• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ruth Connie Rajagukguk, Finarya Legoh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Ruth Connie Rajagukguk, Finarya Legoh"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

TAMAN KANAK-KANAK

Studi Kasus : TK Sekolah Nasional Plus Tunas Global Depok dan TK

Islam PB Soedirman Jakarta

Ruth Connie Rajagukguk, Finarya Legoh

1. Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus UI, Depok, 16424, Indonesia 2. Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus UI, Depok, 16424, Indonesia

E-mail:  ruthconnierajagukguk@gmail.com

Abstrak

Belajar mengenal kosakata baru adalah salah satu pembelajaran yang dilakukan di dalam Taman Kanak-Kanak (TK). Pembelajaran tersebut dilakukan anak dengan mendengar dan berdialog satu sama lain. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi TK karena anak pada usia 3-6 tahun memiliki kesulitan mengerti pembicaraan di tengah kondisi bising dibandingkan dengan orang dewasa. Maka dari itu, dibutuhkan kondisi ruang kelas yang dapat membantu anak mendengar dengan jelas di dalamnya. Kondisi mendengar dengan jelas di dalam TK dapat dicapai lewat tingkat bising latar belakang sebesar 30-35 dB, waktu dengung ≤ 7 detik dan Signal To

Noise Ratio (SNR) sebesar ≥ +20 dB. Penelitian ini membahas kejelasan suara di dalam ruang kelas TK Sekolah

Nasional Plus Tunas Global Depok dan TK Islam PB Soedirman Jakarta. Penelitian ini diawali dengan observasi secara arsitektural, yaitu perencanaan lokasi, organisasi ruang, sirkulasi, hingga perabotan dan material yang digunakan di dalam ruang kelas. Kemudian, untuk melihat implikasinya terhadap kejelasan suara di dalam ruang kelas tersebut, dilakukan pengukuran tingkat bising latar belakang, waktu dengung dan SNR. Setelah itu, hasil pengukuran tersebut dibandingkan dengan syarat akustik ruang kelas untuk mendengar dengan jelas. Hasil dari penelitian ini adalah saran yang dapat membantu meningkatkan kejelasan suara di dalam ruang kelas TK.

Study of Speech Intelligibility in Kindergarten’s Classroom Acoustic Case Study : TK Sekolah Nasional Plus Tunas Global Depok dan TK Islam PB

Soedirman Jakarta Abstract

To learn new vocabulary is one of many learning programs in kindergarten. The program is performed by listening and dialogue interactive with each other. This activities become a personal challenge for kindergarten because children in 3-6 years old are more difficult to understand speech in the presence of background noise than normal-hearing adult. Hence, kindergarten’s classroom which could help childrens listen clearly is needed. Clear condition to listen in kindergarten’s classroom can be obtained by achieving background noise level at 30-35 dB, Reverberation Time (RT) ≤ 7s and Signal To Noise Ratio (SNR) ≥ +20 dB. This thesis discusses about the speech intelligibility in kindergarten’s classroom of TK Sekolah Nasional Plus Tunas Global Depok and TK Islam PB Soedirman Jakarta. This research was begun with architectural observation, that is location planning, room organisation, circulation, up to furniture and material which are used in classroom. Afterwards, to see that implication to speech intelligibilty in classroom, measurement of background noise level, RT, SNR is done. Subsequently, the result of measurement is compared to acoustics classroom requirements to have speech intelligibility. The result of this study is suggestions which could help to increase speech intelligibility in kindergarten’s classroom.

(2)

 

Pendahuluan

Dalam life cycle manusia, fase anak usia dini (0-8 tahun) adalah fase yang berpotensi mempengaruhi tumbuh kembang individu. Fase ini merupakan fase kritis dan sensitif, karena kemampuan fisik, motorik, kognitif, bahasa dan sosial anak mengalami tumbuh kembang secara cepat dan hebat. Lingkungan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak. Maka dari itu dibutuhkan lingkungan binaan yang dapat mendukung perkembangan kemampuan mereka. Salah satunya didapatkan dalam lingkungan pra-sekolah yang memfasilitasi anak usia 3-6 tahun. Di Indonesia, pra-sekolah hadir dalam bentuk Taman Kanak-Kanak (TK). Prinsip kegiatan pembelajaran yang dilakukan di dalam TK adalah bermain seraya belajar.

Salah satu pembelajaran yang akan dilakukan anak di TK adalah mengembangkan kemampuan bahasa mereka lewat mendengar, berbicara/bercakap-cakap dan bercerita. Hal tersebut dilakukan supaya pembendaharaan kosakata baru anak bertambah dan anak mampu berkomunikasi secara lisan. (Yus, 2011)

Namun, pada usia ini anak belum dapat mendengar dengan baik dalam kondisi bising. Mereka belum dapat membedakan suara informasi di tengah suara bising karena perkembangan otak anak yang belum sempurna. (Sidiarto, 2007). Picard Bradley menyatakan, “in general, normal-hearing children tend to have more difficulty understanding speech in the presence of background noise than do normal-hearing adult”. (Picard, 2001 dalam Speech Intelligibility of Young School-Aged Children in the Presence of Real-Life Classroom Noise, hlm. 510)  

Ruang kelas merupakan ruang utama bagi anak-anak untuk melakukan proses pembelajaran tersebut. Maka dari itu, perencanaan akustik ruang kelas yang baik sangat diperlukan agar anak dapat mendengar dengan jelas di dalamnya. Ketika kejelasan suara di dalam ruang kelas tercapai, diharapkan pesan yang disampaikan dari sumber suara tidak hanya terdengar saja tapi juga dapat dimengerti oleh anak.

