TINJAUAN PUSTAKA
Domba (Ovis aries)
Bangsa domba secara umum diklasifikasikan berdasarkan atas hal-hal tertentu diantaranya berdasarkan perbandingan banyaknya daging atau wol, ada tidaknya tanduk atau berdasarkan asal ternak. Domba diklasifikasikan menurut Blakely dan Bade (1992) sebagai berikut:
Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class : Mamalia Ordo : Artiodactyla Family : Bovidae Genus : Ovis (domba)
Spesies : Ovis aries (domba yang didomestikasi)
Jenis domba yang terdapat di Indonesia menurut Iniguez et al. (1991) yaitu domba ekor tipis dan domba ekor gemuk. Inounu dan Dwiyanto (1996) mengemukakan bahwa terdapat dua tipe domba yang paling menonjol di Indonesia yaitu domba ekor tipis dan domba ekor gemuk dengan perbandingan galur dan masing-masing tipe.
Domba Lokal
Ternak domba yang tersebar masih sangat beragam, demikian pula asal-usulnya sedikit sekali diketahui. Umumnya domba-domba di Indonesia (tropis) tidak mengenal adanya musim pembiakan (nonseasonable inbreeding), berbeda dengan domba yang berada di daerah iklim sedang. Di Jawa terdapat tiga kelompok domba yaitu domba ekor tipis (local Javanese thin-tailed) atau domba lokal, domba ekor gemuk (local Javanese fat-tailed) dan domba priangan (Priangan of west Java) atau dikenal sebagai domba ekor sedang (Mason, 1980).
Jenis domba yang terdapat di Indonesia menurut Iniguez et al. (1991) adalah domba Jawa ekor tipis, domba Jawa ekor gemuk, dan domba Sumatra ekor tipis.
Domba di Indonesia pada umumnya berekor tipis (thin-tailed), tetapi ada pula yang berekor gemuk (fat-tailed) seperti domba Donggala atau domba yang berada di
4 Jawa Timur (Devendra dan Mcleroy, 1982). Domba ini tidak jelas asal-usulnya dan dijumpai di daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah (Devendra dan McLeroy, 1989).
Karakteristik domba lokal diantaranya bertubuh kecil, lambat dewasa, tidak seragam, berbulu kasar, dan hasil daging relatif sedikit, dengan rata-rata bobot potong 20 kg (Edey, 1983). Panjang tulang pundak domba dewasa 57 cm dan bobot potong 19 kg (Mason, 1980). Pendapat lain menyatakan bobot badan dewasa dapat mencapai 30-40 kg untuk jantan dan 20-25 kg untuk betina, dengan persentase karkas berkisar antara 44-49 % (Triesnamurti, 1992).
Sifat lain domba lokal tampak dari warna bulu umumnya putih dengan bercak hitam di sekitar mata, hidung atau bagian lainnya (Mason, 1980). Pola warna sangat beragam dan bercak putih, coklat, hitam, atau warna polos putih dan hitam (Triesnamurti, 1992). Kualitas wol sangat rendah dan termasuk wol kasar (Mason, 1980) dan biasanya wol ini dibuang, tidak dimanfaatkan. Profil muka biasanya lurus atau agak melengkung. Profil muka agak melengkung dijumpai pada domba jantan. Pada domba lokal Jawa dijumpai tidak melengkung, dan biasanya tidak bertanduk (Edey, 1983).
Ekor domba lokal umumnya pendek, bentuk padat, dan tidak menunjukkan adanya timbunan lemak. Panjang ekor rata-rata 19,3 cm, lingkar pangkal ekor 5,6 cm, dan tebal 2,7 cm. Hasil penelitian lain menjelaskan bahwa panjang ekor pada domba lokal betina di daerah Cirebon dijumpai 0,7 cm, sedangkan di daerah Bogor diperoleh panjang ekor 16,8 + 2,8 cm dan lebar 4,2 + 1,1 cm (Triesnamurti, 1992).
Domba Ekor Tipis. Domba ini merupakan domba yang paling banyak terdapat di daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah. Penyebaran domba ekor tipis menurut Hardjosubroto (1994) banyak terdapat di Jawa Barat dan Jawa Tengah, bahkan menurut Gatenby (1991) bahwa jumlah tertinggi di Asia Tenggara adalah terpusat di Jawa Barat. Domba ini memiliki keunggulan dalam beradaptasi pada kondisi iklim tropis serta memiliki sifat seasonal polyestrus, sehingga dapat kawin sepanjang tahun. Bobot domba ekor tipis jantan yang telah dewasa antara 20-30 kg, sedangkan bobot betina dewasa 15-20 kg. Profil domba ekor tipis disajikan pada Gambar 1.
5 (a) (b)
Gambar 1. Profil Domba Ekor Tipis (a) Jantan dan (b) Betina Sumber : Erlangga (2009)
Domba Ekor Gemuk. Domba ini banyak terdapat di Jawa Timur dan Madura, serta pulau-pulau di nusa tenggara, sedangkan di Sulawesi Selatan dikenal sebagai domba Donggala. Bobot badan jantan dewasa mencapai 31 kg dan betina dewasa mencapai 27 kg. Domba ini umumnya memiliki bulu putih dan bertanduk kecil pada jantan sedangkan betinanya tidak bertanduk, berwol kasar dan telinga sedang. Profil domba ekor gemuk disajikan Gambar 2.
