• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. Identitas Informan Nama : Umur : Jenis Kelamin : Pendidikan Terakhir : Tanggal Wawancara :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I. Identitas Informan Nama : Umur : Jenis Kelamin : Pendidikan Terakhir : Tanggal Wawancara :"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

PEDOMAN WAWANCARA SEMI TERSTRUKTUR DAN OBSERVASI ANALISIS IMPLEMENTASI PERATURAN PEMERINTAH NO 33 TAHUN 2012 DI KLINIK/BIDAN

BERSALIN KOTA MEDAN TAHUN 2015 I. Identitas Informan Nama : Umur : Jenis Kelamin : Pendidikan Terakhir : Tanggal Wawancara :

II. Daftar Pertanyaan

A. Pertanyaan untuk Bidan Koordinator di Klinik Bersalin

1. Sesuai dengan jabatan yang Ibu emban, apa saja yang Ibu ketahui mengenai peraturan pemerintah no 33 tahun 2012 tentang pemberian asi eksklusif ?

a. Apakah pemberian asi ekslusif telah diterapkan di klinik ini?

b. Bagaimana komitmen politis dari pemerintah terhadap peraturan pemerintah tersebut ?

c. Bagaimana petunjuk pelaksanaan dalam program pemberian asi eksklusif di klinik ini ?

2. Sepengetahuan Ibu bagaimana proses pemberian ASI pasca ibu melahirkan ? a. Adakah pelatihan untuk tidak memberikan susu formula pada tenaga kesehatan? b. Bagaiman cara ibu menangani ibu jika ASI tidak keluar ?

c. Berapa lama waktu yang diberikan pasca bayi lahir sampai ASI keluar ? 3. Bagaimana dengan tawaran kerjasama provider susu formula ?

4. Bagaimana dengan sarana, prasarana dan peralatan yang diperlukan untuk pelaksanaan program ASI eksklusif ?

a. Promsosi apa yang dilakukan provider susu formula?

b. Apakah sebelum melahirkan sudah ditawarkan pemberian ASI ? 5. Sepengetahuan Ibu bagaimana cakupan ASI Eksluisf pada tahun ini ?

6. Sepengetahuan Bapak/Ibu bagaimana pemeriksaan yang dilakukan untuk berjalannya peraturan pemerintah ini ?

7. Bagaimana dengan pemberian susu formula langsung pasca bayi lahir ?

(2)

a. Siapa yang berwenang dalam pengawas pemberian ASI ? b. Bagaimana sistem pengawasannya?

8. Apakah ibu setuju dengan peraturan tersebut ?

9. Bagaimana sistem pemantauan dan evaluasi yang Ibu lakukan di klinik ini ? a. Ketepatan waktu pelaporan?

b. Kelengkapan data? c. Akurasi data?

10. Terkait dengan adanya peraturan pemerintah ini, apa saja tantangan internal maupun eksternal yang ditemui di lapangan?

I. Identitas Informan Nama : Umur : Jenis Kelamin : Pendidikan Terakhir : Tanggal Wawancara :

II. Daftar Pertanyaan

B. Pertanyaan untuk pegawai Dinas Kesehatan

1. Sesuai dengan jabatan yang Bapak/Ibu emban, apa saja yang Bapak/Ibu ketahui mengenai program ASI Eksklusif ?

a. Apakah upaya yang dilakukan dalam pelaksanaan PP No 33 Tahun 2012 tersebut ? b. Bagaimana komitmen politis dari pemerintah terhadap pengawasan target cakupan

ASI Eksklusif ?

c. Bagaimana untuk mengetahui apakah benar bayi- bayi tersebut mendapatkan ASI Eksklusif dari ibunya ?

2. Sepengetahuan Bapak/Ibu bagaimana proses persiapan pelaksanaan menyusui yang baik bagi Ibu bersalin ?

a. Adakah pelatihan kepada Ibu menyusui cara menyusui yang benar ? b. Apakah jumlah tenaga kesehatan yang dilatih telah mencukupi?

c. Frekuensi pelatihan atau kampanye tentang pentingnya ASI Eksklusif ?

3. Bagaimana dengan sumber pendanaan dalam pelaksanaan upaya promosi ASI Eksklusif ?

(3)

4. Bagaimana tantangan menghadapi banyaknya produk susu formula dengan tawaran yang menarik perhatian di klinik bersalin ?

5. Bagaimana dengan pelaporan dari klinik bersalin ?

6. Upaya apa yang dapat dilakukan demi memperoleh keakuratan data di lapangan ? a. Apakah peran bidan sudah maksimal ?

b. Jika ada, bagaimana upaya yang mereka lakukan ?

7. Bagaimana dengan pemberian susu formula dikarenakan ASI yang tidak keluar ? a. Bagimana solusi atas permasalahan tersebut setujukah dengan penggantian dengan

susu formula ?

b. Bagaimana sistem pengawasan ?

8. Bagaimana sistem pemantauan dan evaluasi yang Bapak/Ibu lakukan dalam penatalaksanaan PP No 333 Tahun 2012 tersebut ?

a. Ketepatan waktu pelaporan? b. Kelengkapan data?

c. Akurasi data?

9. Terkait pelaksanaan IMD, apa saja tantangan internal maupun eksternal yang ditemui di lapangan ?

10. Strategi apa yang dilakukan dalam menangani kendala tersebut (internal dan eksternal)?

11. Apa saja saran yang dapat Bapak/Ibu ajukan untuk peningkatan cakupan ASI Eksklusif ? I. Identitas Informan Nama : Umur : Jenis Kelamin : Pendidikan Terakhir : Tanggal Wawancara :

II. Daftar Pertanyaan

C. Pertanyaan untuk Penanggungjawab Klinik Bersalin ?

1. Sepengetahuan Bapak/Ibu bagaimana proses persiapan pelaksanaan program ASI eksklusif dan IMD berdarkan tingkat angka kesakitan bayi?

a. Adakah peraturan tersebut dijelaskan pada tenaga kesehatan yang terlibat dalam pemberian susu ?

b. Apakah jumlah tenaga kesehatan yang dilatih telah mencukupi ?

(4)

c. Frekuensi pelatihan ?

2. Bagaimana dengan kerjasama yang ditawarkan oleh provider susu formula ?

3. Bagaimana dengan pengawasan dari Dinas Kesehatan terhadap PP No 33 tersebut ? a. Frekuensi kunjungan ?

b. Apakah ada teguran atau sanksi yang diberikan ?

4. Sepengetahuan Bapak/Ibu bagaimana proses pemberian ASI pasca melahirkan ?

5. Sepengetahuan Bapak/Ibu bagaimana menghadapi tantangan promosi dan keuntungan dari susu formula ?

a. Apakah terdapat provider yang menawarkan keuntungan ? b. Jika ada, bagaimana penanggulangannya?

6. Bagaimana dengan Ibu bersalin yang tidak mau meberikan ASI ?

a. Siapa yang memberikan penjelasan tentang pentinngnya pearturan tersebut ? b. Bagaimana sistem pengawasan?

7. Bagaimana kesiapan Ibu dalam pemberian ASI eksklusif ?

8. Apa saja saran yang dapat Bapak/Ibu ajukan untuk peraturan ini agar ebrjalan di seluruh klinik bersalin swasta di Kota Medan ?

I. Identitas Informan Nama : Umur : Jenis Kelamin : Pendidikan Terakhir : Tanggal Wawancara :

II. Daftar Pertanyaan

D. Pertanyaan untuk bidan di klinik ?

1. Sebagai bidan di klinik ?

a. Apakah ibu tau tentang PP No 33 Tahun 2012 ?

b. Apakah ada petugas menjelaskan tentang pentingnya pemberian ASI Eksklusif? c. Apakah petugas menjelaskan tentang program ASI eksklusif ?