Kejelasan suara adalah kondisi yang dibutuhkan setiap ruang kelas di berbagai tingkatan. Namun, sepertinya syarat akustik yang dibutuhkan masing-masing tingkatan berbeda, terkhususnya TK. Prinsip bermain dan belajar yang dilakukan TK membuat ruang kelas TK memiliki desain yang berbeda jika dibandingkan dengan ruang kelas di SD hingga Universitas.

(3)

 

Dari pemaparan di atas, diperlukan pemahaman lebih lanjut mengenai akustik ruang kelas TK agar anak dapat mendengar dengan jelas di dalamnya. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada pembaca mengenai kejelasan suara pada akustik ruang kelas TK. Penelitian ini juga dilengkapi dengan dua studi kasus untuk mengetahui kualitas akustik pada ruang kelas Taman Kanak-Kanak di Depok dan Jakarta. Hasil dari analisis studi kasus bertujuan untuk memberi solusi kenyamanan akustik kepada ruang kelas TK tersebut agar dapat mendengar suara dengan jelas.

Tinjauan Teoritis

Kejelasan suara dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah faktor luar (lingkungan). Menurut Doelle dalam bukunya Akustik Lingkungan, 1990, kebutuhan pokok yang diperlukan ruangan untuk mendapatkan kejelasan suara diantaranya adalah tingkat bising latar belakang harus cukup rendah, karakteristik dengung di dalam ruangan yang sesuai dan Signal to Noise Ratio yang tinggi.

Syarat Akustik Ruang Kelas untuk Kejelasan Suara

Tingkat bising latar belakang adalah hal pertama yang diperlukan untuk mendapat kejelasan suara di dalam ruang kelas adalah tingkat bising latar belakang yang rendah. Tingkat bising latar belakang dalam ruang tidak terlepas dari keadaan bising yang berasal dari luar ruangan. Perhatian terhadap bising latar belakang sangat penting untuk kegiatan yang membutuhkan konsentrasi tinggi seperti sekolah. Maka dari itu diberikan ketentuan mengenai tingkat bising latar belakang dalam ruang.

Kurva yang digunakan untuk menjelaskan tingkat bising latar belakang maksimum yang masih dapat diterima di sebuah ruang disebut dengan Noise Criteria (NC). Kurva ini diplot untuk frekuensi antara 63 – 8000 Hz. NC yang direkomendasikan untuk ruang kelas agar dapat mendengar dengan baik di dalamnya adalah 30 – 35 dB. (McGuiness, Stein and Reynold, 1992 dalam Elementary and Secondary School, 2001). Nilai NC ini akan menjadi salah satu syarat yang digunakan untuk mengukur kejelasan suara di dalam ruang kelas TK.

Waktu dengung adalah fenomena dalam ruangan yang diakibatkan jika bunyi menerus (steady sound) dihentikan dan akan menghilang dalam jangka waktu tertentu. Bunyi berkepanjangan tersebut adalah akibat dari pemantulan suara berturut-turut dalam ruang

(4)

 

tertutup setelah sumber bunyi dihentikan. Dengung dapat menjadi salah satu bising yang menyelubungi suara di dalam ruang.(Catatan Perkuliahan Akustik, 2014).

Perhitungan waktu dengung (Reverberation Time) merupakan salah satu faktor objektif untuk mengukur keadaan akustik di dalam ruang kelas. Rumus empiris waktu dengung ini diawali oleh teori RT dari W.C Sabine yang mengungkapkan pentingya pengendalian dengung dalam ruang tertutup. Rumus Sabine untuk Reverberation Time adalah sebagai berikut :

Waktu dengung optimum untuk ruang kelas sekolah dasar (yang mendekati TK) adalah 0,5 – 0,9 detik. (Stein and Reynold, 2000 dalam Elementary and Secondary School, 2001). Rekomendasi standar dari ANSI (American National Standards Institute) menyebutkan ruang kelas dengan volume 140 – 556 m3 harus memiliki RT kurang dari 0,7 detik, sedangkan dengan volume yang kurang dari 140 m3 harus kurang dari 0,6 detik. (Marshal, 2006).

Syarat keempat yang dibutuhkan adalah Signal to Noise Ratio (SNR). SNR adalah perbandingan antara suara sumber (sinyal) dengan suara bising yang ada di dalam ruangan. Dengan kata lain, SNR terkait dengan tingkat suara yang harus dihasilkan guru supaya anak dapat mendengar dan memahami suara guru dengan jelas. (ASHA). Pengukuran SNR sangat penting untuk diperhatikan terutama untuk anak TK yang mudah terpecah konsentrasinya oleh suara-suara di sekitar dan belum dapat membedakan suara sumber dengan suara bising. SNR dapat dihitung dengan rumus yang sederhana, yaitu:

P signal adalah tingkat tekanan bunyi sumber suara dalam dB, P noise adalah tingkat tekanan bising dalam dB. Hasil dengan tanda positif (+) menandakan suara sinyal lebih besar dibanding suara bising, sedangkan tanda negatif (-) menandakan suara bising lebih besar dan menyelubungi suara sinyal. Semakin besar hasil perhitungan SNR-nya, semakin besar tingkat kejelasan suaranya, begitu pun dengan sebaliknya.