(a) (b)
Gambar 2. Profil Domba Ekor Gemuk (a) Jantan dan (b) Betina Sumber : Erlangga (2009)
Protein Darah
Protein merupakan salah satu bentuk makro molekul disamping asam nukleat dan polisakarida yang berfungsi sebagai komponen struktural, biokatalisator, hormon, reseptor dan tempat penyimpanan informasi genetik. Makro molekul tersebut adalah biopolimer yang dibentuk dari unit monomer (bahan bangunan). Unit monomer untuk asam nukleat adalah nukleotida, untuk kompleks polisakarida adalah derivate gula dan untuk protein adalah asam amino (Rodwell, 1983).
6 Darah adalah jaringan yang beredar dalam sistem pembuluh darah yang tertutup. Darah terdiri dari unsur-unsur sel darah merah, sel darah putih dan trombosit yang terdapat dalam medium cair yang disebut plasma. Plasma terdiri dari air elektrolit, metabolit, zat makanan, protein dan hormon. Protein plasma total kira-kira 7-7,5 kg/detik, merupakan bagian utama zat padat plasma, dan campuran yang sangat kompleks yang tidak hanya terdiri dari protein sederhana tetapi juga protein campuran (conjugated protein) seperti glikoprotein dan berbagai jenis lipoprotein. Protein plasma dibagi dalam tiga golongan yakni fibrinogen, albumin dan globulin, bahwa albumin merupakan bahan yang paling tinggi konsentrasinya dan mempunyai berat molekul yang paling rendah dibanding dengan molekul protein utama plasma (Martin, 1983).
Perbedaan bentuk setiap protein darah dapat dideteksi dengan membedakan kecepatan geraknya dalam gel elektroforesis. Molekul yang lebih besar akan bergerak lebih cepat dan lebih jauh dalam satuan waktu yang sama. Banyaknya kelompok keragaman bentuk protein darah menunjukkan karakteristik protein tertentu, dan setiap kelompok protein darah akan diwariskan dari generasi ke generasi. Protein tersebut ditunjukkan oleh pita (band), jika satu pita pada gel elektroforesis berarti individu tersebut homozigot, dan individu yang memiliki dua pita berarti heterozigot. Cara tersebut dapat digunakan untuk mengetahui genotip setiap individu. Cara tersebut sering pul digunakan untuk menelusuri hubungan kekerabatan antara individu dengan melihat persamaan dan perbedaan protein darah yang dimilikinya (Nicholas, 1987).
Polimorfisme Protein Darah
Polimorfisme adalah suatu keadaan terdapat beberapa bentuk fenotip yang sama yang berhubungan satu dengan yang lainnya. Studi polimerfisme protein adalah studi tentang karakteristik dari berbagai protein. Berdasarkan pengertian bahwa protein atau enzim merupakan produk langsung gen yang relatif tidak terpengaruh oleh perubahan lingkungan, maka struktur berbagai protein yang dibedakan oleh runutan asam amino akan menggambarkan runutan basa-basa dalam DNA. Perbedaan basa dalam DNA dapat dianggap sebagai sifat biokimia yang paling beralasan untuk membedakan jenis organisme, dengan demikian polimerfisme suatu organisme dapat dianggap sebagai ciri fenotip dari suatu individu. Dari pita-pita yang
7 terbentuk dapat diduga protein atau enzim yang dibawa oleh alel gen dalam lokus yang sama atau lokus yang berbeda (non-alel gen) (Selander, 1969).
Lebih dari satu dekade silam sejumlah protein dari darah dan susu dari biakan domba telah dianalisis untuk polimorfisme, supaya dapat menjawab pertanyaan besar untuk menutupi subjek keseluruhan. Beberapa pengamat, di lain pihak, dengan data dan informasi yang detail dapat ditemukan seperti literatur. Lokus untuk polimorfisme biokemis pada sistem plasma anatara lain Albumin (Alb) dengan alel F, S, W, (D), (T) dan (V); Arylesterase (Es) dengan alel A dan O; dan Transferrin (Tf) dengan alel A, B, C, D, E, G, P, U, V, H, K , (M), (N), (L) dan X (Piper dan Ruvinsky, 1997).
Albumin adalah yang paling umum pada semua biakan yang diuji dari tiga
alel yang diakui secara internasional. Lokus terhubung ke lokus vitamin-D binding
protein. Penggunaan starch gel electrophoresis diikuti prosedur pewarnaan yang
spesifik (dengan Naphthyl acetate alpha dan fast blue BB), dua fenotip dengan intensitas pewarnaan berbeda. Aktivitas Arylesterase muncul selama beberapa minggu pertama setelah kelahiran. Analisis genetik menunjukkan bahwa fenotip negatip diatur oleh alel resesif, secara umum predominan pada biakan yang diselidiki. Penggunaan substrat lain, tiap dua fenotip lebih lanjut lagi dapat dibagi pada tiga fenotip, tapi penentuan genetiknya hanya diterima sebagai dalil (Piper dan Ruvinsky, 1997).
