• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN YURIDIS PEMBAGIAN HARTA GONO-GINI. (Studi Kasus Pada Putusan Mahkmah Agung. Nomor: 1996 K/Pdt/2012)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN YURIDIS PEMBAGIAN HARTA GONO-GINI. (Studi Kasus Pada Putusan Mahkmah Agung. Nomor: 1996 K/Pdt/2012)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN YURIDIS PEMBAGIAN HARTA GONO-GINI (Studi Kasus Pada Putusan Mahkmah Agung

Nomor: 1996 K/Pdt/2012)

JURNAL PENELITIAN

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Slamet Riyadi Surakarta

Oleh :

POPPY AGUSTINA PANDUWINATA NIM. 13100004

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI

SURAKARTA 2017

(2)

TINJAUAN YURIDIS PEMBAGIAN HARTA GONO-GINI (Studi Kasus Pada Putusan Mahkmah Agung

Nomor: 1996 K/Pdt/2012) Oleh:

Poppy Agustina Panduwinata

Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta ABSTRAK

Putusnya perkawinan karena perceraian akan menimbulkan akibat hukum terhadap harta gono gini. Pembagian harta gono gini baru dibicarakan jika didalam kehidupan rumah tangga terjadi perselisihan yang mengarah kepada perceraian dan segala akibat perceraian. Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1) Mengkaji duduk perkara dalam sengketa perkara pembagian harta gono gini dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1996 K/Pdt/2012. 2) Mengkaji pertimbangan hakim Mahkamah Agung mengenai perkara pembagian harta gono-gini pada Putusan Nomor: 1996 K/Pdt/2012.

Metode pendekatan dalam penulisan ini adalah yuridis normatif, spesifikasi penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data menggunakan data sekunder. Teknik pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan/studi dokumen. Teknik analisis data menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa: 1) Duduk perkara dalam sengketa perkara pembagian harta gono gini dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1996 K/Pdt/2012 yaitu Penggugat dan Tergugat telah bercerai sebagaimana tercantum dalam putusan Pengadilan Negeri Surakarta Nomor 104/Pdt.G/2009/Pn.Ska yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan Kutipan Akta Perceraian Nomor 0026/2010 tanggal, 30 Maret 2010 yang diterbitkan/dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surakarta, di mana selama perkawinan Penggugat dan Tergugat mempunyai harta bersama (gono gini) berupa 1 mobil merk Isuzu Panther Tahun 2003 Nomor Polisi. AD 8560 EF warna biru, ½ (satu perdua) bagian dari sertifikat Nomor 1042 yang terletak di Nusukan Kec. Banjarsari Kota Surakarta, seluas kurang lebih 132 m², dan ½ (satu perdua) bagian dari Sertifikat Hak Milik 739 yang terletak di Nusukan Lor Kec. Banjarsari, Kota Surakarta, seluas kurang lebih 147m² merupakan harta gono gini, sehingga Penggugat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Surakarta untuk dibagi secara adil. 2) Pertimbangan hakim Mahkamah Agung dalam memutus perkara pembagian harta gono-gini pada Putusan Nomor: 1996 K/Pdt/2012 mengenai permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi/Tergugat yaitu dengan memertimbangkan Putusan Pengadilan Negeri Surakarta dan Pengadilan Tinggi Semarang, yaitu dengan membagi dua harta bersama tersebut yang masing-masing berhak separohnya atas harta bersama tersebut, sedangkan ½ (setengah) bagian adalah harta asal dari Yenny Tjiamudjaja in casu Penggugat, maka harta bersama dijual lelang yang hasilnya dibagi dua antara Penggugat dan Tergugat masing-masing separohnya, dimana Penggugat mendapat bagian ¾ (tiga perempat) dan Tergugat ¼ (seperempat) dari penjualan lelang tanah-tanah tersebut.

(3)

LATAR BELAKANG MASALAH

Perkawinan merupakan awal dari proses perwujudan dari suatu bentuk kehidupan manusia. Oleh karena itu, perkawinan bukan sekedar pemenuhan kebutuhan biologis semata. Dengan adanya perkawinan, diharapkan dapat tercapai tujuan perkawinan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang atau aturan hukum dan juga sesuai dengan ajaran agama yang dianut. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, maka dalam Pasal 39 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang intinya mempersulit terjadinya perceraian.

