• Tidak ada hasil yang ditemukan

BERBAGAI PERSOALAN POLITIK BANGSA, DAMPAK DAN SOLUSINYA. Totok Sarsito 1. Abstract. Key words : democrazy, political system, election vote

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BERBAGAI PERSOALAN POLITIK BANGSA, DAMPAK DAN SOLUSINYA. Totok Sarsito 1. Abstract. Key words : democrazy, political system, election vote"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Totok Sarsito1

Abstract

More political party which follow general vote, April 9 in 2009. The condition have give more problem to our political state life. Not only give difficulty to general election building because more political party as follower the moment, but also the democrazy celebration made confusing voters to choose the political party choosing. In other, time to general election of legislative (DPR, DPD and DPRD) and president and local leader is different and give effect in big fund to make the moment. Beside that the moment can make potension of conflict and disintegration in society is more opened. Commitment to make democrazy in our political life must be saved and must be improved. The paper try to describe political party system in Indonesia where now preference is not cheap. So it must be perfected to became our political system is better.

Key words : democrazy, political system, election vote Pendahuluan

Terlalu banyaknya partai politik yang mengikuti Pemilu tanggal 9 April 2009 yang akan datang telah menimbulkan berbagai persoalan tersendiri bagi kehidupan politik bangsa kita. Selain telah memperumit penyelenggaraan Pemilu, terlalu banyaknya partai politik yang menjadi peserta Pemilu juga telah semakin membingungkan para konstituen dalam menentukan pilihannya. Selain itu pula, penyelenggaraan pemilihan umum yang terpisah-pisah, yaitu antara pemilihan umum untuk anggota legislatif (DPR, DPD, dan DPRD), dengan pemilihan umum untuk presiden maupun kepala daerah (gubernur, bupati dan atau walikota) tidak hanya telah membuat beaya yang harus dikeluarkan menjadi begitu amat besar

(2)

akan tetapi juga kemungkinan terjadinya resiko konflik dan perpecahan terbuka semakin lebar. Apalagi kalau sampai terjadi Pemilu untuk presiden dan kepala daerah terpaksa harus diulang karena pada pada pemilihan tahap pertama tidak ada satu calon pun yang berhasil memperoleh jumlah suara minimal yang diperlukan untuk menjadi pemenang. Konon, dari informasi diperoleh, apabila seluruh beaya Pemilu dalam satu kali putaran dijadikan satu, jumlahnya bisa mencapai angka lebih dari 1000 trilyun rupiah. Suatu jumlah yang sangat fantastik bagi suatu masyarakat yang tengah berjuang untuk keluar dari himpitan kesulitan ekonomi.

Sekalipun komitmen untuk mewujudkan kehidupan politik yang demokratis harus tetap kita jaga, pembenahan dalam kehidupan politik kita perlu dilakukanakan agar tercipta suatu sistem kepartaian yang lebih baik sehingga kepentingan-kepentingan kita yang lebih besar lainnya tidak terkorbankan. Tulisan ini dimaksudkan sebagai wacana tentang bagaimana sistem kepartaian kita yang cenderung boros dan mahal tersebut dapat diperbaiki dan atau disempurnakan agar dampak negatif yang ditimbulkan dapat diminimalisir sehingga kehidupan politik yang demokratis tetap terjaga akan tetapi kepentingan-kepentingan kita yang lebih besar lainnya tetap tidak terabaikan.

Kuantitas Partai Politik

Sekalipun oleh sebagian orang dipandang sebagai telah mencerminkan adanya kebebasan bagi setiap warganegara untuk berkumpul dan atau berserikat, banyaknya partai politik yang mengikuti Pemilu telah menimbulkan banyak

