PEDOMAN WAWANCARA SEMI TERSTRUKTUR DAN OBSERVASI ANALISIS IMPLEMENTASI PERATURAN PEMERINTAH NO 33 TAHUN 2012 DI KLINIK/BIDAN
BERSALIN KOTA MEDAN TAHUN 2015 I. Identitas Informan Nama : Umur : Jenis Kelamin : Pendidikan Terakhir : Tanggal Wawancara :
II. Daftar Pertanyaan
A. Pertanyaan untuk Bidan Koordinator di Klinik Bersalin
1. Sesuai dengan jabatan yang Ibu emban, apa saja yang Ibu ketahui mengenai peraturan pemerintah no 33 tahun 2012 tentang pemberian asi eksklusif ?
a. Apakah pemberian asi ekslusif telah diterapkan di klinik ini?
b. Bagaimana komitmen politis dari pemerintah terhadap peraturan pemerintah tersebut ?
c. Bagaimana petunjuk pelaksanaan dalam program pemberian asi eksklusif di klinik ini ?
2. Sepengetahuan Ibu bagaimana proses pemberian ASI pasca ibu melahirkan ? a. Adakah pelatihan untuk tidak memberikan susu formula pada tenaga kesehatan? b. Bagaiman cara ibu menangani ibu jika ASI tidak keluar ?
c. Berapa lama waktu yang diberikan pasca bayi lahir sampai ASI keluar ? 3. Bagaimana dengan tawaran kerjasama provider susu formula ?
4. Bagaimana dengan sarana, prasarana dan peralatan yang diperlukan untuk pelaksanaan program ASI eksklusif ?
a. Promsosi apa yang dilakukan provider susu formula?
b. Apakah sebelum melahirkan sudah ditawarkan pemberian ASI ? 5. Sepengetahuan Ibu bagaimana cakupan ASI Eksluisf pada tahun ini ?
6. Sepengetahuan Bapak/Ibu bagaimana pemeriksaan yang dilakukan untuk berjalannya peraturan pemerintah ini ?
7. Bagaimana dengan pemberian susu formula langsung pasca bayi lahir ?
a. Siapa yang berwenang dalam pengawas pemberian ASI ? b. Bagaimana sistem pengawasannya?
8. Apakah ibu setuju dengan peraturan tersebut ?
9. Bagaimana sistem pemantauan dan evaluasi yang Ibu lakukan di klinik ini ? a. Ketepatan waktu pelaporan?
b. Kelengkapan data? c. Akurasi data?
10. Terkait dengan adanya peraturan pemerintah ini, apa saja tantangan internal maupun eksternal yang ditemui di lapangan?
I. Identitas Informan Nama : Umur : Jenis Kelamin : Pendidikan Terakhir : Tanggal Wawancara :
II. Daftar Pertanyaan
B. Pertanyaan untuk pegawai Dinas Kesehatan
1. Sesuai dengan jabatan yang Bapak/Ibu emban, apa saja yang Bapak/Ibu ketahui mengenai program ASI Eksklusif ?
a. Apakah upaya yang dilakukan dalam pelaksanaan PP No 33 Tahun 2012 tersebut ? b. Bagaimana komitmen politis dari pemerintah terhadap pengawasan target cakupan
ASI Eksklusif ?
c. Bagaimana untuk mengetahui apakah benar bayi- bayi tersebut mendapatkan ASI Eksklusif dari ibunya ?
2. Sepengetahuan Bapak/Ibu bagaimana proses persiapan pelaksanaan menyusui yang baik bagi Ibu bersalin ?
a. Adakah pelatihan kepada Ibu menyusui cara menyusui yang benar ? b. Apakah jumlah tenaga kesehatan yang dilatih telah mencukupi?
c. Frekuensi pelatihan atau kampanye tentang pentingnya ASI Eksklusif ?
3. Bagaimana dengan sumber pendanaan dalam pelaksanaan upaya promosi ASI Eksklusif ?
4. Bagaimana tantangan menghadapi banyaknya produk susu formula dengan tawaran yang menarik perhatian di klinik bersalin ?
5. Bagaimana dengan pelaporan dari klinik bersalin ?
6. Upaya apa yang dapat dilakukan demi memperoleh keakuratan data di lapangan ? a. Apakah peran bidan sudah maksimal ?
b. Jika ada, bagaimana upaya yang mereka lakukan ?
7. Bagaimana dengan pemberian susu formula dikarenakan ASI yang tidak keluar ? a. Bagimana solusi atas permasalahan tersebut setujukah dengan penggantian dengan
susu formula ?
b. Bagaimana sistem pengawasan ?
8. Bagaimana sistem pemantauan dan evaluasi yang Bapak/Ibu lakukan dalam penatalaksanaan PP No 333 Tahun 2012 tersebut ?
a. Ketepatan waktu pelaporan? b. Kelengkapan data?
c. Akurasi data?
9. Terkait pelaksanaan IMD, apa saja tantangan internal maupun eksternal yang ditemui di lapangan ?
10. Strategi apa yang dilakukan dalam menangani kendala tersebut (internal dan eksternal)?
11. Apa saja saran yang dapat Bapak/Ibu ajukan untuk peningkatan cakupan ASI Eksklusif ? I. Identitas Informan Nama : Umur : Jenis Kelamin : Pendidikan Terakhir : Tanggal Wawancara :
II. Daftar Pertanyaan
C. Pertanyaan untuk Penanggungjawab Klinik Bersalin ?
1. Sepengetahuan Bapak/Ibu bagaimana proses persiapan pelaksanaan program ASI eksklusif dan IMD berdarkan tingkat angka kesakitan bayi?
a. Adakah peraturan tersebut dijelaskan pada tenaga kesehatan yang terlibat dalam pemberian susu ?
b. Apakah jumlah tenaga kesehatan yang dilatih telah mencukupi ?
c. Frekuensi pelatihan ?
2. Bagaimana dengan kerjasama yang ditawarkan oleh provider susu formula ?
3. Bagaimana dengan pengawasan dari Dinas Kesehatan terhadap PP No 33 tersebut ? a. Frekuensi kunjungan ?
b. Apakah ada teguran atau sanksi yang diberikan ?
4. Sepengetahuan Bapak/Ibu bagaimana proses pemberian ASI pasca melahirkan ?
5. Sepengetahuan Bapak/Ibu bagaimana menghadapi tantangan promosi dan keuntungan dari susu formula ?
a. Apakah terdapat provider yang menawarkan keuntungan ? b. Jika ada, bagaimana penanggulangannya?
6. Bagaimana dengan Ibu bersalin yang tidak mau meberikan ASI ?
a. Siapa yang memberikan penjelasan tentang pentinngnya pearturan tersebut ? b. Bagaimana sistem pengawasan?
7. Bagaimana kesiapan Ibu dalam pemberian ASI eksklusif ?
8. Apa saja saran yang dapat Bapak/Ibu ajukan untuk peraturan ini agar ebrjalan di seluruh klinik bersalin swasta di Kota Medan ?
I. Identitas Informan Nama : Umur : Jenis Kelamin : Pendidikan Terakhir : Tanggal Wawancara :
II. Daftar Pertanyaan
D. Pertanyaan untuk bidan di klinik ?
1. Sebagai bidan di klinik ?
a. Apakah ibu tau tentang PP No 33 Tahun 2012 ?
b. Apakah ada petugas menjelaskan tentang pentingnya pemberian ASI Eksklusif? c. Apakah petugas menjelaskan tentang program ASI eksklusif ?
