KAJIAN FISKAL REGIONAL
Tahun 2019
TIM PENYUSUN
Penanggung Jawab
Bakhtaruddin
(Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Riau)
Ketua
Zaenal Abidin (Kepala Bidang PPA II)
Anggota
Sugino Hasan Fauzi
Suharna
M. Prasetyo Witjaksono Heti Liyana Ekaningrum
Royhul Akbar Suyono Rini Apriani Syafruddin Syarifah Fauziah Purwanto
DAFTAR ISI
TIM PENYUSUN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GRAFIK ... x
RINGKASAN EKSEKUTIF ... xii
DASHBOARD ... xvi
BAB I SASARAN PEMBANGUNAN DAN TANTANGAN DAERAH ...1
1.1. PENDAHULUAN ...1
1.2. TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH ...1
1.2.1. Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah ...1
1.2.2. Berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah Daerah ...5
1.3. TANTANGAN DAERAH ...10
1.3.1. Tantangan Ekonomi Daerah ...10
1.3.2. Tantangan Sosial Kependudukan ...13
1.3.3. Tantangan Geografi Wilayah ...16
BAB II PERKEMBANGAN DAN ANALISIS EKONOMI REGIONAL ...19
2.1. INDIKATOR MAKROEKONOMI FUNDAMENTAL ...19
2.1.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ...19
2.1.2. Suku bunga ...26
2.1.3. Inflasi ...27
2.1.4. Nilai Tukar Rupiah ...28
2.2. INDIKATOR KESEJAHTERAAN ...30
2.2.1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) ...30
2.2.2. Tingkat Kemiskinan...31
2.2.3. Ketimpangan (Gini Ratio) ...33
2.2.4. Kondisi Ketenagakerjaan dan Tingkat Pengangguran ...34
2.3. EFEKTIVITAS KEBIJAKAN MAKRO EKONOMI DAN PEMBANGUNAN REGIONAL ...35
BAB III PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBN DI TINGKAT REGIONAL...38
3.2. PENDAPATAN PEMERINTAH PUSAT TINGKAT PROVINSI ...39
3.2.1. Penerimaan Perpajakan ...39
3.2.2. Penerimaan Negara Bukan Pajak ...42
3.2.3. Penerimaan Hibah ...45
3.3. BELANJA PEMERINTAH PUSAT TINGKAT PROVINSI...45
3.3.1. Belanja Berdasarkan Organisasi (Bagian Anggaran/Kementerian/Lembaga) ...46
3.3.2. Belanja Berdasarkan Fungsi ...47
3.3.3. Belanja Berdasarkan Klasifikasi Ekonomi/Jenis Belanja ...48
3.4. TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA ...48
3.4.1. Dana Transfer Umum ...49
3.4.2. Dana Transfer Khusus ...50
3.4.3. Dana Desa ...52
3.5. ANALISIS CASH FLOW PEMERINTAH PUSAT ...53
3.6. PENGELOLAAN BLU PUSAT ...53
3.6.1. Profil dan Jenis Layanan Satker BLU Pusat ...54
3.6.2. Perkembangan Pengelolaan Aset, PNBP dan RM BLU Pusat ...54
3.6.3. Kemandirian BLU ...55
3.6.4. Potensi Satker PNBP Menjadi Satker BLU ...56
3.7. PENGELOLAAN MANAJEMEN INVESTASI PUSAT ...56
3.8.3. Penerusan Pinjaman ...57
3.8.4. Kredit Program ...57
3.8. PERKEMBANGAN DAN ANALISIS BELANJA WAJIB (MANDATORY SPENDING) DAN BELANJA INFRASTRUKTUR PUSAT DI DAERAH ...58
3.8.1. Mandatory Spending di Daerah ...58
3.8.2. Belanja Infrastruktur ...60
BAB IV PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBD ...61
4.1. APBD TINGKAT PROVINSI ...61
4.2. PENDAPATAN DAERAH ...61
4.2.1. Dana Transfer/Perimbangan ...63
4.2.2. Pendapatan Asli Daerah ...65
4.2.3. Pendapatan Lain-Lain ...66
4.3. JENIS BELANJA DALAM APBD ...66
4.4. PENGELOLAAN BLU DAERAH ...70 4.5. SILPA DAN PEMBIAYAAN... Error! Bookmark not defined.
1. Perkembangan Surplus/Defisit APBD ... Error! Bookmark not defined.
2. Pembiayaan Daerah ... Error! Bookmark not defined. 4.6. ANALISIS LAINNYA ... Error! Bookmark not defined.
1. Analisis Horizontal dan Vertikal ... Error! Bookmark not defined.
2. Analisis Kapasitas Fiskal Daerah ... Error! Bookmark not defined.
3. Analisis Kesehatan Pengelolaan Keuangan Daerah ... Error! Bookmark not defined.
BAB V PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN ANGGARAN
KONSOLIDASIAN (APBN DAN APBD) ...81
5.1. LAPORAN REALISASI ANGGARAN KONSOLIDASIAN ...81
5.2. PENDAPATAN KONSOLIDASIAN ...81
5.2.1. Analisis Proporsi dan Perbandingan ...82
5.2.2. Analisis Perubahan ...83
5.2.3. Rasio Pajak (Tax Ratio) ...83
5.2.4. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Kenaikan Realisasi Pendapatan Konsolidasian ...85
5.3. BELANJA KONSOLIDASIAN ...86
5.3.1. Analisis Proporsi dan Perbandingan ...86
5.3.2. Analisis Perubahan ...87
5.3.3. Analisis Rasio Belanja Operasi Konsolidasian Terhadap Total Belanja Konsolidasian ...88
5.3.4. Rasio Belanja Konsolidasian Terhadap Jumlah Penduduk ...88
5.3.5. Anggaran Belanja Sektor Pendidikan ...89
5.3.6. Anggaran Belanja Sektor Kesehatan ...89
5.4. SURPLUS/DEFISIT ...90
5.5. Analisis Dampak Kebijakan Fiskal Agregat ...91
BAB VI KEUNGGULAN DAN POTENSI EKONOMI SERTA TANTANGAN FISKAL REGIONAL...93 6.1. KEUNGGULAN DAN POTENSI EKONOMI REGIONAL . Error! Bookmark not
defined.
5.1. TANTANGAN FISKAL REGIONAL ... Error! Bookmark not defined. 6.2.1. Usia Tanaman Sawit Sudah Memasuki Masa Peremajaan (Replanting)
dan Kualitas Bibit Sawit yang Rendah ... Error! Bookmark not defined. 6.2.2. Hambatan dan Tantangan Lain Produksi Kelapa Sawit dari Hulu ke
6.2.3. Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) ... Error! Bookmark not defined.
6.2.4. Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2018 Tentang Moratorium Lahan Sawit Error! Bookmark not defined.
5.2. TANTANGAN FISKAL INTERNASIONAL ... Error! Bookmark not defined.
BAB VII ANALISIS TEMATIK ... 114
KONTRIBUSI DAN TANTANGAN DANA DESA DALAM UPAYA UNTUK MENDORONG PERTUMBUHAN DAN PEMERATAAN DI DAERAH ... Error! Bookmark not defined. A. KONTRIBUSI DANA DESA TERHADAP PERTUMBUHAN DI DAERAH... Error! Bookmark not defined. 1. Bidang Pembangunan Desa ... Error! Bookmark not defined. Padat Karya Tunai (Cash For Work) ... Error! Bookmark not defined. 2. Bidang Pemberdayaan Masyarakat ... Error! Bookmark not defined. Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa) ... Error! Bookmark not defined. Pendapatan Per Kapita ... Error! Bookmark not defined. B. KONTRIBUSI DANA DESA DALAM MENDORONG PEMERATAAN DI DAERAH ... Error! Bookmark not defined. 1. Peningkatan Status Desa ... Error! Bookmark not defined. C. TANTANGAN DANA DESA DALAM MENDORONG PERTUMBUHAN DAN PEMERATAAN DI DAERAH ... Error! Bookmark not defined. 1. Permasalahan, Kendala, Tantangan Penyaluran Dana Desa .... Error! Bookmark not defined. BAB VIII PENUTUP ... 132
A. KESIMPULAN ... 132
B. REKOMENDASI ... 134
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Target Pembangunan Infrastruktur Provinsi Riau Tahun 2020 – 2024 ... 3
Tabel 1.2 Target Pembangunan Infrastruktur Provinsi Riau Tahun 2020 – 2024 ... 4
Tabel 1.3 Target Pengembangan Budaya Melayu Provinsi Riau Tahun 2020 – 2024 ... 4
Tabel 1.4 Target Ekonomi Provinsi Riau Tahun 2019 ... 5
Tabel 1.5 Produksi Pertanian di Riau Tahun 2018 ... 8
Tabel 2.6 Perkembangan Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan ... 32
Tabel 2.7 Perkembangan Ketenagakerjaan Provinsi Riau Tahun 2016-2019 ... 34
Tabel 2.8 Capaian Indikator Ekonomi Regional Provinsi Riau Tahun 2017-2019 ... 35
Tabel 3.1 Ringkasan APBN di Provinsi Riau Tahun 2018-2019 (dalam miliar rupiah) . 38 Tabel 3.2 Jumlah Wajib Pajak Baru Terdaftar pada Tahun Anggaran 2019 ... 40
Tabel 3.3 Pertumbuhan Kepatuhan Penyampaian SPT Kanwil DJP Riau ... 41
Tabel 3.4 Pendapatan PNBP Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi di Provinsi Riau ... 42
Tabel 3.5 Pendapatan PNBP Fungsional Pemerintah Pusat di Provinsi Riau ... 43
Tabel 3.6 Rasio Kontribusi Pendapatan Perpajakan dan PNBP yang dikelola Pemerintah Pusat ... 44
Tabel 3.7 Rasio Kontribusi Penduduk Kabupaten/Kota terhadap Pendapatan Pemerintah Pusat ... 45
Tabel 3.8 Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Bagian Anggaran ... 46
Tabel 3.9 Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Fungsi di Provinsi Riau .. 47
Tabel 3.10 Perkembangan Pagu dan Realisasi berdasarkan Jenis Belanja di Provinsi Riau ... 48
Tabel 3.11 Perkembangan Pagu dan Realisasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa di Provinsi Riau ... 48
