• Tidak ada hasil yang ditemukan

Presus Melanoma Facialis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Presus Melanoma Facialis"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

PRESENTASI KASUS

PRESENTASI KASUS

MELANOMA FACIALIS

MELANOMA FACIALIS

 Disusun Untuk Memenuhi Sebagian

 Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik

Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik

di Bagian Ilmu Bedah

di Bagian Ilmu Bedah RSUD KRT SETJONEGORO WONOSOBO

RSUD KRT SETJONEGORO WONOSOBO

Disusun Oleh :

Disusun Oleh :

Wistha Miyaki

Wistha Miyaki

20120310147

20120310147

Diajukan Kepada :

Diajukan Kepada :

dr. Satrio Teguh Krisyuantoro, Sp.B

dr. Satrio Teguh Krisyuantoro, Sp.B

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

UNIVERSITAS MUHAMMDIYAH YOGYAKARTA

UNIVERSITAS MUHAMMDIYAH YOGYAKARTA

BAGIAN ILMU BEDAH RUMAH SAKIT DAERAH WONOSOBO

BAGIAN ILMU BEDAH RUMAH SAKIT DAERAH WONOSOBO

2017

2017

(2)

MELANOMA FACIALIS

MELANOMA FACIALIS

 Disusun Untuk Memenuhi Sebagian

 Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Syarat

 Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Ba

 Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Bedah

gian Ilmu Bedah

 RSUD KRT SETJONE

 RSUD KRT SETJONEGORO WONOSOBO

GORO WONOSOBO

Disusun Oleh :

Disusun Oleh :

Wistha Miyaki

Wistha Miyaki

20120310147

20120310147

Dokter Penguji :

Dokter Penguji :

dr. Satrio Teguh Krisyuantoro, Sp.B

dr. Satrio Teguh Krisyuantoro, Sp.B

(3)

KATA PENGANTAR

Assalammualaikum Wr. Wb

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji syukur kehadirat Allah SWT atas

rahmat dan karunia

 – 

 Nya penulis dapat menyelesaikan Presentasi Kasus yang

 berjudul “Melanoma Facialis” dalam rangka melengkapi persyaratan mengikuti

ujian akhir program pendidikan profesi kedokteran di bagian ilmu BEDAH

RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo.

Penulis menyadari Presentasi Kasus ini dapat terwujud atas bantuan berbagai

 pihak, maka penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. dr. Satrio Teguh Krisyuantoro, Sp.B selaku dosen pembimbing dan

dokter Spesialis Bedah di RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo

2. dr. Endro Ri Wibowo, Sp.B dan dr. Dimas Aryo K, Sp.B selaku

dokter Spesialis Bedah di RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo

3. Teman-teman dokter muda dan seluruh tenaga medis RSUD KRT

Setjonegoro Wonosobo

Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih banyak kekurangan, kritik

dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan, guna Presentasi

Kasus ini di kemudian hari.

Harapan penulis semoga Presentasi kasus ini dapat bermanfaat dan

menambah pengetahuan serta dapat menjadi arahan dalam mengimplementasikan

ilmu BEDAH di klinik dan masyarakat.

Wonosobo, Mei 2017

(4)

DAFTAR ISI

PRESENTASI KASUS

 ... i

KATA PENGANTAR 

 ... iii

BAB I

 ... 2

LAPORAN KASUS

 ... 2

I.

IDENTITAS PASIEN

 ... 2

II.

ANAMNESIS

... 2

III.

RESUME ANAMNESIS

 ... 3

IV.

PEMERIKSAAN FISIK 

 ... 3

V.

WORKING DIAGNOSIS

 ... 5

VI.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

 ... 5

VII.

PENATALAKSANAAN

 ... 6

VIII.

KOMPLIKASI

 ... 6

BAB II

 ... 7

TINJAUAN PUSTAKA

... 7

I.

PENDAHULUAN

... 7

II.

FAKTOR RESIKO

 ... 8

III. KLASIFIKASI HISTOPATOLOGI

 ... 9

IV. STADIUM KLINIS

 ... 11

V.

DIAGNOSIS

 ... 13

VI. PENATALAKSANAAN

 ... 16

VII. PROGNOSIS

... 20

BAB III

... 21

PEMBAHASAN

 ... 21

DAFTAR PUSTAKA

 ... 23

(5)

BAB I

LAPORAN KASUS

MELANOMA FACIALIS

I.