(3)

persoalan. Persoalan pertama terkait dengan penyelengaraan Pemilu seperti misalnya: pembuatan kartu suara menjadi begitu amat rumit karena dituntut adanya ketelitian dan kecermatan yang tinggi, pengaturan dan pelaksanaan kampanye menjadi amat sulit sehingga memungkinkan terjadinya benturan di lapangan, penghitungan suara menjadi lebih lama dan mudah terjadi kesalahan, dan lain sebagainya. Persoalan kedua terkait dengan kesulitan konstituen dalam memilih, seperti misalnya: ukuran kartu suara melebihi luas bilik suara sehingga sulit dibuka atau dilipat kembali dan cenderung kurang terjaga rahasianya, jumlah calon begitu amat banyak sehingga sulit untuk mencari dan menentukan mana calon yang layak untuk dipilih, begitu banyaknya partai politik dan nama calon yangt tertulis di kartu sauara akan memperbesar kemungkinan terjadinya kesalahan dalam mencontreng, dan lain sebagainya. Persoalan ketiga terkait dengan keamanan. Terlampau banyaknya jumlah partai politik yang mengikuti Pemilu membuat masyarakat kita terpecah-pecah kedalam banyak kumpulan politik yang relatif kecil dan berbeda-beda sehingga amat rentan terhadap terjadinya konflik dan perpecahan. Ada kesan bahwa para elit politik kita tidak memiliki kemampuan untuk saling bekerjasama, satu sama lain saling tidak percaya dan cenderung ingin mengejar kepentingannya sendiri-sendiri membuat kepentingan kita yang lebih besar terabaikan. Persoalan keempat terkait dengan biaya. Tingkat kesulitan yang semakin tinggi sudah barang tentu berimplikasi terhadap beaya yang diperlukan dalam penyelenggaraan Pemilu. Selain itu, penyelenggaraan Pemilu secara terpisah-pisah telah berakibat beaya yang dikeluarkan juga semakin besar.

(4)

Keadaan semacam ini apabila dibiarkan terus berlanjut akan sangat tidak menguntungkan bagi kehidupan kita, terutama dalam berupaya memajukan kehidupan bangsa. Selain akan membuat keadaan politik kita tidak stabil juga akan menghambat upaya kita mencapai kemajuan. Untuk itu penyederhanaan jumlah partai politik menjadi sangat urgent untuk dilakukan.

Jumlah Partai Politik yang Ideal

Memang bukan perkara mudah untuk melakukan penyederhaan jumlah partai politik. Cara-cara seperti di masa Orde Lama (dengan membubarkan partai-partai politik yang berseberangan dengan pemerintah) dan di masa Orde Baru (dengan memaksa partai politik untuk bergabung atau merger menjadi tiga partai saja) sudah barang tentu tidak dapat dilakukan lagi. Seleksi alam atau membangun kesadaran para elit politik agar mau bergabung kedalam himpunan kekuatan politik yang lebih solid dan atau pengaturan melalui parlemen merupakan solusi terbaik untuk melakukan penyederhanaan partai. Pemilu 2009 ini harus dijadikan momentum bagi para pemimpin bangsa untuk bertindak. Peta kekuatan politik yang dihasilkan oleh Pemilu 2009 yang akan datang dapat dijadikan pedoman untuk menentukan berapa jumlah partai politik yang paling ideal untuk masa yang akan datang.

Sebagai misal, seandainya didalam Pemilu 2009 yang akan datang ini ada empat partai politik yang berhasil mengumpulkan total suara 60 persen, ditambah empat partai politik yang berhasil mengumpulkan total suara 30 persen maka hanya dibutuhkan empat partai politik lagi yang berhasil mengumpulkan total

(5)

suara 10 persen. Dengan demikian di parlemen nanti hanya akan ada kurang lebih 12 partai politik yang benar-benar memiliki basis kekuatan politik yang dapat diperhitungkan. Kedua belas partai politik ini kalau kemudian bergabung ke dalam dua koalisi besar, akan menjadi dua atau tiga kekuatan politik yang relatif berimbang, sehingga stabilitas politik yang merupakan prasyarat bagi pembangunan di berbagai bidang akan dapat diwujudkan. Selain itu pula, terbentuknya dua atau tiga kekuatan politik yang relatif berimbang akan lebih cocok bagi sistem presidensial sebagaimana yang kita anut.

