• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

7

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Penelitian Sejenis yang Relevan

Penelitian mengenai tindak tutur sebetulnya sudah dilakukan oleh beberapa peneliti. Dari penelitian tersebut sama-sama mengkaji tentang tindak tutur. Adapun peneliti yang mengkaji persoalan tindak tutur di dalam karya sastra di antaranya Septa Wiki Dwi Cahyani dan Bowo Setyanto. Kedua penelitian tersebut adalah Analisis Tindak Tutur Ilokusi Dalam Bahasa Jepang yang diteliti oleh Wiki Dwi Cahyani dan Tindak Tutur Ilokusi Dialog Film 5 CM Karya Rizal Mantovani (Sebuah Tinjauan Pragmatikyang diteliti oleh Bowo Setyanto. Dari kedua penelitian tersebut peneliti akan jelaskan persamaan dan perbedaan dari penelitian tersebut adalah sebagai berikut.

1. Penelitian dengan judul Analisis Tindak Tutur Ilokusi Dalam Bahasa Jepangkarya Septa Wiki Dwi Cahyani

Penelitian tersebut dilakukan oleh Septa Wiki Dwi Cahyani mahasiswa jurusan Bahasa dan Sastra Asing Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang pada tahun 2015. Hasil penelitian tersebut mengkajitentang tindak tutur tidak langsung ilokusi yang terdapat dalam film Great Teacher Onizuka Special Graduation. Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Septa Dwi Cahyani dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah terletak pada sumber datanya, yaitupada dongeng anak karya Lia Herliana. Sedangkan Septa Dwi Cahyani menggunakan film Great Teacher Onizuka Special Graduation sebagai sumber datanya.

(2)

8

Perbedaan lain adalah pada rumusan masalah, peneliti mengkaji fungsi tindak tutur ilokusi pada dongeng anak karya Lia Herliana.Sedangkan penelitian yang dikaji oleh Septa Wiki Dwi adalah mengkaji tindak tutur tidak langsung ilokusi yang terdapat dalam film Great Teacher Onizuka Special Graduation dan tujuan penggunaan tindak tutur tidak langsung ilokusi yang terdapat dalam film Great Teacher Onizuka Special Graduation. Sedangkan persamaan dari penelitian antara penelitian yang dilakukan oleh Septa Wiki Dwi dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah terletak pada analisis yaitu tentang tindak tutur.

2. Penelitian dengan judul Tindak Tutur Ilokusi Dialog Film 5 CM Karya Rizal Mantovani (Sebuah Tinjauan Pragmatik)karya Bowo Setyanto

Penelitian tersebut dilakukan oleh Bowo Setyanto mahasiswa jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta pada tahun 2015. Hasil penelitian tersebut mengkajitentang mendeskripsikan tindak tutur ilokusi dalam film 5cm karya Rizal Mantovani. Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Bowo Setyono dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah terletak pada sumber datanya, yaitupada dongeng anak karya Lia Herliana. Sedangkan Bowo Setyono menggunakan film 5 CM Karya Rizal Mantovani sebagai sumber datanya. Perbedaan lain adalah pada rumusan masalah, peneliti mengkaji fungsi tindak tutur ilokusi pada dongeng anak karya Lia Herliana.

Sedangkan penelitian yang dikaji olehBowo Setyantoadalah mengkaji tentang mendeskripsikan tindak tutur ilokusi dalam film 5cm karya Rizal Mantovani. Sedangkan persamaan dari penelitian antara penelitian yang dilakukan oleh Bowo Setyono dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah terletak pada analisis

(3)

9

yaitu tentang tindak tutur. Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat diketahui bahwa penelitian dengan judul Analisis Fungsi Tindak Tutur Ilokusi Pada Dongeng Anak Karya Lia Herliana perlu dilakukan karena penelitian tersebut benar-benar berbeda dan belum pernah diteliti oleh peneliti lain.

B. Bahasa

1. Pengertian Bahasa

Bahasa adalah sebuah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri. Pada hakikatnya bahasa itu adalah sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer, dan bersifat konvensional. Sebagai sistem, bahasa terdiri dari sejumlah unsur yang berkaitan satu sama lain menurut pola tertentu sehingga membentuk suatu keseluruhan yang bermakna atau berfungsi. Sebagai lambang bunyi, bahasa terdiri dari sejumlah bunyi bahasa yang melambangkan suatu konsep. Karena merupakan lambang, bahasa itubersifat arbitrer. Artinya, tidak ada hubungan langsung dan wajib antara lambang dengan yang dilambangkannya. Hubungan tersebut juga bisa berubah dan tidak dapat dijelaskan mengapa lambang tersebut mengonsepsi makna tertentu (Chaer, 2007:32)

Bahasa itu bersifat konvensional. Artinya semua anggota masyarakat bahasa itu mematuhi konvensi bahwa lambang tertentu itu digunakan untuk mewakili konsep tertentu, dengan kata lain, ada diantara kesepakatan setiap penutur untuk mematuhi hubungan antara lambang dengan apa yang dilambangkannya. Dari pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa bahasa itu memiliki fungsi dalam masyarakat, yakni sebagai sarana komunikasi antar masyarakat, bekerja sama, dan mengidentifikasi diri.

(4)

10

Jadi dapat disimpulkan bahwa bahasa adalah alat komunikasi manusia dalam suatu masyarakat yang berupa sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer dan bersifat konvensional, dengan kata lain semua anggota masyarakat akan mematuhi hubungan antar lambang dengan yang dilambangkan. Bahasa digunakan untuk mengidentifikasi diri, yaitu ketika seseorang sedang menggunakan bahasa sunda, dari bahasa tersebut kita biasa mengetahui kalau dia adalah orang sunda (Chaer, 2007:33).

2. Fungsi Bahasa

a. Alat untuk Menyatakan Ekspresi Diri

Bahasa membantu manusia menyatakan secara terbuka segala sesuatu yang tersirat didalam setiap benak manusia, sekurang-kurangnya untuk memaklumkan “keberadaan” manusia itu sendiri. Secara umum bahasa berfungsi sebagai sarana komunikasi. Hal-hal mendorong ekspresi diri antara lain adalah agar menarik perhatian orang lain terhadap kita dan keinginan untuk membebaskan diri kita dari semua tekanan emosi. Unsur-unsur yang mendorong ekspresi diri antara lain adalah keinginan menarik perhatian orang lain terhadap kita. Maksudnya dari pernyataan tersebut adalah bahasa juga dapat digunakan untuk menyatakan eksistensi diri dengan cara persuasif yaitu menarik perhatian orang lain. Bagaimana eksistensi kita diakui oleh orang lain disitulah dapat menggunakan bahasa sebagai sarana atau wadah untuk mendorong perhatian orang lain (Keraf, 2001:3-6).

Kemudian unsur-unsur yang mendorong dari ekspresi diri adalah adanya keinginan untuk membebaskan diri kita dari semua tekanan emosi. Kita ketahui bahwa setiap manusia pasti memiliki sifat egois dan dari sifat egois tersebut akan membuat kita dalam tekanan emosi yang membuat setiap orang untuk membebaskan rasa marah

(5)

11

tersebut mengekspresikannya melalui bahasa. Misalnya dalam media sosial sekarang orang marah dan mengeluh banyak mereka ekspresikan rasa marah dan kesal disampaikan dalam bahasa yang kurang sopan melalui media sosial tersebut. Disitulah bahasa sangat berperan penting dalam segala bentuk ekspresi diri (Keraf,2001:3-6).

b. Alat Komunikasi

Dengan bahasa, kita dapat menyampaikan semua yang kita rasakan, serta dapat menyampaikan segala perasaan kepada orang lain. Dengan bahasa pula kita mempelajari dan mewarisi semua yang pernah dicapai oleh nenek moyang kita, serta apa yang dicapai oleh orang-orang yang sezaman dengan kita. Sebagai alat komunikasi bahasa merupakan saluran merumuskan maksud kita, melahirkan perasaan kita dan menciptakan kerjasama dengan sesama warga. Bahasa mengatur berbagai macam aktivitas kemasyarakatan, merencanakan dan mengarahkan masa depan kita. Maka dari itu bahasa sangat penting kedudukannya dalam kehidupan sosial di era globalisasi saat ini (Keraf, 2001:3-6).

c. Alat Mengadakan Integrasi dan Adaptasi Sosial

Bahasa sebagai salah satu unsur kebudayaan, memungkinkan pula manusia memanfaatkan pengalaman-pengalamannya, serta belajar berkenalan dengan orang lain. Melalui bahasa, seorang anggota masyarakat perlahan belajar mengenal segala adat-istiadat, tingkah laku dan tata krama masyarakat dan berusaha menyesuaikan dirinya terhadap masyarakatnya supaya mudah dan cepat diterima dan bergaul dengan lingkungan barunya. Karena kita dilahirkan sebagai mahluk sosial untuk bisa beradaptasi dengan orang lain. Maka melalui bahasalah kita dapat berinteraksi dan saling berkomunikasi dilingkungan masyarakat sosial (Keraf, 2001: 3-6).