IDENTITAS PASIEN

 Nama

: Tn. S

Umur

: 51 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Batur

Pekerjaan

: Petani

Agama

: Islam

Tanggal masuk RS : 14 Mei 2017

II.

ANAMNESIS

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang ke poliklinik bedah RSUD KRT Setjonegoro dengan

keluhan tahilalat yang semakin hari semakin membesar habis terkena

kayu. Pasien mengaku tahilalat sudah sudah ada sejak pasien lahir.

Mulanya, tahilalat berukuran kecil berwarna hitam setelah terkena

kayu kurang lebih 1 tahun ini semakin hari semakin besar dan tidak

 berbentuk seperti tahilalat lagi. Tahilalat tidak terasa sakit dan tidak

mengeluarkan darah maupun nanah, hanya saja pasien mengeluh

kadang terasa gatal. Pusing (-), Mual (-), muntah (-), demam (-).

Benjolan di tempat lain disangkal oleh pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu

(-)

Riwayat Keluarga

(-)

(6)

Anamnesis Sistemik

a. Sistem Cerebrospinal : Demam (-), pusing (-)

 b. Sistem Cardiovaskuler: tidak ada nyeri dada, tidak berdebar

c. Sistem Respirasi

: tidak ada sesak, ada batuk

d. Sistem Gastrointestinal: mual (-), muntah (-), nyeri (-)

e. Sistem Urogenital

: BAK lancar, BAB tidak lancar

f. Sistem Integumentum : tidak ada keluhan

g. Sistem Muskuloskeletal: Nyeri otot tangan dan kaki (-)

III.

RESUME ANAMNESIS

Seorang laki-laki berusia 51 tahun mengeluh tahilalat semakin hari

semakin membesar dan menyebar sejak terkena kayu, pasein mengeluh

tahilalat kadang teras gatal.

IV.

PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan Umum

: Baik

2. Kesadaran

: Compos Mentis

3. Tanda Vital

a. Suhu

: 36,7°C

 b.  Nadi

: 80 kpm, tegangan kuat, isi cukup, reguler

c. Pernapasan

: 20 kpm

d. Tekanan Darah

: 120/80 mmHg

4. Status Generalis

a. Kepala

1) Bentuk

: mesocephal

2) Mata

: Konjungtiva anemis , sclera ikterik

-/-3) Hidung

: bentuk normal, tidak ada sekret, tidak ada

epistaksis

4) Telinga

: Bentuk normal, simetris kanan dan kiri,

discharge tidak ada, serumen minimal

(7)

5) Mulut

: Tidak ada bibir sianosis,tampak bibir

kering, tidak terdapat gusi berdarah, mukosa mulut kering,

 pembesaran tonsil tidak ada

 b. Leher

: Tidak ada peningkatan JVP, tidak ada

 pembesaran KGB, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid

c. Thorax dan Pulmo

:

1) Inspeksi

: Pergerakan dinding dada simetris, tidak ada

retraksi

2) Palpasi

: vokal fremitus sama kanan dan kiri

3) Perkusi

: suara sonor pada lapang paru

4) Auskultasi

: suara nafas vesikuler, tidak ada suara

tambahan

d. Cor

1) Inspeksi

: Ictus cordis tidak tampak

2) Palpasi

: Ictus cordis teraba di SIC 4 linea

midklavikula sinistra

3) Auskultasi

: Bunyi jantung 1 dan 2 murni, tidak ada

 bising

e. Abdomen

1) Inspeksi

: supel, datar

2) Auskultasi

: Bising usus normal

3) Palpasi

: Nyeri tekan (-)

4) Perkusi

: Timpani pada keempat kuadran abdomen

f. Ekstremitas

: akral hangat, tidak ada edema, petekia (-)

CRT < 2 detik

Status Lokalis

I : Tampak benjolan yang bewarna hitam batas tidak teratur, asimetris,

diameter sekitar 7 cm.

(8)

V.

