• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN TEORI"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

7 BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teori 1. Vitamin A a. Pengertian

1) Vitamin A merupakan zat penting untuk mensintesis pigmen sel-sel retina yang fotosintesis, dan diferensiasi normal struktur epitel penghasil lendir. Kekurangan yang parah menyebabkan rabun senja, serosis, dan keratinisasi konjungtiva dan kornea yang pada akhirnya menimbulkan ulkus serta nekrosis kornea (Arisman, 2004, p. 121).

2) Vitamin A merupakan zat gizi yang penting (essensial) bagi manusia, karena gizi ini tidak dapat dibuat oleh tubuh, sehingga harus dipenuhi dari luar. Tubuh dapat memperoleh vitamin A melalui bahan makanan seperti bayam, daun singkong, pepaya matang, hati, kuning telur dan juga ASI. Kemudian juga dapat diperoleh melalui kapsul vitamin A dosis tinggi (Depkes RI, 1995). b. Fungsi

Fungsi Vitamin A secara umum yaitu membantu pembentukan jaringan tubuh dan tulang, meningkatkan penglihatan dan ketajaman mata, memelihara kesehatan kulit dan rambut, meningkatkan kekebalan

(2)

tubuh, memproteksi jantung, anti kanker dan katarak, pertumbuhan dan reproduksi (Purwitasari dan Maryanti, 2009). Anak-anak yang cukup mendapat vitamin A bila terkena diare, campak atau penyakit infeksi lain, maka penyakit-penyakit tersebut tidak mudah menjadi parah, sehingga tidak membahayakan jiwa anak (Depkes RI, 1995).

c. Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan

Angka kecukupan vitamin A yang di anjurkan untuk berbagai golongan umur dan jenis kelamin untuk Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 2. 1 Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan Golongan Umur AKG ( RE ) Golongan Umur AKG ( RE ) 0-6 bulan 7-12 bulan 1-3 tahun 4-6 tahun 7-9 tahun 13-15 tahun Pria 10-12 tahun 13-15 tahun 16-19 tahun 20-50 tahun 46-59 tahun > 60 tahun 350 350 350 360 400 500 600 700 700 700 600 Wanita 10-12 tahun 13-15 tahun 16-19 tahun 20-50 tahun 46-59 tahun > 60 tahun Hamil : Menyusui: 0-6 bulan 7-12 bulan 500 500 500 500 500 500 + 200 + 350 + 300 Sumber : (Almatsier, 2001, p. 161)

(3)

d. Sumber Vitamin A

Vitamin A terdapat di dalam pangan hewani, sedangkan karoten terutama di dalam pangan nabati. Sumber vitamin A adalah hati, kuning telur, susu (di dalam lemaknya) dan mentega. Margarin biasanya diperkaya vitamin A. Karena vitamin A tidak berwarna, warna kuning dalam telur adalah karoten yang tidak di ubah yang tidak di ubah menjadi vitamin A. Minyak hati ikan digunakan sebagai sumber vitamin A yang diberikan untuk proses penyembuhan.

Sumber karoten adalah sayuran berwarna hijau tua serta sayuran dan buah-buahan yang berwarna jingga, seperti daun singkong, daun kacang, kangkung, bayam, kacang panjang, buncis, wortel, tomat, jagung kuning, papaya mangga, nangka masak dan jeruk (Almatsier, 2001, p. 162)

(4)

Tabel 2. 2 Nilai Vitamin A di berbagai bahan makanan Retinol Ekivalen (RE) (µg/ 100)

