• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karyawan. Bagaimana seorang pemimpin harus mampu memimpin, mengelola sekaligus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karyawan. Bagaimana seorang pemimpin harus mampu memimpin, mengelola sekaligus"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kepemimpinan

1. Pengertian Kepemimpinan

Saat ini perusahaan telah mengalami banyak masalah organisasi, khususnya bila dihubungkan dengan kepemimpinan akan menjadi salah satu topik yang sensitif di kalangan karyawan. Bagaimana seorang pemimpin harus mampu memimpin, mengelola sekaligus memahami seorang karyawan dengan berbagai macam karakter, tentunya harus sesuai dengan kebutuhan perusahaan tersebut. “Kepemimpinan yang bermakna” menjadi penting karena ia membuat suatu perbedaan. Perbedaan ini muncul dalam kehidupan para pengikut, di dalam suatu kelompok atau organisasi, dan ada pula suatu perbedaan penting dalam organisasi itu sendiri sebagai hasil dari kepemimpinan yang penting dan bermakna (Sashkin, 2011:2).

Para pemimpin membantu mengurangi keraguan dan ketidakpastian dalam hidup kita. Mereka melakukannya lewat tindakan-tindakan konstruktif yang menggunakan kekuatan-kekuatan sosial yang kompleks untuk mencapai tujuan dan sasaran konkret jangka panjang, tetapi mereka melakukan lebih dari itu mereka membuat makna. Maksudnya, mereka memberikan alasan-alasan yang jelas dan positif untuk tujuan, tindakan, dan pencapaian mereka. Satu alasan bahwa kepemimpinan menjadi bermakna ialah karena para pemimpin menambahkan kejelasan dan arahan bagi kehidupan dan membuat kehidupan itu menjadi lebih berarti (Sashkin, 2011:9). Bahkan lebih penting lagi, para pemimpin membantu kita belajar membuat makna sendiri dalam kehidupan. Artinya, para pemimpin mengajarkan bahwa kita bisa mengendalikan kehidupan dan menciptakan makna kita sendiri, melalui tindakan-tindakan kita sendiri (Sashkin, 2011:9).

(2)

Dalam pandangan Yulk mengutip Sajid, Bilal, Nabia dan Nasir (2012), kepemimpinan merupakan sebuah proses, dimana hasil akhir dari tujuan yang akan dipenuhi dapat dicapai melalui usaha kolektif dan memfasilitasi individu. Mereka melihat hal tersebut juga sebagai proses bagaimana dan dimana sesuatu hal dapat secara efektif dikerjakan dengan mempengaruhi orang lain. Gill, Flascher dan Shacha (2006) memproklamirkan bahwa kepemimpinan membantu untuk menstimulasi, memotivasi, pengorbanan, dan menyadari peran pengikutnya dengan maksud untuk mendapatkan hasil dari kinerja.

Ng „ethe et al. (2012) menjelaskan gaya kepemimpinan merupakan perilaku tertentu yang diterapkan seorang pemimpin untuk mempengaruhi bawahannya untuk mencapai tujuan dari organisasi tersebut. Ushie et al. (2010) menyimpulkan sebagai fakta bahwa gaya kepemimpinan memerlukan karakteristik individual yang dapat menyesuaikan situasi. Kesimpulan dari berbagai macam pengertian dari gaya kepemimpinan adalah bagaimana seorang pemimpin mengendalikan bawahannya dengan sebuah proses mempengaruhi kemudian mengarahkan dan mengendalikan karyawan hingga dapat mencapai tujuan perusahaan.

2. Gaya Kepemimpinan

Gaya kepemimpinan adalah cara bekerja dan bertingkah laku pemimpin dalam membimbing para bawahannya untuk berbuat sesuatu (Syahrial, 2009). Gaya kepemimpinan merupakan salah satu tolak ukur dalam mengendalikan sebuah perusahaan karena, dengan gaya kepemimpinan yang tepat dapat membantu perusahaan mengerti keinginan sumber daya manusia yang dipekerjakan sehingga mereka akan memberikan kontribusi terbaiknya untuk dapat mewujudkan dan mencapai tujuan perusahaan. Sebaliknya, apabila gaya kepemimpinan yang diterapkan tidak disenangi oleh sumber daya manusia dalam perusahaan tersebut, akan

(3)

menyebabkan penolakan manajamen yang berujung hancurnya sistem perusahaan tersebut karena akan memicu terjadinya demo, penurunan semangat kerja, atau bahkan terjadi turn over yang tinggi (Syahrial, 2009). Itulah mengapa para ahli ekonomi, mempelajari pentingnya gaya kepemimpinan yang dapat menjangkau seluruh sumberdaya manusia didalam perusahaan, menciptakan suasana yang nyaman dan memberikan pengetahuan serta memahami sumberdaya manusia tersebut.

