• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dalam 3 tahap kegiatan yaitu :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dalam 3 tahap kegiatan yaitu :"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dalam 3 tahap kegiatan yaitu :

Tahap 1 : Pengujian model budidaya Markisa dataran rendah (pengamatan lanjutan dari tahap pertama kegiatan tahun I)

Tahap 2 : Efektifitas penempatan ketinggian model perangkap lalat buah Tahap 3 : Pengujian penyambungan dua jenis markisa untuk menghasilkan bibit

markisa berkualitas.

3.1.Tahap 1 : Pengujian model Budidaya Markisa dataran rendah (Penelitian lanjutan Tahun I)

3.1.1. Pelaksanaan

Penelitian lanjutan ini dilakukan di di Desa Sidomulyo, Kecamatan Medan Selayang. Penanaman telah dilakukan pada tahap pertama kegiatan Tahun I. Rancangan percobaan dan perlakuan menggunakan rancangan dan perlakuan pada tahap pertama kegiatan tahun I.

3.1.2. Pengamatan lanjutan dilakukan terhadap parameter :

a. Awal Berbunga (dibedakan untuk bibit yang berasal dari anakan dan dari stek). b. Jumlah bunga yang menjadi buah dan berat buah.

c. Persentase kolonisasi FMA dan kepadatan spora FMA. d. Kolonisasi FMA

(2)

3.2. Tahap 2 : Efektifitas penempatan ketinggian model perangkap lalat buah dan jenis perangkap lalat buah

3.2.1. Pelaksanaan

Pemerangkapan lalat buah dilakukan di desa Sidomulyo, Kecamatan Medan Tuntungan dari bulan Januari hingga Nopember 2016. Untuk memerangkap lalat buah digunakan tipe perangkap Steiner ·yang sudah dimodifikasi (Putra. 1997; Kardinan. 2003) . Tipe perangkap ini menggunakan botol bekas air mineral (1.5 l). Bagian tutup botol air mineral dipotong kemudian dipasang terbalik mirip corong agar lalat buah mudah rnasuk ke dalamnya dan sulit untuk keluar lagi. Pada bagian tengah botol digantungkan benang/kawat yang pada ujungnya digulung kapas sebesar ibu jari. Pada kapas ditetesi methyl eugenol sebanyak 0,5 ml menggunakan alat suntik 1 ml. Botol perangkap tersebut kemudian dilekatkan pada kayu dengan ketinggian 0.5 m, 1 m, 1.5 m, 2 m dan 2.5 m dari permukaan tanah (Gambar 3.2), Tiang kayu yang berisi lekatan perangkap untuk semua ketinggian diletakkan/ditegakkan dekat tanaman markisa.

Gambar 3.1. Pemasangan trap lalat buah pada ketinggian 1 m; 1.5 m; 2 m; 2.5 m. (Suswati Dok-2016)

(3)

Pemasangan model perangkap dilakukan pada waktu pagi hari sedangkan pengambilannya dilakukan pada waktu sore hari setiap 2 hari sekali. Setiap 2 hari sekali sampel diambil dan dimasukkan ke botol sampel yang berisi alkohol 70% yang telah disediakan sebelumnya dan selanjutnya di bawa ke laboratorium Prodi Agrotehnologi UMA untuk disortir, diidentifikasi dan dihitung kelimpahannya. Data kelimpahan setiap sampling dipergunakan untuk rnendeskripsikan fluktuasi populasinya. Untuk keperluan identifikasi lalat buah dipergunakan rnikroskop stereo binokuler dan pustaka yang rnengacu kepada Ibrahim & Ibrahim (1990) dan Siwi et al. (2006).

Untuk menentukan keefektifan dari masing-masing ketinggian penempatan alat perangkap digunakan rumus sebagai-berikut (Sudjana, 1992): Persentase keefektifan ketinggian trap = A/B x 100 %, dimana A= jumlah total individu yang berhasil ditangkap oleh suatu ketinggian, B = jumlah total seluruh individu yang berhasil ditangkap oleh seluruh ketinggian.

3.2.2. Pengamatan.

Pengamatan dilakukan terhadap : Jumlah Lalat Buah yang terperangkap dan jenis lalat buah .