(6)

12

d. Alat Mengadakan Kontrol Sosial

Kontrol sosial adalah usaha untuk mempengaruhi tingkah laku dan tindak tanduk orang lain. Contoh, dikelas guru mengendalikan siswanya menggunakan bahasa dalam mengajar. Jika siswa berisik, maka guru tersebut akan memperingatkan muridnya agar tidak berisik dengan menggunakan bahasa. Bahasa digunakan untuk mengendalikan siswa di kelas. Pada contoh di atas merupakan fungsi bahasa sebagai alat mengadakan kontrol sosial.Maka bahasa sangatlah penting dalam kehidupan sebagai alat kontrol sosial (Keraf, 2001: 3-6).

3. Ragam Bahasa

Ragam bahasa ialah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, serta menurut medium pembicaraan (Kridalaksana ,2011:206). Ragam bahasa adalah variasi bahasa yang digunakan dalam situasi, keadaan, atau untuk keperluan tertentu(Chaer, 2007:56). Untuk situasi formal digunakan ragam bahasa yang disebut ragam baku atau ragam standar, untuk situasi yang tidak formal digunakan ragam yang tidak baku atau ragam nonstandar. Dari sarana yang digunakan dapat dibedakan adanya ragam lisan dan ragam tulisan Berdasarkan pendapat di atas ragam bahasa adalah variasi bahasa yang digunakan menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, serta medium pembicaraan.

Salah satu jenis ragam bahasa yakni ragam bahasa jurnalistik. Ragam bahasa jurnalistik merupakan salah satu dari variasi bahasa. Bahasa jurnalistik adalah bahasa yang digunakan oleh pewarta atau media massa untuk menyampaikan informasi. Bahasa dengan ciri-ciri khas yang memudahkan penyampaian berita dan komunikatif.

(7)

13

Bahasa jurnalistik adalah sebuah laras bahasa. Bahasa yang digunakan oleh kelompok profesi atau kegiatan dalam bidang tertentu. Oleh karena itu ada laras bahasa sastra, ekonomi, keagamaan. Masing-masing laras bahasa itu memiliki kosakata, struktur, dan lafal yang berbeda (Chaer, 2007: 56).

C. Pragmatik

Pragmatik adalah telaah mengenai segala aspek makna yang tidak tercakup dalam teori semantik, atau dengan perkataan lain, membahas segala aspek makna ucapan yang tidak dapat dijelaskan secara tuntas oleh referensi langsung pada kondisi-kondisi kebenaran kalimat yang diucapkan. Secara kasar dapat dirumuskan Pragmatik sama dengan makna dikurangi kondisi-kondisi kebenaran(Tarigan,2009: 31). Pragmatik adalah telaah mengenai relasi antara bahasa dan konteks yang merupakan dasar bagi suatu catatan atau laporan pemahaman bahasa, dengan kata lain telaah mengenai kemampuan pemakai bahasa menghubungkan serta penyerasian kalimat-kalimat dan konteks-konteks secara tepat. Telaah mengenai melakukan dengan memanfaatkan kalimat-kalimat adalah telaah mengenai tindak tutur (speech acts). Pragmatik menelaah ucapan-ucapan khusus dalam situasi-situasi khusus dan memusatkan dan memusatkan perhatian pada aneka ragam cara yang merupakan wadah aneka konteks sosial. Performansi bahasa dapat mempengaruhi tafsiran atau interpretasi Levinson (dalam Tarigan, 2009: 31).

Pragmatik bukan saja menelaah pengaruh-pengaruh fonem suprasegmental, dialek, dan register, tetapi memandang performansi ujaran pertama sebagai suatu kegiatan sosial yang ditata oleh aneka ragam konvensi sosial. Para teoritikus pragmatik telah mengindentifikasikan adanya tiga jenis prinsip kegiatan ujaran, yaitu

(8)

14

kekuatan ilokusi (illocutionary force), prinsip-prinsip percakapan (konversational principles),dan presuposisi (presuppositions) Heatherington (dalam Tarigan, 2009: 30).Pragmatik (atau semantik behavioral) menelaah keseluruhan perilaku insan, terutama dalam hubungannya dengan tanda-tanda dan lambang-lambang. Pragmatik memusatkan perhatian pada cara insan berperilaku dalam keseluruhan situasi pemberian dan penerimaan tanda George (dalam Tarigan, 2009: 30)

Pragmatik adalah telaah mengenai, “hubungan tanda-tanda dengan para penafsir” Morris (dalam Tarigan,2009: 30). Teori pragmatik menjelaskan alasan atau pemikiran para pembicara dan penyimak dalam menyusun korelasi dalam suatu konteks sebuah tanda kalimat dengan suatu proposisi (rencana atau masalah). Dalam hal ini teori pragmatik merupakan bagian dari performansi. Pragmatik adalah telaah mengenai hubungan antara bahasa dan konteks yang tergramatisasikan atau disandikan dalam struktur suatu bahasa (Tarigan, 2009:30).Selain dari aneka batasan yang dikemukakan diatas, ada juga pakar yang mengatakan bahwa “pragmatikadalah telaah mengenai kegiatan ujar langsung dan tak langsung, presuposisi, implikatur konvensional dan konversasional, dan sejenisnya” Dowty (dalam Tarigan, 2009: 31).

D. Tindak Tutur

1. Pengertian Tindak Tutur

Tindak tutur adalah produk atau hasil dari suatu kalimat dalam kondisi tertentu dan merupakan kesatuan terkecil dari komunikasi linguistik yang dapat berwujud pertanyaan, perintah atau yang lainnya. Tindak tutur (speech atcs) adalah gejala individual yang bersifat psikologi dan keberlangsungan ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu (Chaer, 2007:49).Ujaran atau

(9)

15

tindak tutur dapat terdiri dari satu tindak turur atau lebih dalam suatu peristiwa tutur dan situasi tutur. Dengan demikian, ujaran atau tindak tutur sangat tergantung dengan konteks ketika penutur bertutur. Tuturan-tuturan baru dapat dimengerti hanya dalam kaitannya dengan kegiatan yang menjadi konteks dan tempat tuturan itu tejadi (Chaer, 2007:49)

Tindak tutur merupakan gejala individu, bersifat psikologis, dan ditentukan oleh kemampuan bahasa penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Tindak tutur di titikberatkan kepada makna atau arti tindak, sedangkan peristiwa tutur lebih dititikberatkan pada tujuan peristiwanya. Dalam tindak tutur ini terjadi peristiwa tutur yang dilakukan penutur kepada mitra tutur dalam rangka menyampaikan komunikasi menekankan tindak tutur dari segi pembicara. Tuturan yang disampaikan penutur harus bisa diterima oleh si mitra tutur. Kalimat yang bentuk formalnya berupa pertanyaan memberikan informasi dan dapat pula berfungsi melakukan suatu tindak tutur yang dilakukan oleh penutur Agustin (dalam Subyakto, 1992: 33)

2. Aspek-Aspek Situasi Ujar a. Penutur dan Mitra Tutur

Penutur adalah orang yang bertutur, yaitu orang yang menyatakan fungsi pragmatis tertentu di dalam proses komunikasi. Sementara itu, mitra tutur adalah orang yang menjadi sasaran atau sekaligus kawan penutur di dalam penuturan. Dalam peristiwa tutur peran penutur dan mitra tutur dilakukan secara silih berganti. Semula berperan sebagai penutur dalam tahap bertutur selanjutnya dapat menjadi mitra tutur, demikian sebaliknya. Aspek-aspek terkait dengan komponen penutur dan mitra tutur antara lain: usia, latar belakang sosial, ekonomi, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan tingkat keakraban (Leech, 2011:19-21).