Mekanisme Penyederhanaan Partai

Untuk penyederhanaan partai bisa dilakukan melalui tiga mekanisme. Mekanisme pertama melalu seleksi alam pada saat Pemilu. Para konstituen dituntut dengan kesadarannya sendiri memilih partai-partai politik yang benar-benar memiliki akar kuat di masyarakat, sehingga pada akhirnya hanya partai-partai politik yang memiliki basis dukungan politik yang cukup memadai yang akan muncul di parlemen. Partai-partai politik yang tidak lolos seleksi alam bisa bergabung dengan partai politik yang berhasil lolos atau mengubah dirinya sebagai pressure group semata. Harap diingat bahwa perjuangan untuk meraih cita-cita tidak harus dilakukan melalui partai politik, akan tetapi bisa melalui organisasi-organisasi lainnya.

Mekanisme kedua dengan membangkitkan kesadaran para elit politik untuk berbesar hati manakala partainya tidak lolos dalam seleksi alam dan kemudian bersedia bergabung dengan salah satu partai politik yang ada. Kemauan

(6)

untuk bergabung dengan partai politik lain perlu ditumbuhkan demi kepentingan bangsa yang lebih besar. Sebaliknya, partai-partai politik yang lolos seleksi alam harus bersedia membuka diri, menjadikan partainya lebih demokratis sehingga memungkinkan siapa saja yang bergabung kedalam partai tersebut akan memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti proses rekrutmen politik di dalam partai.

Mekanisme ketiga melalui pengaturan oleh parlemen misalnya dengan memperberat persyaratan bagi setiap partai politik untuk ikut serta dalam Pemilu. Misalnya dengan menambahkan ketentuan bahwa hanya partai politik yang telah berdiri sekurang-kurangnya lima tahun dan memiliki pengurus masing-masing di tingkat propinsi dan kabupaten/kota sekurang-kurangnya 30 persen diperkenankan untuk mengikuti Pemilu.

Koalisi atau Penggabungan

Berdasar pengalaman di masa lalu, baik di masa demokrasi parlementer maupun di awal masa reformasi, dengan sistem multi partai seperti sekarang ini akan sangat kecil kemungkinannya bagi setiap partai politik untuk dapat mengumpulkan suara mayoritas, yang sederhana sekalipun. Dihitung dengan rumus matematik apa pun, hasil Pemilu yang akan datang ini juga tidak akan bisa memberi bekal yang cukup bagi setiap partai politik untuk dapat memenangkan calon presidennya tanpa harus berkoalisi dengan partai politik yang lain. Untuk memperoleh jaminan yang lebih meyakinkan bagi kemenangan Capresnya masing-masing, maka setiap partai politik yang mengajukan Capres akan terpaksa harus membangun koalisi dengan partai politik yang lain. Bahkan, diperkirakan

(7)

hanya akan ada dua atau tiga partai politik yang bisa mengajukan Capresnya tanpa harus berkoalisi dengan yang lain. Itupun tidak bisa menjamin apakah Capres yang diajukan akan bisa keluar sebagai pemenang apabila ia tidak bekerjasama dengan partai-partai yang lain.

Namun apabila masing-masing partai politik besar telah mempunyai Capresnya sendiri-sendiri, maka usaha untuk membangun koalisi yang kuat akan sangat sulit dilakukan. Kalau hal ini sampai terjadi maka setiap Capres terpaksa harus menggandeng orang lain yang berasal dari luar partai politik sebagai Cawapresnya seperti pernah terjadi di Pilpres 2004 yang lalu (pasangan Megawati-Hasyim Musadi) atau bisa juga menggandeng kader partai politik lain sebagai Cawapresnya sekalipun partai politik dari kader politik tersebut telah memiliki Capres sendiri (pasangan SBY-Yusuf Kalla). Sehingga akhirnya muncul banyak pasangan yang masing-masing saling berharap bisa keluar sebagai dua besar sehingga memiliki kans untuk maju ke pemilihan tahap kedua.

