• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH TEKNOLOGI PENGOLAHAN KOMODITI PERKEBUNAN HULU KAKAO. Oleh: Qoimatul Fitriyah / THP A / 7

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH TEKNOLOGI PENGOLAHAN KOMODITI PERKEBUNAN HULU KAKAO. Oleh: Qoimatul Fitriyah / THP A / 7"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM

MATA KULIAH TEKNOLOGI PENGOLAHAN KOMODITI PERKEBUNAN HULU

KAKAO

Oleh:

Qoimatul Fitriyah / 141710101010 THP A / 7

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS JEMBER 2015

(2)

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris yang sangat tergantung pada produksi pertanian. Oleh karena itu, pembangunan di sektor pertanian merupakan syarat mutlak untuk membangun ekonomi nasional. Tanaman kakao (Theobroma cacao, L) merupakan salah satu tanaman perkebunan yang dikembangkan dalam rangka peningkatan sumber devisa negara dari sektor nonmigas. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak di sepanjang khatulistiwa, secara geografis merupakan daerah tropis yang mempunyai potensi baik untuk pengembangan kakao.

Produksi hulu tanaman kakao adalah untuk menghasilkan biji kakao yang sesuai dengan mutu yang ditetapkan baik oleh badan standarisasi nasional maupun internasional. Di Indonesia syarat mutu biji kakao ditentukan dalam SNI

2323:2008. Pengolahan hulu kakao memerlukan beberapa tahapan proses yang sangat menentukan mutu biji kakao yang dihasilkan. Mutu fisik biji kakao umumnya dipengaruhi oleh keadaan daerah seperti ketinggian daerah tanaman, iklim setempat, pemeliharaan tanaman dan pengolahan. Selain itu teknik budidaya dan varietas kakao juga berpengaruh terhadap mutu fisik biji kakao yang akan dihasilkan.

Biji kakao yang dhasilkan masyarakat Indonesia berasal dari olahan rakyat dan perkebunan. Biji kakao yang dihasilkan oleh rakyat pada umumnya tidak semua dilakukan fermentasi dan menggunakan teknologi yang sangat sederhanan sehingga kualitas bijinya kurang baik. Fermentasi merupakan proses pengolahan biji kakao yang harus dilakukan untuk menghasilkan biji kakao dengan kualitas baik. Pada umumnya biji kakao yang diproduksi oleh perkebunan sudah melalui proses fermentasi dan pengolahan yang mengacu pada SNI sehingga mutu biji kakao yang dihasilkan cukup baik.

Pengamatan dan pengujian mutu biji kakao mengikuti prosedur yang telah ditetapkan oleh BSN yang tercantum dalam SNI 2323:2008. Oleh karena itu, pada praktikum ini dilakukan pengamatan dan pengujian mutu biji kakao berdasarkan SNI yang meliputi pengamatan adanya serangga hidup/benda asing, penentuan

(3)

kadar air, penentuan adanya biji berbau asap abnormal/bau asing lainnya,

penentuan kadar kotoran, penentuan jumlah biji kakao/100 gram, dan penentuan kadar biji cacat pada kakao.

1.2 Tujuan Praktikum

Tujuan dilakukan praktikum ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui adanya serangga hidup atau benda asing lain pada kakao. 2. Mengetahui kadar air kakao yang difermentasi dan tidak difermentasi. 3. Mengetahui adanya biji berbau asap abnormal atau berbau asing lainnya. 4. Mengetahui adanya kotoran dan cara perhitungan kadar kotoran pada biji

kakao.

5. Mengetahui mutu kakao dari jumlah biji kakao per seratus gram. 6. Mengetahui ciri-ciri biji kakao kering yang cacat (biji berjamur, slaty,

berserangga dan berkecambah).

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kakao

(4)

Theobroma cacao adalah nama biologi yang diberikan pada pohon kakao oleh Linnaeus pada tahun 1753. Tempat alamiah dari genus Theobroma adalah di bagian hutan tropis dengan banyak curah hujan, tingkat kelembaban tinggi, dan teduh (Spillane, 1995). Sistematika tanaman kakao secara lengkap adalah sebagai berikut. Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Malvales Famili : Sterculiaceae Genus : Theobroma

Spesies : Theobroma cacao, L. (Poedjiwidodo, 1996).

Kakao (Theobroma cacao, L.) merupakan satu-satunya spesies diantara 22 jenis dalam genus Theobroma yang diusahakan secara komersial. Tanaman ini diperkirakan berasal dari lembah Amazon di Benua Amerika yang mempunyai iklim tropis. Sunanto (1994) mengatakan bahwa sesungguhnya terdapat banyak jenis tanaman kakao, namun jenis yang paling banyak ditanam untuk produksi cokelat secara besar-besaran hanya tiga jenis, yaitu:

1. Jenis Criollo, yang terdiri dari Criollo Amerika Tengah dan Criollo Amerika Selatan. Jenis ini menghasikan biji kakao yang mutunya sangat baik dan dikenal sebagai kakao mulia. Jenis kakao ini terutama untuk blending dan banyak dibutuhkan oleh pabrik-pabrik sebagai bahan pembuatan produk cokelat yang bermutu tinggi. Saat ini bahan tanam kakao mulia banyak digunakan karena produksinya tinggi serta cepat sekali mengalami fase generatif.

2. Jenis Forastero, banyak diusahakan diberbagai negara produsen cokelat dan menghasilkan cokelat yang mutunya sedang atau bulk cacao, atau dikenal juga sebagai ordinary cacao. Jenis Forastero sering juga disebut sebagai kakao lindak. Kakao lindak memiliki pertumbuhan vegetatif yang lebih baik, relatif lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit

(5)

dibandingkan kakao mulia. Endospermanya berwarna ungu tua dan berbentuk bulat sampai gepeng, proses fermentasinya lebih lama dan rasanya lebih pahit dari pada kakao mulia.