Sistem Transferrin menunjukkan variabilitas yang tertinggi, dengan varian-varian yang ditunjukkan: sebelas telah diakui secara internasional, sedang yang lainnya sedang menunggu konfirmasi, lima varian umum yang pertama kali ditetapkan, yaitu A, B, C, D, dan E, kemudian varian lainnya: jarang atau terbatas pada satu biakan, yang diteliti, misalnya, Tf H dan Tf K telah ditemukan pada biakan
Cze choslovakian tertentu, dan Tf L pada silangan Scothish blackface x Wels mountain. Polimorfisme Tf diatur dengan alel-alel kodominan. Polimorfisme juga
telah dilaporkan untuk Alkaline phospathase, 2-Macroglobulin alpha, Haemopexin,
Immunoglobulin, Leucine amino-peptide, lipoprotein betha, Post transferrin, Pre albumin, Protease inhibitor alpha dan vitamin D-binding protein. Penyelidikan lebih
jauh diperlukan untuk mengkonfirmasi pengaturan genetiknya (Piper dan Ruvinsky, 1997)
8 Mwacharo et al. (2002) melaporkan variasi pada lima protein darah dari lima populasi pada domba yang ditemukan di Kenya. Sampel darah dikumpulkan dari total 309 domba dewasa dari kedua jenis kelamin di distrik Kwale, Makweni dan Kahamega untuk domba ekor gemuk, dan di distrik Isiolo untuk fat rumped sheep. Domba Merino penghasil wool yang bagus digunakan di penelitiannya sebagai populasi referensi. Transferrin, Esterase-A dan Esterase-C bersifat polimorfik pada semua populasi yang diselidiki, sementara Albumin bersifat monomorfik untuk alel S pada domba ekor gemuk dan Hemoglobin ditetapkan untuk alel B pada populasi Kwale, Makueni dan Isiolo.
Mwacharo et al. (2005) menyatakan pengetahuan perbedaan genetik penting untuk merancang program pemuliaan dan membuat keputusan pada pemanfaatan penopangan dari sumber genetik ternak. Penelitian ini dirancang untuk menilai perbedaan genetik, menggunakan tujuh protein darah (Transferrin, Albumin,
Haemoglobin, Esterase-A, Esterase-C, Carbonic anhydrase dan X-protein) dari 457
domba pribumi, ekor gemuk (351) dan fat rumped sheep (106), di Kenya dari tujuh populasi, dengan empat puluh Merino sebagai control. Transferrin dianalisis menggunakan polyacrilamide gel electrophoresis dan starch gel elctroforesis digunakan untuk menganalisis enam lokus lainnya. Lokus yang dianalisis terdapat tujuh macam, dan dua lokus, yakni Carbonic anhydrase dan X-protein, tidak dapat diinterprestasikan. Lima marker yang mampu diinterprestasikan, bagaimanapun, menunjukkan tingkat rendah dari polimorfisme pada jumlah alel dan heterozigositas. Polimorfisme protein darah dapat digunakan sebagai alat cepat untuk menilai perbedaan genetik karena tuntutan peralatan berharga dan sederhana, dan prioritas pemuliaan untuk dianalisis dengan marker mikrosatelit DNA.
Tsunoda et al. (2010) melaporkan posisi filogenetik domba Bayanbulak (Cina) dan domba Sipsu (Bhutan) pada kelompok domba Asia Utara. Hal tersebut ditentukan pada dasar dari data frekuensi alel untuk lima lokus informatif, dan polimorfik pada protein dan non-protrein darah. Penelitian menggunakan teknik elektroforetik dan ion-densitometrik yang berbeda. Data frekuensi pada lokus polimorfik dari biakan domba lokal berbeda di Asia disajikan pada Tabel 1. dan Tabel 2.