2. Apakah ibu menwarkan susu formula apa yang diberikan kepada bayi ?

3. Menurut pendapat ibu bagaimana dengan tindakan pemberian susu formula secara langsung pasca melahirkan?

4. Apakah ibu langsung memberikan bayi susu formula setelah lahir ?

5. Sepengetahuan Ibu apa beda kandungan susu formula dengan ASI Eksklusif ? Universitas Sumatera Utara

(5)

I. Identitas Informan Nama : Umur : Jenis Kelamin : Pendidikan Terakhir : Tanggal Wawancara :

II. Daftar Pertanyaan

E. Pertanyaan untuk Ibu yang bersalin

1. Ketika saudara pergi untuk pemeriksaan kehamilan .

a. Apakah ada petugas menjelaskan tentang pentingnya menjaga pola makan agar ASI lancer dan kenapa inu memilih klinik ini ?

b. Apakah Ibu setuju dengan PP No 33 tahun 2012 ?

c. Apakah petugas menjelaskan tentang program asi eksklusif ? 2. Apakah Ibu memiliki buku panduan kesehatan ibu dan anak ?

3. Menurut pendapat Ibu bagaimana dengan kelengkapan sarana, prasarana dan peralatan yang diberikan selama Ibu memeriksakan kehamilan di klinik ini ?

4. Setelah Ibu memeriksakan kehamilan dan melahirkan, bagaimana pendapat Ibu tentang penawaran pemberian susu formula yang dilakukan oleh petugas kesehatan?

5. Sepengetahuan Ibu apakah kandungan yang ada di ASI sama dengan di susu formula ? 6. Menurut pendapat saudara bagaimana sistem pemberian ASI dengan pengawasan

secara langsung oleh bidan ?

7. Apakah kendala dalam pemberian ASI menurut Ibu bagi Ibu bersalin lainnya ? 8. Bagaimana pendapat Ibu tentang dibuatnya PP N0 33 Tahun 2012 ini?

9. Bagaimana pendapat Ibu dengan bidan atau perawat yang langsung menawarkan susu formula apa yang diberikan ?

10. Apakah Ibu setuju dengan PP tersebut dan akan memberikan ASI ? 11.

12.

13. 14. 15.

16. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 33 TAHUN 2012

17. TENTANG

(6)

18.

19. PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN

RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

20. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

21. 22. 23. 24.

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 129 ayat (2)

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBERIAN AIR

SUSU IBU EKSKLUSIF.

25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. BAB I . . .

(7)

- 2 - 35.

36.

37. BAB I KETENTUAN UMUM

38. 39. 40. Pasal 1 41. 42. 43.

44. Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

45.

46. 1. Air Susu Ibu yang selanjutnya disingkat ASI adalah cairan hasil sekresi kelenjar payudara ibu.

47. 2. Air Susu Ibu Eksklusif yang selanjutnya

disebut ASI Eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada Bayi

sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, tanpa

menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau minuman lain.

48. 3. Bayi adalah anak dari baru lahir sampai berusia 12 (dua belas) bulan.

49. 4. Keluarga adalah suami, anak, atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas dan ke bawah sampai dengan derajat ketiga.

50. 5. Susu Formula Bayi adalah susu yang secara khusus diformulasikan sebagai pengganti ASI untuk Bayi sampai berusia 6 (enam) bulan.

51. 6. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah

suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.

52. 7. Tenaga Kesehatan adalah setiap

orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

53. 54. 55.

56. 8. Tempat . . .

(8)

- 3 - 57.

58.

59. 8. Tempat Kerja adalah ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya.

60.

61. 9. Pemerintah Pusat yang selanjutnya

disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia

sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

62.

63. 10. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

64.

65. 11. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.

66.

67.

68. Pasal 2 69. 70. 71.

72. Pengaturan pemberian ASI Eksklusif bertujuan untuk:

73.

74. a. menjamin pemenuhan hak Bayi untuk mendapatkan

75. ASI Eksklusif sejak dilahirkan sampai dengan berusia

76. 6 (enam) bulan dengan memperhatikan pertumbuhan dan

perkembangannya;

77.

78. b. memberikan perlindungan kepada ibu dalam memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya; dan

79.

80. c. meningkatkan peran dan dukungan

Keluarga, masyarakat, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah terhadap pemberian ASI Eksklusif.

81. 82. 83. 84. 85. 86. 87. 88. BAB II . . .

(9)

- 4 -

Bagian Kedua . . . 89.

90.

91. BAB II TANGGUNG JAWAB

92. 93.

94. Bagian Kesatu

95.

96. Tanggung Jawab Pemerintah

97. 98. 99. Pasal 3 100. 101. 102.

103. Tanggung jawab Pemerintah dalam program pemberian 104. ASI Eksklusif meliputi:

105.

106. a. menetapkan kebijakan nasional terkait

program pemberian ASI Eksklusif;

107.

108. b. melaksanakan advokasi dan sosialisasi program

pemberian ASI Eksklusif;

109.

110. c. memberikan pelatihan mengenai program

pemberian ASI Eksklusif dan penyediaan tenaga konselor menyusui di Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan tempat sarana umum lainnya;

111.

112. d. mengintegrasikan materi mengenai ASI Eksklusif pada kurikulum pendidikan formal dan nonformal bagi Tenaga Kesehatan;

113.

114. e. membina, mengawasi, serta mengevaluasi pelaksanaan dan pencapaian program pemberian ASI Eksklusif di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, satuan pendidikan kesehatan, Tempat Kerja, tempat sarana umum, dan kegiatan di masyarakat;

115.

116. f. mengembangkan ilmu pengetahuan dan

teknologi yang berkaitan dengan ASI Eksklusif;

117.

118. g. mengembangkan kerja sama mengenai program

ASI Eksklusif dengan pihak lain di dalam dan/atau luar negeri; dan

119.

120. h. menyediakan ketersediaan akses terhadap

informasi dan edukasi atas penyelenggaraan program pemberian ASI Eksklusif.

(10)

- 5 - Bagian Ketiga . . . 121. 122. 123. Bagian Kedua 124.

125. Tanggung Jawab Pemerintah Daerah Provinsi

126. 127. 128. 129. Pasal 4 130. 131. 132.

133. Tanggung jawab pemerintah

daerah provinsi dalam program

pemberian ASI Eksklusif meliputi:

134.

135. a. melaksanakan kebijakan nasional dalam rangka program pemberian ASI Eksklusif;

136. b. melaksanakan advokasi dan sosialisasi program pemberian ASI Eksklusif dalam skala provinsi;

137. c. memberikan pelatihan teknis konseling menyusui dalam skala provinsi;

138. d. menyediakan tenaga konselor menyusui

di Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan tempat sarana umum lainnya dalam skala provinsi;

139. e. membina, monitoring, mengevaluasi, dan

mengawasi pelaksanaan dan pencapaian program pemberian ASI Eksklusif di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, satuan pendidikan kesehatan, Tempat Kerja, tempat sarana umum, dan kegiatan di masyarakat dalam skala provinsi;

140. f. menyelenggarakan, memanfaatkan, dan

memantau penelitian dan pengembangan program pemberian ASI

Eksklusif yang mendukung perumusan kebijakan

provinsi;

141. g. mengembangkan kerja sama dengan pihak

lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

142.

143. h. menyediakan ketersediaan akses terhadap informasi dan edukasi atas penyelenggaraan pemberian ASI Eksklusif dalam skala provinsi.

(11)

- 6 - BAB III . . . 144. 145. 146. Bagian Ketiga 147.

148. Tanggung Jawab Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota 149. 150. 151. Pasal 5 152. 153.

154. Tanggung jawab pemerintah

daerah kabupaten/kota dalam program pemberian ASI Eksklusif meliputi:

155.

156. a. melaksanakan kebijakan nasional dalam

rangka program pemberian ASI Eksklusif;

157.

158. b. melaksanakan advokasi dan

sosialisasi program pemberian ASI Eksklusif dalam skala kabupaten/kota;

159.

160. c. memberikan pelatihan teknis konseling

menyusui dalam skala kabupaten/kota;

161.

162. d. menyediakan tenaga konselor

menyusui di Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan tempat

sarana umum lainnya dalam skala kabupaten/kota;

163.

164. e. membina, monitoring, mengevaluasi, dan

mengawasi pelaksanaan dan pencapaian program pemberian ASI Eksklusif di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, satuan pendidikan kesehatan, Tempat Kerja, tempat sarana umum, dan kegiatan di masyarakat dalam skala kabupaten/kota;

165.

166. f. menyelenggarakan penelitian dan

pengembangan program pemberian ASI Eksklusif yang mendukung perumusan kebijakan kabupaten/kota;

167.

168. g. mengembangkan kerja sama dengan pihak lain

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

169.