(10)

16

b. Konteks Tuturan

Konteks tuturan dalam tata bahasa mencakup semua aspek fisik atau latar sosial yang relevan dengan tuturan yang diekspresikan. Konteks yang bersifat fisik, yaitu fisik tuturan dengan tuturan lain, biasa disebut ko-teks. Sementara itu, konteks latar sosial lazim dinamakan konteks. Di dalam pragmatik, konteks itu berarti semua latar belakang pengetahuan yang dipahami bersama oleh penutur dan mitra tuturnya. Konteks itu berperan membantu mitra tuturnya, konteks ini berperan membantu mitra tutur di dalam menafsirkan maksud yang ingin dinyatakan oleh penutur. Pragmatik memandang konteks sebagai pengetahuan bersama antara pembicara dengan pendengar dan pengetahuan tersebut mengarah pada interpretasi suatu tuturan. Pengetahuan atau konteks tertentu dapat mengakibatkan manusia mengidentifikasi jenis-jenis tindak tutur yang berbeda-beda (Leech, 2011:19-21).

c. Tujuan Tuturan

Tujuan tuturan adalah apa yang ingin dicapai penutur dengan melakukan tindakan bertutur. Komponen ini menjadikan hal yang melatarbelakangi tuturan karena semua tuturan memiliki suatu tujuan. Dalam hal ini bentuk tuturan yang bermacam-macam dapat digunakan untuk menyatakan maksud yang sama. Atau sebaliknya, berbagai macam maksud dapat diutarakan dengan tuturan yang sama. Bentuk tuturan pagi, selamat pagi, met pagi dapat digunakan untuk menyatakan maksud yang sama, yakni menyapa lawan tutur yang ditemui pada pagi hari. Selain itu, selamat pagi dengan berbagai variasinya bila diucapkan dengan nada tertentu, dan situasi yang berbeda-beda dapat juga digunakan untuk mengejek teman yang datang terlambat, atau siswa yang terlambat masuk kelas dan sebagainya (Leech, 2011:19-21).

(11)

17

d. Tindak Tutur Sebagai Bentuk Tindakan atau Aktivitas

Gramatika tutur sebagai bentuk tindakan atau kegiatan. Gramatika menangani unsur-unsur kebahasaan sebagai editor yang abstrak, seperti kalimat yang ada dalam studi sintaksis, proposisi dalam studi semantik dan sebagainya. Pragmatik berhubungan dengan tindak verbal yang terjadinya dalam situasi tertentu. Dalam hubungan ini pragmatik menangani bahasa dalam tingkatannya dibanding dengan tata bahasa.Tindak tutur sebagai bentuk tindakan atau aktivitas adalah bahwa tindaktutur itu merupakan suatu tindakan juga. Tindak tutur sebagai suatu tindakan tidakubahnya sebagai tindakan mencubit dan menendang. Hanya saja, pada tindakanmencubit dan menendang, bagian tubuh yang berperan berbeda dengan tindakbertutur. Pada tindakan mencubit tanganlah yang berperan, pada tindakanmenendang kakilah yang berperan, sedangkan tindakan bertutur alat ucaplah yangberperan (Leech, 2011:19-21).

e. Tuturan Sebagai Bentuk Tindak Verbal

Tuturan yang digunakan di dalam rangka pragmatik seperti yang dikemukakan dalam kriteria keempat merupakan bentuk dari tindak tutur. Oleh karenanya, tuturan yang dihasilkan merupakan bentuk dari tindak verbal. Sebagai contoh kalimat “apakah rambutmu tidak terlalu panjang?” dapat ditafsirkan sebagai pertanyaan atau perintah. Dalam hubungan ini dapat ditegaskan ada prbedaan mendasar antara kalimat( sentence) dengan tuturan (utturance). Tuturan itu merupakan hasil suatu tindakan. Tindakan manusia itu dibedakakn menjadi dua, yaitu tindakan verbal dan tindakan non verbal. Berbicara atau bertutur itu adalah tindakan verbal. Karena tercipta melalui tindakan verbal.Tindakan verbal adalah tindak mengekspresikan kata-kata atau bahasa (Leech, 2011:19-21).

(12)

18

3. Jenis Tindak Tutur

Searle dalam (Leech, 2011:316) mengemukakan bahwa secara pragmatis ada tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur secara pragmatik ada tiga jenis tindak bahasa yang pertama, a) tindak lokusi (locutionary act), b) tindak ilokusi (illocutionary act), dan c) tindak perlokusi (perlocutionary act). Dari pendapat Searle senada dengan pendapat Austin yang juga membagi tiga jenis tindak tutur yaitu lokusi, ilokusi dan perlokusi. Tindak tutur lokusi merupakan tindak mengatakan sesuatu menghasilkan serangkaian bunyi yang berarti sesuatu. Tindak tutur ilokusi merupakan tindak yang mengandung dua maksud. Kemudian tindak tutur perlokusi menghasilkan efek atau hasil yaitu hasil atau efek yang ditimbulkan oleh ungkapan itu pada pendengar, sesuai dengan situasi dan kondisi pengucapan kalimat itu. Lebih jelasnya akan diterangkan sebagai berikut.

a. Tindak Tutur Lokusi (locutionary act)

Tindak lokusi merupakan tindak mengatakan sesuatu menghasilkan serangkaian bunyi yang berarti sesuatu. Bila diamati seksama konsep lokusi itu adalah konsep yang berkaitan dengan proposisi kalimat-kalimat atau tuturan, dalam hal ini dipandang sebagai satu satuan yang terdiri dari dua unsur, yakni subjek atau topik dan predikat atau comment (Nababan, 1993: 18). Tindak tutur lokusi merupakan tindak mengucapkan sesuatu dengan kata dan kalimat sesuai dengan makna di dalam kamus dan menurut kaidah sintaksisnya. Lebih jauh tindak lokusi adalah tindak tutur yang relatif paling mudah untuk diidentifikasikan karena pengidentifikasiannya cenderung dapat dilakukan tanpa menyertakan konteks tuturan yang tercakup dalam situasi tutur. Jadi, dari perspektif pragmatik tindak lokusi sebenarnya tidak atau kurang begitu

(13)

19

penting peranannya untuk memahami tindak tutur. Berdasarkan pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya dalam tindak lokusi ini tidak dipermasalahkan fungsi tuturannya karena makna yang terdapat dalam kalimat yang diujarkan. Selain itu, karena tuturan yang digunakan sama dengan makna yang disampaikan maka tindak tutur ini merupakan tindak tutur yang paling mudah diidentifikasi.

Rahardi (2008: 35) tindak tutur lokusi adalah tindak bertutur dengan kata, frasa, dan kalimat itu. Makna lokusi dapat dibagi menjadi tiga yaitu 1) lokusi pertanyaan, 2) lokusi pernyataan, 3) lokusi perintah. Dari hal tersebut dapat dijelaskan tentang makna lokusi pertanyaan adalah kalimat yang hanya meminta pendengar atau yang mendengar kalimat itu untuk menaruh perhatian saja, pengujar hanya untuk memberitahukan saja. Lokusi pernyataan adalah kalimat yang isinya meminta agar pendengar atau orang yang mendengar kalimat itu memberi jawaban secara lisan. Lokusi perintah adalah kalimat yang isinya meminta agar si pendengar atau yang mendengar kalimat itu memberi tanggapan berupa tindakan.

1) Lokusi Pertanyaan

Kalimat yang isinya meminta agar pendengar atau orang yang mendengar kalimat itu untuk memberi jawaban secara lisan.Bentuk pertanyaan berfungsi untuk menanyakan sesuatu sehinggapendengar diharapan memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukanoleh penutur. Bentuk kata tanya pada umumnya meminta pendengar untuk melaksanakan suatu tindakan dalam tuturan. Cara ini digunakan untuk menghindari rasa rendah diri terhadap pendengar dengan jalan memberikan kesempatan untuk menyatakan persetujuan atau penolakan atas pertanyaan pembicara.

(14)

20

Fungsi kata tanya adalah mengemukakan pertanyaan permintaan. Ciri pertanyaan adalah intonasi yang digunakan dalam bertanya, sering menggunakan kata tanya (5 W 1 H), 5 W 1 H sendri diambil dari kata-kata tanya dalam bahasa inggris seperti, What, Who, When, Where, Why, How. Kata tanya yang pertama adalah What(apa) kata tanya ini berisi pertanyaan mengenai permasalahan atau hal yang terjadi pada suatu peristiwa. Kemudian Who(siapa) kata tanya siapa mengandung pertanyaan-pertanyaan mengenai pelaku atau orang lain dari sebuah peristiwa yang terjadi.When(kapan) kata tanya kapan berisi pertanyaan-pertanyaan mengenai waktu terjadinya peristiwa, berita atau cerita yang terjadi. Where(di mana) kata tanya di mana mengandung pertanyaan-pertanyaan mengenai tempat atau lokasi sebuah peristiwa terjadi. Why(mengapa) kata tanya mengapa mengandung pertanyaan-pertanyaan mengenai alasan atau motivasi terjadinya peristiwa. How( bagaimana) kata tanya bagaimana berisi pertanyaan-pertanyaan yang mengandung cara atau proses berlangsungnya suatu peristiwa (Rahardi, 2008: 35).