Bahan Makanan RE Bahan Makanan RE

Hati Sapi 13170 Daun Katuk 3111

Kuning Telur

Bebek

861 Sawi 1940

Kuning Telur Ayam 600 Kangkung 1890

Ayam 243 Bayam 1827

Ginjal 345 Ubi Jalar 2310

Ikan Sardin 250 Mentega 1287

Minyak Ikan 24000 Margarin 600

Minyak Kelapa sawit

18000 Susu bubuk “full cream”

471

Minyak Hati Ikan

Hiu

2100 Keju 225

Wortel 3600 Susu Kental Manis 153

Daun Singkong 3300 Susu Segar 39

Daun Pepaya 5475 Mangga Masak

Pohon

1900

Daun Lamtoro 5340 Pisang Raja 285

Daun Tales 3118 Tomat Masak 450

Daun Melinjo 3000 Semangga 177

Sumber : (Almatsier, 2001, p. 162) e. Akibat Kekurangan vitamin A

Kekurangan (defisiensi) vitamin A terutama terdapat pada anak-anak balita.Tanda- tanda kurang vitamin A terlihat bila simpanan tubuh habis terpakai.Kekurangan vitamin A merupakan kekurangan primer akibat kurang konsumsi, atau kekurangan sekunder penyerapan dan

(5)

penggunaannya dalam tubuh, kebutuhan yang meningkat,ataupun karena gangguan pada konversi karoten menjadi vitamin A. Kekurangan vitamin A sekunder dapat terjadi pada penderita kekurangan energi protein (KEP), penyakit hati, alfa, beta-lipoproteinemia, atau gangguan absorbsi karena kekurangan empedu. Kekurangan vitamin A banyak terjadi dinegara berkembang termasuk di Indonesia, karena makanan kaya vitamin A umumnya mahal harganya (Almatsier, 2001, p. 163).

a. Buta Senja

Salah satu tanda awal kekurangan vitamin A adalah buta senja (niktalkopi), yaitu ketidakmampuan menyesuaikan penglihatan dari cahaya terang ke cahaya samar-samar / senja, seperti bila memasuki kamar gelap dari kamar terang. Konsumsi vitamin A yang tidak cukup menyebabkan simpanan dalam tubuh menipis, sehingga kadar vitamin A darah menurun yang berakibat vitamin A tidak cukup diperoleh retina mata untuk membentuk pigmen penglihatan rodopsin (Almatsier, 2001, p. 163).

b. Perubahan pada Mata

Kornea mata terpengaruh secara dini oleh kekurangan vitamin A. Kelenjar air mata tidak mampu mengeluarkan air mata sehingga terjadi pengeringan pada selaput yang menutupi kornea. Ini diikuti oleh tanda-tanda atrofi kelenjar air mata, keratinisasi konjungtiva (selaput yang melapisi permukaan bagian dalam kelopak mata dan

(6)

bola mata), pemburaman, pelepasan sel-sel epitel kornea yang akhirnya berakibat melunaknya dan pecahnya kornea. Mata terkena infeksi dan perdarahan (Almatsier, 2001, p. 163).

c. Infeksi

Fungsi kekebalan tubuh menurun pada kekurangan vitamin A, sehingga mudah terserang infeksi (Almatsier, 2001, p. 166).

d. Perubahan pada Kulit

Kulit menjadi kering dan kasar. Folikel rambut menjadi kasar, mengeras dan mengalami keratinisasi yang dinamakan hyperkeratosis folikular. Mula-mula terkena lengan dan paha kemudian dapat menyebar keseluruh tubuh. Asam retinoat sering diusapkan kulit untuk menghilangkan kerutan kulit, jerawat, dan kelainan kulit (Almatsier, 2001, p. 166).

e. Gangguan Pertumbuhan

Gangguan vitamin A menghambat pertumbuhan sel-sel, termasuk sel-sel tulang. Fungsi sel-sel yang membentuk email pada gigi terganggu dan terjadi atrofi sel-sel yang membentuk dentin, sehingga gigi mudah rusak (Almatsier, 2001, p.166).

f. Lain-lain

Perubahan lain yang dapat terjadi adalah keratinisasi sel-sel rasa pada lidah yang menyebabkan kekuranan nafsu makan dan anemia (Almatsier, 2001, p. 166).