170. h. menyediakan ketersediaan akses terhadap informasi dan edukasi atas penyelenggaraan pemberian ASI Eksklusif dalam skala kabupaten/kota.

(12)

- 7 - Bagian Kedua . . . 171. 172. 173. BAB III 174.

175. AIR SUSU IBU EKSKLUSIF

176. 177. 178. 179. Bagian Kesatu 180. 181. Umum 182. 183. 184. 185. Pasal 6 186. 187. 188.

189. Setiap ibu yang melahirkan

harus memberikan ASI Eksklusif kepada

Bayi yang dilahirkannya. 190. 191. 192. Pasal 7 193. 194. 195.

196. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 tidak berlaku dalam hal terdapat:

197.

198. a. indikasi medis:

199.

200. b. ibu tidak ada; atau

201.

202. c. ibu terpisah dari Bayi.

203. 204. 205. 206. Pasal 8 207. 208. 209.

210. (1) Penentuan indikasi medis sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 7 huruf a dilakukan oleh dokter.

211. (2) Dokter dalam menentukan indikasi

medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional.

212. (3) Dalam hal di daerah tertentu tidak terdapat

dokter, penentuan ada atau tidaknya indikasi medis dapat dilakukan oleh bidan atau perawat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(13)

- 8 - (2) Pemberian . . . 213. 214. 215. Bagian Kedua 216.

217. Inisiasi Menyusu Dini

218. 219. 220. Pasal 9 221. 222. 223.

224. (1) Tenaga Kesehatan dan

penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib

melakukan inisiasi menyusu dini terhadap Bayi yang baru lahir kepada ibunya paling singkat selama 1 (satu) jam.

225. (2) Inisiasi menyusu dini sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dilakukan dengan cara meletakkan Bayi secara tengkurap di dada atau perut ibu sehingga kulit Bayi melekat pada kulit ibu. 226. 227. 228. Pasal 10 229. 230. 231.

232. (1) Tenaga Kesehatan dan penyelenggara

Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib menempatkan ibu dan Bayi dalam 1 (satu) ruangan atau rawat gabung kecuali atas indikasi medis yang ditetapkan oleh dokter.

233.

234. (2) Penempatan dalam 1 (satu) ruangan

atau rawat gabung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan untuk memudahkan ibu setiap saat memberikan ASI Eksklusif kepada Bayi.

235.

236. 237.

238. Bagian Ketiga

239.

240. Pendonor Air Susu Ibu

241. 242. 243. Pasal 11 244. 245. 246.

247. (1) Dalam hal ibu kandung tidak dapat

memberikan ASI Eksklusif bagi bayinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, pemberian ASI Eksklusif dapat dilakukan oleh pendonor ASI.

(14)

- 9 -

Bagian Keempat . . . 248.

249.

250. (2) Pemberian ASI Eksklusif oleh

pendonor ASI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan persyaratan:

251.

252. a. permintaan ibu kandung atau Keluarga

Bayi yang bersangkutan;

253. b. identitas, agama, dan alamat pendonor ASI diketahui dengan jelas oleh ibu atau Keluarga dari Bayi penerima ASI;

254. c. persetujuan pendonor ASI setelah

mengetahui identitas Bayi yang diberi ASI;

255. d. pendonor ASI dalam kondisi kesehatan baik dan tidak mempunyai indikasi medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7; dan

256. e. ASI tidak

diperjualbelikan.

257.

258. (3) Pemberian ASI sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dan ayat (2) wajib dilaksanakan berdasarkan norma agama dan mempertimbangkan aspek sosial budaya, mutu, dan keamanan ASI.

259.

260. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian ASI Eksklusif dari pendonor ASI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.

261. 262. 263. 264. Pasal 12 265. 266. 267.

268. (1) Setiap ibu yang melahirkan Bayi harus

menolak pemberian Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya.

269. (2) Dalam hal ibu yang melahirkan Bayi

meninggal dunia atau oleh sebab lain sehingga tidak dapat melakukan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penolakan dapat dilakukan oleh Keluarga.

(15)

- 10 - Bagian Kelima . . . 270. 271. 272. Bagian Keempat 273.

274. Informasi dan Edukasi

275. 276. 277. 278. Pasal 13 279. 280. 281.

282. (1) Untuk mencapai pemanfaatan pemberian

ASI Eksklusif secara optimal, Tenaga Kesehatan dan

penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib memberikan informasi dan edukasi ASI Eksklusif kepada ibu dan/atau anggota Keluarga dari Bayi yang bersangkutan sejak pemeriksaan kehamilan sampai dengan periode pemberian ASI Eksklusif selesai.

283.

284. (2) Informasi dan edukasi ASI Eksklusif

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit mengenai:

285.

286. a. keuntungan dan keunggulan

pemberian ASI;

287.

288. b. gizi ibu, persiapan dan

mempertahankan menyusui;

289. c. akibat negatif dari pemberian makanan

botol secara parsial terhadap pemberian ASI; dan

290. d. kesulitan untuk

mengubah keputusan untuk

tidak memberikan ASI.

291. (3) Pemberian informasi dan edukasi ASI

Eksklusif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dilakukan melalui penyuluhan, konseling dan pendampingan.

292. (4) Pemberian informasi dan edukasi

ASI Eksklusif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh tenaga terlatih.

(16)

- 11 - Pasal 16 . . . 293. 294. 295. Bagian Kelima 296. 297. Sanksi Administratif 298. 299. 300. Pasal 14 301. 302.

303. (1) Setiap Tenaga Kesehatan yang tidak

melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), Pasal 10 ayat (1), atau Pasal 13 ayat (1) dikenakan sanksi administratif oleh pejabat yang berwenang berupa:

304. a. teguran lisan;

305.

306. b. teguran tertulis;

dan/atau c. pencabutan izin.

307. (2) Setiap penyelenggara Fasilitas Pelayanan

Kesehatan yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), Pasal 10 ayat (1), atau Pasal 13 ayat (1) dikenakan sanksi administratif oleh pejabat yang berwenang berupa:

308.

309. a. teguran lisan; dan/atau b. teguran tertulis.

310. (3) Ketentuan mengenai tata cara pengenaan

sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

311.

312. 313.

314. BAB IV

315.

316. PENGGUNAAN SUSU FORMULA BAYI DAN

PRODUK BAYI LAINNYA

317. 318. 319. Pasal 15 320. 321. 322.

323. Dalam hal pemberian ASI Eksklusif tidak dimungkinkan berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Bayi dapat diberikan Susu Formula Bayi.

(17)

- 12 - (3) Dalam . . . 324. 325. 326. Pasal 16 327. 328.

329. Dalam memberikan Susu Formula Bayi sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 15, Tenaga Kesehatan harus memberikan peragaan dan penjelasan atas penggunaan dan penyajian Susu Formula Bayi kepada ibu dan/atau Keluarga yang memerlukan Susu Formula Bayi.

330.

331.

332. Pasal 17

333.

334.

335. (1) Setiap Tenaga Kesehatan dilarang

memberikan Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya yang dapat menghambat program pemberian ASI Eksklusif kecuali dalam hal diperuntukkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.

336.

337. (2) Setiap Tenaga Kesehatan dilarang

menerima dan/atau mempromosikan Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya yang dapat menghambat program pemberian ASI Eksklusif.

338.

339.

340. Pasal 18

341.

342.

343. (1) Penyelenggara Fasilitas Pelayanan

Kesehatan dilarang memberikan Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya yang dapat menghambat program pemberian ASI Eksklusif kepada ibu Bayi dan/atau keluarganya, kecuali dalam hal diperuntukkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.

344.

345. (2) Penyelenggara Fasilitas Pelayanan

Kesehatan dilarang menerima dan/atau mempromosikan Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya yang dapat

menghambat program pemberian ASI Eksklusif.

(18)

- 13 - 346.

347.

348. (3) Dalam hal terjadi bencana atau darurat, penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan dapat menerima bantuan Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya untuk tujuan kemanusiaan setelah mendapat persetujuan dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota setempat.

349.

350. (4) Penyelenggara Fasilitas Pelayanan

Kesehatan dilarang menyediakan pelayanan di bidang kesehatan atas biaya yang disediakan oleh produsen atau

distributor Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya.

351.

352.