Tabel 3.12 Perkembangan Pagu dan Realisasi Dana Alokasi Umum di Provinsi Riau 49 Tabel 3.13 Perkembangan Pagu dan Realisasi Dana Bagi Hasil di Provinsi Riau ... 50
Tabel 3.14 Realisasi Dana Alokasi Khusus Fisik di Provinsi Riau Tahun 2019 dan 2018 ... 50
Tabel 3.15 Realisasi Dana Alokasi Khusus Non Fisik di Provinsi Riau Tahun 2019 dan 2018 ... 51
Tabel 3.16 Realisasi Dana Desa di Provinsi Riau Tahun 2019 dan 2018 ... 52
Tabel 3.18 Cash Flow Pemerintah Pusat di Provinsi Riau Tahun 2018-2019 ... 53
Tabel 3.19 Profil dan Jenis Layanan BLU Pusat di Provinsi Riau Tahun 2019 ... 54
Tabel 2.20 Tingkat Kemandirian BLU Pusat di Provinsi Riau (dalam miliar rupiah) ... 55
Tabel 3.21 Satker di Wilayah Provinsi Riau dengan PNBP Fungsional Tahun 2019 di atas 10 Miliar ... 56
Tabel 2.22 Penerusan Pinjaman Provinsi Riau Tahun 2018 (dalam miliar rupiah) ... 57
Tabel 3.23 Realisasi Capaian Output Strategis Bidang Pendidikan Tahun 2019 ... 59
Tabel 3.24 Realisasi Capaian Output Strategis Bidang Kesehatan Tahun 2019 ... 59
Tabel 3.25 Realisasi Belanja Capaian Output Strategis Bidang Infrastruktur di Provinsi Riau Tahun 2019 ... 60
Tabel 4.1 Profil APBD Provinsi Riau Berdasarkan Klasifikasi Ekonomi ... 61
Tabel 4.2 Jenis Pendapatan APBD di Provinsi Riau (dalam miliar rupiah) ... 62
Tabel 4.2 Jenis Dana Transfer/Perimbangan di Provinsi Riau (dalam miliar rupiah) ... 63
Tabel 4.4 Ruang Fiskal di Provinsi Riau tahun 2018-2019 ... 64
Tabel 4.5 Perbandingan Komparatif Dana Transfer Terhadap Indikator Pembangunan Nasional ... 65
Tabel 4.6 Pendapatan Asli Daerah di Provinsi Riau (dalam miliar rupiah) ... 65
Tabel 4.7 Perbandingan PAD terhadap Belanja Daerah (dalam miliar rupiah) ... 66
Tabel 4.8 Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah (dalam miliar rupiah) ... 66
Tabel 4.9 Belanja Daerah berdasarkan Klasifikasi Urusan di Provinsi Riau tahun 2018-2019 ... 67
Tabel 4.9 Profil Belanja APBD Berdasarkan Klasifikasi Jenis Belanja di Provinsi Riau 69 Tabel 4.11 Perkembangan Pengelolaan Aset dan Pagu satker BLUD di Provinsi Riau ... 70
Tabel 5.1 Laporan Realisasi Anggaran Konsolidasian Tingkat Wilayah Provinsi Riau 81 Tabel 5.2 Rasio Pajak terhadap PDRB Provinsi Riau Tahun 2018 dan 2019 ... 84
Tabel 5.3 Realisasi Pendapatan Konsolidasian Wilayah Provinsi Riau ... 86
Tabel 4.4 Tabel Rasio Belanja Operasi Provinsi Riau Tahun 2018 dan 2019 ... 88
Tabel 5.5 Rasio Surplus/Defisit Konsolidasian terhadap PDRB pada Provinsi Riau.... 90
Tabel 5.6 Laporan Operasional Konsolidasian Tingkat Wilayah Provinsi Riau Tahun 2019 Preliminary ... 92
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1.1 Penjabaran Visi Gubernur Provinsi Riau Periode 2019-2024 ... 2 Grafik 1.2 Target Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Berdasarkan Indikator Sasaran... 3 Grafik 1.3 Target Peningkatan Kinerja Aparatur Sipil Negara ... 5 Grafik 1.4 Tingkat Kemiskinan Kabupaten/Kota di Provinsi Riau Tahun 2019 ... 6 Grafik 1.5 Ketersediaan Pangan Utama Beras Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Riau Tahun 2017 ... 10 Grafik 1.6 Kondisi Jalan Provinsi di Provinsi Riau Tahun 2015-2018 ... 11 Grafik 1.7 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2018 ... 12 Grafik 1.8 Kepadatan Penduduk Kabupaten/Kota di Provinsi Riau Tahun 2018 ... 14 Grafik 1.9 Angka Harapan Hidup per Kabupaten/Kota di Provinsi Riau Tahun 2018 . 14 Grafik 1.10 APM SMA/SMK Kabupaten/Kota ... 15 Grafik 1.10 Ketinggian Kabupaten/Kota Provinsi Riau dari Permukaan Laut (Meter) .. 16 Grafik 1.10 Peta Persebaran Titik Panas di Provinsi Riau 24-30 Mei 2019... 18 Grafik 2.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Kawasan Sumatera dan Nasional Tahun 2017 - 2019 ... 20 Grafik 2.2 Pertumbuhan Ekonomi Riau Tahun 2018 Menurut Lapangan Usaha ... 20 Grafik 2.3 Pertumbuhan Ekonomi Riau Tahun 2019 Menurut Pengeluaran... 21 Grafik 2.3 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Provinsi di Kawasan Sumatera Tahun 2019 ... 21 Grafik 2.3 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten/Kota Provinsi Riau Tahun 2019 ... 22 Grafik 2.3 PDRB Sisi Permintaan Atas Dasar Harga Berlaku Provinsi Riau Tahun 2019 ... 22 Grafik 2.7 Perkembangan Ekspor dan Impor Provinsi Riau Tahun 2019 (dalam miliar USD) ... 24 Grafik 2.8 PDRB Sisi Penawaran Provinsi Riau Tahun 2018 Berdasarkan Harga Berlaku ... 25 Grafik 2.8 PDRB Per Kapita Tahun 2011-2019 (dalam juta rupiah) ... 26 Grafik 2.8 Perkembangan BI 7-Day Repo Rate Tahun 2019 ... 26
Grafik 2.8 Perkembangan Inflasi Provinsi Riau dan Nasional Bulanan (mtm) dan
Tahunan (yoy) 2019 ... 27
Grafik 2.8 Andil Inflasi Menurut Kelompok Pengeluaran Riau Selama Tahun 2019 .... 28
Grafik 2.8 Pergerakan Nilai Tukar IDR Terhadap USD Tahun 2019 ... 29
Grafik 2.8 Capaian IPM Riau Tahun 2012-2019... 30
Grafik 2.15 Peringkat IPM Riau Tahun 2019 ... 31
Grafik 2.16 Perkembangan Penduduk Miskin Provinsi Riau Tahun 2012-2019 ... 32
Grafik 2.17 Perkembangan Penduduk Miskin Provinsi Riau Tahun 2012-2019 ... 33
Grafik 3.1 Penerimaan Perpajakan Pemerintah Pusat di Provinsi Riau (dalam miliar rupiah) ... 40
Grafik 3.2 Perkembangan Tax Ratio Provinsi Riau 2015 - 2019 ... 41
Grafik 3.3 Perkembangan Aset dan Pagu satker BLU Lingkup Provinsi Riau ... 54
Grafik 3.4 Realisasi Kredit Program di Provinsi Riau Tahun 2019 ... 58
Grafik 3.5 Realisasi Kredit Program di Provinsi Riau Tahun 2019 ... 64
Grafik 4.5 Porsi Belanja Pegawai dan Belanja Modal di Provinsi Riau Tahun 2019 .... 69
Grafik 5.1 Perbandingan Komposisi Pendapatan Konsolidasian ... 82
Grafik 5.2 Perbandingan Pendapatan Pemerintah Pusat dan Daerah terhadap Pendapatan Konsolidasian Provinsi Riau Tahun 2019 ... 82
Grafik 5.3 Perbandingan Penerimaan Perpajakan Pemerintah Pusat, Daerah, dan Konsolidasian Provinsi Riau Tahun 2019 ... 83
Grafik 5.4 Rasio Pajak Konsolidasian per Kabupaten/Kota Provinsi Riau Tahun 2019 84 Grafik 5.5 Pajak Per Kapita Konsolidasian per Kabupaten/Kota ... 85
Grafik 5.6 Perbandingan Belanja dan Transfer Pempus dan Pemda terhadap Belanja dan Transfer Konsolidasian Provinsi Riau Tahun 2019 (Dalam Miliar Rupiah) ... 86
Grafik 5.7 Komposisi Belanja Konsolidasian Provinsi Riau Tahun 2018 dan 2019 ... 87
Grafik 5.8 Belanja Pemerintah Konsolidasian Per Kapita Provinsi Riau Tahun 2018 dan 2019 ... 88
Grafik 5.9 Rasio Belanja Pendidikan Per Jiwa Kabupaten/Kota di Provinsi Riau Tahun 2018 dan 2019 ... 89
Grafik 5.10 Rasio Belanja Kesehatan Per Jiwa Kabupaten/Kota di Provinsi Riau ... 90
RINGKASAN EKSEKUTIF
Meski merupakan provinsi dengan PDRB terbesar keenam di Indonesia, pertumbuhan ekonomi Riau selama beberapa tahun terakhir adalah yang terkecil di seluruh Sumatera.Meski merupakan Provinsi dengan PDRB terbesar keenam di Indonesia dan terbesar kedua di luar Pulau Jawa, pertumbuhan ekonomi Riau beberapa tahun terakhir merupakan yang terkecil di Sumatera dan jauh di bawah pertumbuhan Nasional. Tingkat aksesibilitas masyarakat terhadap layanan kesehatan masih rendah, akses air bersih dan air minum yang berasal dari air leding/perpipaan juga masih terbatas. Kualitas dan kuantitas Jaringan Irigasi untuk mendukung produktivitas lahan pertanian masih rendah. Degradasi dan deforestrasi hutan dan lahan gambut cukup tinggi termasuk perubahan tata guna, fungsi hutan dan lahan gambut, serta okupasi kawasan konservasi. Provinsi Riau juga rentan terhadap bencana kekeringan di Musim Kemarau, yang menyebabkan terjadinya kebakaran lahan dan hutan. Rendahnya pemanfaatan potensi pantai/pesisir serta tingkat abrasi di wilayah pesisir akibat karakter pantai timur yang pada umumnya berlumpur masih tinggi. Meski terus menurun, tingkat kemiskinan Provinsi Riau 3 tahun terakhir, masih diatas 5 persen, pada September 2019 sebesar 6,9 persen atau berjumlah 483.92 ribu jiwa, serta masih belum optimalnya pelestarian budaya khususnya budaya Melayu.
