• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Deskripsi Alat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Deskripsi Alat"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Alat

Alat sensor citra tampak tanaman kedelai ini adalah alat berupa gerobak yang terdapat kamera CCD di bagian depannya yang digunakan untuk mengambil citra tanaman kedelai. Alat akan dilewatkan pada bagian atas tanaman untuk dapat mengambil citra tanaman kedelai dengan baik maka. Oleh karena itu, alat harus dibuat agar tidak merusak tanaman saat melintas di bagian atasnya. Alat dibuat menyerupai gerobak dengan menggunakan tiga buah roda dimana terdapat dua buah roda besar dengan diameter 60 cm di bagian samping dan satu buah roda kecil pada bagian belakang yang digunakan sebagai roda kendali pada awal perancangan. Akan tetapi setelah ujicoba di lahan, roda kecil sebagai roda kendali dilepas karena menyulitkan mengemudikan alat pada lahan yang tidak rata. Gambar alat dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Rancangan alat sensor citra BWD

Alat juga dibuat agar dapat dibongkar pasang pada beberapa bagiannya. Hal ini dilakukan dengan dasar pertimbangan alat akan digunakan pada berbagai tempat berbeda sehingga dengan bentuk alat yang dapat dibongkar pasang akan memudahkan trasportasi. Selain itu, dengan bentuk alat yang dapat dibongkar pasang itu maka bentuk alat dapat disesuaikan dengan penggunaan untuk penelitian tanaman kedelai, gulma, dan padi.

Sumber tenaga yang digunakan untuk mendorong alat di lahan adalah dengan menggunakan tenaga manusia. Terdapat pula kamera berserta komputer jinjing yang digunakan sebagai alat pengambil gambar. Alat sensor warna daun untuk mengetahui kebutuhan pupuk tanaman ini akan didorong dengan melintasi bagian atas tanaman. Saat didorong maka sakelar pencacah yang berada di

Gagang pendorong  Komputer Dudukan kamera Sakelar pencacah Roda  Garpu  Meja  Kamera BWD

(2)

18  roda yang berfungsi sebagai pencacah yang akan memberikan sinyal kepada program di komputer jinjing untuk melakukan proses.

4.2 Rancangan Fungsional

4.2.1 Pemotretan

Alat ini akan digunakan untuk melakukan pengambilan gambar warna daun. Dalam pengambilan citra ini dibutuhkan sebuah kamera yang mampu digunakan pada luar ruangan (outdoor) dengan kemampuan mobile yang baik, menangkap warna, dapat diprogram dengan aplikasi Visual Basic 6.0, dan dapat dengan mudah dibongkar pasang pada alat. Untuk melakukan hal itu maka dipilih sebuah kamera CCD. Keterangan mengenai kamera CCD yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 1.

Dalam proses pengambilan citra ada beberapa persiapan kamera yang terlebih dahulu dilakukan. Persiapan pertama adalah memastikan kamera terpasang dengan tepat pada dudukan kamera. Kamera harus level atau datar guna mendapatkan hasil citra yang baik. Penyetelan tinggi kamera juga harus dilakukan. Penentuan tinggi kamera yang sesuai berdasarkan tangkapan citra (image) sebenarnya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hubungan antara tinggi kamera dan tangkapan citra Tinggi kamera dengan tanah

(cm) Panjang tangkapan citra (cm) Lebar tangkapan citra (cm)

108 70 100 131.5 88 123

98 66 96 4.2.2 Memicu kamera

Alat sensor warna daun mempunyai kemampuan untuk melakukan pengambilan citra pada jarak tertentu saat dioperasikan di lahan. Diperlukan sebuah komponen trigger yang dapat memberikan sinyal pada program mengenai jarak tempuh yang telah dilalui alat. Komponen trigger ini pula yang memberikan perintah pada program untuk melakukan pengambilan citra.

Komponen trigger yang digunakan pada alat ini terdapat dua macam. Pertama trigger magnet dan yang kedua trigger sakelar. Trigger magnet ini berupa lempengan triplek yang terdapat pada roda dan terdapat magnet yang disusun melingkar dengan sudut dan jumlah tertentu. Sudut dan jumlah magnet inilah yang akan menentukan sinyal yang akan diberikan pada program. Prinsip yang sama digunakan pada trigger sakelar dimana magnet akan diganti dengan tonjolan-tonjolan kecil pada papan triplek yang nantinya akan menekan sakelar pada jarak tertentu.

4.2.3 Menyimpan citra ke komputer

Berdasarkan jumlah trigger yang terbaca maka akan memasukan citra dengan aturan penamaan citra diikuti dengan nomor urutan pemotretan dan disimpan dalam format JPG.

(3)

4.3

Rancangan Struktural

Alat sensor warna daun ini terdiri dari beberapa bagian, yaitu meja, roda, dudukan kamera, dudukan garpu, gagang, sakelar pencacah, kamera, BWD, dan komputer jinjing. Gambar alat dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Alat sensor citra tampak untuk menduga kesuburan tanah melalui tingkat warna daun 4.3.1 Roda

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pada alat ini terdapat dua buah roda yang berfungsi untuk membantu pergerakan di lahan. Roda-roda tersebut berdiameter 60 cm yang biasa digunakan sebagai roda becak. Pemilihan roda becak untuk digunakan pada alat ini adalah karena roda becak memiliki diameter yang cukup besar sehingga dapat menopang meja yang akan dilewatkan di atas tanaman. Roda ini menggunakan as roda yang sama dengan as becak dan dipotong sepanjang 30 cm agar dapat masuk pada garpu gerobak.