Ditentukan bahwa perceraian hanya bisa dilakukan di depan sidang Pengadilan, setelah Pengadilan yang bersangkutan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Diisyaratkan juga bahwa untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, salah satu antara suami istri tersebut tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri. Menurut Pasal 38 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, putusnya perkawinan disebabkan karena 3 (tiga) hal, yaitu kematian, perceraian, atas Putusan Pengadilan.

Terjadinya peristiwa-peristiwa dalam rumah tangga, yaitu perselisihan, pertengkaran atau percekcokkan antara suami istri akan mengakibatkan terjadinya perceraian, jika tidak diselesaikan dengan baik. Adapun alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar untuk mengajukan perceraian, sebagaimana diatur dalam Penjelasan Pasal 39 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dan diulang lagi yang sama isinya dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan adalah:

1. Salah satu pihak berbuat zinah atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi dan lain sebagainya serta sukar disembuhkan;

2. Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut, tanpa izin pihak yang lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal di luar kemampuannya; 3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;

4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan terhadap pihak yang lain;

5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri;

6. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, maka suami atau istri dapat mengajukan gugatan perceraian ke Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama setempat, untuk mengajukan cerai talak atau cerai gugat. Cerai talak adalah diperuntukkan bagi mereka yang melangsungkan perkawinan menurut agama Islam. Dalam mekanisme cerai gugat, hakim akan melakukan pemanggilan dan pemeriksaan kepada pihak suami atau istri setelah diterimanya surat gugatan. Hakim akan menawarkan kepada para pihak menghendaki perdamaian atau tidak. Jika tidak menghendaki perdamaian, maka hakim akan memutuskan putusan gugatan perceraian tersebut yang dilakukan dalam sidang terbuka yang dapat dihadiri oleh umum, dihitung sejak saat pendaftaran putusan perceraian itu di Kantor Catatan Sipil.

(4)

Putusnya perkawinan karena perceraian akan menimbulkan akibat hukum terhadap orang tua atau anak dan harta perkawinan. Demikian halnya dengan contoh kasus yang dikaji dalam penelitian ini, sebagaimana tertuang dalam Putusan Pengadilan Mahkamah Agung Nomor 1996 K/Pdt/2012 terkait masalah pembagian harta gono gini karena perceraian, dalam perkara antara : Budi Santoso selaku Pemohon Kasasi dahulu Tergugat/Pembanding melawan Yenny Tjiamudjaja, selaku Termohon Kasasi dahulu Penggugat/Terbanding. Bahwa Pemohon dan Termohon adalah suami istri yang sah telah melakukan perkawinan, sebagaimana Kutipan Akta Perkawinan Nomor 0284/2003 tanggal 18 Maret 2003 yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surakarta.

Bahwa selama perkawinan Penggugat dan Tergugat mempunyai harta gono gini (gono gini) sebagai berikut: 1) Sebuah mobil merk Isuzu Panther Tahun 2003 Nomor Polisi. AD 8560 EF warna biru tertulis nama pemiliknya/atas nama Budi Santosa (Tergugat). 2) ½ (satu perdua) bagian dari sertifikat Nomor 1042 yang terletak di Nusukan Loe Kec. Banjarsari Kota Surakarta, seluas kurang lebih 132 m². 3) ½ (satu perdua) bagian dari Sertifikat Hak Milik 739 yang terletak di Nusukan Lor Kec. Banjarsari, Kota Surakarta, seluas kurang lebih 147 m².

Bahwa setelah menikah Pemohon dan Termohon hidup bersama selama kurang lebih 6 tahun, namun karena tidak ada kecocokan, sehingga Pemohon dan Termohon akhirnya memutuskan untuk bercerai. Bahwa perkara perceraian tersebut telah diputus oleh Pengadilan negeri Surakarta melalui Putusan Nomor 104/Pdt.G/2009/Pn.Ska yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan Kutipan Akta Perceraian Nomor 0026/2010 tanggal, 30 Maret 2010 yang diterbitkan/dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surakarta. Bahwa dalam putusannya Pengadilan Negeri Surakarta dalam perkara Nomor 104/Pdt.G/2009/PN.Ska tanggal, 15 Desember 2009, Tergugat dihukum untuk memberikan biaya hidup kepada Penggugat sebanyak Rp 1.350.000,00 (satu juta tiga ratus lima puluh ribu Rupiah) setiap bulan sampai Penggugat kawin lagi, namun dalam kenyataannya, Tergugat tidak melaksanakannya dengan baik terbukti sejak bulan Oktober 2010 Tergugat sudah tidak lagi memberikan biaya hidup kepada Penggugat.