3. Jenis Trinitario, merupakan campuran atau hibrida dari jenis Criollo dan Forastero secara alami, sehingga kakao ini sangat heterogen. Kakao jenis Trinitario menghasilkan biji yang termasuk fine flavour cacao dan ada yang termasuk bulk cacao. Jenis Trinitario antara lain hybride Djati Runggo (DR) dan Uppertimazone Hybride (kakao lindak). Kakao ini memiliki keunggulan pertumbuhannya cepat, berbuah setelah berumur 2 tahun, masa panen sepanjang tahun, tahan terhadap penyakit VSD (Vascular streak dieback) serta aspek agronominya mudah.

Menurut Hatmi dan Rustijarno (2012) dalam pedoman yang dikeluarkan oleh Kementerian Pertanian, pengolahan biji kakao menurut melalui beberapa tahap sebagai berikut:

1. Panen

Panen adalah proses awal penentuan kualitas biji kakao kering. Buah kakao yang belum siap panen akan memberikan rendemen dan kualitas biji yang rendah. Kematangan buah kakao ditandai dengan adanya perubahan warna kulit kakao mencapai dua pertiganya dan apabila buah kakao digoyangkan, maka akan terdengar biji kakao terkoyak.

2. Sortasi buah kakao

Sortasi buah kakao disebut juga sortasi basah atau sortasi kebun. Sortasi ini dilakukan sebelum pemecahan buah dan pengambilan biji dari dalam buah. Sortasi ini bertujuan untuk menseleksi atau memisahkan buah kakao menjadi dua kelompok besar yaitu buah yang sehat dan masak optimal dengan yang tidak atau kurang sehat dan belum masak optimal (seperti: diserang ulat buah, salah petik, dimakan tupai, dsb).

(6)

Petani sering melakukan proses ini untuk menunggu terpenuhinya kapasitas wadah fermentasi. Tetapi tidak diketahui oleh petani bahwa biji kakao yang terdapat didalam buah terus mengalami proses hidup. Waktu penyimpanan yang terlalu lama menyebabkan biji kakao berkecambah. Hal ini secara otomatis akan menurunkan kualitas dan tidak terpenuhinya persyaratan SNI biji kakao. Lama pemeraman disarankan dilakukan sesingkat mungkin dan harus segera dipecah. Pemeraman buah kakao tidak dianjurkan dalam menghasilkan biji kakao sesuai SNI. Apabila pemeraman buah kakao harus dilakukan karena hal yang sangat penting, maka disarankan lama pemeraman dilakukan sesingkat mungkin dan segera dipecah (maksimal hari ke-3 setelah panen). Pemeraman buah kakao sebaiknya dilakukan dengan cara dihampar diatas lantai yang diberi alas.

4. Pemecahan buah kakao

Pemecahan buah kakao bertujuan untuk mengambil biji dari dalam buah. Alat pemecahan buah kakao disarankan menggunakan kayu atau bahan yang tidak terbuat dari besi dan bersisi tumpul. Hal ini untuk menghindari luka pada biji kakao yang menyebabkan kualitas biji kakao kering turun. Luka biji kakao yang disebabkan oleh besi dan benda tajam mengakibatkan biji kakao segar berwarna coklat hitam. Ini dikarenakan sifat besi sebagai katalisator apabila kontak dengan senyawa polifenol pada biji kakao.

5. Sortasi biji kakao basah

Proses seleksi atau pemilahan biji kakao sangat menentukan input sebelum proses pemeraman atau fermentasi. Input yang baik akan memberikan hasil dan kualitas yang baik dan persentase rendemen yang tinggi.

6. Fermentasi biji kakao

Fermentasi biji kakao pada dasarnya bertujuan untuk menghancurkan pulp dan sebagai bentuk usaha agar terjadi reaksi kimia dan biokimia didalam keping biji. Penghancuran pulp ini memiliki peran agar keping biji kakao menjadi lebih bersih dan cepat kering, sedangkan reaksi kimia dan biokimia ini mememiliki peran membentuk prekursor senyawa aroma dan warna pada kakao. Selama proses fermentasi mengakibatkan terjadinya beberapa perubahan pada biji kakao, seperti: pulp terurai, terjadi fermentasi gula dalam lapisan pulp menjadi alkohol,

(7)

adanya kenaikan suhu, terjadi oksidasi oleh bakteri, terjadinya perubahan alkohol menjadi asam asetat, menyebabkan kematian biji, kehilangan daya berkecambah, terjadi difusi zat warna dari kantong sel, terjadi dektruksi zat warna antosianin, terjadi pembentukan prekursor aroma dan warna.

Agar perubahan tersebut dapat berhasil optimal, maka pulp sebagai media utama harus sesuai untuk pertumbuhan mikrobia. Pulp yang sesuai berasal dari buah kakao yang sehat dan masak optimum, sehingga perbandingan kandungan gula dan asam optimal untuk pertumbuhan yeast. Fermentasi secara tradisional terbagi menjadi 3 kelompok, yaitu: 1) fermentasi dengan menggunakan

keranjang/tomblok, 2) fermentasi dengan penimbunan diatas permukaan tanah yang dialasi daun pepaya, dan 3) fermentasi dengan menggunakan kotak kayu. Penggunaan kota kayu sebagai wadah fermentasi memberikan kualitas biji kakao yang lebih baik dari dua cara fermentasi tradisional lainnya.

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses fermentasi biji kakao, antara lain lama fermentasi, keseragaman terhadap kecepatan pengadukan/ pembalikan, aerasi, iklim, kemasakan buah, wadah dan kuantitas fermentasi. Fermentasi untuk biji kakao jenis lindak membutuhkan waktu lebih lama, yaitu 5 hari, sedangkan biji kakao mulia lebih pendek berkisar 3 hari. Fermentasi yang terlalu lama meningkatkan kadar biji kakao berjamur dan berkecambah, sedangkan fermentasi yang singkat menghasilkan kadar biji slaty (biji tidak terfermentasi) tinggi. Selain lama fermentasi, wadah fermentasi juga ikut menentukan kualitas biji kakao yang dihasilkan.