Koalisi semacam ini terasa unik, selain karena berlawanan dengan realitas politik, juga karena hanya diarahkan untuk kepentingan jangka pendek, yaitu memenangkan pemilihan presiden pada saat itu. Padahal sebenarnya koalisi yang dibutuhkan baik oleh partai politik itu sendiri maupun oleh masyarakat banyak adalah koalisi yang bisa membuat kehidupan politik kita semakin mantap dan stabil. Kalau pola koalisi semacam itu masih diikuti maka sangat dimungkinkan dalam pemilihan presiden yang akan datang tidak akan ada Capres yang langsung bisa keluar sebagai pemenang. Oleh karena itu kemungkinan terjadinya koalisi jilid kedua masih bisa terjadi.

(8)

Pengertian Koalisi

Koalisi berasal dari kata Latin “co-alescere” yang artinya tumbuh menjadi satu atau bergabung. Maka koalisi merupakan ikatan atau gabungan antara dua atau beberapa negara untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu, atau beberapa partai atau fraksi dalam parlemen untuk mencapai mayoritas yang dapat mendukung pemerintah (Ensiklopedi Populer Politik Pembangunan Pancasila, 1988: 50). Koalisi juga berarti bersatu atau fusi atau kombinasi yang bersifat sementara dari dua partai politik atau lebih, yang masing-masing masih tetap memelihara prinsip-prinsip mereka yang berbeda-beda (Oxford Illustrated Dictionary, 1976: 316). Pendek kata, koalisi adalah kolaborasi politik diantara dua partai politik atau lebih guna memperkuat posisi mereka masing-masing dalam berhadapan dengan yang lain, demi tercapainya tujuan bersama.

Ketika tidak ada satupun partai politik yang berhasil menguasai mayoritas di parlemen, apalagi ketika perolehan kursi di parlemen melalui Pemilu hampir terbagi rata, maka mau tidak mau koalisi antar partai sangat diperlukan. Koalisi bertujuan untuk mempersempit perbedaan agar tindakan bersama untuk mencapai tujuan lebih mudah dilakukan. Koalisi tidak hanya sekedar bergabung. Dalam proses, akan terjadi tawar menawar diantara pihak-pihak yang berkoalisi. Agar proses tawar menawar tersebut bisa berjalan dengan lancar, diperlukan kemampuan dari masing-masing pihak untuk melakukan negosiasi, lobi, dan kalau perlu mediasi, guna mencapai toleransi dan kompromi sehingga kerjasama diantara mereka bisa terbangun.

(9)

Namun sebaiknya koalisi jangan hanya sekedar kohabitasi. Kohabitasi atau yang dalam bahasa kasarnya “kumpul kebo” hanyalah sekedar bergabung untuk mencapai tujuan bersama, tetapi setelah tujuan tercapai masing-masing pihak masih tetap berada pada posisinya masing-masing, dan tidak pernah berupaya untuk mendekatkan jarak politik mereka masing-masing. Kohabitasi dengan dengan demikian hanyalah “koalisi semu.” Berbeda dengan kohabitasi, koalisi yang baik akan juga diikuti dengan usaha untuk mendekatkan jarak politik dari masing-masing partai politik yang berkoalisi. Tanpa adanya upaya untuk mendekatkan jarak politik masing-masing partai politik akan sangat sulit bagi mereka untuk mewujudkan koalisi politik yang kokoh dan kuat, yang bisa membantu terciptanya sistem politik yang effektif.

Jarak politik (political distance) antar partai politik ditentukan antara lain oleh: (1) perbedaan dalam orientasi dasar, (2) perbedaan dalam tujuan kongkrit yang dikejar, (3) perbedaan dalam cara mengejar tujuan yang ditentukan, (4) perbedaan dalam menilai kepribadian politik, (5) perbedaan dalam komposisi partai atau fraksi, terutama basis kelas dan sejauh mana mereka dapat mengumpulkan berbagai kekuatan. (Daniel Dakidhae sebagaimana dikutip oleh Totok Sarsito dan Subagyo dalam bukunya “Sistem Politik Indonesia,” 1995: 45)

Mendekatkan jarak politik diantara partai politik yang berkoalisi memang bukanlah perkara yang mudah, apalagi kalau dari awalnya perbedaan-perbedaan yang ada diantara mereka begitu amat tajam. Selain itu, sikap permusuhan dan persaingan diantara pimpinan partai politik juga bisa menjadi kendala bagi keberhasilan upaya mendekatkan jarak politik diantara mereka. Ada kesan para

