• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGGUNAAN MEDIA ANIMASI KOMPUTER MANTAP SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN BERHITUNG ANAK TUNAGRAHITA RINGAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II PENGGUNAAN MEDIA ANIMASI KOMPUTER MANTAP SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN BERHITUNG ANAK TUNAGRAHITA RINGAN."

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENGGUNAAN MEDIA ANIMASI KOMPUTER “MANTAP” SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN BERHITUNG

ANAK TUNAGRAHITA RINGAN.

A. Pengertian dan Karakteristik Anak Tunagrahita Ringan 1. Pengertian Anak Tunagrahita Ringan

Anak tunagrahita ringan adalah kelompok anak tunagrahita yang tergolong ringan bila dibandingkan dengan anak tunagrahita lainnya. Istilah yang lain digunakan untuk menyebut anak tunagrahita ringan diantaranya ialah anak debil (sudah ditinggalkan) atau anak mampu didik. Dalam bahasa asing digunakan istilah Educable Mentally Retarted On Mild.

Menurut Amin, M (1994;33-34) anak tunagrahita ringan sebagai berikut : Mereka yang termasuk dalam kelompok ini meskipun kecerdasannya dan adaptasi sosialnya terlambat, namun mereka mempunyai kemampuan untuk berkembang dalam pelajaran akademik, penyesuain sosial dan kemampuan bekerja. Dalam mata pelajaran akademik, mereka pada umumnya mampu mengikuti mata pelajaran tingkat lanjutan, baik SLTPLB dan SMALB maupun sekolah biasa dengan program khusus sesuai dengan berat ringannya ketunagrahitaan yang disandangnya. IQ mereka berkisar 50-70. Dalam penyesuaian sosial mereka dapat bergaul, dapat menyesuaikan diri dalam lingkungan sosial tidak saja dalam lingkungan yang terbatas tetapi juga pada lingkungan yang lebih luas, bahkan kebanyakan dari mereka dapat berdiri sendiri dalam masyarakat.

Berdasarkan pernyataan tersebut, jelaslah bahwa anak tunagrahita ringan merupakan anak yang masih memiliki potensi dan kemampuan untuk di didik baik dalam bidang akademik, penyesuaian sosial maupun dalam pekerjaan.

(2)

Pelajaran yang diberikan pada anak-anak ini tentunya bersifat sederhana sesuai dengan kemampuan berfikir mereka masing-masing.

Anak tunagrahita ringan dengan demikian dapat dikatakan: mereka yang mengalami hambatan perkembangan mental dimana tingkat kecerdasannya (IQ) berkisar antara 50-70. Mereka masih dapat mengikuti bidang akademik seperti membaca, menulis dan berhitung maupun dalam penyesuaian sosial bahkan tidak menutup kemungkinan bagi mereka untuk memperoleh pekerjaan.

2. Karakteristik Anak Tunagrahita Ringan

Berikut ini akan dikemukakan beberapa karakteristik anak tunagrahita ringan pada umumnya, seperti yang dikemukakan oleh Amin, M dan Entang,M dalam Cahyadi (2004; 15) sebagai berikut:

a) Karakteristik mental

Mereka menunjukkan kecenderungan menjawab dengan berulang terhadap pertanyaan yang berbeda, tidak mampu memberikan kritik dan kemampuan menyimpan instruksi dalam jiwanya/ ingatannya. Cenderung memiliki kemampuan berfikir konkrit dari pada abstrak,

mereka tidak mampu mendeteksi kesalahan-kesalahan dalam

pertanyaan, terbatas kemampuannya dalam penalaran dan visualisasi dan mengalami kesulitan dan konsentrasi.

b) Karakteristik fisik

Bagi yang mengalami keterbelakangan ringan sebagai besar tidak mengalami kelainan fisik.

c) Karakteristik sosial ekonomi

Minat permainan mereka lebih cocok dengan anak yang sama usia mentalnya dari pada usia kronologisnya, memiliki problema dalam tingkah laku, danagak lebih banyak nakal dari pada anak normal intelegensinya.

d) Karakteristik akademis

Kemampuan belajar mereka rendah dan lambat, bagi mereka yang ringan

(3)

masih dapat diberikan pelajaran akademis (membaca, menulis dan berhitung).

e) Karakteristik pekerjaan

Yang dapat dituntut untuk bekerja hanya mereka yang tergolong ringan pada usia dewasa dapat belajar bekerja yang sifatnya ”skiled” dan ”semi skiled”.

Jika memperhatikan karakteristik akademis seperti yang diterangkan di atas implikasinya dalam pengajaran berhitung (matematika) semestinya dilaksanakan dari yang konkrit menuju ke yang abstrak atau dari yang sederhana menuju kepada yang kompleks.