2) Lokusi Pernyataan

Kalimat yang isinya hanya meminta pendengar atau yang mendengar kalimat itu untuk menaruh perhatian saja, tidak usah melakukan apa-apa, sebab maksud si pengujar hanya untuk memberitahukan saja.Bentuk pernyataan berfungsi hanya untuk memberitahukan sesuatu kepadaorang lain sehingga diharapkan pendengar untuk menaruh perhatian. Tipe pernyataan ini yakni menyatakan sesuatu kepada pendengar. Lokusi ini merupakan lokusi tidak langsung, karena hanya merupakan berita agar pendengar percaya dengan apa yang dituturkan pembicara. Pada lokusi ini biasanya menggunakan tanda baca yang sering kita jumpai yaitu tanda baca titik. Pernyataan yang disampaikan bisa berupa berita atau pemberitahuan (Rahardi, 2008: 35).

(15)

21

3) Lokusi Perintah

Kalimat yang isinya meminta agar si pendengar atau yang mendengar kalimat itu memberi tanggapan berupa tindakan atau perbuatan yang diminta.Bentuk perintah memiliki maksud agar pendengar memberi tanggapanberupa tindakan atau perbuatan yang diminta.Bentuk ini merupakan cara untuk mengungkapkan lokusi yang sifatnya perintah atau larangan. Cirinya adalah intonasi keras (terutama perintahlarangan), kata kerja yang mengandung isi perintah itu biasanya merupakan kata dasar. Pada ilokusi ini menggunakan tanda baca yang sering kita jumpai adalah tanda seru dan merupakan kalimat perintah (Rahardi, 2008: 35).

b. Tindak Tutur Ilokusi (illocutionary act) 1) Pengertian Tindak Tutur Ilokusi

Tindak tutur yang berfungsi menyatakan dan melakukan sesuatu, satu tuturan mengandung dua maksud, yaitu menginformasikan dan menyuruh untuk melakukan sesuatu. Sebagai sebuah tuturan selain berfungsi untuk mengatakan atau mengimformasikan sesuatu dapat juga digunakan untuk melakukan sesuatu. Dengan kata lain, tindak tutur yang dilakukan oleh penutur berkaitan dengan perbuatan hubungan dengan menyatakan sesuatu. Tindak tutur ilokusi berkaitan dengan nilai yang ada dalam proposisinya. sesuatu, tetapi juga melakukan sesuatu yakni meminta maaf karena tidak datang. Tindak tutur ilokusi yaitu tindak tutur yang mengandung maksud, hubungannya dengan bentuk-bentuk kalimat yang mewujudkan suatu ungkapan ( Rahardi, 2008: 35).

Tindak tutur ilokusi ini biasanya berkenaan dengan pemberian izin, mengucapkan terimakasih, menyuruh, menawarkan, menjanjikan, dan sebagainya

(16)

22

(Chaer, 2007: 13). Tindak ilokusi adalah pengucapan suatu pernyataan, tawaran, janji, pertanyaan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tindak ilokusi tidak hanya berfungsi untuk menginformasikan sesuatu tetapi juga mengacu untuk melakukan sesuatu (Nababan, 1993: 18). Dapat disimpulkan bahwa tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur yang berfungsi menyatakan dan melakukan sesuatu, menginformasikan dan menyuruh untuk melakukan sesuatu. Sebagai sebuah tuturan selain berfungsi untuk mengatakan atau menginformasikan sesuatu juga dapat digunakan untuk melakukan sesuatu berkaitan dengan nilai yang ada dalam proposisinya.

2) Kategori Searle mengenai Tindak Tutur Ilokusi, yaitu:

Klasifikasi yang dibuat oleh Searle mengenai tindakan ilokusi didasarkan pada berbagai kriteria. Secara garis besar kategori-kategori Searle ialah a) Representatif, b) Direktif, c) Ekspresif, d)Komisif, e) Deklaratif. Representatif adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya akan kebenaran atas apa yang diujarkan. Direktif adalah tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya agar mitra tutur tindakan yang disebutkan di dalam tuturan itu. Ekspresif adalah tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya agar ujarannya diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan di dalam tuturan. Komisif adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya untuk melaksanakan apa yang disebutkan di dalam tuturan. Deklaratif adalah tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya untuk menciptakan hal yang baru (Searle dalam Leech, 2011 : 163-165).

a) Representatif

Representatif adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya akan kebenaran atas apa yang diujarkan. Jenis tindak tutur ini kadang-kadang disebut juga tindak tutur

(17)

23

asertif. Tuturan yang memberikan pernyataan atau menyatakan termasuk tuturan representatif. Termasuk ke dalam jenis tindak tutur representatif adalah tuturan-tuturan menyatakan, menuntut, mengakui, melaporkan, menunjukkan, menyebutkan, memberikan kesaksian, berspekulasi dan sebagainya. Dalam tuturan itu, penutur bertanggung jawab atas kebenaran isi tuturannya. Contoh dari tindak tutur representatif adalah sebagai berikut. ”Penduduk desa ini 1350 jiwa.” Informasi diucapkan oleh seorang kepala desa kepada seorang petugas sensus penduduk. Tuturan termasuk dalam tindak tutur representatif karena tuturan mengikat penutur akan kebenaran tuturannya. Penutur bertanggung jawab memang benar bahwa jumlah penduduk yang ada di desa yang ia pimpin berjumlah 1350 jiwa. Kebenaran tuturan itu diperoleh dati fakta yang ada di lapangan. Misalnya menyatakan (stating), menyarankan (suggesting), membual (boasting), mengeluh (complaining), dan mengklaim (claiming) (Searle dalam Leech, 2011: 163-165).

b) Direktif

Direktif adalah tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya agar mitra tutur melakukan tindakan yang disebutkan di dalam tuturan itu. Tuturan-tuturan memaksa, memohon, menyarankan, mengajak, meminta, menyuruh, menagih, mendesak, menyarankan, memerintah, memberi aba-aba dan menantang termasuk ke dalam jenis tindak tutur direktif ini. Jenis tindak tutur ini disebut juga tindak tutur impositif. Contoh tindak tutur direktif adalah sebagai berikut. “Tolong belikan ia garam di warung Pak Amin!” Informasi dituturkan oleh seorang ibu yang sedang memasak kepada anaknya. Tuturan termasuk dalam jenis tindak tutur direktif karena penutur menginginkan mitra tutur untuk melalukan sesuatu seperti yang terdapat dalam

(18)

24

tuturannya. Yang menjadi indikator dalam tuturan direktif adalah adanya suatu tindakan yang harus dilakukan oleh mitra tutur setelah mendengar sebuah tuturan. Ilokusi ini bertujuan menghasilkan suatu efek berupa tindakan yangdilakukan oleh petutur, misalnya, memesan, memerintah, memohon, menuntut,dan memberi nasihat yakni bentuk tuturan yang dimaksudkan penuturannya untuk membuat pengaruh agar si mitra tutur melakukan tindakan, misalnya, memesan (orderin), memerintah (commanding), memohon (requesting), menasehati (advising), dan merekomendasi (recommending) (Searle dalam Leech, 2011: 163-165).

c) Ekspresif

Ekspresif adalah tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya agar ujarannya diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan di dalam tuturan itu. Tindak tutur ekspresif ini disebut juga sebagai tindak tutur evaluatif. Tuturantuturan memuji, mengucapkan terima kasih, menkritik, mengeluh, menyalahkan, mengucapkan selamat, menyanjung termasuk dalam tindak tutur ekspresif. Contoh tindak tutur ekspresif adalah sebagai berikut “Sudah berhemat setengah mati tapi kita tidak kaya juga.” Informasi dituturkan oleh seorang istri kepada suaminya. Tuturan di atas termasuk tindak tutur ekspresif karena tuturan itu dapat diartikan sebagai bentuk evaluasi terhadap hal yang telah mereka lakukan yaitu berhemat tapi hasil yang mereka harapkan untuk dapat kaya tidak terwujud juga. Isi dari tuturan berupa keluhan karenanya tuturan itu termasuk dalam tindak ekspresif mengeluh.Bentuk tuturan yang berfungsi untuk menyatakan atau menunjukkan sikap psikologis penutur terhadap suatu keadaan, misalnya berterima kasih (thanking), memberi selamat (congratulating), meminta maaf (pardoning), menyalahkan (blambing), memuji (praising), berbelasungkawa (condoling) (Searle dalam Leech, 2011: 163-165).