Wadah fermentasi yang baik terbuat dari kayu dengan kuantitas minimal 40 kg. Kurangnya kuantitas biji kakao yang difermentasi menyebabkan suhu fermentasi tidak tercapai sehingga bukan fermentasi biji yang dihasilkan, tetapi biji yang berjamur. Proses pembalikan pada saat fermentasi harus dilakukan setelah 48 jam. Hal ini untuk diperolehnya keseragaman fermentasi biji kakao. Biji kakao yang tidak dibalik saat difermentasi, maka biji kakao yang ditengah dihasilkan panas optimum sehingga fermentasi maksimal, sedangkan yang diatas, di bawah, dan samping akan berakibat sebaliknya.

(8)

Kegiatan perendaman bertujuan untuk menghentikan aktivitas fermentasi, dapat mengurangi kadar asam asetat yang terdapat dalam biji dan menaikkan persentase biji bulat. Perendaman sebaiknya dilakukan selama 2-3 jam, lebih dari itu tidak memberikan perbedaan yang nyata. Sedangkan pencucian bertujuan untuk menghilangkan sisa pulp yang masih menempel, sehingga meminimalisir serangan jamur dan hama pada biji kakao kering selama penyimpanan dan memperbaiki warna dan kenampakan biji kering menjadi lebih bersih. Kegiatan perendaman dan pencucian kakao hasil fermentasi juga berpotensi memiliki pengaruh kurang baik diantaranya berat masa biji kakao berkurang (4,5%), karena beberapa senyawa dari keping biji keluar, persentase biji pecah menjadi lebih besar, kulit biji menjadi lemah dan membutuhkan tenaga dan air lebih banyak. Oleh karena itu, kegiatan ini baik dilakukan untuk hasil akhir yang lebih baik, apabila harga biji kakao kering telah memadai dengan biaya proses produksinya.

8. Pengeringan

Teknik pengeringan biji kakao ada 3, yaitu: 1) pengeringan dengan sinar matahari, 2) menggunakan alat pengering dan 3) perpaduan keduanya.

Pengeringan yang biasa dilakukan oleh petani selama ini adalah menggunakan sinar matahari. Pengeringan menggunakan sinar matahari memiliki sisi positif dan negatif. Sisi positifnya, akan diperoleh warna biji kakao coklat kemerahan dan tampak lebih cemerlang. Warna dan kenampakan yang demikian inilah yang diharapkan dari biji kakao kering, sehingga pengeringan dibawah sinar matahari lebih disarankan untuk biji kakao. Namun demikian, pengeringan sinar matahari memiliki kendala disebabkan kondisi cuaca terutama saat hujan. Metode

pengeringan ini memerlukan waktu 5 hingga 7 hari untuk mencapai kadar air dibawah 7,5%. Kadar air biji kakao kering yang lebih dari 7,5% tidak memenuhi persyaratan SNI. Lama tidaknya proses pengeringan sangat tergantung pada intensitas sinar matahari yang menyinari.

9. Tempering, Sortasi dan Grading biji kakao kering

Sebelum dikemas, biji kakao yang telah kering dan mencapai kadar air yang ditetapkan, maka biji kakao perlu didiamkan/dihampar (tempering) untuk

(9)

menyesuaikan dengan kelembaban relatif udara sekitar. Kemudian dilakukan seleksi dan pengkelasan biji kakao yang baik dengan yang kurang baik sesuai dengan ukuran dan tampilan visualnya. Pengkelasan mutu biji kakao ini telah diatur di dalam SNI biji kakao 2323-2008.

10. Pengemasan dan Penyimpanan

Pengemasan biji kakao sebaiknya dilakukan setelah biji dingin dengan menggunakan plastik PP (Poly Prophylene) dengan tebal 0,8 mm atau dapat menggunakan karung goni/bagor yang bersih. Kemasan ditutup rapat untuk menjaga kontaminasi dari serangga dan kotoran serta untuk mempertahankan kadar air biji kakao. Biji kakao yang telah difermentasi dan dikeringkan hingga kadar air < 7,5%, biasanya mengalami penyimpanan selama 9 sampai 12 bulan di wilayah tropik. Kerusakan biji kakao di wilayah tropis lebih disebabkan oleh jamur dan serangga. Teknologi pengolahan biji kakao sesuai SNI biji kakao 01-2323-2008 dapat meningkatkan kualitas produk kakao sehingga memenuhi tuntutan mutu sesuai permintaan pasar, dalam upaya meningkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspor komoditas pertanian bernilai ekonomis tinggi.

2.1 Syarat Mutu Biji Kakao

Berdasarkan SNI 1-2323:2008 menurut jenis mutunya, biji kakao digolongkan kedalam tiga jenis mutu, yaitu mutu I, mutu II, dan mutu III. Menurut ukuran berat bijinya, yang dinyatakan dengan jumlah biji per 100 g contoh, biji kakao digolongkan dalam 5 golongan ukuran dengan penandaan: AA : maksimum 85 biji per seratus gram

A : 86 – 100 biji per seratus gram B : 101 – 110 biji per seratus gram C : 111 – 120 biji per seratus gram

(10)

Syarat umum biji kakao menurut SNI 2323:2008 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Syarat umum biji kakao No

.

Jenis uji Satuan Persyarata

n

1. Serangga hidup - Tidak ada

2. Kadar air % fraksi massa Maks. 7,5

3. Biji berbau asap dan atau hammy dan atau berbau asing

- Tidak ada

4. Kadar benda asing - Tidak ada

Sedangkan persyaratan khusus kakao biji menurut SNI 2323:2008 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Syarat khusus kakao biji menurut SNI 2323:2008

Jenis mutu Persyaratan

Kakao Mulia (Fine Cocoa ) Kakao Lindak (Bulk Cocoa ) Kadar biji berjamur (biji/biji) Kadar biji slaty (biji/biji ) Kadar biji berserangg a (biji/biji) Kadar kotoran waste (biji/biji ) Kadar biji berkecamba h (biji/biji)

I – F I – B Maks. 2 Maks. 3 Maks. 1 Maks. 1,5

Maks. 2 II – F II – B Maks. 4 Maks. 8 Maks. 2 Maks.