Jumlah Lalat Buah Yang Terperangkap

Pengamatan jumlah lalat buah dilakukan setiap satu minggu selama 9 bulan terhitung sejak Maret sampai dengan bulan Nopember 2016. Waktu pemasangan perangkap dilakukan mulai pukul 07.00 WIB. Penghitungan lalat buah yang terperangkap dilakukan setiap 7 hari. Jumlah lalat buah yang tertangkap perminggu dihitung untuk setiap perlakuan.

Gejala serangan lalat buah pada tanaman markisa dataran rendah

Pengamatan gejala serangan dilakukan dengan mengamati buah yang terdapat bekas luka oleh ovipositor lalat betina pada saat peletakan telur. Pengamatan buah

(4)

dilakukan untuk semua fase perkembangan buah. Dilakukan penghitungan jumlah lubang bekas peneluran pada 100 buah markisa (buah muda dan buah tua) selanjutnya buah yang gugur akibat serangan lalat buah dibelah untuk mengamati larva.

Identifikasi Lalat buah

Lalat buah yang dikoleksi di lapangan (untuk setiap perlakuan dan ulangan dikumpulkan secara terpisah) lalu diidentifikasi sampai jenis memakai buku acuan kepada Ibrahim & Ibrahim (1990) dan Siwi et al. (2006).

3.3. Tahap 3 : Pengujian penyambungan dua jenis markisa untuk menghasilkan bibit markisa berkualitas.

3.3.1. Pelaksanaan

3.3.1.1. Penyiapan benih tanaman markisa ungu sebagai batang bawah

Benih yang digunakan berasal dari buah yang matang dipohon dengan ciri-ciri kulit buah berwarna kehitaman. Buah tersebut dipetik langsung dari pohon kemudian disimpan selama satu atau dua minggu sampai buah berkerut dan matang sempurna sebelum bijinya dikeluarkan. Biji dikeluarkan dari buah dicuci dengan air bersih sehingga pulpy buah terpisah dari benih. Benih dikeringanginkan selama 1 hari dan segera disemaikan.

3.3.1.2. Penyiapan Media Penyemaian

Media semaian untuk setiap bak plastik yaitu berupa campuran arang sekam + pupuk kandang + tanah+ 375 g limbah kubis dengan perbandingan 1 : 1 : 1: 1. Campuran media semaian dimasukkan kedalam kantong plastik selanjutnya diinkubasikan selama 14-21 hari bertujuan untuk mengurangi propagul patogen yang dapat menyerang bibit di pesemaian, selanjutnya sebanyak 5 kg campuran media semai dimasukkan kedalam bak penyemaian. Setiap bak pesemaian disemaikan sebanyak 50 benih markisa ungu/hitam

(5)

3.3.1.3.Aplikasi mikoriza multispora

Isolat FMA multispora diaplikasi pada saat penyemaian. Sumber inokulum isolat FMA yang digunakan adalah isolate mikoriza multispora (campuran isolat Glomus sp + Acaulospora sp ) dalam bentuk potongan akar segar yang terkolonisasi serta medium tumbuhnya sebanyak 50 g. Pada media pesemaian dibuat larikan-larikan kecil berjarak + 7-10 cm. Jarak semai di dalam larikan-larikan diusahakan tidak terlalu rapat (3-4 cm). Ke dalam larikan dimasukkan media pembawa isolat FMA, kemudian ditaburi media semai setelah 1 cm, selanjutnya benih diatur ke dalam setiap lubang semaian. Benih ditutup dengan media semaian setebal 2 cm. Tempat pesemaian diberi naungan plastik transparan untuk melindungi bibit dari sinar matahari dan hujan yang berlebihan. Pada umur 4 minggu setelah semai, bibit disapih atau dipindahkan kekantong plastik hitam (polybag) berukuran 10 x 15 cm yang berisi komposisi media pesemaian. Pada tiap polibag ditanam 1 bibit. Bibit tersebut ditempatkan ditempat teduh dan disiram setiap hari.