WORKING DIAGNOSIS

Melanoma Facialis susp maligna

VI.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah Rutin

Hb

13,2

g/dL

Leukosit

5,6

10^3/ul

Eosinofil

0.20 (L)

%

Basofil

0.20

%

 Netrofil

50.40

%

Limfosit

42,90 (H)

%

Monosit

6,30

%

Hematokrit

39 (L)

%

Eritrosit

4,6

10^6/uL

MCV

85

pg

MCH

29

g/dL

Trombosit

357

10^3/ul

PT

11,9

Detik

APTT

33,7

Detik

INR

1,14

Kimia Klinik

GDS

134

mg/dl

Ureum

33,0

mg/dl

Creatinin

0,60

mg/dl

SGOT

49,0

U/L

SGPT

103,0(H)

U/L

Sero Imunologi

HbsAg

negatif

(9)

VII.

PENATALAKSANAAN

-

Pro eksisi

-

Pemeriksaan PA

-

Inf.Asering 28 tpm

-

Inj. Ceftriaxon 2x1g

-

Inj. Ketorolac 3x30mg

-

Inj. Vit c 3x1

VIII. KOMPLIKASI

-

Keganasan

(10)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I.

PENDAHULUAN

Kejadian keganasan pada kulit semakin meningkat dari tahun ke tahun.

Pada tahun 2006 di Amerika Serikat didapatkan lebih dari 1.000.000 kasus baru

keganasan kulit dalam berbagai stadium klinis. Peningkatan angka kematian dari

tahun 2005 sampai dengan tahun 2006 mencapai lebih dari 10.000 pasien.

Kematian terjadi akibat keganasan primer pada kulit maupun komplikasi yang

timbul dari keganasan tersebut.

Secara garis besar keganasan pada kulit dibagi menjadi 2, yaitu melanoma

maligna yang merupakan keganasan berasal dari melanosit dan non melanoma

yang berasal dari sel basal (karsinoma sel basal) atau keratinosit suprabasal

(karsinoma sel skuomousa). Melanoma maligna merupakan salah satu jenis tumor

ganas yang berasal dari melanocyt 

 yang berfungsi menghasilkan Melanin, di mana

dapat terjadi pada kulit (Cutaneus Melanoma) maupun pada mukosa (

 Mucosal

 Melanoma). Melanocyt sendiri pada kulit terdapat pada lapisan ektodermal kulit,

yang berada di stratum basalis epidermis. Melanoma maligna muncul dari

melanocyte yang berubah sifat menjadi ganas.

Angka kejadian Melanoma Maligna bervariasi di dunia. Di Amerika

Serikat, angka kejadian mencapai 15 per 100.000 orang atau mencapai 4% dari

seluruh keganasan yang terjadi. Sedangkan di Australia, angka kejadian mencapai

45 per 100.000 orang dan di China angka kejadian < 1 per 100.000 orang. Di

(11)

Indonesia, berdasarkan statistik WHO April 2011, angka kejadian 1,4 per

100.000.

Studi epidemiologi juga menunjukkan bahwa Melanoma Maligna

memiliki kekhasan dalam umur, jenis kelamin, ras dan

lokasi penyakit.

Berdasarkan umur, rata – 

 rata usia penderita adalah 55 tahun. Melanoma Maligna

sendiri lebih banyak diderita kaum pria (1,2:1). Berdasarkan penelitian oleh

WHO, ras Kaukasian memiliki resiko terkena Melanoma Maligna lebih tinggi

dibandingkan ras lain (ras Mongoloid, ras Negrito, ras Latin). Lokasi yang sering

terkena penyakit ini adalah daerah tubuh yang terpapar langsung sinar UV yang

 berasal dari matahari.

II.

FAKTOR RESIKO

Berdasarkan penelitian terdahulu, diketahui beberapa faktor resiko yang

mengakibatkan terjadinya Melanoma Maligna.

1. Paparan Sinar Ultra Violet

Paparan Ultra Violet B (panjang gelombang 290-320 nm) yang berasal

dari matahari merupakan faktor karsinogenik paling berpotensi.

Seseorang dengan kulit putih dan jumlah rambut tipis menyebabkan

sinar UV langsung terpapar pada kulit. Paparan UV menginduksi

terjadinya melanoma dengan merusak DNA dari

 Melanocyte sehingga

 berubah sifat dan meningkatkan produksi radikal bebas dalam kulit.