Anak tunagrahita pada umumnya mengalami kesulitan belajar matematika.

Salah satu kesulitan yang paling berat dialami mereka adalah

ketidakmampuannya dalam mengorganisasikan pengetahuan yang dipelajarinya, Mereka dapat belajar matematika bila kita menyediakan pendekatan aktif dan terstruktur. Thorton & Wilmar dalam Cahyadi (2004;17) mengemukakan bahwa mereka harus dibantu dengan memanipulasi obyek-obyek secara aktif dengan visualisasi, verbal, dan gerak baik dalam konsep maupun keterampilan matematika.

Harwell dalam Cahyadi (2004;17) menambahkan bahwa pengalaman visual, kinestetik, dan verbal sangat membantu anak-anak berkesulitan belajar, termasuk pada anak tunagrahita untuk mengingat apa yang dipelajarinya. Estiningsih, E dalam Cahyadi (2004;17) menganjurkan bahwa dalam pengajaran matematika bagi murid-murid SD termasuk yang berkesulitan belajar dan anak tunagrahita

(4)

ringan harus meliputi tiga tahap : penanaman konsep (menggunakan obyek konkrit), penanaman konsep (pengertian) dan keterampilan atau latihan soal-soal.

B. Pengajaran Berhitung Siswa Tunagrahita Ringan

1. Hakekat Berhitung

Berhitung dalam istilah matematika disebut aritmatika. Menurut Dali S. N (Ehan, 2001) “Dalam aritmatika dipelajari tentang hubungan bilangan-bilangan nyata dengan perhitungan terutama menyangkut penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian”. Secara singkat aritmatika atau berhitung adalah pengetahuan tentang bilangan. Berhitung atau arimatika merupakan salah satu studi matematika yang diajarkan di SD selain dua studi lainnya yaitu aljabar dan geometri.

Taylor dan Mills (Sukarno, 1999 : 24) mengemukakan pendapatnya tentang aritmatika „Arithmetics is a method of thinking in which we neglect all aspects of experience except those that can becounted and mensured’. Artinya bahwa aritmatika adalah sebuah metode berfikir dimana kita mengabaikan semua aspek pengalaman kecuali sesuatu tersebut dapat dihitung dan diukur.

(5)

Tujuan pengajaran berhitung bagi anak tunagrahita ringan dapat dibedakan secara umum dan khusus. Tujuan pengajaran secara umum antara lain agar dapat memberikan : a) pengertian yang jelas tentang bilangan, b) pandangan system bilangan, c) tentang kecekatan bekerja yaitu menambah (+), mengurang (-), memperbanyak (x), dan membagi (:), d) pengertian kecil/besar, panjang/pendek, rendah/tinggi, banyak/sedikit, kurang/lebih, e) istilah-istilah yang diperlukan dalam berhitung seperti menambah (+), mengurang (-), memperbanyak (x), dan membagi (:) (Pakasi dalam Sunarsih,2008 : 26).

Tujuan pengajaran secara khusus sebagaimana yang tercantum dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi, tujuan dari mata pelajaran matematika di SLB C tingkat sekolah dasar (2004:3) sebagai berikut: a) melatih cara berfikir dan menalar untuk menarik kesimpulan, b) meningkatkan aktifitas kreatif, c) sebagai alat untuk memecahkan masalah, d) sebagai alat komunikasi informasi atau ide.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat diambil kesimpulan, bahwa meskipun anak-anak tunagrahita ringan mengalami kesulitan terutama dalam hal belajar, namun mereka tetap diberikan pelajaran matematika agar dapat memecahkan permasalahan yang sifatnya sederhana dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian mata pelajaran ini merupakan mata pelajaran yang sifatnya fungsional.

3. Pentingnya Pengajaran Berhitung Siswa Tunagrahita Ringan

Berhitung merupakan cabang matematika yang dipelajari oleh semua siswa dari SD hingga SLTA dan bahkan juga di perguruan tinggi, tak terkecuali bagi

(6)

siswa tunagrahita. Ada banyak alasan mengapa siswa perlu belajar matematika. Menurut Cornelius (Sunarsih, 2008 ; 27) bahwa:

Setiap siswa perlu belajar matematika karena matematika merupakan sarana berfikir yang jelas dan logis, sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-sehari, sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman, sarana untuk mengembangkan kreativitas, dansebagai sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya.

Berdasarkan uraian di atas kemampuan berhitung merupakan hal yang penting dan memberikan manfaat yang luas, karena berhubungan dengan keperluan di sekolah dan di masyarakat. Berhitung penting untuk kehidupan

praktis sehari-hari maupun untuk keperluan melanjutkan sekolah

(Ruseffendi,1995: 91).