(19)

25

d) Komisif

Komisif adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya untuk melaksanakan apa yang disebutkan di dalam tuturannya. Berjanji, bersumpah, mengancam, menyatakan kesanggupan merupakan tuturan yang termasuk dalam jenis tindak komisif. Contoh tindak tutur komisif adalah sebagai berikut. “Saya akan rajin belajar.” Informasi tuturan seorang anak kepada ibunya setelah ia mendapatkan nilai rendah pada saat ulangan harian. Tuturan termasuk tindak tutur komisif karena tuturan itu mengikat penuturnya untuk rajin belajar. Ikatan untuk rajin belajar dinyatakan penuturnya yang membawa konsekuensi bagi dirinya untuk memenuhinya. Karena tuturan itu berisi janji yang secara eksplisit dinyatakan, tindak tutur itu termasuk tindak tutur komisif bejanji.Yakni bentuk tuturan yang berfungsi untuk menyatakan janji atau penawaran, misalnya berjanji (promising), bersumpah (vowing), dan menawarkan sesuatu (offering)(Searle dalam Leech, 2011: 163-165).

e) Deklarasi

Deklarasi adalah tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya untuk menciptakan hal (status, keadaan, dan sebagainya) yang baru. Tuturan-tuturan dengan maksud mengesahkan, memutuskan, membatalkan, melarang, mengizinkan, mengabulkan, mengangkat, menolong, mengampuni, memaafkan termasuk dalam tindak tutur deklaratif. Contoh tindak tutur deklaratif adalah sebagai berikut.“Jangan main di dekat sumur!”. Informasi dituturkan oleh seorang ibu kepada anaknya yang sedang bermain di belakang rumah. Tuturan termasuk jenis tindak tutur deklarasi karena dengan tuturan ini penutur menciptakan suatu keadaan yang baru yaitu berupa larangan bagi anaknya untuk bermain di dekat sumur. Sementara sebelum tuturan ini

(20)

26

dituturkan oleh ibu, si anak boleh bermain di mana saja yang ia inginkan. Adanya perubahan status atau keadaan merupakan ciri dari tindak tutur isbati atau deklarasi ini. Karena tuturan ini berisi larangan maka tuturan ini termasuk tindak tutur deklarasi melarang. Yaitu bentuk tuturan yang menghubungkan isi tuturan dengan kenyataan, misalnya berpasrah (resigning), memecat (dismissing), menbaptis (chistening), memberi nama (naming), mengangkat (appointing), mengucilkan (excommicating), dan menghukum (sentencing) (Searle dalam Leech, 2011: 163-165).

c. Tindak Tutur Perlokusi(perlocutionary act)

Tindak perlokusi menghasilkan efek atau hasil yaitu hasil atau efek yang ditimbulkan oleh ungkapan itu pada pendengar, sesuai dengan situasi dan kondisi pengucapan kalimat itu. Tanggapan tersebut tidak hanya berbentuk kata-kata, tetapi juga berbentuk tindakan atau perbuatan. Efek atau daya pengaruh ini dapat secara sengaja atau tidak sengaja dikreasikan oleh penuturnya. Menurut Rahardi (2008:36) tindak perlokusi merupakan tindakmenumbuhkan pengaruh (effect) kepada mitra tutur. Ibrahim (1993:261) menyatakan bahwa tindak perlokusi dapat bersifat menerima topik, menolak,dan netral. Maksud yang terdapat dalam perlokusi ditentukan oleh adanyasituasi konteks dan berlangsungnya percakapan. Mulyana (2005:81) menyatakan bahwa tindak perlokusi (perlocutionary act) adalah hasil atau efek yang ditimbulkan oleh ujaran (terhadap pendengar). Maka dapat disimpulkan bahwa tindak tutur perlokusi adalah tuturan yang mengandung maksud tertentu yang diinginkan oleh penutur agar terlihat dalam suatu tindakan.

(Searle dalam Leech, 1993: 163-165) juga mengelompokkan tindak tutur perlokusi menjadi tiga jenis yaitu 1) perlokusi verbal, 2) perlokusi nonverbal, 3)

(21)

27

perlokusi verbal nonverbal yang akan dijelaskan sebagai berikut. Perlokusi verbal apabia lawan tutur menanggapi penutur dengan menerima atau menolak maksud penutur. Perlokusi non verbal lawan tutur menanggapi penutur dengan gerakan seperti mengangguk,menggeleng, tertawa, senyuman dan bunyi decakan mulut. Perlokusi verbal nonverbal apabila lawan tutur menanggapi penutur dengan ucapan verbal yang disertai dengan gerakan (nonverbal). Penjelasan tersebut akan dipaparkan sebagai berikut.

1) Perlokusi Verbal

Apabila lawan tutur menanggapi penutur dengan menerima atau menolakmaksud penutur.misalnya, menyangkal, melarang, tidak mengizinkan, danmeminta maaf. Contoh /bukan aku yang mencuri/. Contoh kalimat tersebut merupakan contoh kalimat perlokusi verbal menyangkal, kemudian pada contoh kalimat berikutnya /jangan buang sampah disini/ pada contoh kalimat tersebut adalah merupakan contoh kalimat perlokusi verbal melarang. Pada contoh kalimat /jangan pergi dengan dia/ merupakan contoh kalimat yang mengandung perlokusi verbal tidak mengizinkan dan pada contoh kalimat /maaf saya tidak bisa datang/ merupakan contoh kalimat yang mengandung perlokusi verbal meminta maaf (Searle dalam Leech, 1993: 163-165).

2) Perlokusi Nonverbal

Apabila lawan tutur menanggapi penutur dengan gerakan seperti mengangguk, menggeleng, tertawa, senyuman dan bunyi decakan mulut. Seperti pada contoh mengangguk biasanya menyatakan setuju atau mau kemudian apabila menggelengkan

(22)

28

kepala biasanya menyatakan menolak atau tidak mau. Kemudian ketika sedang tertawa biasanya adalah sedang bahagia atau senang. Kemudia ketika sedang menangis bisa jadi sedang sedih. Dari contoh tersebut bisa dikatakan bahwa lawan bicara menanggapi si penutur dengan gerakan saja tanpa mengucapkan kata-kata. (Searle dalam Leech, 1993: 163-165).

3) Perlokusi Verbal Nonverbal

Apabila lawan tutur menanggapi penutur dengan ucapan verbal yang disertaidengan gerakan (nonverbal). misalnya, berbicara sambil tertawa, berbicarasambil berjalan, atau tindakan-tindakan yang diminta oleh lawan tutur. Pada perlokusi ini merupakan gabungan antara perlokusi verbal dan perlokusi non verbal. Jadi pada perlokusi ini lawan tutur menanggapi si penutur dengan ucapan yang disertai gerakan. Pada contoh kalimat /Ali tolong bersihkan papan tulis ini/ dan Ali menjawab /baik/ sambil membersihkan papan tulis dari contoh tersebut si lawan tutur menanggapi penutur dengan ucapan disertai dengan gerakan (non verbal) (Searle dalam Leech, 1993: 163-165).