Selanjutnya dalam tingkat banding atas permohonan Pembanding/ Tergugat putusan Pengadilan Negeri tersebut telah dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Semarang dengan putusan Nomor 426/PDT/2011/PT.SMG tanggal 29 Februari 2012, karena tidak puas atas putusan tersebut, Pemohon mengajukan memori kasasi pada tanggal 24 Mei 2012, yang pada pokoknya adalah:

1. Bahwa Judex Facti Pengadilan Tinggi Semarang di dalam putusan a quo yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Surakarta, adalah tidak didasarkan hukum atau bertentangan dengan hukum dan melampaui batas wewenangnya, sehingga Majelis Hakim Tinggi lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan, dimana dalam hal ini putusan Judex Facti Pengadilan Tinggi Semarang ternyata tidak cukup mempertimbangkan alasan-alasan dan fakta hukum (onvoeldoendo gemotiveerd), sehingga putusan Judex Facti a quo tidak lengkap oleh karenanya menurut yurisprudensi Mahkamah Agung RI Tanggal 22 Juli 1970 Nomor 638/SIP/1969 harus dibatalkan;

2. Bahwa Judex Facti di dalam memeriksa dan mempertimbangkan serta mengambil putusan dari perkara a quo tidak berdasar hukum dalam penerapan hukumnya dan bertentangan dengan hukum atau melampaui batas wewenangnya

(5)

dan rasa keadilan serta melanggar hukum yang berlaku, karena telah mengesampingkan ketentuan konstitusi, sebagaimana diisyaratkan dan ataupun yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga atas kekeliruan dan ataupun atas kekhilafan dari putusan tersebut Pemohon Kasasi memohon kepada Majelis Hakim Agung pada Mahkamah Agung RI untuk membatalkan putusan tersebut;

PERUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana duduk perkara dalam sengketa perkara pembagian harta gono gini dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1996 K/Pdt/2012?

2. Bagaimana pertimbangan hakim Mahkamah Agung mengenai perkara pembagian harta gono-gini pada Putusan Nomor: 1996 K/Pdt/2012?

TUJUAN PENELITIAN

1. Mengkaji duduk perkara dalam sengketa perkara pembagian harta gono gini dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1996 K/Pdt/2012.

2. Mengkaji pertimbangan hakim Mahkamah Agung mengenai perkara pembagian harta gono-gini pada Putusan Nomor: 1996 K/Pdt/2012.

METODE PENELITIAN

Metode pendekatan dalam penulisan ini adalah yuridis normatif, spesifikasi penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data menggunakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Bahan hukum sekunder terdiri dari: 1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, 2) KUH Perdata, dan 3) Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1996 K/Pdt/2012. Teknik pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan/studi dokumen. Teknik analisis data menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Duduk Perkara Dalam Sengketa Perkara Pembagian Harta Gono Gini Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1996 K/Pdt/2012

Alasan-alasan yang diajukan oleh Pemohon Kasasi/Tergugat dalam memori kasasinya tersebut pada pokoknya ialah:

1) Bahwa Judex Facti Pengadilan Tinggi Semarang di dalam putusan a quo yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Surakarta, adalah tidak didasarkan hukum atau bertentangan dengan hukum dan melampaui batas wewenangnya, sehingga Majelis Hakim Tinggi lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan, dimana dalam hal ini putusan Judex Facti Pengadilan Tinggi Semarang ternyata tidak cukup mempertimbangkan alasan-alasan dan fakta hukum (onvoeldoendo gemotiveerd), sehingga putusan Judex Facti a quo tidak lengkap oleh karenanya menurut yurisprudensi Mahkamah Agung RI Tanggal 22 Juli 1970 Nomor 638/SIP/1969 harus dibatalkan;