(4)

20  4.3.2 Garpu

Garpu diikat pada dudukan garpu oleh dua buah baut ukuran 14. Masing-masing baut dipasang mur dan ring, ini berfungsi agar besi hollow yang digunakan sebagai bahan garpu tidak bengkok dan agar ikatan tetap kuat.

Gambar 7. Garpu

Garpu terdiri atas dua buah besi hollow ukuran 3x4 cm dengan panjang 73 cm. Dua buah besi hollow ini kemudian dilas pada sebuah besi hollow lainnya dengan panjang 30 cm. Masing-masing kaki garpu terdapat lima buah lubang untuk mengatur tinggi gerobak. Kaki pertama terdapat lubang dengan ukuran 3 inchi dan ukuran 5 inchi pada kaki lainnya. Lubang-lubang tersebut disusun vertikal dengan jarak antar lubang sebesar 5 cm. Lubang tersebut berfungsi sebagai lubang untuk menempatkan as roda.

4.3.3 Meja

Meja berfungsi untuk meletakan komputer jinjing, baterai, dan kabel-kabel. Meja terbuat dari besi siku ukuran 4x4 cm yang berfungsi sebagai rangka meja dan terdapat papan triplek dengan ukuran panjang 75 cm dan lebar 40 cm. Papan triplek tersebut sengaja tidak direkatkan dengan rangka dengan alasan agar mudah dalam menyimpan dan memindah-mindahkan alat. Rangka bagian depan dilakukan penguatan dengan menambahkan besi hollow 2x3 cm pada setiap sudutnya. Hal tersebut dikarenakan terdapat beban yang cukup besar berupa dudukan kamera yang mengakibatkan rangka meja sedikit bengkok.

Meja pada alat ini juga berfungsi sebagai tempat menempelkan gagang, dudukan kamera, dan dudukan garpu. Dudukan kamera disambung dengan dua buah baut ukuran 10 di bagian depan, sedangkan dudukan garpu dipasang melintang di tengah dengan menggunakan empat buah baut ukuran 14.

4.3.4 Dudukan Kamera

Dudukan kamera berfungsi untuk menempatkan kamera dengan posisi yang sesuai. Dudukan kamera ini juga mempunyai kemampuan untuk diatur ketinggiannya. Hal ini berfungsi untuk menyesuaikan lebar tangkapan citra kamera.

Lubang  pengatur  ketinggian 

(5)

4.3.5 Gagang Pendorong

Gagang berfungsi sebagai alat kedali. Gagang alat sensor warna daun ini menggunakan pipa besi berdiameter 3 cm. Penempatan gagang ini diletakan pada bagian belakang meja dengan menggunakan empat buah baut ukuran 14.

4.3.6 Kamera

Kamera pada alat ini berfungsi sebagai alat untuk mendapatkan citra warna daun yang terdapat di lahan. Awalnya kamera yang digunakan adalah berupa kamera webcam ( Gambar 8a ), namun kamera ini akan menghasilkan citra yang kurang baik bila digunakan di luar ruangan. Hal ini disebabkan oleh intensitas cahaya yang cukup besar yakni 800 lux. Karena intensitas cahaya matahari yang cukup besar itulah maka bila menggunakan kamera webcam tersebut harus ditutup dengan pelindung hingga intensitas cahaya yang ada menjadi kurang dari 20 lux. Penutup yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah berupa kain putih dan terpal.

Penggunaan kamera webcam memberikan hasil gambar yang tidak begitu baik maka kamera tersebut diganti dengan kamera CCD (Gambar 8b). Spesifikasi kamera CCD yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 1.

(a) Webcam (b) CCD

Gambar 8. Kamera yang digunakan 4.3.7 Sakelar pencacah

Sakelar pencacah berfungsi sebagai penghitung jarak yang dipasang pada salah satu roda. Sakelar pencacah yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah sakelar pencacah mekanik yakni tedapat tonjolan pada bagian roda sehingga pada jarak tertentu akan menekan sakelar. Terdapat dua perangkat utama dalam penggunaan sakelar pencacah, pertama adalah sakelar dan delapan buah tonjolan. Jadi, saat dioperasikan magnet tersebut akan berputar dan melewati sakelar. Gambar sakelar pencacah dapat dilihat pada Gambar 9.

(6)

22 

(a) Sakelar pencacah (b) Sensor

Gambar 9. Sakelar pencacah

Prinsip yang sama juga diaplikasikan dalam sensor sakelar. Akan terdapat delapan buah tonjolan pada papan yang terdapat di roda yang nantinya saat berputar akan menekan tombol sakelar yang terdapat di garpu untuk menghubungkan atau memutuskan arus listrik.

Dalam pemilihan konter juga terdapat perbandingan yang terbaik yang harus dipakai. Hal ini sangat mempengaruhi ketelitian. Proses otomatisasi pencacahan menggunakan pemrograman microkontroler yang terdapat pada file inpout32.dll dengan penggal program API (Application

Program Interface) sebagai berikut:

Public Declare Function Inp Lib "inpout32.dll" _ Alias "Inp32" (ByVal PortAddress As Integer) As Integer Public Declare Sub Out Lib "inpout32.dll" _

Alias "Out32" (ByVal PortAddress As Integer, ByVal Value As Integer) 4.3.8 Komputer jinjing

Penyimpanan dan penjalanan aplikasi pengambil citra menggunakan komputer jinjing yang memiliki kemampuan untuk menjalankan aplikasi visual basic dan memiliki pararel port sebagai koneksi dengan sakelar pencacah dan USB port untuk koneksi ke kamera.