2. Atypical Nevi

Melanoma dapat terjadi dari Atypical Nevi atau Dysplastic Nevi yang

 berubah sifat menjadi ganas. Gambaran atypical nevi memiliki ciri

khas bentuk yang asimetris dan warna coklat atau lebih muda. Pada

 penelitian oleh Tucker (1997), seseorang dengan Nevi > 5 buah

memiliki resiko mengalami 10 kali lipat mengalami Melanoma

Maligna.

3. Riwayat Keluarga

Menurut Clark et al (1978), 10% dari penderita Melanoma Maligna

merupakan

 Familial Melanoma. Apabila salah seorang anggota

(12)

didapatkan Atypical Nevi yang juga merupakan faktor resiko

melanoma maligna.

4. Perubahan Genetika

Perubahan genetika yang menyebabkan terjadinya Melanoma Maligna

erat berkaitan dengan faktor keturunan atau riwayat dalam keluarga.

Menurut Serrano et al (1993) yang didukung penelitian Masback et al

(2002), adanya gen CDKN2A merupakan tanda khas mutasi genetika

yang terjadi pada penderita dengan Melanoma Maligna. CDKN2A

sendiri mengkode kromosom protein p16, di mana p16 memiliki

 peranan vital dalam menghambat siklus sel.

Selain perubahan genetika oleh CDKN2A, Melanoma Maligna juga

dapat berhubungan dengan perubahan kromosom 9p21 yang terjadi

 pada Familial Melanoma.

III.

KLASIFIKASI HISTOPATOLOGI

Melanoma Maligna secara histopatologi diklasifikasikan menjadi 4 tipe,

antara lain:

1. Superficial Spreading Melanoma

Jenis ini merupakan jenis Melanoma yang paling sering terjadi yaitu

70% dari kejadian Melanoma. Umumnya muncul dari nevus atau dari

kulit yang masih normal sebelumnya.

Gambarannya berupa plak dengan ukuran 0,5

 – 

  3 cm dengan tepi

ireguler dan meninggi. Permukaan sering berwarna kecoklatan. Meluas

secara radial. Lesi ini sering regresi spontan dan meluas ke dalam.

(13)

Predileksinya berbeda pada pria dan wanita. Pria sering pada badan

dan leher sedangkan wanita sering pada tungkai bawah.

2.  Nodular Melanoma

Jenis ini merupakan Melanoma yang paling sering di Indonesia,

kejadiannya terbanyak kedua setelah Superficial Spreading Melanoma.

Umumnya muncul dari kulit normal sebelumnya dan jarang dari nevus.

Gambarannya berupa setengah bola atau polipoid dengan tepi simetris.

Sering

berwarna

kebiruan.

Meluas

secara

vertikal,

sering

menyebabkan ulserasi, perdarahan dan muncul lesi satelit. Predileksi

 paling banyak di punggung.

3. Lentigo Melanoma Maligna

Jenis ini jarang ditemukan.

Gambarannya berupa lesi berbenjol dengan permukaan tengah lebih

gelap dibanding tepi disertai hiperkeratotik pada ujung lesi, dengan

tepi tak rata. Meluas secara radial. Melanoma jenis ini sering

ditemukan pada daerah yang sering terpapar langsung sinar matahari.

4. Acral Lentigenous Melanoma

Melanoma paling jarang terjadi dan memiliki nama Palmar Plantar

Subungual Melanoma karena predileksinya. Muncul dari kulit normal.

(14)

Gambarannya berupa nodul yang kadang disertai ulserasi pada tengah

 benjolan. Histopatologinya dikenali berdasarkan lokasinya yang khas.

IV.

STADIUM KLINIS

Terdapat beberapa klasifikasi klinis pada Melanoma Maligna. Klasifikasi

klinis ini penting untuk menentukan penatalaksanaan pada Melanoma dan nilai

 prognosis. Klasifikasi yang paling sering digunakan adalah sistem TNM

(AJCC,2002). Selain system TNM, klasifikasi lain berdasarkan kedalaman seperti

Clark’s Level 

  dan

 Breslow’s Thickness

  juga sering digunakan dalam penentuan

(15)

(DIKUTIP DARI TMN ATLAS STAGING ONCOANATOMY 2008)

(16)