SNR yang direkomendasikan oleh ASHA (American Speech-Language-Hearing Association) untuk ruang kelas adalah +15 dB di atas tingkat bising di ruang kelas.(Bistrup,

(5)

 

2002). Namun beberapa penelitian mendapati bahwa anak TK membutuhkan SNR yang lebih besar dibanding orang dewasa untuk dapat mendengar jelas. Hasil penelitian Nittrouer dan Boothroyd yang mendapati ternyata anak TK memiliki kemampuan yang lebih rendah untuk mengidentifikasi kata dalam SPL 65 dB dengan SNR +3, 0, -3, dibandingkan dengan orang dewasa. Penelitian yang dilakukan Elliot et al (1979) juga mendapati anak berusia 5-7 tahun membutuhkan SNR yang lebih tinggi 5 dB untuk dapat mengidentifikasi suku kata sebesar 71% dibandingkan dengan anak berusia 10 tahun.(Jamieson, 1998). Itu artinya, SNR yang ideal untuk anak usia TK dapat bertambah menjadi +20 dB ke atas.

Perencanaan Akustik Ruang Kelas TK

Perencanaan akustik ruang kelas untuk mencapai kejelasan suara di dalamnya dapat dimulai dari perencanaan lokasi TK terhadap lingkungan, perencanaan organisasi dan sirkulasi ruang serta pemilihan material yang sesuai untuk keperluan akustik ruang kelas TK.

Menurut Doelle, dalam bukunya Akustik Lingkungan, 1990, hlm. 158, ada beberapa pertimbangan yang dilakukan untuk merencanakan lokasi gedung terhadap lingkungan, yaitu pertimbangan letak sumber bising, orientasi gedung, lapangan parkir, dan keberadaan jalur hijau di sekitar lokasi.

Lokasi gedung sebisa mungkin berada di tempat yang tenang. Aplikasinya dapat dilakukan dengan menempatkan gedung secara terpisah dari sumber bising seperti jalan raya yang berarus cepat, jalan utama, jalan kereta api, tempat industri, perdagangan, pelabuhan udara. Pemilihan lokasi gedung juga dapat mempertimbangkan keberadaan jalur hijau pelindung dan pertamanan yang cukup besar di sekitarnya. Orientasi gedung sebaiknya tidak dibuat berhadapan langsung dengan jalan utama. Kemudian penempatan lapangan parkir yang terpisah dan terpusat di luar gedung. Dengan melakukan hal tersebut, kondisi sekitar gedung dapat menjadi lebih tenang dari arus kendaraan yang sedang parkir.

Organisasi ruang. Penyusunan organisasi ruang di dalam gedung merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kondisi akustik yang baik. Ruang-ruang harus dikelompokkan sesuai dengan tingkat ketenangan yang dibutuhkan. Dimulai dari ruang yang paling membutuhkan ketenangan, ruang semi tenang hingga ruang yang dapat menerima kebisingan.

Ruang-ruang penting di dalam TK adalah area masuk, ruang pendukung, ruang transisi (koridor), ruang kelas, dapur, toilet dan ruang outdoor. Di antara semua ruang, ruang kelas adalah ruang yang paling membutuhkan ketenangan dibandingkan ruang yang lainnya. Sedangkan ruang pendukung, koridor, dapur dan toilet dapat menjadi ruang dengan kebutuhan semi tenang, sehingga ruang ini dapat dijadikan ruang transisi dari ruang yang

(6)

 

dapat menerima kebisingan kepada ruang yang membutuhkan ketenangan. Selebihnya seperti area masuk dan ruang outdoor dapat berfungsi sebagai ruang terluar untuk menghalagi bising menuju ruang tenang.

Perencanaan organisasi ruang yang disesuaikan dengan kebutuhan untuk bermain dan belajar dalam TK yang baik dari segi akustik salah satunya adalah model linear seperti yang ada pada gambar di bawah ini.

Gambar 1. Perencanaan Organisasi Ruang Model Linear (Pengaturan ruang kelas yang dibuat linear dan fokus kepada ruang luar)

Sumber : Sumber : Dudek, Mark, Kindergarten Architecture: Space for the Imagination, 2000, hlm.16 – 17

Organisasi ruang dengan model linear adalah pola tata letak dengan menempatkan ruang kelas dalam posisi berderet. Ibaratkan sumber bising luar berasal dari bagian barat pintu masuk dan dari ruang outdoor. Pada lapis pertama terdapat area masuk yang dikelilingi oleh ruang pendukung dan ruang aktivitas indoor yang dapat dipakai bersama, lapis ini dapat menjadi penghalang bising pertama dari sumber bising luar.

Lapis kedua adalah koridor panjang yang menghubungkan antar kelas. Koridor yang cukup lebar dapat menjadi transisi bising jika terdapat sumber bising di sebelum area masuk. Koridor tersebut merupakan koridor utama yang terhubung koridor sekunder yang berada di antara kelas. Keberadaan koridor sekunder berguna untuk mengurangi gangguan bising dari lalu-lintas manusia yang terdapat di koridor utama. Orientasi kelas tidak berfokus ke area masuk, namun berorientasi ke ruang luar. Dari segi akustik, organisasi ruang ini sudah cukup baik, karena keberadaan ruang kelas yang dipisahkan dengan koridor utama. Orientasi kelas

(7)

 

yang tidak ke arah koridor utama juga dapat mencegah masuknya bising yang berada dari sana. Di antara ruang kelas dengan ruang outdoor juga terdapat beranda yang dapat berfungsi sebagai penghalang bising di dalam ruang kelas.

