannya. Pendekatan pembelajaran berfungsi untuk mendiskripsikan apa yang akan dilakukan dalam pemecahan suatu masalah. Pen-dekatan pembelajaran dapat berwujud cara pandang, filsafat atau kepercayaan yang diyakini akan kebenarannya.

Pendekatan Matematika Realistik (PMR) adalah sebuah pendekatan belajar Matematika yang dikembangkan sejak

9 R.M. Gagne, The Conditions of Learning:

Third Edition. (New York: Holi, Rineharz and

Winston, 1977), h. 76.

tahun 1971 oleh sekelompok ahli Mate-matika dari Freudenthal Institute, Utrecht University di Negeri Belanda. Pendekatan ini didasarkan pada anggapan bahwa Matematika adalah kegiatan manusia. Pembelajaran Matematika realistik sebagai berikut: PMR adalah teori pem-belajaran yang bertitik tolak dari hal-hal real bagi siswa, menekankan keterampilan process of doing mathematics, berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri (’student inventing’ sebagai kebalikan dari ’teacher telling’) dan pada akhirnya menggunakan Matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik secara individual maupun kelompok.10

Saragih, mengemukakan bahwa Pen-dekatan Matematika Realistik pertama kali dikembangkan oleh Institut Freuden-thal di Negeri Belanda, berdasarkan pandangan Freudenthal. Ide utama dari Pendekatan Matematika Realistik adalah siswa harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali (reinvent) ide dan konsep Matematika dengan bimbingan orang dewasa melalui penjelajahan ber-bagai situasi dan persoalan dunia nyata atau real world. Proses pengembangan konsep dan ide-ide Matematika yang di-mulai dari dunia nyata.11 Matematisasi konsep dan memiliki model skematis proses belajar seperti pada Gambar 2.2:

10Zulkardi. Efektivitas Ligkungan Belajar

Berbasis Kuliah Singkat dan Situs Web sebagai suatu Inovasi dalam Menghasilkan Guru RME di Indonesia. Disajikan dalam Seminar Nasional

Pendidikan Matematika Realistik Indonesia di Universitas Sanata Dharma tanggal 14-15 November 2001.

11S.Saragih, ”Mengembangkan Kemampuan

Berfikir Logis dan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pendekatan Matematika Realistik,” Disertasi Doktor pada PPS UPI: Tidak Diterbitkan, 2007.

(6)

Gambar 2.2 Model Skematis Proses Matematisasi Konsep

Gambaran proses pengembangan konsep di atas tidak mempunyai titik akhir, hal ini menunjukkan bahwa proses lebih penting dari hasil akhir. Sedangkan titik awal proses menekankan pada konsepsi yang sudah dikenal siswa, hal ini disebabkan oleh asumsi bahwa setiap siswa memiliki konsep awal tentang ide-ide Matematika. Setelah siswa terlibat secara bermakna dalam proses belajar, ia dapat ditingkatkan ke tingkat yang lebih tinggi untuk secara aktif membangun pengetahuan baru. Berkaitan dengan proses pengembangan konsep Matematika di atas, terdapat tiga prinsip utama dalam Pendekatan Matematika Realistik yaitu: (1) Guided Reinvention and Progressive Mathematization (Penemuan terbimbing dan BerMatematika secara Progressif, (2) Didactical Phenomenology (Penomena Pembelajaran) dan (3) Self developed Models (Pengembangan Model Mandiri).12 Pendekatan Konvensional

Philip R. Wallace (dalam Linda) pen-dekatan konvensional adalah penpen-dekatan yang memandang bahwa proses pem-belajaran yang dilakukan sebagai mana umumnya guru mengajarkan materi kepada siswanya. Pendekatan pem-belajaran dikatakan sebagai pendekatan pembelajaran yang konservatif apabila mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (1) Otoritas seorang guru lebih diutamakan dan berperan sebagai contoh bagi murid-muridnya; (2) Perhatian kepada

12 K.P.E. Gravemeijer, Developing

Realis-tic MathemaRealis-tics Education. (Utrecht. The

Netherlands: CD-b Press, 1994), h. 53.