3.3.1.4. Pemeliharaan Bibit Markisa Ungu Sebagai Batang bawah

Pemeliharaan bibit markisa dilakukan dengan penyiraman, dilakukan setiap hari dengan menyiram tanaman dengan air sebanyak 100 ml,penyiraman tidak dilakukan pada saat ada hujan.Pemupukan dilakukan setiap 1 bulan sekali dengan memberikan 10 g pupuk NPK mutiara. Pengendalian gulma dilakukan secara manual. Pengendalian hama dilakukan dengan menyemprotkan insektisida dan pengendalian penyakit yang disebabkan cendawan menggunakan Dithane M-45 sesuai dosis anjuran yang ada di botol kemasan.Pemeliharaan bibit dilakukan hingga bibit berumur 3 bulan , dimana bibit telah memiliki diameter batang sebesar 0.5 cm – 1 cm.

(6)

3.3.1.5. Penyambungan Batang Bawah dan Batang Atas

Bibit markisa ungu yang berumur 3 bulan telah memiliki diameter batang berukuran 0.5 cm- 1 cm. Penyambungan tanaman dilakukan dengan cara memotong batang tanaman markisa dengan bentuk V . Pemotongan dilakukan pada bagian batang 10 cm dari pangkal batang. Bagian batang atas menggunakan cabang produktif markisa kuning. Diupayakan ukuran batang bawah berukuran sama dengan batang atas. Pada tempat penyambungan diikat dengan plastic bertujuan agar proses penyambungan berlangsung dengan cepat. Bibit yang telah disambung dimasukkan kedalam sungkup plastic, hal ini dilakukan untuk menjaga kelembaban sehingga proses penyambungan dapat berhasil . Proses penyambungan tersebut dilakukan pada malam hari bertujuan untuk memperkecil proses transpirasi.

3.3.2. Pengamatan

Pengamatan dilakukan terhadap bibit yang berhasil disambung. Persentase keberhasilan penyambungan bibit dihitung menggunakan rumus :

P = A/B x 100%; P = Persentase keberhasilan penyambungan bibit (%); A = Jumlah bibit yang berhasil disambung; B = jumlah keseluran bibit yang disambung.

(7)

BAB IV.HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pertumbuhan tanaman

4.1.1. Pertumbuhan Tanaman Markisa di Lapangan

Pertumbuhan bibit setelah pindah di lapangan (kelurahan Sidomulyo) memperlihatkan respon pertumbuhan yang berbeda antar perlakuan. Pada tanaman umur 5 bulan setelah pindah tanam (bst) hingga tanaman awal berbunga (7 bulan setelah pindah tanam (bst) tampak adanya perbedaan pertumbuhan (untuk parameter jumlah cabang, masa awal berbunga dan jumlah bunga yang berhasil menjadi buah) antara bibit yang berasal dari benih dengan perlakuan FMA multispora dengan kontrol (tanpa FMA) dan bibit yang berasal dari stek.Aplikasi FMA efektif meningkatkan jumlah cabang dan jumlah bunga tanaman markisa (Tabel 4.1)..

Tabel 4.1. Rata-rata jumlah cabang tanaman markisa umur 5 bst dengan aplikasi beberapa dosis FMA

Perlakuan Kode Rata-rata jumlah cabang tanaman Biji (B) Stek pucuk (S)

Tanpa FMA (kontrol) A0 8 5

FMA 25 g per seed bed A1 15 10

FMA 50 g per seed bed A2 20 9

FMA 75 g per seed bed A3 18 12

Pada tanaman yang berasal dari biji ditemukan perpanjangan tanaman sehingga dilakukan pemangkasan pucuk utama serta pemangkasan cabang. Percabangan dihasilkan dari ketiak daun. Jumlah cabang yang dihasilkan berkisar 3 – 6 cabang setiap satu meter panjang tanaman induk. Pada tanaman yang berasal dari stek pucuk ditemukan pertambahan cabang yang lebih sedikit.

Pertumbuhan tanaman markisa lebih cepat pada bibit yang berasal dari biji dengan aplikasi mikoriza 25 g per seed bed .Pertambahan cabang yang cepat ini segera menutupi rambatan bambu dengan berbagai ketinggian. Pada rambatan dengan ketinggian 1m dan 1.25 m dengan mudah tertutupi oleh tanaman markisa.