2) Bahwa Judex Facti di dalam memeriksa dan mempertimbangkan serta mengambil putusan dari perkara a quo tidak berdasar hukum dalam penerapan hukumnya dan bertentangan dengan hukum atau melampaui batas wewenangnya dan rasa keadilan serta melanggar hukum yang berlaku, karena telah mengesampingkan ketentuan konstitusi, sebagaimana diisyaratkan dan ataupun

(6)

yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga atas kekeliruan dan ataupun atas kekhilafan dari putusan tersebut Pemohon Kasasi memohon kepada Majelis Hakim Agung pada Mahkamah Agung RI untuk membatalkan putusan tersebut;

3) Bahwa di dalam Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung, sebagaimana telah diubah lagi dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, menyatakan sebagai berikut : “Mahkamah Agung RI dalam tingkat kasasi membatalkan putusan atau penetapan pengadilan-pengadilan dari semua lingkungan peradilan karena :

a. Tidak berwenang atau melampaui batas kewenangannya; b. Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku;

c. Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan”;

4) Bahwa Pengadilan Tinggi Semarang dalam putusannya tanpa memberikan pertimbangan yang cukup dan tidak pula memberikan alasan-alasan mengapa putusan Pengadilan Negeri Surakarta dipandang sudah tepat dan benar semua serta tidak memuat hal-hal baru yang perlu dipertimbangkan lebih lanjut dalam peradilan tingkat banding, berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka putusan Pengadilan Negeri Surakarta, tanggal 12 Oktober 2011 Nomor 198/Pdt.G/2010/PN.Ska, haruslah dikuatkan (vide pertimbangan hukum Pengadilan Tinggi Semarang pada halaman 5 dan 6);

5) Bahwa padahal pertimbangan hukum Pengadilan Negeri Surakarta, adalah tidak tepat dan lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan;

6) Bahwa Pengadilan Tinggi Semarang juga lalai mempertimbangkan memori banding yang diajukan oleh Pembanding/kini Pemohon Kasasi, padahal memori banding a quo memuat hal-hal baru yang dapat menyingkapkan kejanggalan– kejanggalan serta ketidakwajaran putusan dan pertimbangan putusan Pengadilan Negeri Surakarta, akan tetapi anehnya oleh Pengadilan Tinggi Semarang hal tersebut diabaikan, terbukti Pengadilan Tinggi Semarang telah menguatkan putusan Pengadilan Negeri Surakarta;

7) Bahwa pertimbangan hukum Pengadilan Negeri Surakarta yang dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Semarang, yang mengabulkan gugatan Penggugat sebagian dan menghukum Penggugat dan Tergugat untuk membagi dua harta bersama tersebut yang masing-masing berhak separohnya atas harta bersama tersebut, sedangkan ½ (setengah) bagian adalah harta asal dari Yenny Tjiamudjaja in casu Penggugat, maka harta bersama dijual lelang yang hasilnya dibagi dua antara Penggugat dan Tergugat masing-masing separohnya, dimana Penggugat mendapat bagian ¾ (tiga perempat) dan Tergugat ¼ (seperempat) dari penjualan lelang tanah-tanah tersebut, adalah tidak tepat, karena Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surakarta sama sekali tidak mempertimbangkan bukti-bukti yang diajukan oleh Tergugat/Pembanding kini Pemohon Kasasi, sehingga putusan Pengadilan Tinggi Semarang yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Surakarta tidak dapat dipertahankan melainkan harus dibatalkan oleh putusan Mahkamah Agung R.I;

(7)

8) Bahwa pertimbangan hukum Pengadilan Negeri Surakarta yang dikuatkan oleh putusan Pengadilan Tinggi Semarang yang mengabulkan gugatan Penggugat sebagian sebagaimana yang dikemukakan dalam halaman 16 adalah tidak tepat dan menyalahi hukum, karena harta yang diperoleh selama dalam Perkawinan tersebut bukan hasil jerih payah Penggugat dengan Tergugat, melainkan adalah pemberian orang tua dan merupakan harta bawaan (vide bukti terlampir), sehingga tidak dapat dibagi dua melainkan harus dikembalikan sepenuhnya kepada Tergugat kini Pemohon Kasasi, namun oleh Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Semarang hal tersebut sama sekali tidak dipertimbangkan dan justru malah menguatkan putusan Pengadilan Negeri Surakarta;