Sedangkan menurut Cockroft (Sunarsih, 2008;28) mengemukakan bahwa: Matematika perlu diajarkan kepada siswa karena matematika selalu digunakan dalam segala segi kehidupan, semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai, merupakan sarana komunikasi yang kuat dan singkat serta jelas, dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara, meningkatkan kemampuan berfikir logis, ketelitian, serta kesadaran ruangan, dan memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang.

Berbagai alasan perlunya sekolah mengajarkan matematika kepada siswa pada hakekatnya adalah karena masalah kehidupan sehari-hari. Dalam kehidupan sehari-hari banyak sekali berhubungan dengan berhitung. Misalnya saat berbelanja, kita tidak mungkin lepas dari menghitung uang. Mengenai berapa uang yang harus dibayarkan dan berapa uang kembaliannya. Pemahaman-pemahaman seperti pada anak tunagrahita penting dalam kehidupan dimasyarakat.

(7)

Oleh karena itu keterampilan matematika menjadi sangat fungsional bagi mereka.Dalam kehidupan kelak anak-anak ini akan ada ditengah-tengah masyarakat. Perhitungan-perhitungan sederhana itu hendaknya dipahami.

4. Bahan Pembelajaran Berhitung Bagi Siswa Tunagrahita Ringan Siswa tunagrahita ringan memerlukan sebuah pemikiran yang sistematis serta matematis dalam pelajaran berhitung. Maksudnya adalah pengajaran soal berhitung harus berurutan dan pasti, untuk itu seorang guru siswa tunagrahita ringan hendaknya selektif dalam memilih materi pelajaran yang akan diajarkan. Mulai dari bentuk yang sederhana hingga pada bentuk yang lebih kompleks, dari konkrit ke abstrak. Hal tersebut disesuaikan dengan kemampuan siswa serta karakteristiknya dan berpedoman pada kurikulum yang telah ditetapkan. Seperti yang telah kita ketahui bahwa kemampuan siswa tunagrahita ringan itu terbatas, maka ruang lingkup pengajarannya sedikit berbeda dengan bahan pengajaran di sekolah dasar luar biasa. Bahan untuk pengajaran bagi siswa tunagrahita ringan disesuaikan dengan tujuan yang telah tercantum dalam buku petunjuk pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi tingkat sekolah dasar. Apabila seorang guru akan menyusun program pembelajaran maka diperlukan perhatian khusus terhadap unsur-unsur pembelajaran yang meliputi fakta, konsep, dan prinsip. Rochyadi. E dan Alimin. Z (2003:155). Menjelaskan tentang fakta,konsep, dan prinsip, sebagai berikut:

(8)

a. Fakta, fakta merupakan pengetahuan yang lebih banyak mengandalkan kemampuan ingatan. Dalam mempelajari fakta itu sama artinya dengan memperhatikan, mengamati, menyimpan dalam ingatan, mentransfer serta menyebutkan kembali. Contoh pengetahuan yang bersifat fakta adalah 2 x 2 =4, Bandung adalah ibu kota Jawa Barat, lima kelereng lebih banyak dari tiga kelereng.

b. Konsep, mengetahui fakta perkalian 2 x 2 = 4 dengan memahami konsep perkalian 2 x 2 = 4 merupakan dua hal yang berbeda. Orang yang mengetahui fakta perkalian hanyalah sekedar dapat menyebutkan hasil kalinya sewaktu ditanya oleh orang lain. Sedangkan orang yang memahami konsep perkalian memahami bahwa mangalikan itu merupakan proses penjumlahan yang berulang.

c. Prinsip, untuk mempelajari prinsip dasar, yang digunakan ialah pemahaman terhadap konsep, sebab prinsip merupakan pertanyaan hubungan antar konsep.Prinsip benda yang bulat dapat bergelinding, membuat siswa dapat memahami dan mengontrol lingkungan. Dapat menduga apa yang akan terjadi jika semua benda yang bulat dapat bergelinding, maka bola, kelereng, uang logam, ban mobil akan bergelinding.