9 Tabel 1. Data Frekuensi Transferrin Biakan Domba Lokal Asia
Populasi N Lokus Transferrin A G B C D E P Bay 68,0000 0,0882 0,0441 0,3088 0,1691 0,3162 0,0441 0,0074 Kha 196,0000 0,1046 0,0918 0,3368 0,1556 0,2321 0,0332 0,0051 Bhy 41,0000 0,0244 0,0366 0,3658 0,1219 0,3537 0,0122 0,0122 Bar 43,0000 0,0116 0,0000 0,0233 0,0000 0,9651 0,0000 0,0000 Jak 43,0000 0,1279 0,1359 0,2908 0,0465 0,3837 0,0116 0,0000 Sak 35,0000 0,0857 0,1286 0,1571 0,1429 0,4857 0,0000 0,0000 Sip 35,0000 0,0000 0,0428 0,0286 0,0000 0,9143 0,0143 0,0000 Han 60,0000 0,1379 0,0172 0,2500 0,2155 0,3535 0,0172 0,0000 Tan 73,0000 0,0685 0,0479 0,3288 0,1644 0,3836 0,0000 0,0068 Hu 125,0000 0,0694 0,0342 0,2917 0,2037 0,2176 0,1343 0,0231 Ton 65,0000 0,0781 0,0625 0,2500 0,0469 0,4922 0,0313 0,0000 Wad 76,0000 0,0800 0,0333 0,3200 0,1267 0,3600 0,0200 0,0000 Keterangan: Bay=Bayanbulak, Kha=Khalkhas, Bhy=Bhyangung, Bar=Baruwal, Jak=Jakar, Sak=Sakten, Sip=Sipsu, Han=Han,
Tan=Tan, Hu=Hu, Ton=Tong, Wad=Wadi, Mya=Myanmar (Tsunoda et al,,2010)
Tabel 2. Data Frekuensi Esterrase dan Hemoglobin beta Biakan Domba Lokal Asia
Populasi N Lokus
Esterase Hemoglobin beta
A A A B X G Bay 68,0000 0.4312 0.5688 0.1140 0.5702 0.3070 0.0082 Kha 196,0000 0.3571 0.6429 0.1556 0.4082 0.4362 0,0000 Bhy 41,0000 0.5583 0.4417 0.7805 0.0122 0.2073 0,0000 Bar 43,0000 0.3180 0.6820 0.1395 0.0930 0.7675 0,0000 Jak 43,0000 0.2686 0.7314 0.6046 0.2907 0.1047 0,0000 Sak 35,0000 0.2829 0.7171 0.5741 0.2143 0.2143 0,0000 Sip 35,0000 0.2829 0.7171 0.2000 0.3000 0.5000 0,0000 Han 60,0000 0.4748 0.5252 0.2917 0.3583 0.3500 0,0000 Tan 73,0000 0.5946 0.4054 0.1575 0.3630 0.4795 0,0000 Hu 125,0000 0.4077 0.5923 0.0500 0.5864 0.3636 0,0000 Ton 65,0000 0.5196 0.4804 0.1746 0.4762 0.3492 0,0000 Wad 76,0000 0.4499 0.5501 0.2434 0.3553 0.4013 0,0000 Keterangan: Bay=Bayanbulak, Kha=Khalkhas, Bhy=Bhyangung, Bar=Baruwal, Jak=Jakar, Sak=Sakten, Sip=Sipsu, Han=Han,
10 Tsunoda et al. (2010) menyatakan tidak ada perbedaan frekuensi alel pada lokus Tf dilihat antara domba Bayanbulak dan banyak dari biakan lokal bagian utara lainnya, khusus untuk domba Baruwal, Jakar, Sakten dan Sipsu. Frekuensi alel tertinggi ada pada alel D pada semua domba, dibanding alel lainnya. Mengingat semua lokus yang diuji, domba Bayanbulak lebih beragam dibanding domba Myanmar, pada domba Sipsu, kemiripan pada domba Baruwal paling menyolok pada lokus Tf dan Es. Frekuensi alel pada lokus polimorfik dari domba Bayanbulak dan Sipsu, termasuk biakan domba lokal lain, di Asia bagian utara dan Myanmar (representatif dari biakan domba lokal bagian selatan) diestimasikan dan disajikan pada Tabel 1.
Dominasi frekuensi alel D pun terlihat pada biakan domba Djallonke menurut laporan Missouhou et al. (1999) yang melaporkan distribusi dari protein darah pada biakan domba Afrika Barat. Begitupun pada domba Touabire dengan frekuensi alel D sebesar 0,3940%. Domba Fulani mempunyai frekuensi alel A tertinggi sebesar 0,4280%.
Nie et al. (1999) menyatakan variasi genetik dari 31 lokus protein darah pada 236 sapi dari delapan populasi di China Selatan (termasuk Mithar, Bos frontalis) dan populasi Holstein diinvestigasi dengan rataan dari horizontal starch gel
electrophoresis. Tiga belas lokus (Alb, CAR, Hb-b, Np, PGM, Amy-I, PEP-B, AKP, GPGD, CP, Pa, EsD dan TF) ditemukan merupakan polimorfik. Perbandingan dari
heterozigositas rataan (H) menunjukkan bahwa semua sapi asli mencakup perbedaan yang kaya genetik. Hasil pada polimorfisme protein memberi kesan bahwa sapi di Cina sebagian besar dari Bos indicus dan Bos taurus; sapi Xuwen, Hainan, Wenshan dan Dehong, serta Zebu Dehong dekat pada sapi Zebu. Sapi Diqing dan Zhaotong dekat pada Turine. Mithar sangat berbeda dari sapi lokal lainnya, dan dinilai bahwa asalnya sangat rumit dan kemungkinan dipengaruhi oleh spesies sapi yang lain.