(7)

f. Akibat Kelebihan

Kelebihan vitamin A hanya dapat terjadi bila memakan vitamin A sebagai suplemen dalam takaran tinggi yang berlebihan. Gejala pada orang dewasa antara lain sakit kepala, pusing, rasa nek, rambut rontok, kulit mengering; dan tidak ada nafsu makan. Pada bayi terjadi pembesaran kepala, hidrosefalus, dan mudah tersinggung yang dapat terjadi pada konsumsi 8.000 RE/ hari selama tiga puluh hari (Almatsier, 2001, p. 166).

g. Diagnosis

Kekurangan vitamin A adalah penyakit sistemik yang merusak sel dan organ tubuh, dan menyebabkan metaplasia keratinisasi pada epitel saluran pernapasan, saluran kemih, dan saluran pencernaan. Perubahan pada ketiga saluran ini relatif lebih awal terjadi ketimbang kerusakan yang mendeteksi pada mata. Namun, karena hanya mata yang mudah di amati dan di periksa, diagnosis klinis yang spesifik di dasarkan pada pemeriksaan mata (Arisman, 2004, p. 122).

h. Pengobatan

Secara umum, pengobatan KVA diarahkan pada upaya memperbaiki status vitamin A. Pengobatan KVA harus segera di selenggarakan karena KVA bukan hanya mencederai mata, tetapi juga mengganggu kesehatan dan mengancam jiwa penderitanya. Pengobatan KVA secara efektif diawali dari mengenali secara cepat dan tepat anak yang

(8)

berpenyakit aktif, menyegerakan pemberian vitamin A dosis tinggi, mengobati penyakit sistemik yang melatar belakangi secara bersamaan. Tabel 2. 3Jadwal Pengobatan Xeroftalmia

Waktu Pemberian Dosis Oral

Segera Setelah diagnosis

< 6 bulan 6-12 bulan > 12 bulan 50.000 iu per oral ( 27,5mg retinil palmitat ) 100.000 IU per oral ( 55 mg retinil palmitat ) 200.000 IU per oral ( 110 mg retinil palmitat )

Hari Berikutnya Dosis menurut usia

Dalam 1-4 minggu

( setiap 2-4 minggu )

Dosis menurut usia

Sumber : (Arisman, 2004, p. 123) i. Pencegahan

Strategi pencegahan selayaknya dimulai dengan menganalisis keadaan setempat. Faktor yang perlu sekali dikaji adalah: (1) Siapa yang mengalami kekurangan vitamin A dan kebutaan akibat malnutrisi. (2) Tempat keadaan ini berlangsung dan menjadi masalah kesehatn masyarakat. (3) Pola pemberian ASI, diet, dan penyakit yang melatarbelakangi masalah. (4) Ketersediaan dan konsumsi pangan yang mengandung vitamin A dan provitamin A oleh golongn rentan. (5) Demografi dan ekologi, dan (6) Kebiasaan pangan yang sudah membudaya.

(9)

Tiga macam intervensi utama yang dilaksanakan kini adalah (1) peningkatan asupan pangan yang kaya vitamin A dan provitamin A, (2) penyebaran vitamin A dosis tinggi secara berkala, dan (3) fortifikasi makanan yang lazim disantap (Arisman, 2004, p. 127).

2. Program Pemberian Vitamin A Dosis Tinggi

Akselerasi adalah upaya mempercepat pencapaian cakupan distribusi vitamin A untuk semua kelompok sasaran (bayi, balita, nifas) yang dapat dilakukan melalui kegiatan pemasaran sosial dan mobilisasi social (Depkes RI, 2000).

Mobilisasi sosial merupakan suatu kegiatan penggerakan sumberdaya manusia dan sarana yang bertujuan untuk meningkatkan kebutuhan masyarakat akan kapsul vitamin A melalui upaya-upaya yang dilakukan dengan menggunakan seluruh potensi yang ada pada pada pemerintah, kelompok media massa, institusi pendidikan dan kelompok-kelompok potensial di masyarakat.