2. Apakah ibu menwarkan susu formula apa yang diberikan kepada bayi ?
3. Menurut pendapat ibu bagaimana dengan tindakan pemberian susu formula secara langsung pasca melahirkan?
4. Apakah ibu langsung memberikan bayi susu formula setelah lahir ?
5. Sepengetahuan Ibu apa beda kandungan susu formula dengan ASI Eksklusif ? Universitas Sumatera Utara
I. Identitas Informan Nama : Umur : Jenis Kelamin : Pendidikan Terakhir : Tanggal Wawancara :
II. Daftar Pertanyaan
E. Pertanyaan untuk Ibu yang bersalin
1. Ketika saudara pergi untuk pemeriksaan kehamilan .
a. Apakah ada petugas menjelaskan tentang pentingnya menjaga pola makan agar ASI lancer dan kenapa inu memilih klinik ini ?
b. Apakah Ibu setuju dengan PP No 33 tahun 2012 ?
c. Apakah petugas menjelaskan tentang program asi eksklusif ? 2. Apakah Ibu memiliki buku panduan kesehatan ibu dan anak ?
3. Menurut pendapat Ibu bagaimana dengan kelengkapan sarana, prasarana dan peralatan yang diberikan selama Ibu memeriksakan kehamilan di klinik ini ?
4. Setelah Ibu memeriksakan kehamilan dan melahirkan, bagaimana pendapat Ibu tentang penawaran pemberian susu formula yang dilakukan oleh petugas kesehatan?
5. Sepengetahuan Ibu apakah kandungan yang ada di ASI sama dengan di susu formula ? 6. Menurut pendapat saudara bagaimana sistem pemberian ASI dengan pengawasan
secara langsung oleh bidan ?
7. Apakah kendala dalam pemberian ASI menurut Ibu bagi Ibu bersalin lainnya ? 8. Bagaimana pendapat Ibu tentang dibuatnya PP N0 33 Tahun 2012 ini?
9. Bagaimana pendapat Ibu dengan bidan atau perawat yang langsung menawarkan susu formula apa yang diberikan ?
10. Apakah Ibu setuju dengan PP tersebut dan akan memberikan ASI ? 11.
12.
13. 14. 15.
16. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 33 TAHUN 2012
17. TENTANG
18.
19. PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
20. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
21. 22. 23. 24.
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 129 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBERIAN AIR
SUSU IBU EKSKLUSIF.
25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. BAB I . . .
- 2 - 35.
36.
37. BAB I KETENTUAN UMUM
38. 39. 40. Pasal 1 41. 42. 43.
44. Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
45.
46. 1. Air Susu Ibu yang selanjutnya disingkat ASI adalah cairan hasil sekresi kelenjar payudara ibu.
47. 2. Air Susu Ibu Eksklusif yang selanjutnya
disebut ASI Eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada Bayi
sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, tanpa
menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau minuman lain.
48. 3. Bayi adalah anak dari baru lahir sampai berusia 12 (dua belas) bulan.
49. 4. Keluarga adalah suami, anak, atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas dan ke bawah sampai dengan derajat ketiga.
50. 5. Susu Formula Bayi adalah susu yang secara khusus diformulasikan sebagai pengganti ASI untuk Bayi sampai berusia 6 (enam) bulan.
51. 6. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah
suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.
52. 7. Tenaga Kesehatan adalah setiap
orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
53. 54. 55.
56. 8. Tempat . . .
- 3 - 57.
58.
59. 8. Tempat Kerja adalah ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya.
60.
61. 9. Pemerintah Pusat yang selanjutnya
disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
62.
63. 10. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
64.
65. 11. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
66.
67.
68. Pasal 2 69. 70. 71.72. Pengaturan pemberian ASI Eksklusif bertujuan untuk:
73.
74. a. menjamin pemenuhan hak Bayi untuk mendapatkan
75. ASI Eksklusif sejak dilahirkan sampai dengan berusia
76. 6 (enam) bulan dengan memperhatikan pertumbuhan dan
perkembangannya;
77.
78. b. memberikan perlindungan kepada ibu dalam memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya; dan
79.
80. c. meningkatkan peran dan dukungan
Keluarga, masyarakat, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah terhadap pemberian ASI Eksklusif.
81. 82. 83. 84. 85. 86. 87. 88. BAB II . . .
- 4 -
Bagian Kedua . . . 89.
90.
91. BAB II TANGGUNG JAWAB
92. 93.
94. Bagian Kesatu
95.
96. Tanggung Jawab Pemerintah
97. 98. 99. Pasal 3 100. 101. 102.
103. Tanggung jawab Pemerintah dalam program pemberian 104. ASI Eksklusif meliputi:
105.
106. a. menetapkan kebijakan nasional terkait
program pemberian ASI Eksklusif;
107.
108. b. melaksanakan advokasi dan sosialisasi program
pemberian ASI Eksklusif;
109.
110. c. memberikan pelatihan mengenai program
pemberian ASI Eksklusif dan penyediaan tenaga konselor menyusui di Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan tempat sarana umum lainnya;
111.
112. d. mengintegrasikan materi mengenai ASI Eksklusif pada kurikulum pendidikan formal dan nonformal bagi Tenaga Kesehatan;
113.
114. e. membina, mengawasi, serta mengevaluasi pelaksanaan dan pencapaian program pemberian ASI Eksklusif di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, satuan pendidikan kesehatan, Tempat Kerja, tempat sarana umum, dan kegiatan di masyarakat;
115.
116. f. mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang berkaitan dengan ASI Eksklusif;
117.
118. g. mengembangkan kerja sama mengenai program
ASI Eksklusif dengan pihak lain di dalam dan/atau luar negeri; dan
119.
120. h. menyediakan ketersediaan akses terhadap
informasi dan edukasi atas penyelenggaraan program pemberian ASI Eksklusif.
- 5 - Bagian Ketiga . . . 121. 122. 123. Bagian Kedua 124.
125. Tanggung Jawab Pemerintah Daerah Provinsi
126. 127. 128. 129. Pasal 4 130. 131. 132.
133. Tanggung jawab pemerintah
daerah provinsi dalam program
pemberian ASI Eksklusif meliputi:
134.
135. a. melaksanakan kebijakan nasional dalam rangka program pemberian ASI Eksklusif;
136. b. melaksanakan advokasi dan sosialisasi program pemberian ASI Eksklusif dalam skala provinsi;
137. c. memberikan pelatihan teknis konseling menyusui dalam skala provinsi;
138. d. menyediakan tenaga konselor menyusui
di Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan tempat sarana umum lainnya dalam skala provinsi;
139. e. membina, monitoring, mengevaluasi, dan
mengawasi pelaksanaan dan pencapaian program pemberian ASI Eksklusif di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, satuan pendidikan kesehatan, Tempat Kerja, tempat sarana umum, dan kegiatan di masyarakat dalam skala provinsi;
140. f. menyelenggarakan, memanfaatkan, dan
memantau penelitian dan pengembangan program pemberian ASI
Eksklusif yang mendukung perumusan kebijakan
provinsi;
141. g. mengembangkan kerja sama dengan pihak
lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
142.
143. h. menyediakan ketersediaan akses terhadap informasi dan edukasi atas penyelenggaraan pemberian ASI Eksklusif dalam skala provinsi.
- 6 - BAB III . . . 144. 145. 146. Bagian Ketiga 147.
148. Tanggung Jawab Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota 149. 150. 151. Pasal 5 152. 153.
154. Tanggung jawab pemerintah
daerah kabupaten/kota dalam program pemberian ASI Eksklusif meliputi:
155.
156. a. melaksanakan kebijakan nasional dalam
rangka program pemberian ASI Eksklusif;
157.
158. b. melaksanakan advokasi dan
sosialisasi program pemberian ASI Eksklusif dalam skala kabupaten/kota;
159.
160. c. memberikan pelatihan teknis konseling
menyusui dalam skala kabupaten/kota;
161.
162. d. menyediakan tenaga konselor
menyusui di Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan tempat
sarana umum lainnya dalam skala kabupaten/kota;
163.
164. e. membina, monitoring, mengevaluasi, dan
mengawasi pelaksanaan dan pencapaian program pemberian ASI Eksklusif di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, satuan pendidikan kesehatan, Tempat Kerja, tempat sarana umum, dan kegiatan di masyarakat dalam skala kabupaten/kota;
165.