Sasaran pembangunan Riau adalah mewujudkan Riau yang berdaya saing, sejahtera, bermartabat, dan unggul di Indonesia.
Pembangunan di Riau adalah merupakan upaya mewujudkan Riau yang berdaya saing, sejahtera, bermartabat dan unggul di Indonesia, dengan sasaran meningkatnya aksesibilitas dan mutu pendidikan, meningkatnya kesetaraan gender, meningkatnya kerukunan umat beragama, meningkatnya pelayanan transportasi, meningkatnya cakupan layanan listrik bagi rumah tangga, meningkatnya infrastruktur pengelolaan dan konservasi sumber daya air, meningkatnya indeks kualitas lingkungan hidup, menurunnya emisi gas rumah kaca, meningkatnya investasi daerah, meningkatnya ketahanan pangan daerah., meningkatnya perlindungan, pengembangan, pemanfaatan dan pembinaan pemajuan kebudayaan Melayu Riau, serta meningkatnya kunjungan wisatawan.
Perekonomian Riau tumbuh 2,84 persen, tumbuh lambat dibanding tahun 2018 sebesar 2,37 persen.
Perekonomian Riau tahun 2019 yang diukur berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp765,2 triliun dan PDRB per kapita mencapai Rp109.76
juta. Perekonomian Riau tahun 2019 tumbuh sebesar 2,84 persen, naik dibanding tahun 2018 sebesar 2,37 persen dan masih di bawah pertumbuhan nasional sebesar 5,02 persen dan regional Sumatera yang mencapai 4,57 persen. Dari sisi produksi, hampir semua lapangan usaha mengalami pertumbuhan. Pengadaan Listrik dan Gas merupakan lapangan usaha yang mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 14,02 persen, diikuti oleh Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial sebesar 10,69 persen, dan Informasi dan Komunikasi sebesar 9,30 persen. Namun sektor Pertambangan dan Penggalian, yang menempati lapangan terbesar kedua setelah industri pengolahan terhadap struktur PDRB Riau, masih mengalami kontraksi sebesar minus 6,93 persen
IPM Provinsi Riau 2019 sebesar 73, berada di atas rata-rata nasional sebesar 71,92.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Riau pada tahun 2019 sebesar 73 meningkat 0,56 dibanding tahun 2018 sebesar 72,44 dan berada di atas IPM nasional sebesar 71,92. IPM Riau menduduki peringkat kedua di regional Sumatera setelah IPM Provinsi Kepulauan Riau yang mencapai 75,48. Secara nasional, IPM Riau berada pada peringkat keenam, IPM tertinggi diraih oleh DKI Jakarta sebesar 80,76, diikuti oleh DI Yogyakarta dan Kalimantan Timur, serta Kepulauan Riau, masing-masing sebesar 79,99; 76,61; dan 75,48.
Persentase Penduduk miskin di Riau turun 0,31 poin menjadi 6,9 persen dari tahun sebelumnya sebesar 7.21 persen.
Jumlah penduduk miskin atau penduduk yang berada di garis kemiskinan di Provinsi Riau pada bulan September 2019 sebanyak
483.92 ribu jiwa atau 6,9 persen dari jumlah penduduk Riau, menurun dari sebelumnya sebanyak 494,26 ribu jiwa atau 7.21 persen. Penduduk miskin di Provinsi Riau sebagian besar berada di
perdesaan dengan jumlah sebanyak 314.06 ribu jiwa pada bulan September 2019, menurun dari September 2018 sebanyak 322,05 ribu jiwa.. Sejalan dengan tingkat kemiskinan, indeks kedalaman kemiskinan (P1) dan indeks keparahan kemiskinan (P2) periode Maret hingga September 2019 mengalami penurunan, yaitu masing-masing turun 0,02 poin.
Realisasi Pendapatan Negara (APBN) mencapai 16,32 triliun meningkat 27,56 persen dibanding tahun 2018
Target pendapatan negara di Provinsi Riau mengalami kenaikan yaitu sebesar 3,05 persen dari Rp18,11 triliun pada tahun 2018 menjadi Rp18.67 triliun pada tahun 2019. Target tersebut dapat direalisasikan sebesar Rp16,32 triliun lebih tinggi 2,76 persen dibanding tahun sebelumnya sebesar Rp15,88 triliun.
Realisasi pendapatan mayoritas disumbang oleh pendapatan perpajakan sebesar Rp15,44 triliun atau sebesar 94,62 persen, naik sebesar 2,74 persen dari realisasi pajak tahun sebelumnya sebesar Rp15.03 triliun. Pagu Belanja Pemerintah Negara (APBN) mengalami kenaikan 15,57 persen, sementara realisasinya mengalami kenaikan 10,87 persen
Pagu belanja negara mengalami peningkatan yang cukup signifikan yaitu sebesar 15,57 persen dari Rp30,83 triliun pada tahun 2018 menjadi Rp35,63 triliun pada tahun 2019. Peningkatan pagu belanja tersebut terutama disebabkan oleh kenaikan pagu Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) yang mencapai 20,91 persen. Alokasi TKDD terus mengalami peningkatan dalam rangka penguatan sumber pendanaan daerah dan sebagian diarahkan untuk belanja infrastruktur layanan publik. Sementara realisasi belanja negara sampai dengan akhir tahun sebesar Rp33,2 triliun atau 93,17 persen dari pagu, naik 10,87 persen dari tahun sebelumnya sebesar Rp29,95 triliun. Pendapatan daerah terealisasi 94,88 persen, Belanja Daerah dan transfer terealisasi 100 persen
Target pendapatan daerah tahun 2019 sebesar Rp34,58 triliun, naik 9,67 persen dibandingkan tahun 2018 sebesar Rp31,53 triliun dan terealisasi Rp29,51 triliun atau 94,88 persen. Sementara itu, Pagu belanja sebesar Rp35,65 triliun, meningkat Rp2,60 triliun atau 7,88% dibandingkan tahun 2018 sebesar Rp33,05 triliun. Adapun Belanja daerah dan transfer yang dapat direalisasikan sepanjang tahun 2019 sebesar Rp35,65 triliun atau 100 persen. Pendapatan Negara Konsolidasian terealisasi sebesar Rp21,41 triliun
Realisasi pendapatan negara konsolidasian di Provinsi Riau tahun 2019 sebesar Rp21,41 triliun, naik Rp2,88 triliun dibanding tahun 2018.
Total pendapatan konsolidasian pemerintah pusat dan pemerintah daerah tahun 2019 sebesar Rp21,41 triliun. Dari pendapatan tersebut, 75,69 persen merupakan pendapatan
Pemerintah Pusat dan 24,31 persen pendapatan Pemerintah Daerah Realisasi Belanja Negara konsolidasian Rp39,4 triliun
Realisasi belanja dan transfer konsolidasian Provinsi Riau tahun 2019 mencapai Rp39,40 triliun, yang terdiri dari 77,54 persen bersumber dari anggaran pemerintah daerah dan sisanya sebesar 22,46 persen dari anggaran pemerintah pusat. Berdasarkan klasifikasi ekonomi, belanja pegawai konsolidasian merupakan jenis belanja terbesar
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan merupakan sektor unggulan di Provinsi Riau khususnya perkebunan kelapa sawit
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan merupakan sektor unggulan di Provinsi Riau dan memiliki pertumbuhan yang tinggi. Perkebunan kelapa sawit memiliki luas lahan dan produksi yang terbesar. Luas perkebunan sawit pada tahun 2019 mencapai 2,8 juta Ha dengan produksi 8,8 juta ton. Namun produk tersebut menghadapi tantangan dari dalam negeri berupa kecenderungan penurunan produktivitas akibat usia tanaman memasuki masa
replanting dan tantangan dari luar negeri berupa kampanye hitam
dari beberapa negara, seperti Eropa, Amerika, Australia, dan India. Produk pertanian lain yang bisa menjadi alternatif antara lain karet, kelapa dalam, sagu, kakao, dan pinang.
Konvergensi penanganan stunting pada rovinsi Riau bersumber dari berbagai sumber dana DIPA K/L, DAK Fisik, DAK Non Fisik, Dana Desa, dan Dana APBD dengan total Rp.1,06 triliun.
Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak balita
akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang terutama dalam seribu Hari Pertama Kehidupan (HPK). Stunting disebabkan oleh faktor multidimensi, oleh karena itu harus ditangani multisektor dengan melakukan konvergensi stunting. Konvergensi tidak hanya pada lokasi, namun juga pengintegrasian sumber pendanaan belanja K/L, DAK Fisik (bidang Kesehatan, Air Minum, Sanitasi, DAK Non Fisik (BOK,BOKB,Adminduk, BOP PAUD), Dana Desa dan hibah pada sektor tertentu yang relevan (air minum). Di Provinsi Riau Konvergensi penanganan stunting bersumber dari berbagai sumber dana DIPA K/L, DAK Fisik, DAK Non Fisik, Dana Desa, dan Dana APBD dengan total Rp.1,06 triliun.