(9)

Anak tunagrahita mengalami kesulitan dalam pelajaran berhitung, kesulitan ini dapat terlihat dari hasil kerja siswa atau bagaimana perilaku siswa ketika melaksanakan tugas tersebut, kesulitan-kesulitan yang dimaksud adalah sebagai berikut:

a. Kesulitan memahami konsep dasar dalam berhitung

Kesulitan ini akan terjadi bila siswa belum memiliki konsep bilangan, membilang maju, mundur, satu-satu atau dua-dua, belum mampu membuat korespondensi satu-satu dan membandingkan objek-objek himpunan. Siswa akan menampakkan kesulitan baik dalam penjumlahan, pengurangan, perkalian, maupun pembagian.

b. Kesulitan dalam mengelompokkan bilangan

Siswa kesulitan mengelompokkan objek-objek, suatu kemampuan yang sangat dibutuhkan untuk mengidentifikasikan jumlah objek dalam kelompok. Contohnya, setelah belajar tentang penjumlahan anak normal menentukan dengan cepat hasil penjumlahan dan melepaskan dari objek konkrit. Namun tidak demikian dengan anak tunagrahita ringan, mereka dalam penjumlahan 3 + 2 masih tetap menghitung satu persatu untuk menentukan hasilnya.

c. Kesulitan dalam berhitung yang berhubungan dengan bilangan nol (0) Siswa menyimpan puluhan, ratusan, atau ribuan dalam penjumlahan. Dalam pengurangan siswa tidak melakukan peminjaman, hal ini terjadi bila siswa belum memiliki keterampilan nilai tempat.

(10)

d. Kesulitan dalam membaca simbol

Siswa kesulitan dalam melihat atau membedakan angka misalnya 6 dibaca 9, sedangkan 8 dibaca 3. Matematika adalah bahasa simbol, kurang persepsi tentang simbol-simbol bilangan akan sangat menyulitkan anak dalam belajar matematika.

e. Gangguan hubungan keruangan

Konsep hubungan keruangan seperti atas-bawah, jauh-dekat, kiri-kanan, tinggi-rendah, depan-belakang, awal-akhir, umumnya telah dikuasai oleh anak sejak kecil. Anak-anak memperoleh pemahaman tentang berbagai konsep hubungan keruangan tersebut dari pengalaman mereka dalam berkomunikasi dengan lingkungan sosial mereka atau melalui permainan. Adanya gangguan dalam memahami konsep-konsep hubungan keruangan dapat mengganggu pemahaman anak tentang sistem bilangan secara keseluruhan. Karena adanya gangguan tersebut, anak mungkin tidak mampu merasakan jarak antara angka-angka pada garis bilangan atau penggaris dan mungkin anak juga tidak tahu bahwa angka 3 lebih dekat ke angka 4 dari pada ke angka 6.

f. Kesulitan dalam sensori motor

Siswa yang mengalami gangguan sensori motor, sering tidak bisa menghitung benda-benda secara berurutan sambil menyebutkan bilangannya “satu, dua, tiga, empat, lima”. Anak mungkin baru memegang benda yang ketiga tetapi telah mengucap “lima”. Atau sebaliknya, telah menyentuh benda kelima

(11)

tetapi baru mengucapkan “tiga”. Anak-anak semacam ini dapat memberikan kesan mereka hanya menghapal bilangan tanpa memahami maknanya.

6. Prinsip Pengajaran Berhitung

Ada tujuh prinsip pengajaran berhitung yaitu sebagai berikut: a. Menyiapkan Anak untuk Belajar Berhitung

Glan Doman dalam Tambunan, M (2006 : 47) mengemukakan bahwa: Agar penyiapan belajar berhitung dimulai sejak anak masih kecil. Penyiapan belajar berhitung merupakan suatu kegiatan belajar yang tujuannya memberikan landasan yang kokoh bagi anak dalam belajar berhitung. Berbagai bentuk kegiatan belajar tersebut sebagian besar merupakan kegiatan belajar prasangka, terutama tentang berbagai konsep dasar yang bermanfaat bagi anak untuk belajar berhitung selanjutnya.

Berbagai bentuk kegiatan belajar tersebut antara lain sebagai berikut: 1) Mengelompokkan berbagai bentuk menurut sifatnya

2) Mengenal banyaknya anggota kelompok benda 3) Membilang secara urut berbagai jenis benda

4) Memberi nama angka yang muncul setelah angka tertentu (misalnya, “Angka berapa yang muncul setelah angka 6?”)

5) Menuliskan angka 0 sampai 10 dalam urutan yang benar 6) Mengukur dan membelah

7) Mengurutkan benda-benda dari yang besar ke yang kecil, dari yang panjang ke yang pendek, atau sebaliknya.