353. Pasal 19 354. 355. 356.

357. Produsen atau distributor Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya dilarang melakukan kegiatan yang dapat menghambat program pemberian ASI Eksklusif berupa:

358.

359. a. pemberian contoh produk Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya secara cuma-cuma atau

bentuk apapun kepada penyelenggara Fasilitas Pelayanan

Kesehatan, Tenaga Kesehatan, ibu hamil, atau ibu yang baru melahirkan;

360. b. penawaran atau penjualan langsung Susu Formula

361. Bayi ke rumah-rumah;

362.

363. c. pemberian potongan harga atau tambahan

atau sesuatu dalam bentuk apapun atas pembelian Susu Formula Bayi sebagai daya tarik dari penjual;

364. d. penggunaan Tenaga Kesehatan untuk

memberikan informasi tentang Susu Formula Bayi kepada masyarakat; dan/atau 365. 366. 367. 368. 369. e. pengiklanan . . .

(19)

- 14 -

Pasal 22 . . . 370.

371.

372. e. pengiklanan Susu Formula Bayi yang dimuat

dalam media massa, baik cetak maupun elektronik, dan media luar ruang. 373. 374. 375. 376. Pasal 20 377. 378.

379. (1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

19 huruf e dikecualikan jika dilakukan pada media cetak khusus tentang kesehatan.

380.

381. (2) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat

(1)

382. dilakukan setelah memenuhi persyaratan:

383.

384. a. mendapat persetujuan Menteri; dan

385.

386. b. memuat keterangan bahwa Susu Formula Bayi bukan sebagai pengganti ASI.

387. 388. 389. 390. Pasal 21 391. 392.

393. (1) Setiap Tenaga Kesehatan, penyelenggara

Fasilitas Pelayanan Kesehatan, penyelenggara satuan pendidikan kesehatan, organisasi profesi di bidang kesehatan

dan termasuk keluarganya dilarang menerima hadiah dan/atau bantuan dari produsen atau distributor

Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya

yang dapat menghambat keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif.

394.

395. (2) Bantuan dari produsen atau distributor

Susu Formula Bayi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diterima hanya untuk tujuan membiayai kegiatan pelatihan, penelitian dan pengembangan, pertemuan ilmiah, dan/atau kegiatan lainnya yang sejenis.

(20)

- 15 - (3) Penyelenggara . . . 397. 398. 399. Pasal 22 400. 401.

402. Pemberian bantuan untuk biaya pelatihan, penelitian dan pengembangan, pertemuan ilmiah, dan/atau kegiatan lainnya yang sejenis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) dapat dilakukan dengan ketentuan:

403.

404. a. secara terbuka;

405.

406. b. tidak bersifat mengikat;

407.

408. c. hanya melalui Fasilitas Pelayanan

Kesehatan, penyelenggara satuan pendidikan kesehatan, dan/atau organisasi profesi di bidang kesehatan; dan

409. d. tidak menampilkan logo dan nama produk Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya pada saat dan selama kegiatan berlangsung yang dapat menghambat program pemberian ASI Eksklusif.

410.

411.

412. Pasal 23 413. 414. 415.

416. (1) Tenaga Kesehatan yang menerima bantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) wajib

memberikan pernyataan tertulis kepada atasannya bahwa bantuan tersebut tidak mengikat dan tidak menghambat keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif.

417.

418. (2) Penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan

yang menerima bantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) wajib memberikan pernyataan tertulis kepada Menteri bahwa bantuan tersebut tidak mengikat dan tidak menghambat keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif.

(21)

- 16 -

(2) Setiap . . . 419.

420.

421. (3) Penyelenggara satuan pendidikan

kesehatan yang menerima bantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) wajib memberikan pernyataan tertulis kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan bahwa bantuan tersebut tidak mengikat dan tidak menghambat keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif.

422.

423. (4) Pengurus organisasi profesi di bidang

kesehatan yang menerima bantuan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 21 ayat (2) wajib memberikan

pernyataan tertulis kepada Menteri bahwa bantuan tersebut tidak mengikat dan tidak menghambat keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif.

424. 425. 426. 427. Pasal 24 428.

429.

430. Dalam hal Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah

menerima bantuan biaya pelatihan, penelitian dan pengembangan, pertemuan ilmiah, dan/atau kegiatan lainnya yang sejenis maka penggunaannya harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 431. 432. 433. Pasal 25 434.

435.

436. (1) Setiap produsen atau distributor Susu

Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya dilarang memberikan hadiah dan/atau bantuan kepada Tenaga

Kesehatan, penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan,

penyelenggara satuan pendidikan kesehatan, dan organisasi

profesi di bidang kesehatan termasuk keluarganya

yang dapat menghambat keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif, kecuali diberikan untuk tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2).

(22)

- 17 -

Pasal 27 . . . 437.

438.

439. (2) Setiap produsen atau distributor Susu

Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya yang melakukan pemberian bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberikan laporan kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk.

440.

441. (3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

paling sedikit memuat:

442.

443. a. nama penerima dan pemberi bantuan;

444.

445. b. tujuan diberikan bantuan;

446.

447. c. jumlah dan jenis bantuan; dan

448.

449. d. jangka waktu pemberian bantuan. 450. 451. 452. 453. Pasal 26 454. 455.

(1) Penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan,

penyelenggara satuan pendidikan kesehatan,

456. dan/atau organisasi profesi di bidang kesehatan

457. yang menerima bantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf c wajib memberikan laporan kepada Menteri, menteri terkait, atau pejabat yang ditunjuk.

458.

459. (2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

paling sedikit memuat:

460.

461. a. nama pemberi dan penerima bantuan;

462.

463. b. tujuan diberikan bantuan;

464.

465. c. jumlah dan jenis bantuan; dan

466.

467. d. jangka waktu pemberian bantuan.

(23)

- 18 - a. teguran . . . 468. 469. 470. Pasal 27 471. 472. 473.

474. Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 26 disampaikan kepada Menteri, menteri terkait, atau pejabat yang ditunjuk paling singkat 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal penerimaan bantuan. 475. 476. 477. Pasal 28 478.

479.

480. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penggunaan Susu Formula Bayi dan produk bayi lainnya diatur dengan Peraturan Menteri. 481. 482. 483. Pasal 29 484.

485.

486. (1) Setiap Tenaga Kesehatan yang tidak

melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, Pasal 17, Pasal 21 ayat (1), dan Pasal 23 ayat (1), dikenakan sanksi administratif oleh pejabat yang berwenang berupa:

487.

488. a. teguran lisan;

489.

490. b. teguran tertulis;

dan/atau c. pencabutan izin.

491. (2) Setiap penyelenggara Fasilitas Pelayanan

Kesehatan, penyelenggara satuan pendidikan, pengurus organisasi profesi di bidang kesehatan serta produsen dan distributor Susu Formula Bayi dan/atau

produk bayi lainnya yang tidak

melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 18 ayat (1), ayat (2), dan ayat (4), Pasal 19, Pasal 21 ayat (1), Pasal 23 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), Pasal 25 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 26 ayat (1) dikenakan sanksi administratif oleh pejabat yang berwenang berupa:

(24)

- 19 - 492.

493.

494. a. teguran lisan; dan/atau b. teguran tertulis.

495. (3) Ketentuan mengenai tata cara pengenaan

sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

496.

497.

498. BAB V

499.

500. TEMPAT KERJA DAN TEMPAT SARANA UMUM

Pasal 30

501. (1) Pengurus Tempat Kerja dan penyelenggara

tempat sarana umum harus mendukung program ASI

Eksklusif.

502. (2) Ketentuan mengenai dukungan program ASI Eksklusif di Tempat Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perusahaan antara pengusaha dan pekerja/buruh, atau melalui perjanjian kerja bersama antara serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha.

503.

504. (3) Pengurus Tempat Kerja dan penyelenggara

tempat sarana umum harus menyediakan fasilitas khusus untuk menyusui dan/atau memerah ASI sesuai dengan kondisi kemampuan perusahaan.

505.

506. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai

tata cara penyediaan fasilitas khusus menyusui dan/atau memerah ASI sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri. 507. 508. 509. 510. 511. 512. 513. 514. Pasal 31 . . .

(25)

- 20 - 515. 516. 517. Pasal 31 518. 519. 520.