Tsunoda et al. (2006) menyatakan hubungan filogenetik diantara 23 biakan dan variasi domba lokal di Asia Timur ditentukan berdasarkan pada data frekuensi alel untuk lima lokus protein dan non-protein darah polimorfik yang informatif (Transferrin, Arylesterase, Hemoglobin beta, X-protein dan Potassium transport) menggunakan teknik elektroforesis dan ion-densitometrik. Distribusi frekuensi ditemukan perbedaan, khususnya pada alel Hemoglobin beta dan X-protein, dilihat
11 antar populasi utara pada biakan Khalkar, Bhyanglung, Baruwal, Jakar, Sakten dan Isima China, dan populasi di selatan pada biakan Bengal, Kagi, Lampuchrre, Myanmar dan Sipsu. Dua grup populasi dibagi dengan batas dari Himalaya, dan dibedakan kembali menjadi tiga subgroup; subgrup Mongolia, Tibetan dan Himalayan di utara, dan subgroup india I, II dan III di selatan. Hal yang perlu dicatat bahwa perbedaan genetik pada populasi terlihat jelas pada grup yang di utara. Penemuan tersebut secara nyata memberi kesan keberadaan dari setidaknya dua besar dari kelompok gen berbeda secara filogenetik pada domba di Asia Timur.
Tsunoda dan Sato (2001) menyatakan polimorfisme X-protein eritrosit
non-Hemoglobin terdiri dari dua fenotip dinamai X-positif [X(c)] dan X-negatif [X(i)]
ditentukan pada 576 domba lokal sehat tak berelasi dari Asia Timur, menggunakan
starch gel electrophoresis satu dimensi dan horizontal. Perbedaan yang terhitung
pada frekuensi mengkodekan alel X secara dominan untuk tipe X(c) antara populasi utara dan selatan dari domba Asia Timur lokal yang dibagi dengan dataran pegunungan Himalaya terlihat frekuensi alel X berjarak dari 0 hingga 0,0438 dengan rata-rata 0,0323 di populasi utara yang diuji, terdiri dari domba Bhyanglung, Baruwal, Yunnan dan Khalkar termasuk grup domba Tibetan dan Mongolian. Bedanya, frekuensi dari alel yang sama pada rentang 0,2037 – 0,4655 dan frekuensi rataannya 0,2998 pada populasi selatan yang diuji, terdiri dari domba Bengal, Kagi, Lampuchrre, Vietnamese dan Myanmar, dan termasuk grup domba Indian. Penemuan ini memberi kesan bahwa alel X muncul menjadi marker domba Indian dan kemungkinan besar penting pada pembelajaran filogenetik pada populasi domba lokal, khususnya Asia Timur.
Analisis perbandingan polimorfisme protein darah pada satwa langka dan dilindungi di Indonesia pernah dilakukan pada rusa Jawa/timor (Cervus timorenses), rusa sambar (C. unicolor) dan rusa bawean (Axis kuhli). Hasil analisis elektroforesis gel akrilamida dari keenam lokus menunjukkan adanya variabilitas jumlah dan pola pita yang ditampilkan diantara ketiga jenis rusa tersebut. Lokus yang dapat digunakan sebagai pembeda atau penciri genetik untuk mengidentifikasi dan/atau membedakan genotip diantara ketiga jenis rusa tersebut adalah Post albumin dan
12 Polimorfisme biokimia darah dari enam biakan domba lokal Maroko, yang dilaporkan Boujenane et al. (2008), dipelajari menggunakan sistem elektroforesis
Post-albumin dan Transferrin. Keseluruhan 1263 contoh darah dari Timahdite, Béni
Guil, Sardi, D’man, Béni Ahsen dan Boujaâd diuji. Semua contoh lokus ditemukan polimorfik. Lokus Post-albumin menunjukkan tiga alel dan lokus Transferrin menunjukkan enam sampai sembilan alel. Nilai tengah heterozigositas yang diharapkan bervariasi dari 0,3310 hingga 0,4910. Biakan D’man, Sardi dan Béni Guil bisa memainkan peran penting untuk pengaturan sumber genetik domba. Hal ini disimpulkan berdasarkan rataan heterozigositas. Lokus jenis Post albumin dan
Transferrin dilakukan menggunakan polyacrylamide gel electrophoresis (PAGE, pH
8.9). Frekuensi alel diperoleh dari menghitung gen secara sederhana. Perkiraan heterozigositas yang diharapkan pada lokus berbeda ditentukan menurut formula Nei (1973). Alel yang diamati pada tiga lokus protein darah dan frekuensi mereka dipresentasikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Frekuensi Alel pada Lokus Pa dan Tf Domba Lokal Maroko
Lokus Alel Timahdite Béni Guil Sardi Boujaâd D’man Béni Ahsen F 0,0850 0,0970 0,0870 0,0390 0,0920 0,0610 Pa S 0,9000 0,8850 0,8820 0,9510 0,8370 0,8970 V 0,0150 0,0180 0,0310 0,0100 0,0710 0,0420 A 0,1270 0,1550 0,2310 0,1790 0,1080 0,1660 G 0,0450 0,0500 0,0420 0,0610 0,0190 0,0280 B* 0,0000 0,0000 0,0160 0,0000 0,0000 0,0000 B 0,3150 0,2000 0,1670 0,2230 0,2430 0,2030 TF C 0,1270 0,2600 0,2070 0,2570 0,1900 0,4020 D 0,3720 0,3080 0,2620 0,2500 0,3710 0,1750 M 0,0000 0,0000 0,0050 0,0000 0,0130 0,0000 E 0,0140 0,0270 0,0660 0,0300 0,0560 0,0240 P 0,0000 0,0000 0,0020 0,0000 0,0000 0,0020 Sumber: Boujunue (2008)
Boujenane et al. (2008) melaporkan jumlah alel pada lokus Transferrin ada sembilan dan jumlah alel Post albumin ada tiga. Nilai tengah dari alel per lokus
13 kisaran dari empat pada biakan Timahdite, Béni Guil dan Boujaâd ke lima pada biakan Sardi. Semua enam biakan mempunyai alel F, S dan V pada lokus Post
albumin. Alel S terdapat pada frekuensi tertinggi pada lokus tersebut. Enam alel
ditemukan pada lokus Transferrin pada biakan Timahdite, Béni Guil dan Boujaâd, tujuh alel pada biakan D’man dan Béni Ahsen dan sembilan alel pada biakan Sardi. Alel A, G, B–E disajikan pada semua biakan. Alel M hanya ditemukan pada biakan Sardi and D’man, dan alel P hanya disajikan pada biakan Sardi dan Béni Ahsen yang ditemukan pada masing-masing individu biakan. Varian baru yang dinamai B* ditemukan pada biakan Sardi dengan frekuensi terendah hal ini disajikan pada Gambar 3. Varian ini migrasi diantara G dan B dan tidak dapat dicampur dengan varian yang telah dideskripsikan. Alel C sering muncul pada biakan Boujaâd dan Béni Ahsen dan alel D pada biakan sisanya.