Defisit (16.886,21)
M
TKDD 24.844,96 M Belanja Barang Belanja Modal Belanja Pegawai Belanja Bansos 20,82 M 1.559,51 M 3.049,73 M 3.726,63 M Laju Pertumbuhan Laju Inflasi Gini Ratio Tahun Tingkat KemiskinanSEJAHTERA
,
BERMARTABAT
dan
UNGGUL
di Indonesia
JUMLAH DEBITUR KUR DAN UMI74.214
JUMLAH AKAD
KUR DAN UMI
3,33 T
T
Bermartabat
Berdaya Saing
Kondisi kemakmuran masyarakat Riau yang dicirikan dengan meningkatnya pendapatan masyarakat, berkurangnya ketimpangan sosial,
menurunnya kemiskinan dan pengangguran.
Sejahtera
RIAU BERSATU
Mengangkat marwah Provinsi Riau menjadi yang terdepan dan berintegritas melalui pengamalan nilai-nilai agama serta penerapan falsafah budaya melayu
dalam sendi kehidupan bermasyarakat. Kondisi kemampuan daerah yang mapan
didukung pertumbuhan ekonomi, infrastruktur, dan sumber daya manusia yang handal dan lingkungan hidup yang
lestari.
Menjadikan Riau berprestasi di bidang keagamaan, budaya, seni, dan olahraga serta terbaik dan terdepan dalam inovasi, pelayanaan publik dan
penyelenggaraan pemerintahan.
Unggul
TANTANGAN
Riau masih terlalu bergantung pada pertambangan sebagai sektor utama ekonomi, sedangkan pertambahangan merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui dan rentan terjadi fluktuasi harga di pasar dunia Riau masih lemah dalam penyediaan infrastruktur yang mendukung industri hilir, jalan provinsi dengan kondisi kerusakan sedang sampai rusak berat mencapai 55,18% pada tahun 2017.
Tingkat inflasi Riau dinilai masih tinggi dikarenakan fluktuasi harga komoditi utama seperti bahan pangan yang masih memiliki ketergantungan dari provinsi lain
Masih rendahnya kinerja ASN DI Provinsi Riau dikarenakan masih belum optimalnya manajemen pelayanan ASN dan pembinaan ASN, serta belum optimalnya pelayanan publik berbasis teknologi.
Pertumbuhan ekonomi Riau selama lima tahun terakhir, berada di bawah pertumbuhan ekonomi Sumatera. Tahun 2019 menempati posisi terendah dari seluruh provinsi di Sumatera (warna merah), meskipun dari sisi PDRB pada tahun 2019 menempati urutan ke dua setelah Medan di Sumatera. Sumber: BPS (diolah)
PELAKSANAAN APBD
PELAKSANAAN
APBN
PENDAPATAN: Dana Perimbangan 26.118,99 M ; Pendapatan Asli Daerah 6.189,24 M ; PAD Lainnya 521 M
Komposisi Realisasi Anggaran Penanganan Stunting berdasarkan
Sumber dana
MANDATORY SPENDING 2019
Komposisi Realisasi Anggaran Penanganan Stunting berdasarkan
jenis intervensi
Instruksi Presiden Nomor 8 tahun 2018 tentang Moratorium Lahan Sawit
Usia Tanaman Sawit Sudah Memasuki Masa Peremajaan dan Kualitas Bibit Sawit Rendah Hilirisasi Kelapa Sawit
Kebijakan Mandatori Biodiesel
Indonesian Sustainable Palm Oil
Isu Kenaikan Bea Masuk India Sebesar Dua Kali Lipat Resolusi Uni Eropa untuk Pelarangan Biodiesel Berbasis Minyak Sawit pada Tahun 2021
Rancangan Undang-Undang Label Minyak Sawit oleh Australia
Tata Ruang Nasional dan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP)
Kebijakan Pemerintah AS yang Memberlakukan Praktik Anti-Dumping untuk Biodiesel Indonesia
Laporan Realisasi Anggaran Konsolidasian (dalam Milyar Rupiah) Ketentuan Mandatory: Alokasi Fungsi Pendidikan minimal 20%, Alokasi Fungsi
BAB I
SASARAN PEMBANGUNAN DAN TANTANGAN DAERAH
1.1. PENDAHULUAN
Bagian terpenting dari penyelenggaraan pemerintahan adalah mewujudkan keselarasan antara pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang merata. Salah satu alat utama pemerintah untuk mewujudkan hal tersebut adalah kebijakan fiskal, yakni suatu kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam mengelola pendapatan belanja yang memberikan pengaruh terhadap upaya mencegah dan mengurangi tingkat pengangguran, mempertahankan harga pasar, memacu pertumbuhan ekonomi negara, mendorong laju investasi dan mewujudkan keadilan sosial.
Perwujudan kebijakan fiskal tercermin dalam struktur APBN pada pemerintah pusat dan APBD pada pemerintah daerah. Sebagai alat yang diharapkan efektif, dalam implementasinya kebijakan ini memerlukan sinergi dan harmonisasi kebijakan serta pengelolaan keuangan pusat dan daerah agar tujuan dan sasaran pembangunan dapat tercapai. Kebijakan fiskal yang efektif diharapkan mampu meningkatkan perbaikan dan kualitas indikator-indikator ekonomi makro dan kesejahteraan di daerah.
Selain itu juga perlu memperhatikan dasar perumusannya. Hal pertama yang harus menjadi dasar perumusan kebijakan fiskal agar efektif dan efisien yaitu pemetaan tantangan-tantangan daerah yang dihadapi baik dari segi ekonomi, sosial kependudukan serta tantangan wilayah.
1.2. TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH
1.2.1. Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
Pembangunan daerah adalah usaha yang sistematik untuk pemanfaatan sumber daya yang dimiliki daerah untuk peningkatan dan pemerataan pendapatan masyarakat, kesempatan kerja, lapangan berusaha, meningkatkan akses dan kualitas pelayanan publik dan daya saing daerah sesuai dengan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya. Lebih lanjut, pembangunan daerah merupakan perwujudan dari pelaksanaan urusan pemerintahan yang telah diserahkan ke daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) merupakan penjabaran visi, misi dan program Gubernur terpilih yang menjadi pedoman pelaksanaan pembangunan dalam lima tahun pemerintahan. Visi Gubernur Riau Periode 2019-2024 adalah Terwujudnya Riau yang Berdaya Saing, Sejahtera, Bermartabat dan Unggul di Indonesia (RIAU BERSATU).
Grafik 1.1 Penjabaran Visi Gubernur Provinsi Riau Periode 2019-2024
Sumber: RPJMD Provinsi Riau 2019-2024
Sedangkan misinya adalah sebagai berikut:
1. Mewujudkan sumber daya manusia yang beriman, berkualitas dan berdaya saing global melalui pembangunan manusia seutuhnya.
2. Mewujudkan pembangunan infrastruktur daerah yang merata, berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
3. Mewujudkan pembangunan ekonomi yang inklusif, mandiri dan berdaya saing. 4. Mewujudkan budaya Melayu sebagai payung negeri dan mengembangkan
pariwisata yang berdaya saing.
5. Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan pelayanan publik yang prima berbasis teknologi informasi.
Visi dan Misi tersebut merupakan cita-cita masyarakat Riau yang akan dicapai atau diwujudkan dalam kurun waktu 2019-2024. Setiap misi memiliki makna dan pesan yang luhur untuk mewujudkan Riau yang berdaya saing, sejahtera, bermartabat dan unggul. Dalam mewujudkan kondisi ini, maka dirumuskan tujuan dan sasaran berdasarkan misi sebagai berikut:
1. Mewujudkan sumber daya manusia yang beriman, berkualitas dan berdaya saing global melalui pembangunan manusia seutuhnya.
Misi ini diarahkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang berdaya saing melalui peningkatan derajat pendidikan masyarakat, derajat kesehatan masyarakat dan kesetaraan gender. Selain itu, untuk mewujudkan sumber daya yang beriman melalui peningkatan kerukunan umat beragama. Adapun target yang ingin dicapai dapat dilihat pada grafik berikut:
Grafik 1.2 Target Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Berdasarkan Indikator Sasaran
Sumber: RPJMD Provinsi Riau Tahun 2019-2024
2. Mewujudkan pembangunan infrastruktur daerah yang merata, berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
Misi ini diarahkan untuk meningkatkan kualitas infrastruktur melalui peningkatan pelayanan transportasi, cakupan pelayanan infrastruktur permukiman, cakupan layanan listrik bagi rumah tangga, serta peningkatan infrastruktur pengelolaan dan konservasi sumber daya air. Juga diarahkan untuk mewujudkan pembangunan yang berwawasan lingkungan (Riau Hijau) melalui peningkatan kualitas lingkungan hidup dan penurunan emisi gas rumah kaca. Adapun target yang ingin dicapai dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1.1 Target Pembangunan Infrastruktur Provinsi Riau Tahun 2020 – 2024 Indikator Sasaran
Kondisi Awal 2018
2020 2021 2022 2023 2024 Persentase peningkatan pergerakan
orang/barang melalui terminal/ dermaga/ bandara pertahun (%)
0,57 0,61 0,63 0,65 0,67 0,69
Persentase rumah tangga yang memiliki akses terhadap layanan sumber air minum (%)
68,43 71,84 73,44 75,31 77,01 78,82
Rasio elektifikasi (%) 90,53 92,85 94,00 95,14 96,29 97,43 Persentase lahan pertanian yang
teririgasi dengan baik (%)
24,30 25,30 26,30 27,30 28,30 29,30 Indeks kualitas lingkungan hidup
(indeks)
68,64 71,84 72,96 74,01 75,14 76,24 Emisi gas rumah kaca (GgCO2-e) 384.651 343.988 302.901 297.332 297.275 285.075 Sumber: Ekspos Gubernur Musrenbang RPJMD Provinsi Riau Tahun 2019-2024
Kondisi Awal 2018 2020 2021 2022 2023 2024 72,4 73,0 73,1 73,3 73,4 73,6 8,913,1 9,0 9,0 9,1 9,2 9,2 13,6 13,7 13,9 14,1 14,3 71,2 71,6 71,7 71,8 71,9 72,0 88,2 89,1 89,3 89,7 89,9 90,2 71,2 73,3 74,2 75,1 76,0 76,9
Indeks Pembangunan Manusia Rata-Rata Lama Sekolah (Tahun) Harapan Lama Sekolah (tahun) Angka Harapan Hidup (tahun)
3. Mewujudkan pembangunan ekonomi yang inklusif, mandiri dan berdaya saing. Misi ini diarahkan untuk mewujudkan perekonomian yang mandiri dan berdaya saing melalui peningkatan kemandirian ekonomi dan penurunan kesenjangan pendapatan, peningkatan investasi daerah, peningkatan ketahanan pangan daerah, serta penurunan angka kemiskinan dan pengangguran. Adapun target yang ingin dicapai dapat dilihat pada tabel berikut:
4. Mewujudkan budaya Melayu sebagai payung negeri dan mengembangkan pariwisata yang berdaya saing.
Misi ini diarahkan untuk meningkatkan pemajuan Budaya Melayu melalui peningkatan, perlindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan kebudayaan Melayu Riau. Untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing pariwisata melalui peningkatan kunjungan dan kenyamanan wisatawan mancanegara. Adapun target yang ingin dicapai dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1.2 Target Pembangunan Infrastruktur Provinsi Riau Tahun 2020 – 2024
Indikator Sasaran Kondisi
Awal 2018 2020 2021 2022 2023 2024
Laju pertumbuhan ekonomi 2,34 2,81 2,93 3,06 3,19 3,31
Nilai PDRB ADHK (milyar rupiah)
482.087,21 500.882,71 510.942,99 520.328,45 530.188,85 540.067,40
Koefisien Gini (indeks) 0,327 0,296 0,284 0,272 0,262 0,249 Pembentukan Modal Tetap
Bruto (PMTB) (juta rupiah)
144.910 158.703,07 163.296,86 167.919,66 172.524,94 177.333,00
Indeks Ketahanan Pangan (poin)
50,91 52,00 54,00 56,00 58,00 60,00
Persentase penduduk miskin (%)
7,21 6,75 6,62 6,50 6,40 6,28
Tingkat pengangguran terbuka (%)
6,20 6,02 5,96 5,89 5,83 5,76
Sumber: Ekspos Gubernur Musrenbang RPJMD Provinsi Riau Tahun 2019-2024
Tabel 1.3 Target Pengembangan Budaya Melayu Provinsi Riau Tahun 2020 – 2024
Indikator Sasaran Kondisi
Awal 2018 2020 2021 2022 2023 2024 Persentase Objek Pemajuan Kebudayaan
Melayu Riau yang Mendapatkan Perlindungan (%)
68,69 72,00 78,00 82,00 90,00 95,00
Persentase Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu Riau yang Mendapatkan Pengembangan (%)
n/a 5 10 15 20 25
Persentase Pemajuan Kebudayaan Melayu Riau yang Mendapatkan Pemanfaatan (%)
- 5 10 15 20 25
Persentase SDM yang Mendapatkan Pembinaan (%)
- 5 12 25 50 75
Persentase Kelembagaan yang Mendapatkan Pembinaan (%)
- 5 10 15 20 25
Persentase Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu Riau yang Mendapatkan Perlindungan (%)
5. Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan pelayanan publik yang prima berbasis teknologi informasi.
Misi ini diarahkan untuk meningkatkan kinerja ASN dan pelayanan publik melalui penyelenggaraan pemerintahan daerah yang bersih, transparan, dan akuntabel. Adapun target yang ingin dicapai dapat dilihat pada grafik berikut:
Grafik 1.3 Target Peningkatan Kinerja Aparatur Sipil Negara Provinsi Riau Tahun 2020-2024
Sumber: Ekspos Gubernur Musrenbang RPJMD Provinsi Riau Tahun 2019-2024
1.2.2. Berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah Daerah
Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pemerintah daerah wajib menyusun Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) untuk jangka waktu 1 (satu) tahun, yang memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan daerah, rencana kerja dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah daerah maupun melalui partisipasi masyarakat, dengan mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Adapun target dari rencana kerja tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:
59,7 63,9 65,3 66,6 68,0 69,4 3,0 3,2 3,3 3,3 3,4 3,5 Kondisi Awal 2018 2020 2021 2022 2023 2024
Indeks reformasi birokrasi (poin) Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik Persentase Objek Pemajuan Kebudayaan
Melayu Riau yang Mendapatkan Pengembangan (%)
n/a 5 10 15 20 25
Jumlah kunjungan wisatawan (jiwa) 102.645 129.939 139.037 148.135 157.233 166.331
Sumber: Ekspos Gubernur Musrenbang RPJMD Provinsi Riau Tahun 2019-2024
Tabel 1.4 Target Ekonomi Provinsi Riau Tahun 2019 No. Indikator Satuan Realisasi
2018 Target RKPD 2019 Target Perubahan RKPD 2019 1. Pertumbuhan Ekonomi % 2,34 3,91 2,90
2. PDRB per Kapita (ADHK) Rp Juta 71,76 68,71 72,00 3. Tingkat Pengangguran Terbuka % 6,20 7,25 6,1 4. Persentase Kemiskinan % 7,21 6,20 6,20 5. Indeks Pembangunan Manusia Indeks 72,44 72,64 72,64
Berdasarkan arah kebijakan pembangunan yang ingin dicapai tahun ke 5 RPJMD Provinsi Riau, hasil evaluasi pembangunan dan perumusan permasalahan pembangunan, maka tema RKPD Tahun 2019 “Memantapkan Pembangunan
Infrastruktur, Pengembangan Industri Manufaktur dan Pariwisata untuk Mewujudkan Pemerataan Ekonomi” yang didukung oleh prioritas, sasaran dan arah
kebijakan pembangunan tahun 2019, antara lain 1. Penurunan Tingkat Kemiskinan
Grafik 1.4 Tingkat Kemiskinan Kabupaten/Kota di Provinsi Riau Tahun 2019
Sumber: RKPD Provinsi Riau Tahun 2019
Untuk memberikan rasa keadilan yang sama bagi masyarakat Provinsi Riau, terutama penduduk miskin, harus ada kebijakan yang langsung menyentuh sasaran dari variabel lain terhadap penurunan kemiskinan, maka sasaran dan arah kebijakan pembangunan untuk penanggulangan kemiskinan sebagai berikut :
a. Penanganan Rumah Tangga yang termasuk dalam Desil 1 dan Desil 2 (status kesejahteraan 10 % dan 20 % terendah secara nasional)
b. dengan arah kebijakan penyediaan kebutuhan dasar rumah tangga berupa pangan, jaminan kesehatan, perumahan dan biaya pendidikan
c. Penanganan Rumah Tangga yang termasuk dalam Desil 3 (status kesejahteraan 30% terendah secara nasional), dengan arah kebijakan penyediaan,
9,1% 6,8% 7,6% 7,7% 5,1% 6,0% 10,9% 5,1% 7,8% 25,9% 2,5% 3,2%
6. a. Angka Harapan Hidup (AHH) Tahun 71,19 71,47 71,47 b. Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) Tahun 8,92 8,72 9,00 c. Harapan Lama Sekolah (HLS) Tahun 13,11 13,66 13,66 d. Pengeluaran per Kapita Rp. 000 10,968 10.762 11.050
Indeks Gini Indeks 0,347 0,323 0,323
7. Tingkat Inflasi % 2,45 5,07 3,20
8. Nilai Investasi PMDN Rp.
Milyar 9.056,4 11.523,5 11.523,5 9. Nilai Investasi PMA US $
Juta 1.032,9 1.119,9 1.119,9 Sumber: RKPD Perubahan Provinsi Riau Tahun 2019
pendampingan dan bimbingan usaha masyarakat melalui bantuan ternak, perikanan, sarana prasarana pertanian dan perhutanan sosial
d. Penanganan Rumah Tangga yang termasuk Desil 4 (status kesejahteraan 40 % terendah secara nasional), dengan arah kebijakan peningkatan usaha masyarakat melalui bantuan alat dan mesin dan fasilitasi akses modal
e. Pembangunan infrastruktur pada daerah kantong kemiskinan, dengan arah kebijakan pembangunan jalan dan jembatan, penyediaan listrik, air bersih, sarana prasarana pendidikan dan sarana prasarana kesehatan
f. Peningkatan dan pengembangan usaha ekonomi masyarakat pada daerah kantong kemiskinan, dengan arah kebijakan pengembangan usaha ekonomi masyarakat melalui koperasi dan Industri Kecil dan Menengah (IKM)
2. Pengembangan Pariwisata dan Pelestarian Nilai-Nilai Budaya.
Letak geografis yang strategis dan ragam budaya yang dimiliki hampir seluruh kabupaten/kota se-Provinsi Riau, memberikan peluang terhadap pengembangan pariwisata dan pelestarian nilai-nilai budaya di Provinsi Riau, untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan sasaran dan arah kebijakan sebagai berikut :
a. Penguatan jaringan infrastruktur pada destinasi wisata, dengan arah kebijakan pembangunan jalan dan jembatan pada destinasi wisata dan penyediaan listrik, air bersih, pembangunan pasar pariwisata dan sarana prasarana pendukung lainnya.
b. Peningkatan sumber daya manusia pada destinasi dan event-event pariwisata, dengan arah kebijakan pembangunan sekolah di sekitar daerah pariwisata, pendidikan dan pelatihan tenaga kepariwisataan dan pembinaan masyarakat sadar pariwisata.
c. Peningkatan derajat kesehatan dan gizi masyarakat pada destinasi dan event-event pariwisata, dengan arah kebijakan pembangunan sarana prasarana kesehatan sekitar daerah pariwisata dan penyediaan sarana prasarana kesehatan sekitar daerah pariwisata.
d. Peningkatan dan penerapan nilai Budaya Melayu dan keagamaan, dengan arah kebijakan meng-HAKI-kan 300 karya seni, penerapan kurikulum muatan lokal budaya melayu, fasilitasi pertunjukan karya seni budaya melayu di destinasi dan event pariwisata dan penyediaan bantuan rumah ibadah dan pendidikan keagamaan.
e. Peningkatan kualitas lingkungan hidup, pengelolaan wilayah pesisir dan laut serta kepariwisataan, dengan arah kebijakan pembangunan sarana dan
prasarana wisata alam mangrove, hutan lindung, wisata pantai dan hutan raya dan kota.
