• Tidak ada hasil yang ditemukan

TRADISI TULIS KEAGAMAAN KLASIK: MENGUAK HARMONI TEKS DAN KONTEKS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TRADISI TULIS KEAGAMAAN KLASIK: MENGUAK HARMONI TEKS DAN KONTEKS"

Copied!
218
0
0

Teks penuh

(1)

TRADISI TULIS

KEAGAMAAN KLASIK:

MENGUAK HARMONI TEKS

DAN KONTEKS

Editor:

Priscila Fitriasih Limbong Reza Perwira

LITBANGDIKLAT PRESS

2020

(2)

Tradisi Tulis Keagamaan Klasik: Menguak Harmoni Teks dan Konteks

Hak Cipta@Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta, 2020

Penulis:

Bani Sudardi ~ Lalu Muhammad Ariadi ~ As. Rakhmad Idris ~ Zulkarnain Yani ~ Lisa Misliani ~ Dede Burhanudin ~ Ikhwan ~ Mustika Ayu Rakhadiyanti ~ Saeful Bahri ~ Agus Heryana ~ Apria Putra ~ Asep Saefullah

Editor:

Priscila Fitriasih Limbong Reza Perwira Cetakan I, November 2020 15 x 23 cm, xiv + 204 hlm ISBN: 978-623-6925-07-2 Penerbit: LITBANGDIKLAT PRESS

Jln. MH. Thamrin No. 6 Lantai 17 Jakarta Pusat, 10340

Telp. : +62-21-3920688 Faks. : +62-21-3920688

Website : www.balitbangdiklat.kemenag.go.id Anggota IKAPI No. 545/Anggota Luar Biasa/DKI/2017 Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa izin tertulis dari penerbit HAK CIPTA DILINDUNGI OLEH UNDANG-UNDANG

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kepada Allah SWT., penulisan buku bunga rampai bidang Lektur dan Khazanah Keagamaan Balai Litbang Agama Jakarta dengan tema “Tradisi Tulis Keagamaan Klasik: Menguak Harmoni Teks dan Konteks” pada tahun anggaran 2020 telah diselesaikan dengan baik. Buku bunga rampai yang diterbitkan dalam kondisi pandemi Covid-19 secara global ini merupakan pengembangan diskusi dari webinar ilmiah yang dilaksanakan oleh bidang Lektur dan Khazanah Keagamaan Balai Litbang Agama Jakarta yang diadakan pada Juni sampai dengan September 2020.

Buku bunga rampai yang menyajikan beberapa tulisan berdasarkan riset dan kajian-kajian ilmiah mengenai tradisi tulis keagamaan klasik. Buku ini bertujuan memberikan wawasan kepada para peneliti, akademisi, dan masyarakat dalam memahami korelasi antara teks dan konteks yang sehingga informasi yang terdapat dalam isi naskah kuno (teks) dapat dimanfaatkan dan diimplementasikan secara tepat pada konteks masa kini dan masa yang akan datang.

Merujuk Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan “manuskrip” merupakan naskah beserta segala informasi yang terkandung di dalamnya, yang memiliki nilai budaya dan sejarah, antara lain, serat, babad, hikayat, dan kitab. Manuskrip itu sendiri disebut juga sebagai naskah tulisan tangan yang masuk dalam kajian filologi. Makna “teks dan konteks” pada kajian tradisi tulis keagamaan klasik (manuskrip/naskah), kata “teks” merupakan bagian isi yang tertulis di dalam naskah. Isi dari naskah-naskah yang dikaji

(4)

secara ilmiah dapat memberikan wawasan kepada para peneliti dan akademisi dari berbagai bidang keilmuan serta masyarakat lainnya. Adapun kata “konteks” merujuk pada naskah-naskah yang relevan dan dapat dimanfaatkan sebagai metode pengobatan, bahan ajar di sekolah/madrasah, bukti sejarah, dan lain sebagainya.

Dalam Rencana Strategis Kementerian Agama 2020-2024 disebutkan bahwa salah satu arah kerangka dan atau kebutuhan regulasi, yaitu rancangan Peraturan Menteri Agama (RPMA) tentang implementasi keselarasan budaya dan nilai ajaran agama. Urgensi RPMA tentang keselarasan budaya dan nilai ajaran agama tersebut didasari pada implementasi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.

Selain merujuk pada undang-undang tersebut, ragam aktivitas budaya yang menggambarkan nilai-nilai agama dapat meningkatkan kesejahteraan umat sehingga diharapkan tidak ada dikotomi antara budaya dan agama. Pembangunan agama berbasis budaya menjadi salah satu cara mendekatkan agama kepada masyarakat dan upaya menjalin soliditas masyarakat berbeda agama.

Jika dikaitkan dengan Rencana Strategis Kementerian Agama tersebut, pemahaman teks dan konteks dapat diartikan sebagai bagian dalam pembangunan agama berbasis budaya yang menjadi salah satu cara mendekatkan agama kepada masyarakat. “Teks” dapat diartikan sebagai budaya yang merupakan kajian-kajian peneliti bidang lektur dan khazanah keagamaan berupa kajian teks-teks keagamaan klasik (manuskrip) dan teks keagamaan kontemporer (literatur bahan pustaka, bahan ajar, dsb). Adapun “konteks” dapat diartikan sebagai pengembangan dan implementasi dari hasil kajian-kajian teks yang berorientasi pada dimensi-dimensi agama dan keagamaan yang juga sebagai tugas dan fungsi Kementerian Agama. Di situlah diperlukan adanya harmonisasi antara teks

(5)

dan konteks sehingga sinergi ragam kajian budaya-agama dapat diformulasikan untuk meningkatkan kesejahteraan umat dan soliditas masyarakat dalam pembangunan bidang agama khususnya oleh Balai Litbang Agama Jakarta.

Berdasarkan pemikiran tersebut, eksplorasi terhadap kajian-kajian naskah-naskah keagamaan melalui artikel-artikel ilmiah yang disatukan dalam buku bunga rampai ini diharapkan memberikan informasi yang bermanfaat bagi para peneliti, akademisi, maupun stakeholder lainnya. Kajian-kajian isi kandungan naskah, pemanfaatan isi naskah, hubungan naskah dengan perilaku masyarakat, formulasi pemanfaatan naskah, sampai dengan upaya pemeliharaan naskah itu sendiri menjadi hal penting yang harus dilakukan oleh para pegiat naskah dari berbagai elemen organisasi.

Terakhir, dalam kesempatan ini, izinkanlah saya sebagai Kepala Balai Litbang Agama Jakarta mengucapkan terima kasih kepada Dr. Priscila Fitriasih Limbong yang telah mengawal kegiatan penyusunan buku bunga rampai ini sejak awal penyusunan sampai dengan penerbitan, baik dari sisi substansi maupun teknis. Apresiasi yang besar juga diberikan kepada para penulis artikel bunga rampai, tim panitia pelaksana dari Balai Litbang Agama Jakarta, dan seluruh pihak terkait yang telah ikut berkontribusi dalam menyelesaikan seluruh rangkaian kegiatan secara baik sehingga buku ini dapat diterbitkan. Semoga buku ini dapat memberikan inspirasi bagi stakeholders sebagai basis pengambilan kebijakan yang bermanfaat terkait dengan kajian-kajian tradisi tulis keagamaan klasik.

Jakarta, November 2020

Kepala Balai Litbang Agama Jakarta

(6)
(7)

PROLOG

Buku “Tradisi Tulis Keagamaan Klasik: Menguak Harmoni Teks dan Konteks” ini merupakan kumpulan artikel hasil tulisan peneliti naskah klasik dari berbagai institusi di berbagai wilayah Indonesia. Di dalam buku ini terangkum sembilan artikel yang berupaya mengenalkan beragam aspek kearifan lokal dan kekayaan intelektual bangsa yang terdapat pada naskah klasik. Artikel-artikel tersebut dibagi menjadi tiga topik besar, yaitu topik obat-obatan dan tradisi pengobatan, ketahanan mental keluarga dan perilaku masyarakat, serta penelusuran dan pelestarian naskah klasik. Topik-topik yang terdapat pada naskah klasik ini mengandung isu yang masih relevan dengan kehidupan masa kini. Akan tetapi, isu tersebut, saat ini, kurang dikenal oleh masyarakat yang tidak menggeluti naskah klasik, bahkan kurang dipahami isinya. Padahal, isi (teks) yang terkandung di dalam naskah klasik ini dapat diaktualisasikan dan diterapkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, penerbitan buku ini merupakan suatu upaya untuk mensosialisasikan isi naskah kuno agar dapat dimanfaatkan dalam berbagai konteks kesejahteraan masyarakat.

Berkaitan dengan hal di atas, terdapat tiga artikel dengan topik obat-obatan dan tradisi pengobatan. Artikel pertama ditulis oleh Badi Sudardi. Artikel ini membahas konsep sehat dan tradisi pengobatan dalam budaya Jawa. Artikel ini membahas Serat Munasiat Jati sebuah serat yang berisi ajaran tentang tasawuf yang digali dari ajaran raja, sunan, dan

(8)

guru-guru di Jawa. Naskah ini berisi kompilasi pengetahuan. Salah satu isu yang dibahas dalam Serat Munasiat Jati adalah masalah kesehatan dan petunjuk-petunjuk untuk memelihara kesehatan yang berhubungan dengan tujuan kehidupan batin. Beberapa pengobatan dan tradisi pengobatan yang terdapat dalam artikel ini masih relevan di masyarakat.

Artikel kedua berkaitan dengan topik obat-obatan dan tradisi pengobatan ditulis oleh Lalu Muhammad Ariadi. Artikel ini membahas naskah-naskah pengobatan di Lombok terkait aspek historis dan sosiologis. Artikel ini membahas naskah pengobatan yang, antara lain, terdapat pada Naskah Usada Rara. Naskah ini berbentuk runutan tanaman-tanaman obat yang ada di hutan disertai berbagai teknik pengobatan yang unik dan bahasan tentang manajemen hutan. Di dalam artikel ini dijelaskan bahwa catatan tentang naskah pengobatan, setelah kedatangan Islam, dijaga dan diperkaya dalam bentuk tradisi dan ritual menjaga dan mengelola hutan yang berdasarkan kepada aturan-aturan dalam Islam.

Pembahasan mengenai naskah pengobatan lainnya dibahas oleh A.S., Rakhmad Idris, Lisa Misliani, dan Zulkarnain Yani. Naskah yang dibahas merupakan naskah pengobatan Koleksi Museum Negeri Propinsi Lampung. Artikel ini mengulas tiga naskah kuno koleksi Museum Negeri Propinsi Lampung “Ruwa Jurai”. Salah satu dari tiga naskah tersebut membahas memang atau mantra untuk mengobati orang yang kemasukan setan, di dalamya juga dijelaskan bagaimana cara menggunakan memang atau mantra tersebut. Selain itu, terdapat pula naskah yang menjelaskan metode pengobatan sakit perut yang menggunakan kunyit samba dengan disertai ritual dengan melafazkan kata “akulah Rasulullah, aku tahu Allah”. Selain itu, terdapat naskah mengenai doa penolak penyakit bengkak-bengkak (seperti bisul).