masing individu atau minat siswa sangat kecil; (3) Pembelajaran di sekolah lebih banyak dilihat sebagai persiapan akan masa depan, bukan sebagai peningkatan kompetensi siswa di saat ini; (4) Pene-kanan yang mendasar adalah pada bagai-mana pengetahuan dapat diserap oleh siswa dan penguasaan pengetahuan tersebutlah yang menjadi tolok ukur keberhasilan tujuan, sementara pengem-bangan potensi siswa diabaikan.13

Pendekatan konvensional disebut juga pendekatan konvensional atau pem-belajaran tradisional. Pempem-belajaran tra-disional ialah pembelajaran pada umum-nya yang konvensional kita lakukan sehari-hari.14 pembelajaran yang selama ini sering dilakukan oleh guru pada umumnya disebut pembelajaran langsung, dimana seorang guru memberikan materi, siswa mendengarkan, guru memberikan pertanyaan, dan memberikan tes untuk mengetahui sejauh mana siswa mem-peroleh pelajaran/materi sehingga pem-belajaran ini sangatlah pasif bagi siswa.

Metode konvensional sama dengan cara mengajar yang konvensional (tradisi-onal) kita pakai pada pengajaran Mate-matika. Merujuk kepada pendapat ter-sebut, untuk keperluan dalam penelitian ini yang dimaksud dengan pendekatan konvensional adalah pembelajaran dengan menggunakan metode konvensional secara klasikal. Di sini ditekankan bahwa metode konvensional berbeda dengan metode ceramah, mengingat dominasi guru pada metode konvensional dikurangi meskipun ceramah dan resitasi (tanya-jawab) masih digunakan. Gambaran se-pintas mengenai pendekatan konvensional yaitu diawali oleh guru memberikan

13Linda, W. Pendekatan Pembelajaran

Konvensional, (Online), (http://lindawalnut01.

blogspot.co.id/2013/04/pendekatan-pembelajaran-konvensional_15.html, diakses pada 8 Februari 2013).

14Ruseffendi, Pengantar Kepada Membantu

Guru Mengembangkan Kompetensinya Dalam Pengajaran Matematika Dalam Meningkatkan Matematika CBSA (Bandung: Tarsito, 1988). h. 123.

Dunia Nyata Abstraksi dan Formalisasi Matematisas i dalam Aplikasi Matematisas i dan Refleksi

(7)

masi, kemudian menerangkan konsep, siswa bertanya, guru memeriksa apakah siswa sudah mengerti atau belum, mem-berikan contoh aplikasi konsep, selanjut-nya meminta siswa untuk mengerjakan di papan tulis. Siswa bekerja individual atau bekerja sama dengan teman yang duduk di sampingnya, kegiatan terakhir siswa men-catat materi yang diterangkan dan diberi soal-soal pekerjaan rumah. Merujuk kedua pendapat tersebut di atas bahwa yang dimaksud dengan pembelajaran langsung pengertiannya sama dengan pendekatan konvensional. Pada penelitian ini langkah-langkah pendekatan konvensional yang digunakan mengacu pada tahapan-tahapan langsung yang dikembangkan oleh Kennedy dan Tipps.15

METOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 064978 Medan. Penelitian ini dilak-sanakan pada semester genap Tahun Pelajaran 2015/2016.

Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperiment dengan desain faktorial 2x2. Rancangan penelitian ini menetapkan kelas eksperimen sebagai kelas Pen-dekatan Matematika Realistik (PMR), dan kelas kontrol sebagai kelas pendekatan konvensional, Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa Kelas IV di SD Negeri 064978 Medan yang berjumlahkan 64 orang yang terdistribusi dalam dua kelas yaitu IV-A dan IV-B. Dan sampel yang diambil. Dalam penelitian ini meng-gunakan Total Sampling yaitu semua populasi dijadikan sebagai sampel. Maka sampel dalam penelitian ini yaitu Kelas IV-A sebanyak 32 siswa dan IV-B sebanyak 32 siswa di SD Negeri 064978 Medan.