4. Fungsi Tindak Tutur Ilokusi

Pada hakekatnya terdapat beberapa fungsi tindak tutur ilokusi yang diklasifikasikan berdasarkan fungsinya yang perlu kita ketahui. Situasi-situasi yang berbeda menuntut adanya jenis-jenis dan derajat sopan santun yang berbeda juga. Pada tingkatan yang paling umum, tindak ilokusi mempunyai beraneka ragam fungsi dalam praktik kehidupan sehari-hari. Berdasarkan bagaimana hubunganya dengan tujuan sosial dalam menentukan dan memelihara serta mempertahankan rasa dan sikap

(23)

29

hormat, maka. Fungsi-fungsi ilokusi dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis(Leech, 2011: 162-163), yaitu:

a. Fungsi Tindak Tutur Kompetitif (Competitive)

Fungsi tindak tutur kompetitif merupakan tuturan yang tidak bertata krama, tidak bertatakrama disini maksudnya adalah tidak menunjukkan rasa hormat dan sopan santun dalam bertutur karena tujuanilokusi ini bersaing dengan tujuan sosial. Kesopansantunan memiliki sifat negatif dengan tujuan mengurangi ketidakharmonisan yang tersirat dalam kompetisi antara apayang ingin dicapai oleh penutur dengan apa yang dituntut oleh sopan santun. Maksuddari tujuan kompetitif adalah tujuan yang pada dasarnya tidak bertata krama(discourtes). Tata krama (courtesy) mengacu pada tujuan sedangkan sopan santun(politeness) mengacu pada perilaku linguistik atau perilaku lain yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut, sehingga kesopansantunan dibutuhkan untuk memperlembutsifat tidak sopan santun yang terkandung dalam tujuan itu. Misalnya, memerintah,meminta, menuntut, mengemis Contoh :

Ali : Assalamualaikum.

Bunda : Waalaikumsalam. Wah, anak-anak bunda habis main dimana nih? Nisa : Nisa abis main sama tante Rio, bu.

Ali : Pergi sana Mio. Aku haus nih. (sambil melempar bola kedalam keranjang)

Nisa : Ih, Ali. Itu kan tempat mainan Nisa.

Dari kalimat yang diucapkan oleh tokoh dalam dongeng tersebut merupakan fungsi tindak tutur ilokusi kompetitif. Tepatnya masuk dalam tindak tutur ilokusi kompetitif memerintah. Dari tuturan yang diucapkan Ali kepada Mio dan Nisa merupakan tuturan yang tidak bertata krama karena tujuan ilokusi ini bersaing dengan tujuan

(24)

30

sosial. Pada tuturan Ali kepada Mio selain menginformasikan bahwa dirinya haus juga secara tidak langsung memerintahkan untuk tidak mengganggunnya.Pada tuturan yang diucapkan Nisa selain menginformasikan bahwa itu tempat mainannya kepada Ali secara tidak langsung untuk memerintahkan Ali untuk tidak menaruh bolanya di tempat mainannya. Di sini terlihat bahwa tuturan dan tindakan Ali tidak menunjukan kesopanan dan tujuan ilokusi bersaing dengan tujuan sosial jadi dari dialog tersebut masuk dalam fungsi tindak tutur ilokusi kompetitif memerintah (Leech, 2011: 162-163).

b. Fungsi Tindak Tutur Konvivial (Convivial)

Fungsi konvivial merupakan tuturan yang bertata krama, bertatakrama disini maksudnya adalah menunjukkan rasa hormat dan sopan santun dalam bertutur.Tujuan ilokusi ini sejalan atau sejajar dengan tujuan sosial. Pada fungsi ini,kesopansantunan memiliki bentuk yang lebih positif dalam menunjukkan rasa hormat dengan mencari kesempatan untuk beramah-tamah. Pada fungsi ini sopan santun memiliki sifat yang lebih positif, pada fungsi ini adalah merupakan kebalikan dari fungsi kompetitif. Misalnya, menawarkan, mengajak,mengundang, menyapa, mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat.

Contoh :

Bunda : Ali, kenapa? Kok mandinya teriak-teriak gitu. Oh. Samponya kena mata ya. Sini Bunda bersihkan. Ali : Wah, terima kasih Bunda.

Dari kalimat yang diucapkan oleh tokoh dalam dongeng tersebut merupakan fungsi tindak tutur ilokusi konvivial (menyenangkan). Tepatnya masuk dalam tindak ilokusi

(25)

31

konvivial mengucapkan terima kasih. Dari tuturan Ali kepada Bunda menginformasikan bahwa mata Ali terkena sampo dan secara tidak langsung menyuruh bundanya untuk membersihkan sampo yang terkena matanya. Dari tuturan yang diucapkan Ali kepada Bunda merupakan tuturan yang bertata krama. Tujuan ilokusi ini sejalan atau sejajar dengan tujuan sosial. Pada fungsi ini,kesopansantunan memiliki bentuk yang lebih positif dalam menunjukkan rasa hormatdengan mencari kesempatan untuk beramah-tamah. Dari tuturan Ali kepada Bunda menunjukan kesopanan dan tujuan ilokusi ini sejalan atau sejajar dengan tujuan sosial jadi dari dialog tersebut masuk dalam fungsi tindak tutur ilokusi konvivial mengucapkan terima kasih (Leech, 2011: 162-163).

c. Fungsi Tindak Tutur Kolaboratif (Collaborative)

Fungsi kolaboratif adalah tuturan yang tidak melibatkan sopan santun karena pada fungsi ini sopan santun tidak relevan. Tujuan ilokusinya tidak melibatkan tujuan sosial. Pada fungsi ini tidak melibatkan sopan santun karena sopan santun tidak relevan dalam fungsi ini. Pada fungsi ini cenderung hanya merupakan ungkapan dan pernyataan saja. Bisa dikatakan pada fungsi ini sama sekali tidak melibatkan sopan santun. Misalnya: menyatakan, melaporkan, mengumumkan,mengajarkan.

Contoh :

Ali : Aduh samponya kena mata. Bunda, mata Ali kena sampo. Mata Ali sakit nih!

Bunda : Ali, kenapa? kok mandinya teriak-teriak gitu. Oh. Samponya kena mata ya. Sini Bunda bersihkan.

Dari kalimat yang diucapkan oleh tokoh dalam dongeng tersebut merupakan fungsi tindak tutur ilokusi kolaboratif.Tepatnya masuk kedalam tindak tutur ilokusi

(26)

32

kolaboratif melaporkan .Karena dari segi fungsi berdasarkan bagaimana hubungannya dengan tujuan sosial dalam menentukan dan memelihara serta mempertahankan rasa dan sikap hormat tujuan ilokusi tidak mengacuhkan atau biasa-biasa saja terhadap tujuan sosial. Dari tuturan yang diucapkan Ali kepada Bunda selain untuk menginformasikan bahwa mata Ali terkena sampo, selain itu secara tidak langsung memerintahkan Bundanya untuk membersihkan sampo yang terkena matanya (Leech, 2011: 162-163).

d. Fungsi Tindak Tutur Konfliktif (Conflictive)

Fungsi bertentangan atau konfliktif merupakan tuturan yang tidak memiliki unsurkesopansantunan. Pada fungsi inicenderung sangat menimbulkan kemarahan karena pada fungsi ini cenderung fungsi yang sangat tidak memiliki fungsi kesopanan. Fungsi ini pada dasarnya bertujuan menimbulkan kemarahan. Tujuanilokusi di sini bertentangan dengan tujuan sosial. Misalnya: mengancam, menuduh,menyumpahi, memarahi, menyalahkan, menjatuhkan hukuman.

Contoh :

Ali : lhoo, pisang gorengnya kok dihabisin, buat Ali mana donk? Gak salah lagi pasti dihabisin sama Nisa.

Bunda : Sudah-sudah jangan marah-marah, ini kok ibu simpan dikolong meja, untung gak dimakan sama Mio.

Dari kalimat yang diucapkan oleh tokoh dalam dongeng tersebut merupakan fungsi tindak tutur ilokusi konfliktif.Tepatnya masuk kedalam tindak tutur ilokusi konfliktiff menuduhKarena dari segi fungsi berdasarkan bagaimana hubungannya dengan tujuan sosial dalam menentukan dan memelihara serta mempertahankan rasa dan sikap

(27)

33

hormat tujuan ilokusi bertentangan atau konfliktif merupakan tuturan yang tidak memiliki unsurkesopansantunan. Fungsi ini pada dasarnya bertujuan menimbulkan kemarahan. Tujuanilokusi di sini bertentangan dengan tujuan sosial. Dari tuturan yang diucapkan Ali kepada Bunda selain untuk menginformasikan bahwa pisang gorengnya habis dan Ali menuduh Nisa yang menghabiskan, selain itu secara tidak langsung meminta kepada Bundanya pisang goreng(Leech, 2011: 162-163).