Sirkulasi ruang yang direkomendasikan dari segi akustik adalah sirkulasi ruang yang memiliki koridor utama dengan beberapa koridor sekunder sebagai jalur anak menuju kelas masing-masing. Karena anak-anak senang bermain di mana saja, terkadang koridor juga dapat dijadikan ruang bermain yang menyenangkan bagi mereka. Seringkali koridor menjadi sangat ramai dan padat oleh aktivitas bermain anak. Keberadaan koridor sekunder dapat membantu mengurangi arus lalu-lintas yang padat di depan kelas, sehingga tingkat kebisingan yang dapat mengganggu proses belajar berkurang. Perkins, 2001).

Sifat material yang dibutuhkan supaya suara terdengar jelas di dalam ruangan adalah material yang dapat mereduksi bising dan menghindari pantulan bunyi yang berlebihan. Berikut merupakan pemaparan mengenai pemilihan material yang baik untuk ruang kelas TK mulai dari lantai, dinding, langit-langit dan perabotan.

Pertimbangan pemilihan material untuk lantai harus benar-benar berdasarkan keselamatan anak ketika melakukan aktivitas. Karpet merupakan salah satu material yang direkomendasikan untuk lantai ruang kelas TK, karena karpet dapat mengurangi risiko anak yang terjatuh dan terluka karena lantai licin dan memiliki daya serap bunyi sebesar 14%. Keberhasilan fungsi karpet ditentukan oleh tebal dan bahan karpet tersebut. (Suptandar, 2004). Sedangkan untuk area yang basah, seperti dekat toilet, area seni, dll, material lantai yang digunakan dapat menggunakan bahan Vynil. Bahan ini juga memiliki sifat lebih aman dan juga memiliki daya serap yang lebih besar dibandingkan lantai keramik. Lantai Vynil juga dapat mengurangi suara bising yang berasal dari geseran kursi ataupun meja karena permukaannya yang lebih lembut.

Dinding pada ruang kelas TK biasanya digunakan untuk menempel hasil karya anak-anak. Dinding akan dipenuhi gambar yang berkaitan dengan aktivitas belajar di ruang kelas. Dinding kelas lebih baik menggunakan dinding permanen dari pada dinding tambahan karena memberikan sensori akustik yang lebih baik. Lapisan dinding bagian dalam juga dapat ditutupi dengan berbagai jenis bahan selain cat untuk menjaga supaya dinding tidak kotor. Memanfaatkan hal tersebut, lapisan dinding dari bahan-bahan penyerap yang halus dapat digunakan untuk membantu menyerap bunyi, seperti papan berserat ataupun panel akustik. Kaca yang tipis dapat membuat bunyi dari luar masuk ke dalam kelas. Maka dari itu untuk meningkatkan kualitas penyerap kebisingan, kaca yang digunakan harus lebih tebal dengan sistem berlapis. (Suptandar, 2004)

(8)

 

Langit-langit TK sengaja dibuat dengan ketinggian yang berbeda-beda. Hal tersebut dimaksudkan untuk mengakomodasi peralatan dan media pembelajaran yang memiliki ketinggian yang beragam. Variasi dalam ketinggian atap juga membantu mengontrol keributan yang ada di dalam ruang kelas. (Mariyana, 2010). Material yang umumnya digunakan untuk langit-langit bersifat memantulkan suara, seperti gypsum atau kayu. Namun langit-langit juga dapat menggunakan bahan penyerap jika ruang tersebut besar dan terlalu banyak material pemantul di dalamnya.

Perabotan yang digunakan untuk ruang kelas TK didominasi oleh meja, kursi, dan lemari. Hal yang harus diperhatikan untuk perabotan adalah bagian kaki perabotan yang cukup sering digeser di dalam ruangan oleh anak dan guru. Maka dari itu memberi karet pada kaki perabotan dapat membantu mengurangi suara bising yang keluar ketika digeser.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan di dalam gedung TK yang merupakan bagian dari gabungan tingkat pendidikan (TK-SD-SMP-SMA) yang dibangun dalam satu lokasi, berbatasan dengan jalan dan berorientasi ke arah jalan lingkungan. Ruang kelas yang diteliti adalah kelas yang berasal dari TK Sekolah Nasional Plus Tunas Global Depok dan TK Islam PB Soedirman Jakarta. Masing-masing TK diwakili oleh satu ruang kelas yang memiliki masalah akustik di dalam ruang (baik dari waktu dengung di dalam ruang ataupun bising interior yang terjadi di dalam kelas).

Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif dengan melakukan tinjauan teori dan observasi. Teknik pengambilan data dilakukan dengan observasi keseluruhan TK secara arsitektural, yaitu dengan melihat perencanaan lokasi TK, orientasi gedung dan letak lapangan parkir TK, posisi peletakan ruang kelas, sirkulasi ruang, volume ruang, jumlah anak di dalam kelas, hingga material dan perabotan yang digunakan di dalam ruang kelas. Kemudian, untuk melihat implikasinya terhadap kejelasan suara di dalam ruang dilakukan pengambilan sample salah satu ruang kelas dan pengukuran tingkat bising latar belakang, waktu dengung, serta signal to noise ratio di dalam ruang tersebut. Setelah itu dilakukan pembacaan langsung dan analisis hasil pengukuran. Pengukuran tingkat bising di dalam dan luar kelas menggunakan alat ukur Sound Level Meter (SLM) tipe Pacer SL-130.