166. f. menyelenggarakan penelitian dan
pengembangan program pemberian ASI Eksklusif yang mendukung perumusan kebijakan kabupaten/kota;
167.
168. g. mengembangkan kerja sama dengan pihak lain
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
169.
170. h. menyediakan ketersediaan akses terhadap informasi dan edukasi atas penyelenggaraan pemberian ASI Eksklusif dalam skala kabupaten/kota.
- 7 - Bagian Kedua . . . 171. 172. 173. BAB III 174.
175. AIR SUSU IBU EKSKLUSIF
176. 177. 178. 179. Bagian Kesatu 180. 181. Umum 182. 183. 184. 185. Pasal 6 186. 187. 188.
189. Setiap ibu yang melahirkan
harus memberikan ASI Eksklusif kepada
Bayi yang dilahirkannya. 190. 191. 192. Pasal 7 193. 194. 195.
196. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 tidak berlaku dalam hal terdapat:
197.
198. a. indikasi medis:
199.
200. b. ibu tidak ada; atau
201.
202. c. ibu terpisah dari Bayi.
203. 204. 205. 206. Pasal 8 207. 208. 209.
210. (1) Penentuan indikasi medis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 huruf a dilakukan oleh dokter.
211. (2) Dokter dalam menentukan indikasi
medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional.
212. (3) Dalam hal di daerah tertentu tidak terdapat
dokter, penentuan ada atau tidaknya indikasi medis dapat dilakukan oleh bidan atau perawat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- 8 - (2) Pemberian . . . 213. 214. 215. Bagian Kedua 216.
217. Inisiasi Menyusu Dini
218. 219. 220. Pasal 9 221. 222. 223.
224. (1) Tenaga Kesehatan dan
penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib
melakukan inisiasi menyusu dini terhadap Bayi yang baru lahir kepada ibunya paling singkat selama 1 (satu) jam.
225. (2) Inisiasi menyusu dini sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dengan cara meletakkan Bayi secara tengkurap di dada atau perut ibu sehingga kulit Bayi melekat pada kulit ibu. 226. 227. 228. Pasal 10 229. 230. 231.
232. (1) Tenaga Kesehatan dan penyelenggara
Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib menempatkan ibu dan Bayi dalam 1 (satu) ruangan atau rawat gabung kecuali atas indikasi medis yang ditetapkan oleh dokter.
233.
234. (2) Penempatan dalam 1 (satu) ruangan
atau rawat gabung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan untuk memudahkan ibu setiap saat memberikan ASI Eksklusif kepada Bayi.
235.
236. 237.
238. Bagian Ketiga
239.
240. Pendonor Air Susu Ibu
241. 242. 243. Pasal 11 244. 245. 246.
247. (1) Dalam hal ibu kandung tidak dapat
memberikan ASI Eksklusif bagi bayinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, pemberian ASI Eksklusif dapat dilakukan oleh pendonor ASI.
- 9 -
Bagian Keempat . . . 248.
249.
250. (2) Pemberian ASI Eksklusif oleh
pendonor ASI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan persyaratan:
251.
252. a. permintaan ibu kandung atau Keluarga
Bayi yang bersangkutan;
253. b. identitas, agama, dan alamat pendonor ASI diketahui dengan jelas oleh ibu atau Keluarga dari Bayi penerima ASI;
254. c. persetujuan pendonor ASI setelah
mengetahui identitas Bayi yang diberi ASI;
255. d. pendonor ASI dalam kondisi kesehatan baik dan tidak mempunyai indikasi medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7; dan
256. e. ASI tidak
diperjualbelikan.
257.
258. (3) Pemberian ASI sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) wajib dilaksanakan berdasarkan norma agama dan mempertimbangkan aspek sosial budaya, mutu, dan keamanan ASI.
259.
260. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian ASI Eksklusif dari pendonor ASI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.
261. 262. 263. 264. Pasal 12 265. 266. 267.
268. (1) Setiap ibu yang melahirkan Bayi harus
menolak pemberian Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya.
269. (2) Dalam hal ibu yang melahirkan Bayi
meninggal dunia atau oleh sebab lain sehingga tidak dapat melakukan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penolakan dapat dilakukan oleh Keluarga.
- 10 - Bagian Kelima . . . 270. 271. 272. Bagian Keempat 273.
274. Informasi dan Edukasi
275. 276. 277. 278. Pasal 13 279. 280. 281.
282. (1) Untuk mencapai pemanfaatan pemberian
ASI Eksklusif secara optimal, Tenaga Kesehatan dan
penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib memberikan informasi dan edukasi ASI Eksklusif kepada ibu dan/atau anggota Keluarga dari Bayi yang bersangkutan sejak pemeriksaan kehamilan sampai dengan periode pemberian ASI Eksklusif selesai.
283.
284. (2) Informasi dan edukasi ASI Eksklusif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit mengenai:
285.
286. a. keuntungan dan keunggulan
pemberian ASI;
287.
288. b. gizi ibu, persiapan dan
mempertahankan menyusui;
289. c. akibat negatif dari pemberian makanan
botol secara parsial terhadap pemberian ASI; dan
290. d. kesulitan untuk
mengubah keputusan untuk
tidak memberikan ASI.
291. (3) Pemberian informasi dan edukasi ASI
Eksklusif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dilakukan melalui penyuluhan, konseling dan pendampingan.
292. (4) Pemberian informasi dan edukasi
ASI Eksklusif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh tenaga terlatih.
- 11 - Pasal 16 . . . 293. 294. 295. Bagian Kelima 296. 297. Sanksi Administratif 298. 299. 300. Pasal 14 301. 302.
303. (1) Setiap Tenaga Kesehatan yang tidak
melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), Pasal 10 ayat (1), atau Pasal 13 ayat (1) dikenakan sanksi administratif oleh pejabat yang berwenang berupa:
304. a. teguran lisan;
305.
306. b. teguran tertulis;
dan/atau c. pencabutan izin.
307. (2) Setiap penyelenggara Fasilitas Pelayanan
Kesehatan yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), Pasal 10 ayat (1), atau Pasal 13 ayat (1) dikenakan sanksi administratif oleh pejabat yang berwenang berupa:
308.
309. a. teguran lisan; dan/atau b. teguran tertulis.
310. (3) Ketentuan mengenai tata cara pengenaan
sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
311.
312. 313.
314. BAB IV
315.
316. PENGGUNAAN SUSU FORMULA BAYI DAN
PRODUK BAYI LAINNYA
317. 318. 319. Pasal 15 320. 321. 322.
323. Dalam hal pemberian ASI Eksklusif tidak dimungkinkan berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Bayi dapat diberikan Susu Formula Bayi.
- 12 - (3) Dalam . . . 324. 325. 326. Pasal 16 327. 328.
329. Dalam memberikan Susu Formula Bayi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15, Tenaga Kesehatan harus memberikan peragaan dan penjelasan atas penggunaan dan penyajian Susu Formula Bayi kepada ibu dan/atau Keluarga yang memerlukan Susu Formula Bayi.
330.
331.
332. Pasal 17
333.
334.
335. (1) Setiap Tenaga Kesehatan dilarang
memberikan Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya yang dapat menghambat program pemberian ASI Eksklusif kecuali dalam hal diperuntukkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.
336.
337. (2) Setiap Tenaga Kesehatan dilarang
menerima dan/atau mempromosikan Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya yang dapat menghambat program pemberian ASI Eksklusif.
338.
339.
340. Pasal 18
341.
342.
343. (1) Penyelenggara Fasilitas Pelayanan
Kesehatan dilarang memberikan Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya yang dapat menghambat program pemberian ASI Eksklusif kepada ibu Bayi dan/atau keluarganya, kecuali dalam hal diperuntukkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.
344.
345. (2) Penyelenggara Fasilitas Pelayanan
Kesehatan dilarang menerima dan/atau mempromosikan Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya yang dapat
menghambat program pemberian ASI Eksklusif.
- 13 - 346.
347.