(8)

Hal ini disebabkan cepatnya pertambahan cabang tanaman, sehingga tanaman mencapai permukaan tanah.

Ketinggian rambatan yang ideal untuk pertumbuhan tanaman adalah 1.5 m dan 1.75 m , sementara rambatan dengan tinggi 2 m dan 2.5 m tidak terlalu kuat menahan pertambahan cabang yang begitu cepat selain itu pada kedua lokasi penanaman markisa ditemukan gangguan cuaca seperti angin kencang dan curah hujan yang tinggi.

Tanaman yang berasal dari stek lebih cepat berbunga dibanding tanaman yang berasal dari biji.Pada umur 7 bst tanaman yang berasal dari stek telah berbunga, tetapi bunga tersebut gugur disebabkan pada saat itu musim kemarau.Tanaman asal biji berbunga setelah 9 bulan pindah tanam.

Pada pengamatan 7 bulan setelah tanam rambatan yang terbuat dari kawat mengalami kerusakan. Kawat berkarat dan patah, hal ini mengakibatkan tanaman terganggu pertumbuhannya. Tanaman yang menggunakan rambatan kawat sangat sedikit berhasil berbunga dan berbuah. Akibat tingginya curah hujan dan seringnya angin kencang maka rambatan kawat banyak yang mengalami kerusakan. Rambatan yang terbaik untuk tanaman markisa adalah rambatan bambu (seluruh bagian rambatan terbuat dari bambu).

4.2.Tahap 2. Pengujian ketinggian peletakan alat perangkap lalat buah

4.2.1. Efektivitas ketinggian trap menarik lalat buah Bactrocera spp.

Dari pengamatan lanjutan I (periode Maret 2016- Juli 2016) jumlah total lalat buah Bactrocera spp. yang berhasil diperangkap pada semua ketinggian berjumlah 1245.23 ekor. Jumlah pemerangkapan tertinggi terdapat pada perangkap yang dipasang pada ketinggian 1.5 m yaitu berjumlah 436.50 ekor, diikuti ketinggian perangkap 2.0 m (284.45 ekor), 2.5 m (245 ekor),1.0 m (194 ekor) dan terendah pada ketinggian 0.5 m yaitu 87.50 ekor.Pemerangkapan dihitung setiap 7 hari sekali.

(9)

Trap model Steiner (menggunakan botol air mineral kosong dengan perangkap methyl eugenol) yang dipasang pada ketinggian 1.5 m selama sepuluh kali pemerangkapan efektif berhasil memerangkap lalat buah sebanyak 436.50 ekor (34.99%), diikuti ketinggian perangkap 2.0 m sebanyak 284.45 ekor (22.80%), 2.5 m sebanyak 245 ekor (19.64%),1.0 m sebanyak 194 ekor ( 15.55%) dan terendah pada ketinggian 0.5 m yaitu 87.50 ekor. Berdasarkan data keberhasilan jumlah lalat buah yang terperangkap dapat dikemukakan bahwa ketinggian trap pada 1.5 m paling efektif memerangkap lalat buah.

Pada pengamatan lanjutan periode II ( Agustus 2016 sd Nopember 2016) lalat buah yang berhasil diperangkap pada semua ketinggian berjumlah 1450 ekor. Jumlah lalat buah pada musim penghujan jumlahnya lebih tinggi 16.44 % dibanding pada musim kemarau basah. Hal ini disebabkan curah hujan yang tinggi diselingi dengan panas merupakan kondisi yang sesuai untuk perkembangan lalat buah. Hal ini sesuai dengan dengan hasil penelitian Herlinda et al. 2007, dimana curah hujan yang tinggi menyebabkan populasi lalat buah meningkat . Selain itu faktor yang mempengaruhi hidup lalat buah adalah suhu, kelembapan, cahaya, angin, tanaman inang dan musuh alami (Siwi 2005). Suhu berpengaruh terhadap lama hidup dan mortalitas lalat buah. Pada suhu 10-300C lalat buah dapat hidup dan berkembang biak. Pada kelembapan yang rendah dapat meningkatkan mortalitas imago, sedangkan pada kelembapan yang tinggi dapat mengurangi laju peletakkan telur. Kelembapan optimum lalat buah agar bisa hidup baik sekitar 62–90% ( Landolt & Quilici 1996 ). Disamping itu disekitar lokasi penelitian terdapat berbagai sumber tanaman yang menjadi inang lalat buah seperti cabai, jambu biji , nangka dan lain-lain.