2,0

Maks. 3 III – F III - B Maks. 4 Maks.

20

Maks. 2 Maks. 3,0

Maks. 3 �

(11)

Kakao dalam kemasan

Pembukaan

Pengamatan serangga, benda asing 10 g biji kakao

Pengecilan ukuran

Pemasukan dalam botol timbang Pengovenan, 103 ± 2°C, 16 jam

Eksikator, 15 menit Penimbangan 3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah: a. Neraca analitis b. Pisau c. Botol timbang d. Eksikator e. Oven f. Penjepit 3.1.2 Bahan

Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah: a. Biji kakao rakyat

b. Biji kakao fermentasi c. Tissue

d. Label 3.2 Skema Kerja

3.2.1 Penentuan adanya serangga hidup

Gambar 1. Diagram alir penentuan serangga hidup

(12)

Biji kakao Pembelahan Pengamatan aroma 1000 g kakao Pengamatan kotoran Penimbangan

Penghitungan kadar kotoran Gambar 2. Diagram alir penetuan kadar air

3.2.3 Penentuan biji berbau asap abnormal/berbau asing lainnya

Gambar 3. Diagram alir penentuan biji berbau asap abnormal/bau asing lainnya

(13)

100 g biji kakao

Penghitungan jumlah biji

Penggolongan (AA, A, B, C, S)

150 keping biji kakao

Pemotongan memanjang

Pengamatan

Perhitungan

Penentuan kadar masing-masing biji cacat Gambar 4. Diagram alir penentuan kadar kotoran

3.2.5 Jumlah biji kakao/100 gram

Gambar 5. Diagram alir penentuan jumlah biji kakao/100 g

3.2.6 Penentuan kadar biji cacat pada kakao (biji berjamur, slaty, berserangga, dan berkecambah)

(14)

Gambar 6. Diagram alit penentuan biji cacat

BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN HASIL PERHITUNGAN

4.1 Hasil Pengamatan 4.1.1 Shift 1

(15)

Kakao Rakyat Kakao Puslit

Serangga hidup Ada ada

Benda asing Ada ada

Kadar air 4,4 % 4,2 %

Biji berbau asap abnormal -

-Biji berbau asing -

-Plasenta 2,2 g/1000 g -Biji dempet 80,02 g/1000 g 4,38 g/1000 g Pecahan biji 298,18 g/1000 g -Pecahan kulit 74,66 g/1000 g 4,19 g/1000 g Biji pipih 283,41 g/1000 g 111,14 g/1000 g Ranting - -Jumlah biji/100gram 112 108

Biji berjamur 16 biji/150biji 34 biji/150 biji Biji slaty 16 biji/150biji 32 biji/150 biji Biji berserangga 22 biji/150 biji 22 biji/150 biji

Biji berkecambah 10 biji/150 biji

-4.1.2 Shift 2

Pengamatan Hasil

Kakao Rakyat Kakao Puslit

Serangga hidup Ada ada

Benda asing Ada ada

Kadar air 5,5 4,3

Biji berbau asap abnormal -

-Biji berbau asing asing lain -

-Plasenta 2,2 g/1000 g -Biji dempet 80,02 g/1000 g 4,38 g/1000 g Pecahan biji 298,18 g/1000 g -Pecahan kulit 74,66 g/1000 g 4,19 g/1000 g Biji pipih 283,41 g/1000 g 111,14 g/1000 g Ranting - -Jumlah biji/100gram 136 119

(16)

Biji berjamur 18 biji/150 biji 42 biji/150 biji Biji slaty 56 biji/150 biji 22 biji/150 biji Biji berserangga 2 biji/150 biji 15 biji/150 biji

Biji berkecambah 1 biji/150 biji

-4.2 Hasil Perhitungan 4.2.1 Shift 1 Jenis Kakao/ul angan Bera t sam pel (g) Berat botol timbang (g) Berat botol timbang + bahan setelah pengovenan (g) Berat bahan setelah pengove nan (g) Berat air yang menguap (g) Kadar air (%) Rakyat/1 5 22,03 26,81 4,78 0,22 4,4 Rakyat/2 5 11,07 15,85 4,78 0,22 4,4 rata-rata 4,4 Puslit/1 5 11,54 16,33 4,79 0,21 4,2 Puslit/2 5 11,77 16,56 4,79 0,21 4,2 rata-rata 4,2 4.2.2 Shift 2 Jenis kakao/ulanga n Berat sampel (g) Berat botol timban Berat botol timbang + sampel Berat sampel setelah Berat air (g) Kadar air (%)

(17)

g (g) setelah pengovenan (g) oven (g) Rakyat / U1 5 12,77 17,47 4,7 0,3 6 Rakyat / U2 5 11,66 16,41 4,75 0,25 5 Rata-rata 5,5 Puslit / U1 5 12,67 17,46 4,79 0,21 4,2 Puslit / U2 5 11,78 16,56 4,78 0,22 4,4 Rata-rata 4,3 BAB 5. PEMBAHASAN 5.1 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan

5.1.1 Penentuan adanya serangga hidup

Penentuan adanya serangga hidup bertujuan untuk mengidentifikasi mutu biji kakao berdasarkan SNI 2323:2008. Menurut SNI, biji kakao berkualitas baik tidak ada serangga hidup maupun benda asing lain didalamnya. Biji kakao dalam kemasan dikeluarkan dari kemasannya dan diamati keberadaan serangga hidup dan benda asing lainnya. Apabila tidak ditemukan adanya serangga hidup maka dinyatakan tidak ada, apabila ditemukan serangga hidup maka dinyatakan ada. Apabila tidak ditemukan adanya benda asing maka dinyatakan tidak ada, apabila ditemukan benda asing maka dinyatakan ada.