15Ruseffendi, Pengantar… h. 124.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Belajar Matematika Siswa yang diajarkan dengan Pendekatan Mate-matik Realistik dan Pendekatan Konvensional

Peningkatan hasil belajar Mate-matika siswa dapat tercapai melalui strategi pembelajaran, model pembela-jaran, metode pembelajaran dan juga pendekatan pembelajaran. Salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar Matematika siswa dalam pembelajaran Matematika adalah Pendekatan Matematika Realistik (PMR).

PMR dikembangkan berdasarkan kesulitan siswa dalam mengaplikasikan dalam benda-benda yang lebih kongkrit dan berada dalam alam sekitar ling-kungannya. Dalam pelajaran Mate-matika SD secara keseluruhan siswa cenderung mengalami kesulitan dalam belajar Matematika atau tingkat kognitifnya masih rendah. Kebosanan terhadap mata pelajaran Matematika akan membawa dampak dalam pen-capaian pelajaran. Demikian halnya hasil belajar Matematika yang rendah akan mengakibatkan kesulitan bagi siswa dalam mengorganisasikan pola pikir dan logika berpikirnya. Logika berpikir tidak berjalan dengan sendiri-nya menimbulkan kegelisahan bagi siswa untuk mengikuti pembelajaran Matematika.

Berdasarkan hasil penelitian diper-oleh bahwa rata-rata hasil belajar MM siswa yang diajarkan dengan PMR sebesar 74,22 sedangkan siswa yang diajarkan dengan Pendekatan Konvensional sebesar 71,72. Peningkatan rata-rata hasil belajar pada kelas PMR yaitu sebesar 21,09 lebih tinggi daripada kelas konvensional yaitu sebesar 19,84. Hasil penelitian menun-jukkan bahwa hasil belajar MM siswa yang diajarkan dengan PMR berbeda dengan Pendekatan Konvensional. Hal tersebut juga didukung oleh hasil perhitungan anava dua jalur terhadap hasil belajar

(8)

siswa bahwa skor sig. (=0,041) < α (=0,05) sehingga H0 ditolak, artinya terdapat perbedaan hasil belajar MM siswa yang diajarkan dengan PMR dan Pendekatan Konvensional.

Hasil penelitian ini didukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Saragih (2007) bahwa siswa yang pembelajaran-nya dengan PMR secara signifikan lebih baik dalam meningkatkan kemampuan berpikir logis, komunikasi matematik dan sikap positif terhadap Matematika dibandingkan siswa diajar dengan pen-dekatan konvensional. Dan juga hasil penelitian yang dilakukan oleh Dian Susi Susanti (2012) bahwa RME meningkatkan hasil belajar matematika. Hal ini ber-dasarkan pada skor rata-rata hasil belajar matematika pada tiga siklus pembelajaran yaitu: siklus pertama diperoleh skor rata 68, siklus kedua diperoleh skor rata-rata 72, dan siklus ketiga diperoleh skor rata-rata 78.

Hasil belajar yang berbeda pada kedua kelas dikarenakan penerapan pen-dekatan pembelajaran yang berbeda yaitu PMR dan Pendekatan Konvensional. PMR adalah teori pembelajaran yang bertitik tolak dari hal-hal real bagi siswa, me-nekankan keterampilan process of doing mathematics, berdiskusi dan berkolabo-rasi, berargumentasi dengan teman se-kelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri (’student inventing’ sebagai keba-likan dari ’teacher telling’) dan pada akhir-nya menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik secara indi-vidual maupun kelompok.16 pembelajaran yang umumnya dilakukan guru atau biasa disebut pembelajaran langsung, dimana seorang guru memberikan materi, siswa mendengarkan, guru memberikan per-tanyaan, dan memberikan tes untuk mengetahui sejauh mana siswa mem-peroleh pelajaran/materi sehingga pem-belajaran ini sangatlah pasif bagi siswa.