(9)

  Subjek

Subjek yang diteliti adalah anak-anak TK yang memiliki pendengaran normal dengan kelompok umur 3-6 tahun. TK Tunas Global Depok diwakili oleh ruang kelas bernama “Yellow” yang bervolume 176 m3, dengan jumlah murid 9 anak dan ditemani 2 guru pendamping. Ruang kelas ini memiliki kondisi dengung yang terlalu tinggi sehingga menurut kepala sekolah keadaan ini cukup mengganggu kondisi belajar di dalam kelas. Sedangkan TK PB Soedirman diwakili oleh ruang kelas bernama sentra “Bahan Alam” yang bervolume 180 m3, dengan jumlah murid 24 anak dan ditemani 2 guru pendamping. Ruang kelas ini berlokasi dekat dengan sumber bising aktivitas anak-anak, tepat di depan aula bersama dan bersebelahan dengan ruang musik yang selalu menyalakan musik dengan tingkat suara tinggi. Aktivitas

Aktivitas yang dilakukan dalam pengukuran adalah ketika anak sedang berkumpul bersama untuk mendengarkan guru berbicara, pada aktivitas ini guru menjadi pemimpin percakapan di dalam ruang kelas (absen, berdoa bersama, pengenalan pelajaran pada hari tersebut, dsb). Aktivitas ini terjadi di kedua TK pada pagi hari sekitar pukul 08.00-10.00. Pengukuran Kejelasan Suara

Pengukuran bising latar belakang dilakukan dengan cara menentukan titik bising luar yang dapat mempengaruhi bising latar belakang di dalam ruang kelas. Kemudian mengukur tingkat bising latar belakang ketika kelas kosong. Pengukuran ini dilakukan berdasarkan kondisi bising yang dialami masing-masing TK. Pada ruang kelas “Yellow”, titik bising luar yang paling berpengaruh adalah dari jalan lingkungan, lapangan parkir dan koridor lantai dua. Sedangkan pada sentra “Bahan Alam”, titik bising luar yang paling berpengaruh adalah dari jalan lingkungan, aula bersama, dan ruang musik yang berada di sebelah kelas.

Pengukuran waktu dengung dilakukan dengan melakukan perhitungan rumus RT Sabine. Diawali dengan menghitung volume ruang kelas, mendata luas permukaan perabotan dan jenis material yang digunakan di masing-masing kelas, kemudian melihat besar koefisien yang dimiliki masing-masing material (memantulkan/menyerap). Data tersebut kemudian dimasukkan ke dalam rumus RT Sabine.

Pengukuran SNR dilakukan dengan cara membandingkan tingkat bising di dalam ruang kelas (interior) dengan tingkat bunyi yang dihasilkan oleh guru.

Bising interior bersumber dari suara dan aktivitas anak-anak di dalamnya. Pengukuran dilakukan pada pukul 07.45-08.00 ketika kegiatan belajar baru dimulai. Tinggi posisi alat

(10)

 

ukur setara dengan tinggi telinga anak saat sedang duduk, sedangkan posisi dan jarak titik ukur dari sumber bunyi berbeda-beda pada masing-masing kelas. Gambar berikut menjelaskan posisi dan jarak titik pengukuran terhadap keseluruhan ruangan.

Gambar 2. Posisi dan Jarak Titik Pengukuran Terhadap Keseluruhan Ruangan “Bahan Alam”

(11)

 

Hasil Penelitian

Rangkuman keseluruhan hasil pengukuran terkait kejelasan suara di ruang kelas “Yellow” TK Tunas Global adalah sebagai berikut.

Tabel 1. Hasil Pengukuran Bising, SNR dan RT Ruang Kelas “Yellow”

Sumber : Data Pribadi

Dari ketiga pengukuran yang dilakukan, tidak ada hasil pengukuran yang sesuai dengan syarat akustik untuk kejelasan suara di dalam kelas. Tingkat bising latar belakang ruang kelas “Yellow” melebihi 37 – 36 dB dari syarat yang direkomendasikan. Tingkat bising yang ada di luar kelas TK adalah 62,9 dB-66,5 dB. Kekuatan suara sebesar ini termasuk bising normal yang tidak mengganggu kejelasan suara di dalam kelas. Tingkat suara dari jalan sudah berkurang karena pengaruh jarak sekitar 30 meter dari ruang kelas. Namun bising luar kelas lainnya seperti suara dari lapangan parkir, taman bermain dan koridor kelas, tetap memberi pengaruh terhadap bising latar belakang di dalam kelas ketika kosong karena lebih dekat dengan ruang kelas. Dalam kondisi tersebut, tingkat bising di dalam kelas tetap tidak memenuhi syarat akustik yang baik di dalam ruang kelas.

(12)

 

Faktor yang mempengaruhi hal tersebut adalah kurangnya material yang dapat mereduksi bunyi luar masuk ke dalam kelas. Letak kelas berada di lantai 2 bunyi dapat lebih bebas merambat lewat udara. Dalam keadaan seperti ini pembatas koridor lantai 2 yang digunakan teralis baja untuk menjaga keamanan dan kaca jendela yang tipis sebagai dinding kelas. Dampaknya bunyi dari luar yang bertransmisi ke dalam kelas cukup besar. Faktor lainnya adalah material ruang kelas yang didominasi oleh material keras yang bersifat memantulkan bunyi, yang menyebabkan energi bunyi yang masuk ke dalam ruang kelas tidak dapat terserap tapi akan meningkatkan kekuatan bunyi.