Isu tentang ketahanan mental keluarga dan perilaku masyarakat terdapat pada naskah Wawacan Nyi Zaojah,

(9)

Ibu di dalam Rumahnya, Ajaran Timbangan, dan Oendang-Oendang Adat Krui. Naskah Wawacan Nyi Zaojah ditulis oleh Dede Burhanudin dan Ikhwan. Naskah ini membahas karakter tokoh Nyi Zaojah sebagai perempuan yang sempurna. Nyi Zaojah merupakan simbol seorang wanita yang mempunyai ketahanan mental dalam Keluarga. Pada naskah ini dibahas kesetiaan perempuan terhadap keluarga khususnya kepada suami. Di dalam naskah ini terdapat tiga kategori perempuan (al-mar’ah), yaitu: (1) al-Mar’ah as-Salihah, perempuan salehah, (2) al-Mar’ah as-Sayyi’ah, perempuan durhaka, (3) al-Mar’ah wa Musyarakatuha fil-Ijtima’iyyah, perempuan mempunyai peran sosial di masyarakat. Dalam kategori ini, Nyi Zaojah dapat digolongkan sebagai perempuan shalihah sekaligus perempuan mental tangguh dan memiliki mental perempuan shalihah terlihat dari akhlaknya, khusunya akhlak terhadap Allah, diri sendiri, dan suaminya. Ia merupakan simbol seorang perempuan yang mempunyai ketahanan mental dalam kehidupan keluarga, kesetiaaan perempuan terhadap suami, sebagaimana diajarkan di dalam Islam.

Naskah Ibu di dalam Rumahnya yang ditulis oleh Mustika Ayu Rakhadiyanti membahas penatalaksanaan ibu hamil dan anaknya. Dalam naskah ini, kesehatan dan tumbuh kembang anak menjadi hal yang penting untuk diperhatikan bahkan sejak anak masih dalam kandungan. Hal-hal penting yang dibahas dalam naskah ini berupa cara-cara menjaga kesehatan fisik dan mental ibu dan anak, mulai dari makanan, tempat tidur, pakaian, susu, dan lain-lain. Penatalaksanaan ibu dalam keluarga ini berpengaruh pada kesehatan mental dan fisik keluarga. Dengan penatalaksanaan yang baik, keluarga akan terjaga dengan baik, kesehatan spiritual dan sosial akan terbangun dengan baik pula, dan mampu mewujudkan masyarakat yang bahagia, harmonis, dan penuh rasa syukur kepada Sang Pencipta, Allah SWT.

(10)

Artikel yang membahas perilaku masyarakat ditulis oleh Saeful Bahri. Naskah yang dikaji adalah Oendang-Oendang Adat Lampung. Tulisan ini mengkaji nilai-nilai luhur perilaku masyarakat yang terdapat dalam naskah tersebut dengan perspektif ajaran dan hukum Islam. Nilai-nilai luhur perilaku masyarakat Lampung yang terdapat pada naskah Oendang-Oendang Adat Krui ini dapat dijadikan pedoman bagi semua masyarakat dalam kehidupan sosial-keagamaan. Artikel yang membahas perilaku masyarakat dalam naskah juga dibahas oleh Agus Heryana. Artikel ini membahas ajaran kerohanian Islam yang teradapat pada Ajaran Timbangan. Artikel ini membahas renungan terhadap berbagai masalah hidup yang terdapat pada naskah ini. Inti ajaran yang dibahas adalah tentang akal yang digunakan untuk berfikir tentang ciptaan Tuhan dan peristiwa yang terjadi di sekitar kehidupan manusia menjadi langkah awal dalam memahami Ajaran Timbangan.

Isu tentang penelusuran naskah dan pelestarian naskah dibahas oleh Apria Putra dan Asep Saefullah. Apria Putra membahas penulusuran naskah kuno di Minangkabau. Di dalam artikel ini dibahas tradisi pernaskaan yang masih lestari di surau-surau Tarekat di Darek. Tradisi ini dapat dilihat dari tradisi penyalinan manuskrip kaifiyat Tarekat yang dilakukan oleh murid berdasarkan perintah dari syaikh. Tradisi ini dijumpai, misalnya, di Surau Simabua, di Taram. Surau ini merupakan Zawiyah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah yang masih aktif sampai saat ini. Pada artikel ini juga dibahas potensi Minangkabau sebagai salah satu “lumbung” naskah di Nusantara.

Artikel yang membahas tentang pelestarian naskah ditulis oleh Asep Saefullah. Artikel ini membahas digitalisasi naskah dengan tujuan pelestarian naskah. Digitalisasi naskah sesungguhnya merupakan upaya penyelamatan naskah dan sekaligus pelestarian tradisi tulis masa lalu ke dalam media baru, yakni foto digital. Metode pelestarian naskah ini merupakan

(11)

cara yang efektif dalam mewariskan isi naskah kepada generasi yang akan datang. Digitalisasi merupakan usaha alih media. Hasil digitalisasi tersebut dapat dialihmediakan dalam bentuk katalog naskah online. Dengan adanya katalog online ini, informasi tentang naskah dapat dijangkau kapan saja dan di mana saja sepanjang ada jaringan internet. Upaya ini bukan saja memberikan kemudahan untuk menjangkau dan memperolehnya tetapi juga sekaligus sebagai upaya penyelamatan dan pelestarian warisan budaya bangsa.

Berdasarkan uraian-uraian di atas, terlihat bahwa tradisi tulis keagamaan klasik mampu menguak hubungan yang erat antara teks dan konteks. Hubungan yang harmonis antara teks dan konteks ini akan lebih bernilai apabila ada upaya untuk mengaktualisasikan kembali teks-teks obat-obatan dan tradisi pengobatan serta teks-teks ketahanan mental keluarga dan masyarakat melalui penelusuran dan pelestarian naskah. Aktualisasi teks ini perlu dilakukan agar upaya revitalisasi naskah menjadi lebih efektif dan efisien. Sinergi antara aktualisasi dan revitalisasi akan membuktikan bahwa naskah tidak sekedar benda budaya yang hanya bernilai secara fisik tetapi juga benda budaya yang memiliki nilai kebermanfaatan yang tinggi sepanjang masa.

Jakarta, November 2020

Dr. Priscila Fitriasih Limbong, S.S., M.Hum. Program Studi Indonesia FIB UI

(12)
(13)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar --- iii Prolog --- vii Daftar Isi --- xiii Konsep Sehat dan Tradisi Pengobatan

dalam Budaya Jawa --- 1-16

Bani Sudardi

(Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta)

Naskah-Naskah Pengobatan di Lombok:

Aspek Historis dan Sosiologis --- 17-36

Lalu Muhammad Ariadi

(Institut Agama Islam Hamzanwadi Nahdhatul Waton Pancor, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat)

Naskah Pengobatan Koleksi Museum Negeri

Provinsi Lampung Ruwa Jurai --- 37-54

As. Rakhmad Idris

(Kantor Bahasa Provinsi Lampung) Zulkarnain Yani

(Balai Litbang Agama Jakarta) Lisa Misliani

(Kantor Bahasa Provinsi Lampung)

Ketahanan Mental Keluarga dalam

Naskah Sunda --- 55-74

Dede Burhanudin

(Balai Litbang Agama Jakarta) Ikhwan

(14)

Kesehatan Fisik dan Mental Keluarga

dalam Naskah Ibu di dalam Rumahnya --- 75-100

Mustika Ayu Rakhadiyanti

(Masyarakat Pernaskahan Nusantara)

Nilai-Nilai Luhur Perilaku Masyarakat dalam Manuskrip Oendang-Oendang Adat Krui,

Lampung --- 101-122

Saeful Bahri

(Balai Litbang Agama Jakarta)

Naskah Ajaran Timbangan: Fungsikan Akal,

Berpikirlah! --- 123-136

Agus Heryana

(Balai Pelestarian Nilai Budaya Jawa Barat)

Penelusuran Naskah Kuno di Minangkabau:

Pergulatan Tradisi dan Kemodernan --- 137-152

Apria Putra

(IAIN Bukittinggi, Sumatera Barat)

Dari Digitalisasi Naskah Ke Pelestarian Tradisi Tulis

Hingga Pemetaan Keilmuan di Nusantara --- 153-184

Asep Saefullah

(Balai Litbang Agama Jakarta)

Epilog --- 185-188 Indeks --- 189-194 Data Penulis --- 195-203

(15)

Konsep Sehat dan Tradisi Pengobatan

dalam Budaya Jawa

Bani Sudardi

Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta (banisudardi@uns.ac.id)

Pendahuluan

Kebudayaan Jawa merupakan salah satu kebudayaan di Nusantara yang memiliki sejarah yang panjang. Secara diakronik, kebudayaan Jawa miliputi masa Jawa Kuna, Jawa Tengahan, dan Jawa Baru. Kebudayaan ini pun memiliki ciri tersendiri. Bahasa Jawa Kuna sangat kental dengan pengaruh Hindu dan Buddha atau terpengaruh kebudayaan India. Budaya Jawa Tengahan memasuki masa transisi ketika munculnya ciri-ciri lokal Jawa dengan ikon cerita Panji, Sudamala, dan Kidung. Budaya Jawa Baru dengan ikon percampuran dan renaisanse budaya lama dan Islam dengan ikon macapat, serat suluk, dan cerita wayang gaya baru.

(16)

Secara sinkronik, Jawa memiliki empat wilayah besar, yaitu Jawa Banyumas (ngapak), Jawa Yogya-Solo (sekitar kraton) Mataram dengan wilayah membentang dari Purworejo sampai dengan Madiun, serta budaya Jawa Wetan (Brang Wetan) dengan wilayah Caruban ke timur sampai Banyuwangi dan ke selatan masuk wilayah Malang. Di samping itu, ada wilayah budaya Jawa yang disebut Jawa Koek wilayah budaya Cirebon sampai dengan Banten. Setiap daerah ini memiliki ciri khas dan karakter masing-masing. Dalam diskusi ini pembicaraan dibatasi pada wilayah budaya Yogya-Solo atau sekitar kraton Mataram.

Kajian pengobatan tradisional saat ini menjadi trend baik di Indonesia dan Dunia Harto Wicaksono (2011) misalnya tertarik pada kajian tentang. Ritus Pengobatan Dongke: Studi Etnomedisin pada Masyarakat Desa Tanggulangin Kabupaten Tuban. Sementara itu, Julius dan Muswita (2013) dalam artikel berjudul. “Eksplorasi Pengetahuan Lokal tentang Tumbuhan Obat di Suku Batin, Jambi” berusaha mengkaji pengobatan tradisional Suku Batin.

