• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina atau seksio sesarea

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina atau seksio sesarea"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Seksio Sesaria 1. Definisi

Seksio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina atau seksio sesarea adalah suatu histerektomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim; seksio adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus (Llewelyn, D, 2001, hlm 189).

2. Keuntungan seksio sesarea

Operasi caesar lebih aman dipilih dalam menjalani proses persalinan karena telah banyak menyelamatkan jiwa ibu yang mengalami kesulitan melahirkan. Jalan lahir tidak teruji dengan dilakukannya seksio sesarea, yaitu bilamana didiagnosis panggul sempit atau fetal distress didukung data pelvimetri. Bagi ibu yang paranoid terhadap rasa sakit, maka seksio seasria adalah pilihan yang tepat dalam menjalani proses persalinan, karena diberi anastesi atau penghilang rasa sakit (Fauzi, D.A, 2007, hlm 8)

3. Kerugian seksio sesarea

Operasi seksio sesarea merupakan prosedur medis yang mahal. Prosedur anastesi pada operasi bisa membuat anak ikut terbius, sehingga anak tidak spontan menangis, keterlambatan menangis ini mengakibatkan kelainan hemodinamika dan

(2)

mengurangi apgar score. Ibu akan mendapat luka baru di perut dan kemungkinan timbulnya infeksi bila luka operasi tidak dirawat dengan baik. Gerak tubuh ibu menjadi sangat terbatas sehinga proses penyembuhan luka akan semakin lama. Tindakan seksio sesaria biasanya dianggap sebagai suatu penyiksaan bagi yang tidak memiliki kebiasaan beristirahat lama di rumah sakit setelah melahirkan (Fauzi, D.A, 2007, hlm 11).

4. Indikasi seksio sesarea a. indikasi medis

Dalam prose persalnan terdapat tiga faktor penentu yaitu power ( tenaga mengejan dan kontraksi dinding otot perut dan dinding rahim ), passageway

( keadaan jalan lahir ), dan passanger ( janin yang dilahirkan ).

Mula – mula indikasi seksio sesaria hanya karena ada kelainan passageway, misalnya sempitnya panggul, dugaan akan terjadinya trauma persalina serius pada jalan lahir atau pada anak, dan adanya infeksi pada jalan lahir yang diduga bisa menular kepada anak, sehingga kelahiran tidak bisa melalui jalan yang benar yaitu melalui vagina. Namun, akhirnya merambat ke faktor power dan passanger. Kelainan power yang memungkinkan dilakukannya seksio sesaria, misalnya mengejan lemah, ibu berpenyakit jantung atau penyakit menahun lain yang mempengaruhi tenaga. Sedangkan kelainan passanger diantaranya anak terlalu besar, anaka dengan kelainan letak jantung, primigravida diatas 35 tahun dengan letak sungsang, anak tertekan

terlalu lama pada pintu atas panggul, dan anak menderita fetal distress syndrom (denyut jantung janin kacau dan melemah).

(3)

Secara terperinci ada tujuh indikasi medis seorang ibu yang harus menjualani seksio sesarea, yaitu :

1. Jika panggul sempit, sehingga besar anak tidak proporsional dengan ukuran panggul ibu ( disporsi ). Oleh karena itu, penting untuk melakukan pengukuran panggul pada waktu pemeriksaan kehamilan awal dengan tujuan dapat memperkirakan apakah panggul ibu masih dalam batas normal atau tergolong sempit untuk dilalui bayi nantinya.

2. Pada kasus sudah terjadi gawat janin akibat terinfeksi, misalnya, kasus ketuban pecah dini ( KPD ) sehingga bayi terendam cairan ketuban yang busuk, atau bayi ikut memikul demam tinggi. Bisa juga akibat ibu mengalami eklamsia (keracunan kehamilan), sehingga bayi ikut terpengaruh akibat penderitaan ibu. Kondisi bayi – bayi seperti ini termasuk gawat biasanya jika dokter menilai denyut jantung bayi lebih cepat dari biasa termasuk jika terjadi lilitan tali pusat pada leher bayi.