16Zulkardi, Efektivitas Ligkungan… h. 7

PMR dan Pendekatan Konvensional juga memiliki karakteristik yang berbeda. Karakteristik PMR yaitu: (1) Didominasi masalah kontekstual; (2) Pengembangan model, situasi, skema dan simbol; (3) Produksi dan konstruksi siswa; (4) aktif dalam pembelajaran; dan (5) Inter-twining (membuat jalinan) antar topik atau antar pokok bahasan.17

Karakteristik pendekatan konven-sional, yaitu: (1) Bahan pelajaran disajikan di kelas tanpa memperhatikan siswa secara individual; (2) Kegiatan pembela-jaran berbentuk ceramah, kuliah, tugas tertulis sesuai dengan pertimbangan guru; (3) Siswa umumnya bersifat pasif; (4) Siswa harus belajar menurut kecepatan guru mengajar; (5) Keberhasilan belajar dinilai secara subjektif; dan (6) Guru berfungsi sebagai satu-satunya penyalur pengetahuan (sebagai sumber informasi/ pengetahuan).18

Perbedaan juga terdapat pada teori belajar yang diterapkan pada PMR mau-pun Pendekatan Konvensional. PMR me-rujuk teori belajar Konstruktivisme Piaget dan Vygotsky, sedangkan Pendekatan Konvensional umumnya merujuk pada teori belajar Kognitivisme Ausubel.

Menurut teori belajar Piaget, pada kegiatan pembelajaran kognitif siswa akan mengalami beberapa tahap yaitu: (1) adaptasi antara pengalaman pribadi dengan konteks lingkungan; (2) asimilasi dan akomodasi antara penghayatan situasi dengan cara pandang pribadi dalam mene-mukan konsep baru; dan (3) Ekuilibrasi dengan cara melakukan adaptasi, menyeimbangkan asimilasi dan akomo-dasi, serta memanfaatkan umpan balik untuk mengkonstruksi konsep baru. Menurut teori belajar Vygotsky, proses pembelajaran akan terjadi jika anak bekerja atau menangani tugas yang belum dipelajari, namun tugas tersebut masih

17Turmudi. Strategi Pembelajaran

Mate-matika Kontemporer (Bandung: JICA, 2003). h 17.

18S.Nasution, Didaktik Asas-Asas Mengajar. (Jakarta: Bumi Aksara, 2010). h. 28.

(9)

berada dalam jangkauan mereka disebut zone of poximal development atau dalam PMR disebut dengan masalah kontekstual. Menurut teori belajar Ausubel, siswa akan belajar dengan baik jika proses belajar dipresentasikan dengan baik dan tepat. Salah satu langkah pembelajarannya yaitu menggunakan expository teaching yang disajikan dalam bentuk penjelasan, demonstrasi atau catatan. Oleh karena itu, keberhasilan belajar siswa sangat ditentu-kan oleh kebermaknaan bahan ajar dan penjelasan dari guru mengenai materi yang telah disusun.

Perbedaan karakteristik PMR dan Konvensional, serta perbedaan teori belajar yang dianut menyebabkan hasil belajar siswa di kelas PMR berbeda dengan kelas Konvensional. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar Matematika siswa yang diajarkan dengan Pendekatan Mate-matik Realistik dan Pendekatan Konven-sional di SD Negeri 064978 Medan

Hasil Belajar Matematika Siswa yang Mempunyai Motivasi Belajar Tinggi Lebih Baik dari Siswa yang

Mempunyai Motivasi Belajar

Rendah

Berdasarkan hasil penelitian diper-oleh bahwa siswa di Kelas PMR yang me-miliki tingkat motivasi belajar tinggi sebanyak 10 siswa dengan nilai rata-rata hasil belajar MM 84,00 sedangkan siswa di kelas Konvensional yang memiliki tingkat motivasi belajar tinggi sebanyak 17 siswa dengan nilai rata-rata hasil belajar MM 73,53. Siswa di Kelas PMR yang memiliki tingkat motivasi belajar rendah sebanyak 22 siswa dengan nilai rata-rata hasil belajar MM 69,77 sedangkan siswa di kelas Konvensional yang memiliki tingkat motivasi belajar rendah sebanyak sebanyak 15 siswa dengan nilai rata-rata hasil belajar MM 69,67. Secara kese-luruhan, rata-rata hasil belajar MM siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi yaitu sebesar 76,42 sedangkan siswa yang