Gambar 3. Koridor TK Tunas Global

Sumber : Ilustrasi Pribadi

Gambar 4. Bising dan Arah Bunyi pada TK Tunas Global

(13)

 

Waktu dengung (RT) ruang kelas ini juga melebihi syarat yang ditentukan, yaitu 1,1 detik. Waktu dengung yang panjang ini juga merupakan salah satu akibat dari penggunaan material pemantul yang banyak di dalam ruang kelas. Dari hasil pengamatan, waktu dengung yang panjang di dalam ruang membuat guru tidak nyaman dalam berbicara, ketidak nyamanan tersebut membuat guru semakin memperbesar kekuatan suaranya.

Begitu pula dengan pengukuran SNR di dalam ruangan, SNR tidak mencapai syarat yang direkomendasikan karena bising interior dihasilkan oleh anak yang beraktivitas di dalam ruangan. Kekuatan bising yang dihasilkan di dalam ruang kelas adalah 56 – 79,5 dB. Bising ini berlangsung fluktuatif, anak cenderung memilih duduk diam dan tenang, namun beberapa kali mereka mulai menjadi berisik jika sudah bosan. Tingkat bising anak di respon oleh suara guru yang semakin kuat supaya anak tetap dapat fokus dan mendengarkan suara guru. Perbandingan suara guru dengan suara anak (SNR) yang di dapatkan sebesar +2,6 dB hingga +14 dB. SNR ini belum memenuhi syarat ideal untuk anak usia dini yang seharusnya +20 dB ke atas.

Bising latar belakang, RT dan SNR secara keseluruhan tidak sesuai dengan syarat akustik ideal ruang kelas. Namun dari hasil pengamatan anak masih dapat mendengarkan suara guru dan berkonsentrasi dengan suara guru. Faktor yang mempengaruhi hal tersebut kemungkinan adalah jarak yang tidak terlalu jauh dan jumlah anak yang sedikit, sehingga fokus anak tidak terpecah dan tetap dapat mendengar suara guru.

Meskipun RT di dalamnya berlebihan, namun dengung di dalamnya tidak mengganggu anak mendengarkan suara guru. Suara guru masih terdengar dengan jelas karena jarak anak dengan guru yang tidak terlalu jauh (3 meter) sehingga memungkinkan anak untuk melihat gerak bibir guru. Suara guru terbantu menjadi bertambah tinggi jika berbicara di ruangan ini. Namun suara guru menjadi sangat kuat (mencapai 80 dB) dan begitu melelahkan telinga bagi anak. Jumlah anak yang sedikit juga memudahkan guru untuk mengontrol sikap anak dan bising interior ruang kelas.

(14)

 

Sedangkan rangkuman keseluruhan hasil pengukuran terkait kejelasan suara di ruang kelas “Yellow” TK Tunas Global adalah sebagai berikut.

Tabel 2. Hasil Pengukuran Bising, SNR dan RT Ruang Kelas “Yellow”

Sumber : Data Pribadi

Dari ketiga pengukuran yang dilakukan, bising latar belakang kondisi 3 dan waktu dengung kelas telah mendekati syarat, sedangkan pengukuran yang lain belum mendekati syarat.

Tingkat bising latar belakang kelas diukur berdasarkan 3 kondisi. Kondisi di pagi hari (07.20) menyumbang tingkat kebisingan sebesar 73-77 dB. Bising yang paling mempengaruhi adalah bising lalu-lintas jalan lingkungan, suara anak bermain di taman bermain depan dan di aula bersama. Dengan tingkat kebisingan seperti itu, bising latar belakang yang dihasilkan dalam sentra “Bahan Alam” yang kosong adalah 58,2 dB.

Sedangkan ketika bising luar kelas meningkat pada pukul 08.30, bising latar belakang yang di dalam kelas juga meningkat menjadi 65,8 dB. Bising yang paling mempengaruhi adalah bising yang berasal dari ruang kelas seni & budaya dan aktivitas dari aula. Tingkat bising yang terjadi pada saat mencapai 81,8 dB. Sehingga banyak bunyi yang bertransmisi ke dalam ruang kelas.

Ketika ruang sebelah sudah tidak lagi menyalakan musik dan aktivitas di aula sudah tidak ada, bising latar belakang di dalam sentra “Bahan Alam” menurun drastis, yaitu

(15)

 

menjadi 35,5 dB. Ini adalah satu-satunya kondisi yang membuat tingkat bising latar belakang sesuai syarat akustik. Bising yang paling mempengaruhi ruang kelas pada kondisi ini adalah lalu-lintas kendaraan dari jalan Kenari dengan tingkat bising 75-81 dB. Namun jarak 41 meter dari sumber menuju ruang kelas dan tanaman/pepohonan yang terdapat pada taman bermain berhasil mereduksi bising dengan cukup besar (lihat gambar 5 dan 6).

Gambar 5. Pepohonan pada Taman Bermain

Sumber : Pribadi

Gambar 6. Bising dan Arah Bunyi pada TK PB Soedirman

(16)

 

Dari ketiga kondisi tersebut dapat dilihat bahwa ternyata bising lalu-lintas tidak berpengaruh besar terhadap ruang sentra “Bahan Alam”. Bising yang paling berpengaruh adalah bising dari kelas sebelah, aula bersama, dan taman bermain. Kondisi bising luar kelas TK Soedirman lebih tinggi dibandingkan TK Tunas Global. Namun bising latar belakang di dalamnya tidak berbeda jauh, bahkan pada kondisi bising 3, ruang kelas ini berada pada tingkat bising latar belakang yang ideal. Hal tersebut terjadi karena bahan penyerap di dalam TK ini lebih banyak dibanding TK Tunas Global. Seperti kain, perabotan yang cukup banyak dan juga terdapat 24 tas anak-anak yang terbuat dari kain dan digantungkan di dalam ruangan.