5.1.2 Penentuan kadar air

Kada air biji kakao kering menurut SNI 2323:2008 adalah dibawah 7,5 %. Biji kakao yang akan diukur kadar airnya dihancurkan terlebih dahulu (sekitar 5 mm) untuk memperluas permukaan sehingga penguapan berjalan lebih efisien. Hal yang harus diperhatikan dalam pengecilan ukuran adalah menghindari biji kakao terbentuk pasta. Biji kakao yang sudah dihancurkan kemudian ditimbang sebanyak 10 gram dimasukkan kedalam dua botol timbang masing-masing 5 gram yang sudah diketahui beratnya. Botol timbang yang digunakan sebelumnya telah dioven untuk menghilangkan air yang mungkin terserap dalam botol timbang.

(18)

Tempatkan botol timbang beserta isinya dalam oven pada suhu 103°C ± 2°C selama 16 jam dengan tidak sekali-kali membuka oven karena akan

mempengaruhi berat botol timbang dan isinya. Setelah 16 jam botol timbang dikeluarkan dari oven, dimasukkan kedalam eksikator selama 15 menit untuk menyeimbangkan RH (Relative Humidity), kemudian ditimbang hingga diperoleh berat konstan. Menurut SNI 2323:2008, kadar air dinyatakan dalam persentase bobot/bobot sebagai berikut.

(M1-M2)/ (M1-M0) X 100%

Mo = bobot botol timbang, dinyatakan dalam gram

M1 = bobot botol timbang dan contoh uji sebelum pengeringan, dinyatakan dalam gram

M2 = bobot botol timbang dan contoh uji sebsudah pengeringan dinyatakan dalam gram

5.1.3 Penentuan biji berbau asap abnormal/berbau asing lainnya

Untuk mengamati adanya aroma asap abnormal/bau asing lainnya, biji kakao dibelah terlebih dahulu dan dilakukan pengamatan. Biji kakao yang sesuai dengan SNI 2323:2008 tidak berbau asap abnormal/berbau asing lainnya.

Pengamatan adanya bau asap abnormal dan bau asing lainnya dilakakan secara organoleptik dengan mencium bagian dalam dari setiap contoh uji. Apabila tidak ditemukan adanya bau asap abnormal dan bau asing lainnya maka contoh uji dinyatakan tidak ada, apabila ditemukan adanya bau asap abnormal dan bau asing lainnya maka contoh uji dinyatakan ada.

5.1.4 Penetuan kadar kotoran

Biji kakao yang sesuai dengan SNI 2323:2008 tidak mengandung kotoran apapun. Biji kakao yang akan diamati ditimbang terlebih dahulu sebanyak 1000 gram dan diamati adanya kotoran seperti plasenta, biji dempet (cluster), pecahan biji, pecahan kulit, biji pipih maupun ranting. Kotoran tersebut dipisahkan ke dalam kaca arloji yang telah diketahui bobotnya. Kaca arloji yang berisi kotoran masing-masing ditimbang dan kadar kotoran dinyatakan dalam persentase

(19)

bobot/bobot. Menurut SNI 2323:2008 penentuan kadar kotoran menurut persamaan berikut.

((M2-M1)/M0) x 100%

M0= bobot contoh uji dinyatakan dalam gram

M1= bobot kaca arloji kosong dinyatakan dalam gram M2= bobot kaca arloji dan kotoran dinyatakan dalam gram 5.1.5 Penetuan jumlah biji kakao per seratus gram

Jumlah biji kakao per seratus gram menentukan mutu biji berdasarkan ukuran berat bijinya yang dinyatakan dalam lima golongan yaitu kelas AA, A, B, C dan S. Biji kakao ditimbang sebanyak 100 gram dan dihitung jumlahnya. Penggolongan biji kakao berdasarkan jumlahnya per seratus gram bertujuan untuk mengetahui mutunya berdasarkan SNI 2323:2008.

5.1.6 Penentuan kadar biji cacat pada kakao (biji berjamur, biji slaty, biji berserangga, biji berkecambah)

Untuk menentukan kadar biji cacat pada kakao seperti biji berjamur, biji slaty, biji berserangga dan biji berkecambah diperlukan 150 sampel biji utuh. Sampel kemudian dibelah memanjang dan dilakukan pengamatan terhadap adanya biji berjamur, biji slaty, berserangga atau berkecambah. Masing-masing biji cacat dipisahkan berdasarkan jenisnya dan dihitung. Kemudian dihitung kadarnya per 150 biji kakao.

5.2 Analisa Data

5.2.1 Penentuan adanya serangga hidup/benda asing

Serangga hidup dan serangga mati adalah semua binatang-binatang kecil yang tercampur dengan biji kakao kering. Berdasarkan data pengamatan terhadap biji kakao yang tidak difermentasi dan biji kakao yang difermentasi menunjukkan bahwa kedua jenis biji kakao terdapat serangga hidup/benda asing lainnya yaitu 22 biji/150 biji. Mutu biji kakao yang sesuai dengan SNI 2323:2008 tidak mengandung kotoran atau benda asing lainnya. Menurut Basri (2010) adanya serangga dapat disebabkan karena kadar air biji kakao lebih dari 8%. Kadar air yang tinggi meningkatkan risiko terhadap kerusakan biji. Biji berserangga dapt

(20)

juga disebabkan oleh fermentasi yang kurang baik, penjemuran yang kurang optimal, dan tempat penyimpanan yang kurang bersih (Basri, 2010). Hal ini menunjukkan bahwa mutu biji kakao tidak sesuai dengan SNI 2323:2008. 5.2.2 Penentuan kadar air

Penentuan kadar air biji kakao menggunakan metode gravimetri yaitu dengan cara oven udara ruang pada suhu 103°C ± 2°C selama 16 jam. Menurut Wood (1975), biji kakao kering yang baik adalah biji kakao yang mempunyai kandungan air sekitar 6-7 %. Pada saat dicapai kadar air tersebut, perubahan-perubahan selama penyimpanan seperti pertumbuhan mikroba, reaksi pencoklatan, hidrolisis, oksidasi asam lemak jenuh dapat dikurangi. Kadar air biji kakao yang lebih dari 8% menyebabkan biji mudah diserang jamur dan serangga, sehingga meningkatkan risiko terhadap kerusakan biji (Basri, 2010).