Level I

: Melanoma terdapat pada epidermis, membrane basalis utuh

Level II

: Melanoma menembus membrane basalis sampai papilare dermis

Level III

: Melanoma menembus sampai perbatasan papilare dan retikulare

dermis

Level IV

: Melanoma mencapai stratum retikularie dermis

Level V

: Melanoma menembus jaringan subcutan

 Breslow’s Thickness

I

: Melanoma menginvasi sampai kedalaman 0,76 mm

II

: Melanoma menginvasi sampai kedalaman antara 0,76

 – 

 1,5 mm

III

: Melanoma menginvasi sampai kedalaman antara1,5

 – 

 4 mm

IIV

: Melanoma menginvasi sampai kedalaman lebih dari 4 mm

V.

DIAGNOSIS

Untuk menegakkan suatu diagnosis Melanoma Maligna, perlu melakukan

 pemeriksaan meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang,

yang akhirnya sekaligus untuk menentukan klasifikasi klinis.

1. Anamnesis

Keluhan utama umumnya adalah tahi lalat yang membesar, tumbuh

 progresif, gatal, berdarah dan disertai borok. Pada Melanoma perlu

untuk mengetahui awal dari benjolan apakah ada atau tidak ada

sebelumnya, bentuk dan ukuran benjolan dan kecepatan pertumbuhan.

Perlu ditanyakan juga rasa nyeri dan perdarahan pada benjolan. Selain

mengenai perjalanan penyakit sendiri, perlu dicari faktor resiko

terjadinya Melanoma. Mulai dari riwayat keluarga, pekerjaan sehari

 – 

hari sampai dengan kebiasaan sehari

 – 

 hari.

2. Pemeriksaan Fisik

Untuk menegakakan diagnosis secara klinis melanoma maligna,

sebagai penuntun untuk menyaringnya ada 3 gejala mayor dan 4 gejala

minor yang ditemukan pada lesi yang berpigmentasi (nevus).

(17)

1. Perubahan ukuran

2. Tepi yang irreguler

3. Warna yang tidak merata

Empat gejala minor adalah :

1.

Ukuran lesi dengan diameter ≥ 7 mm

2. Inflamasi

3. Sering berdarah

4. Perubahan sensasi dari kulit sekitar.

Apabila menemukan bentuk lesi pigmentasi yang memenuhi 1

gejala mayor atau 3 gejala minor maka lesi tersebut kemungkinan

 besar adalah melanoma maligna.

Adanya suatu lesi kehitaman yang berubah sifat menjadi suatu

Melanoma, memiliki gambaran perubahan sebagai berikut:

(18)

Pemeriksaan tidak hanya dilakukan pada bagian yang tampak

mengalami perubahan sifat, tetapi perlu juga mencari kemungkinan

tempat lain yang juga mengalami Melanoma Maligna. Selain mencari

gambaran Melanoma, penting untuk mencari ada tidaknya Limfonodi

regional yang teraba membesar pada saat melakukan pemeriksaan

fisik. Hal ini penting pada penentuan staging 

 keganasan ini.

3. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada pasien dengan Melanoma, juga memiliki

 peranan dalam menentukan

 staging 

  dari Melanoma itu sendiri. Yang

harus dilakukan saat melakukan pemeriksaan penunjang meliputi

a. Pemeriksaan Laboratorium

Dilakukan pemeriksaan darah rutin untuk persiapan tindakan yang

akan dilakukan. Selain pemeriksaan darah rutin, pada pasien

dengan Melanoma perlu diperiksa status nutrisi pasien dan kadar

LDH. Keduanya berhubungan sebagai faktor prediktif terhadap

 prognosis pasien.

 b. Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan dilakukan untuk mencari adanya keterlibatan organ

 paru dan hati dalam proses keganasan. Pemeriksaan yang sering

dilakukan meliputi pemeriksaan Ro Thorax dan USG Abdomen

untuk mencari gambaran metastasis. Pemeriksaan PET (Positron

Emission Tomography) pada negara maju sudah sering dilakukan

untuk mencari limfonodi yang terlibat secara langsung dan lesi

satelit pada Melanoma.

c. Pemeriksaan Sitologi Biopsi

Eksisi biopsi komplit lebih dipilih dan harus mencakup 1

 – 

 2 mm

 jaringan sehat. Eksisi dilakukan untuk mendapatkan staging dari

Melanoma yang diderita pasien. Apabila Melanoma terlalu luas,

Incisi biopsi dilakukan untuk memastikan pasien menderita

Melanoma. Selain biopsi pada Melanoma perlu dilakukan

(19)

 pengambilan limfonodi regional yang teraba membesar, untuk

menentukan keterlibatan limfonodi dalam metastase.

VI.

PENATALAKSANAAN

Saat pertama kali menemukan suatu lesi berpigmen yang dicurigai sebagai

Melanoma, perlu tata laksana bertahap untuk mencapai prognosis yang lebih baik.

Berikut adalah algoritme tata laksana Melanoma sesuai dengan NCCN:

(20)

PEMBEDAHAN

EKSISI LUAS DARI LESI PRIMER

Setelah melakukan pengambilan lesi baik secara eksisi pada lesi yang kecil

maupun incisi pada lesi yang besar, diketahui hasil histopatologi suatu Melanoma

(21)

Maligna disertai ada maupun tidaknya gambaran pembesaran Limfonodi, eksisi

luas dilakukan sampai daerah bebas tumor. Berdasarkan penelitian oleh Veronesi

et al (1988), eksisi pada Melanoma dengan ketebalan 1 mm (Breslow 2) dilakukan

hingga 1

 – 

 3 cm dari tepi Melanoma Maligna yang tampak pada kulit. Penelitian

lain oleh Barch et al (1993), Melanoma dengan ketebalan > 4 mm (Breslow 4)

 perlu dilakukan eksisi luas hingga 4 cm dari tepi lesi. Kedua penelitian

menunjukkan angka rekurensi Melanoma yang sangat rendah disertai

meningkatnya angka harapan hidup pada penderita Melanoma. Namun,

kelemahan pada penelitian ini adalah tidak memperhitungkan ada tidaknya

Limfonodi yang terlibat.

MANAJEMEN LIMFONODI REGIONAL

Keterlibatan Limfonodi pada Melanoma Maligna dimulai pada Melanoma

Stage III (AJCC, 2002). Hal ini menandakan adanya penyebaran dari sel ganas ke

tempat jauh. Penelitian terakhir merujuk pada hubungan ketebalan dari Melanoma

Maligna terhadap kemungkinan keterlibatan Limfonodi regional. Pada pasien

dengan Melanoma ketebalan < 1 mm, kurang dari 5%, ada keterlibatan dari

Limfonodi regional, sehingga direkomendasikan untuk tidak dilakukan

Limfadenektomi. Pada Melanoma dengan ketebalan 1

 – 

 4 mm, 20

 – 

 25% terjadi

keterlibatan Limfonodi, sehingga perlu dilakukan limfadenektomi selektif dan

apabila positif dilakukan lifadenektomi total. Untuk Melanoma dengan ketebalan

> 4 mm, angka keterlibatan Limfonodi mencapai 96% sehingga perlu dilakukan

limfadenektomi selektif, dilanjutkan limfadenektomi total.

NON PEMBEDAHAN

Setelah dilakukan semua langkah pembedahan,

 survival rate  dapat

ditingkatkan dengan melanjutkan terapi menggunakan terapi sistemik dengan

tujuan utama mencegah metastasis ke organ jauh. Sampai saat ini didapatkan 2

terapi sistemik yaitu kemoterapi dan immunotherapy dengan Interferon Alfa dan

Vaksin Melanoma.

(22)

KEMOTERAPI

Dacarbazine merupakan agent kemoterapi sering diberikan pada penderita

Melanoma Maligna. Selain Dacarbazine, agen kemoterapi berbahan dasar

Platinum juga sering dipakai baik sebagai agen tunggal maupun dikombinasikan

dengan Dacarbazine. Namun, banyak penelitian menyebutkan bahwa kemoterapi

gagal meningkatkan survival rate

sehingga saat ini sudah tidak banyak digunakan.

INTERFERON ALFA

Oleh Legha (1997), lebih dari 15% pasien dengan Melanoma memberikan

respon baik untuk mengurangi kejadian metastasis. Interferon memiliki respon

anti tumor dengan menghambat proliferasi dari Melanoma, meningkatkan

fagositosis anti tumor dan mengubah permukaan dari sel tumor sehingga mudah

ditangkap oleh anti tumor dan menurunkan angka metastasis. Namun, dosis

 pemberian dari Interferon masih diteliti, dikarenakan tidak ada persamaan pada

setiap obyek penelitian dan memiliki efek toksik bila diberikan dalam jangka

waktu panjang.