9) Bahwa Judex Facti dalam pertimbangan hukumnya sama sekali tidak mencerminkan rasa keadilan dan terkesan asal-asalan serta tidak melihat fakta yang sesungguhnya yang terungkap di persidangan, padahal sudah jelas dan gamblang bahwa Pemohon Kasasi telah nyata-nyata yang membeli :

a. ½ (setengah) bagian dari Sertifikat Hak Milik Nomor 1042 yang terletak di Nusukan Lor, Kec. Banjarsari, Kota Surakarta, seluas kurang lebih 132 m² (½ (setengah) bagian adalah harta asal dari Yenny Tjiamudjaja, in casu Penggugat, dan ½ (setengah) bagian adalah pembelian dari orang tua Tergugat yang diatasnamakan Tergugat, gambar situasi tanggal 11 Juli 1990, tertulis nama pemegang haknya ; 1. Yenny Tjiamudjaja 2. Budi Santosa in casu Tergugat); b. ½ (setengah) bagian dari dari Sertifikat Hak Milik Nomor 739 yang terletak di

Nusukan Lor, Kec. Banjarsari, Kota Surakarta, seluas kurang lebih 147 m² (½ (setengah) bagian adalah harta asal dari Yenny Tjiamudjaja, in casu Penggugat dan ½ (setengah) bagian adalah pembelian orang tua Tergugat yang diatasnamakan Tergugat, sehingga di dalam sertifikat tersebut tertulis nama pemegang haknya adalah ; 1. Yenny Tjiamudjaja 2. Budi Santosa in casu Tergugat);

c. Mobil Merek Isuzu Panther Nomor Polisi AD 8560 EF Warna Biru bukan atas nama Tergugat/Pembanding kini Pemohon Kasasi sebagaimana yang didalilkan oleh Penggugat dalam gugatannya, melainkan atas nama PT. Delta Merlin SDNG TEX, dan Pemohon Kasasi tidak merasa membeli, jika benar qoud non mobil tersebut dibeli oleh Pemohon Kasasi tentunya sudah dibaliknama atas nama Pemohon Kasasi, sehingga disini membuktikan bahwa Termohon Kasasi telah mengecoh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surakarta yang dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Semarang, sehingga putusan tersebut tidak dapat dipertahankan oleh Majelis Hakim Agung RI melainkan harus dibatalkan, dengan mengadili sendiri yang amarnya menolak gugatan Penggugat/Terbanding kini Termohon Kasasi seluruhnya;

10) Bahwa Judex Facti telah keliru dalam menilai alat bukti dan salah menerapkan hukum karena barang-barang yang diperoleh dalam perkawinan tidak ada satu pun yang dibeli dari uang Tergugat/Pemohon Kasasi melainkan diperoleh dari pemberian orang tua atau dengan kata lain yang melakukan pembayaran terhadap dua bidang tanah tersebut adalah orang tua Penggugat, bukan hasil jerih payah Penggugat dengan Tergugat, sehingga bukan merupakan harta bersama (gono gini) sebagaimana yang didalilkan oleh Penggugat, sehingga secara yuridis tidak dapat dibagi dua, oleh karenanya putusan Pengadilan Negeri Surakarta yang dikuatkan oleh putusan Pengadilan Tinggi Semarang tidak dapat dipertahankan melainkan harus dibatalkan oleh Majelis Hakim Agung RI;

(8)

11) Bahwa kejangalan-kejanggalan tersebut di atas oleh Judex Facti sama sekali tidak dipertimbangkan dengan seksama, justru malah menolak keberatan-keberatan yang diajukan oleh Tergugat/Pembanding kini Pemohon Kasasi, padahal Tergugat/ Pembanding/Pemohon Kasasi telah mampu membuktikan dalil-dalilnya dengan mengajukan bukti surat, akan tetapi hal tersebut tidak dipertimbangkan malahan diabaikan;

12) Bahwa dari uraian tersebut telah nampak jelas bahwa Judex Facti telah salah menerapkan hukum dan telah lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan;