Keadaan kadar serum vitamin A yang rendah ternyata berhubungan dengan menurunnya daya tahan tubuh, berdampak terhadap tingginya angka kesakitan dan angka kematian balita.

Tujuan pemberian vitamin A dosis tinggi yang ingin dicapai dalam akselerasi yaitu untuk semua bayi, balita, dan ibu nifas mendapat dan meminum vitamin A. Sedangkan tujuan khususnya yaitu tergalangnya kepedulian petugas untuk meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam distribusi kapsul vitamin A, meningkatkan pengetahuan dan kepedulian

(10)

masyarakat mengenai perlunya distribusi kapsul vitamin A pada sasaran (bayi 6-11bulan, balita 1-5 tahun dan ibu nifas) (Depkes RI, 2000).

Pemberian vitamin A dosis tinggi telah terbukti mampu mengawasi xerofthalmia, mencegah kebutaan dan mengurangi angka kematian anak akibat infeksi tertentu (terutama campak dan diare) pada masyarakat yang mengalami defisiensi. Suplementasi cara ini juga terbukti efektif dalam memperbaiki secara cepat keadaan ibu dan bayi yang baru dilahirkan (Depkes RI, 2000).

Program pemberian suplementasi vitamin A diyakini efektif dan aman. Vitamin A diberikan dengan dosis anjuran, tidak akan terjadi efek samping yang serius dan menetap. Efek samping yang sampai sekarang terpantau cukup ringan hanya keluhan sakit kepala dan muntah. (pada bayi fontanela mengeras atau menggelembung) dan tidak memerlukan pengobatan yang khas. Jika status vitamin A sudah baik, pemberian suplemen menjadi tidak penting. Namun, jika diteruskan juga tidak membahayakan (Depkes RI, 2000).

Sasaran pemberian kapsul vitamin A dan dosisnya yaitu : a. Bayi

Semua bayi yang berumur 6-11 bulan baik sehat maupun sakit dengan dosis satu kapsul vitamin A 100.000 SI yang berwarna biru dan diberikan sekali secara serentak pada bulan Februari dan Agustus.

(11)

b. Anak Balita

Semua anak balita yaitu umur 1-5 tahun baik sehat maupun sakit dengan dosis 1 kapsul vitamin A 200.000 SI yang berwarna merah, setiap 6 bulan dan diberikan secara serentak pada bulan Februari dan Agustus.

c. Ibu Nifas

Semua ibu yang baru melahirkan (masa nifas) sehingga bayinya akan memperoleh vitamin A yang cukup melalui ASI dengan dosis 200.000 SI yang berwarna merah dan diberikan paling lambat 30 hari setelah melahirkan.

d. Kejadian Tertentu

Bayi dan balita yang menderita campak, pneumonia, diare dan gizi buruk segera diberikan kembali kapsul vitamin A sebagai tambahan sesuai dosis yang di anjurkan.

Mekanisme pemberian kapsul vitamin A menurut Depkes RI, 2005 yaitu : a. Waktu Pemberian

Kapsul vitamin A diberikan secara serentak pada bulan Februari dan Agustus, sebagai bulan utama pemberian kapsul. Paling lambat 1 (satu) bulan berikutnya digunakan untuk menjaring kelompok sasaran yang belum mendapatkan kapsul vitamin A yang dilaksanakan melalui kunjungan rumah (sweeping).

(12)

b. Tempat Pemberian

Pelayanan pemberian kapsul vitamin A dilakukan di : 1) Posyandu

2) Bidan Desa 3) Puskesmas

4) Puskesmas Pembantu

5) Tempat lain yang telah disepakati (termasuk tempat pelayanan kesehatan swasta)

c. Yang Memberikan Kapsul Vitamin A

1) Tim LPMD tingkat Desa (Bidan Desa, PPL, Tokoh masyarakat, PKK, Kader)

2) Tim Pokjanal Posyandu di tingkat Kecamatan, Kabupaten/Kota, Provinsi Dati I dan PUSAT.