mempunyai motivasi belajar rendah yaitu sebesar 64,49.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar MM siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi pada masing-masing kelas ataupun secara keseluruhan lebih besar dibandingkan siswa yang mempunyai motivasi belajar rendah. Hasil perhitungan anava dua jalur terhadap hasil belajar siswa berdasarkan motivasi belajarnya diperoleh skor sig. (=0,003) < α (=0,05) sehingga H0 ditolak, artinya bahwa hasil belajar MM siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi lebih baik diban-dingkan dengan siswa yang mempunyai motivasi belajar rendah di kelas IV SD Negeri 064978 Medan Kec. Hamparan Perak.

Hasil penelitian ini didukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Nani (2010) bahwa terdapat perbedaan tingkat motivasi belajar siswa terhadap prestasi belajar matematika yaitu prestasi belajar matematika siswa dengan motivasi belajar tinggi lebih baik daripada siswa dengan motivasi belajar sedang atau rendah, dan terdapat perbedaan tingkat motivasi belajar siswa terhadap prestasi belajar matematika yaitu dengan motivasi belajar sedang lebih baik daripada siswa dengan motivasi belajar rendah. Motivasi mem-pengaruhi tingkat keberhasilan atau kegagalan belajar dan pada umumnya belajar tanpa motivasi akan sulit berhasil. Dengan motivasi yang tinggi hasil belajar teori maupun praktek dapat memuaskan, sebaliknya dengan motivasi yang rendah, hasil belajar teori maupun praktek tidak memuaskan. Siswa yang bermotivasi tinggi dalam belajar memungkinkan akan memperoleh hasil belajar yang tinggi pula, artinya semakin tinggi motivasinya, semakin tinggi intensitas usaha dan upaya yang dilakukan, maka semakin tinggi prestasi belajar yang diperolehnya.

Hasil belajar dipengaruhi oleh dua faktor yaitu: “(1) Faktor Internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu, dan (2) Faktor Eksternal adalah

(10)

faktor-faktor yang berasal dari luar diri individu”. Faktor internal dapat berupa fisiologis (yaitu keadaan jasmanis siswa) dan psikologis (yaitu kecerdasan, moti-vasi, minat, sikap, bakat dan keteram-pilan), sedangkan faktor eksternal dapat berupa lingkungan sosial (yaitu sikap, perilaku dan pergaulan siswa) dan ling-kungan non-sosial (yaitu lingling-kungan tempat tinggal, sekolah dan materi pelajaran).19

Menurut teori belajar Piaget, pen-tingnya berbagai faktor internal seseorang dalam proses belajar seperti tingkat kematangan berfikir, pengetahuan yang dimiliki sebelumnya, konsep diri dan ke-yakinan. Keyakinan dalam proses belajar ditumbuhkan dengan memotivasi siswa untuk belajar, percaya diri dan menum-buhkan semangat untuk mencari sendiri informasi. Motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku, pada umumnya dengan beberapa indi-kator pendukung. Ciri-ciri atau indiindi-kator motivasi antara lain, yaitu: (1) adanya hasrat dan keinginan berhasil, (2) adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar, (3) adanya harapan dan cita-cita masa depan, (4) adanya penghargaan dalam belajar (5) adanya kegiatan yang menarik dalam belajar (6) Adanya lingkungan belajar yang kondusif. Indikator motivasi belajar yang dimaksud Uno yaitu: (1) adanya hasrat dan keinginan berhasil, (2) adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar, (3) adanya harapan dan cita–cita di masa depan, (4) adanya penghargaan dalam belajar, (5) adanya kegiatan yang menarik dalam belajar, dan (6) adanya lingkungan belajar yang kondusif. Oleh karena itu, hasil belajar siswa yang mem-punyai motivasi belajar tinggi akan berbeda dengan siswa yang mempunyai motivasi belajar rendah. Semakin tinggi

19

Slameto. Belajar dan Faktor-faktor Yang

Mempengaruhinya. (Jakarta: Rineka Cipta, 2010). H.