13) Bahwa kelemahan-kelemahan dan kekeliruan seperti itu tidak perlu terjadi seandainya Pengadilan Tinggi Semarang memeriksa dan mengadili perkara a quo secara keseluruhan dalam arti baik yuridis formal maupun materiilnya;

14) Bahwa dengan demikian terbukti bahwa Judex Facti telah salah menerapkan hukum, sehingga oleh karenanya putusan a quo tidak dapat dipertahankan dan harus dibatalkan;

Putusan Kasasi

a. Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : BUDI SANTOSO tersebut; b. Menghukum Pemohon Kasasi/Tergugat untuk membayar ongkos perkara dalam

tingkat kasasi ini sebesar Rp 500.000,00 (lima ratus ribu Rupiah);

Setelah dibacakannya putusan tentang pembagian gono-gini Putusan Kasasi Nomor: 1996 K/Pdt/2012 dan telah berkekuatan hukum tetap, yaitu menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi/Tergugat yang pada intinya menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Surakarta dan Pengadilan Tinggi Semarang yang menyatakan membagi dua harta bersama tersebut yang masing-masing berhak separohnya atas harta bersama tersebut, sedangkan ½ (setengah) bagian adalah harta asal dari Yenny Tjiamudjaja in casu Penggugat, maka harta bersama dijual lelang yang hasilnya dibagi dua antara Penggugat dan Tergugat masing-masing separohnya, dimana Penggugat mendapat bagian ¾ (tiga perempat) dan Tergugat ¼ (seperempat) dari penjualan lelang tanah-tanah tersebut.

Dengan dibacakannya putusan tersebut, maka akan timbul akibat-akibat hukum atas pembagian harta bersama tersebut, karena suatu perbuatan hukum tentunya juga akan memberikan suatu akibat hukum pula. Berdasarkan hal tersebut, apabila gugatan pembagian harta bersama (gono-gini) yang diajukan oleh Penggugat dikabulkan dan sudah diputus oleh Majelis Hakim yang telah berkekuatan hukum tetap, maka dalam putusannya jelas tertulis menghukum kepada Penggugat dan Tergugat untuk membagi harta bersama tersebut. Dengan demikian, maka kedua belah pihak Penggugat dan Tergugat (bekas suami dan bekas isteri) harus melaksanakan isi putusan tersebut secara sukarela. Tetapi jika salah satu pihak tidak mau melaksanakan isi putusan mengenai pembagian harta bersama (gono-gini) tersebut, maka akan dilakukan eksekusi oleh Pengadilan Negeri yang bersangkutan.

Akibat hukum yang timbul setelah harta bersama (gono-gini) tersebut selesai dilaksanakan pembagian antara Penggugat dan Tergugat, maka akibat hukumnya adalah harta bersama (gono-gini) tersebut menjadi sah atau mutlak miliknya masing. Maka baik Penggugat dan Tergugat telah mendapatkan haknya masing-masing untuk bisa manggunakan/menikmati harta benda tersebut. Berdasarkan hasil pembahasan mengenai akibat hukum yang timbul setelah dilakukannya pembagian

(9)

harta bersama (gono-gini) tersebut, maka disimpulkan bahwa akibat hukum atas pembagian harta bersama (gono-gini) tersebut dalam putusan Putusan Kasasi Nomor: 1996 K/Pdt/2012 adalah pertama para pihak baik penggugat maupun tergugat harus mau melaksanakan secara sukarela sesuai dengan isi putusan yang telah berkekuatan hukum tetap mengenai pembagian harta bersama (gono-gini), apabila salah satu pihak tidak mau melaksanakan isi putusan dengan sukarela maka dilakukan eksekusi oleh Pengadilan Negeri, yaitu pelaksanaan putusan secara paksa dengan bantuan polisi. Kedua harta bersama yang telah dibagi, menjadi sah atau mutlak menjadi miliknya masing-masing. Dengan demikian baik Penggugat dan Tergugat telah mendapatkan haknya masing-masing untuk bisa manggunakan/menikmati harta benda tersebut.

Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung Mengenai Perkara Pembagian Harta Gono-Gini pada Putusan Nomor: 1996 K/Pdt/2012

Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung Mengenai Perkara Pembagian Harta Gono-Gini pada Putusan Nomor: 1996 K/Pdt/2012 yaitu menolak permohonan kasasi Terggugat dengan alasan-alasan sebagai berikut :

1) Bahwa oleh karena objek sengketa merupakan harta yang diperoleh selama dalam perkawinan Penggugat dengan Tergugat, maka merupakan harta bersama (gono gini) dan karena terjadi perceraian, maka objek sengketa harus dibagi dua antara Penggugat dan Tergugat masing-masing ½ (seperdua) bagian;

2) Bahwa pertimbangan Judex Facti sudah tepat dan benar;

3) Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, ternyata bahwa putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/ atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi Budi Santoso tersebut harus ditolak;

4) Menimbang, bahwa oleh karena permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi ditolak, maka Pemohon Kasasi dihukum untuk membayar ongkos perkara dalam tingkat kasasi ini;

5) Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 serta peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan;

6) Putusan Kasasi:

a. Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : BUDI SANTOSO tersebut;

b. Menghukum Pemohon Kasasi/Tergugat untuk membayar ongkos perkara dalam tingkat kasasi ini sebesar Rp 500.000,00 (lima ratus ribu Rupiah); Berdasarkan pertimbangan Hakim Mahkamah Agung yang menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi didasarkan pada pertimbangan pada Putusan Pengadilan Negeri Surakarta dan dikuatkan oleh Putusan Pengadilan Tinggi Semarang. Apabila dilihat dari ketentuan Pasal 37 UU Nomor 1 Tahun 1974, pembagian harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing. Berdasarkan hukum masing-masing bisa digunakan hukum agama mantan suami dan mantan istri. Bila istri beragama Islam maka digunakan hukum Islam. Dalam hukum Islam tidak dikenal harta bersama, yang ada hanya harta pribadi. Sedangkan dalam KHI yang

(10)

berlaku di Indonesia terdapat dua kategori harta kekayaan perkawinan yaitu harta bersama dan harta pribadi masing-masing suami dan istri.

Harta bersama ini yang dapat dibagi apabila terjadi perceraian. Pilihan lain dapat diberlakukan hukum adat dari Penggugat/ mantan istri menurut adatnya atau hukum adat mantan suami. Bila dilihat dari keputusan Majelis Hakim dalam mengadili pembagian harta bersama pasca perceraian dalam putusan Mahkamah Agung ini menggunakan ketentuan dalam pasal 35 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 1974 untuk menentukan bahwa harta bawaan dari masing-masing suami istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah dibawah penguasaan masing-masing mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya itu.

Pendapat Penulis pada putusan Mahkamah Agung Nomor: 1996 K/Pdt/2012 ini setuju dan tepat karena menentukan harta warisan dengan harta perkawinan tidak bisa dicampur dengan harta perkawinan. Penulis setuju juga dengan penafsiran putusan Mahkamah Agung yang menyatakan harta kekayaan perkawinan yang terbagi atas harta bawaan dan harta bersama. Pada kasus bukanlah harta bersama yang diperoleh atas usaha suami istri selama perkawinan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga mereka tetapi harta bawaan yang merupakan hibah sebelum terjadinya perkawinan. Menurut Penulis putusan Mahkamah Agung ini menjamin kepastian hukum dalam penafsiran harta kekayaan dalam perkawinan. Menurut Penulis tepat keputusan tersebut karena sesuai dengan ketentuan pasal 36 UU Nomor 1 Tahun 1974 menegnai harta bawaan masing-masing dapat memiliki hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya. Putusan Mahkamah Agung Nomor 1996 K/Pdt/2012 mengenai harta bawaan karena merupakan warisan dari orang tua Penggugat dan berhak menguasai sepenuhnya. Oleh karena itu harta bawaan tidak dapat dijadikan harta bersama karena tidak diperoleh oleh suami dan istri atas usahanya baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri meskipun harta tersebut diperoleh selama masa perkawinan berlangsung. KESIMPULAN

Duduk perkara dalam sengketa perkara pembagian harta gono gini dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1996 K/Pdt/2012 yaitu Penggugat dan Tergugat telah bercerai, di mana selama perkawinan Penggugat dan Tergugat mempunyai harta bersama (gono gini), sehingga Penggugat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Surakarta untuk dibagi secara adil.