Tingginya jumlah lalat buah yang terperangkap dengan senyawa metyl eugenol erat kaitannya dengan sifat kimiawi dari metyl eugenol yang relatif mirip

dengan pheromone seks yang dihasilkan oleh lalat buah betina untuk menarik lawan

jenisnya (lalat buah jantan) dalam rangka kopulasi. Dalam hal ini methyl eugenol yang merniliki rumus kimia C12H24CY2 merupakan zat kimia yang bersifat volatile ataupun dapat menguap dan melepaskan aroma wangi. Ketika zat tersebut dilepaskan oleh lalat buah betina maka lalat buah jantan akan berusaha mencari lalat buah betina

(10)

yang melepaskan aroma tersebut. Radius aroma dari atraktan seks itu dapat mencapai 20-100 m dan jika dibantu angin jangkauannya dapat mencapai 3 km (Kardinan,

2003). Jadi metyl eugenol merupakan pemikat serangga jantan yang sangat kuat dan

diproduksi secara alamiah pada 25 spesies tanaman dari berbagai famili Sebagai bahan kimia sintetis, metyl eugenol telah dikomersilkan di Indonesia dengan nama

dagang Petrogenol.Perlakuan trap yang menggunakan lem kuning lebih sedikit menarik lalat buah.

Fluktuasi populasi lalat buah Bactrocera spp.

Kelimpahan ataupun kepadatan populasi lalat buah Bactrocera spp. yang berhasil diperangkap selama sepuluh kali masa pemerangkapan pada bulan Maret hingga bulan Juli 2016 menunjukkan angka yang berfluktuasi. Jumlah lalat buah mengalami peningkatan dibandingkan dengan pengamatan pada 26 September 2015 sampai dengan 6 Oktober 2015. Tanaman markisa sudah berbuah sejak bulan September 2015 untuk bibit yang berasal dari biji sementara bibit yang berasal dari stek sudah berbuah sejak bulan Agustus. Pada bulan Oktober 2015 sudah ditemukan buah yang masak. Jumlah lalat buah sudah ditemukan dalam jumlah yang tinggi sejak bulan Agustus 2015 s/d Nopember 2016. Populasi lalat buah mengalami peningkatan seiring dengan matangnya buah markisa. Perubahan kulit buah dari warna hijau menjadi warna kuning mempengaruhi jumlah lalat buah yang terperangkap.

Terjadinya kelimpahan lalat buah yang tinggi pada bulat Oktober-Nopember berkaitan erat dengan keadaan buah markisa yang telah menguning (siap panen) ketika itu, sehingga keadaan ·tersebut mengundang kedatangan lalat buah untuk bertelur pada buah markisa. Adanya hubungan antara jumlah maksimum lalat buah yang tertangkap dengan keadaan buah yang matang telah dilaporkan oleh Gupta dan

Bhatia (2001).Dalam hal ini telah diketahui bahwa lalat buah sangat menyukai aroma ester dan visualisasi warna kuning dari buah yang matang. Faktor lingkungan lainnya

yang juga mempengaruhi jumlah ataupun kelimpahan lalat buah yang dapat

(11)

tanaman induk,faktor lain yang juga mempengaruhi kehadiran dan kelimpahan lalat

buah di suatu habitat adalah musuh alaminya, apakah itu berupa predator,parasit atau parasitoid (Achrom, et.al. 1994; Begon et al., 2006). Adanya fluktuasi. populasi lalat buah Bactrocera spp. juga telah dilaporkan oleh Sodiq et al. (1997) dan Hasyim et al.

(2008).