3) Tim Pembina Wilayah Puskesmas (petugas imunisasi, petugas gizi, bidan, perawat dan lain-lain)

4) Praktik Swasta (Rumah Sakit, rumah Bersalin, Praktik perorangan/kelompok)

Tabel 2. 4 Jadwal Pencegahan KVA

Usia Dosis Warna Kapsul

Bayi < 6 Bulan 50.000 IU Per Oral Biru

Bayi 6-12 Bulan 100.000 IU Per Oral Biru

Bayi > 1 th- < 6 th 200.000 IU Per Oral Merah

(13)

Keberhasilan program pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi pada prinsipnya dipengaruhi oleh peran serta masyarakat sehingga semua anak yang berumur 1-5 tahun mendapat kapsul vitamin A dosis tinggi, setiap 6 bulan sekali pada bulan Februari dan Agustus.

3. Posyandu

a. Pengertian Posyandu

1) Merupakan kegiatan nyata yang melibatkan partisipasi masyarakat dalam upaya pelayanan kesehatan dari-oleh-untuk masyarakat yang dilaksanakan oleh kader (Meilani, 2009, p. 142).

2) Suatu forum komunikasi, alih tegnologi dan pelayanan kesehatan masyarakat oleh dan untuk masyarakat yang mempunyai nilai strategis masyarakat dalam upaya pelayanan kesehatan dan keluarga berencana. Posyandu adalah pusat pelayanan keluarga berencana dan kesehatan yang dikelola dan selenggarakan untuk dan oleh masyarakat dengan dukungan teknis oleh petugas kesehatan dalam rangka pencapaian NKKBS (Effendy, 1998, p. 267-268).

3) Merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna pemberdayaan masyarakat masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam

(14)

memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi (Depkes RI, 2006).

b. Sasaran Posyandu

Sasaran kesehatan dalam pelayanan kesehatan di Posyandu adalah bayi berusia kurang dari 1 tahun, anak balita usia 1-5 tahun, ibu hamil, ibu menyusui, ibu nifas, dan wanita usia subur (Effendy, 1998, p. 268).

Balita merupakan kelompok yang rawan gizi. Kelompok ini merupakan kelompok umur yang paling menderita akibat kekurangan zat gizi dan jumlahnya dalam populasi besar. Beberapa kondisi yang menyebabkan anak balita rawan gizi dan rawan kesehatan antara lain sebagai berikut :

1) Anak balita baru berada dalam masa transisi dari makanan bayi ke makanan orang dewasa.

2) Biasanya anak balita ini sudah mempunyai adik atau ibunya sudah bekerja penuh sehingga perhatian ibu sudah berkurang.

3) Anak balita sudah mulai main di tanah dan sudah dapat main diluar rumahnya sendiri sehingga lebih trpapar dengan lingkungan yang kotor dengan kondisi yang memungkinkan untuk terinfeksi dengan berbagai macam penyakit.

4) Dengan adanya Posyandu yang sasaran utamanya adalah anak balita adalah sangat tepat untuk meningkatkan gizi dan kesehatan anak balita.

(15)

c. Kegiatan Posyandu menurut Effendy (1998, p. 268) adalah: 1) Lima kegiatan Posyandu (Panca Krida Posyandu) yaitu:

a) Kesehatan ibu dan anak (KIA) b) Keluarga Berebcana (KB) c) Imunisasi

d) Peningkatan gizi e) Penanggulangan Diare

2) Tujuh kegiatan Posyandu (Sapta Krida Posyandu) yaitu: a) Kesehatan ibu dan anak (KIA)

b) Keluarga Berebcana (KB) c) Imunisasi

d) Peningkatan gizi e) Penanggulangan Diare f) Sanitasi dasar

g) Penyediaan obat esensial d. Persyaratan Posyandu

Persyaratan pembentukan Posyandu meliputi penduduk RW tersebut paling sedikit terdapat 100 orang balita, terdiri dari 120 kepala keluarga, disesuaikan dengan kemampuan petugas (Bidan Desa), jarak antara kelompok rumah tidak terlalu jauh. Lokasi Posyandu berada di tempat

(16)

yang mudah di datangi oleh masyarakat, ditentukan oleh masyarakat sendiri, dapat merupakan lokal tersendiri, bila ada kemungkinan dapat dilaksanakan di rumah penduduk, balai rakyat, pos RT/ RW atau pos lainnya (Effendy, 1998, p. 269).

e. Penyelenggaraan Posyandu

Sebaiknya berada pada tempat yang mudah didatangi oleh masyarakat dan ditentukan sendiri. Kegiatan Posyandu dapat dilaksanakan di pos pelayanan yang sudah ada, rumah penduduk, balai desa, tempat pertemuan RT/ RW atau di tempat khusus yang di bangun masyarakat.

Penyelenggaraan Posyandu Pola 5 Meja yaitu:

1) Meja 1 : Pendaftaran, pencatatan bayi, balita, ibu hamil, ibu menyusui, dan pasangan usia subur.

2) Meja 2 : Penimbangan bayi dan anak balita 3) Meja 3 : Pengisian KMS (Kartu Menuju Sehat)

a) Digunakan untuk memantau tumbuh kembang pada anak, juga dilengkapi dengan petunjuk tentang pemberian makanan yang sehat, catatan pemberian ASI, Imunisasi dan pemberian vitamin A dan penatalaksanaan diare dirumah (Soetjiningsih, 1995, p.48-51).

(17)

4) Meja 4 : Penyuluhan perorangan

a) Mengenai balita berdasarkan penimbangan, berat badan, yang naik atau tidak naik, diikuti dengan pemberian makanan tambahan, pemberian oralit dan vitamin A dosis tinggi. b) Terhadap ibu hamil yang berisiko tinggi, diikuti

dengan pemberian zat besi

c) Terhadap PUS agar menjadi peserta KB lestari, diikuti dengan pemberian kondom, pil ulangan atau tablet busa.

5) Meja 5 : Pelayanan tenaga profesional meliputi pelayanan KIA, KB, imunisasi dan pengobatan, serta pelayanan kesehatan lain disesuaikan dengan kebutuhan setempat.

(18)

Meja 1 Meja 2 Meja 3 Meja 4 Meja 5 identifi kasi naik/ tidak naik Penyu luhan Pelaya nan PMT, Oralit, Vita min A dosis tinggi Identifi kasi risiko tinggi Penyu luhan Tablet besi Identifi kasi PUS yang belum ber KB Penyu luhan Pil ulangan , kon dom, tablet busa

Kader Penyuluh Kader Kader Kader Dokter, Bidan, Sanitarian, PLKB Gambar 2. 1 Bagan Sistem Pelayanan 5 Meja

(Sumber : Budioro, 2002, p. 148). Pe ny u l uh a n k e l o m po k Pe n d a f t a r a n Bayi, Anak Balita, Ibu Menyu sui Pe nim Ba ngan Pengi sian KMS Ibu Hamil PUS P E N G O B A T A N K I A K B I M U N I S A S I

(19)

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kunjungan Balita di Posyandu a. Faktor Predisposisi

1) Pengetahuan a) Pengertian

Pengetahuan adalah hasil „tahu‟, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 2007, p. 145).

Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. b) Pentingnya Pengetahuan

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior) (Notoatmodjo, 2007, p. 145).

Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:

(1) Awareness (kesadaran), di mana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

(2) Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini subjek sudah mulai timbul.

(20)

(3) Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

(4) Trial, di mana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.

(5) Adoption, di mana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan itu terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior) (Notoatmodjo, 2003, p. 127-128).

2) Pendidikan

Tingkat pendidikan individu dan masyarakat dapat berpengaruh terhadap penerimaan pendidikan kesehatan (Suliha dkk, 2002, p. 51)

Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting dalam tumbuh kembang anak, karena dengan pendidikan yang baik, maka orangtua dapat menerima segala informasi dari

(21)

luar terutama tentang cara pengasuhan anak yang baik, bagaimana menjaga kesehatan anaknya, pendidikannya dan sebagainya (Soetjiningsih, 1998).

3) Umur Ibu

Umur adalah rentang kehidupan yang diukur dengan tahun, umur adalah lamanya hidup dalam tahun yang dihitung sejak dilahirkan (Hurlock, 2004, p. 13).

4) Status Pekerjaan Ibu

Aspek sosio ekonomi akan berpengaruh pada partisipasi masyarakat di Posyandu. Semua ibu yang bekerja baik dirumah maupun luar rumah, keduanya akan tetap meninggalkan anak-anaknya untuk sebagian besar waktu (Neil Niven, 2000, p. 253). 5) Sikap

Sikap bersifat sosial dalam arti kita menyesuaikan dengan orang lain dan kelihatannya sikap itu menuntun perilaku kita sehingga kita bertindak sesuai dengan sikap kita yang kita ekspresikan (Abraham dan Ashley, 1997, p. 26).

b. Faktor Pendukung

1) Keterjangkauan Fasilitas

Masalah kesehatan masyarakat terjadi tidak terlepas dari faktor-faktor yang menjadi mata rantai terjadinya penyakit, yang kesemuanya itu tidak terlepas dari faktor lingkungan dimana masyarakat itu berada, perilaku masyarakat yang merugikan

(22)

kesehatan ataupun gaya hidup yang dapat merusak tatanan masyarakat dalam bidang kesehatan, ketersediaan dan keterjangkauan fasilitas kesehatan yang dapat memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, disamping faktor-faktor yang sudah dibawa sejak lahir sehingga menjadi masalah tersendiri bila dilihat dari segi individu, kelompok, maupun masyarakat secara keseluruhan (Effendy, 1998, p. 281).

2) Jarak Posyandu

Posyandu sebaiknya berada pada tempat yang mudah dijangkau oleh masyarakat dan di tentukan oleh masyarakat sendiri, Posyandu dapat dilaksanakan di pos pelayanan yang sudah ada, rumah penduduk, balai desa, balai RT, atau di tempat khusus yang di bangun masyarakat (Effendy, 1998, p. 269).

3) Pendapatan

Pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang tumbuh kembang anak dan kesehatan anak, karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik yang primer maupun sekunder (Soetjiningsih, 1995, p. 10).

c. Faktor- Faktor Penguat 1) Peran Kader

Kader kesehatan masyarakat adalah laki-laki atau wanita yang dipilih oleh masyarakat dan dilatih untuk menangani masalah-masalah kesehatan perseorangan maupun masyarakat serta untuk bekerja

(23)

dalam hubungan yang amat dekat dengan tempat-tempat pemberian pelayanan kesehatan (Meilani , 2009, p. 129).

2) Perilaku Masyarakat

Pada hakikatnya bila suatu program pembangunan kesehatan dilaksanaka, akan berlangsung suatu proses interaksi antara provider dengan resipient, yang masing-masing memiliki latar belakang sosial budaya sendiri-sendiri. Program pembangunan kesehatan, termasuk di dalamnya upaya peningkatan kedudukan gizi, dapat mencapai tujuan program apabila dari kedua belah pihak saling berpartisipasi aktif. Namun langkah pertama aktivitas itu harus lebih banyak datang dari pihak provider. Pihaknya perlu memahami latar belakang sosial budaya dan psikologi resipient. Prinsip-prinsip pembangunan masyarakat pedesaan perlu diperhatikan (Joyomartono, 2005).

3) Partisipasi Masyarakat

Partisipasi masyarakat adalah menumbuhkan dan meningkatkan tanggung jawab individu, keluarga, terhadap kesehatan atau kesejahteraan dirinya, keluarganya dan masyarakat (Depkes RI, 1987).

Partisipasi masyarakat dibagi menjadi lima tingkatan, yaitu :

a) Tingkat partisipasi masyarakat karena perintah atau karena paksaan

b) Tingkat partisipasi masyarakat karena imbalan atau karena insentif

(24)

c) Tingkat partisipasi masyarakat karena identifikasi atau karena ingin meniru

d) Tingkat partisipasi masyarakat karena kesadaran

e) Tingkat partisipasi masyarakat karena tuntutan akan hak azasi dan tanggungjawab (Depkes RI, 1987).

Partisipasi masyarakat didorong oleh faktor yang berada dalam masyarakat dan pihak provider yang akan mempengaruhi perubahan perilaku yang merupakan faktor penting dan besar pengaruhnya terhadap derajat kesehatan (Depkes RI, 1987).

(25)

B. Kerangka Teori

Gambar 2. 2 Kerangka Teori

(Sumber : Modifikasi Notoatmodjo, 2005, Effendy, 1998., Hidayat, 2007, Soetjiningsih, 1998., Meilani, 2009)

C. Kerangka Konsep

(Variabel Independent) (Variabel Dependent)

Gambar 2. 3 Kerangka Konsep

Faktor Predisposisi :  Pengetahuan  Pendidikan  Umur  Sikap  Status Pekerjaan Faktor Pendukung :  Keterjangkauan Fasilitas  Jarak Posyandu  Pendapatan Kunjungan Balita di Posyandu pada Bulan

Vitamin A Faktor Penguat :  Peran Kader  Perilaku Masyarakat  Partisipasi Masyarakat Pengetahuan Ibu Pendidikan Ibu Kunjungan Balita di Posyandu pada Bulan

(26)

D. Hipotesis

1. Pengertian Hipotesis

Untuk mengarahkan kepada hasil penelitian, maka di dalam perencanaan penelitian perlu dirumuskan jawaban sementara dari penelitian. Jawaban sementara dari suatu penelitian ini disebut hipotesis (Notoatmodjo, 2005, p. 72).

Hipotesis nol yang dilambangkan dengan Ho yaitu hipotesis yang menyatakan tidak terdapat hubungan antara dua variabel atau tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok satu dengan kelompok lainnya. Hipotesis lainnya yaitu hipotesis alternatif (Ha) yang menyatakan adanya hubungan antara dua variabel atau lebih, bisa juga menyatakan adanya perbedaan dalam hal tertentu pada kelompok yang berbeda (Hidayat, 2007, p. 47)

2. Hipotesis penelitian

a. Ada hubungan tingkat pengetahuan ibu dengan kunjungan balita di Posyandu pada bulan vitamin A.

b. Ada hubungan tingkat pendidikan ibu dengan kunjungan balita di Posyandu pada bulan vitamin A.

Gambar

Gambar 2. 2 Kerangka Teori

Referensi

Dokumen terkait

Konsep dasar JIT adalah sistem produksi Toyota, yaitu suatu metode untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan akibat adanya gangguan dan perubahan permintaan,

Sebelum memasukkan perintah transparent proxy pada squid, maka kita harus melakukan perintah iptable agar dapat meredirect port yang ada pada komputer client.. Maksudnya jika

• Membandingkan unsur-unsur intrinsik prosa naratif drama Indonesia dengan prosa naratif drama terjemahan Jenis tagihan: • tugas individ u/ • kelom pok Bentuk Instrumen :

Kerangka konsep diatas, dapat dijelaskan bahwa ibu yang menikah di usia dini dalam pemenuhan gizi balita dilatarbelakangi oleh pendapatan, pekerjaan dan pengetahuan tentang

Kesadaran beliau untuk selalu berbuat baik kepada siapa saja tanpa pandang bulu yang didapatkanya dari ajaran sapta darmo membuatnya menjadi orang yang lebih baik dan

Dan penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Problem Based Learning dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan ketrampilan memecahkan masalah pada mata kuliah

• Pengembangan penerapan teknologi dan produksi dalam negeri • Peningkatan kapasitas usaha jasa konstruksi pada BUJK Nasional.. PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DJBK