(10)

elit politik kita cenderung eksklusif, sulit berkomunikasi, serta sulit untuk melakukan toleransi dan kompromi. Mereka juga cenderung apriori. Hasil Pemilu 2009 nanti hendaknya menyadarkan mereka bahwa tanpa adanya koalisi yang kokoh dan kuat, maka akan sangat sulit bagi siapapun untuk keluar sebagai pemenang. Bahkan, sekalipun berhasil, belum ada jaminan bahwa mereka akan bisa menjalankan tugas pemerintahan dengan baik.

Selain itu pula, mengingat koalisi harus diteruskan dengan upaya mendekatkan jarak politik masing-masing pihak yang berkoalisi maka membatasi jumlah partai politik yang diajak berkoalisi menjadi sangat penting. Semakin banyak partai politik yang diajak berkoalisi, akan semakin sulit untuk mendekatkan jarak politik diantara mereka. Namun akan menjadi dilemma pula kalau perolehan suara diantara mereka tidaklah cukup mencapai 50 persen plus satu. Itu berarti mereka terpaksa harus membuka diri untuk menerima lebih banyak partai politik lagi untuk bergabung didalamnya, dan akibatnya resiko terjadinya friksi diantara mereka menjadi semakin besar.

Dalam proses koalisi, partai politik terbesar biasanya akan berada pada posisi memimpin koalisi atau bahkan biasanya bertindak sebagai inisiator koalisi. Semakin besar perbedaan perolehan suara akan semakin mempertinggi posisi tawar-menawar mereka dengan yang lain. Sebaliknya semakin kecil perbedaan perolehan suara akan semakin sulit baginya untuk bisa memaksakan kehendaknya kepada yang lain. Koalisi yang kokoh dan kuat biasanya akan dapat dibentuk apabila ada partai politik yang mampu bertindak sebagai “hegemon,” yaitu satu partai politik yang memiliki kemampuan dan bersedia untuk melakukan

(11)

pengorbanan atas tujuan jangka pendeknya demi mencapai tujuan jangka panjangnya. Dalam hal yang seperti ini maka faktor kepemimpinan dan faktor pribadi pemimpin akan sangat mempunyai peranan yang besar.

Penyelenggaraan Pemilu

Diselenggarakannya Pemilu secara terpisah-pisah antara Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD dengan Pemilu presiden dan kepala daerah (gubernur, bupati/walikota) menjadikan beaya Pemilu menjadi sangat besar. Selain itu pula, dengan cara seperti itu, dalam kurun waktu yang tidak terlampau lama masyarakat terpaksa harus berulang kali mendatangi TPS guna menyalurkan aspirasinya. Tidak heran kalau kemudian terjadi kebosanan dimana-mana sehingga menaikkan angka Golput. Untuk itu perlu dipikirkan kembali tentang kemungkinan diselenggarakannya Pemilu secara serentak, yaitu antara pemilihan anggota DPR, DPD, dan DPRD dengan pemilihan presiden, gubernur dan bupati/walikota.

Alternatif pertama adalah dengan terlebih dahulu melakukan pembagian wilayah Indonesia ke dalam dua wilayah pemilihan, misalnya wilayah A dan wilayah B. Untuk pemilihan gubernur, sebagian propinsi masuk ke wilayah A dan sebagian propinsi lainnya masuk ke wilayah B. Begitu juga untuk pemilihan bupati/walikota, sebagian daerah kabupaten/kota masuk wilayah A dan sebagian daerah kabupaten/kota masuk wilayah B. Untuk wilayah A pemilihan gubernur dan bupati/walikota dilakukan secara serentak bersamaan dengan pemilihan anggota DPR, DPD dan DPRD. Sedangkan untuk wilayah B, pemilihan gubernur dan bupati/walikota dilakukan secara serentak bersamaan dengan Pemilu presiden.