Gambar 3. Migrasi Protein Post Albumin dan Transferrin pada Gel Elektroforesis Sumber : Boujenane et al. (2008)
Perkiraan heterozigositas yang diharapkan antar biakan pada lokus protein darah yang dianalisa menunjukkan bahwa biakan D’man mempunyai heterozigositas
14 tertinggi (0,4910), dan Timahdite menunjukkan heterozigositas terendah (0,3310). Biakan lain menunjukkan heterozigositas menengah. Lokus Transferrin
menunjukkan heterozigositas tertingi pada domba lokal Maroko, seperti yang diharapkan dari jumlah tinggi alel. Rataan heterozigositas dari enam biakan domba lokal Maroko ditunjukkan pada Tabel 4.
Tabel 4. Rataan Heterozigositas dari Enam Biakan Domba Lokal Maroko
Lokus Timahdite Béni Guil Sardi Boujaâd D’man Béni Ahsen
Pal 0,1820 0,2070 0,2130 0,0940 0,2860 0,1900
Tf 0,7270 0,7700 0,8000 0,7850 0,7520 0,7340
Hbβ 0,0830 0,1580 0,1280 0,1390 0,3040 0,1840
Ĥ 0,3310 0,3780 0,4280 0,3390 0,4910 0,3690
Sumber : Boujenane et al. (2008)
Analisis perbandingan polimorfisme protein darah pada domba Jonggol di Indonesia telah dilakukan Rahardjo (1992) dan Zulkarnaen (1992). Lokus yang ditemukan berjumlah lima, yaitu Albumin (Alb), Post albumin (Pa), Transferrin (Tf),
Post transferrin 1 (PTf1) dan Post transferrin 2 (PTf2). Tipe pita darah domba
terdapat pada Gambar 4.
Gambar 4. Tipe Pola Pita Darah Domba Jonggol. Sumber : Rahardjo (1992)
15 Rahardjo (1992) melaporkan terdapat PTf-2 dengan frekuensi pola pita tipe A hanya 0,0800 pada jantan dan 0,0000 pada betina. Domba betina Jonggol relatif lebih beragam dibandingkan domba jantan dengan tipe dominan AB baik pada jantan maupun pada betina. Zulkarnaen (1992) melaporkan pola pita domba lokal-Jonggol didominasi oleh pola pita tipe B (0,5000) sedangkan frekuensi pola pita A dan C hanya 0,1000. Jumlah domba dan frekuensi pita PTf-2 disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Jumlah Domba dan Frekuensi Pita PTf 2 Elektroforesis 1992
Lokus Tipe Jumlah Domba Frekuensi Pita
1992a 1992b 1992a 1992b
Jantan Betina Jantan Betina
A 1,0000 0,0000 2,0000 0,0800 0,0000 0,1000 B 0,0000 0,0000 10,0000 0,0000 0,0000 0,5000 C 1,0000 3,0000 2,0000 0,0800 0,1000 0,1000 P-Tf2 E 0,0000 2,0000 0,0000 0,0000 0,0700 0,0000 G 0,0000 2,0000 6,0000 0,0000 0,0700 0,3000 AB 8,0000 15,0000 0,0000 0,6700 0,4700 0,0000 AC 2,0000 9,0000 0,0000 0,1700 0,2700 0,0000 AE 0,0000 1,0000 0,0000 0,0000 0,0300 0,0000 Sumber: a = Rahardjo (1992), b = Zulkarnaen (1992)
Rahardjo (1992) melaporkan pola pita PTf-1 domba jantan Jonggol mempunyai keragaman tinggi, dengan tipe AB lebih dominan (0,5000) sedangkan tipe A hanya 0,2500. Domba betina Jonggol mempunyai keragaman rendah dengan dominan pola pita tipe A (0,9300). Zulkarnaen (1992) melaporkan pola pita domba lokal-Jonggol tipe B, G, AB dan AC mempunyai frekuensi 0,2000 sedangkan pola pita tipe A dan F hanya 0,1000. Jumlah domba dan frekuensi pita PTf-1 disajikan pada Tabel 6.