Plotkin (1988) tertarik pada kajian tanaman obat hutan di Thailand. Kajian selanjutnya dari Puspitawati (2013) yang meneliti tentang pengobatan di Deli Serdang. Hal ini mirip kajian Sajem (2006) yang mengkaji tentang pengobatan tradisional di dalam Suku Jaintia. Sementara itu, Viraponse (2006) meneliti tentang sistem pengobatan tradisional pada suku Kui di Thailand Utara. Adapun dalam artikel ini memfokuskan kajian pada sistem pengobatan dalam budaya Jawa.

Konsep Sehat dan Sakit Menurut Budaya Jawa

Dalam budaya Jawa terdapat banyak naskah yang membicarakan tentang pengobatan. Di antara serat-serat itu, Serat Centhini merupakan naskah dengan informasi tentang pengobatan yang terlengkap.

(17)

Di samping itu, ada sebuah serat dalam naskah Jawa yang membicarakan tentang hakikat kesehatan. Serat Munasiat Jati adalah sebuah serat yang disimpan di Perpustakaan Rekso Pustaka, Mangkunegaran, dengan nomor naskah A Nomor: 42. Naskah ditulis dengan huruf Jawa Baru (carakan). Naskah ini juga sudah ditransliterasi oleh R. Ayu Sri Kayati. Namun, hasil transliterasi tersebut belum dipublikasikan dan belum diterjemahkan.

Serat Munasiat Jati bermakna sebagai kitab yang berisi nasihat yang sejati. Serat ini sebenarnya kitab petunjuk tentang tata cara hidup untuk mencapai kesempurnaan da nasihat-nasihat dari para tokoh-tokoh penting. Berikut kata pengantar kitab tersebut.

Ing ngandhap punika yogi sami angawuningana, riwayating para Nabi, para Wali, tuwin para Nata, pandhita satriya, ingkang sampun sami kalampahaken dening guru-guru ing tanah Jawi ananging ugi tasih pagolonganing, tegesipun panengeranipun jasat ingkang sami medal kamunahipun (hlm. 1)

(Di bawah ini baik diperhatikan dan diketahui, riwayat para Nabi, para Wali, dan para Raja, pendeta, satriya, yang dilaksanakan oleh guru-guru tanah Jawa tetapi juga masih golongannya, maksudnya tentang tanda-tanda jasat yang mengeluarkan kotorannya”

Tidak diketahui tentang penulis serat ini, tetapi diperkirakan milik Kasunanan Surakarta karena serat ini ditulis judul “Kagungan Dalem Serat Munasiat Jati”. Sebuah “Kagungan Dalem” bermakna sebagai “milik Sunan” karena dalem sering menunjuk kepada “susuhunan” atau raja Solo.

Isi Serat Munasiat Jati terdiri dari nasihat-nasihat dari tokoh-tokoh terkenal di Tanah Jawa, yaitu:

1. Susuhunan ing Atas Angin yang memberi wejangan kepada Ki Ageng Getas Pandawa.

2. Wasihat Susuhunan ing Majagung kepada Ki Ageng Giring.

(18)

3. Wasihat Sultan Hadiwijaya di Pajang kepada Ki Ageng Pamanahan.

4. Wasiyat Sunan Ampel kepada Sunan Bonang. 5. Wasiyat para Wali.

Konsep Sehat Menurut Kitab Munasiat Jati

Masalah makanan ialah sesuatu yang berhubungan dengan kesehatan. Menurut Serat Munasiat Jati ada beberapa makanan yang berdampak pada kesehatan (hlm. 9).

Tabel 1

Makanan yang Berpengaruh pada Kesehatan Menurut Serat Munasiat Jati

No Makanan Pengaruh

1 Makanan yang berduri Membuat mudah terkena senjata tajam

2 Makanan rebung dan ujung tanaman muda Mudah tertipu

3 Pepaya Menjadikan kulit empuk dan melumatkan daging 4 Daun kelor Menjadi lemah atau dilemahkan 5 Daging kerbau Menjadikan tubuh tidak kuat 6 Makanan yang berduri Membuat mudah terkena senjata tajam

Dalam hal pengaruh makanan terhadap kesehatan tampaknya tidak ada dasar, tetapi berdasarkan pengalaman sehari-hari atau berdasarkan kondisi barang yang dimakan. Hal tersebut dapat ditambahkan ke dalam tabel berikut.

Tabel 2

Penjelasan tentang Makanan yang Berpengaruh pada Kesehatan Menurut Serat Munasiat Jati

No Makanan Pengaruh Penjelasan 1 Makanan yang berduri Membuat mudah terkena senjata tajam Makanan berduri mudah melukai karena durinya

2 Makanan rebung dan ujung

tanaman muda Mudah tertipu

Tanaman muda itu masih empuk dan lemah

(19)

3 Pepaya Menjadikan kulit empuk dan melumatkan daging

Biasa digunakan untuk melumatkan daging

4 Daun kelor Menjadi lemah atau dilemahkan Biasa digunakan untuk melumpuhkan ajian

5 Daging kerbau Menjadikan tubuh tidak kuat Kerbau terkenalbinatang yang malas

6 Makanan yang berduri Membuat mudah terkena senjata tajam Makanan berdurimudah melukai karena durinya

Organ-organ tubuh ternyata memiliki kekuasaan yang dapat menjadikan manusia sehat lahir batin sebagai berikut (hlm. 43) sehingga menjadi manusia sehat lahir dan batin. Berikut kekuasaan organ tubuh untuk menjadi sehat dengan cara memelihara dengan baik organ tersebut.

Tabel 3

Organ Tubuh dan Fungsinya Menurut Serat Munasiat Jati No Organ Tubuh Fungsi

1 Jantung Menjadikan kreatif

2 Hati Menjadikan lancar pemikiran 3 Empedu Menjadikan seluruh tubuh sehat 4 Ginjal Melancarkan cita-cita

5 Usus Menjadikan orang jujur 6 Kebuk (belum tahu artinya) Melancarkan pikiran yang baik 7 Paru-paru Lancar dalam segala pekerjaan 8 Ampera (belum tahu artinya) Menjadikan iman yang teguh 9 Usus buntu Menjadikan bahagia

Dalam kehidupan selalu banyak godaan yang menjadikan tubuh menghadapi bencana. Untuk menghindarkan bencana. Kesukaan yang menjadikan tubuh hancur (bancananing ngagesang), yaitu kegemaran berikut.

(20)

Tabel 4

Kegiatan yang Mengakibatkan Tubuh Hancur Menurut Serat Munasiat Jati

No Kegiatan Akibat 1 Madad Anyeret (minum candu)

2 Madon Berzina (medok) menjadikan tindakan tidak baik 3 Main Suka mencuri

4 Minum Makan minum yang memabukan

Serat Munasiat Jati memberikan beberapa larangan dan anjuran serta akibat dari perbuatan-perbuatan mengkonsumsi jenis makanan tertentu. Berikut adalah akibat memakan makanan tertentu sebagai berikut:

1. Untuk menghilangkan linu tulang dilakukan dengan candhuk (bekam).

2. Makanan asam menjadi otot kendor

3. Makanan manis membuat tubuh tidak lancar 4. Makanan pedas menjadikan organ dalam mengecil 5. Makanan panas membuat organ terbongkar (rungkating

piranti).

6. Makanan yang nikmat menjadikan pandangan tidak jelas, pusing-pusing.

Dalam hidup, agar tetap sehat orang dianjurkan untuk tidak berlebih-lebihan seperti:

1. Tidak makan sehari mendekatkan mati

2. Begadang terus-menerus menjadikan dirasuki siluman. 3. Orang suka bertapa berperilaku seperti hewan

4. Orang yang menghindari makan (nyenyirik) nasi, daging, dan garam akan selalu sehat dan bebas dari segala penyakit (hlm. 169).

Menurut Serat Munasiat Jati, sebab datangnya penyakit adalah karena salah dalam bertindak (hlm. 193). Tindakan itu berdasarkan tuntutan dari empat nafsu seperti suka marah atau suka makan. Namun, ada juga penyakit yang ada

(21)

hubungannya dengan hari. Berikut penyebab penyakit yang dihubungkan dengan hari.

Tabel 5

Penyakit yang Berhubungan dengan Hari Menurut Serat Munasiat Jati

No Hari Datangnya Penyakit Yang Mempengaruhi 1 Ahad Penyakit datang dari air karena minum Karena pengaruh airketuban

2 Senin Penyakit karena makanan Yang menyebabkan ari-ari

3 Selasa Penyakit datang makanan akar-akaran (ketela, wortel, dan sebagainya)

Yang menyebabkan adalah kotoran jasad

4 Rabu Penyakit datang dari daun-daunan Yang menyebabkanadalah darah 5 Kamis Penyebab dari berbagai Penyebab pusat 6 Jum’at Penyebab sakit dari sepi dan malam Berasal dari tubuh 7 Sabtu Jagat raya Dari seluruh badan

Menurut Serat Munasiat Jati, sakit pada hakikatnya disebabkan oleh hawa nafsu. Dengan pikiran yang tidak terkendali, maka akan keluarlah kotoran dari berbagai lubang. Orang yang marah akan menghasilkan kotoran dari dalam tubuh. Berikut tentang beberapa hal dari kotoran yang menyebabkan penyakit.

Tabel 6

Organ Tubuh yang dapat Mengeluarkan Kotoran dan Menyebabkan Penyakit Menurut Serat Munasiat Jati No Organ Jenis Penyakit

1 Mata Menyebabkan keluarnya kotoran dari mata berupa air mata dan blobok sehingga tidak sehat

2 Telinga Mengeluarkan kotoran telinga baik yang padat maupun yang cair. Hal ini karena telinga digunakan mendengarkan hal-hal yang menimbulkan hawa nafsu

3 Hidung Mengeluarkan hal-hal dari otak sehingga dapatmenimbulkan penyakit pusing. Dianjurkan untuk tidak minum air mentah, mengurangi minum manis

(22)

4 Mulut Bila tidak dapat menahan hawa nafsu, maka akanmenimbulkan sakit dan mengeluarkan kotoran. Sakit yang diderita adalah sesak nafas

5 KelaminAlat

Bila tidak dapat menahan nafsu, maka akan terbongkar organ tubuhnya. Dapat timbul penyakit. Laki-laki agar terhindar dari penyakit kelamin agar tidak menduduki bantal kapuk, tidak minum minuman panas dari dan jeruk, daun belimbing wuluh, makan temu poh. Sementara penyakit akibat hubungan dengan wanita yang

tidak bersih ada 3 perkara: (10 ketularan, (2) hubungan kelamin yang tidak puas, (3) hubungan seks yang dipaksakan

Menurut Serat Munasiat Jati, pokok manusia mendapat sakit karena empat perkara. Hal ini berhubungan dengan pengobatan sesuai dengan penyebab sakit tersebut. Berikut sebab penyakit dan pengobatannya.