Berdasarkan data pengamatan kadar air biji kakao adalah 4,4% untuk kakao tidak difermentasi dan 4,2% untuk kakao fermentasi. Kadar air biji kurang dari 5% akan menyebabkan biji mudah pecah (Basri, 2010). Biji kakao dengan kadar air rendah dapat menghambat perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan (Wood, 1985). Biji kakao yang tidak difermentasi memilliki kadar air lebih tinggi dibandingkan biji kakao fermentasi disebabkan pulpa pada biji fermentasi akan diuraikan oleh mikroorganisme selama fermentasi. Hal ini memyebabkan pengeringan berjalan lebih sempurna dan efektif dibandingkan jika biji kakao tidak difermentasi (Hansen, 1998).

SNI 2323:2008 tentang standar mutu biji kakao kering menyebutkan bahwa kadar air maksmal biji kakao kering adalah 7,5% (BSN, 2008).

Berdasarkan data pengukuran kadar air terhadap kedua jenis biji kakao kering dapat disimpulkan bahwa keduanya telah memenuhi standar yang ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) tentang mutu biji kakao kering.

5.2.3 Penentuan biji berbau asap abnormal atau berbau asing lainnya.

Biji berbau adalah biji kakao kering yang beraroma di luar aroma khas kakao. Aroma khas biji kakao terbentuk pada saat fermentasi yaitu pulp teraerasi, pH menurun sampai 4,5 karena kenaikan produksi asam. Produksi asam

(21)

digunakan oleh mikroorganisme sampai habis, pH akan naik sehingga

menyebabkan warna kulit biji kakao menjadi gelap dan terjadi perubahan bau (Haryadi dan Supriyanto, 1991). Berdasarkan data pengamatan terhadap bau asap abnormal/bau asing lainnya pada biji kakao kering menunjukkan tidak ada bau asap abnormal atau bau asing lannya. Hal ini menunjukkan dari segi bau kedua jenis kakao tersebut sudah memenuhi standar yang ditetapkan Badan Standarisasi Nasional (BSN) dalam SNI 2323:2008 tentang standar mutu biji kakao kering. 5.2.4 Penentuan adanya kotoran

Kadar kotoran adalah benda-benda berupa plasenta, ranting-ranting, biji dempet (cluster), pecahan biji, pecahan kulit, biji pipih dan benda lainya yang berasal dari tanaman kakao. Berdasarkan data pengamatan, biji kakao fermentasi terdapat 4,38 g/1000 g biji dempet, 4,19 g/1000 g pecahan kulit, 111,14 g/1000 g biji pipih dan tidak ditemukan adanya plasenta, pecahan biji dan ranting.

Sedangkan biji kakao yang tidak difermentasi terdapat 2,2 g/1000 g plasenta, 80,02 g/1000 g biji dempet, 298,18 g/1000 g pecahan biji, 74,66 g/1000 g pecahan kulit, 283,41 g/1000 g biji pipih dan tidak ditemukan adanya ranting.

Berdasarkan keseluruhan data tersebut diketahui bahwa prosentase kotoran biji kakao rakyat (tidak difermentasi) lebih tinggi dibandingkan biji kakao yang difermentasi. Menurut SNI 2323:2008 tentang standar mutu biji kakao kering menyatakan bahwa kadar kotoran maksimum kakao jenis Forastero dan Criollo adalah 1,5% untuk mutu I; 2,0% untuk mutu II dan 3,0% untuk mutu III. Dengan demikian diketahui bahwa kedua jenis biji kakao kering sudah memenuhi standar mutu yang ditetapkan Badan Standarisasi Nasional (BSN) tentang mutu biji kakao kering.

5.2.5 Penentuan mutu kakao berdasarkan jumlah biji kakao per seratus gram. Penentuan jumlah biji kakao per seratus gram bertujuan untuk mengetahui mutu biji kakao kering berdasarkan ukurannya. Menurut data hasil perhitungan menunjukkan biji kakao yang tidak difermentasi berjumlah 112 biji/100 g. Sedangkan biji kakao yang difermentasi berjumlah 108 biji/100g. Hal ini menunjukkan biji kakao yang difermentasi memiliki ukuran lebih besar dibandingkan biji kakao yang tidak difermentasi. Menurut Wahyudi (2008),

(22)

ukuran biji kakao dipengaruhi oleh proses fermentasi dan tingkat kematangan buah. Tingkat kematangan buah kakao dapat memberikan pengaruh pada jumlah biji per seratus gramnya, karena saat proses fermentasi biji kakao yang matang optimum menghasilkan biji kakao kering yang utuh dan tidak gepeng.

5.2.6 Penentuan adanya biji kakao kering yang cacat (biji berjamur, biji slaty, berserangga dan berkecambah).

Biji kakao cacat dapat digolongkan menjadi biji berjamur, biji slaty, biji berserangga dan biji berkecambah. Biji slaty adalah biji yang tidak terfermentasi secara sempurna, tekstur bijinya padat dan pejal seperti keju dan jika dicicipi (dikunyah) rasanya pahit dan sepat. Menurut Haryadi dan Supriyanto (1991) fermentasi yang baik adalah menggunakan kotak kayu yang berventilasi dan dilakukan pembalikan agar sirkulasi udara dapat berjalan baik untuk mendukung pertumbuhan mikroorganisme yang berperan dalam proses fermentasi serta waktu fermentasinya berkisar antara5-6 hari.