Persentase serangan lalat buah meningkat seiring dengan fase pematangan buah. Serangan pada buah muda juga ditemukan dalam pesentase tinggi. Hal ini disebabkan karena lalat buah menyerang semua fase perkembangan buah (Gambar 4.1A).

Pengamatan Gejala serangan Lalat Buah

Gejala serangan lalat buah ini bisa dilihat dari struktur buah yang diserang oleh lalat ini. Serangan lalat buah ini ditemukan pada semua fase perkembangan buah yaitu buah muda hingga buah yang hampir masak (Gambar 4.1 A). Lalat buah betina menusuk kulit buah dengan ovipositornya sehingga buah akan mengeluarkan getah. Getah tersebut menarik perhatian lalat lain untuk datang dan memakan atau bertelur.

Gejala awal ditandai dengan terlihatnya noda–noda kecil berwarna hitam bekas tusukan ovipositornya. Tusukan tersebut juga menyebabkan bentuk buah menjadi jelek dan berbonjol (Pracaya, 2009). Selanjutnya karena aktivitas larva di dalam buah, noda tersebut berkembang menjadi meluas. Larva lalat memakan daging buah sehingga buah busuk sebelum masak. Jika daging buah dibelah terdapat larva kecil yang berwarna putih krem (Gambar 4.1B). Daging buah yang terserang akan mengalami perubahan warna dan pada bagian yang terserang menjadi lunak. Buah muda yang terserang akan berkerut dan daging buah pada bekas tusukan ovipositor akan mengalami pengerasan (Gambar 4.1C). Buah akan gugur sebelum masak jika terserang lalat ini. Jika betina meletakkan telur pada buah yang lebih besar (lebih tua), maka buah akan tetap berkembang dan dapat bertahan hingga buah matang.

Pada satu buah markisa satu ekor betina dapat meletakkan telur beberapa kali pada waktu yang berbeda (Gambar 4.1 D). Betina meletakkan telur pada pagi dan sore hari (Gambar 4.2). Kerusakan yang dialami tanaman akibat dari serangan lalat

(12)

buah hanya sebatas pada buahnya saja. Tanaman itu sendiri tidak terganggu, tetap normal, tumbuh sehat dan tetap bisa berbuah.

Gambar 4.1. Gejala serangan lalat buah pada buah markisa. A.Buah markisa terserang lalat buah ;B. Daging buah markisa yang terserang lalat buah.; C. Buah muda terserang lalat buah (terlihat benjolan) dan buah normal ; D.Lubang bekas peletakan telur (terdapat 4 lubang bekas peletakan telur )

Gambar 4.2. Lalat buah betina meletakkan telur pada buah markisa

Hal ini didasarkan atas apa yang dikernukakan oleh Kalie (1992) dan Tobing et al. (2005) bahwa lalat buah rnerupakan serangga yang rnernbutuhkan cahaya untuk aktivitas kehidupannya dan sebahagian ·besar lalat buah aktif di pagi hari.

Identifikasi Lalat Buah

Pada periode pengamatan bulan Maret-Juni 2016 terdapat 2 jenis lalat yang terperangkap yaitu Bractocera dorsalias dan B. umbrosa . B.dorsalis dapat ditemukan pada semua perangkap yang dipasang pada berbagai ketinggian dengan persentase dominansi sebesar 90.24% sementara B.umbrosa hanya terperangkap dalam jumlah yang kecil 9.76%. Pada umumnya lalat buah yang terperangkap adalah jantan , sementara lalat betina yang terperangkap dalam jumlah kecil. Lalat buah betina sangat mudah diidentifikasi dari adanya alat untuk meletakkan telur (ovipositor) yang berukuran panjang (Gambar 4.3)

(13)

Gambar 4.3. Jenis lalat buah yang diperangkap pada berbagai ketinggian pada tanaman markisa dataran rendah. Keterangan : A= (B.dorsalis) betina, B. B.dorsalis jantan, C = B.umbrosa jantan (Suswati.Doc)

Pada pengamatan lanjutan periode II ( Agustus 2016 sd Nopember 2016) lalat buah yang berhasil diperangkap pada semua ketinggian berjumlah 1450 ekor. Jumlah lalat buah pada musim penghujan jumlahnya lebih tinggi 16.44 % dibanding pada musim kemarau basah. Pada periode ini ditemukan 3 jenis lalat buah yaitu B.dorsalis, B.umbrosa dan B.philipinensis, lalat buah B.dorsalis tetap mendominasi jenis lalat buah yang ditemukan. Jumlah lalat buah B.philipinensis (Gambar 4.4) ditemukan lebih tinggi dibanding B.umbrosa.