17.

tingkat motivasi belajar seseorang maka hasil belajarnya juga akan semakin tinggi.

Motivasi mempunyai peranan yang sangat bermanfaat dalam proses belajar mengajar karena tanpa motivasi, kegiatan belajar mengajar tidak akan bermanfaat. Motivasi Belajar merupakan pendorong dalam kegiatan belajar, penggerak, peningkat hasil belajar dan pengarah belajar.

Pendekatan Matematika Realistik di-kembangkan untuk menyalurkan ke-aktifan siswa, melatih keterampilan pikir, mengajarkan pembelajaran ber-makna, dan meningkatkan Motivasi Belajar siswa. Selain itu, dengan PMR ini siswa akan dapat berlatih untuk berpikir kritis dalam menyelesaikan masalah yang ada dalam kehidupan sekitar siswa.

Berdasarkan hal di atas penggunaan model pembelajaran Pendekatan Mate-matika Realistik dalam pembelajaran diyakini mampu untuk mengatasi masalah rendahnya Motivasi Belajar siswa khususnya pada mata pelajaran Mate-matika, daripada menggunakan model pengajaran (konvensional) karena peng-gunaan model pembelajaran Pendekatan Matematika Realistik memungkinkan siswa untuk terlibat dalam mempelajari beberapa hal diantaranya: permasalahan dunia nyata, keterampilan berpikir tingkat tinggi, keterampilan menyelesaikan masalah, belajar antardisiplin ilmu, belajar mandiri, belajar menggali informasi, belajar bekerjasama, belajar keterampilan berkomunikasi

KESIMPULAN

Kesimpulan peelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Terdapat Perbedaan hasil belajar Mate-matika siswa yang diajarkan dengan Pendekatan Matematik Realistik dan Pendekatan Konvensional di SD Negeri 064978 Medan. Hal ini berdasarkan rata-rata hasil belajar MM siswa yang diajarkan dengan PMR sebesar 74,22 sedangkan siswa yang diajarkan

(11)

dengan Pendekatan Konvensional sebesar 71,72.

2. Hasil belajar Matematika siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi lebih baik dari siswa yang mempunyai motivasi belajar rendah di SD Negeri 064978 Medan. Hal ini berdasarkan perolehan rata-rata skor hasil belajar. Rata-rata hasil belajar MM siswa yang memiliki tingkat motivasi belajar tinggi di Kelas PMR yaitu 84,00 sedangkan di

kelas Konvensional yaitu 73,53. Rata-rata hasil belajar MM siswa yang memiliki tingkat motivasi belajar rendah di Kelas PMR yaitu 69,77 sedangkan di kelas Konvensional yaitu 69,67. Rata-rata hasil belajar MM siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi pada kedua kelas yaitu 76,42 sedangkan siswa yang mempunyai motivasi belajar rendah yaitu 64,49. DAFTAR BACAAN

Abiet. Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik, (online), (http://www. Masbied. com, diakses 10 februari 2016).

Bloom, B.S. Handbook on Formative and Sumative Evaluation of Student Learning. New York: Mc. Graw Hill Book Company, 1971.

Blum, W. and Niss, M. Mathematical Problem Solving, Modelling, Applications, and Link to Other Subjects – State, Trends and Issues in Mathemactics Instructions. In: W. Blum, M. Niss, and I. Huntley (Eds.) Modelling, contexts. Chichester: Ellis Horwoord, 1989.

Chairul, A. 125 Desain Jendela. Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2010.

Cronbach, J.L. Educational Psychology. New York: Harcourt Book and Company, 1954.

Darhim. ”Pengaruh Pembelajaran Matematika Kontekstual terhadap Hasil Belajar dan sikap siswa Sekolah Dasar Kelas awal dalam Matematika.” Disertasi Doktor pada PPS UPI, 2004.

De Lange, J. Assesment: No Change Without Problems. The Netherlands: Frudenthal Institute, 1996.