Tabel 7

Empat Perkara Pokok Manusia Mendapat Sakit Menurut Serat Munasiat Jati

No Sumber Sakit Pengobatan

1 sumbernya apiSakit panas Diobati dengan hal-hal yang panas sehingga panas ketemu pana

2 sumbernya airSakit dingin Sakit dingin diobati dengan sesuatu yang dingin, yaitu penyakit dari air, maka pengobatan juga dengan air

3 Sakit kaku, sumber penyakit tanah Sakit kaku-kau berupa kaku-kaku dan bisa diobati dengan hal-hal yang dari tanah

4 Sakit angin, masuk angin dan sebagainya. Sumber penyakit dari angin

Sakit akibat angin diobati dengan hal-hal yang berasaldari angin.

Zoo Theraphy Suku Jawa

Masyarakat Jawa memiliki tradisi pengobatan dengan binatang sejak ratusan tahun silam. Tradisi pengobatan tersebut bisanya bercampur dengan kepercayaan atau ritual. Dalam Primbon Betal Jemur Adamakna ditemukan pengobatan

(23)

dan ritual mistik dengan muka (sejenis) kera yang sekarang tidak dikenal lagi dan bulus. Khasiat ini ada kaitannya dengan cerita Ramayana yang di dalamnya ada cerita tentang pasukan monyet. Dalam Serat Centhini ditemukan khasiat burung pelatuk, yang di antaranya juga untuk pengobatan. Pada bagian lain ada juga khasiat tentang pelanduk atau kancil, yang di samping itu keperluan mistik juga dapat digunakan untuk keperluan pengobatan.

Binatang yang banyak digunakan untuk pengobatan tradisional dewasa ini ialah ayam. Yang sering digunakan adalah telur ayam. Dalam budaya Jawa, telur ayam biasa digunakan sebagai obat ialah telur ayam yang keluar pertama dari ayam yang sebelumnya belum pernah bertelur. Telur ini disebut telur tembean. Dari kata tembe yang artinya baru bertelur. Golongan unggas dipercaya dapat sebagai obat. Penyakit yang disembuhkan dengan telur ayam kampung ialah untuk meningkatkan stamina. Telur ayam kampung juga di percaya menyehatkan badan, baik untuk semua umur. Cara mengkonsumsi telur ayam ada 3 jenis:

1. Di makan mentah. Dalam tradisi Jawa, teluar ayam kampung biaya dimakan mentah. Untk memakan ini biasanya putih telur dibuang dahulu karena menurut kepercayaan Jawa putih telur dapat menyebabkan sakit mata (trakum). Hal ini berbeda dengan pandangan umum dewasa ini bahwa kuning telur tidak baik dimakan karena mengandung banyak kolesterol.

2. Di campur dengan jamu. Telur ayam kampung biasa digunakan sebagai tambahan jamu. Dewasa ini juga berkembang telur ayam kampung dicampur dengan susu, madu dan jahe sehingga menjadi minuman kesehatan STMJ (susu telur madu jahe).

3. Di makan sebagai lauk baik digoreng atau digodok yang di percaya baik untuk kesehatan anak-anak dan orang

(24)

dewasa. Pada umumnya, konsumsi daging masyarakat Jawa rendah, protein lebih banyak diperoleh dari telur. Ayam juga mempunyai khasiat lain untuk pengobatan. Otak dan jengger ayam dapat digunakan untuk menyerap racun ular dengan cara ditempelkan ketika masih segar. Air cucian daging ayam untuk memandikan orang terkena cacar air/cangkrang sehingga cepat keluar dan segera sembuh. Empedu ayam cemani apabila dioleskan di percaya bisa menguatkan zakar. Sementara itu jenis unggas lain, yaitu gagak dapat untuk menyembuhakan asma dengan cara daging burung gagak dibakar sampai hangus kemudian diminum seperti kopi. Hati burung gagak juga berkhasiat untuk meningkatkan gairah seks dengan cara dibakar sampai hangus lalu dibuat seperti kopi. Empedu burung gagak berguna untuk menghilangkan rabun dengan cara dioles di bagian mata bagian luar. Bila dioles bagian luar zakar, maka berkhasiat untuk meningkatkan ketegangan penis.

Jenis hewan yang akrab dengan manusia adalah kambing. Beberapa bagian dari kambing yang di percaya dapat menyembuhkan penyakit adalah kikil (daging bagian kaki). Kikil di percaya dapat meningkatkan kekuatan kaki, khususnya bagi orang tua yang merasa lemah. Kikil juga di percaya dapat meningkatkan kekuatan seksual dan menguatkan kaki. Daging kambing di percaya dapat meningkatkan gairah seksual. Bagian dari daging yang di percaya paling manjur untuk tujuan tersebut adalah lodok (sumsum tulang belakang) yang dimakan mentah.

Untuk menjaga kesehatan, empedu kambing juga sering dimanfaatkan sebagai bahan pengobatan dengan cara di makan mentah dan di ambil dalam keadaan utuh (kantong empedu tidak pecah). Dengan meminum empedu kambing di percaya dapat meningkatkan kesehatan dan tidak digigit nyamuk. Kotoran kambing juga di percaya dapat menurunkan panas tinggi pada penyakit anak-anak. Cara pengobatannya

(25)

ialah dengan mengambil tiga butir kotoran kambing (inthil/ srinthil) lalu diberi air panas dan ditempelkan di dahi anak yang menderita sakit panas.

Bagian dari tubuh gajah yang sering digunakan sebagai sarana penjagaan kesehatan adalah gading. Gading gajah sering digunakan sebagai pipa untuk merokok. Merokok dengan pipa gading gajah di percaya dapat menguatkan gigi. Alasan pemikiran ini ialah mengambil kekuatan gigi dari gajah, yang mana gading merupakan bagian dari gigi (taring).

Babi adalah binatang yang tidak lazim di konsumsi masyarakat Jawa. Babi dianggap dapat mengusir jin (makhluk halus), maka orang Jawa ada yang memanfaatkan minyak babi untuk pengobatan. Menurut kepercayaan, bila ada anak-anak yang kejang-kejang, mengigau, atau panas tinggi, hal itu merupakan tanda bahwa anak tersebut dihinggapi makhluk halus. Untuk menjaga agar makhluk halus tidak datang, maka minyak babi digunakan untuk mengolesi persendian secara melingkar. Cara ini di percaya dapat menghindarkan gangguan makhluk halus.

Unta bukanlah binatang yang habitatnya di Pulau Jawa. Namun, di kalangan masyarakat Jawa banyak juga yang percaya bahwa hati unta dapat digunakan untuk menyembuhkan penyakit asma. Caranya ialah dengan mengeringkan hati unta, setelah kering kemudian dicelupkan ke dalam air panas dan airnya di minum. Cara lain ialah dengan membuat hati menjadi arang seperti kopi, kemudian diminum seperti waktu minum kopi.

Orang Jawa tidak lazim makan daging anjing, bahkan dianggap tabu. Tetapi bila untuk obat, daging anjing dapat digunakan sehingga sering disebut daging jamu. Beberapa penyakit yang di percaya dapat disembuhkan dengan memakan daging anjing adalah lungkrah, kurang bergairah, dan penyakit kulit. Daging anjing di percaya dapat menimbulkan semangat kerja, pemberani, dan peningkatan daya tahan seksual.

(26)

Menurut informan, anak-anak 8 geng sebelum mengadakan aktivitas sering didahului dengan memakan daging anjing dan minuman keras. Untuk memanfaatkan anjing, biasanya anjing tidak perlu disembelih. Beberapa cara dilakukan untuk mematikan hewan ini sebelum diambil dagingnya. Yang pertama ialah dengan cara dijerat lehernya sampai mati kemudian dipukuli tubuhnya agar daging menjadi empuk. Cara lain dengan memasukkan kepala anjing ke dalam ember berair sampai tewas sedang cara yang ketiga dengan cara diberi potas (racun) sehingga binatang tersebut langsung mati.

Di Surakarta, peneliti tidak menemukan tradisi pengobatan dengan menggunakan daging kuda. Tradisi ini ditemukan di Yogyakarta, khususnya di wilayah Kotagedhe. Daging kuda di percaya mampu meningkatkan stamina tubuh. Bagian kuda yang biasanya digunakan untuk pengobatan ialah bagian penis kuda.

Bajing Gendhu atau bajing adalah binatang pengerat yang hidup di pepohonan. Binatang ini di percaya dapat menyembuhkan diabetis (kecing manis) dengan cara memakan dagingnya. Menurut kepercayaan Jawa, bagi pria yang mandul dan belum memperoleh keturunan, maka hal itu dapat diobati dengan cara menelan zakar bajing.

Penutup

Serat Munasiat Jati adalah adalah sebuah serat yang berisi ajaran tentang tasauf yang digali dari ajaran raja, sunan, dan guru-guru di Jawa. Naskah ini berisi kompilasi pengetahuan. Salah satu hal yang terdapat dalam Serat Munasiat Jati adalah masalah kesehatan dan petunjuk-petunjuk untuk memelihara kesehatan yang berhubungan dengan kebatinan. Tujuan dari kehidupan adalah untuk mencapai kehidupan yang sempurna.

(27)

Informasi yang disampaikan oleh Serat Munasiat Jati mungkin sudah tidak sesuai dengan ilmu kedokteran modern. Namun, informasi tersebut masih berguna untuk memberikan gambaran tentang perkembangan tradisi pengobatan dalam budaya Jawa.

Tradisi Jawa memiliki kekayaan berupa tradisi pengobatan dengan binatang. Binatang yang digunakan pada umumnya adalah binatang yang ada di sekitar orang Jawa. Namun, karena pengaruh dari luar, beberapa pengobatan digunakan binatang dari luar seperti unta. Tradisi pengobatan Jawa menggunakan konsep magi simpatetik, yaitu mentransfer kekuatan binatang ke manusia. Misalnya, kekuatan kambing, ayam, gajah kepada manusia.

Jenis hewan yang akrab dengan manusia adalah ayam dan kambing. Ayam terutama yang digunakan adalah telur. Beberapa bagian dari kambing yang di percaya dapat menyembuhkan penyakit adalah kikil (daging bagian kaki). Kikil di percaya dapat meningkatkan kekuatan kaki, khususnya bagi orang tua yang merasa lemah. Kikil juga di percaya dapat meningkatkan kekuatan seksual da menguatkan kaki. Daging kambing dipercaya dapat meningkatkan gairah seksual. Bagian dari daging yang di percaya paling manjur untuk tujuan tersebut adalah lodok (sumsum tulang belakang) yang di makan mentah.