(12)

Alternatif kedua juga bisa dilakukan dengan menyelenggarakan pemilihan untuk seluruh gubernur secara serentak bersamaan dengan Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD. Sedangkan untuk pemilihan bupati/walikota dilakukan secera serentak pula untuk seluruh wilayah Indonesia bersamaan dengan Pemilu presiden. Sistem penyelenggaraan pemilihan seperti ini sudah pasti selain akan menghemat beaya juga memperkecil kemungkinan terjadinya konflik dan perpecahan yang bisa mengancam keutuhan NKRI. Beaya yang bisa dihemat dapat dipergunakan untuk kepentingan yang lain, terutama untuk membuka lapangan pekerjaan yang baru.

Kesimpulan

Terlampau banyaknya partai politik yang mengikuti Pemilu 2009 telah menimbulkan berbagai masalah dalam kehidupan politik kita. Selain telah mempersulit penyelenggaraan Pemilu, terlampau banyaknya partai politik yang mengikuti Pemilu juga telah membuka lebar kemungkinan terjadinya konflik dan perpecahan yang membahayakan keutuhan NKRI. Disamping itu pula, terlampau banyaknya partai politik yang mengikuti Pemilu telah menyedot banyak energi kita sehingga kepentingan-kepentingan bangsa lainnya yang lebih besar menjadi terabaikan. Ibarat investasi, terlampau banyaknya sumberdaya yang diinvestasikan untuk pendirian partai-partai politik akan mengurangi perhatian kita di bidang yang lain, misalnya pembukaan lapangan kerja baru.

Keadaan seperti ini apabila dibiarkan berlarut-larut akan berakibat kurang baik bagi setiap upaya kita memajukan kehidupan bangsa. Untuk itu semua perlu

(13)

dipikirkan tentang bagaimana jumlah partai yang begitu banyak tersebut dapat lebih disederhanakan melalui mekanisme yang demokratis, seperti misalnya melalui seleksi alam, menggugah kesadaran para elit untuk bergabung atau membangun koalisi dengan yang lain, dan atau pengaturan melalui parlemen. Selain itu pula, penyelenggaraan Pemilu secara bersamaan atau serentak perlu dilakukan untuk lebih menghemat beaya, menghindari timbulnya rasa bosan di kalangan konstituen untuk mendatangi TPS, serta memperkecil kemungkinan terjadinya konflik dan perpecahan yang dapat mengancam keutuhan NKRI.

DAFTAR PUSTAKA

Ensiklopedi Populer Politik Pembangunan Pancasila. Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, 1988.

Oxford Illustrated Dictionary. Oxford: Oxford University Press, 1976. Sarsito, Totok dan Subagyo. Sistem Politik Indonesia, Surakarta: UNS Press,

Referensi

Dokumen terkait

Banyak pelajaran yang dapat kita peroleh dari membaca karya sastra, salah satunya membaca cerita rakyat yang disadur atau diolah kembali menjadi cerita anak.. Hasil membaca

Perhitungan rasio keuangan ini meliputi beberapa rasio, yaitu rasio likuiditas, rasio aktivitas, rasio profitabilitas, dan rasio hutang dengan menggunakan pendekatan

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran I Keterangan : : Variabel Independen : Variabel Kontrol Proporsi Komisaris Independen Keberadaan RMC yang Tergabung dengan

Pekerjaan : Pembangunan Rumah Lokasi : Bumi Palir Sejahtera Type Rumah : RSh 27 Melati.. (Dinding Bataco diplester depan,

Dalam pemikiran Pancasila, nilai-nilai kemanusiaan universal yang bersumber dari hukum Tuhan, hukum alam, dan sifat-sifat sosial manusia juga meruapakan fundamen penting

Tabel I.3 Data Hasil Survei Pendahuluan pada Pegawai Kantor Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Pangkalpinang .... Tabel I.4 Data Spesifikasi Jabatan Pegawai Struktural di

Namun pada pernyataan saya menyadari kekurangan saya di sekolah tetapi tidak berusaha mengimbanginya dengan belajar lebih giat memperoleh persentase terendah 72,50%

Tämän tutkielman tavoitteena on ollut tuottaa tuoretta tietoa suomalaisten ja ruotsalaisten verkkokauppakulutuksesta. Erityisen kiinnostuneita oltiin siitä, vaihteleeko