E. Dongeng

1. Pengertian Dongeng

Dongeng merupakan cerita yang tidak benar-benar terjadi dan dalam banyakhal sering tidak masuk akal (Nurgiantoro, 2005:198). Pendapat lain mengenai dongeng adalah cerita yang tidak benar-benar terjadi, terutama tentang kejadian zaman dulu yang aneh-aneh (KBBI, 2007 : 274). Dongeng ialah cerita rekaan yang berisi muatan-muatan nilai moral sebagai pembelajaran, terutama untuk anak-anak( Agus Triyanto, 2007: 46). Dalam EYD (2011 :127 ) dongeng adalah cerita prosa rakyat yang dianggap tidak benar-benar terjadi. Dongeng berisi petuah atau nasihat yang sangat berguna bagi pembacanya. Beberapa bentuk dongeng yaitu legenda, mite, sage, dan fabel. Legenda adalah cerita yang berkaitan dengan asal-usul terjadinya suatu tempatperistiwa. Misal adalah Danau Toba, Tangkuban Perahu, Miteadalah cerita yang berkaitan tentang dewa, roh bersifat mistis.Misal adalah Nyai Roro Kidul.Sageadalah cerita yang berkaitan dengan nilai-nilai kejujuran atau kepahlawanan. Misal adalah Pangeran Diponegoro, Tuanku Imam Bonjol, Fabeladalah cerita yang tokoh dan perannya binatang. Misal adalah Si kancil, buaya dan kerbau. Hikayat merupakan salah satu sastra melayu klasik. Hikayat berisi tentang

(28)

34

cerita atau kisah-kisah yang dibacakan dalam sekumpulan. Hikayat bersifat menghibur, mendidik, dan berisi pesan-pesan moral. Misal adalah Hikayat Abu Nawas, Hikayat Sri Rama. Cerita Jenaka adalah cerita yang bersifat menghibur. Dalam cerita jenaka tetap diperhatikan nilai-nilai moral dan amanat yang baik. Misal adalah Lebai Malang, Jaka Bodo.

2. Jenis Dongeng

Anti Aarne dan Stith Thompson ( dalam Danandjaja, 2007: 86 ) telah membagi beberapa jenis-jenis dongeng ke dalam empat golongan besar. Pertama adalah dongeng binatang (animal tales) dongeng binatang adalah dongeng yang ditokohi binatang peliharaan dan binatang liar. Yang kedua dongeng biasa (ordinary tales) dongeng biasa adalah jenis dongeng yang ditokohi manusia dan biasanya adalah kisah suka duka seseorang. Yang ketiga lelucon dan anekdot (jokes and anecdotes) lelucon dan anekdot adalah dongeng yang dapat menimbulkan rasa menggelikan hati. Dan yang terakhir dongeng berumus dongeng yang strukturnya terdiri dari pengulangan. Dongeng-dongeng berumus mempunyai beberapa subbentuk, yaitu dongeng bertimbun banyak, dongeng untuk mempermainkan orang, dongeng yang tidak mempunyai akhirBruvand (dalam Danandjaja, 2007:139). Lebih lengkapnya keempat golongan tersebut akan dijelaskan sebagai berikut :

a. Dongeng Binatang (animal tales)

Dongeng binatang adalah dongeng yang ditokohi binatang peliharaan dan binatang liar. Binatang-binatang tersebut dalam cerita jenis ini dapat berbicara dan berakal budi seperti manusia. Contohnya adalah cerita fabel kancil dan pak tani. Pada

(29)

35

dongeng binatang tokoh-tokoh yang ada didalamnya adalah semuanya binatang yang memiliki sifat yang hampir mirip dengan manusia pada umumnya. Seperti dongeng sikancil mencuri mentimun pak tani, disini kancil diibaratkan seperti manusia yang sifatnya suka mencuri barang orang lain yang bukan miliknya. Jadi dalam dongeng binatang mayoritas tokoh pemeran dongeng tersebut adalah binatang yang menjadi tokoh Anti Aarne dan Stith Thompson ( dalam Danandjaja, 2007: 86 ).

b. Dongeng Biasa (ordinary tales)

Dongeng biasa adalah jenis dongeng yang ditokohi manusia dan biasanya adalah kisah suka duka seseorang. Dongeng mengenai ilmu sihir (tales of magic), dongeng keagamaan (religious tales), Cerita-cerita roman (romantic tales), dongeng mengenai raksasa bodoh (tales of stupid agre).Contohnya bisa seperti cerita cinderela, pinokio yaitu yang tokohnya diperankan oleh orang. Dalam dongeng ini mayoritas pemerannya adalah tokoh manusia atau diperankan oleh manusia. Manusia yang memerankan dalam dongen tersebut Anti Aarne dan Stith Thompson ( dalam Danandjaja, 2007: 86 ).

c. Lelucon dan anekdot (jokes and anecdotes)

Lelucon dan anekdot adalah dongeng yang dapat menimbulkan rasa menggelikan hati. Ada sedikit perbedaan antara lelucon dan anekdot. Lelucon menyangkut kisah fiktif lucu anggota suatu kolektif, seperti suku bangsa, golongan, bangsa atau ras. Sedangkan anekdot menyangkut kisah fiktif lucu pribadi seorang tokoh atau beberapa tokoh yang benar-benar ada. Contohnya bisa seperti pada dongeng donal bebek dan lain-lain. Lelucon dan anekdot lebih bersifat menghibur

(30)

36

dan jalan ceritanya biasanya terdapat cerita yang lucu Anti Aarne dan Stith Thompson ( dalam Danandjaja, 2007: 86 ).

d. Dongeng Berumus

Dongeng yang strukturnya terdiri dari pengulangan. Dongeng-dongeng berumus mempunyai beberapa subbentuk, yaitu dongeng bertimbun banyak, dongeng untuk mempermainkan orang, dongeng yang tidak mempunyai akhirBruvand (dalam Danandjaja, 2007:139). Sedangkan Stewig (dalam Nurgiyantoro:2005:201) membagi jenis dongeng dilihat dari waktu kemunculannya yaitu dongeng klasik dan dongeng modern. Dongeng klasik adalah cerita dongeng yang telah muncul sejak zaman dahulu yang telah mewaris secara turun temurun lewat tradisi lisan. Sedangkan dongeng modernadalah cerita dongeng yang sengaja ditulis untuk maksud bercerita dan agar tulisannya itu dibaca oleh orang lain. Jadi dongeng modern secara jelas ditunjukkan pengarang, penerbit, dan tahun.

Berdasarkan jenis dongeng tersebut, kumpulan dongeng Charles Perrault ini dapat dikategorikan ke dalam dongeng klasik dan modern. Dikatakan sebagai dongeng klasik karena dia tidak mengarang dongeng-dongeng peri. Dongeng tersebut sudah ada sejak jaman dulu dan diwariskan turun temurun secara lisan dari generasi ke generasi. Akan tetapi, dalam waktu yang sama, Perrault membuat dongeng peri ke dalam sebuah karya sastra. Dia tidak puas jika hanya menulis dongeng-dongeng yang bersumber dari folklor. Dia memberikan sentuhan pada dongengnya yang berupa nilai-nilai moral berupa sajak yang tentu saja tidak ada dalam dongeng yang bersumber dari rakyat. Tidak hanya itu saja, Perrault menulis dongeng sebagai sindiran atau gambaran kehidupan masyarakat pada masanya Anti Aarne dan Stith Thompson ( dalam Danandjaja, 2007: 86 ).

(31)

37

3. Fungsi Dongeng

Dongeng sebagai salah satu dari sastra anak, berfungsi untuk memberikan hiburan, juga sebagai sarana untuk mewariskan nilai-nilai yang diyakini kebenarannya oleh masyarakat pada waktu itu. Dongeng dipandang sebagai sarana untuk mewariskan nilai-nilai, dan untuk masyarakat lama itu dapat dipandang sebagai satu-satunya cara. Sesuai dengan keberadaan misi tersebut, dongeng mengandung ajaran moral. Dongeng sering mengisahkan penderitaan tokoh, namun karena kejujuran dan ketahanujiannya tokoh tersebut mendapat imbalan yang menyenangkan. Sebaliknya tokoh jahat pasti mendapat hukuman (Nurgiyantoro, 2005:200).