Daftar Pustaka

Ahimsa-Putra, Heddy Shri dalam Atik Triratnawati, dkk. 2005. Prologue Dalam Masalah Kesehatan dalam Kajian Ilmu Sosial-Budaya. Yogyakarta: KEPEL Press 13-37.

Atmasupana II, Raden Ngabehi. Serat Primbon. Naskah Asli di Paheman Radyapustaka. Surakarta: Sebelas Maret University Press. Subalidinata, R.S., 1985. “Primbon Dalam Kehidupan Masyarakat Jawa”. dalam Soedarsono dkk. (Editor). Aksara dan Ramalan Nasib dalam Kebudayaan Jawa. Yogyakarta:

(28)

Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara (Javanologi), Departeman Pendidikan dan Kebudayaan. Tjakraningrat, Kanjeng Pangeran Harya. 1991. Kitab Primbon Betaljemur Adammakna (cetakan 51). Yogyakarta: Penerbit Soemadidjojo Mahadewa.

Harto Wicaksono. 2011. Ritus Pengobatan Dongke: Studi Etnomedisin pada Masyarakat Desa Tanggulangin Kabupaten Tuban. Semarang: Universitas Negera Semarang.

Harto Wicaksono. 2011. Ritus Pengobatan Dongke: Studi Etnomedisin pada Masyarakat Desa Tanggulangin Kabupaten Tuban. Semarang: Universitas Negera Semarang.

Julius dan Muswita. 2013. “Eksplorasi Pengetahuan Lokal tentang Tumbuhan Obat di Suku Batin, Jambi”. Biospecies, Volume 6 No 1, Januari 2013, hlm 28-37.

Julius dan Muswita. 2013. “Eksplorasi Pengetahuan Lokal tentang Tumbuhan Obat di Suku Batin, Jambi”. Biospecies, Volume 6 No 1, Januari 2013, hlm 28-37.

Kitab Primbon Betaljemur Adamakna.

Plotkin, M. J., 1988. Traditional Knowledge of Medicinal Plants. The Search for New Jungle Medicines. In Akerele, O; V. Heywood and H. Synge (Eds). The Conservation of Medicinal Plants, Proceedings of International Consultation, 21 – 27 March 1988. Chiang Mai, Thailand, Cambridge: Cambridge University Press: pp. 53 – 64.

Plotkin, M. J., 1988. Traditional Knowledge of Medicinal Plants. The Search for New Jungle Medicines. In Akerele, O; V. Heywood and H. Synge (Eds). The Conservation of Medicinal Plants, Proceedings of International Consultation, 21 – 27 March 1988. Chiang Mai, Thailand, Cambridge: Cambridge University Press: pp. 53 – 64.

Puspitawati, Sulian Ekomila, dan Noviy Hasanah. 2013. “Etnomedisin sebagai Solusi Alternatif pada Permasalahan Ekonomi dan Kesehatan Masyarakat di Desa Bagan Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang”. JUPIIS Volume 5 Nomor I Juni 2013.

(29)

Puspitawati, Sulian Ekomila, dan Noviy Hasanah. 2013. “Etnomedisin sebagai Solusi Alternatif pada Permasalahan Ekonomi dan Kesehatan Masyarakat di Desa Bagan Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang”. JUPIIS Volume 5 Nomor I Juni 2013.

Sajem, Albert L dan Gosai, Kuldip. 2006. “Traditional use of medicinal plants by the Jaintia tribes in North Cachar Hills District of Assam, Northeast India” dalam Journal of Ethnobiology and Ethnomedicine. Edisi 2. Nomor 33. 2006, 2: 33.

Sajem, Albert L dan Gosai, Kuldip. 2006. “Traditional use of medicinal plants by the Jaintia tribes in North Cachar Hills district of Assam, northeast India” dalam Journal of Ethnobiology and Ethnomedicine. Edisi 2. Nomor 33. 2006, 2: 33.

Serat Munasiat Jati. Koleksi Museum Reksapustaka Mangkunegaran.

Tjakraningrat, Kanjeng Pangeran Harya. 1983. Kitab Primbon Bektijamal-Adammakna Ayah-Betaljemur (cetakan 2). Yogyakarta: Penerbit Soemadidjojo Maha Dewa.

Tjakraningrat, Kanjeng Pangeran Harya. 1983. Kitab Primbon Bektijamal-Adammakna Ayah-Betaljemur (cetakan 2). Yogyakarta: Penerbit Soemadidjojo Maha Dewa.

Tjakraningrat, Kanjeng Pangeran Harya. 1994. Kitab Primbon Atassadhur Adammakna (cetakan 5). Yogyakarta: Penerbit Soemadidjojo Maha Dewa.

Tjakraningrat, Kanjeng Pangeran Harya. 1991. Kitab Primbon Betaljemur Adammakna (cetakan 5). Yogyakarta: Penerbit Soemadidjojo Mahadewa.

Tjakraningrat, Kanjeng Pangeran Harya. 1994. Kitab Primbon Atassadhur Adammakna (cetakan 5). Yogyakarta: Penerbit Soemadidjojo Maha Dewa.

Tjakraningrat, Kanjeng Pangeran Harya. 1994. Kitab Primbon Lukmanakim Adammakna (cetakan 6). Yogyakarta: Penerbit Soemadidjojo Maha Dewa.

Trunarimong, Ki dan Sang Indrajati. t.t. Kitab Mantra Serat Primbon Atmasupana. Koleksi Museum Radyapustaka.

(30)

Virapongse, Miss Arika. 2006. Ethnomedicine adn Materia Medica Used by Kui Traditional Healer in Northeast Thailand. Khon Kaen: Khon Kaen University. Amengkunagara III, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom (Ingkang Sinuhun Paku Buwana V ing Surakarta. 1992. Serat Centhini: Suluk Tambangraras. Jilid I. Dilatinkan oleh Kamajaya. Yogyakarta: Yayasan Centhini.

Virapongse, Miss Arika. 2006. Ethnomedicine and Materia Medica Used by Kui Traditional Healer in Northeast Thailand. Khon Kaen: Khon Kaen University.

(31)

Naskah-Naskah Pengobatan di Lombok:

Aspek Historis dan Sosiologis

Lalu Muhammad Ariadi

Institut Agama Islam Hamzanwadi Nahdhatul Waton Pancor, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat

(laluariadi@gmail.com)

Pendahuluan

Di Indonesia, naskah-naskah kuno berperan secara signifikan terhadap pertumbuhan dan perkembangan berbagai tradisi di antara suku-suku di berbagai daerah. Di Aceh, keberadaan naskah-naskah beraksara Arab-Melayu memperkuat akulturasi kearifan lokal dengan kebudayaan Islam pada masyarakat Aceh berabad-abad sejak abad ke-9 M. Di Jawa, naskah-naskah beraksara Jawa Kuno mewarnai ragam transisi kearifan lokal masyarakat Hindu yang menjadi Muslim pada abad ke 12 M. Dan di Lombok, kedua bentuk naskah tersebut merangkai kearifan lokal baru yang terbentuk di antara orang-orang Sasak di Lombok setelah pudarnya pengaruh berbagai kerajaan besar di Sumatera dan di Jawa berabad-abad lalu. Kearifan lokal ini tidak lain adalah tradisi membaca naskah Jawi dan Kawi pada orang-orang Sasak di Lombok.

(32)

Pada rentang era tersebut, tercatat beragam aktifitas penyalinan naskah yang dilakukan di Inonesia. Misalnya, penganut Buddha yang berlayar dari Tiongkok ke pusat Ilmu Buddha di Nusantara untuk belajar bahasa Sanksekerta dan melakukan penyalinan berbagai naskah dan teks Sanksekerta, baik itu yang terkait dengan ranah sosial, maupun mengenai ajaran-ajaran keagamaan pada abad ke-7 M (Collins, 2009: 23). Begitupun pada abad ke-13 Masehi, ketika Islam mulai menyebar ke berbagai wilayah di Nusantara, yang tidak lepas dari penulisan teks dan penyebaran naskah-naskah, baik itu naskah keagamaan, naskah sejarah, maupun naskah pengobatan (Azra, 1999). Melalui naskah-naskah ini, teori-teori medis dan pengobatan dalam Islam yang berkembang sejak masa al-Razi pada abad ke-9 tersebar dan digunakan di Nusantara.1

Apabila menilik lebih jauh, jalinan teks-teks dalam naskah-naskah kuno terakulturasi dengan konteks-konteks kebahasaan, kebudayaan lokal, dan pola anutan keagamaan yang menyebar di sepanjang jalur kepulauan yang terbentang dari ujung Filipina hingga kepulauan Polinesia. Akulturasi ini mengambil bentuk yang beragam satu sama lain. Di Sumatera, akulturasi ini menjelma menjadi pembahasaan Melayu dalam alur Naskah-Naskah Jawi dengan tradisi berpantunnya yang kuat dan menjadi dasar dari peradaban Islam di Sumatera. Di Jawa, akulturasi ini memetamorfosa diri dalam pola penulisan teks Kawi dengan tradisi ke-Jawa-an dan keberislaman yang kaya akan pembacaan simbol dalam Epik dan Babad. Di Banjar, akulturasi ini melahirkan bentuk keberislaman yang kayak dengan spritualitas dalam ajaran-ajaran tentang alam

1 Al-Razi (841-926 M) adalah lulusan sekolah kedokteran Jindi Shapur yang

didirikan pada masa Khalifah al-Mansur dari Dinasti Abbasiyah. Dalam karyanya, “Liber al-Mansofis”, al-Razi membahas tentang kesehatan publik dan pengobatan preventif. Lihat M. Sanusi M., Terapi Kesehatan

Warisan Kedokteran Islam Klasik (Yogyakarta: Najah, 2012). Lihat pula

Philip K. Hitti, History of the Arab (Jakarta: PT. Serambi Alam Semesta, 2008).

(33)

dan sufi. Dan di Pulau-Pulau kecil di luar Sumatera dan Jawa, akulturasi ini melahirkan tradisi menulis Jawi dan Kawi dengan kesusastraan dan kebudayaan mengobati yang kaya. Salah satu dari pulau ini adalah Pulau Lombok.