Jumlah bahan penyerap yang ada pada ruang kelas mempengaruhi waktu dengung ruangan yaitu 0,7-0,8 detik. Semakin banyak bahan penyerap di dalam ruang, semakin banyak juga energi bunyi yang diserap dan semakin pendek waktu dengung di dalam ruang. Namun bahan penyerap di dalam ruang sentra “Bahan Alam” belum cukup karena tingkat bising latar belakang di dalam ruang masih belum mencapai syarat ideal secara keseluruhan.

Hasil pengukuran SNR yang didapatkan adalah -3,24 hingga -1,25 dB. Angka negatif menunjukkan suara guru terselubungi oleh bising dari anak. Faktor yang dapat mempengaruhi hal ini adalah jumlah anak yang melebihi jumlah maksimum anak di dalam kelas yaitu 24 anak. Akibatnya, tingkat bising di dalam kelas tidak dapat dikendalikan dan konstan dari awal hingga akhir (hanya sesekali mereka dapat tenang, tapi kemudian ribut kembali). Kondisi bising di dalam kelas yang paling tenang hingga paling berisik adalah 51-78 dB.

Dari hasil pengamatan, suara guru masih dapat terdengar jelas karena frekuensi dan warna suara guru yang berbeda dengan suara bising dari anak. Suara guru juga masih dapat menarik fokus. Namun jika melihat kondisi anak, banyak anak yang tidak berkonsentrasi dan tidak fokus ketika mendengar suara guru. Bahkan ada beberapa anak yang mengobrol tanpa mempedulikan penjelasan guru meskipun guru telah berteriak memanggil anak tersebut.

Dari data pengukuran dan pengamatan, terlihat bahwa meskipun waktu dengung di dalam ruangan telah mencapai syarat ideal dan material penyerap dapat menyerap bising dari luar cukup banyak, namun tingkat bising yang tinggi dari anak-anak yang berada di dalam ruang tetap mengakibatkan kurangnya kejelasan suara di dalam ruang tersebut.

(17)

 

Kesimpulan

Dari hasil analisis dan pengamatan terhadap kedua TK tersebut ditemukan kejelasan suara dapat lebih baik di dengar di ruang kelas “Yellow” (TK Tunas Global) dibandingkan dengan sentra “Bahan Alam” (TK PB Soedirman). Beberapa hal yang ditemukan dari hasil analisis kedua TK tersebut yaitu, kejelasan suara sangat dipengaruhi oleh kebisingan yang berasal dari luar dan dalam kelas. Sumber bising yang terdapat pada studi kasus ini adalah bising luar (lalu-lintas jalan lingkungan, aktivitas bermain anak dan suara musik, taman bermain, aktivitas dari kelas sebelah) dan bising yang berasal dari dalam kelas (aktivitas bermain anak). Tetapi dari seluruh sumber bising tersebut, ditemukan bahwa sumber bising interior adalah jenis bising yang paling mempengaruhi kejelasan suara di dalamnya. Maka dari itu pertimbangan terhadap jumlah anak perlu diperhatikan karena hal tersebut membantu guru mengontrol kebisingan di dalam ruang kelas. Pemilihan material yang bersifat menyerap bunyi dengan peletakan yang tepat juga dapat membantu meningkatkan kejelasan suara di dalam ruang kelas karena dapat mengurangi tingkat bising di dalam kelas.

Pada studi kasus ini juga ditemukan bahwa pengukuran waktu dengung tidak terlalu mempengaruhi kejelasan suara pada ruang kelas dengan volume 170-180 m3, hal tersebut dapat dilihat dari hasil pengukuran waktu dengung pada ruang kelas “Yellow” yang lebih besar dari ruang sentra “Bahan Alam” dan ternyata dari hasil pengamatan anak cenderung lebih fokus di ruang kelas “Yellow”.

Hal terakhir yang ditemukan adalah mengenai pengukuran SNR. Dari ketiga cara pengukuran yang dilakukan, ditemukan bahwa pengukuran yang paling merepresentasikan tingkat kejelasan suara di dalam ruang adalah pengukuran SNR (Signal to Noise Ratio). Nilai pengukuran tersebut dapat merepresentasikan perbandingan kondisi bising dengan tingkat suara guru di dalam kelas. SNR pada ruang sentra “Bahan Alam” bernilai negatif, artinya suara guru terselubungi oleh bising di dalam ruang kelas. Hal tersebut didukung lewat hasil pengamatan terhadap cara anak merespon suara guru yang menunjukkan bahwa di dalam kelas “Yellow” anak cenderung lebih memperhatikan guru, lebih mudah dikontrol dan berkonsentrasi dengan apa yang guru ucapkan dibandingkan dengan ruang sentra ‘Bahan Alam”.

(18)

  Saran

Dua saran yang dapat diaplikasikan kepada dua TK tersebut adalah menambahkan penghalang bising alami pada lapangan parkir dan taman bermain. Penghalang bising tersebut dapat berupa pepohonan dengan daun yang lebat dan rindang, dan menambah tanaman hias merambat di sepanjang teralis baja koridor ataupun taman bermain supaya bunyi bising dapat terserap sebagian. Kedua, memperhatikan hubungan antar kelas. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara melapisi tembok dengan panel akustik ataupun karpet untuk mengurangi tansmisi bunyi dari kelas sebelah.