3. Menumbuhkembangkan Industri Manufaktur.
Upaya peningkatan nilai tambah dan daya saing usaha merupakan kata kunci untuk mewujudkan perekonomian Provinsi Riau yang maju. Hal ini dapat dilakukan dengan pengembangan industri hilir yang mampu menghasilkan produk-produk yang siap saji dan siap konsumsi. Hilirisasi perlu dilakukan terutama pada produk-produk migas dan non migas. Produk-produk non migas yang perlu dikembangkan industri hilirnya adalah produk perkebunan (kelapa sawit, karet, dan kelapa), dan produk-produk kelautan dan perikanan. Produksi produk-produk perkebunan di Provinsi Riau Tahun 2018 dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1.5 Produksi Pertanian di Riau Tahun 2018 Jenis Produk Luas Lahan (ha) Produksi (ton)
Karet 484.071 373.749
Kelapa 422.595 392.702
Kelapa Sawit 2.489.957 7.683.535
Kopi 4.769 3.030
Kakao 6.325 2.907
Sumber: Provinsi Riau dalam Angka 2019, BPS Riau Diolah
Untuk mewujudkan hal tersebut, sasaran dan arah kebijakan pembangunan sebagai berikut :
a. Meningkatkan dan memantapkan jaringan infrastruktur pada kawasan industri dan IKM, dengan arah kebijakan pembangunan jalan dan jembatan menuju kawasan industri dan IKM dan penyediaan listrik, air bersih, sarana prasarana pendukung lainnya.
b. Peningkatan Sumber Daya Manusia yang berkualitas untuk mendukung kawasan industri dan pengelolaan IKM, dengan arah kebijakan pemenuhan sarana dan prasarana SMK, penyediaan bantuan alat dan mesin dan meningkatkan dan optimalisasi peran Balai Latihan Kerja untuk industri. c. Peningkatan akses masyarakat terhadap determinan kemiskinan, dengan arah
kebijakan memberikan kemudahan akses pendidikan dan kesempatan kerja. d. Peningkatan daya saing perekonomian dan meningkatkan iklim usaha investasi
yang kondusif, dengan arah kebijakan meningkatkan dan optimalisasi peran Balai Latihan Kerja dan fasilitasi bantuan akses permodalan.
4. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Perbatasan.
Pemanfaatan potensi pantai/pesisir Provinsi Riau, dengan panjang garis pantai 2.713 Km untuk perikanan budidaya dan pemanfaatan posisi strategis Provinsi Riau
terletak pada jalur perdagangan internasional Selat Malaka dan berbatasan langsung dengan negara tetangga, seharusnya dapat menyejahterakan masyarakat pesisir dan perbatasan. Untuk pemanfaatan potensi yang di miliki Provinsi Riau tersebut melalui sasaran dan arah kebijakan sebagai berikut :
a. Memperkuat dan memantapkan jaringan infrastruktur di wilayah pesisir dan perbatasan, dengan arah kebijakan pembangunan jalan dan jembatan di wilayah pesisir dan perbatasan, penyediaan listrik, air bersih, dan sarana prasarana pendukung lainnya dan pemenuhan dermaga di wilayah pesisir. b. Peningkatan derajat kesehatan dan gizi masyarakat di wilayah pesisir dan
perbatasan, dengan arah kebijakan pembangunan dan penyediaan sarana prasarana kesehatan di wilayah pesisir dan perbatasan dan pemenuhan tenaga kesehatan di wilayah pesisir dan perbatasan.
c. Peningkatan Sumber Daya Manusia yang berkualitas di wilayah pesisir dan perbatasan, dengan arah kebijakan pembangunan dan penyediaan sarana prasarana pendidikan di wilayah pesisir dan perbatasan dan pemenuhan tenaga pendidik di daerah pesisir dan perbatasan.
d. Meningkatkan akses terhadap determinan kemiskinan di wilayah pesisir dan perbatasan, dengan arah kebijakan penyediaan bantuan pembudidayaan perikanan laut di wilayah pesisir dan perbatasan.
e. Peningkatan kualitas lingkungan hidup, pengelolaan wilayah pesisir dan laut serta pariwisata, dengan arah kebijakan pembangunan sarana dan prasarana serta pengelolaan wisata pantai dan wisata alam mangrove.
5. Meningkatkan Produktivitas Pertanian.
Ketersediaan pangan amat penting bagi masyarakat untuk pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat. Untuk menjaga ketersediaan pangan, lebih baik di produksi daerah sendiri (kemandirian pangan), untuk mewujudkan hal tersebut sasaran pembangunannya adalah memperkuat pembangunan pertanian dan perkebunan, dengan arah kebijakan penyediaan bantuan sarana dan prasarana tanaman pangan, hortikultura, perikanan, peternakan dan perhutanan sosial, peningkatan kapasitas kelembagaan kelompok tani, pembangunan perbaikan irigasi tanaman pangan, pembangunan dan perbaikan tata air mikro tanaman perkebunan dan kehutanan, pembangunan jalan usaha tani, penanganan pasca panen produk pertanian dan hilirisasi produk-produk pertanian.
Grafik 1.5 Ketersediaan Pangan Utama Beras Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Riau Tahun 2017
Sumber: RKPD Provinsi Riau Tahun 2019
1.3. TANTANGAN DAERAH
1.3.1. Tantangan Ekonomi Daerah
Perekonomian global sedang berada dalam fase melambat, bersamaan dengan perang dagang yang hingga kini belum menemui titik penyelesaian. Pertumbuhan ekonomi global yang sudah melambat sejak 2018, diperkirakan semakin melambat pada 2019. Volume perdagangan dunia yang masih tumbuh positif pada 2018, diperkirakan menukik tajam dan terkontraksi pada 2019.
Perlambatan ekonomi global memukul ekspor Riau. Tren pertumbuhan ekspor Riau terus melambat sejak 2011 dan semakin rendah sejak berakhirnya bulan madu harga komoditas pada 2015. Pada 2019, pertumbuhan ekonomi global yang menukik tajam juga menyebabkan selalu terkontraksinya ekspor Riau hingga triwulan III. Ekspor yang terpukul menjadi sumber perlambatan pertumbuhan ekonomi Riau secara signifikan. Tren pertumbuhan ekonomi Riau terus melambat sejak 2011 sejalan dengan ekspor. Sejak 2017, perlambatan pertumbuhan ekonomi Riau mulai melandai. Hingga triwulan III 2019, pertumbuhan ekonomi Riau sedikit membaik dibandingkan 2018 berkat adanya kebijakan B20.
Selain hal tersebut, tantangan ekonomi di Riau yang paling utama adalah: 1. Riau masih terlalu bergantung pada pertambangan sebagai sektor utama ekonomi.
Sektor pertambangan rentan terjadi fluktuasi harga di pasar dunia sehingga dapat menyebabkan pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau mengalami penurunan.
2. Riau masih lemah dalam penyediaan infrastruktur yang mendukung industri hilir.
4 0 .7 0 3 53 .9 6 8 9 1 .5 1 8 5 .6 0 1 58 .9 7 5 105.4 7 6 8 1 .2 5 1 7 0 .8 4 4 8 6 .1 2 4 2 3 .2 2 7 1 3 8 .2 5 8 3 7 .7 1 5
Grafik 1.6 Kondisi Jalan Provinsi di Provinsi Riau Tahun 2015-2018
Sumber: RPJMD Provinsi Riau Tahun 2019-2024
Dari total panjang jalan provinsi 2.799 km, memiliki kondisi kerusakan sedang sampai rusak berat mencapai 55,18% tahun 2017. Masih terdapatnya jenis konstruksi perkerasan jalan yang masih sup standar (kerikil, tanah atau belum tembus) sebesar 35,91% pada tahun 2018. Belum optimalnya aksesibilitas dan konduktivitas jalan dii Provinsi Riau dengan indeks aksesibilitas rata- rata per kabupaten adalah sangat rendah sampai rendah kecuali di Kota Pekanbaru yang sudah tinggi dan Dumai masih sedang. Indeks aksesibilitas rata- rata tingkat provinsi adalah 0,49 yang berarti rendah. Hal ini belum sesuai dengan parameter kinerja Standar Pelayanan Minimum (SPM) untuk indeks aksesibilitas Provinsi Riau. Oleh karena itu perlu penambahan panjang jalan sesuai dengan kebutuhan terutama mendukung program prioritas dan pengembangan potensi wilayah.
Selain itu, terdapat permasalahan dalam penyediaan air bersih dan air minum. Akses air bersih dan air minum yang berasal dari leding/perpipaan masih terbatas. Rumah tangga di Provinsi Riau pada tahun 2017 pemenuhan kebutuhan air bersih untuk keperluan air minum pada umumnya memanfaatkan air sumur (17,24%) dan jasa air isi ulang serta air kemasan (49,59%). Dan yang lebih mengkhawatirkan lagi bahwa terdapat 17,37% rumah tangga yang bergantung pada ketersediaan air hujan. Demikian juga dengan keperluan memasak, mandi, cuci dan sebagainya, rumah tangga pada umumnya memanfaatkan air sumur (83,15%) serta sumber air lainnya (air hujan) (13,63%). Untuk memenuhi SPM pada urusan Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, yaitu pemenuhan kebutuhan air minum curah lintas kabupaten/kota, dari 776.000 warga yang membutuhkan, baru terlayani 40.000 warga atau 5,15% pada tahun 2018. Pemerintah seyogyanya mengupayakan air bersih dengan sumber air perpipaan sebagai wujud pelayanan terhadap masyarakat. 38,0% 43,9% 44,8% 28,8% 24,9% 19,2% 18,3% 58,4% 12,7% 13,6% 12,9% 9,6% 24,4% 23,4% 24,0% 3,3% 0% 20% 40% 60% 80% 2015 2016 2017 2018
3. Tingkat inflasi Riau dinilai masih tinggi.
Hal ini dikarenakan fluktuasi harga komoditi utama seperti bahan pangan yang masih memiliki ketergantungan dari provinsi lain. Belu optimalnya upaya pengembangan potensi pangan lokal dalam mendukung ketahanan pangan, hal tersebut dapat dilihat dari produksi beras Provinsi Riau dari tahun 2013-2017 cenderung menurun, dengan tingkat penurunan sebesar 4,07%. Di sisi lain, kebutuhan konsumsi beras penduduk Riau dari tahun 2013-2017 meningkat dengan tingkat pertumbuhan 2,04 persen/tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat ketergantungan Provinsi Riau terhadap pasokan beras dari luar masih tinggi dan semakin meningkat. Pada tahun 2013 kemampuan produksi beras hanya dapat mencukupi 42,00% dari kebutuhan konsumsi masyarakat Riau, rasio ini juga memperlihatkan selama kurun waktu 5 tahun terakhir memiliki trend rata-rata semakin menurun dengan tingkat penurunan 5,74%.
Dalam hal birokrasi dan pelayanan, Provinsi Riau memiliki permasalahan yaitu masih rendahnya kinerja ASN dan pelayanan publik. Permasalahan ini menyangkut pada masih belum optimalnya manajemen pelayanan ASN dan pembinaan ASN, serta belum optimalnya pelayanan publik berbasis teknologi.
Selain itu, permasalahan ketenagakerjaan yang masih menjadi hambatan kerja di Indonesia, terutama di Provinsi Riau, di antaranya adalah tingginya tingkat pengangguran, rendahnya kualitas tenaga kerja, pekerja di bawah umur dan lain sebagainya. Terkait dengan kualitas tenaga kerja, dan partisipasi penduduk dalam dunia kerja harus didukung oleh kualitas sumber daya manusia (SDM) yang memadai. Hal ini karena tuntutan pada tenaga kerja tidak hanya sebatas kemampuan untuk bekerja, namun dihadapkan pula pada kemampuan untuk berkompetisi sesuai dengan kondisi kerja dan persaingan lapangan kerja.
Grafik 1.7 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2018
Sumber: RPJMD Provinsi Riau Tahun 2019-2024 6,1% 4,7% 4,1% 5,3% 4,1% 5,5% 5,4% 10,1% 6,1% 6,8% 8,4% 6,0%
Indikator yang berhubungan dengan permasalahan ketenagakerjaan yakni adalah Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). TPT merupakan persentase jumlah penduduk yang menganggur terhadap angkatan kerja. Persentase Tingkat Pengangguran Terbuka adalah 51,78 % dari 5.877.887 jumlah penduduk di Provinsi Riau. Angka tersebut dilihat dari jumlah penduduk usia produktif yaitu umur 15 s/d 64 tahun. Angka ini cukup besar karena lebih dari 50 % dari jumlah angkatan kerja. Dari data tersebut dapat dikatakan bahwa beban penduduk yang bekerja sangat berat, karena harus menanggung anggota keluarga yang menganggur atau bukan angkatan kerja sangat besar.
Dalam mengelola sumber daya alam, Riau masih harus menghadapi beberapa tantangan, di antaranya yaitu kualitas sumber daya manusia yang masih kurang memadai, kurangnya dukungan teknologi dan modal dalam mengelola sumber daya alam. Selama ini Provinsi Riau mendapat dukungan permodalan dari pemerintah pusat yang bersumber dari PT SMI (Sarana Multi Infrastruktur), KUR (Kredit Usaha Rakyat), UMI (Kredit Ultra Mikro), LPDB (Lembaga Pengelola Dana Bergulir), CSR (Corporate Social Responsibility) dari perusahaan BUMN dan BUMD. Tantangan lainnya yaitu banyaknya saingan dari warga asing yang sudah mengambil alih pengelolaan sumber daya alam. Selain itu, beberapa sumber daya alam yang semakin lama kuantitasnya semakin berkurang juga menjadi tantangan yang harus dihadapi Provinsi Riau ke depannya.
1.3.2. Tantangan Sosial Kependudukan
Pertumbuhan penduduk di suatu wilayah dapat diukur dari tingkat kepadatan penduduknya. Kepadatan penduduk dapat dipengaruhi oleh faktor geografi (fisiologis, sumber daya alam, iklim dan topografi) dan faktor demografi (natalitas, mortalitas dan migrasi). Pada tahun 2018, jumlah penduduk Provinsi Riau adalah 6.074.100 jiwa dengan luas wilayah 89.150,16 Km2. Kepadatan penduduk di Provinsi Riau tahun 2018
mencapai 75 jiwa per Km2. Hal ini menunjukkan bahwa Provinsi Riau termasuk kategori
penduduk sangat jarang. Namun demikian kepadatan penduduk di Provinsi Riau tiap tahunnya semakin bertambah dibandingkan tahun 2012 yang hanya 66 jiwa per km2 atau
naik sebesar 10,61%, peningkatan kepadatan penduduk tersebut seiring dengan makin berkembangnya kegiatan ekonomi lokal dan regional yang terjadi di daerah ini.
Grafik 1.8 Kepadatan Penduduk Kabupaten/Kota di Provinsi Riau Tahun 2018
Sumber: RPJMD Provinsi Riau Tahun 2019-2024
Kepadatan penduduk tersebut akan memberikan pengaruh terhadap permintaan lahan baik untuk penggunaan perumahan maupun untuk sektor pertanian dan lainnya sehingga akan memicu terjadinya peningkatan harga lahan dan perlunya penyediaan sarana dan prasarana pemukiman, pendidikan dan kesehatan. Kondisi penduduk yang padat juga akan mengakibatkan terjadinya persoalan sosial terutama menyangkut kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan pendapatan dan antar wilayah.
Grafik 1.9 Angka Harapan Hidup per Kabupaten/Kota di Provinsi Riau Tahun 2018
Sumber: RPJMD Provinsi Riau Tahun 2019-2024
Sarana dan prasarana kesehatan dibangun dengan tujuan agar masyarakat memperoleh pelayanan kesehatan yang berkualitas. Oleh sebab itu, tersedianya fasilitas dan sumber daya manusia di bidang kesehatan sangat berperan penting demi tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang baik.
Pada tahun 2018 masih terdapat 11 kabupaten/kota kecuali Kota Pekanbaru yang capaian angka harapan hidupnya di bawah rata-rata Provinsi Riau sebesar 71,19. Rendahnya angka harapan hidup pada masing-masing kabupaten tersebut menunjukkan masih rendahnya tingkat aksesibilitas masyarakat terhadap layanan
60,6 53,6 53,1 35,0 60,1 77,1 87,4 65,5 75,1 51,1 1.739,3 137,2 Kuantan Singingi Indragiri Hulu Indragiri Hilir Pelalawan Siak Kampar Rokan Hulu Bengkalis Rokan Hilir Kep.Meranti Pekanbaru Dumai Pekanbaru Provinsi Riau Bengkalis Siak Pelalawan Dumai Kampar Indragiri Hulu Rokan Hilir Rokan Hulu Kuantan Singingi Indragiri Hilir Kep.Meranti 71,94 71,19 70,85 70,79 70,74 70,55 70,35 69,97 69,87 69,55 68,17 67,32 67,21
kesehatan. Hal ini terlihat dari rasio Puskesmas dengan jumlah penduduk 1:30.967 yang belum memenuhi standar Kemenkes 1:30.000. Prevalensi Balita Gizi Buruk pada tahun 2017 masih tinggi yakni 1,64% dan Gizi Kurang 6,9%. Kondisi tersebut terjadi karena belum diimbangi dengan pemberian makanan pendamping ASI kepada anak usia 6-24 bulan, baru mencapai 76,94% bagi keluarga miskin pada tahun 2017. Permasalahan kesehatan lainnya adalah meningkatnya kasus penyakit menular tuberkulosis sebesar 87 per 100.000 penduduk pada tahun 2017.
Grafik 1.10 APM SMA/SMK Kabupaten/Kota Provinsi Riau Tahun 2018
Sumber: RPJMD Provinsi Riau Tahun 2019-2024
Selain itu, permasalahan utama dalam bidang pendidikan adalah masih rendahnya akses masyarakat terhadap pelayanan pendidikan dan masih rendahnya kualitas pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari data bahwa 4,72% anak usia sekolah SD (7-12 thn) yang belum dan tidak bersekolah; 27,13% anak usia sekolah SMP (13-15 tahun) yang belum dan tidak bersekolah dan sebanyak 36,19% pada tahun 2017, anak usia SLTA (16-18 tahun) yang tidak bersekolah pada tahun 2018. Keadaan ini menyebabkan angka rata-rata lama sekolah yang dicapai baru 8,59 tahun dan belum mencapai wajib belajar 9 tahun. Terdapat 7 kabupaten yang angka rata-rata lama sekolahnya di bawah Provinsi yaitu Indragiri Hilir, Kepulauan Meranti, Kuantan Singingi, Indragiri Hulu, Rokan Hulu, Rokan Hilir dan Pelalawan. Kondisi ini menyebabkan APM SD hanya tumbuh 0,79% per tahun. Sementara APM SMP turun sebesar 1,56% per tahun, hanya di Kabupaten Indragiri Hilir dan Kampar yang APM SMP yang mengalami peningkatan. Sementara APM SMA/SMK baru mencapai 63,81% atau terdapat 36,19% penduduk usia sekolah SMA/SMK yang belum bersekolah.
Pada tahun 2017 rasio ketersediaan sekolah masih belum memenuhi standar, di mana rasio ketersediaan sekolah SD/MI sebesar 25,17 dan SMP/MTs sebesar 38,09, dan SMA/SMK/MA sebesar 40,62. Ruangan sekolah pada tahun 2017 yang mengalami kerusakan untuk tingkat SD/MI sebesar 70,11%, SMP/MTs sebesar 69,66%, dan SMA/SMK sebanyak 52,34%. 72,5 64,4 47,5 65,7 71,8 58,370,1 62,754,3 60,1 76,5 71,6
Dari sisi kualifikasi guru, pada tahun 2017 masih terdapat 14,69% yang belum berkualifikasi S-1/D-IV di tingkat SD, 8,83% guru di tingkat SMP dan sebanyak 4,33% di tingkat SMA/SMK (lihat gambar 2.58, 2.59, dan 2.60).
Pendidikan luar biasa pada tahun 2018 untuk jenjang SD/MI baru mencapai 87,84%, SMP/MTs sudah mencapai 97,21% dan SMA/SMK/MA 79,21%, ini berarti masih terdapat usia sekolah pada jenjang pendidikan untuk disabilitas yang belum atau tidak bersekolah, sehingga untuk pemenuhan SPM bidang pendidikan harus dipastikan seluruh jenjang usia pendidikan bersekolah.