(12)

b. Mengembangkan dari Konkit ke Abstrak

Anak dapat memahami berbagai konsep dengan baik jika pengajar memberi pengalaman kepada anak tentang konsep yang dipelajari mulai dari bentuk konkrit, semi konkrit dan abstrak. Guru hendaknya merancangkegiatan pembelajaran berdasarkan ketiga tahapan tersebut. Pada tahapan konkrit anak diminta melihat, meraba, memindahkan atau mengumpulkan benda-benda. Dengan menanyakan jumlah benda yang dikumpulkan, anak akan mengenal konsep jumlah. Pada tahapan semi konkrit benda aslinya dapat diganti dengan gambar yang sama dengan bentuk aslinya dan kemudian gambar yang hanya menunjukkan lambang benda seperti garis-garis untuk menunjukkan jumlah orang atau benda yang dikumpulkan. Gambar-gambar tersebut pada dasarnya merupakan jembatan untuk memahami konsep angka yang abstrak seperti : /// + //// = //////. Setelah anak memahami gambar sebagai wakil dari suatu item maka pengajaran tentang kalimat matematika yang bersifat abstrak seperti 3 + 4 = … dapat dilakukan.

c. Memberikan Kesempatan untuk Berlatih dan Mengulang

Orang yang memiliki pengetahuan belum tentu mampu mengaplikasikan pengetahuannya ke dalam kehidupan sehari-hari secara baik. Agar pengetahuannya menjadi keterampilan diperlukan waktu yang cukup untuk berlatih dan mengulang. Jika anak dituntut untuk mampu mengaplikasikan

(13)

berbagai konsep secara otomatis, terutama dalam kaitannya dengan menambah, mengurangi, mengalikan dan membagi, anak harus diberi kesempatan berlatih dan mengulang. Ada banyak cara untukmelakukan latihan dan ulangan, dan guru hendaknya menggunakan metode yang bervariasi.

d. Generalisasi ke Situasi Baru

Anak hendaknya memperoleh kesempatan yang cukup untuk

menggeneralisasikan keterampilannya ke dalam berbagai situasi baru atau situasi yang berbeda-beda. Sebagai contoh anak dapat menggunakan keterampilan menjumlahkan, mengalikan, dan membagi dalam menyelesaikan berbagai soal cerita baik yang dibuat oleh guru maupun oleh anak sendiri. Tujuannya adalah anak dapat memperoleh keterampilan dalam mengenal dan mengaplikasikan jenis operasi hitung dalam situasi baru yang berbeda-beda.

e. Bertolak dari Kekuatan dan Kelemahan Anak

Sebelum membuat keputusan tentang metode pengajaran yang akan digunakan, guru hendaknya memahami kekuatan dan kelemahan anak. Kekuatan dan kelemahan mencakup penguasaan anak dalam berhitung dan berbagai jenis operasi hitung. Ada berbagai pertanyaan yang perlu dijawab oleh guru untuk memahami kekuatan dan kelemahan anak. Berbagai pertanyaan tersebut antara lain sebagai berikut:

(14)

1) Bagaimana kelemahan anak mempengaruhi proses belajarnya dalam berhitung?

2) Sejauh mana guru perlu kembali ke belakang untuk membentuk suatu dasar yang kokoh bagi anak untuk belajar berhitung?

3) Dengan kesadaran terhadap kekuatan dan kelemahan tersebut, teknik pendekatan dan bahan belajar apa yang sesuai untuk anak

4) Apakah anak mampu memahami makna bilangan yang diucapkan? 5) Dapatkan anak membaca dan menulis angka dengan benar?

6) Dapatkan anak melakukan berbagai operasi dasar mencakup menjumlahkan, mengurangi, mengalikan dan membagi?

7) Sejauh mana kemampuan berbahasa anak menimbulkan kesulitan dalam belajar berhitung?

8) Apakah ada problem memori atau ingatan dan perhatian yang menyebabkan anak berkesulitan belajar berhitung?

Berbagai pertanyaan dapat diajukan sebagai upaya untuk memahami kekuatan dan kelemahan anak sebagai landasan dalam menentukan strategi dan bahan belajar yang sesuai dengan anak.

f. Membangun Dasar yang Kokoh tentang Konsep dan Keterampilan Berhitung.

(15)

Belajar berhitung hendaknya mempunyai dasar yang kokoh tentang konsep dan keterampilan. Berbagai prinsip yang perlu diperhatikan olehguru agar anak memiliki dasar yang kokoh antara lain sebagai berikut:

1) Pengajaran berhitung didasarkan pada pengertian sebelum pembinaan keterampilan dilaksanakan. Dengan demikian terjadi anak menghafal tanpa pemahaman.

2) Diberikan kesempatan yang cukup kepada anak untuk melakukan generalisasi dan aplikasi berbagai konsep dan keterampilan berhitung ke dalam segala hal yang dipelajari anak.