3. Pada kasus plasenta terletak di bawah ( plasenta previa ). Biasanya plasenta melekat di bagian tengah rahim. Akan tetapi pada kasus plasenta previa letak plasma dibagian bawah sehingga menutupi liang rahim dan akhirnya bayi tidak bisa keluar normal melalui liang rahim ibu.

4. Pada kasus kalainan letak. Jika posisi anak dalam kandungan letaknya melintang dan terlambat dikoreksi selagi kehamilan belum tua ( letak lintang kasep ). Dalam situasi ini, persalinan normal sudah tidak mungkin dilakukan lagi, baik kepala atau kaki yang turun lebih dahulu.

(4)

5. Jika terjadi kontraksi yang lemah dan tidak terkoordinasi. Hal ini menyebabkan tidak ada lagi kekuatan untuk mendorong bayi keluar dari rahim ( incoordinate uterine – action ).

6. Jika ibu menderita preeklamsia, yaitu jika selama kehamilan muncul gejala darah tinggi, ada protein dalam air seni, penglihatan kabur dan juga melihat bayangan ganda. Pada eklamsia timbul gejala yang lebih berat lagi, yakni selain gejala preeklamsia tersebut ibu mulai kejang – kejang tak sadarkan diri. 7. Jika yang pernah di seksio sesarea sebelumnya maka pada persalinan berikut

umumnya juga harus di seksio karena takut terjadi robekan rahim. Namun sekarang, teknik seksio adalah dilakukan sayatan dibagian bawah rahim sehingga potongan pada otot rahim tidak membujur lagi. Dengan demikian bahaya rahim robek akan lebih kecil dibandingkan teknik seksio dulu yang sayatannya dibagian tengah rahim dengan potongan yang bukan melintang. Persalinan lewat vagina pada ibu yang pernah di seksio dapat dilakukan dengan catatan : persalianan harus dilakukan di rumah sakit ibu sudah dirawat beberapa hari sebelum hari persalinan ( harapan partus ), persalinan kala II, yakni setelah mulas – mules timbul, yang berarti otot rahim berkonsentrasi dan tidak boleh berlangsung lama (Llewellyn, D, 2001, hlm 189).

b. Indikasi sosial

Selain indikasi medis terdapat indikasi non medis untuk melakukan seksio sesaria yang indikasi sosial. Persalinan seksio sesarea karena indikasi sosial timbul

(5)

karena adanya permintaan pasien walaupun tidak ada masalah atau kesulitan untuk melakukan persalinan normal.

Indikasi sosial biasanya sudah direncanakan terlebih dahulu untuk dilakukan

tindakan seksio caesaria atau disebut dengan seksio sesarea elektif (Kasdu, 2003, hlm 14).

5. Kontra indikasi seksio sesarea

Mengenai kontra indikasi, perlu diketahui bahwa seksio sesaria dilakukan baik untuk kepentingan ibu maupun untuk kepentingan anak, oleh sebab itu, seksio sesarea tidak dilakukan kecuali dalam keadaan terpaksa. Seksio sesaria tidak boleh dilakukan pada kasus – kasus seperti di bawah ini :

Anak sudah mati dalam kandungan. Dalam hal ini, dokter menilai apabila denyut jantung anak sudah tidak ada, ibu sudah tidak merasakan adanya gerakan anak dan pencitraan ultrasonografi ( USG ), atau Doppler, dan tidak ada lagi tanda – tanda kehidupan dari anak tersebut.

1. Jika anak terlalu kecil untuk mampu hidup diluar rahim ibu.

2. Jika anak dikandungan ibu terbukti cacat, misalnya kepala anak besar ( hydrocepalus ), atau anak tanpa kepala ( anencepalus ).