Pulau Lombok dan Akulturasi Naskah Jawi dan

Kawi

Sebagai sebuah daerah yang menjadi perlintasan para pedagang dan pendatang dari berbagai wilayah sejak abad ke-13 seperti Palembang, Makassar, Banjar dan tentunya Jawa, Lombok merupakan sebuah pulau yang secara dinamis menyerap berbagai unsur kebudayaan dan keagamaan yang dibawa oleh para pendatang dan pedagang. Pulau ini menjadi daerah penyalinan teks-teks Kawi dan Jawi yang kuat pada abad-abad pertengahan, yaitu pada abad ke-15 hingga ke-17. Pulau yang dijadikan jalur migrasi sejak era pelayaran orang-orang Austronesia hingga pelayaran orang-orang-orang-orang Bugis dan Makassar ini memiliki tradisi mengobati dengan berbagai jenis tumbuhan dan ritual menanam beserta menjaga tanaman-tanaman obat di hutan. Oleh suku yang menempati Pulau Lombok yang dikenal dengan Suku Sasak, tradisi dan ritual tersebut dijaga dalam teks pernaskahan yang dinamakan dengan Usada Rara.

Setelah menjadi dominannya Islam di Lombok antara abad ke-15 hingga ke-18, tradisi pernaskahan di Lombok mengalami perubahan. Perubahan ini ditandai dengan penyebaran ajaran-ajaran Tarekat dan naskah-naskah berbahasa Arab-Melayu atau Jawi. Secara umum, masuk dan berkembangnya Islam di Lombok dilakukan oleh dua kelompok Islam yaitu kelompok Islam esoteris sebelum adanya modernisasi transportasi ibadah haji dan Islam eksoteris setelah adanya modernisasi transportasi haji. Pada saat masuk dan berkembangnya Islam ke Lombok pada abad ke-15 dan ke-16, Islam disebarkan melalui

(34)

tangan para mubalig dari kalangan Islam esoteris atau Islam Sufi (Kebudayaan, 1977/1978: 41-42). Pada masa ini, mubalig yang menyebarkan Islam di Lombok adalah para pedagang Muslim dari luar Lombok yang datang berdagang melalui pelabuhan Lombok, seperti pedagang dari Jawa, Palembang, Banten, Gresik, dan Sulawesi.2 Para pedagang Muslim ini adalah para pengikut ajaran Sufi yang pada abad ke-13 hingga ke-16 merupakan ajaran Islam yang dominan di Indonesia. Karena tujuan mereka datang ke Lombok tidak hanya untuk berdagang, melainkan misi menyebarkan Islam, maka banyak di antara mereka yang menetap, mendirikan perkampungan, dan menikah dengan warga lokal. Di antara perkampungan yang mereka dirikan adalah perkampungan Muslim di Labuan Lombok atau Kayangan,3 dan perkampungan Muslim di Labuan Carik.4 Dari kampung kampung ini, berbagai naskah-naskah sosial dan keagamaan menyebar ke berbagai desa di Lombok. Dari Labuan Lombok, naskah-naskah berbahasa Arab-Melayu tersebar di pedesaan di Timur Lombok. Di antara naskah-naskah tersebut adalah Kitab Tharīqat, Naskah Ma’rifat al-Jabbār, dan Sair as-Salikin. Dan dari Labuan Carik, naskah-naskah berbahasa Kawi tersebar luar dari Utara Lombok hingga

2 Melalui saluran perdagangan tersebutlah Islam mulai dikenal oleh

masyarakat Lombok, para pedagang tidak hanya membawa barang dagangannya, tapi membawa Kitab Suci Al-Qur’an dan kitab-kitab kesusastraan yang bernuansa Islam, seperti, Roman Yusuf, Tuhfah

al-Mursalah dan Serat Menak. Jadi sejak abad ke-13 dan ke-14 masyarakat

Sasak sudah bersentuhan dengan Islam, namun belum begitu besar pengaruhnya, masih terbatas pada aspek perdagangan. Lihat Sudirman,

Gumi Sasak dalam Sejarah (Pringgabaya: KSU Prima Guna, 2007), 11.

3 Perkampungan Muslim di Labuan Lombok adalah perkampungan Muslim

yang terletak di Lombok Timur dan perkampungan Muslim yang menjadi tempat tinggal para pedagang dan mubalig dari Palembang, Banten, dan Gresik. Kombinasi pengajaran sufistik dan fikih yang mereka bawa melahirkan praktek keislaman dalam bingkai tarekat yang memadukan ajaran lahiriah dan batiniah.

4 Perkampungan Muslim di Labuan Carik adalah perkampungan Muslim

yang terletak di Lombok Utara dan merupakan perkampungan Muslim yang dominan ditinggali oleh pedagang dan pendatang Muslim dari Jawa. Lihat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Sejarah Daerah

Nusa Tenggara Barat, 43.

(35)

sisi Selatan Lombok, di antaranya adalah Naskah Wariga, Ana Kidung, dan Naskah Pengobatan Usada Rara.5

Terkait dengan penyebaran Islam di Lombok, tahap pertama yang mereka lakukan adalah memperkenalkan ajaran-ajaran Islam kepada masyarakat Lombok. Media yang digunakan adalah kontak perdagangan sarung yang sedang berkembang di Pesisir Timur Pulau Lombok saat itu (Ariadi, 2020). Melalui kontak perdagangan ini pula, mereka memperkenalkan ajaran-ajaran sufi dan fikih pada masyarakat Lombok, baik secara lisan maupun dengan meninggalkan kitab-kitab kesusasteraan yang bernafaskan Islam, seperti Roman Yusuf dan Serat Menak. Tidak lupa kitab-kitab fikih-sufi seperti Bayān al-Tashdīq, Insān Kāmil, dan Ma’rifat al-Jabbār, serta Tarekat Imām Abū Hasan yang membahas tarekat dan shalat serta ajaran-ajaran sufi yang berpusat simbolisasi haji dan Ka’bah dalam naskah Sabuk pada beberapa desa di wilayah Timur Lombok (Pariwisata, 2004).6 Begitupun dengan naskah-naskah Kawi yang memiliki subtansi ajaran-ajaran Tarekat, seperti Naskah Serat Rengganis dan Ana Kidung yang bercerita tentang kisah pencarian jati diri Adam dan Hawa.

Setelah intensitas hubungan berbagai kerajaan Lombok yang telah memeluk Islam dengan kerajaan-kerajaan lain di Indonesia mengalami peningkatan pada abad 16 hingga abad 18, baik dalam bentuk hubungan perdagangan maupun dalam bentuk pertukaran guru dan murid di bidang pengajaran Islam, Islam di Lombok semakin berkembang (Kebudayaan, 1977/1978: 53), di antaranya adalah masyarakat Sembalun.7 Dengan adanya pengutusan orang-orang yang

5 Antara Naskah Wariga dan Naskah Usada Rara, pada dasarnya memiliki

kaitan, karena kedua-kedua terkadang membahas Primbon dan tehnik pengobatan.

6 Keterikatan pemahaman keagamaan masyarakat Islam Sasak dengan

Mekah sudah ada jauh sebelum adanya modernisasi transportasi haji. Lihat Sven Cederroth, The Spell of The Ancestors and The Power of

Mekah: A Sasak Community on Lombok (Sweden: ACTA Universitatis

Gothoburgensis, 1981), 69-70.

(36)

ingin mempelajari Islam di pusat-pusat pembelajaran Islam di Indonesia, serta permintaan untuk didatangkan para guru dalam bidang pengajaran keislaman, perkembangan Islam pada masyarakat Lombok di wilayah Timur dan bahkan pada wilayah lain di Lombok terus meningkat, seiring pemahaman Islam masyarakat Lombok yang semakin mendalam. Melalui pengutusan orang-orang Sasak untuk belajar agama di daerah lain seperti Palembang, Tarekat Sammaniyah dengan ajaran Wahdah al-Wujud-nya, tari Saman, dan benda kebudayaan yang disebut dengan Banda Aceh kian menyebar di Lombok.8

Kedua, para penyebar Islam dari Pulau Jawa. Masuknya Islam ke Lombok melalui jalur Pulau Jawa adalah sebagai bagian dari program Islamisasi yang dilakukan Wali Songo dan Kerajaan Islam Demak (1500-1550 M).9 Wali Songo menyebarkan Islam ke Lombok dengan mengutus Sunan Giri dan Sunan Pengging. Mengenai hal ini, Geoffrey mengatakan bahwa Islam diperkenalkan ke Lombok pada awal abad ke-16 (Marrison, 1999: 4). Setelah pengaruh Kerajaan Majapahit terus menurun dan berakhir pada keruntuhannya, salah seorang sunan dari Wali Songo yang menjadi penguasa Islam Jawa, Sunan Ratu Giri mengirimkan murid-muridnya ke berbagai

terdapat cerita tentang tiga orang yang diutus keluar untuk mempelajari Islam di Palembang, Jawa dan mempelajari kebudayaan Bali. Setelah ketiganya selesai untuk belajar, mereka kembali ke Sembalun, namun hanya dua utusan saja yang kembali, yaitu utusan ke Jawa dengan membawa Serat Centini dan Manunggal Kawula Gusti, utusan ke Bali dengan peralatan perang orang Bali dan pengetahuan kebudayaan Bali. Sedangkan utusan yang ke Sumatera, meninggal di tengah perjalanan, dan hanya Kitab al-Tuhfah yang dipelajarinya yang sampai ke Sembalun. Karena tidak ada yang bisa mengajarkan isi Kitab al-Tuhfah, praktek keagamaan orang Sembalun dalam melaksanakan ajaran Islam cenderung kepada Islam kebatinan orang Jawa yang diakulturasikan dengan kebudayaan orang Bali. Inilah yang di kemudian hari di kenal dengan Wetu Telu. Wawancara dengan Haji Mustiadi, 9 April 2009.

8 Pada saat ini, baik tarekat Sammaniyah, tari Saman, maupun Banda Aceh,

tidak terdengar lagi keberadaannya di Lombok.

9 Proses Islamisasi yang terjadi di Lombok terkait dengan ekspedisi militer

Sultan Trenggana dari Demak yang memimpin Demak dari tahun 1521 sampat tahun 1520. Lihat Geoffrey E. Marrison, Sasak and Javanes

Literature of Lombok (Leiden: KITLV Press, 1999).

(37)

daerah di wilayah Nusantara. Oleh Sunan Ratu Giri, murid yang diutus ke wilayah Lombok dan Sumbawa adalah Sunan Prapen.10

Oleh para penyebar Islam dari Jawa, ajaran-ajaran Islam yang disebarkan tidak melepaskan diri dari ajaran-ajaran agama sebelumnya, seperti ajaran-ajaran Buddha yang menekankan aspek keseimbangan antara alam dan manusia dalam ajaran-ajarannya. Salah satu penanda dari akulturasi ini adalah tradisi pengobatan orang-orang Sasak di Lombok yang bersumber dari Naskah-Naskah Pengobatan, seperti Naskah Usada Rara.11 Naskah yang dikenal di Lombok sebagai rujukan dalam melakukan pengobatan secara tradisional mempengaruhi cara pandang orang-orang Sasak tentang pelestarian lingkungan, khususnya Hutan. Bagi mereka, hal ini menjadi sebuah prinsip yang penting, sebab sebagian besar Tanaman Obat hanya bisa tumbuh subur di beberapa bagian dari wilayah Hutan.