Gambar 4.4. Jenis lalat buah B. philipinensis

Identifikasi imago lalat buah Bactrocera spp menggunakan buku panduan Siwi et al. 2006 .Selain itu identifikasi juga dilakukan dengan mengambil foto lalat buah sewaktu berada di dalam trap serta membandingkan ciri dan gambar pada Insect Images yang diakses melalui internet. Ciri-ciri yang diamati berupa perbedaan bentuk sayap, kepala, toraks, tungkai dan abdomen pada masing– masing spesies Bactrocera spp. Mengidentifikasi lalat buah Bactrocera ini dilakukan di Laboratorium Agrotehnologi, Universitas Medan Area. Hasil identifikasi lalat buah yang terperangkap dapat dilihat pada Tabel 4.2.

(14)

Tabel 4.2. Hasil identifikasi Bractocera spp yang terperangkap pada beberapa ketinggian pemasangan alat pemerangkap

Lalat buah Ciri morfologi

Gambar/Dokumentasi Jumlah hasil tangkapan Bactrocera dorsalis Lalat buah utuh (Suswati Dokumentasi) Gambar .B.dorsalis Tabel data Pita hitam pada garis costa dan garis anal,sayap bagian apeks berbentuk seperti pancing Tabel data Abdomen dengan pola T yang jelas dan terdapat pola hitam berbentuk segiempat pada tergum IV Skutum kebanyakan berwarna hitam suram dengan pita /band Skutum hitam Pita/band kuning di sisi lateral Abdomen dengan pola T yg jelas

pola hitam berbentuk segiempat pada tergum IV

(15)

berwarna kuning di sisi lateral Lalat betina memiliki ovipositor (panah) Bactrocera umbrosa 1.Pita hitam pada garis costa dan garis anal sangat jelas 2.Sayap dengan variasi yang spesifik 3.Terdapat 3 garis melintang pada sayap 1.Abdomen dengan ruas-ruas jelas, tergit 3 terdapat garis melintang 2.Semua femur dan tibia pada umumnya berwarna kuning

-Scutum berwarna hitam

-terdapat pita kuning pada sisi lateral

-Terdapat 2 seta pada scutelum -Abdomen bervariasi kadang – kadang berwarna hitam melebar pada sisi lateral

(16)

kecoklatan

B. philipinensis Berukuran 5 mm.

Tahap 3 : Pengujian penyambungan dua jenis markisa untuk menghasilkan bibit markisa berkualitas

Penyambungan dua jenis markisa yang berbeda bertujuan untuk memperoleh tanaman markisa yang tahan terhadap Fusarium oxysporum f.sp. passiflora. .Persentase keberhasilan penyambungan tergolong tinggi yaitu sebesar 90% (Gambar 4.5). Bibit hasil penyambungan tahan terhadap patogen layu Fusarium.

Kapasitas foto terlalu besar

Gambar 4.5. Tanaman Markisa hasil penyambungan antara markisa ungu (Batang bawah) dan markisa kuning (batang atas)

(17)

Analisis kandungan nutrisi Buah markisa

Analisis kandungan nutrisi buah markisa kuning sangat penting dilakukan guna memperoleh data kandungan zat gizi terutama dari kelompok mineral, vitamin , protein, lemak dan karbohidrat.