348. (3) Dalam hal terjadi bencana atau darurat, penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan dapat menerima bantuan Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya untuk tujuan kemanusiaan setelah mendapat persetujuan dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota setempat.
349.
350. (4) Penyelenggara Fasilitas Pelayanan
Kesehatan dilarang menyediakan pelayanan di bidang kesehatan atas biaya yang disediakan oleh produsen atau
distributor Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya.
351.
352.
353. Pasal 19 354. 355. 356.357. Produsen atau distributor Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya dilarang melakukan kegiatan yang dapat menghambat program pemberian ASI Eksklusif berupa:
358.
359. a. pemberian contoh produk Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya secara cuma-cuma atau
bentuk apapun kepada penyelenggara Fasilitas Pelayanan
Kesehatan, Tenaga Kesehatan, ibu hamil, atau ibu yang baru melahirkan;
360. b. penawaran atau penjualan langsung Susu Formula
361. Bayi ke rumah-rumah;
362.
363. c. pemberian potongan harga atau tambahan
atau sesuatu dalam bentuk apapun atas pembelian Susu Formula Bayi sebagai daya tarik dari penjual;
364. d. penggunaan Tenaga Kesehatan untuk
memberikan informasi tentang Susu Formula Bayi kepada masyarakat; dan/atau 365. 366. 367. 368. 369. e. pengiklanan . . .
- 14 -
Pasal 22 . . . 370.
371.
372. e. pengiklanan Susu Formula Bayi yang dimuat
dalam media massa, baik cetak maupun elektronik, dan media luar ruang. 373. 374. 375. 376. Pasal 20 377. 378.
379. (1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
19 huruf e dikecualikan jika dilakukan pada media cetak khusus tentang kesehatan.
380.
381. (2) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)
382. dilakukan setelah memenuhi persyaratan:
383.
384. a. mendapat persetujuan Menteri; dan
385.
386. b. memuat keterangan bahwa Susu Formula Bayi bukan sebagai pengganti ASI.
387. 388. 389. 390. Pasal 21 391. 392.
393. (1) Setiap Tenaga Kesehatan, penyelenggara
Fasilitas Pelayanan Kesehatan, penyelenggara satuan pendidikan kesehatan, organisasi profesi di bidang kesehatan
dan termasuk keluarganya dilarang menerima hadiah dan/atau bantuan dari produsen atau distributor
Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya
yang dapat menghambat keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif.
394.
395. (2) Bantuan dari produsen atau distributor
Susu Formula Bayi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diterima hanya untuk tujuan membiayai kegiatan pelatihan, penelitian dan pengembangan, pertemuan ilmiah, dan/atau kegiatan lainnya yang sejenis.
- 15 - (3) Penyelenggara . . . 397. 398. 399. Pasal 22 400. 401.
402. Pemberian bantuan untuk biaya pelatihan, penelitian dan pengembangan, pertemuan ilmiah, dan/atau kegiatan lainnya yang sejenis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) dapat dilakukan dengan ketentuan:
403.
404. a. secara terbuka;
405.
406. b. tidak bersifat mengikat;
407.
408. c. hanya melalui Fasilitas Pelayanan
Kesehatan, penyelenggara satuan pendidikan kesehatan, dan/atau organisasi profesi di bidang kesehatan; dan
409. d. tidak menampilkan logo dan nama produk Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya pada saat dan selama kegiatan berlangsung yang dapat menghambat program pemberian ASI Eksklusif.
410.
411.
412. Pasal 23 413. 414. 415.416. (1) Tenaga Kesehatan yang menerima bantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) wajib
memberikan pernyataan tertulis kepada atasannya bahwa bantuan tersebut tidak mengikat dan tidak menghambat keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif.
417.
418. (2) Penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan
yang menerima bantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) wajib memberikan pernyataan tertulis kepada Menteri bahwa bantuan tersebut tidak mengikat dan tidak menghambat keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif.
- 16 -
(2) Setiap . . . 419.
420.
421. (3) Penyelenggara satuan pendidikan
kesehatan yang menerima bantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) wajib memberikan pernyataan tertulis kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan bahwa bantuan tersebut tidak mengikat dan tidak menghambat keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif.
422.
423. (4) Pengurus organisasi profesi di bidang
kesehatan yang menerima bantuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 ayat (2) wajib memberikan
pernyataan tertulis kepada Menteri bahwa bantuan tersebut tidak mengikat dan tidak menghambat keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif.
424. 425. 426. 427. Pasal 24 428.
429.
430. Dalam hal Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah
menerima bantuan biaya pelatihan, penelitian dan pengembangan, pertemuan ilmiah, dan/atau kegiatan lainnya yang sejenis maka penggunaannya harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 431. 432. 433. Pasal 25 434.
435.
436. (1) Setiap produsen atau distributor Susu
Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya dilarang memberikan hadiah dan/atau bantuan kepada Tenaga
Kesehatan, penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan,
penyelenggara satuan pendidikan kesehatan, dan organisasi
profesi di bidang kesehatan termasuk keluarganya
yang dapat menghambat keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif, kecuali diberikan untuk tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2).
- 17 -
Pasal 27 . . . 437.
438.
439. (2) Setiap produsen atau distributor Susu
Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya yang melakukan pemberian bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberikan laporan kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
440.
441. (3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
paling sedikit memuat:
442.
443. a. nama penerima dan pemberi bantuan;
444.
445. b. tujuan diberikan bantuan;
446.
447. c. jumlah dan jenis bantuan; dan
448.
449. d. jangka waktu pemberian bantuan. 450. 451. 452. 453. Pasal 26 454. 455.
(1) Penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan,
penyelenggara satuan pendidikan kesehatan,
456. dan/atau organisasi profesi di bidang kesehatan
457. yang menerima bantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf c wajib memberikan laporan kepada Menteri, menteri terkait, atau pejabat yang ditunjuk.
458.
459. (2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
paling sedikit memuat:
460.
461. a. nama pemberi dan penerima bantuan;
462.
463. b. tujuan diberikan bantuan;
464.
465. c. jumlah dan jenis bantuan; dan
466.
467. d. jangka waktu pemberian bantuan.
- 18 - a. teguran . . . 468. 469. 470. Pasal 27 471. 472. 473.
474. Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 26 disampaikan kepada Menteri, menteri terkait, atau pejabat yang ditunjuk paling singkat 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal penerimaan bantuan. 475. 476. 477. Pasal 28 478.
479.
480. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penggunaan Susu Formula Bayi dan produk bayi lainnya diatur dengan Peraturan Menteri. 481. 482. 483. Pasal 29 484.
485.
486. (1) Setiap Tenaga Kesehatan yang tidak
melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, Pasal 17, Pasal 21 ayat (1), dan Pasal 23 ayat (1), dikenakan sanksi administratif oleh pejabat yang berwenang berupa:
487.
488. a. teguran lisan;
489.
490. b. teguran tertulis;
dan/atau c. pencabutan izin.
491. (2) Setiap penyelenggara Fasilitas Pelayanan
Kesehatan, penyelenggara satuan pendidikan, pengurus organisasi profesi di bidang kesehatan serta produsen dan distributor Susu Formula Bayi dan/atau
produk bayi lainnya yang tidak
melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 18 ayat (1), ayat (2), dan ayat (4), Pasal 19, Pasal 21 ayat (1), Pasal 23 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), Pasal 25 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 26 ayat (1) dikenakan sanksi administratif oleh pejabat yang berwenang berupa:
- 19 - 492.
493.
494. a. teguran lisan; dan/atau b. teguran tertulis.
495. (3) Ketentuan mengenai tata cara pengenaan
sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
496.
497.
498. BAB V
499.
500. TEMPAT KERJA DAN TEMPAT SARANA UMUM
Pasal 30
501. (1) Pengurus Tempat Kerja dan penyelenggara
tempat sarana umum harus mendukung program ASI
Eksklusif.