Depdiknas. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2006.

Dimyati dan Mudjiono. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineke Cipta, 1999. Freudenthal, H. Mathematics as an Educational Task. Dordrecht: Reidel Publishing, 1973. Gagne, R.M. The Conditions of Learning: Third Edition. New York: Holi, Rineharz

and Winston, 1977.

Haji, S. “Pengaruh Pendekatan Matematika Realistik terhadap Matematika di Sekolah Dasar.” Disertasi Doktor pada PPS UPI, 2005.

Hamalik, Omar. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010.

Hidayat, Kosadi. Seri Pengajaran Bahasa Indonesia I: Strategi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia. Tanpa Kota: Putra Abardin, 2000.

Hilgrad, Ernest R. dan Bower, GH. Theories of Learning. New Delhi: Prentice-Hal of India, 1975.

(12)

Hudojo, H. Strategi mengajar belajar Matematika, Malang: IKIP Malang, 1990. Jamaris, M. Perkembangan dan Pengembangan Anak Usia Taman Kanak-kanak.

Jakarta: Grasindo, 2006.

Kennedy, L.M, dan Tipps, S. Guiding’s Learning of Mathematics (7th ed.). California: Wadsworth, 1994.

Kingsley, H.L. dan Garry R., The Nature and Condition of Learning. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall Inc, 1957.

Knirk. F.G. dan Gustafson, K.L. Instructional Technology. A Systematic Approach to Education. New York: Holt, Rinehart and Winston, 1986.

Marpaung, Y. Pendekatan Realistik dan Sani dalam Pembelajaran Matematika. Disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika Realistik Indonesia di Universitas Sanata Dharma tanggal 14-15 November 2001. Maslow A. H. Theory Of Metamotivation: The Biological Rooting of The Value –Life, J.

Humanistic Psycology, 1967.

Nani. Experimentasi pembelajaran Matematika Dengan Model Problem Based Learning Pada Materi Pokok Aproksimasi Ditinjau Dari Motivasi Belajar Siswa Kelas X SMK Teknik Se-Kota Cirebon Tahun Pelajaran 2009/2010. Tesis UNS: Tidak Diterbitkan.

Gambar

Tabel 1.2 Nilai Matematika Siswa Kelas  IV Semester 1 TP 2015/2016  No  Mata Pelajaran  Nilai  KKM   Rata-rata  1

Referensi

Dokumen terkait

Kegiatan periklanan merupakan media utama bagi perusahaan untuk menunjang kegiatan promosi di mana promosi memiliki tujuan utama untuk menarik konsumen agar mau

Abstrak: Pengembangan Bahan Ajar Materi Morfologi Gigi Di Jurusan Teknik Gigi Politeknik Kesehatan Tanjung Karang. Tujuan penelitian adalah: 1) Mendeskripsikan potensi

Perlakuan yang menunjukkan penurunan persentase nilai COD yang terendah yaitu perlakuan dengan tanpa lumpur aktif dan penambahan 0,3% dolomit, hal ini terjadi

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari 10 orang Frater, untuk perilaku yang termasuk ke dalam dimensi pengamalan atau konsekuensi (the consequential dimensions/ religious

Pemecahan perkara (splitsing) merupakan wewenang dari Jaksa yang diatur dalam Pasal 142 KUHAP, yang menyebutkan bahwa: 7 ^ o u Z o penuntut umum menerima satu bekas

Pengujian hipotesis dengan uji t pada taraf signifikan α =0,05 dan dk =41, diperoleh hasil perhitungan thitung = 3,2 dan ttabel = 1,67, sehingga 3,2 &gt; 1,67 atau

11) Semua siswa ditugaskan untuk berkelompok dengan teman yang duduk di bangku belakangnya (berpasangan/berdua) kemudian mengerjakan tugas di halaman 34 (Ajang Pendapat)

Seperti yang kita ketahui bahwa dahulu Indonesia sangat sopan dalam berbusana, akan tetapi pada saat ini sudah banyak pria maupun wanita menggunakan pakaian ketat, celana di