Hal senada juga dikemukakan oleh (Danandjaja, 2007:83) bahwa dongeng diceritakan terutama untuk hiburan, walaupun banyak juga yang melukiskan kebenaran, berisikan pelajaran (moral), atau bahkan sindiran. Sama halnya yang diungkapkan oleh Carvalho-Neto (dalam Danandjaja, 2007:4) bahwa dongeng mempunyai kegunaan sebagai alat pendidik, pelipur lara, protes sosial, dan proyeksi keinginan terpendam. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dongeng mempunyai banyak fungsi antara lain: sebagai hiburan atau pelipur lara, pendidik, sarana mewariskan nilai-nilai, protes sosial, dan juga sebagai proyeksi keinginan terpendam. Melalui pemahaman dongeng diperoleh gambaran bahwa dongeng merupakan bentuk warisan leluhur yang patut untuk dilestarikan. Peminat dongeng pada umumnya dikalangan anak-anak karena dongeng mudah dipahami dan mengandung cerita yang unik dan mengesankan.Ada beberapa manfaat dongeng untuk anak yaitu :

(32)

38

a. Merangsang kekuatan berfikir

Semua dongeng atau cerita memiliki alur yang baik, yang membawa pesan moral, berisi tentang harapan, cinta dan cita-cita. Sehingga anak dapat mengasah daya pikir dan imajinasinya. Dengan dongeng anak akan membuat daya fikir anak menjadi berkembang dan meningkatkan rasa ingin tahu anak dan cenderung si anak akan meniru tokoh baik dalam sebuah dongeng. Dalam dongeng akan mengajarkan si anak untuk mengembangkan kognitif dan cara berfikir anak bagaimana pola fikir anak. Mengembangkan daya ingat anak. Karena dalam dongeng biasanya terdapat amanat-amanat baik yang ingin disampaikan dalam dongeng tersebut Carvalho-Neto (dalam Danandjaja, 2007:4).

b. Sebagai media yang efektif

Cerita atau dongeng merupakan media yang sangat efektif untuk menanamkan berbagai nilai etika kepada anak, bahkan untuk memenuhi rasa empati. Misalnya, nilai-nilai kejujuran, rendah hati, kesetiakwanan, dan kerja keras. Juga tentang berbagai kebiasaan sehari-hari yang baik seperti berdoa setiap hendak beraktivitas, makan sayur, makan buah, dan menggosok gigi.Anak juga diharapkan dapat lebih mudah menyerap berbagai nilai tersebut karena dongeng tidak bersikap memerintah atau menggurui. Para tokoh cerita dalam dongeng tersebutlah yang diharapkan menjadi contoh atau teladan bagi anak. Maka dongeng merupakan media yang paling efektif untuk media pembelajaran anak Carvalho-Neto (dalam Danandjaja, 2007:4).

c. Mengasah kepekaan anak terhadap bunyi-bunyian

Saat mendongeng, bakat akrobatik suara sangat berguna. Bagaimana menirukan suara orang tua yang lemah dan gemetar, suara tokoh yang disegani, suara

(33)

39

hewan dan lain sebagainya. Berusaha menghidupkan kata-kata yang dipilih si pengarang dengan sangat cermat. Kata-kata bisa jadi mengagumkan jika diucapkan dengan intonasi dan ekspresi yang berbeda. Hal ini akan mengasah pendengaran anak terhadap nuansa bunyi-bunyian. Dari apa yang didengarkan anak-anak melalui dongeng akan merangsang pola pikir anak dan bahasa pada anak Carvalho-Neto (dalam Danandjaja, 2007:4).

d. Menumbuhkan minat baca

Dongeng dapat menjadi langkah awal untuk menumbuhkan minat baca anak. Setelah tertarik pada berbagai dongeng yang diceritakan, anak diharapkan mulai menumbuhkan ketertarikannya pada buku. Diawali dengan buku-buku dongeng yang kerap didengarnya, kemudian meluas pada buku-buku lain seperti buku pengetahuan, sains, agama dan lain sebagainya.Tanpa disadari, orang tua khususnya (ibu) yang sering membacakan atau bercerita kepada anaknya sejak kecil, ternyata mampu menciptakan anak-anak yang mencintai buku dan gemar membaca ketika mereka sudah besar Carvalho-Neto (dalam Danandjaja, 2007:4).

e. Menumbuhkan rasa empati

Orang tua tentunya ingin anak-anaknya memiliki banyak pengetahuan yang berguna agar bisa memahami dan mempunyai rasa empati terhadap orang lain. Itulah manfaat mendongeng. Tokoh-tokoh didalam buku cerita atau disampaikan pendongeng akan terasa hidup. Anak akan terbiasa dan mampu membedakan tokoh yang satu dan tokoh yang lainnya. Bahkan, anak akan menjadikan tokoh yang baik menjadi idolanya.Sebuah cerita yang mampu membangkitkan emosi dan contoh

(34)

40

teladan kehidupan apabila tersampaikan dengan tepat dan benar akan berdampak besar pada proses perkembangannya. Hal ini dapat diperkuat apabila cerita yang disajikan sama persis dengan cara anak-anak tersebut menyerap sesuatu yaitu melalui pendekatan visual (gambar), auditorial (suara), dan kinestetikal (gerak) Carvalho-Neto (dalam Danandjaja, 2007:4).

F. Kerangka Berfikir

Pada penelitian ini, peneliti mengangkat judul analisis fungsi tindak tutur ilokusi pada dongeng anak karya Lia Herliana. Pada penelitian ini, berfokus pada ilmu bahasa yaitu teori pragmatik dan objek analisis adalah tindak tutur pada dongeng anak karya Lia Herliana sebagai data. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan fungsi tindak tutur ilokusi yang terkandung pada tuturan paratokoh dalam dongeng anak karya Lia Herliana. Data penelitian ini adalah tuturan yang terdapat pada dongeng anak karya Lia Herliana yang mengandung fungsi tindak tutur ilokusi berdasarkan klasifikasinya. Sumber data penelitian ini adalah video dongeng anak karya Lia Herliana yang berjumlah empat judul video dongeng anak. Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap, tahap yang pertama adalah penyediaan data menggunakan metode simak yaitu dengan menyimak tuturan pada video. Teknik yang digunakan selanjutnya adalah teknik catat, mencatat dialog pada video agar memepermudah ketika proses menganalisa sesuai permasalahan. Tahap kedua adalah analisis data dengan menggunakan metode padan ortografis dan metode padan pragmatis. Tahap ketiga adalah penyajian hasil analisis data menggunakan metode penyajian informal.Kerangka pemikiran merupakan suatu kerangka untuk menunjukkan hubungan antara variabel-variabel yang diteliti. Kerangka berfikir merupakan model

(35)

41

konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting. Kerangka berfikir yang baik akan menjelaskan secara teoritis pertautan antara variabel yang akan diteliti. Jadi secara teoritis perlu dijelaskan hubungan antara variabel independen dan dependen. Oleh karena itu pada setiap penyusunan paradigma penelitian harus didasarkan pada kerangka berfikir (Sugiyono, 2010:60).

ANALISIS FUNGSI TINDAK TUTUR ILOKUSI PADA DONGENG ANAK KARYA LIA HERLIANA

Pragmatik

bar

Bahasa Video Dongeng Anak

Fungsi Bahasa Konteks Wacana Prinsip Percakapan Ragam Bahasa Fungsi Ilokusi Lokusi

Analisis fungsi tindak tutur ilokusi

Ilokusi Prinsip Kerja Sama

Prinsip Kesantunan Tindak Tutur Perlokusi Lokusi Pertanyaan Lokusi Perintah Lokusi Pernyataan F. Kolaboratif F. Konvivial F. Kompetitif F. Konfliktif Perlokusi Verbal PerlokusiVerbal Non Verbal

Referensi

Dokumen terkait

(2015) yang menunjukkan bahwa seluruh variabel bukti fisik, keandalan, daya tanggap, jaminan, serta empati sebagai bentuk dari kualitas pelayanan sistem elektronik

Saturasi adalah perbandingan antara volume pori-pori batuan yang terisi fluida formasi tertentu terhadap total volume pori-pori batuan yang terisi fluida atau jumlah kejenuhan

The first finding of the study is the percentage of the data (81 words and terms with cultural and historical concepts) translated according to their translation strategies as

2.5 Membuat Aplikasi Database dengan Menggunakan Visual Basic dan MySQL

Penulis mencoba melakukan analisa terhadap data di dalam Sistem Informasi DAPODIK yang telah ada ( http://bogorkab.dapodik.org , akses tanggal 12 Mei 2011 – 27 Juli

Trianggulasi adalah proses untuk memeriksa kebenaran data dengan cara membandingkan dengan data yang didapat dari sumber lain pada berbagai tahapan penelitian di lapangan,

Masuknya mata pelajaran umum dalam kurikulum madrasah terjadi secara tidak merata, dan dalam lingkup madrasah yang berbasis pada pesantren perkembangannya cukup lambat

Hal ini mengindikasikan sampai saat ini terjadi kekosongan hukum dalam pengaturan tentang kegiatan penghimpunan dana haji bagi nasabah yang akan melaksanakan ibadah haji