502. (2) Ketentuan mengenai dukungan program ASI Eksklusif di Tempat Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perusahaan antara pengusaha dan pekerja/buruh, atau melalui perjanjian kerja bersama antara serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha.
503.
504. (3) Pengurus Tempat Kerja dan penyelenggara
tempat sarana umum harus menyediakan fasilitas khusus untuk menyusui dan/atau memerah ASI sesuai dengan kondisi kemampuan perusahaan.
505.
506. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai
tata cara penyediaan fasilitas khusus menyusui dan/atau memerah ASI sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri. 507. 508. 509. 510. 511. 512. 513. 514. Pasal 31 . . .
- 20 - 515. 516. 517. Pasal 31 518. 519. 520.
521. Tempat Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 terdiri atas:
522.
523. a. perusahaan; dan
524.
525. b. perkantoran milik Pemerintah, Pemerintah
Daerah, dan swasta.
526. 527. 528. Pasal 32 529. 530. 531.
532. Tempat sarana umum sebagaimana dimaksud dalam 533. Pasal 30 terdiri atas:
534.
535. a. Fasilitas Pelayanan Kesehatan;
536.
537. b. hotel dan penginapan;
538.
539. c. tempat rekreasi;
540.
541. d. terminal angkutan darat;
542.
543. e. stasiun kereta api;
544. 545. f. bandar udara; 546. 547. g. pelabuhan laut; 548. 549. h. pusat-pusat perbelanjaan; 550. 551. i. gedung olahraga; 552.
553. j. lokasi penampungan pengungsi;
dan k. tempat sarana umum lainnya.
554. 555.
556. Pasal 33
557.
558.
559. Penyelenggara tempat sarana umum berupa Fasilitas
Pelayanan Kesehatan harus mendukung keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif dengan berpedoman pada 10 (sepuluh) langkah menuju keberhasilan menyusui sebagai berikut:
560.
561. 562.
563. a. membuat . . .
- 21 - 564.
565.
566. a. membuat kebijakan tertulis
tentang menyusui dan dikomunikasikan kepada semua
staf pelayanan kesehatan;
567. b. melatih semua staf pelayanan dalam
keterampilan menerapkan kebijakan menyusui tersebut;
568. c. menginformasikan kepada semua ibu hamil
tentang manfaat dan manajemen menyusui;
569. d. membantu ibu menyusui dini dalam waktu 60
(enam puluh) menit pertama persalinan;
570. e. membantu ibu cara menyusui dan
mempertahankan menyusui meskipun ibu dipisah dari bayinya;
571. f. memberikan ASI saja kepada Bayi baru lahir
kecuali ada indikasi medis;
572. g. menerapkan rawat gabung ibu dengan
bayinya sepanjang waktu 24 (dua puluh empat) jam;
573. h. menganjurkan menyusui sesuai permintaan Bayi;
574.
575. i. tidak memberi dot kepada Bayi; dan
576.
577. j. mendorong pembentukan kelompok
pendukung menyusui dan merujuk ibu kepada kelompok tersebut setelah keluar dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan. 578. 579. 580. Pasal 34 581. 582. 583.
584. Pengurus Tempat Kerja wajib memberikan kesempatan
kepada ibu yang bekerja untuk memberikan ASI Eksklusif kepada Bayi atau memerah ASI selama waktu kerja di Tempat Kerja. 585. 586. 587. 588. 589. 590. 591. Pasal 35 . . .
- 22 - 592. 593. 594. Pasal 35 595. 596. 597.
598. Pengurus Tempat Kerja dan penyelenggara tempat sarana umum wajib membuat peraturan internal yang mendukung keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif.
599. 600. 601. Pasal 36 602. 603. 604.
605. Setiap pengurus Tempat Kerja dan/atau penyelenggara tempat sarana umum yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan ayat (3), atau Pasal 34, dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
606.
607.
608. BAB VI DUKUNGAN MASYARAKAT
609. 610. 611. Pasal 37 612. 613. 614.
615. (1) Masyarakat harus mendukung
keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif baik secara perorangan, kelompok, maupun organisasi.
616.
617. (2) Dukungan masyarakat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan melalui :
618.
619. a. pemberian sumbangan pemikiran
terkait dengan penentuan kebijakan dan/atau pelaksanaan program pemberian ASI Eksklusif;
620. b. penyebarluasan informasi kepada masyarakat luas terkait dengan pemberian ASI Eksklusif;
621. c. pemantauan dan evaluasi pelaksanaan
program pemberian ASI Eksklusif; dan/atau
622.
623.
624. d. penyediaan . . .
- 23 - 625.
626.
627. d. penyediaan waktu dan tempat bagi ibu dalam pemberian ASI Eksklusif.
628. (3) Dukungan masyarakat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
629.
630.
631. BAB VII PENDANAAN
632. 633. 634. Pasal 38 635. 636. 637.
638. Pendanaan program pemberian ASI Eksklusif dapat bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
639.
640.
641. BAB VIII
642. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 39
643. (1) Menteri, menteri terkait, kepala lembaga
pemerintah non kementerian, gubernur, dan bupati/walikota melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan
program pemberian ASI Eksklusif sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing.
644.
645. (2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk:
646. 647. 648. 649.
650. a. meningkatkan . . .
- 24 -
(2) Ketentuan . . . 651.
652.
653. a. meningkatkan peran sumber daya
manusia di bidang kesehatan, Fasilitas Pelayanan Kesehatan, dan satuan pendidikan kesehatan dalam mendukung keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif;
654. b. meningkatkan peran dan dukungan
Keluarga dan masyarakat untuk keberhasilan program
pemberian ASI Eksklusif; dan
655. c. meningkatkan peran dan dukungan
pengurus Tempat Kerja dan penyelenggara sarana umum untuk keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif.
656. (3) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui:
657. a. advokasi dan sosialisasi peningkatan pemberian 658. ASI Eksklusif;
659.
660. b. pelatihan dan
peningkatan kualitas Tenaga
661. Kesehatan dan tenaga terlatih; dan/atau
c. monitoring dan evaluasi.
662. (4) Menteri, menteri terkait, kepala
lembaga pemerintah non kementerian, gubernur, dan
bupati/walikota dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat mengikutsertakan masyarakat. 663. 664. 665. Pasal 40 666. 667.
668. (1) Pengawasan terhadap produsen atau
distributor Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya yang melakukan kegiatan pengiklanan Susu Formula Bayi yang dimuat dalam media massa, baik cetak maupun elektronik, dan media luar ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf e dilaksanakan oleh badan yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan obat dan makanan.
- 25 -
Agar . . . 669.
670.
671. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai
pengawasan terhadap produsen atau distributor Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan peraturan kepala badan yang
melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan obat dan makanan.
672.
673.
674. BAB IX KETENTUAN PERALIHAN
675. 676. 677. Pasal 41 678. 679. 680.
681. Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Pengurus Tempat Kerja dan/atau penyelenggara tempat sarana umum, wajib menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini paling lama 1 (satu) tahun.
682.
683.
684. BAB X KETENTUAN PENUTUP
685.
686.
687. Pasal 42
688.
689.
690. Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua ketentuan yang mengatur tentang pemberian ASI Eksklusif dinyatakan masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
691. 692. 693. 694. 695. Pasal 43 696. 697.
698. Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
- 26 - 699.
700.
701. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
702. 703. 704. 705.
706. Ditetapkan di Jakarta 707. pada tanggal 1 Maret 2012
708.
709. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd.
710. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
711. 712. 713. 714. 715. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 1 Maret 2012 716.
717. MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI
MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, 718. 719. 720. ttd. 721. 722. 723. AMIR SYAMSUDIN 724. 725.
726. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012
NOMOR 58
727.
728.
729. Salinan sesuai dengan aslinya KEMENTERIAN SEKRETARIAT
NEGARA RI Asisten Deputi Perundang-undangan Bidang Politik
dan Kesejahteraan Rakyat,
730. 731. 732. 733. 734. 735. 736. Wisnu Setiawan
737. 738. 739. 740. 741. 742. 743. PENJELASAN ATAS
744. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 33 TAHUN 2012
745. TENTANG
746.
747. PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF
748. 749.
750.
751. I. UMUM
752.
753. Pembangunan kesehatan sebagai bagian dari pembangunan
nasional diarahkan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia dan dilaksanakan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
754.
755. Indikator keberhasilan pembangunan kesehatan antara lain adalah penurunan angka kematian Bayi dan peningkatan status gizi masyarakat. Indonesia saat ini masih menghadapi masalah gizi ganda yaitu kondisi dimana disatu sisi masih banyaknya jumlah penderita gizi kurang, sementara disisi lain jumlah masyarakat yang mengalami gizi lebih cenderung meningkat. Masalah gizi ganda ini sangat erat kaitannya dengan gaya hidup masyarakat dan perilaku gizi. Status gizi masyarakat akan baik apabila perilaku gizi yang baik dilakukan pada setiap tahap kehidupan termasuk pada Bayi.
756.
757. Pola pemberian makan terbaik untuk Bayi sejak lahir sampai anak berumur 2 (dua) tahun meliputi: (a) memberikan ASI kepada Bayi segera dalam waktu 1 (satu) jam setelah lahir; (b) memberikan hanya ASI saja sejak lahir sampai umur 6 (enam) bulan. Hampir semua ibu dapat dengan sukses menyusui diukur dari permulaan pemberian ASI dalam jam pertama kehidupan Bayi. Menyusui menurunkan risiko infeksi akut seperti diare, pnemonia, infeksi telinga, haemophilus influenza, meningitis dan infeksi saluran kemih. Menyusui juga melindungi Bayi dari penyakit kronis masa depan seperti diabetes tipe 1. Menyusui selama masa Bayi berhubungan dengan penurunan tekanan darah dan kolesterol serum total, berhubungan dengan prevalensi diabetes tipe 2 yang lebih rendah, serta kelebihan berat badan dan obesitas pada masa remaja dan dewasa.
758.
759. 760. 761.
762. Menyusui . . .
- 2 -
763.
764. 765. 766.
767. Menyusui menunda kembalinya kesuburan seorang wanita dan
mengurangi risiko perdarahan pasca melahirkan, kanker payudara, pra menopause dan kanker ovarium; (c) memberikan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat sejak genap umur 6 (enam) bulan; dan (d) meneruskan pemberian ASI sampai anak berumur 2 (dua) tahun. Penerapan pola pemberian makan ini akan meningkatkan status gizi Bayi dan anak serta mempengaruhi derajat kesehatan selanjutnya.
768.
769. Namun demikian, saat ini penerapan pola pemberian makan terbaik untuk Bayi sejak lahir sampai anak berumur 2 (dua) tahun tersebut belum dilaksanakan dengan baik khususnya dalam hal pemberian ASI Eksklusif. Beberapa kendala dalam hal pemberian ASI Eksklusif karena ibu tidak percaya diri bahwa dirinya mampu menyusui dengan baik sehingga mencukupi seluruh kebutuhan gizi Bayi. Hal ini antara lain disebabkan karena kurangnya pengetahuan ibu, kurangnya dukungan Keluarga serta rendahnya kesadaran masyarakat tentang manfaat pemberian ASI Eksklusif. Selain itu kurangnya dukungan Tenaga Kesehatan, Fasilitas Pelayanan Kesehatan, dan produsen makanan bayi untuk keberhasilan ibu dalam menyusui bayinya.
770.
771. Dalam rangka melindungi, mendukung dan mempromosikan
pemberian ASI Eksklusif perlu dilakukan upaya untuk
meningkatkan dukungan dari Pemerintah, Pemerintah Daerah, Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan Tenaga Kesehatan, masyarakat serta Keluarga agar ibu dapat memberikan ASI Eksklusif kepada Bayi. Untuk maksud tersebut, maka diperlukan Peraturan Pemerintah tentang Pemberian ASI Eksklusif.
772.
773. Dalam Peraturan Pemerintah ini diatur:
774.
1. tanggung jawab Pemerintah, pemerintah daerah pemerintah daerah kabupaten/kota;
provinsi, dan 2. Air Susu Ibu Eksklusif;
3. penggunaan susu formula dan produk bayi lainnya; 4. tempat kerja dan tempat sarana umum;
5. dukungan masyarakat;
6. pendanaan; dan
7. pembinaan dan pengawasan.
775.
776. II. PASAL . . .
- 3 - 777. 778. 779. 780. 781. II. PASAL DEMI PASAL 782. 783. 784. Pasal 1 785. 786. Cukup jelas. 787. 788. 789. Pasal 2 790. 791. Cukup jelas. 792. 793. 794. Pasal 3 795. 796. Huruf a 797.
798. Kebijakan nasional dituangkan dalam bentuk norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Menteri.
799.
800. Strategi program pemberian ASI Eksklusif dilakukan secara terpadu, berjenjang, dan berkesinambungan.
801. 802. Huruf b 803. 804. Cukup jelas. Huruf c 805. Cukup jelas. Huruf d 806. Cukup jelas. Huruf e 807. Cukup jelas. Huruf f 808. Cukup jelas. Huruf g 809. Cukup jelas. Huruf h 810. Cukup jelas. 811. 812.
813.
814. Pasal 4 . . .- 4 - 815. 816. 817. 818. 819. Pasal 4 820. 821. Huruf a 822.
823. Dalam melaksanakan kebijakan nasional, daerah provinsi dapat menetapkan peraturan daerah atau peraturan gubernur dengan mengacu pada kebijakan nasional.
824.
825. Dalam menetapkan kebijakan program pemberian ASI
Eksklusif di daerah, pemerintah daerah provinsi dapat
memperhatikan kemampuan dan potensi sumber daya manusia, kemampuan dan potensi sumber pendanaan, dan dukungan masyarakat. Strategi program pemberian ASI Eksklusif dilakukan secara terpadu, berjenjang, dan berkesinambungan.
826. 827. Huruf b 828. 829. Cukup jelas. Huruf c 830. Cukup jelas. Huruf d 831. Cukup jelas. Huruf e 832. Cukup jelas. Huruf f 833. Cukup jelas. Huruf g 834. Cukup jelas. Huruf h 835. Cukup jelas. 836. 837. 838. 839. 840. 841. Pasal 5 . . .
- 5 - 842. 843. 844. 845. 846. Pasal 5 847. 848. Huruf a 849.
850. Dalam melaksanakan kebijakan nasional, daerah
kabupaten/kota dapat menetapkan peraturan daerah atau peraturan bupati atau peraturan walikota dengan mengacu pada kebijakan nasional dan kebijakan pemerintah daerah provinsi.
851.
852. Dalam menetapkan kebijakan program pemberian ASI Eksklusif di daerah, pemerintah daerah kabupaten/kota dapat memperhatikan kemampuan dan potensi sumber daya manusia, kemampuan dan potensi sumber pendanaan, dan dukungan masyarakat. Strategi program pemberian ASI Eksklusif dilakukan secara terpadu, berjenjang, dan berkesinambungan.
853. 854. Huruf b 855. 856. Cukup jelas. Huruf c 857. Cukup jelas. Huruf d 858. Cukup jelas. Huruf e 859. Cukup jelas. Huruf f 860. Cukup jelas. Huruf g 861. Cukup jelas. Huruf h 862. Cukup jelas. 863. 864. 865. Pasal 6 . . .
- 6 - 866. 867. 868. 869. 870. Pasal 6 871. 872. Cukup jelas. 873. 874. 875. Pasal 7 876. 877. Huruf a 878.
879. Yang dimaksud dengan “indikasi medis” adalah kondisi medis Bayi dan/atau kondisi medis ibu yang tidak memungkinkan dilakukannya pemberian ASI Eksklusif.
880.