Frekuensi pola pita Transferrin tipe A pada penelitian Rahardjo (1992), domba jantan sebesar 0,9200 dan domba betina 0,9300. Namun tidak ada pola pita H, yang ada justru pola pita B pada jantan (0,0800) dan betina (0,0700). Zulkarnaen (1992) melaporkan pola pita domba lokal-Jonggol didominasi oleh pola pita A
16 (0,8000) sedangkan pola pita H hanya 0,0500. Jumlah domba dan frekuensi pita Tf disajikan pada Tabel 7.
Tabel 6. Jumlah Domba dan Frekuensi Pita PTf 1 Elektroforesis 1992
Lokus Tipe Jumlah Domba Frekuensi Pita
1992a 1992b 1992a 1992b
Jantan Betina Jantan Betina
A 3,0000 30,0000 2,0000 0,2500 0,9300 0,1000 B 0,0000 2,0000 4,0000 0,0000 0,0700 0,2000 C 1,0000 0,0000 0,0000 0,0800 0,0000 0,0000 P-Tf1 F 0,0000 0,0000 2,0000 0,0000 0,0000 0,1000 G 0,0000 0,0000 4,0000 0,0000 0,0000 0,2000 AB 6,0000 0,0000 4,0000 0,5000 0,0000 0,2000 AC 2,0000 0,0000 4,0000 0,1700 0,0000 0,2000 Sumber: a = Rahardjo (1992), b = Zulkarnaen (1992)
Tabel 7. Jumlah Domba dan Frekuensi Pita Tf Elektroforesis 1992
Lokus Tipe Jumlah Domba Frekuensi Pita
1992a 1992b 1992a 1992b
Jantan Betina Jantan Betina
A 11,0000 30,0000 14,0000 0,9200 0,9300 0,7000 B 1,0000 2,0000 0,0000 0,0800 0,0700 0,0000
Tf C 0,0000 0,0000 2,0000 0,0000 0,0000 0,1000
D 0,0000 0,0000 2,0000 0,0000 0,0000 0,1000 AB 0,0000 0,0000 2,0000 0,0000 0,0000 0,1000 Sumber: a = Rahardjo (1992), b = Zulkarnaen (1992)
Lokus Pa dan Alb hasil penelitian Rahardjo (1992). hanya ditemukan satu buah pola pita A pada kedua lokus tersebut. Zulkarnaen (1992) melaporkan pola pita domba lokal-Jonggol diperoleh pola pita beragam dengan frekuensi tertinggi tipe C (0,4000). Jumlah domba dan frekuensi Pa dan Alb disajikan pada Tabel 8.
17 Tabel 8. Jumlah Domba dan Frekuensi Pita Pa dan Alb Elektroforesis 1992
Lokus Tipe Jumlah Domba Frekuensi Pita
1992a 1992b 1992a 1992b
Jantan Betina Jantan Betina
A 12,0000 32,0000 0,0000 1,0000 1,0000 0,0000 Pa B 0,0000 0,0000 4,0000 0,0000 0,0000 0,2000 C 0,0000 0,0000 8,0000 0,0000 0,0000 0,4000 D 0,0000 0,0000 8,0000 0,0000 0,0000 0,4000 A 12,0000 32,0000 0,0000 1,0000 1,0000 0,0000 Alb B 0,0000 0,0000 4,0000 0,0000 0,0000 0,2000 C 0,0000 0,0000 8,0000 0,0000 0,0000 0,4000 D 0,0000 0,0000 8,0000 0,0000 0,0000 0,4000 Sumber : a. Rahardjo (1992) , b. Zulkarnaen (1992)
Elektroforesis
Elektroforesis adalah suatu teknik untuk memisahkan berbagai molekul kimia dengan menggunakan arus listrik. Pemisahan dilakukan berdasarkan perbedaan ukuran, berat molekul dan muatan listrik yang dikandung oleh makro molekul (Stennesh, 1984). Elektroforesis tidak hanya digunakan untuk mendeteksi variasi alel gen dari suatu individu tetapi dapat juga digunakan untuk menduga variasi genetik dalam suatu populasi. Teknik elektroforesis pada dasarnya digunakan untuk mengetahui pita dari protein yang dianalisis, mengarah ke kutub positif (anoda) atau ke kutub negatif (katoda). Jenis protein tersebut antara lain adalah Amilase, Albumin,
Alkalin posfatase dan Esterase serta Transferin (Maeda et al., 1980).
Pergerakan molekul di dalam medan listrik dipengaruhi oleh ukuran, bentuk besar muatan, dan sifat kimianya. Berbagai komponen protein suatu campuran, seperti sel darah merah, pada nilai pH di atas dan di bawah titik isoelektriknya akan bermigrasi dalam berbagai kecepatan dalam larutan tersebut. Bila arus listrik dialirkan pada suatu media penyangga yang telah berisi protein plasma atau sel darah merah, maka migrasi komponen-komponen protein tersebut dimulai. Molekul albumin yang lebih kecil dan mempunyai muatan besar menunjukkan laju migrasi tercepat kemudian diikuti oleh berbagai molekul globulin (Harper et al., 1980).