VAKSIN MELANOMA

Adanya

kesulitan

dalam

mengendalikan

dalam

mengendalikan

 pertumbuhan Melanoma dan efek samping kemoterapi yang diberikan, memberi

tempat untuk percobaan pemberian Vaksin Melanoma pada penderita Melanoma

Maligna stadium lanjut. Vaksin ini berasal dari sel ganas dari Melanoma yang

diubah sifatnya secara biomolekuler menjadi alat melawan Melanoma itu sendiri.

Vaksin ini akan meningkatkan aktivitas dari

 Antigen Presenting Cell 

  yang

membuat sel imun dengan mudah mengenali

 Melanocyt 

  yang akan berubah sifat

menjadi ganas. Namun dari penelitian Demmiere et al (2006), kurang dari 10%

 penderita merespon baik terhadap pemberian vaksin ini dan vaksin ini belum

terbukti bisa menghambat metastasis Melanoma ke organ jauh. Masih dibutuhkan

 penelitian lebih lanjut.

(23)

VII.

PROGNOSIS

Prognosis penderita dengan melanoma bergantung pada stadium klinis dari

Melanoma itu sendiri. Penderita Melanoma stage 1, angka

5 years survival 

mencapai lebih dari 90%. Melanoma stage 2 mencapai 45

 – 

 77%, stage 3 antara

27

 – 

 70%. Bila telah didapatkan metastasis (stage 4)

5 years survival 

 kurang dari

20%.

(24)

BAB III

PEMBAHASAN

Secara garis besar keganasan pada kulit dibagi menjadi 2, yaitu melanoma

maligna yang merupakan keganasan berasal dari melanosit dan non melanoma

yang berasal dari sel basal (karsinoma sel basal) atau keratinosit suprabasal

(karsinoma sel skuomousa). Melanoma maligna merupakan salah satu jenis tumor

ganas yang berasal dari

 melanocyt 

 yang berfungsi menghasilkan

 Melanin

, di mana

dapat terjadi pada kulit (

Cutaneus Melanoma

) maupun pada mukosa (

 Mucosal

 Melanoma

). Melanocyt sendiri pada kulit terdapat pada lapisan ektodermal kulit,

yang berada di stratum basalis epidermis. Melanoma maligna muncul dari

melanocyte

 yang berubah sifat menjadi ganas.

Untuk menegakkan suatu diagnosis Melanoma Maligna, perlu melakukan

 pemeriksaan meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang,

yang akhirnya sekaligus untuk menentukan klasifikasi klinis. Pada kasus ini dari

hasil anamnesis di dapatkan hasil Pasien mengeluh tahilalat yang semakin hari

semakin membesar habis terkena kayu. Pasien mengaku tahilalat sudah sudah ada

sejak pasien lahir. Mulanya, tahilalat berukuran kecil berwarna hitam setelah

terkena kayu kurang lebih 1 tahun ini semakin hari semakin besar dan meyebar.

Tahilalat tidak terasa sakit dan tidak mengeluarkan darah maupun nanah, hanya

saja pasien mengeluh kadang terasa gatal. Pusing (-), Mual (-), muntah (-), demam

(-). Benjolan di tempat lain disangkal oleh pasien. Tampak benjolan yang

 bewarna hitam batas tidak teratur, asimetris, diameter sekitar 7 cm.Terasa padat

dan keras, nyeri tekan (-) Dari hasil penunjang laboratorium didaptkan hasil dalam

 batas normal.

Pada kasus ini penatalaksanaanny adalah dilakukan pembeedahan yaitu

eksisi semua benjolan yang ada di daerah facial setelah itu di lakukan

 pemeriksaan patologi anatomi. Dari hasil patologi anatomi menunjukkan hasil

 pigmented basal cell carsinoma. Hasil patologi anatomi ini menunjukkan bahwa

melanoma facialis pada pasien ini adalah ganas. Berdasarkan hasil anamnesis,

 pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pasien ini terdiagnosis melanoma

(25)

Faktor resiko yang meneybabkan pasien seperti ini adalah salah satunya

 pasien seorang petani yang setiap harinya selalu terpapar oleh matahari. Dan kulit

 pasien yang tegolong putih. Paparan Ultra Violet B (panjang gelombang 290-320

nm) yang berasal dari matahari merupakan faktor karsinogenik paling berpotensi.