Buah markisa dipanen pada saat kematangan sudah mencapai 80 persen, buah berwarna kuning. Masing-masing 2 kg buah markisa yang berasal dari tanaman dengan aplikasi mikoriza, tanpa mikoriza (kontrol) sebagai pembanding juga dianalaisis kandungan gizi buah markisa ungu (Passiflora edulis) . Markisa ungu diperoleh dari penjual buah di pasar tradisional Pancur Batu, Kecamatan Medan Tuntungan. Masing-masing jenis buah dikemas secara terpisah selanjutnya dikirim ke laboratorium Tehnologi Pangan, Unand. Kandungan nutrisi yang dianalisis meliputi : Mineral (P,Ca,K,Mg,Se,Fe,Zn), Vitamin (A,B,C,B2,B3,B6,B12), vitamin K, Beta carotene, Folate, Riboflavin, Niacin, Cholin , Kandungan Omega-3 fatty acids, Omega 6-fatty acids, fats saturated, kandungan air dan karbohidrat. Analisis buah masih dilakukan di laboratorium THP Unand.

(18)

BAB V. KESIMPULAN

Berdasarkan pada pengamatan yang dilakukan pada tanaman markisa dapat disimpulkan bahwa :

1. Pertumbuhan tanaman markisa asal biji yang diaplikasi dengan mikoriza lebih cepat untuk parameter pertambahan tinggi tanaman dan jumlah cabang, sementara pada tanaman yang berasal dari stek masa awal berbunga lebih cepat dengan jumlah cabang lebih sedikit.

2. Serangan lalat buah ditemukan dalam jumlah tinggi di lokasi penelitian (Lau Cih dan Sidomulyo). Pada bulan Maret-Juli 2016 ditemukan 2 jenis lalat buah yang menyerang tanaman markisa yaitu Bractocera dorsalis dan B.umbrosa. Pada pengamatan bulan Agustus –Nopember 2016 ditemukan 3 jenis lalat buah yaitu : Bractocera dorsalis dan B.umbrosa dan B.philipinensis

3. Tingkat keberhasilan penyambungan batang bawah markisa ungu dan batang atas markisa kuning tergolong tinggi (90%).Bibit hasil penyambungan tahan terhadap patogen layu yang disebabkan oleh Fusarium oxysporum f.sp. passiflora.

4. Analisis kandungan nutrisi buah markisa kuning (aplikasi mikoriza, tanpa mikoriza) dan markisa ungu (sebagai pembanding) masih dilakukan di laboratorium Tehnologi Pangan Universitas Andalas.

Gambar

Gambar 3.1. Pemasangan trap lalat buah pada ketinggian 1 m; 1.5 m; 2 m; 2.5 m.
Tabel  4.1.  Rata-rata  jumlah  cabang  tanaman  markisa  umur  5  bst  dengan  aplikasi  beberapa dosis FMA
Gambar 4.1. Gejala serangan lalat buah pada buah markisa. A.Buah markisa terserang  lalat  buah  ;B
Gambar  4.3.  Jenis    lalat  buah  yang  diperangkap  pada  berbagai  ketinggian  pada  tanaman markisa dataran rendah
+3

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa dokumen laporan harus disiapkan untuk memenuhi keperluan unit-unit kerja dalam organisasi. Karakteristik sistem pengolahan transaksi, meliputi: 1) Volume data yang

Adanya hasil positif antibodi virus penyakit Jembrana kemungkinan disebabkan oleh post vaksinasi. Sapi Bali yang ada banyak yang baru dibeli dari Lampung, dimana sapi-sapi

Saat ini kurikulum SMK YPM 1 Taman Sidoarjo telah sesuai dengan kurikulum nasional yaitu menggunakan kurikulum 2013. “Untuk memastikan kualitas pembelajaran, yang

Proses diagnosa penyakit diikuti dengan tersedianya lebih dari satu pilihan yang memenuhi kriteria tertentu adalah termasuk permasalahan fuzzy logic, fuzzy logic

Di negara ini, kemelut politik selama beberapa hari membabitkan perubahan kerajaan dilihat sedikit sebanyak menjejaskan penumpuan dalam menangani penularan COVID-19.. Jelas

Peserta didik masing-masing kelompok untuk melakukan percobaan menghitung debit air dengan melakukan percobaan membandingkan banyaknya air yang yang bisa ditampung

Gambar 2.10 Perspektif Zona A – Tahap Mengerti (Pendapa) Zona A merupakan zona untuk pengenalan akan fasilitas ini, berisi area penerima, galeri, dan museum alat