(6)

B. Anestesi

Ada beberapa anestesi atau penghilang rasa sakit yang bisa dipilih untuk operasi caesar, baik spinal maupun general. Pada anestesi spinal atau epidural yang lebih umum digunakan, sang ibu tetap sadar kala operasi. Anestesi general bekerja secara jau lebih cepat, dan mungkin diberikan jika diperlukan proses persalinan yang cepat (Gallagher, C.M, 2004, hlm 20 ).

a. Anestesi general

Anestesi general biasanya diberikan jika anestesi spinal atau epidural tidak mungkin diberikan, baik karena alasan tekis maupun karena dianggap tidak aman. Pada prosedur pemberian anestesi ini akan menghirup oksigen melalui masker wajah selama tiga sampai empat menit sebelum obat diberikan melalui penetesan intravena. Dalam waktu 20 sampai 30 detik, maka pasien akan terlelap. Saat pasien tidak sadar, akan disisipkan sebuah selang ke dalam tenggorokkan pasien untuk membantu pasien bernafas dan mencegah muntah. Jika digunakan anestesi total, pasien akan dimonitor secara konstan oleh seorang ahli anestesi. Dan biasanya pasangan tidak boleh mendampingi pasien kala persalinan dengan anestesi general.

b. Anestesi spinal

Dalam operasi caesar elektif, pasien diberi penawaran untuk menggunakan spinal anestesi. Kedua pilihan itu dapat membuat pertengahan ke bawah tubuh pasien mati rasa, tetapi pasien akan tetap terjaga dan menyadari apa yang sedang terjadi. Hal ini berarti pasien bisa merasakan kelahiran bayi tanpa merasakan sakit, dan pasangan juga bisa mendampingi untuk memberikan dorongan dan semangat.

(7)

c. Komplikasi – komplikasi yang mungkin terjadi

Komplikasi yang umum terjadi saat anestesi spinal adalah turunnya tekanan darah. Beberapa wanita merasakan sakit kepala yang parah setelah operasi caesar dengan anestesi spinal, sementara ada pula yang merasakan sakit pada daerah punggung.

Anestesi general mungkin membuat pasien merasa pusing ; kerongkongan terasa kering dan sakit. Selain itu, pasien mungkin juga akan mengalami rasa mual yang hebat dan muntah. Jika obat bius yang diberikan mengandung morfin, mungkin akan merasa gatal di sekujur tubuh. Efek – efek samping itu dapat hilang dalam waktu 24 sampai 48 jam setelah persalinan (Gallagher, C.M, 2004, hlm 21 ).

C. Mobilisasi

Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas dan merupakan faktor yang menonjol dalam mempercepat pemuihan pasca bedah; mobilisasi dini merupakan suatu aspek yang terpenting pada fungsi fisiologis karena hal itu esensial untuk mempertahankan kemandirian. Dengan demikian mobilisasi dini adalah suatu upaya mempertahankan kemandirian sedini mungkin dengan cara

membimbing penderita untuk mempertahankan fungsi fisiologi ( Carpenito, 2000 hlm 6 ).

Mobilisasi mengacu pada kemampuan seseorang untuk berjalan, bangkit, berdiri dan kembali ketempat tidur, kursi, kloset, duduk dan sebagainya. Disamping kemampuan menggerakkan akstremitas bawah mobilisasi tercakup dalam pengkajian

(8)

terhadap aktivitas kehidupan sehari – hari pasien untuk menyusun rencana askeb yang bersifat individual (Suchinchliff, 1999 hlm 7).

Mobilisasi dini adalah pergerakan yang dilakukan sedini mungkin di tempat tidur dengan melatih bagian – bagian tubuh untuk melakukan peregangan atau belajar berjalan (Soelaiman, 2000, hlm 17).

Mobilisasi dini dapat dilakukan pada kondisi pasien yang membaik. Pada pasien post operasi seksio sesarea 6 jam pertama dianjurkan untuk segera menggerakkan anggota tubuhnya. Gerak tubuh yang bisa dilakukan adalah menggerakkan lengan, tangan, kaki dan jari – jarinya agar kerja organ pencernaan segera kembali normal ( Kasdu, 2003, hlm 71 ).

Konsep mobilisasi mula – mula berasal dari ambulasi dini yang merupakan pengembalian secara berangsur – angsur ke tahap mobilisasi sebelumnya untuk mecegah komplikasi (Ancheta, R.,S, 2005, hlm 31).

1. Faktor – faktor yang mempengaruhi mobilisasi

a). Faktor fisiologis; frekuensi penyakit atau operasi dalam 12 bulan terakhir, tipe penyakit, status kardiopulmonar, status musculskletal, pola tidur, keberadaan nyeri, frekuensi aktifitas dan kelainan hasil laboratorium. b).faktor emosional; faktor emosional yang mempengaruhi mobilisasi adalah suasana hati, depresi, cemas, motivasi, ketergantungan zat kimia, dan gambaran diri. c). faktor perkembangan; faktor perkembangan yang mempengaruhi moilisasi adalah usia, jenis kelamin, kehamilan, perubahan masa otot karena perubahan perkembangan, perubahan sistem skletal (Potter & Perry, 2006, hlm 9).