Pada masa Tuan Guru pada abad ke 18 pertengahan, yaitu era Tuan Guru Haji Umar Buntimbe dan Tuan Guru Haji Abdul Ghafur, pengajaran Islam, khususnya fikih, melalui teks-teks naskah pengobatan semakin marak digunakan. Ini terlihat dari Naskah Selawat dan Naskah Tuhfah al-Mursalah yang tidak sekedar berbicara mengenai tata cara ibadah, aturan-aturan normatif dalam Islam. Namun, juga menjelaskan tentang aspek pengobatan dalam Islam. Oleh Tuan Guru Haji Abdul Ghafur, pengajaran ini diselingi dalam ritual Ngurisan dan Behikayat.12 Begitupun dengan Tuan Guru

10 Selain dikenal dengan nama Sunan Prapen, Sunan Prapen juga dikenal

dengan nama Sunan Semeru. Pada saat dia singgah di Bali, dia dikenal dengan nama Pedande Wau Rauh, dan sekembalinya ke Jawa, dia diberi gelar Haji Duta. Lihat M. Muhaimin Ali, Praktek Keberagamaan

Masyarakat Islam Waktu Telu di Lombok Nusa Tenggara Barat (Jakarta:

Universitas Muhammadiyah Jakarta, 1999), 47.

11 Dari ratusan naskah yang dimiliki Museum NTB, hanya 5 Naskah Usada

Rara yang bisa dikumpulkan oleh pihak Museum.

12 Ritual Ngurisan yang disebarkan oleh Tuan Guru Haji Abdul Ghafur

(38)

Haji Umar Buntimbe yang memanfaatkan media Lontar untuk menuliskan dan mengajarkan ajaran-ajaran fikih dalam Islam, seperti ajaran tentang makanan dan dedaunan yang halal dan haram dalam Islam.13 Itu sebabnya, bisa dikatakan, pengajaran naskah-naskah pengobatan tidak lepas dari ritual-ritual dan tradisi-tradisi keislaman, dan juga dengan ajaran-ajaran fikih itu sendiri.

Naskah Pengobatan di Lombok: Nilai-Nilai

Keagamaan dan Nilai Lingkungan

Berbicara tentang naskah-naskah pengobatan di Lombok adalah berbicara tentang rangkaian akulturasi berbagai kebudayaan. Sejak awal masehi, pulau yang dikenal sebagai salah satu lokus pertemuan Proto Malayo (Melayu Tua) dengan Deutro Malayo (Melayu Muda) menjadi salah satu daerah persinggahan kelompok-kelompok kebudayaan. Dalam catatan di Babad Pajajaran, dikisahkan tentang kembalinya Prabu Siliwangi dari Timur ke Barat dengan salah satu wilayah yang disinggahi adalah Lombok. Begitupun dengan kisah dalam Babad Lombok tentang kedatangan berbagai suku bangsa di Lombok berabad-abad sebelum penyebaran Islam dilakukan oleh murid dari Sunan Giri. Setelah menguatnya ajaran Hindu dan Islam di Lombok pasca kejatuhan Kerajaan Majapahit pada abad ke-13 M, tradisi menulis dan membaca Behikayat yang mirip dengan tradisi membaca ajaran Islam di Melayu.

Ritual Ngurisan sendiri adalah ritual mencukur rambut anak, dan

Behikayat adalah tradisi mengajarkan ajaran Islam dengan membaca

naskah berbahasa Arab-Melayu. Mengenai Ritual Ngurisan dan Behikayat, lihat Lalu Muhammad Ariadi, Haji Sasak; Sebuah Potret Dialektika Haji

dan Kebudayaan Lokal, 131, 165.

13 Konteks pengajaran yang digunakan Tuan Guru Haji Umar Butimbe

tidak lepas dari konteks mendatangkan kemaslahatan dan menjauhkan kemudharatan. Contohnya, baik dalam Naskah Selawatan, maupun

Naskah Usada Rara, tidak ada kebolehan menggunakan kotoran sebagai

bahasan obat-obatan. Mengenai konteks historis Tuan Guru Haji Umar Buntimbe, lihat Jamaluddin, “Sejarah Sosial Islam di Lombok Tahun 1740-1935”, dalam Disertasi, (Jakarta: 2010).

(39)

naskah berkembang di pedesaan orang-orang Sasak. Salah satu di antara bentuk pernaskahan ini adalah tidak lain naskah-naskah pengobatan.

Apabila menilik kembali ke ranah sosio-historis, naskah-naskah pengobatan kemungkinan berkembang di Indonesia bersama dengan menguatnya tradisi pernaskahan sejak abad ke-7 M. Di antara naskah-naskah ini misalnya adalah Naskah Nanhai Chikuei Neifa Chuan dan Naskah Tantang Hsi Yu Chiufa Kao Seng Chuan. Kedua naskah Buddha yang ditulis oleh seorang pendeta asal Tiongkok yang bernama I-Tsing di Pusat Pembelajaran Sriwijaya di Jambi antara Tahun 689-692 Masehi banyak mempengaruhi perjalanan kebudayaan di berbagai daerah di Indonesia berabad-abad setelahnya. Bahkan hingga masa transisi ajaran-ajaran Hindu ke ajaran-ajaran Islam di Indonesia pada abad ke 10-13 Masehi (Collins, 1989). Era ini dikenal sebagai waktu akulturasi kultur pernaskahan di Indonesia. Pada masa ini juga, beberapa pulau di Indonesia mengkonstruk aksara Kawi menjadi akar pengembangan pola kebudayaan dan keagamaan, juga nilai-nilai dasar tradisi masyarakat, seperti masyarakat Melayu Jambi, Tengger, Solo, Yogya, Bali, Lombok, Bugis, bahkan Papua. Ini tampak dari banyaknya naskah-naskah kuno yang ditulis sejak era ini hingga awal penyebaran Islam secara massif di Indonesia pada rentan waktu abad ke-13 Masehi hingga abad ke-16 Masehi. Lombok kemudian mendapatkan pengaruh pernaskahan Arab-Melayu pada masa ini.

Dari beragam naskah-naskah Kawi dan Jawi di Lombok, naskah yang dijadikan sebagai bagian dari tradisi pengobatan adalah Naskah Usada, Naskah Azimat dan Naskah Ana Kidung. Ketiga jenis naskah ini biasanya hanya dapat ditemukan di masyarakat dan sangat sedikit jumlahnya di Museum Nusa Tenggara Barat. Beberapa jenis naskah yang umumnya ada di Museum Nusa Tenggara bisa dilihat pada tabel di bawah ini:

(40)

Tabel 1

Jenis Naskah di Museum Nusa Tenggara

No Nama Jumlah Tema Kategori 1 Abu Bakar 2 Kisah Hidup Nabi dan Sahabat KeagamaanSosial dan 2 Adi Parwa 1 Teologi Filsafat 3 Agama Islam 20 Ajaran-AjaranIslam Agama

4 Ajar Wali 2 Kisah Menak dan Wali KeagamanSosial dan 5 Akherat 1 Pengajaran Islam Agama 6 Akhlak 1 Nasehat Adat dan Agama Agama

7 Ala AyuningDewasa 1 Kisah Kenabian KeagamanSosial dan 8 Alam Kudus 1 Teologi Filsafat 9 Amir Hamsyah 90 Kisah Menak KeagamanSosial dan

10 Amir Hamsyahing Ngutus Mara ing

Nagareng Yunan 1 Kisah Menak

Sosial dan Keagaman

11 Ana Kidung 7 Kisah Adam KeagamanSosial dan

12 Andanigar 2 Kisah Menak KeagamanSosial dan 13 Jatiswara 46 Teologi Filsafat 14 Kabar Melayu 3 Kisah Melayu KeagamanSosial dan

15 KitabPerukunan 1 Kitab Rukun Islam Agama 16 Manusia Jati 1 Teologi Filsafat 17 SeratRengganis 1 Teologi Filsafat

18 Usada Rara 5 Pengobatan KeagamanSosial dan

Sumber: Data Naskah Museum NTB (2002)

Dari data yang terdapat di Museum dan di masyarakat, naskah yang secara umum menjadi rujukan dalam mengobati berbagai penyakit adalah Naskah Usada Rara. Naskah ini merupakan bagian paling esensial dari tradisi

(41)

orang-orang Sasak di Lombok dalam bidang pengobatan. Selain mengajarkan tentang jenis daun, akar, batang dan buah dari pohon yang dijadikan sebagai obat, naskah ini secara umum juga mendeskripsikan secara singkat mengenai teknik pengobatan yang sesuai dengan ajaran-ajaran Islam, yang di antaranya adalah mengenai tata cara ibadah dan penjelasan tanaman dan tumbuhan yang baik menurut Islam. Dasar ini yang membuat penggunaan doa-doa dalam Islam mengiringi praktek pengobatan oleh para Belian atau Ahli Pengobatan Sasak. Oleh mereka, mantra dan doa dalam Islam sering digabungkan. Ini bisa dilihat pada contoh berikut ini:

Bismillah hamba miwiti, banibut mawaning Allah kang murah hing dunie riko,hing kang asihhing akhirat. Kang pinuji tan pegat, tan ana ratu lian agung, setuhune amung Allah.

(Bismillah hamba mulai dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah dan Pengasih di dunia dan akhirat). Ucapan ini sering digunakan sebelum merapalkan mantra lain. Sedang dua kalimah syahadahnya berbunyi:

“Weruh ingsun norana pangeran iyaning Allah, lan weruh ingsun Nabi Muhammad utusan Allahatau Asyhadu ingsun sining weruh ansyaksini angestoken norana Pangeran sebenere hangging Allah”

Hasil inventarisasi yang dilakukan pihak Museum Nusa Tenggara Barat dan masyarakat sendiri yang bersumber dari naskah ini menghasilkan catatan 266 jenis Tanaman Obat di Lombok (Pariwista, 2006: 8). Tanaman-tanaman ini bervariasi dan menyebar dari Selatan Lombok hingga Utara Lombok, dan dari Hutan Bambu di Barat Lombok hingga Hutan Bakau di Timur Lombok. Di museum dan masyarakat, terdapat lima buah Naskah Usada yang ditemukan di antara masyarakat, yaitu:14

14 Lalu Muhammad Ariadi, Naskah Pengobatan dan Pertumbuhan Islam di

(42)

1. Naskah Usada 1

Naskah ini ditulis dengan cara digores di atas Daun Lontar menggunakan Pisau Pangot. Sistem penulisannya adalah “Rekto Verso” atau bolak balik. Naskah ini berisi tentang pengobatan tradisional atas macam-macam penyakit, berbagai jenis bahan obat-obatan, cara pembuatan serta doa-doanya. Jumlah halaman naskah ini adalah 5 lempir (10 halaman) dengan huruf Jejawan dan bahasa campuran Sasak dan Bali.