3) Berhitung diajarkan secara koheren, yang mengaitkan antara topik yang satu dengan topik yang lain

4) Menggunakan program pengajaran yang sistematis yang memungkinkan konsep dan keterampilan yang telah dipelajari dapat dikuasai oleh anak dengan baik

g. Penggunaan Kalkulator

Kalkulator dapat digunakan setelah anak memiliki keterampilan berhitung atau kalkulasi. Dengan demikian penggunaan kalkulator bukan untuk menanamkan penalaran atau konsep berhitung. Dengan menggunakan kalkulator anak dapat terbebas dari kendala kalkulasi dan dapat memusatkan perhatian dalam memahami konsep berhitung. Dan dapat memusatkan perhatian dalam memahami konsep berhitung. Dan dapat digunakan untuk latihan atau memeriksa ulang pekerjaan sendiri.

(16)

C. Media “MANTAP” Animasi Komputer Sebagai Media Pembelajaran Berhitung Anak Tunagrahita Ringan.

1. Media Animasi Komputer “MANTAP”

Animasi mulai dikenal secara luas sejak populernya media televisi yang mampu menyajikan gambar- gambar bergerak hasil rekaman kegiatan dari makhluk hidup , baik manusia, hewan dan tumbuhan. Jika di komparasikan dengan gambar foto / lukisan yang diam ( tidak bergerak ) maka secara umum animasi lebih disukai penonton karena mampu membangkitkan antusiasme dan emosi. Sesuai dengan namanya, animasi ini secara keseluruhan dikerjakan di komputer, animasi merupakan suatu fungsi utama dari flash.

Animasi komputer adalah seni menghasilkan gambar bergerak melalui penggunaan komputer dan merupakan sebagian bidang grafik dan animasi. (Animasi komputer ,Wikipedia bahasa melayu, 23 januari 2007). Trimagono, seorang praktisi LIPI Jakarta (1999:157) dalam Erma (2009:31) mengemukakan bahwa animasi merupakan bagian bentuk variasi instruksi, dibuat untuk mengungkapkan isi informasi yang terkandung dalam suatu teks agar lebih jelas. Animasi adalah rangkaian gambar diam secara inbeethwin dengan jumlah yang banyak, bila kita proyeksikan akan terlihat seolah-olah hidup (bergerak).

Animasi merupakan teknik dan proses memberikan gerakan yang Nampak pada objek yang mati. Gerak gambar animasi dihasilkan dari suatu rangkaian gambar tak hidup yang tersusun dengan urut dalam perbedaan gerak yang minimal

(17)

pada setiap frame. Frame adalah struktur gambar dasar pada suatu gerakan animasi/ gambar-gambar yang berkesinambungan sehingga menghasilkan gerak baik dalam film kartun maupun dalam video. Animasi dalam media ini berfungsi sebagai penyampain informasi berupa gambar gerak, teks atau ikon bergerak sehingga pengguna bias lebih tertarik untuk mempelajari materi.

Keberadaan animasi menambah kekuatan dalam mempengaruhi visualisasi dari produk multimedia kepada kita. Animasi lebih dari sekedar efek visual namun animasi merupakan satu-satunya sumber gerak dinamik yang terdapat pada setiap presentasi.

Animasi dalam media ini berfungsi sebagai penyampai informasi berupa gambar gerak, teks atau ikon bergerak sehingga pengguna bisa lebih tertarik untuk mempelajari materi. Melalui pembelajaran dengan sistem animasi, kemampuan seseorang dalam memahami informasi secara menyeluruh dapat ditingkatkan. Hal ini disebabkan animasi yang dibentuk ditujukan untuk membangun mental seseorang menjadi lebih terarah. Animasi juga dapat menyederhanakan informasi yang bersifat kompleks atau membuat abstrak menjadi lebih konkrit baik sevara spasial, temporal maupun melalui hubungan fungsi secara sederhana. Hasil gambar animasi dapat meningkatkan daya ingat dan imajinasi siswa menjadi lebih tinggi.

Kelebihan media komputer dalam pembelajaran dibandingkan dengan media konvensional menurut Papert (Thomas 1987:49) dalam Aminarti 2004 bahwa komputer memiliki efek yang lebih fundamental dibandingkan teknologi lain

(18)

termasuk televisi dan media cetak. Hal ini disebabkan sebagus apapun tayangan pendidikan melalui televisi, ia tetap memiliki keterbatasan. Televisi hanya satu arah sehingga hanya mengaktifkan pendengaran saja, sungguh berbeda dengan program komputer yang sifatnya dua arah sehingga sangat memungkinkan terjadinya transformasi proses belajar, komputer lebih aktif dan individual.