Seseorang dengan kulit putih dan jumlah rambut tipis menyebabkan sinar UV

langsung terpapar pada kulit. Paparan UV menginduksi terjadinya melanoma

dengan merusak DNA dari

 Melanocyte

 sehingga berubah sifat dan meningkatkan

 produksi radikal bebas dalam kulit.

(26)

DAFTAR PUSTAKA

1.

Sondak VK, Jensen EH, Margolin KA. Melanoma and other Cutaneous

Malignancy : in Norton JA, Randie PS, Bollinger RR. Surgery, Basic

Science and Clinical Evidence 2

nd

 ed. New York: Springer, 2008: 2037

 – 

 60

2.

Barnhill RL, Mihm MC, Elgart G. Malignant Melanoma. In: Nouri K. Skin

Cancer. New York: McGraw Hill, 2008: 140

 – 

 67

3.

Markovic SN, Erickson LA, Rao RD, et al. Malignant Melanoma in the 21st

Century, Part 1: Epidemiology, Risk Factors, Screening, Prevention, and

Diagnosis. Mayo Clin Proc, 2007, 82(3): 364

 – 

 80

4.

Rubin P, Hansen JT. TNM Staging Atlas. Philadelphia: Lippincott William

Wilkin, 2008; 453

 – 

 60

5.

Manuaba IBT. Panduan Penatalaksanaan Kanker Solid PERABOI 2010.

Jakarta: Sagung Seto, 2010: 134

 – 

 46

6.

Balch CM, Soong S, Shaw HM, Urist MM. An Analyst of prognostic factor

in 8500 patients with cutaneus melanoma. In: Balch CM, Houghton AN.

Cutaneus Melanoma 2

nd

 ed. Philadelphia: Lippincott, 1992: 167

 – 

 78

7.

Kufe DW, Pollock RE, Weichselbaum RR, et al. Management of Primary

Melanoma. NCBI 2007

8.

Veronesi U, Cascinelli N, Adamus J. Thin stage I cutaneus Malignant

Melanoma, Comparisson of Excision with margin of 1 or 3 cm. N Eng J

Med 1988, 318:1159

 – 

 62

9.

Balch CM, Urist MM, Karakousis CP. Efficacy of 2 cm surgical margins for

intermediate thickness melanoma: results of a multi institutional randomized

surgical trial. Ann Surg 1993;218: 262

 – 

 69

10.

Demmiere MF, Swetter SM Sondak VK. Vaccine therapy of Melanoma: an

update. Curr Cancer Ther Rev 2005;1:115

 – 

 25

Referensi

Dokumen terkait

Kegiatan Pelabuhan Kuala Tanjung diperkirakan membawa dampak terhadap kualitas parameter lingkungan, selain itu kegiatan berbagai jenis industri dikawasan ini juga

Namun bila yang dilakukan dokter dalam praktik kedokteran menyimpangi dan Standar Pelayanan Medik yang diterbitkan oleh PB IDI ini, maka dokter tersebut dapat dianggap

Tips dan trik menjawab soal TOEFL ini saya tulis berdasarkan pengalaman pribadi dan referensi dari buku, buat sobat yang memiliki nilai TOEFL tinggi harap jangan mengejek atau

Menyusun tes Minat Belajar Matematika yang terstandar yaitu dengan cara : (1) Mengkaji teori yang berhubungan dengan skala minat belajar matematika, (2) Definisi

Terpujilah Allah, Tuhan Yesus Kristus untuk setiap kasih, pertolongan, kekuatan dan anugerah yang diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan

Sedangkan Pasal 108 ayat (3) itu dalam hal kepala daerahnya saja, ayat (3) loh , maka otomatis pasangan calonnya yang wakil kepala daerah itu menjadi kepala daerah, tapi

dan potensial kimia di atas, selanjutnya dilakukan perhitungan untuk memperoleh nilai formasi energi untuk mengetahui kestabilan geometri dari pengaruh defek yang