Biji kakao yang tidak difermentasi warnanya lebih pucat bila dibanding dengan yang terfermentasi sempurna, adapula yang mengalami fermentasi warnanya keunguan, sedangkan yang mengalami fermentasi sempurna warnanya coklat dan bukan ungu (Susanto, 1994). Berdasarkan data pengamatan

menunjukkan bahwa jumlah biji slaty pada kedua jenis kakao adalah 16 biji/150 biji dan 32 biji/150 biji. Menurut data tersebut diketahui bahwa kedua jeis biji kakao kering tidak masuk kedalam standar mutu yang terdapat dalam SNI 2323:2008 (BSN, 2008).

Biji berjamur adalah biji kakao yang ditumbuhi jamur atau kapang di bagian dalam atau luar dan apabila dibelah dapat dilihat dengan mata.

Berdasarkan data pengamatan menunjukkan bahwa jumlah biji berjamur pada kedua jenis kakao adalah 16 biji/150 biji dan 34 biji/150 biji. Penyebab

tumbuhnya jamur adalah kadar air melebihi 7,5% yang disebabkan pengeringan dengan sinar matahari (penjemuran) yang umumnya dilakukan lebih dari 7 hari. Salah satu kelemahan dari pengeringan alami, yaitu apabila cuaca buruk

(23)

(mendung atau hujan) maka akan memakan waktu yang cukup lama. Kondisi ini sangat memungkinkan biji kakao untuk ditumbuhi jamur (IEK, 2009).

Tunbuhnya jamur juga dapat disebabkan penyimpanan biji kakao kering yang kurang baik. Imdad dan Abdjad (1995) menyimpulkan bahwa untuk

menyimpan biji kakao kering agar tetap dalam kondisi baik, biji kakao sebaiknya disimpan dengan kemasan dan ditempatkan dalam ruangan yang bersuhu 30oC

serta kelembaban relative < 74%, sedang suhu minimal 25°C. Apabila lebih dari kelembaban relatif maka biji kakao yang disimpan akan rusak karena jamur.

Waktu fermentasi juga dapat memicu pertumbuhan jamur. Fermentasi selama 7 hari menyebabkan biji kakao kering mudah terserang jamur. Adanya biji berjamur yang ditandai dengan bercak putih pada kult biji yang menembus testa disebabkan oleh fermentasi yang terlalu lama sehingga pulp biji habis terpaka oleh mikroorganisme seperti khamir dan bakteri. Hal ini disertai dengan penurunan suhu dari 43oC pada hari ke 3 menjad 31oC pada hari ke 6 dan 7 sehingga

cendawan mudah menkontaminasi dan tumbuh pada biji. Biji berjamur yang terjadi selama proses fermentasi bila dikeringkan akan muncul sebagai bercak-bercak putih yang menembus bagian kulit kakao (Poejiwidodo, 1996). Standar mutu biji kakao kering yang tercantum dalam SNI 2323:2008 menyatakan bahwa kadar maksimal biji berjamur adalah 2% untuk mutu I, 4% untuk mutu II dan III. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa kedua jenis kakao belum memenuhi standar mutu yang terdapat dalam SNI 2323:2008 (BSN, 2008).

Berdasarkan data pengamatan terhadap adanya biji kakao kering menunjukkan bahwa biji kakao yang tidak difermentasi terdapat 10 biji

berkecambah pada 150 biji kakao kering, sedangkan biji kakao yang difermentasi tidak ditemukan adanya biji berkecamabah. Biji berkecambah dapat disebabkan oleh pemanenan buah kakao yang lewat masak. Pemanenan buah yang tidak terlalu masak bertujuan untuk menghindari biji berkecambah di dalam buah. Buah yang bijinya telah berkecambah biasanya kulit buah berlubang sehingga

memungkinkan jamur atau serangga masuk dalam buah. Pemanenan juga tidak diperkenankan untuk dilakukan pada buah yang kurang masak karena biji kakao

(24)

dari buah kurang masak sulit dipisahkan dan cenderung saling lengket (Wahyudi, 2008).

Selain itu biji kakao yang dikeluarkan dari buahnya tanpa disimpan dengan baik akan berkecambah dalam waktu 3-4 hari dan dalam keadaan normal biji akan kehilangan daya tumbuhnya setelah 10-15 hari. Biji kakao tidak

memiliki masa dorman, meskipun daging buahnya mengandung zat penghambat perkecambahan (Timow dan Soemarno, 1989). Menurut SNI 2323:2008, kadar biji berkecambah maksimum biji kakao kering untuk mutu I adalah 2% dan 3% untuk mutu II dan III. Berdasarkan data pengamatan terhadap kadar biji

berkecambah diketahui bahwa biji kakao yang tidak difermentasi tidak memenuhi syarat mutu SNI 2323:2008, sedangkan biji kakao kering yang difermentasi sudah memenuhi standar mutu.

(25)

BAB 6. PENUTUP 6.1 Simpulan

Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut.

1. Pada kedua jenis biji kakao kering ditemukan adanya serangga hidup dan benda asing lainnya.

2. Kadar air biji kakao yang tidak difermentasi lebih tinggi dibandingkan dengan biji kakao yang difermentasi.

3. Tidak ditemukan adanya bau asap abnormal/bau asing lainny pada kedua jenis biji kakao kering.

4. Jumlah biji per seratus gram biji kakao yang tidak difermentasi lebih besar dibandingkan dengan biji kakao yang difermentasi.

5. Kadar kotoran biji kakao yang tidak difermentasi lebih besar dibandingkan dengan biji kakao yang difermentasi.

6. Pada biji kakao yang difermentasi tidak ditemukan adanya biji berkecambah, sedangkan pada biji kakao yang tidak difermentasi ditemukan adanya biji berkecambah.

6.2 Saran

Untuk mempertahankan mutu biji kakao kering sebaiknya penyimpanan dilakuakn dengan cara yang benar dan disimpan pada ruangan yang bersih dan memiliki kelembaban rendah.

(26)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Standarisasi Nasional. 2008. Standar Nasional Indonesia Biji Kakao. Jakarta: BSN

Basri, Z. 2010. Mutu Biji Kakao Hasil Sambung Samping. Sulawesi Tengah: Media Litbang Sulteng, III, 112-118.