Adapun kelemahan penggunaan komputer dalam pembelajaran adalah harganya yang sangat mahal. Sehingga tidak dipungkiri lagi bahwa masih sedikit jumlah sekolah yang memiliki fasilitas komputer di sekolah. Selain itu juga dengan mahalnya harga komputer saat ini dan kurangnya kemampuan guru dalam mengoprasikan komputer hal ini menjadi kendala bagi sekolah-sekolah untuk menjadikan komputer sebagai alternatif media pembelajaran. Selain itu, penyediaan dan pemanfaatan alat dan sarana yang menunjang media ini relative rumit. Untuk itu dibutuhkan perencanaan yang matang sebelum menggunakannya di dalam proses pembelajaran.

2. Peningkatan Kemampuan berhitung Anak Tunagrahita Ringan dengan Menggunakan Media Animasi Komputer “MANTAP”. Banyak alat peraga yang dapat digunakan untuk membantu siswa dalam belajar berhitung, seperti dekak-dekak, abakus, dan lain-lain. Penelitian ini mencoba menggunakan animasi komputer “MANTAP” dalam mengajarkan kemampuan berhitung khususnya pada pembelajaran membaca bilangan,

(19)

mengurutkan bilangan, menghitung jumlah benda, dan melakukan operasi penjumlahan bilangan 1-10.

Media animasi Komputer “MANTAP” merupakan singkatan dari Matematika untuk anak pintar, media ini merupakan hasil seni yang menghasilkan gambar bergerak melalui penggunaan Komputer dan merupakan sebagian bidang komputer dan animasi. Media animasi komputer mantap ini merupakan hasil karya dari dua orang anak kakak beradik yaitu Fahma dan Hania yang merupakan pemenang lomba pembuatan “sofware“ Asia Pasifik Information And Communication Technology Award (APICTA) International 2010 di Kuala Lumpur, Malaysia Oktober Yang Diikuti 16 Negara.

Media animasi komputer ini dapat mempermudah pembelajaran dengan adanya visualisasi abstrak, menampilkan gambar angka- angka, dan lambang bilangan yang bergerak, dan dapat memunculkan suara sehingga dengan ini pembelajarannya menjadi menarik dan anak pun termotivasi untuk belajar. Peranan animasi Komputer dalam dunia pendidikan saat ini sangatlah penting. Selain membantu proses belajar mengajar. Sehingga siswa tidak merasa jenuh dalam melaksanakan pembelajaran berhitung, karena media animasi komputer mantap ini, memiliki konsep permainan, sehingga akan menarik perhatian anak untuk belajar.

Menurut Papert (Thomas 1987:49) dalam Neneng A. (2004) Mengungkapkan bahwa :

“Kelebihan lain media Komputer dalam pembelajaran dibandingkan dengan media konvensional bahwa computer lebih memiliki efek yang lebih fundamental dibandingkan dengan

(20)

teknologi lain, termasuk media televisi dan media cetak. Hal ini disebabkan sebagus apapun tayangan pendidikan melalui televisi, ia tetap memiliki keterbatasan. Televisi hanya satu arah sehingga hanya mengaktifkan pendengaran siswa saja. Sungguh berbeda dengan program Komputer yang sifatnya dua arah sangat memungkinkan terjadinya transformasi proses belajar, komputer lebih aktif dan individual (menghargai kemampuan siswa yang berbeda)”

Berikut ini ilustrasi “MANTAP” Media animasi komputer :

Gambar 2.1

Permainan Media animasi Komputer “MANTAP”

Gambar 2.2

(21)

Gambar 2.3

Permainan Media animasi Komputer “MANTAP‟ D. Penelitian terdahulu yang relevan

Penelitian sebelumnya yang relevan dan menguatkan asumsi penulis dalam melakukan penelitian ini adalah:

1. “Animasi komputer sebagai media pengenalan huruf vocal pada anak tunagrahita ”( Kurniasari,2008).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Kurniasari dapat disimpulkan bahwa media animasi komputer dapat digunakan sebagai salah satu media untuk mengenalkan huruf pada anak tunagrahita ringan. Hal ini membuktikan bahwa media animasi komputer dapat dijadikan media dalam membantu proses pembelajaran pada ank tunagrahita ringan.

2. “Penggunaan animasi komputer dalam meningkatkan kemampuan

memahami bilangan pada anak tunagrahita ringan. ”(Erma

Nurhamidah,2009)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Erma Nurhamidah dapat disimpulkan bahwa media animasi komputer dapat digunakan sebagai salah satu media untuk meningkatkan kemampuan berhitung pada anak tunagrahita ringan. Hal ini dapat memperkuat asusmsi media animasi komputer dapat

(22)

dijadikan media dalam membantu proses pembelajaran pada anak tunagrahita ringan.