2. Naskah Usada 2

Naskah ini ditulis dengan cara digores di atas Daun Lontar menggunakan Pisau Pangot. Sistem penulisannya adalah “Rekto Verso” atau bolak balik. Lempir-lempir dalam naskah ini dijepit dengan Kayu sebesar ukuran naskah. Naskah ini berisi ramuan obat-obatan tradisional dan kegunaannya, perhitungan baik buruk hari dan situasi berdasarkan perhitungan Bulan (Wariga), cerita tentang berbagai jenas Ayam yang baik dan tidak (Primbon Pengayam-Ayam). Jumlah halaman naskah ini adalah 50 lempir (100 halaman) dengan huruf Jejawan dan Bahasa Bali.

3. Naskah Usada 3

Naskah ini ditulis dengan cara digores di atas Daun Lontar menggunakan Pisau Pangot. Sistem penulisannya adalah “Rekto Verso” atau bolak balik. Seperti pada naskah Usada 2, lempir-lempir dalam naskah ini dijepit dengan Kayu sebesar ukuran naskah. Naskah ini tertulis dalam bentuk Gancaran dan berisi baik buruk 42 hari berdasarkan tanggal dan kelahiran Nabi. Naskah ini memiliki 18 lempir (36 halaman) dengan huruf Jejawan dan bahasa campuran Sasak dan Bali.

yang ditemukan oleh pihak Museum Negeri NTB, terdapat 2 naskah yang dimiliki oleh Kelompok Kebudayaan di Lombok. Salah satu dari Kelompok Kebudayaan tersebut terdapat di Mataram.

(43)

4. Naskah Usada 4

Naskah ini ditulis dengan cara digores di atas Daun Lontar menggunakan Pisau Pangot. Sistem penulisannya adalah “Rekto Verso” atau bolak balik. Naskah-naskah ini berisi obat-obatan tradisional dengan pembagian jenis penyakit yang diobati dua jenis, yaitu Penyakit Wajar dan Penyakit yang disebabkan makhluk halus. Selain itu, naskah ini berisi doa-doa dalam pengobatan. Jumlah halaman naskah ini 54 lempir (108 halaman) dengan huruf Jejawan dan Bahasa Sasak.15

5. Naskah Usada 5

Naskah ini ditulis dengan cara digores di atas Daun Lontar menggunakan Pisau Pangot. Sistem penulisannya adalah “Rekto Verso” atau bolak balik. Naskah ini berisi bahan obat-obatan dan cara pengobatannya, syarat-syarat pengobatan, berbagai pantangan dan doa-doa dalam pengobatan. Naskah ini memiliki 56 lempir (112 halaman) dengan huruf Jejawan dan Bahasa Sasak.

Di antara orang-orang Sasak di Lombok, kelima jenis naskah Usada ini menjadi acuan bagi pelaksanaan tiga tradisi, yaitu Tradisi Mengobati dan Tradisi Menjaga Hutan. Baik itu Tradisi Mengobati dan Tradisi Menjaga Hutan yang sudah sejak era agama Buddha di Lombok membentuk pola pembentukan struktur dan suprastruktur sosial orang-orang Sasak dan sekaligus memberi dasar corak Islam di Lombok, yaitu Islam yang dekat dengan alam dan lingkungan. Dalam tingkat struktur sosial, Bangsawan atau Menak dan Pengatur Air atau Pengayah memegang peranan terpenting dalam

15 Yang dimaksud dengan bahasa campuran Sasak dan Bali dalam naskah

ini menunjuk kepada penggunaan Bahasa Halus Sasak di dalam naskah. Meski terdapat sedikit kemiripan dengan Bahasa Bali, namun sebagian besar bahasa yang digunakan memiliki kemiripan dengan bahasa yang lain, seperti kata Tulak yang serupa dengan bahasa Buddha Tua di Jambi. Mengenai hasil penelitian tentang Bahasa Buddha Tua di Jambi, lihat Disbudpar Prov. Jambi, Proceeding The First International Conference

(44)

pola tanam SAW.ah dan pola tanam Hutan. Sedangkan dalam tingkat suprastruktur, Ahli Pengobatan atau Belian dan Agamawan, seperti Kiyai, dan Tuan Guru berperan atas aturan dan tata cara pengobatan menggunakan tanaman-tanaman obat di antara masyarakat Pedesaan. Oleh Tuan Guru dan Kiyai, aturan dan tata cara tersebut berdasarkan pemahaman terhadap fikih dalam ajaran-ajaran Fikih Imam Syafi’i.16 Keempat figur ini, secara simultan bekerjasama menjaga dan mengembalikan fungsi Hutan di Lombok yang saat ini sudah mulai sangat menurun.

Selain Naskah Usada Rara, naskah yang menjadi sumber acuan pengobatan orang-orang Sasak di Lombok adalah Ana Kidung. Naskah yang menceritakan tentang kisah Nabi Adam dan Siti Hawa ini mengajarkan tentang spiritualitas. Pada sisi lain, pengajaran tentang mantra pengobatan membuat sebagian isi naskah ini seperti sama dengan Ana Kidung Rumeksa ing Wengi yang ada di masyarakat Jawa. Hal ini bisa dilihat pada beberapa bait berikut ini:

/1a/ Ana kidung, angrasa dina wngi, tan gu / rahayu, aduh ing alara, / luput ing balahi kabéh, ji / m sétan datan purun, pana /1b/ luhan datan awani, aduh i / ng panggawé ala, gni wong alu / put, gni atemahan tirta, / maling anah, tan ana wani ri ka /2a/ mi, guna dudu pan sirna. 2. Sakeh / i lara pan samya ambali, / SAW.oh i kemat, si puru / n olas, kawelas asih padu /2b/ luné, sakéh i braja luput, ka / di kapuk tibaniréki, sakéh / ing bisa tawar, SAW.ok roda / tatap, kaya’ agung lemah sih, /3a/ sok ing landak, gwa ri mong lemah mi / ring, pekik i puwaning marak. / 3. Pagulingané warak sakang / lwir, kadya ngambah, i segara sat, /3b/ kowasa ngambah pucuké, apan sa / rira ayu, ngingidran sako / héh i widadari, rinak / ing para malaékat, sakatah

16 Ajaran Fikih Shafii yang dimaksud lebih bersifat general dan

berdasarkan kepada asas mendatangkan kemaslahatan dan menjauhkan kemudharatan. Misalnya, pelarangan memakan hewan yang menjijikkan dalam ajaran Fikih Shafii menjadi dasar pelarangan penggunaan Cacing Tanah dalam Naskah Usada Rara. Wawancara dengan Lalu Srai, 23 Juli 2014. Mengenai ajaran Imam Syafi’i, lihat Muhammad ibn Idris as-Syafi’i,

ar-Risalah (Darul Kutub al-Ilmiyah, tt.).

(45)

/4a/ ing rasul, dadya ta sarira tunggal, / nétra Adam, uteku bagi / nda Esis, pngucapé nabi / Musa. /1a/ Ana kidung, angrasa dina wngi, tan gu / rahayu, aduh ing alara, / luput ing balahi kabéh, ji / m sétan datan purun, pana.

Urutan-urutan bait-bait tersebut menyambug dengan beberapa mantra yang menggunakan istilah dari aksara Kawi, seperti:

• Bismillah, hamba manah • Hanebut namaning Allah • Kang murah ing dunya reko • Ingkang asih tan pegat • Tan ana Ratu Lian Agung • Satuhune amung Allah.

Melalui naskah-naskah pengobatan, para figur dalam struktur dan supra struktur sosial dan keagamaan tersebut, fungsi hutan dikembalikan melalu berbagai cara dan metode. Di antaranya adalah dengan mengembalikan tradisi menanam obat orang-orang Sasak di antara desa-desa di Lombok. Dengan membangkitkan kembali tradisi ini, fungsi hutan-hutan kecil yang dikenal dengan

Hutan-Hutan Lokal kembali berfungsi di Lombok. Ini mereka lakukan karena sulitnya orang-orang mengelola kembali Hutan Induk yang saat ini berada di bawah perlindungan Pemerintah.

Di Lombok, orang-orang Sasak memiliki aturan-aturan adat yang dikenal sebagai Awig-Awig yang tidak lepas dari ajaran-ajaran Islam dalam Fikih. Keterkaitan ini misalnya bisa dilihat pada dasar beberapa tradisi di Lombok, seperti tradisi Midang (mengenal Perempuan), Merarik (Menikah), dan Ngoatin (Mengobati).17 Salah satu Awig-Awig yang

17 Dalam tradisi Merarik (Menikah), seorang wanita yang akan menikah

Gambar

Gambar 2. Halaman akhir naskahGambar 1. Halaman pertama naskah
Foto naskah berikut ini terdapat pada halaman pertama  naskah. Isi teks berupa doa penolak penyakit bengkak-bengkak  (seperti bisul)
Gambar 6. Halaman akhir naskah
Gambar 2. Naskah  Timbangan Bentuk Puisi
+2

Referensi

Dokumen terkait

Melanoma maligna merupakan salah satu jenis tumor ganas yang berasal dari  melanocyt   yang berfungsi menghasilkan  Melanin , di mana dapat terjadi pada kulit ( Cutaneus Melanoma

peraturan zonasi sistem provinsi dan kabupaten; 2) Arahan perizinan; 3) Arahan pemberian insentif dan disinsentif; dan 4) Arahan sanksi. Indikasi arahan peraturan zonasi

Batu obsdian karomah ini (disertai garam yang ditabur) adalah penyempurnaan dari produk “Batu Obsidian Karomah pembersih enerji negative dan penyingkir gangguan makhluk

Kursus Bahasa dan budaya Melayu mula diperkenalkan di Pusat Pengajian Bahasa, Literasi dan Terjemahan (PPBLT), USM pada tahun 2002. Peserta sulung yang diterima

Oleh sebab itu tujuan dari penelitian ini adalah untuk manganalisis implementasi dari IMC di media cetak Harian Riau Pos dalam mempertahankan pelanggan dan kendala- kendala

Menurut penelitian Nurrahman dan Sudarno (2013) kepemilikan saham institusional memiliki pengaruh yang signifikan terhadap probabilitas pengungkapan sustainability

Pada gambar 7 merupakan modul untuk melakukan penganggaran biaya perjalanan dinas dengan detail, hal ini akan berhubungan dengan monitoring dan evaluasi yang akan

Dapatan kajian ini menunjukkan pelajar-pelajar separa perubatan yang terdiri daripada 2 program yang berbeza iaitu program kejururawatan dan program pembantu