881. Kondisi medis Bayi yang tidak memungkinkan pemberian ASI Ekslusif antara lain:
882. a. Bayi yang hanya dapat menerima susu dengan formula khusus, yaitu Bayi dengan kriteria:
883. 1. Bayi dengan galaktosemia klasik, diperlukan formula khusus bebas galaktosa;
884. 2. Bayi dengan penyakit kemih beraroma sirup maple (maple syrup urine disease), diperlukan formula khusus bebas leusin, isoleusin, dan valin; dan/atau
885. 3. Bayi dengan fenilketonuria, dibutuhkan formula khusus bebas fenilalanin, dan dimungkinkan beberapa kali menyusui, di bawah pengawasan.
886. b. Bayi yang membutuhkan makanan lain selain ASI selama jangka waktu terbatas, yaitu:
887. 1. Bayi lahir dengan berat badan kurang dari 1500 (seribu lima ratus) gram (berat lahir sangat rendah);
888. 2. Bayi lahir kurang dari 32 (tiga puluh dua) minggu dari usia kehamilan yang sangat prematur; dan/atau
889. 3. Bayi baru lahir yang berisiko hipoglikemia
berdasarkan gangguan adaptasi metabolisme atau
peningkatan kebutuhan glukosa seperti pada Bayi prematur, kecil
untuk umur kehamilan atau yang mengalami stress
iskemik/intrapartum hipoksia yang signifikan, Bayi yang sakit dan Bayi yang memiliki ibu pengidap diabetes, jika gula darahnya gagal merespon pemberian ASI baik secara langsung maupun tidak langsung.
890. 891. 892.
893.
894. Kondisi . . .
- 7 -
895.
896. 897. 898.
899. Kondisi medis ibu yang tidak dapat memberikan ASI Eksklusif karena harus mendapat pengobatan sesuai dengan standar. Kondisi ibu tersebut antara lain:
900.
901. a. ibu yang dapat dibenarkan alasan tidak
menyusui secara permanen karena terinfeksi Human Immunodeficiency Virus. Dalam kondisi tersebut, pengganti pemberian ASI harus memenuhi kriteria, yaitu dapat diterima, layak, terjangkau, berkelanjutan, dan aman (acceptable, feasible, affordable, sustainable, and safe). Kondisi tersebut bisa berubah jika secara teknologi ASI Eksklusif dari ibu terinfeksi Human Immunodeficiency Virus dinyatakan aman bagi Bayi dan demi untuk kepentingan terbaik Bayi. Kondisi tersebut juga dapat diberlakukan bagi penyakit menular lainnya;
902. b. ibu yang dapat dibenarkan alasan menghentikan menyusui sementara waktu karena:
903. 1. penyakit parah yang menghalangi seorang
ibu merawat Bayi, misalnya sepsis (infeksi demam tinggi hingga tidak sadarkan diri);
904. 2. infeksi Virus Herpes Simplex tipe 1 (HSV-1) di payudara; kontak langsung antara luka pada payudara ibu dan mulut Bayi sebaiknya dihindari sampai semua lesi aktif telah diterapi hingga tuntas;
905. 3. pengobatan ibu:
906.
907. a) obat–obatan psikoterapi jenis penenang, obat
anti– epilepsi dan opioid dan kombinasinya dapat menyebabkan efek samping seperti mengantuk dan depresi pernapasan dan lebih baik dihindari jika alternatif yang lebih aman tersedia;
908. b) radioaktif iodine–131 lebih baik dihindari
mengingat bahwa alternatif yang lebih aman tersedia, seorang ibu dapat melanjutkan menyusui sekitar 2 (dua) bulan setelah menerima zat ini;
909.
910.
911. Kondisi . . .
- 8 -
912.
913. 914. 915.
916. c) penggunaan yodium atau yodofor topikal
misalnya povidone–iodine secara berlebihan, terutama pada luka terbuka atau membran mukosa, dapat menyebabkan penekanan hormon tiroid atau kelainan elektrolit pada Bayi yang mendapat ASI dan harus dihindari; dan
917. d) sitotoksik kemoterapi yang mensyaratkan
seorang
918. ibu harus berhenti menyusui selama terapi. 919.
920. Huruf b
921.
922. Kondisi yang tidak memungkinkan Bayi mendapatkan ASI Eksklusif karena ibu tidak ada atau terpisah dari Bayi dapat
dikarenakan ibu meninggal dunia, ibu tidak diketahui
keberadaaanya, ibu terpisah dari Bayi karena adanya bencana atau kondisi lainnya dimana ibu terpisah dengan Bayinya sehingga ibu tidak dapat memenuhi kewajibannya atau anak tidak memperoleh haknya.
923.
924. Huruf c
925.
926. Lihat penjelasan Pasal 7 huruf b. 927. 928. 929. Pasal 8 930. 931. Ayat (1) 932. 933. Cukup jelas. Ayat (2) 934. Cukup jelas. Ayat (3)
935. Dalam menentukan ada atau tidaknya indikasi medis, bidan atau perawat mengacu penjelasan Pasal 7.
936. 937. 938. 939. 940. 941. 942. 943. Pasal 9 . . .
- 9 - 944. 945. 946. 947. 948. Pasal 9 949. 950. Ayat (1) 951.
952. Inisiasi menyusu dini dilakukan dalam keadaan ibu dan Bayi stabil dan tidak membutuhkan tindakan medis selama paling singkat 1 (satu) jam. Lama waktu inisiasi menyusu dini paling singkat selama 1 (satu) jam dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada Bayi agar dapat mencari puting susu ibu dan menyusu sendiri. Dalam hal selama paling singkat 1 (satu) jam setelah melahirkan, Bayi masih belum mau menyusu maka kegiatan inisiasi menyusu dini harus tetap diupayakan oleh ibu, Tenaga Kesehatan, dan penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan. 953. 954. Ayat (2) 955. 956. Cukup jelas. 957. 958. 959. Pasal 10 960. 961. Ayat (1) 962.
963. Yang dimaksud dengan “1 (satu) ruangan atau rawat gabung” adalah ruang rawat inap dalam 1 (satu) ruangan dimana Bayi berada dalam jangkauan ibu selama 24 (dua puluh empat) jam.
964.
965. Indikasi medis didasarkan pada kondisi medis Bayi dan/atau kondisi medis ibu yang tidak memungkinkan dilakukan rawat gabung. 966. 967. Ayat (2) 968. 969. Cukup jelas. 970. 971. 972. Pasal 11 973. 974. Ayat (1) 975.
976. Yang dimaksud dengan “pendonor ASI” adalah ibu yang
977. menyumbangkan ASI kepada Bayi yang bukan
anaknya.
978. 979.
- 10 -
981.
982. Ayat (2) . . .
- 11 - Huruf d . . . 983. 984. 985. 986. 987. Ayat (2) 988. 989. Cukup jelas. Ayat (3)
990. Yang dimaksud dengan “mutu dan keamanan ASI” meliputi kebersihan, cara penyimpanan, cara pemberian, atau cara memerah ASI. 991. 992. Ayat (4) 993. 994. Cukup jelas. 995. 996. 997. Pasal 12 998. 999. Ayat (1) 1000.
1001. Yang dimaksud dengan “ibu” dalam ketentuan ini adalah ibu
1002. yang dapat memberikan ASI Eksklusif kepada Bayi. Ayat (2) 1003. Cukup jelas.
1004.
1005. Pasal 13 1006. 1007. Ayat (1) 1008. 1009. Cukup jelas. Ayat (2) 1010. Huruf a 1011.1012. Cukup jelas. Huruf b
1013. Cukup jelas. Huruf c
1014. Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “pemberian makanan botol secara parsial” adalah makanan/minuman selain ASI yang diberikan kepada Bayi dengan menggunakan botol.
- 12 - Pasal 17 . . . 1015. 1016. 1017. 1018. 1019. Huruf d 1020.
1021. Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “kesulitan untuk mengubah keputusan” adalah kondisi dimana ibu sudah memutuskan untuk tidak memberikan ASI,
1022. maka sulit untuk kembali lagi memberikan ASI.
1023.
1024. A
yat (3) 1025.
1026. Pendampingan dilakukan melalui pemberian dukungan moril, bimbingan, bantuan, dan pengawasan ibu dan bayi selama kegiatan inisiasi menyusu dini dan/atau selama awal menyusui.
1027.
1028. A
yat (4) 1029.
1030. Yang dimaksud dengan “tenaga terlatih” adalah tenaga yang
memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan mengenai
pemberian ASI melalui pelatihan, antara lain konselor menyusui. 1031. 1032. Pasal 14 1033. 1034. Cukup jelas.
1035.
1036. Pasal 15 1037. 1038. Cukup jelas.1039.
1040. Pasal 16 1041.1042. Pemberian peragaan dan penjelasan atas penggunaan dan penyajian Susu Formula Bayi atau produk susu bayi lainnya hanya dapat dilakukan oleh Tenaga Kesehatan. Dengan demikian, tenaga non kesehatan tidak dapat melakukan pemberian peragaan dan penjelasan atas penggunaan dan penyajian Susu Formula Bayi atau produk susu bayi lainnya.
1043.
1044. Dalam hal ibu dari Bayi yang memerlukan Susu Formula Bayi atau produk susu bayi lainnya tersebut telah meninggal dunia, sakit berat, sedang menderita gangguan jiwa berat, dan/atau tidak diketahui keberadaannya, peragaan dan penjelasan atas penggunaan dan penyajian Susu Formula Bayi atau produk susu bayi lainnya hanya dapat dilakukan terbatas pada Keluarga yang
- 13 -
Pasal 17 . . .
- 14 - Huruf b . . . 1045. 1046. 1047. 1048. 1049. Pasal 17 1050. 1051. Ayat (1) 1052.
1053. Yang dimaksud dengan “produk bayi lainnya” adalah
produk bayi yang terkait langsung dengan kegiatan menyusui meliputi segala bentuk susu dan pangan bayi lainnya, botol susu, dot, dan empeng.
1054.
1055. Ayat (2) 1056.
1057. Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “dilarang
mempromosikan” termasuk memajang, memberikan potongan harga, memberikan sampel Susu Formula Bayi, memberikan hadiah, memberikan informasi melalui saluran telepon, media cetak dan elektronik, memasang logo atau nama perusahaan pada perlengkapan persalinan dan perawatan Bayi, membuat dan menyebarkan brosur, leaflet, poster, atau yang sejenis lainnya. 1058. 1059. Pasal 18 1060. 1061. Cukup jelas. 1062. 1063. 1064. Pasal 19 1065. 1066. Cukup jelas. 1067. 1068. 1069. Pasal 20 1070. 1071. Cukup jelas. 1072. 1073. 1074. Pasal 21 1075. 1076. Cukup jelas. 1077. 1078. 1079. Pasal 22 1080. 1081. Huruf a 1082.
1083. Yang dimaksud dengan “secara terbuka” adalah tidak ada konflik kepentingan antara pemberi bantuan dan penerima bantuan, dan diumumkan secara terbuka.
- 15 - Pasal 30 . . . 1084. 1085. 1086. 1087. 1088. H uruf b 1089.
1090. Yang dimaksud dengan “tidak bersifat mengikat” adalah tidak ada kewajiban tertentu yang harus dilakukan oleh institusi penerima bantuan berdasarkan keinginan pemberi bantuan.
1091. 1092. H uruf c 1093. 1094. Cukup jelas. Huruf d 1095. Cukup jelas. 1096. 1097. 1098. Pasal 23 1099. 1100. Cukup jelas. 1101. 1102. 1103. Pasal 24 1104.
1105. Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “ketentuan
peraturan perundang-undangan” antara lain peraturan
perundang-undangan di bidang keuangan. 1106. 1107. Pasal 25 1108. 1109. Cukup jelas. 1110. 1111. 1112. Pasal 26 1113. 1114. Cukup jelas. 1115. 1116. 1117. Pasal 27 1118. 1119. Cukup jelas. 1120. 1121. 1122. Pasal 28 1123.
- 16 - Pasal 30 . . . 1124. Cukup jelas. 1125. 1126. 1127. Pasal 29 1128. 1129. Cukup jelas.
- 17 - Pasal 34 . . . 1130. 1131. 1132. 1133. 1134. Pasal 30 1135. 1136. Ayat (1) 1137.
1138. Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “pengurus Tempat Kerja” adalah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung suatu Tempat Kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri. 1139. 1140. Ayat (2) 1141. 1142. Cukup jelas. Ayat (3)
1143. Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “fasilitas khusus” adalah ruang menyusui dan/atau memerah ASI yang dinamai dengan ruang ASI.
1144. 1145. Ayat (4) 1146. 1147. Cukup jelas. 1148. 1149. 1150. Pasal 31 1151. 1152. Huruf a 1153.
1154. Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “perusahaan” adalah sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang- undangan di bidang ketenagakerjaan.
1155.
1156. Huruf b
1157.
1158. Yang dimaksud dengan “perkantoran” termasuk
lembaga 1159. pemasyarakatan . 1160. 1161. 1162. Pasal 32 1163. 1164. Cukup jelas. 1165. 1166. 1167. Pasal 33 1168.
- 18 -
Pasal 34 . . .
1169. Cukup jelas.
- 19 - 1170. 1171. 1172. 1173. 1174. Pasal 34 1175. 1176. Cukup jelas. 1177. 1178. 1179. Pasal 35 1180. 1181. Cukup jelas. 1182. 1183. 1184. Pasal 36 1185.
1186. Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “peraturan perundang- undangan” adalah peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan. 1187. 1188. Pasal 37 1189. 1190. A yat (1) 1191.
1192. Pelaksanaan dukungan dari masyarakat dilakukan sesuai dengan kemampuan sumber daya yang tersedia. Pelaksanaan dukungan dari masyarakat dilakukan dengan berpedoman pada 10 (sepuluh) langkah menuju keberhasilan menyusui untuk masyarakat, yaitu:
1193.
1194. a. meminta hak untuk
mendapatkan pelayanan inisiasi menyusu
dini ketika persalinan;
1195. b. meminta hak untuk tidak memberikan asupan apapun selain ASI kepada Bayi baru lahir;
1196. c. meminta hak untuk Bayi tidak ditempatkan terpisah dari ibunya;
1197. d. melaporkan pelanggaran-pelanggaran kode etik pemasaran pengganti ASI;
1198. e. mendukung ibu menyusui dengan membuat Tempat
Kerja yang memiliki fasilitas ruang menyusui;
1199. f. menciptakan kesempatan agar ibu dapat memerah ASI
1200. dan/atau menyusui Bayinya di Tempat Kerja;
1201. g. mendukung ibu untuk memberikan ASI kapanpun
dan dimanapun;
1202. h. menghormati ibu menyusui di tempat umum;
- 20 - dan 1204. 1205. 1206. 1207. 1208. j. memilih . . .
- 21 - 1209. 1210. 1211. 1212.
1213. j. memilih Fasilitas Pelayanan
Kesehatan dan Tenaga
1214. Kesehatan yang
menjalankan 10 (sepuluh) langkah menuju keberhasilan menyusui.
1215. 1216. A y a t ( 2 ) 1217. 1218. Cuk up jelas. Ayat (3) 1219. Cukup jelas.
1220.
1221. Pasal 38 1222. 1223. C u k u p jel as .1224.
1225. Pasal 39 1226.1227. Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan program pemberian ASI Eksklusif dilaksanakan pada situasi normal dan situasi bencana atau darurat.
1228. 1229. Pasal 40 1230. 1231. C uk up
- 22 - jel as .
1232.
1233. Pasal 41 1234. 1235. C u k u p jel as .1236.
1237. Pasal 42 1238. 1239. C uk up jel as .1240.
1241. Pasal 43 1242. 1243. C uk up jel as . 1244. 1245. 1246.1247. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 5291