(9)

2. Indikator pemulihan pasca seksio sesaria dengan mobilisasi

Pada hari ketiga sampai kelima setelah operasi ibu diperbolehkan pulang ke rumah apabila tidak terjadi komplikasi. Perkembangan kesembuhan ibu pasca seksio sesaria dapat dilihat dari hari kehari. Hari kedua setelah operasi ibu berusaha buang air kecil sendiri tanpa bantuan kateter, dan melakukannya di kamar mandi dengan dibantu suami atau keluarga. Hari ketiga umumnya ibu baru akan buang air besar, dimana saat awal setelah persalinan ibu mengalami sembelit. Pada hari keempat lokia pada ibu pasca seksio sesarea normalnya 2 x ganti doek/ hari, perubahan ini menunjukkan bahwa rahim berkontraksi yaitu mengalami proses untuk kembali ke kondisi dan ukuran yang normal. Pada hari kelima fundus uteri berada pada pertengahan pusat simfisis dan hari ketujuh setelah operasi luka bekas sayatan mengering (Kasdu, 2003, hlm 69).

3. Tujuan mobilisasi pada ibu pasca bedah seksio sesaria

Tujuan mobilisasi dini yaitu membantu proses penyembuhan ibu yang telah melahirkan, untuk menghindari terjadinya infeksi pada bekas luka sayatan setelah operasi seksio sesarea, mengurangi resiko terjadinya konstipasi, mengurangi terjadinya dekubitus, kekakuan atau penegangan otot – otot di seluruh tubuh, mengatasi terjadinya gangguan sirkulasi darah, pernafasan, peristaltik maupun berkemih (Carpenito, 2000, hlm 2).

(10)

4. Prosedur mobilisasi 1. Hari 1 – 4

a. Membentuk lingkaran dan meregangkan telapak kaki

Ibu berbaring di tempat tidur, kemudian bentuk gerak lingkaran dengan telapak kaki satu demi satu. Gerakan itu seperti sedang menggambar sebuah lingkaran dengan ibu jari kaki ibu ke satu arah, lalu ke arah lainnya. Kemudian regangkan masing – masing telapak kaki dengan cara menarik jari – jari kaki ibu ke arah betis, lalu balikkan ujung telapak kaki ke arah sebaliknya sehingga ibu merasakan otot betisnya berkontraksi. Lakukan gerakan ini dua atau tiga kali sehari.

b. Bernafas dalam – dalam

- Berbaring dan tekukkan kaki sedikit. Tempatkan kedua tangan ibu di bagian dada atas dan tarik nafas. Arahkan nafas itu ke arah tangan ibu, lalu tekanlah dada saat ibu menghembuskan nafas.

- Kemudian tarik nafas sedikit lebih dalam. Tempatkan kedua tangan di atas tulang rusuk, sehingga ibu dapat merasakan paru – paru mrngembang, lalu hembuskan nafas seperti sebelumnya.

- Cobalah untuk bernafas lebih dalam sehingga mencapai perut. Hal ini akan merangsang jaringan – jaringan di sekitar bekas luka. Sangga insisi ibu dengan cara menempatkan kedua tangan secara lembut di atas daerah tersebut. Kemudian, tarik dan hembuskan nafas yang lebih dalam lagi beberapa kali. Ulangi sebanyak tiga atau empat kali.

(11)

c. Duduk tegak

- Tekuk lutut dan miring ke samping.

- Putar kapala ibu dan gunakan tangan – tangan ibu untuk membantu dirinya ke posisi duduk. Saat melakukan gerakan yang pertama, luka akan tertarik dan terasa sangat tidak nyaman, namun teruslah berusaha dengan bantuan lengan sampai ibu berhasil duduk. Pertahankan posisi itu selama beberapa saat.