4.3.9 Bagan warna daun (BWD)

Bagan Warna Daun (BWD) yang digunakan adalah standar IRRI. BWD dapat membantu untuk mengetahui apakah tanaman perlu segera diberi pupuk N atau tidak dan berapa takaran N yang perlu diberikan. Pemberian N berdasarkan pengukuran warna daun dengan BWD dapat menghemat pemakaian pupuk sebanyak 15-20% dari takaran umum digunakan petani tanpa menurunkan hasil. BWD berbentuk persegi panjang dengan empat kotak skala warna, mulai dari hijau muda sampai hijau tua dan diletakan tepat berada di bawah tangkapan kamera.

Sakelar  pencacah 

(7)

4.3.10 Program komputer

Dalam pengolahan citra dari hasil citra yang didapatkan digunakan aplikasi Visual Baic 6.0. Pengolahan dan pengambilan citra digunakan dua buah aplikasi terpisah yakni pertama aplikasi untuk mengambil citra saat berada di lahan dan yang kedua adalah aplikasi untuk mengolah citra.

Aplikasi pengambil citra di lapangan memiliki kemampuan untuk dapat menghitung sakelar pencacah dan menangkap citra. Cara kerja dari aplikasi ini adalah program akan membaca sinyal jarak yang diberikan oleh konter. Sinyal ini kemudian yang memberikan perintah pada program untuk mengambil citra dimana program ini telah terhubung dengan kamera CCD. Tampilan aplikasi ini dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Program pengambil citra

Aplikasi visual basic digunakan untuk mengolah citra. Aplikasi ini memiliki kemampuan untuk melakukan thresholding utuk memisahkan warna hijau daun yang diperlukan dengan warna lainnya seperti tanah dan gulma. Program ini juga memiliki kemampuan untuk membandingkan warna hijau pada daun dengan BWD dan menyimpulkan warna daun terdapat pada tingkat BWD tertentu. Program ini pula dapat mencatat jumlah piksel berserta luas kerimbunan daun. Tampilan aplikasi pengolah citra dapat dilihat pada Gambar 11 dan Gambar 12.

(8)

24  Gambar 11. Aplikasi pengolah citra

Gambar 12. Aplikasi pengolah citra

4.3 Uji Coba

Sebelum melakukan uji coba di lahan, harus dilakukan persiapan alat terlebih dahulu. Persaiapan alat yang pertama dilakukan adalah memastikan semua komponen terpasang dengan baik mulai dari roda, gagang, dudukan kamera sampai semua perangkat elektronik yang digunakan.

Dalam pemasangan komponen-komponen alat yang harus diatur dengan tepat adalah mengatur ketinggian. Ketinggian alat akan sangat mempengaruhi luas tangkapan kamera serta pengoperasian alat di lahan kedelai. Ketinggian alat yang cocok untuk penggunaan di lahan kedelai adalah tinggi meja harus 100 cm dari permukaan tanah. Hal ini dilakukan agar alat dapat secara leluasa melewati bagian atas tanaman saat dioperasikan di lahan. Pengaturan ketinggian alat ini dapat dilakukan dengan cara mengubah posisi as roda ke lubang yang lebih sesuai. Agar mendapatkan ketinggian 100 cm

(9)

maka as roda harus ditempatkan pada lubang yang paling bawah. Pengaturan jarak antara roda juga perlu dilakukan agar roda tidak akan menabrak tanaman saat dioperasikan.

Persiapan selanjutnya yang harus dilakukan adalah mengatur jumlah tonjolan pada roda yang digunakan sebagai komponen sakelar pencacah. Pengaturan jumlah tonjolan yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 2. Dijelaskan pada Lampiran 2 bahwa bila menggunakan jumlah magnet 8 buah dengan keliling roda 188.4 cm maka lebar tangkapan yang paling sesuai digunakan adalah sebesar 72 cm, 86 cm, 118 cm, dan 142 cm dengan ketelitian diatas 98 %. Ketelitian alat terhadap lebar tangkapan dapat dilihat pada Gambar 13 dan Lampiran 2.

Gambar 13. Ketelitian pengambilan citra

Jumlah konter juga sangat berpengaruh dengan lebar tangkapan yang diinginkan. Penyesuaikan tinggi kamera yang tepat dan dengan jumlah magnet konter yang ada maka akan mengoptimalkan hasil citra yang didapatkan. Dalam uji coba kamera ini digunakan kamera webcam dengan tangkapan citra lebar 105 cm dan panjang 80 cm dan dicobakan pada lahan datar. Jarak kamera dari lantai yang digunakan adalah 108 cm. Metode kalibrasi yang dilakukan adalah untuk menguji apakah alat akan berjalan baik saat digunakan untuk mengambil citra lantai tegel dengan luas tegel sebesar 20 x 20 cm. Tegel pada lantai juga telah diberikan nomor agar diketahui sejauh mana kamera telah memotret. Gambar 14 menunjukan citra kalibrasi yang diakukan di Lab. Sistem Manajemen Mekanisasi Pertanian Departemen TMB IPB.

(10)

26  Gambar 14. Citra hasil uji coba di lab

Gambar 14 adalah sebuah citra gabungan dari empat buah citra pemotretan. Hasil yang didapatkan cukup baik dimana citra tepat tersambung dengan foto lainnya. Terdapat pula overlap yang terjadi namun tidak cukup besar yakni sekitar 1 sampai 2 cm. Hal ini menunjukan bahwa alat telah berkerja dengan baik bila dioperasikan di tempat yang datar.

4.4 Lahan

Penelitian ini menyiapkan lahan khusus tanaman utama kacang kedelai. Lahan yang dipersiapkan secara keseluruhan memiliki ukuran panjang 24 meter dan lebar 12 meter, Denah lahan dapat dilihat pada Lampiran 4. Kegiatan penyiapan lahan berupa pengolahan tanah harus dilakukan untuk menciptakan kondisi tanah yang paling sesuai untuk pertumbuhan tanaman dan permukaan tanah cenderung sudah mengeras akibat lahan telah diberakan lebih dari 2 bulan. Pembuatan saluran drainase juga diperlukan untuk mempercepat pembuangan kelebihan air dan untuk mencegah peningkatan erosi akibat tindakan pengolahan tanah.

Proses pengolahan tanah yang dilakukan dibagi menjadi dua tahap yaitu pengolahan tanah pertama yakni ditujukan untuk mengurangi kekuatan tanah, menutup vegetasi permukaan, dan mengatur agregat tanah. Kemudian dilanjutkan dengan pengolahan tanah kedua yakni ditujukan untuk lebih menghaluskan bongkahan tanah sehingga menghasilkan kondisi tanah yang lebih baik. 

(11)

Lahan tersebut kemudian akan dibagi menjadi tiga yakni lahan A, B, dan C dengan delapan baris pada setiap lahan setiap lahan akan dipisahkan dengan saluran drainase. Peta lahan dapat di lihat pada Gambar 15. Varietas tanaman kedelai yang digunakan dalam penelitian kali ini varietas kedelai Anjasmoro. Proses penanaman kedelai menggunakan alat bantu berupa tugal yang digunakan untuk membuat lubang tanam kacang kedelai sedalam 10 cm.

B

A

C

  Gambar 15. Peta lahan

Lahan A dengan luas 23 m x 3 m akan dibuat delapan baris tanaman kedelai dengan jarak tanam 40 cm x 20 cm. Lahan A tersebut akan diberikan pupuk urea, KCl, dan SP18. Dosis dari pemberian pupuk pada lahan A antara lain urea sebanyak 0.63 kg, KCl sebanyak 0.84 kg, dan SP18 sebanyak 0.84 kg.  

Lahan B juga akan dilakukan pemberian pupuk. Pupuk yang diberikan pada lahan ini berbeda. Lahan B yang ukurannya 3 m x 23 m ini akan mendapatkan pupuk urea sebanyak 0.21 kg, pupuk KCl sebanyak 0.315 kg, dan pupuk SP 18 sebanyak 0.315 kg. Keterangan pemberian pupuk dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5.

Tabel 4. Dosis pemberian pupuk pada lahan A dan B

Nama lahan Urea (kg) KCl (kg) SP18 (kg)

A 0.63 0.84 0.84

B 0.21 0.31 0.31

Lahan C akan mendapatkan perlakuan yang berbeda dari kedua lahan sebelumnya. Lahan C yang memiliki luas 3 x 23 m ini akan dilakukan variasi pemupukan di setiap barisannya. Baris pertama dan kedua sepanjang 12 m awal akan diberikan dosis pupuk urea sebanyak 0.078 kg, KCl

25 m 

(12)

28  sebanyak 0.15 kg, dan SP18 sebanyak 0.15 kg. Baris tiga dan empat akan diberikan pemupukan 0.028 kg, KCl sebanyak 0.039 kg, SP18 sebanyak 0.039 kg, dan sisa 12 meter selanjutnya tidak akan diberikan pupuk.

Tabel 5. Dosis pemberian pupuk pada lahan C

Baris Urea (kg) KCl (kg) SP18 (kg)

1 dan 2 (12 m pertama) 0.078 0.15 0.15

3 dan 4 (12 m pertama) 0.028 0.039 0.039

5 dan 6 (7.5 m pertama) 0.026 0.035 0.035

5 dan 6 (7.5 m kedua) 0.0087 0.013 0.013

7 dan 8 Tidak dipupuk

Pada baris lima dan enam akan terdapat perbedaan pemupukan pada setiap 7.5 meter. Pada 7.5 m pertama akan dilakukan pemupukan dengan dosis urea sebanyak 0.026 kg, KCl sebanyak 0.035 kg, dan SP18 sebanyak 0.035 kg. Pada 7.5 m kedua akan diberikan urea sebanyak 0.0087 kg, KCl sebanyak 0.013 kg, dan SP18 sebanyak 0.013 kg. Sisanya tidak akan diberikan pupuk. Baris tujuh dan delapan tidak akan dilakukan pemberian pupuk untuk mengetahui pertumbuhan tanaman bila tidak mendapatkan tambahan pupuk sedikitpun.

4.5 Uji Kinerja

Dilakukan beberapa persiapan terlebih dahulu seperti mengatur ketinggian alat, ketinggian kamera, pemasangan perangkat elektonik dan memastikan kesiapan lahan pada tahap pengoperasian alat. Ketinggian alat yang digunakan adalah sebesar 100 cm dan ketinggian kemera sebesar 98 cm dari tanah. Pengambilan citra dilakukan selama dua hari. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan pencahayaan yang sama pada setiap pemotretan.

Uji coba alat pertama dilakukan pada jam 10 pagi dengan kondisi cuaca cerah penyinaran matahari sekitar 800 lux. Saat pengambilan citra, tanaman sudah berumur 33 hari. Pengambilan citra pertama kali dilakukan pada lahan A. Sensor jarak yang digunakan adalah sakelar pencacah dengan delapan buah sensor. Data yang akan diambil adalah citra warna daun dengan terdapat BWD didalamnya. Dalam sekali pengambilan citra, lebar tangkapan kamera dapat menjangkau dua baris tanaman kedelai. Lahan A yang terdapat delapan baris, alat akan melintas sebanyak empat kali begitu pula pada lahan B dan C.

Saat pengambilan citra terdapat beberapa kendala yakni sulitnya pengendalian alat karena tanaman yang sudah mulai besar. Kondisi tanaman yang sudah mulai besar ini yang menyebabkan beberapa kali tanaman tertabrak oleh roda. Terdapat pula beberapa kendala lainnya, yakni sulitnya untuk menjaga ketinggian kamera agar tetap pada jarak 98 cm dari tanah akibat kontur lahan yang tidak rata.

Saat dioperasikan sensor penghitung jarak berkerja dengan baik dimana setiap jarak 23 cm maka akan memberikan sinyal pada program untuk melakukan pemotretan. Akan tetapi, panjang lintasan sedikit dikurangi sekitar 3 m untuk memberikan ruang gerak pada alat untuk berputar ke baris berikutnya dan bersiap untuk memotret. Pada Gambar 16 ditampilkan contoh hasil citra yang ekstrim.

(13)

(a) Citra blur (b) BWD menabrak tanaman

(c) Tanaman Jarang (d) Tanaman Penuh Gambar 16. Berbagai ragam citra hasil tangkapan kamera

4.6 Program

Pengambilan informasi tingkat warna daun yang terdapat pada tanaman diambil dari image

processing citra hasil pemotretan. File-file tersebut diolah dengan menggunakan aplikasi Visual Basic

6.0. Pengolahan citra dilakukan dengan cara memisahkan antara warna daun dengan warna yang lain. Pengolaha citra atau proses thresholding warna ini mengunakan tiga tahap pemisahan warna. Setiap tahap pengolahan citra terdapat batas nilai RGB. Batas nilai RGB yang digunakan juga dibedakan berdasarkan besarnya pencahayaan pada saat pengambilan citra. Batas thresholding untuk setiap pengambilan citra dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Nilai RGB pada proses thresholding Waktu

pengambilan citra

Thresholding tingkat 1 Thresholding tingkat 2 Thresholding tingkat 3

R G B R G B R G B Pagi >190 - ‐  >210 >150 >165 >100 >150 - Siang >190 - ‐  >200 >140 >160 >90 >145 - Sore >190 - ‐  >190 >140 >160 >90 >145 - Tabel 6 menjelaskan mengenai batas-batas nilai warna yang digunakan dalam proses

thresholding. Batas-batas ini yang nantinya berfungsi sebagai pemisah antara warna yang dibutuhkan

dan yang tidak dibutuhkan. Terdapat tiga buah perlakuan dalam thresholding citra berdasarkan waktu pengambilannya. Dalam tiap perlakuan juga akan dilakukan tiga buah tingkatan sistem thresholding yang tersaji pada Tabel 6. Hasil dari thresholding dengan menggunakan tiga tingkatan tersebut dapat ditunjukan pada contoh citra pada Gambar 17.

(14)

30  Gambar 17. Contoh citra hasil thresholding

4.7 Peta

Setelah dilakukan pengolahan citra maka dibuat peta perlakuan dengan referensi tingkat warna BWD. Peta perlakuan berfungsi menunjukan perlakuan apa yang harus diberikan pada setiap bagian pada citra yang mewakili kondisi di lapangan. Peta yang dibuat adalah berupa peta perlakuan dimana setiap bagian di lahan akan mendapatkan perlakuan pemberian pupuk yang berbeda berdasarkan tingkat warna daunnya. Tingkat warna daun pada setiap citra didapatkan dari proses pengolahan citra.

Pada bagian awal telah dijelaskan bahwa pengaturan ketinggian kamera yang digunakan adalah sebesar 98 cm dengan panjang tangkapan sebesar 66 cm. Akan tetapi, setelah dilakukan penelitian berikutnya, pengaturan panjang tangkapan sebesar 66 cm akan menyebabkan ketelitian hanya mampu mencapai 71.4%. Hal ini pula yang menyebabkan hasil tangkapan citra yang didapatkan maksimal 24 buah citra dari yang seharusnya berjumlah 34 dari lintasan lahan sepanjang 23 m.

Selain mendapat pengaruh besar dari pengaturan tinggi kamera, jumlah citra yang didapat per lintasan lahan sepanjang 23 m juga dipengaruhi oleh kemampuan operator dalam mengoperasikan alat. Pengoperasian yang tidak benar seperti berbelok-belok dan sulitnya mempertahankan tinggi kamera agar tetap 98 cm yang diakibatkan kontur lahan yang tidak rata tentu saja dapat menyebabkan jumlah citra per lintasan berkurang. Hal tersebut menyebabkan setiap lintasan terdapat perbedaan jumlah citra yang ada.

Peta lahan dibuat terpisah dari kegiatan pengambilan citra. Citra yang telah didapatkan dari proses pemotretan kemudian akan diolah dengan menggunakan aplikasi Visual Basic. Pada aplikasi ini akan dipisahkan warna selain daun kedelai dengan proses thresholding. Pada proses thresholding harus dilakukan secara teliti karena beragamnya karakteristik setiap citra yang didapatkan. Selain mendapatkan nilai tingkat BWD dari setiap citra yang ada, pada proses pengolahan citra ini didapatkan pula nilai luas daun per tanaman dan jumlah pixel daun yang ada dalam satu citra.

Setelah data-data didapat dari mengolah seluruh citra maka, dapat dibuat peta lahan yang nantinya akan menjadi acuan pemupukan pada setiap lahan yang diwakili oleh citra yang ada. Peta ini dibuat dengan mengambarkan setiap citra yang mewakili daerah pada lahan tanam kedelai, dimana pada setiap luas yang diwakili oleh luas tangkapan citra akan memiliki warna tertentu berdasarkan tingkat BWD. Peta perlakuan yang dibuat dapat dilihat pada Gambar 18. Pada setiap baris perlakuan terdapat 24 buah citra yang mewakili jumlah citra yang seharusnya didapatkan. Selain membuat peta perlakuan berdasarkan tingkat warna daun dari setiap citra, dibuat pula perbandingan antara citra asli dengan tingkat warna daun yang didapatkan dari pengolahan citra. Perbandingan citra dan hasil pendugaan warna daun ditunjukan pada Lampiran 4.

(15)

Data tidak tersedia

Lahan A

Lahan B

Lahan C

Gambar 18. Peta lahan berdasarkan tingkat warna daun

4.8 Kelemahan Alat

Alat sensor citra tampak daun kedelai ini memiliki beberapa kelemahan. Dalam pengoperasiannya, sulit untuk menjaga ketinggian kamera untuk tetap berada di jarak yang terus sama dengan permukaan tanah karena keadaan lahan yang tidak rata. Terdapat beberapa kesulitan pula saat mengendalikan alat ketika sedang berputar. Alat yang memiliki ukuran cukup besar agak sulit untuk berputar karena lintasan yang terbatas sehingga menyebabkan terdapat beberapa tanaman kedelai yang tertabrak.

Terdapat kelemahan lain dalam menggunakan sakelar pencacah sebagai sensor jarak. Mekanisme sakelar pencacah yang menggunakan papan berputar dengan delapan buah tonjolan dan akan menekan sakelar ketika berputar memiliki kontruksi yang tidak cukup kuat. Terdapat beberapa kendala pula bila menggunakan komputer jinjing di lahan, karena komputer jinjing tersebut akan sering error bila terlalu lama terkena sinar matahari langsung.

Kesulitan pula didapatkan dalam menjaga sambungan kabel-kabel peralatan untuk tetap terpasang sempurna karena kondisi lahan tidak rata yang menyebabkan alat sering terguncang. Kamera CCD yang dipakai juga belum cukup baik, kamera tersebut belum memiliki shuter speed

Lahan A  Lahan B  Lahan C 

Tingkat warna 5 Tingkat warna 4 Tingkat warna 3 Tingkat warna 2

(16)

32  yang tinggi untuk mengambil citra dalam keadaan bergerak. Kamera CCD yang digunakan juga belum memiliki diafragma otomatis yang dapat mengatur kamera pada berbagai pencahayaan.

4.9 Pengukuran Pertumbuhan Tanaman dan Kesuburan Tanah

4.9.1 Pertumbuhan tanaman

Pengamatan pertumbuhan tanaman juga dilakukan adalah pengamatan berat, tinggi, lebar tajuk, dan tingkat warna daun. Data pertumbuhan tanaman dapat dilihat pada Tabel 6. Dari Tabel 6 dapat dilihat perbedaan pertumbuhan tanaman pada setiap lahan.

Tabel 6. Data pertumbuhan tanaman

Kode tanaman * Massa (g) Tinggi tanaman (cm) Lebar tajuk (cm) Tingkt warna daun

a1 10 42 20 3 a2 10 39 20 3 a3 20 29 14 3 a4 25 25 10 2 a5 10 33 18 2 a6 15 37 14 3 a7 15 30 10 2 a8 5 16 7 3 a9 10 32 15 3 b1 20 29 10 3 b2 10 28 13 3 b3 5 28 10 3 b4 25 35 10 3 b5 5 23 10 3 b6 10 27 17 3 b7 15 30 17 3 b8 10 28 15 2 b9 5 14 12 3 c1 10 30 13 3 c2 20 34 14 2 c3 15 33 14 3 c4 10 36 16 3 c5 10 25 10 2 c6 10 36 14 2 c7 15 50 23 4 c8 10 43 22 3 c9 15 34 18 4

Keterangan : * = diambil dari lahan A,B, atau C dengan jumlah sampel masing-masing 9 tanaman/lahan

Setelah citra diolah dengan menggunakan program maka dapat dibandingkan antara pengukuran BWD secara manual dan pendugaan. Data perbandingan dapat dilihat pada Tabel 7. Dengan data tersebut dapat dilihat bahwa ketelitian alat dalam menduga BWD 2, 3, dan 4 masih

(17)

sekitar 71.4%, 61%, dan 100%. Hal ini disebabkan oleh kualitas citra yang kurang baik sehingga menyulitkan pembacaan pada saat proses image processing.

Tabel 7. Akurasi pendugaan tingkat warna daun Pengukuran manual Jumlah sampel Pendugaan Akurasi (%) 2 3 4 5 2 7 5 2 - - 71.4 3 18 1 11 6 - 61.1 4 2 - - 2 - 100

4.9.2

Analisis kesuburan tanah

Pengujian tanah dilakukan dengan mengambil sampel tanah pada beberapa titik di lahan. Pengujian tanah ini berfungsi sebagai pembanding penggunaan BWD pada tanaman kedelai. Pengambilan sampel tanah dilakukan dengan mengambil sebanyak setengah kilogram tanah pada sekitar tanaman kedelai dengan kedalaman 0 sampai 30 cm atau sama dengan kedalaman perakaran kedelai.

Lahan tanaman kedelai pada percobaan kali ini adalah seluas 288 m2 yang telah mengalami pemupukan pertama. Kemudian lahan dibagi menjadi tiga buah yakni lahan A, B, dan C. Pada lahan A dilakukan pengambilan sampel tanah dari lima titik berbeda yakni pada setiap sudut lahan dan bagian tengah lahan. Sampel tanah pada lahan A diberikan nama A1, A3, A5, A7, dan A9. Lahan B juga dilakukan lima buah pengambilan sampel tanah pada lima titik yang sama seperti pada lahan A. Lima titik pada lahan B diberikan nama B1, B3, B4, B5, B7, dan B9. Dilakukan perlakuan yang sama pada lahan C, akan tetapi pada lahan C pengambilan sampel ditambah menjadi sembilan buah sampel tanah. Hal ini dikarenakan bervariasinya unsur hara yang terdapat pada lahan. Sampel tanah pada lahan C diberi nama C1, C3, C5, C7, C9, C10, C11, dan C12.

Pengujian tanah yang dilakukan meliputi pengujian pH H2O, pH KCl, C-org, N-Total, P, K, KTK, pasir, debu, dan liat. Dari data yang ada dapat dibuat grafik hubungan antara nilai tingkat warna daun dengan setiap kandungan unsur hara yang terdapat di tanah. Agar diketahui hubungan antara beberapa parameter kesuburan tanah dengan tingkat warna daun maka dilakukan analisis regeresi. Pengujian tanah menghasilkan data yang menyebar sehingga perlu dilakukan pengambilan rata-rata nilai berbagai parameter kesuburan tanah yang ada berdasarkan tingkat warna daun. Grafik hubungan antara tingkat warna daun dengan setiap parameter kesuburan tanah akan ditampilkan pada Gambar 19 sampai dengan Gambar 32.

(18)

34  Gambar 19. Sebaran kandungan N pada beberapa tingkat warna daun

Gambar 20. Hubungan antara rata-rata kandungan N pada tanah dan beberapa tingkat warna daun

Kandungan N pada tanah yang ditunjukan pada gambar di atas menyatakan bahwa nilai koefisien korelasinya adalah sebesar 0.63 serta persamaan regresinya adalah y = -0.005x + 0.163. Nilai korelasi demikian masih belum menunjukan adanya hubungan antara semakin banyaknya kandungan nitrogen dalam tanah dengan meningkatnya tingkat warna daun. Persamaan regresi yang menghasilkan gradien -0.005 juga menjelaskan bahwa semakin banyak kandungan nitrogen dalam tanah belum tentu akan mempengaruhi tingkat warna daunnya. Gambar 21 dan 22 menggambarkan sebaran kandungan fosfor dalam tanah dan hubungan kandungan fosfor dalam tanah dengan tingkat warna daun yang dihasilkan namun perubahan jumlah kandungan nitrogen dalam tanah ini masih berkisar pada jumlah yang sangat kecil yakni sekitar 0.01 ppm.

(19)

Gambar 21. Sebaran kandungan P pada beberapa tingkat warna daun

  Gambar 22. Hubungan antara rata-rata kandungan P pada tanah dan beberapa

tingkat warna daun

Setelah dilakukan analisis regresi dari rata-rata kandungan fosfor dengan hubungannya pada tingkat warna daun menghasilkan hubungan yang positif dibuktikan dengan koefisien korelasinya yang cukup besar yakni 0.98 dan pada persamaan regresi y = 1.210x + 1.172 menghasilkan gradien positif. Hal ini menyebabkan banyaknya kandungan fosfor pada tanah akan mempengaruhi tingkat warna daun kedelai.

(20)

36  Gambar 23. Sebaran kandungan keasaman H2O pada beberapa tingkat warna daun

Gambar 24. Hubungan antara rata-rata kandungan keasaman H2O pada tanah dan beberapa tingkat warna daun

Peningkatan pH H2O walaupun sangat kecil yakni meningkat sebesar 0.5 masih menunjukan hubungan fungsional yang positif. Hubungan fungsional positif ini ditunjukan oleh koefisien korelasi sebesar 0.923 dan persamaan regresi H2O yaitu y = 0.225x + 4.596. Nilai yang gradien yang positif juga menunjukan kecenderungan peningkatan tingkat warna daun pada kenaikan pH. Persamaan regresi yang diambil menggunakan data rata-rata pH H2O setiap tingkat warna daun kedelai yang ditampilkan pada Gambar 23 dan Gambar 24.

(21)

Gambar 25. Sebaran kandungan C-org pada beberapa tingkat warna daun

Gambar 26. Hubungan antara rata-rata kandungan C-org pada tanah dan beberapa tingkat warna daun

Belum ditemukan hubungan cukup tinggi antara kenaikan persentase C-org dengan bertambahnya tingkat warna daun kedelai dari data yang ditampilkan oleh Gambar 25 dan Gambar 26. Persamaan regresi dari kandungan rata-rata C-org banding tingkat warna daun masih menunjukan gradien positif yakni sebesar 0.013 namun koefisien korelasi sebesar 0.317 masih sangat kecil untuk menunjukan adanya hubungan antara kedua variabel yang ada.

(22)

38  Gambar 27. Sebaran kandungan K pada beberapa tingkat warna daun

Gambar 28. Hubungan antara rata-rata kandungan K pada tanah dan beberapa tingkat warna daun

Besar nilai regresi yang ditunjukan oleh Gambar 27 dan Gambar 28 mengenai hubungan antara K (me/100g) pada tanah dengan tingkat warna daun kedelai menghasilkan koefisien korelasi sebesar 0.968. Nilai koefisien korelasi tersebut menunjukan terdapat hubungan positif antara kenaikan rata-rata parameter K pada setiap tingkat warna daun dengan tingkat warna daun kedelai. Persamaan regresi y = 0.033x + 0.081 juga menunjukan hubungan fungsional yang positif pula.

(23)

Gambar 29. Sebaran kandungan KTK pada beberapa tingkat warna daun

Gambar 30. Hubungan antara rata-rata kandungan KTK pada tanah dan beberapa tingkat warna daun

Rata-rata kapasitas tukar kation menghasilkan hubungan yang positif dengan kenaikan tingkat warna daun dengan koefisien korelasi sebesar 0.997 dan persamaan regresi y = 2.12x + 5.820, sehingga dapat dikatakan bahwa meningkatnya kapasitas tukar kation pada tanah akan menyebabkan meningkatnya tingkat warna daun kedelai yang ditunjukan pada Gambar 29 dan Gambar 30. Hal yang sama juga dapat ditemukan pada rata-rata pH KCl pada lahan. Didapatkan persamaan regresi y = 0.208x + 3.657 yang menghasilkan gradien positif serta koefisien korelasi sebesar 0.916. Nilai gradien yang positif tersebut menunjukan bahawa bahwa jika pH KCl meningkat dari sekitar 4 ke 4.5 akan menunjukan peningkatan tingkat warna daunnya. Grafik pH KCl dapat dilihat pada Gambar 31 dan Gambar 32.

(24)

40  Gambar 31. Sebaran kandungan keasaman KCl pada beberapa tingkat warna daun

Gambar 32. Hubungan antara rata-rata kandungan keasaman KCl pada tanah dan beberapa tingkat warna daun

Dari pengujian tanah yang ada maka dapat diketahui bahwa terdapat hubungan antara berbagai parameter kesuburan tanah dengan tingkat warna daun kedelai. Hubungan tersebut bisa dikatakan tinggi dibuktikan dengan koefisien korelasinya yang lebih dari 0.81. Terdapat beberapa parameter kesuburan tanah yang menghasilkan hubungan positif dan memiliki interpretasi hubungan yang rendah dan sangat rendah yakni pada parameter nitrogen dan kandungan C-org. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor biologis dari tanaman kedelai.

Dengan mengunakan data kesuburan tanah yang ada maka dibuat peta variabel kesuburan tanah. Peta tersebut dibuat menggunakan parameter kesuburan tanah yang mempunyai koefisien korelasi yang cukup besar yaitu fosfor. Gambar 33 menunjukan peta lahan berdasarkan unsur fosfor dengan koefisien korelasi sebesar 0.98.

(25)

Lahan A

Lahan B

Lahan C

Gambar 33. Peta lahan berdasarkan kandungan unsur fosfor ≤ 4 ppm 4 - 5.2 ppm 5.2 - 6.4 ppm

Gambar

Gambar alat dapat dilihat pada Gambar 4.
Tabel 3. Hubungan antara tinggi kamera dan tangkapan citra  Tinggi kamera dengan tanah
Gambar  5. Alat sensor citra tampak untuk menduga  kesuburan tanah melalui tingkat warna daun
Gambar 7. Garpu
+7

Referensi

Dokumen terkait

peternak sapi perah di Kabupaten Tasikmalaya signifikan dipengaruhi oleh faktor karakteristik inovasi (biogas), faktor persepsi penerima (peternak), dan faktor agen

h) Menu selanjutnya adalah Overview, dimana konfigurasi pada tahap sebelum-sebelumnya akan ditampilkan sebelum paket CMS Joomla di instalasi. Ada hal yang harus diperhatikan

Nilai koefisien regresi X 2 terhadap Y sebesar 0,131 berarti setiap kenaikan satu jumlah tanggungan pengrajin maka pendapatan naik rata-rata sebesar 0,131 juta rupiah dan tanda

Kerusakan pada saraf fasialis di meatus akustikus internus (karena tumor), di telinga tengah (karena infeksi atau operasi), di kanalis fasialis (perineuritis,

Hasil korelasi Pearson menunjukkan bahnwa fluks DOC berkorelasi positif dengan C-organik, total-N, dan kapasitas tukar kation (KTK), tetapi berkorelasi negatif

Gubernur Sumbar Mahyeldi Ansharullah memgatakan, 5 titik yang telah selesai itu masing-masing perbatasan Kabupaten Padang Pariaman dan Kota Padang, Kabupaten Limapuluh Kota dan

Bila MMS (Sinkronisasi Beberapa Monitor) dalam kondisi AKTIF, Dell Display Manager hanya dapat mengelola monitor pertama yang tersambung ke sistem dan memiliki kontrol terbatas

Dalam bidang kepemudaan, organisasi-organisasi pemuda di Banyumas sebagai wadah pengembangan potensi pemuda cukup beragam, antara lain: organisasi berorientasi