Pertimbangan hakim Mahkamah Agung dalam memutus perkara pembagian harta gono-gini pada Putusan Nomor: 1996 K/Pdt/2012 mengenai permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi/Tergugat yaitu dengan memertimbangkan Putusan Pengadilan Negeri Surakarta dan Pengadilan Tinggi Semarang, yaitu dengan membagi dua harta bersama tersebut yang masing-masing berhak separohnya atas harta bersama tersebut, sedangkan ½ (setengah) bagian adalah harta asal dari Yenny Tjiamudjaja in casu Penggugat, maka harta bersama dijual lelang yang hasilnya dibagi dua antara Penggugat dan Tergugat masing-masing separohnya, dimana Penggugat mendapat bagian ¾ (tiga perempat) dan Tergugat ¼ (seperempat) dari penjualan lelang tanah-tanah tersebut.

(11)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Manan, 2008, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

Achmad Ali, 2005, Keterpurukan Hukum di Indonesia Ghalia Indonesia, Bogor. A. Damanhuri HR, 2007, Segi-Segi Hukum Perjanjian Perkawinan Harta gono gini,

Bandar Maju, Bandung.

Abdul Kadir Muhammad, 2000, Hukum Acara Perdata Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Ahmad Rofiq, 1997, Hukum Islam di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Bambang Sugeng. 2011, Hukum Acara Perdata dan Dokumen Litigasi Perkara

Perdata. Kencana Predana Media Grup, Jakarta.

Burhan Bungin, 2001, Metodologi Penelitian Sosial dan Format-Format Kantitatif dan Kualitatif, Jakarta: Airlangga University Press.

Happy Susanto, 2008, Pembagian Harta Gono-Gini Saat Terjadi Perceraian, Visimedia, Jakarta.

Martiman Prodjohamidjojo, 1991, Tanya Jawab Undang-Undang Perkawinan Peraturan Pelaksanaan, Pradnya Paramita, Jakarta.

M. Idris Ramulyo, 2006, Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum Acara Peradilan Agama dan Zakat Menurut Hukum Islam, Sinar Grafika, Jakarta. M. Yahya Harahap, 1990, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama,

Vol. I Pustaka Kartini, Jakarta.

M. Yahya Harahap, 1990, Hukum Perkawinan Nasional .Zahir Trading. Medan. Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group,

Jakarta.

Rachman, Fatchur, 1981, Ilmu Waris, Al-Ma‟arif, Bandung.

Riduan Syahrani, 1988, Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Umum, Pustaka Kartini, Jakarta.

Sarwono, 2011, Hukum Acara Perdata Teori dan Praktik, Sinar Grafika, Jakarta. Sudikno Mertokusumo, 1991, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty,

Yogjakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini digunakan data biaya medis langsung yang meliputi biaya tes laboratorium, biaya jasa dokter, keperawatan dan tindakan, obat lain, dan biaya rawat inap yang

dalam Islam ialah sebuah badan dan satu golongan yang.. dipertanggungjawabkan dalam melaksanakan dan menegakkan tuntutan al- Amar bi al-Ma c ruf wa Nahi c an al-Munkar

o Nilai residual maupun bentuk dan ukuran dari ellips kesalahan relatif, tidak akan terpengaruh oleh lokasi titik dalam jaringan yang dianggap sebagai titik tetap.... l Perataan

Perancangan Input Form Transaksi Jenis_Aset Id Aset Nama_Aset Id Jenis_As et Transaksi Nama_Aset Jangka Waktu Harga Aset Umur Ekonomis Tahun Pembelian Bunga Pembayaran..

Internet of Things (IoT) merupakan sebuah paradigma dalam teknologi ko- munikasi yang terbaru saat ini yang membuat konsep zaman depan semakin lebih tampak, di mana semua benda

Penelitian ini betujuan untuk melihat pengaruh lingkungan bisnis, perencanaan strategi, dan inovasi terhadap kinerja perusahaan daerah. Dalam penelitian ini metode

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif normatif, dengan maksud bahan hukum primer yakni peraturan perundang – undangan yang mengatur

Berdasarkan angka sementara hasil pencacahan lengkap Sensus Pertanian 2013, jumlah usaha pertanian di kabupaten Padang Lawas Utara sebanyak 37.540 dikelola oleh