- Kemudian, mulailah memeindahkan berat tubuh ke tangan , sehingga ibu dapat menggoyangkan pinggul ke arah belakang. Duduk setegak mungkin dan tarik nafas dalam – dalam beberapa kali, luruskan tulang punggung dengan cara mengangkat tulang – tulang rusuk. Gunakan tangan ibu untuk menyangga insisi. Cobalah batuk 2 atau 3 kali.

d. Bangkit dari tempat tidur

- Gerakkan tubuh ke posisi duduk. Kemudian gerakkan kaki pelan – pelan ke sisi tempat tidur. Gunakan tangan ibu untuk mendorong ke depan dan perlahan turunkan telapak – telapak kaki ibu ke lantai.

- Tekanlah sebuah bantal dengan ketat di atas bekas luka ibu untuk menyangga. Kemudian, cobalah bagian atas tubuh ibu. Cobalah meluruskan seluruh tubuh lalu luruskan kaki – kaki ibu.

(12)

e. Berjalan

Dengan bantal tetap tertekan di atas bekas luka, berjalanlah ke depan. Saat berjalan usahakan kepala tetap tegak, bernafas lewat mulut. Teruslah berjalan selama beberapa menit sebelum kembali ke tempat tidur.

f. Berdiri dan meraih

Duduklah di bagian tepi tempat tidur, angkat tubuh hingga berdiri.

Pertimbangkanlah untuk mengontraksikan otot – otot punggung agar dada mengembang dang meregang. Cobalah untuk mengangkat tubuh, mulai dari pinggang perlahan – lahan, melawan dorongan alamiah untuk membungkuk, lemaskan tubuh ke depan selama satu menit.

g. Menarik perut

- Berbaringlah di tempat tidur dan kontraksikan otot – otot dasar pelvis, dan cobalah untuk menarik perut.

- Perlahan – lahan letakkan kedua tangan di atas bekas luka dan berkontraksilah untuk menarik perut menjauhi tangan ibu. Lakukan 5 kali tarikan, dan lakukan 2 kali sehari.

h. Saat menyusui

Tarik perut semabari menyusui. Kontraksikan otot – otot perut selama beberapa detik lalu lemaskan.lakukan 5 sampai 10 kali setiap kali ibu menyusui.

(13)

2. Hari 4 – 7

a. Menekuk pelvis

Kontraksikan abdomen dan tekan punggung bagian bawah ke tempat tidur. Jika dilakukan dengan benar pelvis akan menekuk. Lakukan 4 hingga 8 tekukan selama 2 detik.

b. Meluncurkan kaki

Berbaring dengan lutut tertekuk dan bernafaslah secara normal, lalu luncurkan kaki di atas tempat tidur, menjauhi tubuh. Seraya mendorong tumit, ulurkan kaki, sehingga ibu akan merasakan sedikit denyutan di sekitar insisi. Lakukan 4 kali dorongan untuk satu kaki.

c. Sentakan pinggul

- Berbaringlah di atas tempat tidur, tekukkan kaki ke atat dan remtangkan kaki yang satu lagi. Lakukan gerakan menunjuk ke arah jari – jari kaki. - Dorong pinggul pada sisi yang sama dengan kaki yang tertekuk ke arah

bahu, lalu lemaskan. Dorong kaki menjauhi tubuh dengan lurus. Lakukan 6 hingga 8 pengulangan untuk masing – masing tubuh.

d. Menggulingkan lutut

- Berbaring di tempat tidur , kemudian letakkan tangan di samping tubuh untuk menjaga keseimbangan

- Perlahan – lahan gerakkan kedua lutut ke satu sisi. Gerakkan lutut hingga bisa merasakan tubuh ikut berputar. Lakukan 3 kali ayunan lutut ke masing – masing sisi. Akhiri dengan meluruskan kaki.

(14)

e. Posisi jembatan

Berbaringlah di atas tempat tidur dengan kedua lutut tertekuk. Bentangkan kedua tangan ke bagian samping untuk keseimbangan. Tekan telapak kaki ke bawah dan perlahan – lahan angkat pinggul dari tempat tidur. Rasakan tulang tungging terangkat. Lakukan gerakan ini 5 kali sehari.

f. Posisi merangkak

- Perlahan – lahan angkat tubuh dengan bertopang kedua tangan dan kaki di atas tempat tidur. Saat ibu dapat mempertahankan posisi merangkak tanpa merasa tak nyaman sedikitpun, ibu dapat menambah beberapa gerakan dalam rangkaian ini.

- Tekan tangan dan kaki di tempat tidur, dan cobalah untuk melakukan gerakan yang sama dengan sentakan pinggul, sehingga pinggul terdorong

ke arah bahu. Jika melakukan gerakan ini dengan benar, ibu akan merasa seolah – olah menggoyang- goyangkan ekor. Lakukan gerakan ini 5 kali

sehari.

- Tekan bagian tengah punggung ke arah bawah, saat melengkung tubuh ke bawa, ibu bisa merasakan perut meregang. Kemudian, saat meluruskan

punggung, berkonsentrasilah menarik abdomen (Gallagher, C.M, 2004, hlm 38).

5. Manfaat mobilisasi

Pada sistem kardiovaskuler dapat meningkatkan curah jantung, memperbaiki kontraksi miokardial, kemudian menguatkan otot jantung, menurunkan tekanan

(15)

darah, memperbaiki aliran balik vena; pada sistem respiratori meningkatkan frekuensi dan kedalaman pernafasan, meningkatkan ventilasi alveolar, menurunkan kerja pernafasan, meningkatkan pengembangan diafragma; pada sistem metabolik dapat meningkatkan laju metabolisme basal, meningkatkan penggunaan glukosa dan asam lemak, meningkatkan pemecahan trigliseril, meningkatkan mobilitas lambung, meningkatkan produksi panas tubuh; pada sistem muskuloskletal memperbaiki tonus otot, meningkatkan mobilisasi sendiri, memperbaiki toleransi otot untuk latihan, mungkin meningkatkan masa otot; pada sistem toleransi otot, meningkatkan toleransi, mengurangi kelemahan, meningkatkan toleransi terhadap stres, perasaan lebih baik, dan berkurangnya penyakit (Potter., Perry, 2006, hlm 24).

6. Kerugian bila tidak melakukan mobilisasi

Peningkatan suhu tubuh karena adanya involusi uterus yang tidak baik sehingga sisa darah tidak dapat dikeluarkan dan menyebabkan infeksi dan salah satu dari gejala infeksi adalah peningkatan suhu tubuh; perdarahan yang abnormal, dengan mobilisasi dini kontraksi uterus akan baik sehingga fundus uteri keras, maka resiko perdarahan yang abnormal dapat dihindarkan, karena kontraksi membentuk penyempitan pembuluh darah yang terbuka; involusi uterus yang tidak baik, tidak dilakukan mobilisasi secara dini akan menghambat pengeluaran darah dan sisa plasenta sehingga menyebabkan terganggunya kontraksi uterus (Fauzi, C.M, 2007, hlm 8).

Referensi

Dokumen terkait

Pelatihan hidup pintar dengan sistem kewirausahaan merupakan program pengabdian kepada masyarakat yang dilakukan sebagai wujud kepedulian terhadap kemajuan

Sejauh ini belum ada kajian yang membahas secara mendetail dan lebih spesifik yang mengarah kepada “ Sistem Proteksi Pembeli Pada Transaksi Jual Beli Online

Spostrzeżenie powyższe zdaje się znajdować swoje uzasadnienie zwłaszcza wo- bec faktu, że liczba pozycji bibliografii załącznikowej artykułów naukowych nie jest niczym

For those under the same amount of previous episodes (three or more) in the per-protocol sample, 37% participants experienced relapse in the MBCT condition and 66%

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal berjudul “ Pengaruh Penyuluhan

Bahasa yang digunakan adalah bahasa yang penuh dengan pertimbangan logis, masuk akal, berdasarkan sumber hukum, berdasarkan ilmu, sehingga tidak salah kalau salah satu

Dalam Peraturan Pemerintah itu, pemerintah memasukkan industri pakaian jadi (konveksi) dari tekstil sebagai bidang usaha yang memperoleh fasilitas pajak

sehingga perusahaan dapat terhindar dari kondisi financial distress , namun jika semakin rendah nilai cash flow to sales artinya perusahaan memiliki nilai arus kas