3. “Pengaruh penggunaan media permainan Dot cards terhadap peningkatan kemampuan berhitung (penjumlahan dan pengurangan ) anak tunagrahita ringan”(Mia Eka Devita Oktafiani,2009).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Mia Eka Devita Oktafiani dapat disimpulkan bahwa media Dot Cards dapat meningkatkan kemampuan berhitung. Hal ini membuktikan bahwa dalam proses memahami suatu konsep anak tunagrahita ringan membutuhkan bantuan alat atau media yang sesuai dengan materi yang akan diberikan.

E. Kerangka Berfikir

Anak tunagrahita mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian, cenderung memiliki kemampuan konkrit dari pada abstrak. Pemahaman terhadap konsep yang kurang dan sulit dimengerti disebabkan IQ yang dimilikinya dibawah rata-rata, sehingga harus dilakukan proses pengulangan agar anak menjadi mengerti dan paham. Terutama dalam pembelajaran matematika, dimana dalam pelaksanaannya bahasa yang digunakan adalah bahasa simbol dan angka yang tidak cukup dijelaskan secara verbal, diperlukan media pembelajaran agar materi yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh anak.

Dalam permasalah diatas, seorang guru dituntut untuk memilih media pengajaran yang sesuai dengan karakteristik peserta didik salah satunya

(23)

menggunakan Kegiatan bermain, kegitan bermain merupakan kegiatan yang selalu menyatu dengan kehidupan anak. Untuk itu peneliti mencoba menggunakan Media animasi “MANTAP”, yang dalam pengoperasiannya diperlukan alat bantu komputer, yang menggabungkan unsur audio dan visual dalam satu kemasan. Didalamnya ada kombinasi angka, text, gambar, animasi, suara, dan video yang diasumsikan dapat mempermudah anak dalam menerima pelajaran.

Fungsi dari media ini salah satunya adalah membantu proses pembelajaran sehingga materi yang disampaikan dapat dipahami dengan mudah. Anak tunagrahita kurang mampu memahami dengan baik apa yang dipelajarinya sehingga mereka sering mengalami kegagalan dalam belajar diharapkan dengan media ini memberikan kesempatan kepada anak agar dapat belajar dan berinterkasi dengan gaya belajar yang menyenangkan.

Penggunaan media animasi komputer “MANTAP” ini diharapkan dapat menumbuhkan minat belajar karena dapat melengkapi pengalaman-pengalaman belajar siswa karena dengan kegiatan bermain, ditambah penampilan atau cara penyajiannya dengan menggunakan animasi yang menarik bagi siswa dan diharapkan memunculkan minat belajar matematika. Selain itu, dengan menggunakan media ini guru dapat mengidentifikasi kesulitan berhitung berhitung pada bagian yang mana anak kurang mampu untuk melakukannya yang kemudian akan diberikan perlakuan sesuai dengan kebutuhan anak. Sehingga diduga berdampak positif bagi meningkatnya kemampuan berhitung anak tunagrahita ringan.

(24)

F. Hipotesis

Pada hakikatnya, hipotesis ialah acuan atau tolak ukur dalam melakukan penelitian yang merupakan pedoman dan arah pada tujuan penelitian berupa jawaban sementara atas rumusan masalah yang telah disusun. Sehingga, kebenaran dari hipotesis harus dibuktikan melalui penelitian. Hal ini, sesuai dengan pendapat Sugiyono (2010:159) yang menyatakan “hipotesis merupakan sebagai jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

“Terdapat pengaruh cukup besar Media Animasi Komputer “MANTAP” terhadap peningkatan kemamapuan berhitung anak tunagrahita ringan”.

Referensi

Dokumen terkait

Mengetahui pengaruh penerapan sebelum dan sesudah adanya clinical pathway kasus typhoid periode triwulan I tahun 2016 di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang.

Menurut literatur, tegangan tiga-fasa yang tak seimbang bisa diuraikan menjadi tiga sistem yang seimbang atau simetris. Gambar b memperlihatkan tiga

atau satu kali pakai dalam proses elektroplating yang meliputi : spesimen uji.. (katoda), larutan elektrolit dan bahan

Untuk pengembangan kemampuan dasar anak didik, dilihat dari kemampuan fisik/motoriknya maka guru-guru PAUD akan membantumeningkatkan keterampilan fisik/motorik anak

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS POSTER DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA KARIKATUR Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu..

kepada mekanisme tunai sehingga menjadi tidak singkron dengan praktik nontunai yang dilaksanakan. Sisdur yang belum update juga dapat menimbulkan miskomunikasi antara

Menurut Blane (1993:16) tidak banyak yang secara resmi mengakui sumbangan orang miskin (termasuk anak jalanan) yang cukup besar dalam kehidupan kota.. Sedang

Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Kuasa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “