• Tidak ada hasil yang ditemukan

Badan Pembinaan Hukum Nasional 2009 w hlm. 21. Oleh : Prof. Dr. H. Taufik Sri Soemantri, S.H.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Badan Pembinaan Hukum Nasional 2009 w hlm. 21. Oleh : Prof. Dr. H. Taufik Sri Soemantri, S.H."

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Badan Pembinaan Hukum Nasional 2009

w

hlm. 21

KEMUNGKINAN DIBERLAKUKANNYA PERUBAHAN UUD 1945 UNTUK KELIMA KALJ"'

Oleh : Prof. Dr. H. Taufik Sri Soemantri, S.H.

Pendahuluan

Untuk mengetahui dan memahami perlu dan tidaknya dilakukan perubahan terhadap UUD 1945 kelima kali, perlu dipahami lebih dahulu apa undangwundang dasar itu, apakah undang-undang dasar lama dengan konstitusi, dan mengapa negara memerlukan undang-undang dasar, dan setelah itu perlu jugs dijawab, mengapa undangwundang dasar diubah. Seperti diketahui, dalam kepustakaan Inggris dikenal adanya istilah constitution. Dalam pada itu,

kepustakaan Belanda mengenal dua istilah, yaitu gromlwet dan constitutie.

Beberapa pakar hukum tata negara Belanda, seperti antara lain Crince Le Roy mengemukakan bahwa grondwet sama dengan constitutie (De Grote Winkler Prins, 1947, 1954, him 671 dan him 712).

Dengan demikian, apabila kita mengenal adanya written constitution dan unwritten constitution (geschreven constitutie dan ongeschreven constitutie),

dikenal pula adanya geschreven grondwet dan ongeschreven grondwet (HR

Sri Soemantri M, Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi, him I, Catatan kaki). Apabila hal itu kita terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, akan kita temukan perkataan atau istilah "Konstitusi tertulis dan undangwundang dasar tidak tertulis". Istilah undangwundang dasar merupakan terjemahan istilah Belanda "grondwet" ("wet"= undang-undang, sedangkan "grand"= dasar

(tanah)). Dengan demikian, sebagai bangsa yang selama lebih kurang 350 tahun dijajah Belanda, banyak pengaruh Belandayangditerima oleh Indonesia. Pengaruh sangat besar dari Belanda terjadi pada bidang hukum. Bahkan sampai sekarang masih berlaku peraturan perundangwundangan Belanda.

Negara dan Undang-Undang Dasar

Adalah satu kenyataan bahwa tidak ada satu negara, betapapun kecilnya negara itu, yang tidak mempunyai undangwundang dasar (konstitusi). Bahkan negara dan konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Untuk mengetahui dan memahami hubungan antara keduanya, perlu dijawab lebih dahulu, apa negara?

•· Disampaikan dalam Konvensi Hukum Nasional tentang UUD 1945 Sebagai Landasan Kons titusional Grand Design Sistem dan Politik Nasional, Jakarta 15wl6 April 2008.

(2)

him. 28

-Badon Pembinaan Hukum Nasiona/2009

Negara, yang menurut Konvensi Montevideo mempunyai berbagai unsur yang bersifat konstitutif, adalah sebuah organisasi kekuasaan (machtsorganisatie). Dikatakan sebagai organisasi kekuasaan, karena dalam setiap negara selalu diketemukan adanya pusat-pusat kekuasaan, baik yang berada dalam supra struktur politik, maupun yang berada dalam supra struktur politik. Pusat-pusat kekuasaan yang berada dalam infra struktur politik adalah berbagai organ negara, yang sesuai dengan teori Trias Politika, berapa organ legislatif, organ eksekutif, dan organ yudisial. Di Indonesia hal itu adalah Majelis Pennusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Presiden dan Wakil Presiden, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial, dan Badan Pemeriksa Keuangan. Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), organ tersebut diberi nama lembaga-negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar. Selain lembaga-lembaga negara di atas, masih terdapat lembaga-lembaga-negara lain yang tidak diatur dalam UUD 1945. Keberadaan lembaga-negara tersebut diatur dalam undang-undang, seperti antara lain Komisi Pemberantasan Korupsi dan yang diatur dalam Keputusan Presiden, seperti Komisi Reformasi Hukum Nasional.

Adapun pusat-pusat kekuasaan yang berada dalam infra struktur politik ialah partai politik, golongan atau kelompok kepentingan (seperti pekerja, pctani, nelayan), golongan atau kelompok penekan/pressure groups seperti mahasiswa, alat komunikasi politik, seperti antara lain media cetak dan media elektronika, dan tokoh politik (political figure).

Pusat-pusat kekuasaan seperti dikemukakan di atas mempunyai atau memiliki kekuasaan. Adapun yang dimaksud dengan kekuasaan adalah kemampuan untuk mengendalikan (pihak lain). Kekuasaan juga diartikan sebagai kemampuan untuk memaksakan kehendaknya (kepada pihak lain).

Dalam pada itu, kekuasaan sendiri mempunyai kecenderungan bersalahguna. Lord Acton mengatakan

''power tends to corrupt, absolute

power corrupt absolutely".

Kita dapat membayangkan, apabila yang menyalahgunakan kekuasaan itu negara. Negara sebagai organisasi kekuasaan dapat menyalahgunakan kekuasaan yang dimiliki oleh negara tersebut. Hal ini terjadi melalui mereka yang memegang berbagai macam jabatan yang ada dalam negara bersangkutan. Yang menjadi persoalan ialah, bagaimana upaya serta cara yang dapat dilakukan untuk mencegah negara tersebut menyalahgunakan kekuasaan? Upaya yang dilakukan ialah, dengan membentuk undang-undang

(3)

Badan Pembinaan Hukum Nasional 2009- him. 29

dasar (konstitusi) sebelum negara dibentuk atau beberapa saat setelah negara itu berdiri.

Timbul kemudian pertanyaan, mengapa Konstitusi (undang-undang dasar) dapat mengendalikan atau membatasi kekuasaan dalam negara? Hal ini dapat diketahui dari materi-muatan yang selalu tercantum dalarn setiap konstitusi. Menurut pendapat pakar hukum tata negara yang bemarna Steenbeek (dalam bukunya "De beproefde grondwet", (1967)), setiap undang-undang

dasar sekurang-kurangnya mengatur tiga kelompok materi-muatan, yaitu: 1. adanya perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia; 2. adanya susunan ketatanegaraan negara yang mendasar; dan 3. adanya pembagian dan pembatasan tugas-tugas ketatanegaraan

yang juga mendasar.

Selain tiga kelompok materi-muatan tersebut, undang-undang dasar juga mengatur materi-muatan lain, seperti antara Jain perubahan undang-undang dasar. ltulah sebabnya kemudian konstitusi dirumuskan sebagai "a collection of principles to which the powers of the government the rights of the governed, and the relations between the two are adjusted" (C.F Strong).

Ten tang Dapat Diubabnya Konstitusi

Seperti telah dikemukakan, tidak ada satu negara yang tidak mempunyai konstitusi atau undang-undang dasar, betapa pun kecilnya negara itu.

Timbul pertanyaan, siapa a tau bad an apa yang diberi wewenang membuat dan menetapkan undang-undang dasar? Ada berbagai nama yang diberikan. Ada yang diberi nama Konstituante, ada yang bemarna Constitutional Convention, ada yang bemamaNational PeopleS Congress, dan di 'Indonesia

badan itu bemama Majelis Permusyawaratan Rakyat. Badan-badan tersebut berisi sejumlah orang yang ditetapkan melalui cara-cara tertentu.

Konstitusi atau undang-undang dasar bagi suatu negara merupakan peraturan dasar yang diharapkan berlaku untuk waktu yang tidak terbatas. Selama negara itu berdiri, undang-undang dasar atau konstitusi selalu ada.

Akan tetapi, karena konstitusi mempunyai daya laku yang cukup lama, ada kemungkinan, beberapa ketentuan yang terdapat di dalamnya tidak sesuai lagi dengan perkembangan masyarakat- negara. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti antara lain perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan sistem politik yang terjadi dalam negara itu, Mengapa hal itu dapat terjadi?

(4)

him. 30 - Badan Pembinaan Hukum Nasiona/2009

Berbagai materi-muatan yang ditetapkan dalam undang-undang dasar tidak terlepas dari situasi dan kondisi yang terdapat dalam masyarakat pada waktu konstitusi itu ditetapkan. Karena masyarakat suatu negara berkembang dan berubah, tidak mustahil ketentuan-ketentuan yang terdapat daJam konstitusi tersebut tidak sesuai lagi dengan perkembangan masyarakatnya. Itulah sebabnya, mereka yang menetapkan undang-undang dasar sepakat dicantumkannya pasal yang memungkinkan konstitusi itu diubah.

Menurut K.C. Wheare (Modem Constitutions), konstitusi dapat diubah melalui cara-cara berikut:

1. some primary forces; 2. formal amendment; 3. judicial interpretations; dan 4. usages and conventions.

Perubahan konstitusi melalui "formal amendment" terjadi, apabila dalam undang-undang dasar ditetapkan pasal tentang prosedur konstitusi diubah. Dalam kaitan ini Lord James Bryce dalam bukunya "Studies in History and

Yurisprndences" mengemukakan adanya dua macam konstitusi, yaitu: I. rigid constitutions (konstitusi tegar); dan

2. flexible constitutions (konstitusi Jentur).

Yang dimaksud dengan rigid constitutions adalah sebuah Konstitusi yang dapat diubah melalui prosedur yang sukar. Yang dimaksud dengan prosedur sukar ialah, apabila quorum untuk sahnya sidang-sidang dengan acara perubahan konstitusi dihadiri oleh sekurang-kurangnya 213 (4/5) dari seluruh anggota badan yang diberi wewenang untuk mengubah undang-undang dasar. Dalam hal ini yang dimaksud dengan flexible constitutions adalah sebuah konstitusi yang dapat diubah melalui prosedur yang mudah. Yang dimaksud dengan prosedur mudah ialah, apabila quorum untuk sahnya sidang dengan acara perubahan undang-undang dasar dihadiri oleh sekurang-kurangnya lebih dari separuh anggota badan yang diberi wewenang untuk mengubah konstitusi.

Selain hal-hal di atas, pada rigid constitution, keputusan tentang perubahan undang-undang dasar dinyatakan sah, apabila disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 ( 4/5) anggota bad an yang diberi wewenang mengubah undang-undang dasar.

(5)

Badan Pembinaan Hulcum Nasional 2009- hlm. 31

undang-undang dasar sah, apabila disetujui oleh sekurang-kurangnya lebih dari separuh anggota badan yang hadir.

Prosed or Yang Dianut Dalam Mengubah UUD 1945

Prosedur untuk mengubah UUD 1945 diatur dalam Bab XVI, Pasal 37. Ketentuan tentang perubahan undang-undang dasar yang tercantum dalam pasal tersebut berbeda dengan yang terdapat dalam UUD 1945 sebelum diubah.

Sebelum UUD 1945 diubah, Pasal 37 yang juga mengatur perubahan undang-undang dasar hanya berisi tiga nonna hukum, yaitu:

I. bahwa yang berwenang untuk mengubah undang-undang dasar adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR);

2. bahwa untuk itu, sidang MPR harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya, 2/3 anggotanya;

3. bahwa keputusan tentang perubahan undang-undang dasar sah apabila disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 anggota MPR yang hadir.

Walaupun menggunakan angka 2/3, baik untuk quorum maupun untuk sahnya keputusan ten tang peru bah an, prosedur yang dianut masih bel urn sukar, apabila dibandingkan dengan isi Pasal37 yang baru. Oleh karena itu, meskipun masih termasuk dalam rigid constitution, tingkat rigidnya masih di bawah Pasal37 UUD 1945 pasca perubahan.

Dalam pada itu, untuk mengubah UUD 1945, Majelis Permusyawaratan Rakyat telah memberikan rambu-rambu sebagai berikut:

1. bahwa Pembukaan UUD 1945 tidak akan diubah;

2. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia tetap dipertahankan;

3. bahwa sistem pemerintahan presidensiil tetap dipertahankan; dan bahkan perlu disempumakan;

4. bahwa hal-hal normatif dalam Penjelasan UUD 1945 sepakat untuk dipindahkan dalam Batang Tubuh UUD 1945; dan

5. bahwa perubahan undang-undang dasar dilakukan melalui sistem addendum (adendum).

Adapun norma hukum yang tercantum dalam Pasal 37 UUD 1945 (baru) adalah sebagai berikut:

(6)

hlm. 32 - Badan Pembinaan Hukum Nasiona/2009

2. bahwa perubahan undang-undang dasar harus diagendakan dalam sidangMPR;

3. bahwa sidang MPR diagendakan, apabila usul perubahan tersebut diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR;

4. bahwa usul perubahan undang-undang dasar harus diajukan secara tertulis dan ditunjukkan bagian yang diusulkan untuk diubah; 5. bahwa sidang MPR untuk mengubah UUD 1945 harus dihadiri

oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota MPR;

6. bahwa putusan tentang perubahan UUD 1945 sah, apabila disetujui oleh sekurang-kurangnya 50 % ditambah satu dari seluruh anggota MPR;

Perlu Tidaknya Perubahan Kelima Terhadap UUD 1945

Untuk menjawab persoalan yang tertera dalam judul di atas, perlu diketahui lebih dahulu, apa saja materi-muatan UUD 1945. Materi-muatan apa (saja) yang perlu (harus) diubah dan mengapa hal itu harus (perlu) diubah.

Seperti telah dikemukakan sebelumnya, konstitusi diadakan untuk antara lain membatasi kekuasaan dalam negara. Dan untuk itu dalam setiap konstitusi sekurang-kurangnya terdapat (diatur) tiga kelompok materi-muatan, yaitu:

1. pengaturan hak-hak asasi manusia;

2. susunan ketatanegaraan negara yang mendansar; dan

3. pembatasan dan pembagian tugas-tugas ketatanegaraan yangjuga mendasar.

Dalam pada itu UUD 1945 sebagai konstitusi tertulis merupakan sebuah dokumen formal yang berisi (Struycken, 1928, him 179):

1. hasil perjuangan politik bangsa di waktu yang lampau;

2. tingkat-tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan bangsa; 3. pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak diwujudkan baik

untuk waktu sekarang maupun untuk masa yang akan datang; 4. suatu keinginan, dengan mana perkembangan kehidupan

ketatanegaraan bangsa hendak dipimpin.

Selain hal-hal di atas, seperti telah dikemukakan, substansi undang-undang dasar ditetapkan pada waktu tertentu, yaitu pada saat negara hendak didirikan. Walaupun yang tercantum di dalamnya diharapkan berlaku untuk jangka

(7)

Badan Pembinaan Hukum Nasional 2009- hlm.

33

panjang ke depan, dalam perjalanan waktu, tidak mustahil, yang diatur dalam undang-undang dasar tidak sesuai Jagi dengan perkembangan masyarakat dan negara. Di samping itu dapat pula telah terjadi perubahan sistem politik suatu negara. Itulah sebabnya, undang-undang dasar tersebut perlu diubah. Konstitusi tertulis di manapun adalah produk sekelompok orang yang menjadi anggota sebuah badan yang berwenang membuat dan menetapkan undang-undang dasar. Oleh karena itu, walaupun manusia dapat berpikir jauh ke depan, yang diatur dalam undang-undang dasar tidak mungkin sepenuhnya sempurna. Bahkan, suatu ketika tidak sesuai lagi dengan jamannya.

Oleh karena itu, ketika pada talmo 1997 tuntutan refonnasi dalam seluruh bidang bergulir, timbul pula kehendak untuk melak.ukan refonnasi terhadap Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Tuntutan tersebut dilaksanak.an pada tahun 1999, ketika Majelis Pennusyawaratan Rakyat Republik Indonesia menyelenggarak.an Sidang Umum. Perubahan terhadap UUD 1945 dilakukan empat kali berturut-turut.

Perubahan Pertama dilakukan oleh MPR pada tanggal19 Oktober 1999; Perubahan Kedua dilakukan oleh MPR pada tanggal 18 Agustus 2000; Perubahan Ketiga dilakukan oleh MPR pada tangga19 November 2001; dan Perubahan Keempat dilakukan oleh MPR pacta tanggal10 Agustus 2002.

Karena perubahan terhadap UUD 1945 dilakukan mela1ui sistem adendum, yang dimaksud dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik l~donesia Tahun 1945 ialah:

I. Pembukaan;

2. Batang tubuh, yang terdiri atas 16 bah, 4 pasal Aturan Peralihan; 3. Aturan Tambahan, yang terdiri atas dua ayat; dan

4. Perubahan Pertama; 5. Perubahan Kedua; 6. Perubahan Ketiga; dan 7. Perubahan Keempat.

Apabila nanti dilakukan perubahan lagi,jumlah isi UUD 1945 bertambah satu lagi, dan merupakan Perubahan Kelima.

Dengan demikian, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dalam Satu Naskah, bukanlah UUD 1945 yang resmi. Apalagi penyatunaskahan tersebut dilakukan Sekretariat Jenderal Majelis Pennusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dan bukan oleh MPR.

(8)

hhn. 34 -Badan Pembinaan Hukum Nasional 2009

kelima?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, perlu kita kaji bagaimana proses perubahan yang dilakukan oleh MPR, dan bagaimana materi-muatan yang ditetapkan sebagai hasil perubahan MPR.

Menurut Pendapat penulis, perubahan terhadap UUD 1945 yang dilakukan oleh Majelis Pennusyawaratan Rakyat Republik Indonesia memang meninggalkan sejumlah masalah. Hal ini disebabkan, berbagai keputusan yang dilakukan oleh MPR seringka\i terjadi melalui kompromi. Kompromi dalam bidang tertentu mungkin dapat mencegah terjadinya instabilitas politik dalam negara. Akan tetapi kalau kompromi politik dilakukan terhadap undang-undang dasar, masalahnya menjadi Jain. Mengapa?

Undang-undang dasar bagi sebuah negara adalah peraturan dasar dalam kehidupan berbangsa dan bemegara yang dimaksudkan berlaku untuk waktu yang lama, bukan puluhan tahun atau ratusan tahun, akan tetapi selama negara itu berdiri. Dan yang lebih penting ialah bahwa undang-undangdasarmengatur berbagai sis tern yang bersifat mendasar seperti sistem politik, sistem ekonomi, sistem hukum, sistem pendidikan dan lain-lain.

Dilihat dari ilmu hukum tata negara (staatsrechtswetenschap), undang-undang dasar juga mengatur sistem perwakilan, sistem pemerintahan dan sistem peradilan.

Tentang sistem perwakilan, dikenal adanya sistem satu kamar dan sistem dua kamar, sedangkan dalam sistem pemerintahan terdapat sistem pemerintahan parlementer dan sistem pemerintahan presidensial. Dalam pada itu tentang sistem peradilan dikenal adanya sistem peradilan tunggal dan sistem peradilan majemuk.

Sistem Perwakilan Yang berlaku di Indonesia

Setelah dilakukan perubahan terhadap UUD 1945, muncul lembaga-negara baru seperti antara lain Dewa:n Perwakilan Daerah. Apakah dengan adanya Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Indonesia menganut sistem dua kamar

?

Sistem dua kamar terjadi, apabila pembentuk undang-undang ada pada dua kamar sepenuhnya. Ini terjadi apabila dianut sistem pemerintahan presidensial. Dalam hal yang dianut sistem pemerintahan parlementer, pembentuk undang-undang ada pada pemerintah dan kedua lembaga perwakilan rakyat tersebut.

Setelah terjadi perubahan terhadap UUD 1945, dalam pembentukan undang-undang dimunculkan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). DPD tersebut terdiri

(9)

Badan Pembinaan Hukum Nasiona/2009- him.

35

atas wakil masing-masing provinsi dengan jumlah yang sama, yaifu empat orang. Keempat orang wakil provinsi tersebut dipilih Jangsung oleh rakyat di masing-masing provinsi.

Dengan demikian, para anggota DPD dipilih secara demokratis. Akan tetapi temyata, dalam pembentukan undang-undang, DPD tidak dilibatkan. Hal ini dapat kita baca dari ketentuan UUD 1945, yang tercantum dalam Pasal 220.

Ayat (I) pasal tersebut menentukan bahwa DPD dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), rancangan undang-undang yang berkaitan dengan:

a. otonomi daerah;

b. hubungan pusat dan daerah;

c. pembentukan, pemekaran serta penggabungan daerah;

d. pengelolaan sum her day a a! am dan sumber day a ekonomi lainnya;

serta

e. yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Ayat (l) tersebut hanya mengatakan "DPD dapat mengajukan". Setelah diajukan kepada DPR, selesailah tugas DPD. Dengan demikian, DPD sebenamya tidak tennasuk pembentuk undang-undang, karena tidak ikut membahas bersama DPR. Oleh karena itu kita tidak dapat mengatakan bahwa Indonesia tidak menganut sistem dua kamar. Muncullah kemudian wacana, bahwa Indonesia menganut

soft bicameralism.

Ayat (2) pasal tersebut ( Pasal 220 ) menentukan bahwa DPD ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan:

a. otonomi daerah;

b. hubungan pusat dan daerah;

c. pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah;

d. pengelolaan sumber daya a\am dan sumber daya ekonomi \ainnya;

e. perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta

f. memberikan pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak pendidikan, dan agama. Dari bunyi ayat (2) juga membuktikan lagi bahwa DPD tidak tennasuk pembentuk undang-undang.

(10)

him. 36 • Badan Pembinaan Hukum Nasional 2009

dua kamar? Paling·paling kita dapat mengatakan bahwa Indonesia menganut "sistem satu setengah kamar''.

Sistem Pemeriutahau Yang Berlaku di Indonesia

Seperti kita ketahui, dalam kepustakaan ilmu hukum tata negara dikenal adanya dua sistem pemerintahan, yaitu sistem pemerintahan parlementer dan sistem pemerintahan presidensial.

Dalam kepustakaan Inggris, seperti antara lain dikemukakan oleh S.L. Writman dan

J.J.

Wuest dalam bukunya Visual Outline of Comparative Government ( 1963), sistem pemerintahan parlementer, yang disebut dengan the Parliamentary Cabinet Government, mempunyai ciri·ciri berikut:

1. sistem tersebut didasarkan atas asas difusi (penyebaran) kekuasaan.

2. tidak adanya pertanggungjawaban bersama antara kekuasaan eksekutif dengan kekuasaan legislatif. Kekuasaan. eksekutif dapat membubarkan legislatif atau eksekutif harus mengundurkan diri bersama para menteri, apabila kebijakannya tidak lagi diterima oleh mayoritas anggota badan legislatif.

3. juga terdapat pertanggungjawaban bersama antara eksekutif (Perdana Menteri) dan anggota kabinetnya;

4. eksekutif (PM, Premier, atau Chancellor) ditetapkan oleh kepala Negara (Raja atau Presiden), sesuai dengan dukungan mayoritas anggota badan legislatif.

Dalam pada itu, sistem pemerintahan presidensial yang dalam bahasa lnggris disebut Presidential Government (S.L. Witman dan

J.J.

Wuest) dan fixed executive system mempunyai ciri·ciri berikut:

1. sistem tersebut didasarkan pada asas pemisahan kekuasaan; 2. eksekutif (kepala pemerintahan) tidak mempunyai kekuasaan

untuk membubarkan badan legislatif atau dia tidak harus berhenti apabila kehilangan dukungan mayoritas anggota legislatif; 3. tidak adanya pertanggungjawaban bersama antara Presiden

dengan anggota-anggota kabinetnya; bahkan para anggota kabinet bertanggungjawab sepenuhnya kepada Kepala Eksekutif;

4. kepala eksekutif dipilih oleh para pemilih.

(11)

Badan Pembinaan Hulcum Nasional2009- him. 31

pertanyaan, sistem pemerintahan apa yang dianut oleh UUD 1945.

Seperti telah dikemukakan, pada waktu akan dilakukan perubahan terhadap UUD 1945, MPR telah menetapkan lima macam rambu-rambu, salah satunya ialah bahwa sistem pemerintahan presidensial tetap dipertahankan, dan bahkan perlu disempumakan. Dari bunyi rambu-rambu tersebut jelas bahwa di Indonesia berlaku sistem pemerintahan presidensial. Yang -menjadi pertanyaan adalah, apakah hal itu sesuai dengan ciri-ciri yang terdapat dalam sistem pemerintahan presidensial?

Dalam sistem pemerintahan presidensial, undang-undang ditetapkan hanya oleh badan legislatif saja. Dengan perkataan lain, pihak eksekutif, dalam hal ini Presiden, tidak ikut terlibat dalam pembentukan undang-undang.

Tetapi, bagaimana hal itu diatur dalam UUD 1945, setelah dilakukan perubahan?

Walaupun dalam Pasal

20

ayat

(I)

dikatakan bahwa DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang, akan tetapi apabila kita baca ayat-ayat berikutnya, ketentuan yang tercantum dalam ayat (1) tersebut tidak adanya artinya. Dalam ayat (2) dikatakan bahwa setiap rancangan undang-undang dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. Bahkan dalam ayat (3) dikatakan:

"Jika rancangan undang-undang tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan undang-undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPR masa itu.

Ini berarti, bahwa sistem pemerintahan presidensial yang dianut oleh Indonesia mengandung unsur-unsur yang terdapat dalam sistem pemerintahan parlementer.

Ten

tang Komisi Yudisial

Salah satu perubahan penting yang dilakukan MPR ialah dibentuknya lembaga-negara baru yang bemama Komisi Yudisial. Walaupun tempatnya yang berada dalam Bab IX tentang Kekuasaan Kehakiman perlu dipersoalkan, akan tetapi keberadaan Komisi Yudisial sangat strategis. Hal ini dapat kita baca dalam Pasa\ 248 ayat (1 ). Dikatakan dalam ayat tersebut bahwa Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehonnatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.

(12)

him. 38 -

Badan Pembinaan Hukum Nasional2009

Yang menjadi pertanyaan ialah, apa yang dimaksud anak kalimat yang berbunyi "dalam rangka menjaga dan menegakkan kehonnatan, keluhuran martabat, serta perilaku para hakim?".

Dengan cara bagaimana hal itu dilakukan oleh Komisi Yudisial? Artinya, dengan cara bagaimana "menjaga dan menegakkan kehonnatan, keluhuran martabat, serta perilaku para hakim" dilakukan?

Ada pendapat yang mengatakan bahwa hal itu dilakukan melalui pengawasan. Timbul kemudian persoalan, dengan cara bagaimana pengawasan tersebut dilakukan? Bagaimana cara melakukan pengawasan terhadap kehonnatan, keluhuran martabat, serta perilaku para hakim? Kemudian perlu juga dijawab, siapa saja yang dimaksud dengan "hakim"?

Undang-undang dasar sebagai peraturan dasar kehidupan berbangsa dan bemegara, tidak boleh berisi nonna yang multi tafsir. Dengan perkataan lain, isi undang-undang dasar harus jelas dan mempunyai satu pengertian.

Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas, diperlukan adanya Perubahan Ke\ima terhadap

UUD 1945.

Referensi

Dokumen terkait

maka siswa akan termotivasi untuk belajar dengan baik. Namun kenyataan menunjukkan, seringkali sifat kepribadian guru dalam proses pembelajaran kurang membangun motivasi

Penelitian yuridis normatif merupakan penelitian yang menganalisa tentang ketentuan hukum/norma hukum, yaitu hubungan antara kebijakan ASI eksklusif yang terdapat dalam

Sementara alat lain yang dipakai adalah kecik atau biji buah sawo, sawo manila, srikaya, tanjung, dan sejenisnya. Bisa juga memakai butiran batu krikil yang

Intiqad berasal dari kata intiqada yang berarti mengeritik atau mengoreksi, yang mempunyai bentuk masdar intiqadan yang berarti kritik atau koreksi. Jadi

Simpulan dari penelitian adalah Audience Response System berbasis Wi-Fi dapat berjalan dengan baik dengan jumlah responden yang banyak tergantung dari konfigurasi

638/BPBD/2016 tanggal 26 Agustus 2016 tentang Perpanjangan Penetapan Status Siaga Darurat Penanggulangan Bencana Asap Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi

Setelah transaksi Anda diproses, Anda bisa menunggu barang tiba dengan estimasi 1-3 hari kerja bagi Anda yang berada di Jakarta, sedangkan untuk yang berada di

Penelitian awal tentang internalisasi ini bertujuan untuk mengetahui persepsi dan bentuk-bentuk pengelolaan sampah pada diri siswa, perubahan perilaku siswa dalam