18 Protein-protein yang tidak didenaturasi pada teknik elektroforesis bergerak melalui gel yang dapat terbuat dari agarose, akrilamid atau bahan lain yang memiliki kecepatan berbeda saat diberi muatan listrik. Tehnik elektroforesis pada dasarnya digunakan untuk mengetahui pita dari protein yang dianalisis, mengarah ke kutub positif (anoda) atau ke kutub negatif (katoda). Sebagian besar protein bergerak dari katoda ke anoda, dipengaruhi oleh muatan, bentuk dan ukuran yang dimilikinya. Elektroforesis tidak hanya digunakan untuk mendeteksi variasi alel gen dari suatu individu tetapi dapat juga digunakan untuk menduga variasi genetik dalam suatu populasi. Hasil elektroforesis terhadap protein dapat digunakan untuk memperkirakan hubungan dalam filogeni. Hasilnya juga dapat digunakan untuk menyatakan tingkat heterozigositas pada suatu populasi dan tingkat in-breeding (Feldhamer et al., 1999)
Teknik elektroforesis dapat dibedakan menjadi elektroforesis larutan (moving
boundary electrophoresis) dan elektroforesis daerah (zone elektroforesis). Larutan
penyangga yang mengandung makro molekul ditempatkan di dalam suatu gel tertutup dan dialiri arus listrik untuk elektroforesis larutan. Kecepatan migrasi dari makromolekul diukur berdasarkan hasil pemisahan molekul yang dilihat dalam bentuk pita di dalam media pelarut. Elektroforesis daerah menggunakan suatu bahan padat yang berfungsi sebagai media penunjang dan berisi larutan penyangga. Contoh yang akan dianalisis diletakkan pada media penyangga. Perpindahan molekul dipengaruhi oleh medan listrik dan kepadatan dari media penunjang, dengan melihat kemurnian dan menentukan ukuran dari biomolekulnya. Media penunjang yang biasa digunakan antara lain gel pati, gel agarose, kertas selulosa poliasetat dan gel poliakrilamida (Stenesh, 1983).
Gel poliakrilamid adalah gel yang terbentuk dari polimer vynil antara
monomer acryilamide (CH2CH-CO-NH2) dengan penghubung N,N’-Methylene-bis
Acrylamide (CH2=CH-CO-NH2-NH-CO-CH=CH2). Konsentrasi dari Akrilamid
menentukan panjang rantai polimer, sedangkan konsentrasi bis Akrilamid menentukan intensitas formasi penghubung. Kedua hal tersebut sangat penting untuk menentukan kondisi fisik dari gel, seperti kepadatan, elastisitas dan kekuatan mekanik serta pori-pori (Andrews, 1993).
19 Keragaman Genetik
Menurut Warwick et al. (1990), sejumlah besar perbedaan-perbedaan yang diatur secara genetis telah diketemukan dalam Globulin, Albumin dan enzim-enzim darah serta Hemoglobin. Perbedaan-perbedaan tersebut dapat diketahui dengan menggunakan prosedur biokemis, terutama elektroforesis. Polimorfisme darah diatur secara genetis oleh pasangan alel.
Dinyatakan oleh Warwick et al. (1990) bahwa polimorfisme protein adalah perbedaan-perbedaan sifat biokimia (biochemical variants) yang diatur secara genetik dan banyak diketemukan dalam cairan tubuh dan sel-sel ternak. Polimorfisme merupakan ekspresi dari gen dan dapat dideteksi dengan teknik elektroforesis.
Missohou et al. (1999) melaporkan distribusi kelompok darah dan protein darah pada domba bangsa Afrika Barat. Sekitar seratus biakan domba Djallonke, Fulani dan Touabire dijadikan contoh untuk analisis polimorfisme protein darah. Kelompok darah mereka digolongkan dengan reaksi haemolitik dan aglutinasi, sedangkan protein darah mereka dengan starch gel electrophoresis. Hampir semua lokus yang dianalisis menunjukkan variabilitas pada tiga biakan, dengan Touabire dan Fulani menjadi lebih dekat satu sama lain pada Djallonke. Distribusi protein darah domba bangsa Afrika Barat disajikan Tabel 9.
20 Tabel 9. Distribusi Protein Darah Domba Bangsa Afrika Barat
Sistem Alel Frekuensi Alel
Djalonke Fulani Touabire
Transferrin A 0,2160 0,4280 0,3080 G 0,0000 0,0410 0,0300 B 0,0500 0,0720 0,1420 C 0,1100 0,1390 0,1260 D 0,6090 0,3200 0,3940 Hemoglobin A 0,0000 0,0000 0,1500 B 1,0000 1,0000 0,9850 Carbonic anhydrase M 0,2320 0,0800 0,0500 S 0,7680 0,9200 0,9500 Protein X X 0,1120 0,0940 0,0890