Sedangkan saran penggunaan material untuk masing-masing ruang kelas disesuaikan dengan kondisi bising pada ruang tersebut. Untuk ruang kelas “Yellow” pada TK Tunas Global beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencapai bising latar belakang sebesar 30-35 dB adalah dengan mengganti kaca jendela biasa dengan kaca insulasi ganda setebal 1,27 cm (1/8 inch + 1/8 inch double glass with ¼ in air space). Serta mengganti pintu biasa dengan pintu kayu yang memiliki ruang kosong setebal 4,45 cm dibagian dalamnya dan ¼ air gap pada bagian sisinya.

Untuk mencapai waktu dengung sesuai syarat yang dapat dilakukan adalah menambahkan panel fiberglass fiberboard dengan daya serap 62% atau bahan penyerap seperti karpet tebal (thick, porous sound absorbing) dengan daya serap 78% pada langit-langit. Atau dengan mengkombinasikan material langit-langit dengan lantai. Yaitu, melapisi langit-langit seluas 39 m2 dengan panel paralel glass fiberboard setebal 2,5 cm yang memiliki daya serap 4% dan menambahkan karpet (carpet, heavy concrete) yang memiliki daya serap bunyi 14 % seluas 9 m2 untuk alas duduk anak

Sedangkan beberapa hal yang dapat dilakukan ruang sentra “Bahan Alam” pada TK PB Soedirman untuk mencapai bising latar belakang yang direkomendasikan adalah mengganti kaca biasa dengan kaca lapis setebal 0,4 cm yang diberi ruang kosong di tengah kaca dengan jarak 10 cm, menutup ventilasi dengan kayu lapis setebal 1 cm atau dapat juga menggunakan 2 lapis gypsum dengan tebal 1,27 cm per-lapis, mengganti tikar dengan karpet yang tebal dan berat yang mampu menyerap bunyi sebesar 57%, memasang panel akustik dengan tebal 1,8 cm yang menggunakan sistem gantung, dan tidak meletakkan sentra “Bahan Alam” di sebelah sentra seni yang sewaktu-waktu dapar menghasilkan bising sebesar 81 dB (karena sentra bahan alam memerlukan konsentrasi tinggi untuk dapat memahami penjelasan guru).

(19)

 

Daftar Referensi

Acoustical Society of America. (2000). Classroom acoustics. Accessed on April 14, 2014. http://acousticalsociety.org

Bistrup, Marie Lousie, & Lis Keiding. (2002). Children and noise-prevention of adverse effects. National Institute of Public Health. Accessed on April 14, 2014. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/

Doelle, Leslie L. (1993). Akustik lingkungan (Lea Prasetyo, Penerjemah). Jakarta: Erlangga. Jamieson, Donald G., and friends. (1998). Speech intelligibility of young school aged

children in the presence of real life classroom noise. Classroom Noise and Speech

Understanding, 508-517. Accessed on April 14, 2014.

http://www.researchgate.net/publication/

Legoh, F., & Siti. H. (2014, April). Catatan Perkuliahan Akustik.

Long, Marshall. (2006). Architectural acoustics. United Kingdom: Elsevier Academic Press.

Perkins, L. Bradford. (2001). Elementary and secondary school. Canada: John Wiley & Sons, Inc.

Sidiarto, Lily Djokosetio. (2007). Perkembangan otak dan kesulitan belajar pada anak. Penerbit Universitas Indonesia.

Suptandar, J. Pramudji. (2004). Faktor akustik dalam perancangan disain interior. Jakarta: Djambatan.

(20)

 

Gambar

Gambar 1.  Perencanaan Organisasi Ruang Model Linear  (Pengaturan ruang kelas yang dibuat linear dan fokus kepada ruang luar)
Gambar 2. Posisi dan Jarak Titik Pengukuran Terhadap Keseluruhan Ruangan “Bahan Alam”
Tabel 1. Hasil Pengukuran Bising, SNR dan RT Ruang Kelas “Yellow”
Gambar 3. Koridor TK Tunas Global  Sumber : Ilustrasi Pribadi
+3

Referensi

Dokumen terkait

Tanggung jawab sosial dan lingkungan yang dilakukan oleh Perseroan dalam menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam

Dari pendapat tersebut dapat diartikan bahwa yang dimaksud dengan pembelajaran adalah sebuah cara yang telah dipersiapkan dan terkonsep dengan baik sesuai

MIT App Inventor adalah sebuah aplikasi web-based yang memungkinkan pengguna untuk membuat sebuah aplikasi perangkat lunak untuk OS Android, MIT App Inventor

Lickona [5] menjelaskan pendidikan karakter sebagai usaha sadar untuk membantu siswa mengerti, mempunyai perasaan (afeksi), dan melakukan tindakan sesuai dengan nilai karakter

Model pembelajaran STAD memberikan kesempatan kepada peserta didik maupun pendidik untuk secara aktif melakukan aktivitas belajar dan mengajar seperti yang

berupa angka pada langkah pertama diatas kemudian diolah menjadi skor standar. Maksudnya, dari nilai angka tersebut maka akan diolah menjadi nilai rata-rata. 3)

Berdasarkan hasil pengolahan data dari tabel matriks QSPM diatas, diperoleh hasil bahwa dari ketiga alternatif strategi diatas yang memiliki total skor daya tarik tertinggi

1) Member dapat melihat info yang ada di website dan forum secara keseluruhan yang meliputi my account, produk, FAQ, testimonial, tentang perusahaan, kuisioner, forum