Hansen E. Carl, Olmo Margarita del and Burri C., 1998. Enzyme Activities in Cocoa Beans During Fermentation. J Sci Food Agric. 77, 273-281. Haryadi & Supriyanto, 1991. Bahan Ajaran Pengolahan Kakao Menjadi Bahan

Pangan. Yogyakarta : Pau Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada Hatmi, R. U. dan Rustijarno, S. 2012. Teknologi Pengolahan Biji Kakao Menuju

SNI Biji Kakao 01-2323-2008. Yogyakarta: Kementerian Pertanian IEK, Anita. 2009. Evaluasi Mutu Biji Kakao (Thebroma cacaoL) Kering di SP 5

Kampung Macuan Distrik Masni Kabupaten Manokwari. Papua: Universitas Negeri Papua

Imdad, H. P. dan A. A.Nawangsih. 1995. Sayuran Jepang. Jakarta: Penebar Swadaya

Poedjiwidodo, M. S., 1996. Sambung Samping Kakao. Jawa Tengah: Trubus Agriwidya

Spillane, J. 1995. Komoditi Kakao, Peranan Dalam Perekonomian Indonesia. Yogyakarta: Kanisius

Sunanto, H. 1994. Budidaya Kemiri Komoditas Ekspor. Yogyakarta: Kanisius Susanto, F. X. Ir. 1994. Tanaman Kakao (Budidaya dan Pengolahan Hasil). Yogyakarta:

Kanisius

Tiwow, A. dan Soemarno. 1989. Pengalaman PT Perkebunan XXIII (Persero) dalam Mengelola Perkebunan Kakao. Kumpulan Makalah Seminar Sehari. Bandar Kuala, Sumatera Utara, 18 Januari 1989. 20 hlm

Wahyudi, T., T.R Pangabean., dan Pujianto. 2008. Panduan Lengkap Kakao Manajemen Agribisnis dari Hulu Hingga Hilir. Jakarta: Penebar Swadaya. Wood, G.A.R. 1985. From Harvest to Store, in G.A.R. Wood & R.A. Loss (ed.).

(27)

LAMPIRAN PERHITUNGAN

1. Kelompok 1 (Shift 1) a. Kakao rakyat

 Kadar air (ulangan 1) =

Berat air(gram)

Berat sampel(gram)

x100

=

0,22(gram)

5(gram)

x100

= 0,044

x100

= 4,4 %

 Kadar air (ulangan 2) =

Berat air(gram)

Berat sampel(gram)

x100

=

0,22(gram)

5(gram)

x100

= 0,044

x100

= 4,4 %

 Rata-rata kadar air =

ulangan1+ulangan2

2

=

4,4 +4,4

2

= 4,4 % b. Kakao Puslit

(28)

Kadar air (ulangan 1) =

Berat air(gram)

Berat sampel(gram)

x100

=

0,21(gram)

5(gram)

x100

= 0,042

x100

= 4,2 %

Kadar air (ulangan 2) =

Berat air(gram)

Berat sampel(gram)

x100

=

0,21(gram)

5(gram)

x100

= 0,042

x100

= 4,2 %

 Rata-rata kadar air =

ulangan1+ulangan2

2

=

4,2 +4,2

2

= 4,2 % 2. Kelompok 2 (Shift 2) a. Kakao rakyat

Kadar air (ulangan 1) =

Berat air(gram)

(29)

=

0,3(gram)

5(gram)

x 100

= 0,06

x100

= 6 %

Kadar air (ulangan 2) =

Berat air(gram)

Berat sampel(gram)

x100

=

0,25(gram)

5(gram)

x100

= 0,05

x100

= 5 %

 Rata-rata kadar air =

ulangan1+ulangan2

2

=

6 +5

2

= 5,5 % b. Kakao Puslit

Kadar air (ulangan 1) =

Berat air(gram)

Berat sampel(gram)

x100

=

0,21(gram)

5(gram)

x100

= 0,042

x100

= 4,2 %

(30)

Kadar air (ulangan 2) =

Berat air(gram)

Berat sampel(gram)

x100

=

0,22(gram)

5(gram)

x100

= 0,043

x100

= 4,3 %

 Rata-rata kadar air =

ulangan1+ulangan2

2

=

4,2 +4,3

2

= 4,25 %

Gambar

Tabel 2. Syarat khusus kakao biji menurut SNI 2323:2008
Gambar 3. Diagram alir penentuan biji berbau asap abnormal/bau asing lainnya

Referensi

Dokumen terkait

Fotografi sendiri menjadi pilihan yang bisa dibilang tepat dalam memvisualkan suatu produk fashion apapun itu wujud dan bentuknnya, karena fotografi merupakan

Şekil 5.115 B'de gösterildiği gibi paralel tip çift şeritli kavşak kolu sonu katılma bölgesi tasarımında, kavşak kolunun sol şeridi anayol katılımında yardımcı bir

(2) Makna acuan yang terdapat pada tatanama tempat usaha di Kabupaten Sumedang dibedakan yaitu, mengacu pada nama tumbuhan, tempat atau daerah, nama orang, sifat orang

1) Seni bangunan adalah suatu bidang kesenian yang dapat mempertinggi rasa kebanggaan dan identitas suatu bangsa. Wujudnya sangat fisik, sifat khasnya bisa

TEMPAT KETUA PENGAWAS /PENGAWAS TARIKH / MASA KURSUS KOD KURSUS PROGRAM PENSYARAH

Ajar kami untuk sungguh menghadirkan Allah di dalam pelayanan kami, bukan sekedar memuaskan diri sendiri.. Mampukan kami menjadikan Engkau ya Kristus sebagai pusat

Saya sangat sering merasakan jenuh akan pekerjaan saya karena kenyamanan yang diberikan oleh perusahaan (gaji dan suasana kerja) sangat tidak sesuai.. PELUANG UNTUK MENGGUNAKAN

Karena