521. Tempat Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 terdiri atas:

522.

523. a. perusahaan; dan

524.

525. b. perkantoran milik Pemerintah, Pemerintah

Daerah, dan swasta.

526. 527. 528. Pasal 32 529. 530. 531.

532. Tempat sarana umum sebagaimana dimaksud dalam 533. Pasal 30 terdiri atas:

534.

535. a. Fasilitas Pelayanan Kesehatan;

536.

537. b. hotel dan penginapan;

538.

539. c. tempat rekreasi;

540.

541. d. terminal angkutan darat;

542.

543. e. stasiun kereta api;

544. 545. f. bandar udara; 546. 547. g. pelabuhan laut; 548. 549. h. pusat-pusat perbelanjaan; 550. 551. i. gedung olahraga; 552.

553. j. lokasi penampungan pengungsi;

dan k. tempat sarana umum lainnya.

554. 555.

556. Pasal 33

557.

558.

559. Penyelenggara tempat sarana umum berupa Fasilitas

Pelayanan Kesehatan harus mendukung keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif dengan berpedoman pada 10 (sepuluh) langkah menuju keberhasilan menyusui sebagai berikut:

560.

561. 562.

563. a. membuat . . .

(26)

- 21 - 564.

565.

566. a. membuat kebijakan tertulis

tentang menyusui dan dikomunikasikan kepada semua

staf pelayanan kesehatan;

567. b. melatih semua staf pelayanan dalam

keterampilan menerapkan kebijakan menyusui tersebut;

568. c. menginformasikan kepada semua ibu hamil

tentang manfaat dan manajemen menyusui;

569. d. membantu ibu menyusui dini dalam waktu 60

(enam puluh) menit pertama persalinan;

570. e. membantu ibu cara menyusui dan

mempertahankan menyusui meskipun ibu dipisah dari bayinya;

571. f. memberikan ASI saja kepada Bayi baru lahir

kecuali ada indikasi medis;

572. g. menerapkan rawat gabung ibu dengan

bayinya sepanjang waktu 24 (dua puluh empat) jam;

573. h. menganjurkan menyusui sesuai permintaan Bayi;

574.

575. i. tidak memberi dot kepada Bayi; dan

576.

577. j. mendorong pembentukan kelompok

pendukung menyusui dan merujuk ibu kepada kelompok tersebut setelah keluar dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan. 578. 579. 580. Pasal 34 581. 582. 583.

584. Pengurus Tempat Kerja wajib memberikan kesempatan

kepada ibu yang bekerja untuk memberikan ASI Eksklusif kepada Bayi atau memerah ASI selama waktu kerja di Tempat Kerja. 585. 586. 587. 588. 589. 590. 591. Pasal 35 . . .

(27)

- 22 - 592. 593. 594. Pasal 35 595. 596. 597.

598. Pengurus Tempat Kerja dan penyelenggara tempat sarana umum wajib membuat peraturan internal yang mendukung keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif.

599. 600. 601. Pasal 36 602. 603. 604.

605. Setiap pengurus Tempat Kerja dan/atau penyelenggara tempat sarana umum yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan ayat (3), atau Pasal 34, dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

606.

607.

608. BAB VI DUKUNGAN MASYARAKAT

609. 610. 611. Pasal 37 612. 613. 614.

615. (1) Masyarakat harus mendukung

keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif baik secara perorangan, kelompok, maupun organisasi.

616.

617. (2) Dukungan masyarakat sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dilaksanakan melalui :

618.

619. a. pemberian sumbangan pemikiran

terkait dengan penentuan kebijakan dan/atau pelaksanaan program pemberian ASI Eksklusif;

620. b. penyebarluasan informasi kepada masyarakat luas terkait dengan pemberian ASI Eksklusif;

621. c. pemantauan dan evaluasi pelaksanaan

program pemberian ASI Eksklusif; dan/atau

622.

623.

624. d. penyediaan . . .

(28)

- 23 - 625.

626.

627. d. penyediaan waktu dan tempat bagi ibu dalam pemberian ASI Eksklusif.

628. (3) Dukungan masyarakat sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

629.

630.

631. BAB VII PENDANAAN

632. 633. 634. Pasal 38 635. 636. 637.

638. Pendanaan program pemberian ASI Eksklusif dapat bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

639.

640.

641. BAB VIII

642. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 39

643. (1) Menteri, menteri terkait, kepala lembaga

pemerintah non kementerian, gubernur, dan bupati/walikota melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan

program pemberian ASI Eksklusif sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing.

644.

645. (2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk:

646. 647. 648. 649.

650. a. meningkatkan . . .

(29)

- 24 -

(2) Ketentuan . . . 651.

652.

653. a. meningkatkan peran sumber daya

manusia di bidang kesehatan, Fasilitas Pelayanan Kesehatan, dan satuan pendidikan kesehatan dalam mendukung keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif;

654. b. meningkatkan peran dan dukungan

Keluarga dan masyarakat untuk keberhasilan program

pemberian ASI Eksklusif; dan

655. c. meningkatkan peran dan dukungan

pengurus Tempat Kerja dan penyelenggara sarana umum untuk keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif.

656. (3) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui:

657. a. advokasi dan sosialisasi peningkatan pemberian 658. ASI Eksklusif;

659.

660. b. pelatihan dan

peningkatan kualitas Tenaga

661. Kesehatan dan tenaga terlatih; dan/atau

c. monitoring dan evaluasi.

662. (4) Menteri, menteri terkait, kepala

lembaga pemerintah non kementerian, gubernur, dan

bupati/walikota dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat mengikutsertakan masyarakat. 663. 664. 665. Pasal 40 666. 667.

668. (1) Pengawasan terhadap produsen atau

distributor Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya yang melakukan kegiatan pengiklanan Susu Formula Bayi yang dimuat dalam media massa, baik cetak maupun elektronik, dan media luar ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf e dilaksanakan oleh badan yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan obat dan makanan.

(30)

- 25 -

Agar . . . 669.

670.

671. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai

pengawasan terhadap produsen atau distributor Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) diatur dengan peraturan kepala badan yang

melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan obat dan makanan.

672.

673.

674. BAB IX KETENTUAN PERALIHAN

675. 676. 677. Pasal 41 678. 679. 680.

681. Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Pengurus Tempat Kerja dan/atau penyelenggara tempat sarana umum, wajib menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini paling lama 1 (satu) tahun.

682.

683.

684. BAB X KETENTUAN PENUTUP

685.

686.

687. Pasal 42

688.

689.

690. Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua ketentuan yang mengatur tentang pemberian ASI Eksklusif dinyatakan masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.

691. 692. 693. 694. 695. Pasal 43 696. 697.

698. Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal

diundangkan.

(31)

- 26 - 699.

700.

701. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan

pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

702. 703. 704. 705.

706. Ditetapkan di Jakarta 707. pada tanggal 1 Maret 2012

708.

709. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd.

710. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

711. 712. 713. 714. 715. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 1 Maret 2012 716.

717. MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI

MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, 718. 719. 720. ttd. 721. 722. 723. AMIR SYAMSUDIN 724. 725.

726. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012

NOMOR 58

727.

728.

729. Salinan sesuai dengan aslinya KEMENTERIAN SEKRETARIAT

NEGARA RI Asisten Deputi Perundang-undangan Bidang Politik

dan Kesejahteraan Rakyat,

730. 731. 732. 733. 734. 735. 736. Wisnu Setiawan

(32)

737. 738. 739. 740. 741. 742. 743. PENJELASAN ATAS

744. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 33 TAHUN 2012

745. TENTANG

746.

747. PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF

748. 749.

750.

751. I. UMUM

752.

753. Pembangunan kesehatan sebagai bagian dari pembangunan

nasional diarahkan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia dan dilaksanakan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

754.

755. Indikator keberhasilan pembangunan kesehatan antara lain adalah penurunan angka kematian Bayi dan peningkatan status gizi masyarakat. Indonesia saat ini masih menghadapi masalah gizi ganda yaitu kondisi dimana disatu sisi masih banyaknya jumlah penderita gizi kurang, sementara disisi lain jumlah masyarakat yang mengalami gizi lebih cenderung meningkat. Masalah gizi ganda ini sangat erat kaitannya dengan gaya hidup masyarakat dan perilaku gizi. Status gizi masyarakat akan baik apabila perilaku gizi yang baik dilakukan pada setiap tahap kehidupan termasuk pada Bayi.