1.3.3. Tantangan Geografi Wilayah
Riau adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di bagian tengah pulau Sumatra. Provinsi ini terletak di bagian tengah pantai timur Pulau Sumatra, yaitu di sepanjang pesisir Selat Malaka. Luas wilayah provinsi Riau adalah 87.023,66 km², yang
membentang dari lereng Bukit Barisan hingga Selat Malaka. Riau memiliki iklim tropis
basah dengan rata-rata curah hujan berkisar antara 2000-3000 milimeter per tahun, serta rata-rata hujan per tahun sekitar 160 hari. Berdasarkan letak geografisnya, Provinsi Riau berada pada posisi strategis yang mempunyai arti penting dalam geopolitik dan perekonomian nasional dan regional. Beberapa keuntungan yang diperoleh berdasarkan letak geografis tersebut adalah berada di jalur perdagangan internasional Selat Malaka, dekat dengan Malaysia dan Singapura serta berada di segitiga pertumbuhan ekonomi tiga negara Indonesia, Malaysia dan Thailand.
Grafik 1.11 Ketinggian Kabupaten/Kota Provinsi Riau dari Permukaan Laut (Meter)
Sumber: RPJMD Provinsi Riau Tahun 2019-2024
Daratan Riau dapat dibedakan menjadi wilayah bagian timur yang didominasi oleh dataran rendah dengan ketinggian antara 0-10 meter dari permukaan laut (dpl); bagian tengah merupakan dataran bergelombang; serta bagian barat yang merupakan dataran berbukit yang dibentuk oleh gugusan Bukit Barisan. Kondisi geomorfologi tersebut menempatkan wilayah Riau bagian timur berfungsi sebagai kawasan bawahan
57
4 3 5 5 30
91
dari wilayah bagian barat yang merupakan hulu dari sungai-sungai yang mengalir di Provinsi Riau yang bermuara di pantai timur.
Jenis tanah yang ada di Provinsi Riau didominasi jenis tanah organosol. Tanah organosol merupakan tanah organik yang berasal dari gambut dan rawa, sebarannya mencapai 50% dari luas wilayah Riau terutama berada pada dataran rendah dan wilayah pesisir. Sedangkan jenis tanah dominan kedua adalah tanah podzolik merah kuning.
Wilayah pesisir dan laut di Provinsi Riau yang luas beserta kekayaan alamnya memiliki berbagai fungsi penting sebagai penyangga kehidupan dan untuk dimanfaatkan oleh masyarakat Provinsi Riau guna mewujudkan kesejahteraan hidupnya. Sumber daya laut wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Provinsi Riau menyimpan potensi untuk tumpuan masa depan. Baik sumber daya alam hayati termasuk ikan, terumbu karang, dan biota laut lainnya serta sumber daya non hayati seperti minyak bumi, mineral, maupun energi laut lainnya serta jasa lingkungan dan kelautan dapat dimanfaatkan untuk industri berbasis kelautan seperti perikanan, pelayaran, wisata bahari, budidaya laut, industri mineral dan bioteknologi.
Ketinggian tempat kabupaten/kota se-Provinsi Riau tahun 2017 berkisar antara 2-91 mdpl, dapat ditanam komoditas tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan untuk pemenuhan kebutuhan pokok(pangan) Provinsi Riau, namun sebagian kebutuhan saat ini masih dipenuhi dengan mendatangkan dari provinsi lain. Pengembangan komoditas tersebut, masih sangat tergantung dengan penyediaan air melalui curah hujan.
Penggunaan lahan di Provinsi Riau pada tahun 2016 didominasi oleh subsektor
perkebunan (30,34%), yang menjanjikan akan kesejahteraan masyarakat, namun
kenyataannya masih terdapat 501.590 jiwa masyarakat Riau yang miskin, dan tahun 2018 sudah mengalami perbaikan penurunan angka kemiskinan menjadi 500.440 jiwa. Hal ini didukung oleh perbaikan pada program pembangunan sektor pertanian terutama perkebunan.
Selain itu, penebangan hutan yang merajalela telah mengurangi luas hutan secara signifikan, dari 78% pada 1982 menjadi hanya 33% pada 2005. Rata-rata 160.000 hektare hutan habis ditebang setiap tahun, meninggalkan 22%, atau 2,45 juta hektare pada tahun 2009. Deforestasi dengan tujuan pembukaan kebun-kebun kelapa sawit dan produksi kertas telah menyebabkan kabut asap yang sangat mengganggu di Provinsi Riau selama bertahun-tahun, dan menjalar ke negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura.
Grafik 1.12 Peta Persebaran Titik Panas di Provinsi Riau 24-30 Mei 2019
Sumber: www.riaubiru.com
Provinsi Riau memiliki empat sungai besar, yaitu Sungai Rokan, Sungai Siak, Sungai Kampar dan Sungai Indragiri. Namun, empat sungai besar di Provinsi Riau belum sepenuhnya dijadikan sebagai sumber air baku perpipaan dan sumber air irigasi. Wilayah bagian barat yang merupakan hulu dari sungai-sungai yang mengalir bermuara di pantai timur yang mengakibatkan daerah ini rentan terhadap bencana banjir dan genangan air. Serta masih tingginya tingkat abrasi di wilayah pesisir dan sungai terutama di Pulau Bengkalis, Pulau Rangsang dan Pulau Rupat yang berhadapan dengan Selat Malaka karena gelombang laut yang begitu besar pada musim tertentu.
BAB II
PERKEMBANGAN DAN ANALISIS EKONOMI REGIONAL
2.1. INDIKATOR MAKROEKONOMI FUNDAMENTALIndikator makroekonomi adalah statistik yang menunjukkan status ekonomi sebuah negara tergantung pada area tertentu dari ekonomi industri, pasar tenaga kerja, perdagangan, nilai tukar mata uang, kemiskinan, dan lain-lain. Indikator makroekonomi sangat diperlukan untuk mengetahui arah pergerakan perekonomian suatu daerah serta merupakan tolok ukur pencapaian pembangunannya. Terdapat beberapa indikator makroekonomi fundamental yang digunakan untuk mengukur capaian pembangunan perekonomian, dalam kajian ini pembahasan dibatasi pada analisis produk domestik regional bruto (PDRB), suku bunga, inflasi, dan nilai tukar.
2.1.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
PDRB adalah penjumlahan nilai output bersih perekonomian yang ditimbulkan seluruh kegiatan ekonomi di suatu wilayah tertentu (provinsi dan kabupaten/kota), dan dalam satu kurun waktu tertentu (satu tahun kalender). Adapun analisis PDRB di Provinsi Riau bertujuan mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi Riau termasuk tingkat kesejahteraan penduduk dan gambaran perekonomian Riau secara umum.
Di kawasan Sumatera, PDRB Provinsi Riau merupakan yang terbesar kedua, namun pertumbuhannya paling rendah. Hal ini terjadi karena ekonomi Riau masih bergantung pada pertambangan minyak dan kelapa sawit, padahal harga minyak dunia cenderung turun. Di samping itu adanya pemberlakuan Permendag Nomor 21 Tahun 2019 Permen ESDM Nomor 42 tahun 2018 mengenai Prioritas Produksi Hasil Pertambangan untuk Kebutuhan Industri Pengolahan Domestik yang menyebabkan kontraksi ekspor luar negeri. Selain itu lifting minyak menurun (natural declining) disebabkan belum adanya kepastian penerapan Enhanced Oil Recovery (EOR) secara
full scale menyusul beralihnya kontrak pengelolaan blok Rokan dari perusahaan swasta
ke BUMN pada tahun 2021. Demikian juga dengan industri kelapa sawit yang masih dibayangi isu pembatasan impor oleh Uni Eropa dan perubahan orientasi penjualan dari ekspor ke domestik seiring dengan kebijakan pemerintah atas perluasan penggunaan bahan bakar biodiesel ke non-PSO (Public Service Obligation).
a. Laju Pertumbuhan Ekonomi (PDRB)
Pertumbuhan ekonomi (PDRB) suatu daerah memperlihatkan tingkat keberhasilan pembangunan suatu daerah dalam periode waktu tertentu. Meningkatnya
pertumbuhan ekonomi
menunjukkan adanya kenaikan produksi barang dan jasa. Ekonomi Riau tahun 2019 tumbuh sebesar 2,84 persen, mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya yakni sebesar 2,37 persen pada tahun 2018, dan sebesar 2.66 persen pada tahun 2017. Di kawasan Sumatera, pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau tahun 2019 merupakan yang paling rendah dan berada di bawah pertumbuhan ekonomi pulau Sumatera dan nasional yang berada di level 4,57 persen dan 5,02 persen. Pertumbuhan ekonomi Riau masih di bawah target yang tertuang dalam Kebijakan Umum APBD (KUA) sebesar 3,91 persen.
Grafik 2.2 Pertumbuhan Ekonomi Riau Tahun 2018 Menurut Lapangan Usaha
Sumber: BPS
Dari sisi produksi, hampir semua lapangan usaha mengalami pertumbuhan, dengan pertumbuhan tertinggi dicapai oleh lapangan Pengadaan Listrik dan Gas merupakan lapangan usaha yang mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 14,02 persen, diikuti oleh Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial sebesar 10,69 persen, dan Informasi dan Komunikasi sebesar 9,30 persen. Namun sektor Pertambangan dan Penggalian, yang
4,12 -6,93 5,90 14,02 1,94 6,27 5,13 0,97 2,54 9,30 0,17 5,34 6,54 2,79 6,60 10,69 8,75
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik dan Gas Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda…
Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan dan Asuransi Real Estat Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial…
Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa Lainnya
Grafik 2.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Kawasan Sumatera dan Nasional Tahun 2017 - 2019
Sumber: BPS 0 2 4 6 0 2 4 6 8 2017 2018 2019
Aceh Sumut Sumbar
Riau Jambi Sumsel
Bengkulu Lampung Babel KEP. RIAU SUMATERA NASIONAL