756.

757. Pola pemberian makan terbaik untuk Bayi sejak lahir sampai anak berumur 2 (dua) tahun meliputi: (a) memberikan ASI kepada Bayi segera dalam waktu 1 (satu) jam setelah lahir; (b) memberikan hanya ASI saja sejak lahir sampai umur 6 (enam) bulan. Hampir semua ibu dapat dengan sukses menyusui diukur dari permulaan pemberian ASI dalam jam pertama kehidupan Bayi. Menyusui menurunkan risiko infeksi akut seperti diare, pnemonia, infeksi telinga, haemophilus influenza, meningitis dan infeksi saluran kemih. Menyusui juga melindungi Bayi dari penyakit kronis masa depan seperti diabetes tipe 1. Menyusui selama masa Bayi berhubungan dengan penurunan tekanan darah dan kolesterol serum total, berhubungan dengan prevalensi diabetes tipe 2 yang lebih rendah, serta kelebihan berat badan dan obesitas pada masa remaja dan dewasa.

758.

759. 760. 761.

(33)

762. Menyusui . . .

(34)

- 2 -

763.

764. 765. 766.

767. Menyusui menunda kembalinya kesuburan seorang wanita dan

mengurangi risiko perdarahan pasca melahirkan, kanker payudara, pra menopause dan kanker ovarium; (c) memberikan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat sejak genap umur 6 (enam) bulan; dan (d) meneruskan pemberian ASI sampai anak berumur 2 (dua) tahun. Penerapan pola pemberian makan ini akan meningkatkan status gizi Bayi dan anak serta mempengaruhi derajat kesehatan selanjutnya.

768.

769. Namun demikian, saat ini penerapan pola pemberian makan terbaik untuk Bayi sejak lahir sampai anak berumur 2 (dua) tahun tersebut belum dilaksanakan dengan baik khususnya dalam hal pemberian ASI Eksklusif. Beberapa kendala dalam hal pemberian ASI Eksklusif karena ibu tidak percaya diri bahwa dirinya mampu menyusui dengan baik sehingga mencukupi seluruh kebutuhan gizi Bayi. Hal ini antara lain disebabkan karena kurangnya pengetahuan ibu, kurangnya dukungan Keluarga serta rendahnya kesadaran masyarakat tentang manfaat pemberian ASI Eksklusif. Selain itu kurangnya dukungan Tenaga Kesehatan, Fasilitas Pelayanan Kesehatan, dan produsen makanan bayi untuk keberhasilan ibu dalam menyusui bayinya.

770.

771. Dalam rangka melindungi, mendukung dan mempromosikan

pemberian ASI Eksklusif perlu dilakukan upaya untuk

meningkatkan dukungan dari Pemerintah, Pemerintah Daerah, Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan Tenaga Kesehatan, masyarakat serta Keluarga agar ibu dapat memberikan ASI Eksklusif kepada Bayi. Untuk maksud tersebut, maka diperlukan Peraturan Pemerintah tentang Pemberian ASI Eksklusif.

772.

773. Dalam Peraturan Pemerintah ini diatur:

774.

1. tanggung jawab Pemerintah, pemerintah daerah pemerintah daerah kabupaten/kota;

provinsi, dan 2. Air Susu Ibu Eksklusif;

3. penggunaan susu formula dan produk bayi lainnya; 4. tempat kerja dan tempat sarana umum;

5. dukungan masyarakat;

6. pendanaan; dan

7. pembinaan dan pengawasan.

775.

776. II. PASAL . . .

(35)

- 3 - 777. 778. 779. 780. 781. II. PASAL DEMI PASAL 782. 783. 784. Pasal 1 785. 786. Cukup jelas. 787. 788. 789. Pasal 2 790. 791. Cukup jelas. 792. 793. 794. Pasal 3 795. 796. Huruf a 797.

798. Kebijakan nasional dituangkan dalam bentuk norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Menteri.

799.

800. Strategi program pemberian ASI Eksklusif dilakukan secara terpadu, berjenjang, dan berkesinambungan.

801. 802. Huruf b 803. 804. Cukup jelas. Huruf c 805. Cukup jelas. Huruf d 806. Cukup jelas. Huruf e 807. Cukup jelas. Huruf f 808. Cukup jelas. Huruf g 809. Cukup jelas. Huruf h 810. Cukup jelas. 811. 812.

813.

814. Pasal 4 . . .

(36)

- 4 - 815. 816. 817. 818. 819. Pasal 4 820. 821. Huruf a 822.

823. Dalam melaksanakan kebijakan nasional, daerah provinsi dapat menetapkan peraturan daerah atau peraturan gubernur dengan mengacu pada kebijakan nasional.

824.

825. Dalam menetapkan kebijakan program pemberian ASI

Eksklusif di daerah, pemerintah daerah provinsi dapat

memperhatikan kemampuan dan potensi sumber daya manusia, kemampuan dan potensi sumber pendanaan, dan dukungan masyarakat. Strategi program pemberian ASI Eksklusif dilakukan secara terpadu, berjenjang, dan berkesinambungan.

826. 827. Huruf b 828. 829. Cukup jelas. Huruf c 830. Cukup jelas. Huruf d 831. Cukup jelas. Huruf e 832. Cukup jelas. Huruf f 833. Cukup jelas. Huruf g 834. Cukup jelas. Huruf h 835. Cukup jelas. 836. 837. 838. 839. 840. 841. Pasal 5 . . .

(37)

- 5 - 842. 843. 844. 845. 846. Pasal 5 847. 848. Huruf a 849.

850. Dalam melaksanakan kebijakan nasional, daerah

kabupaten/kota dapat menetapkan peraturan daerah atau peraturan bupati atau peraturan walikota dengan mengacu pada kebijakan nasional dan kebijakan pemerintah daerah provinsi.

851.

852. Dalam menetapkan kebijakan program pemberian ASI Eksklusif di daerah, pemerintah daerah kabupaten/kota dapat memperhatikan kemampuan dan potensi sumber daya manusia, kemampuan dan potensi sumber pendanaan, dan dukungan masyarakat. Strategi program pemberian ASI Eksklusif dilakukan secara terpadu, berjenjang, dan berkesinambungan.

853. 854. Huruf b 855. 856. Cukup jelas. Huruf c 857. Cukup jelas. Huruf d 858. Cukup jelas. Huruf e 859. Cukup jelas. Huruf f 860. Cukup jelas. Huruf g 861. Cukup jelas. Huruf h 862. Cukup jelas. 863. 864. 865. Pasal 6 . . .

(38)

- 6 - 866. 867. 868. 869. 870. Pasal 6 871. 872. Cukup jelas. 873. 874. 875. Pasal 7 876. 877. Huruf a 878.

879. Yang dimaksud dengan “indikasi medis” adalah kondisi medis Bayi dan/atau kondisi medis ibu yang tidak memungkinkan dilakukannya pemberian ASI Eksklusif.

880.

881. Kondisi medis Bayi yang tidak memungkinkan pemberian ASI Ekslusif antara lain:

882. a. Bayi yang hanya dapat menerima susu dengan formula khusus, yaitu Bayi dengan kriteria:

883. 1. Bayi dengan galaktosemia klasik, diperlukan formula khusus bebas galaktosa;

884. 2. Bayi dengan penyakit kemih beraroma sirup maple (maple syrup urine disease), diperlukan formula khusus bebas leusin, isoleusin, dan valin; dan/atau

885. 3. Bayi dengan fenilketonuria, dibutuhkan formula khusus bebas fenilalanin, dan dimungkinkan beberapa kali menyusui, di bawah pengawasan.

886. b. Bayi yang membutuhkan makanan lain selain ASI selama jangka waktu terbatas, yaitu:

887. 1. Bayi lahir dengan berat badan kurang dari 1500 (seribu lima ratus) gram (berat lahir sangat rendah);

888. 2. Bayi lahir kurang dari 32 (tiga puluh dua) minggu dari usia kehamilan yang sangat prematur; dan/atau

889. 3. Bayi baru lahir yang berisiko hipoglikemia

berdasarkan gangguan adaptasi metabolisme atau

peningkatan kebutuhan glukosa seperti pada Bayi prematur, kecil

untuk umur kehamilan atau yang mengalami stress

iskemik/intrapartum hipoksia yang signifikan, Bayi yang sakit dan Bayi yang memiliki ibu pengidap diabetes, jika gula darahnya gagal merespon pemberian ASI baik secara langsung maupun tidak langsung.

890. 891. 892.

893.

894. Kondisi . . .

(39)

- 7 -

895.

896. 897. 898.

899. Kondisi medis ibu yang tidak dapat memberikan ASI Eksklusif karena harus mendapat pengobatan sesuai dengan standar. Kondisi ibu tersebut antara lain:

900.

901. a. ibu yang dapat dibenarkan alasan tidak

menyusui secara permanen karena terinfeksi Human Immunodeficiency Virus. Dalam kondisi tersebut, pengganti pemberian ASI harus memenuhi kriteria, yaitu dapat diterima, layak, terjangkau, berkelanjutan, dan aman (acceptable, feasible, affordable, sustainable, and safe). Kondisi tersebut bisa berubah jika secara teknologi ASI Eksklusif dari ibu terinfeksi Human Immunodeficiency Virus dinyatakan aman bagi Bayi dan demi untuk kepentingan terbaik Bayi. Kondisi tersebut juga dapat diberlakukan bagi penyakit menular lainnya;

902. b. ibu yang dapat dibenarkan alasan menghentikan menyusui sementara waktu karena:

903. 1. penyakit parah yang menghalangi seorang

ibu merawat Bayi, misalnya sepsis (infeksi demam tinggi hingga tidak sadarkan diri);

904. 2. infeksi Virus Herpes Simplex tipe 1 (HSV-1) di payudara; kontak langsung antara luka pada payudara ibu dan mulut Bayi sebaiknya dihindari sampai semua lesi aktif telah diterapi hingga tuntas;

905. 3. pengobatan ibu:

906.

907. a) obat–obatan psikoterapi jenis penenang, obat

anti– epilepsi dan opioid dan kombinasinya dapat menyebabkan efek samping seperti mengantuk dan depresi pernapasan dan lebih baik dihindari jika alternatif yang lebih aman tersedia;

908. b) radioaktif iodine–131 lebih baik dihindari

mengingat bahwa alternatif yang lebih aman tersedia, seorang ibu dapat melanjutkan menyusui sekitar 2 (dua) bulan setelah menerima zat ini;

909.

910.

911. Kondisi . . .

(40)

- 8 -

912.

913. 914. 915.

916. c) penggunaan yodium atau yodofor topikal

misalnya povidone–iodine secara berlebihan, terutama pada luka terbuka atau membran mukosa, dapat menyebabkan penekanan hormon tiroid atau kelainan elektrolit pada Bayi yang mendapat ASI dan harus dihindari; dan

917. d) sitotoksik kemoterapi yang mensyaratkan

seorang

918. ibu harus berhenti menyusui selama terapi. 919.

920. Huruf b

921.

922. Kondisi yang tidak memungkinkan Bayi mendapatkan ASI Eksklusif karena ibu tidak ada atau terpisah dari Bayi dapat

dikarenakan ibu meninggal dunia, ibu tidak diketahui

keberadaaanya, ibu terpisah dari Bayi karena adanya bencana atau kondisi lainnya dimana ibu terpisah dengan Bayinya sehingga ibu tidak dapat memenuhi kewajibannya atau anak tidak memperoleh haknya.

923.

924. Huruf c

925.

926. Lihat penjelasan Pasal 7 huruf b. 927. 928. 929. Pasal 8 930. 931. Ayat (1) 932. 933. Cukup jelas. Ayat (2) 934. Cukup jelas. Ayat (3)

935. Dalam menentukan ada atau tidaknya indikasi medis, bidan atau perawat mengacu penjelasan Pasal 7.

936. 937. 938. 939. 940. 941. 942. 943. Pasal 9 . . .

(41)

- 9 - 944. 945. 946. 947. 948. Pasal 9 949. 950. Ayat (1) 951.

952. Inisiasi menyusu dini dilakukan dalam keadaan ibu dan Bayi stabil dan tidak membutuhkan tindakan medis selama paling singkat 1 (satu) jam. Lama waktu inisiasi menyusu dini paling singkat selama 1 (satu) jam dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada Bayi agar dapat mencari puting susu ibu dan menyusu sendiri. Dalam hal selama paling singkat 1 (satu) jam setelah melahirkan, Bayi masih belum mau menyusu maka kegiatan inisiasi menyusu dini harus tetap diupayakan oleh ibu, Tenaga Kesehatan, dan penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan. 953. 954. Ayat (2) 955. 956. Cukup jelas. 957. 958. 959. Pasal 10 960. 961. Ayat (1) 962.

963. Yang dimaksud dengan “1 (satu) ruangan atau rawat gabung” adalah ruang rawat inap dalam 1 (satu) ruangan dimana Bayi berada dalam jangkauan ibu selama 24 (dua puluh empat) jam.

964.

965. Indikasi medis didasarkan pada kondisi medis Bayi dan/atau kondisi medis ibu yang tidak memungkinkan dilakukan rawat gabung. 966. 967. Ayat (2) 968. 969. Cukup jelas. 970. 971. 972. Pasal 11 973. 974. Ayat (1) 975.

976. Yang dimaksud dengan “pendonor ASI” adalah ibu yang

977. menyumbangkan ASI kepada Bayi yang bukan

anaknya.

978. 979.

(42)

- 10 -

981.

982. Ayat (2) . . .

(43)

- 11 - Huruf d . . . 983. 984. 985. 986. 987. Ayat (2) 988. 989. Cukup jelas. Ayat (3)

990. Yang dimaksud dengan “mutu dan keamanan ASI” meliputi kebersihan, cara penyimpanan, cara pemberian, atau cara memerah ASI. 991. 992. Ayat (4) 993. 994. Cukup jelas. 995. 996. 997. Pasal 12 998. 999. Ayat (1) 1000.

1001. Yang dimaksud dengan “ibu” dalam ketentuan ini adalah ibu

1002. yang dapat memberikan ASI Eksklusif kepada Bayi. Ayat (2) 1003. Cukup jelas.

1004.

1005. Pasal 13 1006. 1007. Ayat (1) 1008. 1009. Cukup jelas. Ayat (2) 1010. Huruf a 1011.

1012. Cukup jelas. Huruf b

1013. Cukup jelas. Huruf c

1014. Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “pemberian makanan botol secara parsial” adalah makanan/minuman selain ASI yang diberikan kepada Bayi dengan menggunakan botol.

(44)

- 12 - Pasal 17 . . . 1015. 1016. 1017. 1018. 1019. Huruf d 1020.

1021. Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “kesulitan untuk mengubah keputusan” adalah kondisi dimana ibu sudah memutuskan untuk tidak memberikan ASI,

1022. maka sulit untuk kembali lagi memberikan ASI.

1023.

1024. A

yat (3) 1025.

1026. Pendampingan dilakukan melalui pemberian dukungan moril, bimbingan, bantuan, dan pengawasan ibu dan bayi selama kegiatan inisiasi menyusu dini dan/atau selama awal menyusui.

1027.

1028. A

yat (4) 1029.

1030. Yang dimaksud dengan “tenaga terlatih” adalah tenaga yang

memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan mengenai

pemberian ASI melalui pelatihan, antara lain konselor menyusui. 1031. 1032. Pasal 14 1033. 1034. Cukup jelas.

1035.

1036. Pasal 15 1037. 1038. Cukup jelas.

1039.

1040. Pasal 16 1041.

1042. Pemberian peragaan dan penjelasan atas penggunaan dan penyajian Susu Formula Bayi atau produk susu bayi lainnya hanya dapat dilakukan oleh Tenaga Kesehatan. Dengan demikian, tenaga non kesehatan tidak dapat melakukan pemberian peragaan dan penjelasan atas penggunaan dan penyajian Susu Formula Bayi atau produk susu bayi lainnya.

1043.

1044. Dalam hal ibu dari Bayi yang memerlukan Susu Formula Bayi atau produk susu bayi lainnya tersebut telah meninggal dunia, sakit berat, sedang menderita gangguan jiwa berat, dan/atau tidak diketahui keberadaannya, peragaan dan penjelasan atas penggunaan dan penyajian Susu Formula Bayi atau produk susu bayi lainnya hanya dapat dilakukan terbatas pada Keluarga yang

(45)

- 13 -

Pasal 17 . . .

(46)

- 14 - Huruf b . . . 1045. 1046. 1047. 1048. 1049. Pasal 17 1050. 1051. Ayat (1) 1052.

1053. Yang dimaksud dengan “produk bayi lainnya” adalah

produk bayi yang terkait langsung dengan kegiatan menyusui meliputi segala bentuk susu dan pangan bayi lainnya, botol susu, dot, dan empeng.

1054.

1055. Ayat (2) 1056.

1057. Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “dilarang

mempromosikan” termasuk memajang, memberikan potongan harga, memberikan sampel Susu Formula Bayi, memberikan hadiah, memberikan informasi melalui saluran telepon, media cetak dan elektronik, memasang logo atau nama perusahaan pada perlengkapan persalinan dan perawatan Bayi, membuat dan menyebarkan brosur, leaflet, poster, atau yang sejenis lainnya. 1058. 1059. Pasal 18 1060. 1061. Cukup jelas. 1062. 1063. 1064. Pasal 19 1065. 1066. Cukup jelas. 1067. 1068. 1069. Pasal 20 1070. 1071. Cukup jelas. 1072. 1073. 1074. Pasal 21 1075. 1076. Cukup jelas. 1077. 1078. 1079. Pasal 22 1080. 1081. Huruf a 1082.

1083. Yang dimaksud dengan “secara terbuka” adalah tidak ada konflik kepentingan antara pemberi bantuan dan penerima bantuan, dan diumumkan secara terbuka.

(47)

- 15 - Pasal 30 . . . 1084. 1085. 1086. 1087. 1088. H uruf b 1089.

1090. Yang dimaksud dengan “tidak bersifat mengikat” adalah tidak ada kewajiban tertentu yang harus dilakukan oleh institusi penerima bantuan berdasarkan keinginan pemberi bantuan.

1091. 1092. H uruf c 1093. 1094. Cukup jelas. Huruf d 1095. Cukup jelas. 1096. 1097. 1098. Pasal 23 1099. 1100. Cukup jelas. 1101. 1102. 1103. Pasal 24 1104.

1105. Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “ketentuan

peraturan perundang-undangan” antara lain peraturan

perundang-undangan di bidang keuangan. 1106. 1107. Pasal 25 1108. 1109. Cukup jelas. 1110. 1111. 1112. Pasal 26 1113. 1114. Cukup jelas. 1115. 1116. 1117. Pasal 27 1118. 1119. Cukup jelas. 1120. 1121. 1122. Pasal 28 1123.

(48)

- 16 - Pasal 30 . . . 1124. Cukup jelas. 1125. 1126. 1127. Pasal 29 1128. 1129. Cukup jelas.

(49)

- 17 - Pasal 34 . . . 1130. 1131. 1132. 1133. 1134. Pasal 30 1135. 1136. Ayat (1) 1137.

1138. Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “pengurus Tempat Kerja” adalah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung suatu Tempat Kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri. 1139. 1140. Ayat (2) 1141. 1142. Cukup jelas. Ayat (3)

1143. Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “fasilitas khusus” adalah ruang menyusui dan/atau memerah ASI yang dinamai dengan ruang ASI.

1144. 1145. Ayat (4) 1146. 1147. Cukup jelas. 1148. 1149. 1150. Pasal 31 1151. 1152. Huruf a 1153.

1154. Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “perusahaan” adalah sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang- undangan di bidang ketenagakerjaan.

1155.

1156. Huruf b

1157.

1158. Yang dimaksud dengan “perkantoran” termasuk

lembaga 1159. pemasyarakatan . 1160. 1161. 1162. Pasal 32 1163. 1164. Cukup jelas. 1165. 1166. 1167. Pasal 33 1168.

(50)

- 18 -

Pasal 34 . . .

1169. Cukup jelas.

(51)

- 19 - 1170. 1171. 1172. 1173. 1174. Pasal 34 1175. 1176. Cukup jelas. 1177. 1178. 1179. Pasal 35 1180. 1181. Cukup jelas. 1182. 1183. 1184. Pasal 36 1185.

1186. Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “peraturan perundang- undangan” adalah peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan. 1187. 1188. Pasal 37 1189. 1190. A yat (1) 1191.

1192. Pelaksanaan dukungan dari masyarakat dilakukan sesuai dengan kemampuan sumber daya yang tersedia. Pelaksanaan dukungan dari masyarakat dilakukan dengan berpedoman pada 10 (sepuluh) langkah menuju keberhasilan menyusui untuk masyarakat, yaitu:

1193.

1194. a. meminta hak untuk

mendapatkan pelayanan inisiasi menyusu

dini ketika persalinan;

1195. b. meminta hak untuk tidak memberikan asupan apapun selain ASI kepada Bayi baru lahir;

1196. c. meminta hak untuk Bayi tidak ditempatkan terpisah dari ibunya;

1197. d. melaporkan pelanggaran-pelanggaran kode etik pemasaran pengganti ASI;

1198. e. mendukung ibu menyusui dengan membuat Tempat

Kerja yang memiliki fasilitas ruang menyusui;

1199. f. menciptakan kesempatan agar ibu dapat memerah ASI

1200. dan/atau menyusui Bayinya di Tempat Kerja;

1201. g. mendukung ibu untuk memberikan ASI kapanpun

dan dimanapun;

1202. h. menghormati ibu menyusui di tempat umum;

(52)

- 20 - dan 1204. 1205. 1206. 1207. 1208. j. memilih . . .

(53)

- 21 - 1209. 1210. 1211. 1212.

1213. j. memilih Fasilitas Pelayanan

Kesehatan dan Tenaga

1214. Kesehatan yang

menjalankan 10 (sepuluh) langkah menuju keberhasilan menyusui.

1215. 1216. A y a t ( 2 ) 1217. 1218. Cuk up jelas. Ayat (3) 1219. Cukup jelas.

1220.

1221. Pasal 38 1222. 1223. C u k u p jel as .

1224.

1225. Pasal 39 1226.

1227. Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan program pemberian ASI Eksklusif dilaksanakan pada situasi normal dan situasi bencana atau darurat.

1228. 1229. Pasal 40 1230. 1231. C uk up

(54)

- 22 - jel as .

1232.

1233. Pasal 41 1234. 1235. C u k u p jel as .

1236.

1237. Pasal 42 1238. 1239. C uk up jel as .

1240.

1241. Pasal 43 1242. 1243. C uk up jel as . 1244. 1245. 1246.

1247. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK

INDONESIA NOMOR 5291

Referensi

Dokumen terkait

loyalitas konsumen Grab car di Kota Mataram, 2) Seberapa besar pengaruh kualitas pelayanan terhadap loyalitas konsumen Grab car di Kota Mataram , 3) Apa kendala

Pada bab analisa dan perancangan sistem ini, berisi tentang penjelasan mengenai perancangan sistem secara umum, perancangan setiap proses nya, mulai dari proses ekstraksi

Silabus Bahasa Visual Iklan Hal: 4 dari 13 Mahasiswa dapat memahmai karakter berdasarkan karakterisasi dalam skenario.. • Mahasiswa mampu mendeskripsikan karakter berdasarkan

Kerja Praktek (KP) merupakan salah satu mata kuliah yang wajib diikuti oleh mahasiswa. Dalam pelaksanaan kerja praktek, mahasiswa diharapkan mampu menyusun laporan tugas khusus

Berdasarkan tabel 5.22, dapat dilihat bahwa kecenderungan penyimpangan perilaku makan lebih banyak dialami oleh responden yang pernah diejek seputar berat badan

Dalam hal ini, pengetahuan dasar mengenai apa itu Hepatitis-C menjadi hal yang saat ini lebih mereka perlukan, sehingga kampanye akan berjalan lebih mudah apabila terlebih

Akan tetapi penulis menyadari adanya suatu hal yang kurang sesuai dengan harapan pada beberapa karya dalam hal teknik, seperti pada karya dengan judul Jeruji, ukuran 35

Apakah faktor kepribadian extraversion memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keputusan pembelian luxury service membership golf pada PT Pondok Indah Padang Golf