Menurut Chen dan Chen (dalam Voon et al., 2010), studi sebelumnya tentang kepemimpinan telah diidentifikasi tipe gaya kepemimpinan yang sesuai dalam mengelola organisasi. Gaya kepemimpinan yang sesuai adalah yang dikembangkan oleh Burns (dalam Voon et al., 2010) yaitu transaksional dan transformasional :

a. Kepemimpinan transaksional yang ditandai dengan pemimpin yang memandu atau memotivasi bawahan atau anggota organisasinya sebagai sumberdaya, sedikit demi sedikit telah terjadi pergeseran dari kepemimpinan transaksional ke kepemimpinan transformasional. Dalam pengertian tersebut secara sederhana kepemimpinan transaksional dapat diartikan sebagai cara yang digunakan seorang pemimpin dalam menggerakkan anggotanya dengan menawarkan imbalan atau akibat terhadap setiap kontribusi yang diberikan oleh anggota kepada organisasi. Karakteristik kepemimpinan transaksional sebagai berikut :

1) Pemberian Imbalan (Contingent Rewards), dimana seorang pemimpin menggunakan berbagai macam imbalan untuk memotivasi para anggota. Imbalannya dapat berupa kebutuhan tingkat fisiologis (Maslow).

2) Eksepsi atau pengecualian (Management By Exception), dimana seorang pemimpin akan memberi tindakan koreksi atau pembatalan imbalan atau sanksi apabila anggota organisasi tersebut gagal mencapai sasaran prestasi yang telah ditetapkan. Ada dua jenis yaitu :

(4)

a) Management by Exception Passive, dimana pemimpin mengintervensi jika masalah mulai muncul.

b) Management by Exception Active, dimana pemimpin aktif memonitoring pekerjaan bawahan yang dilakukan dan memastikan berjalan sesuai aturan.

Karakteristik dari pemimpin transaksional :

1. Mengetahui keinginan bawahan seperti apa.

2. Terampil dalam memberikan imbalan atau janji yang tepat. 3. Responsif terhadap adanya kepentingan bawahan.

b. Kepemimpinan transformasional lebih menekankan pada kegiatan pemberdayaan (empowerment) melalui peningkatan konsep diri bawahan atau anggota organisasi yang positif. Para bawahan atau anggota organisasi yang memiliki konsep diri positif itu akan mampu mengatasi permasalahan dengan mempergunakan potensinya masing-masing, tanpa rasa tertekan atau ditekan, sehingga dengan kesadaran sendiri membangun komitmen yang tinggi terhadap pencapaian tujuan organisasi (Hadari, 2006).Karakteristik kepemimpinan transformasional sebagai berikut :

1) Adanya pemberian wawasan serta penyadaran akan misi, membangkitkan kebanggaan, serta menumbuhkan sikap hormat dan kepercayaan pada para bawahannya (Idealized Influence).

2) Adanya proses menumbuhkan ekspektasi yang tinggi melalui pemanfaatan simbol-simbol untuk memfokuskan usaha dan mengkomunikasikan tujuan-tujuan penting dengan cara yang sederhana (Inspirational Motivation).

(5)

3) Adanya usaha meningkatkan intelegensia, rasionalitas, dan pemecahan masalah secara seksama (Intellectual Stimulation).

4) Pemimpin memberikan perhatian, membina, membimbing, dan juga melatih setiap orang secara khusus dan pribadi (Individualized Consideration).

Karakteristik Pemimpin Transformasional : a) Kharismatik

b) Inspiratif dan motivatif c) Percaya diri

d) Mampu berkomunikasi dengan baik e) Visioner

f) Memiliki idealisme yang tinggi B. Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja seorang karyawan di dalam perusahaan penting karena mempengaruhi kondisi seseorang dalam pencapaian kualitas seseorang di dalam bekerja. Brenner (dalam Akinyele dan Samuel Taiwao, 2000) mendefinisikan lingkungan kerja antara lain yaitu kemampuan karyawan dalam sebuah organisasi untuk membagi pengetahuan mereka melalui sistem bergantung pada lingkungan kerja mereka.

Melalui pendapat tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa lingkungan kerja merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kondisi seseorang di dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dalam bekerja, apakah lingkungan kerja nyaman, menyenangkan, konflik antar karyawan yang terjadi kecil, atau malah sebaliknya. Kondisi karyawan dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab pekerjaannya, sangat penting supaya pekerjaan yang dilakukan terlaksana dengan baik sehingga tujuan organisasi tercapai secara efektif.

(6)

Produktifitas karyawan ditentukan oleh faktor yang mempengaruhi kondisi lingkungan dimana mereka bekerja. Lingkungan kerja melibatkan semua tindakan dan reaksi jiwa raga seorang karyawan. Dibawah organisasi psikologi, fisik, mental dan lingkungan sosial dimana karyawan bekerja bersama dan disana bekerja untuk di analisa menjadi lebih efektif dan meningkatkan produktifitas. Tujuan yang utama adalah untuk menghasilkan suatu lingkungan yang menyenangkan dan menghapuskan semua penyebab frustasi, ketertarikan dan ragu-ragu. Lingkungan yang menyenangkan, rasa lelah dan jenuh diperkecil maka prestasi kerja dapat dimaksimalkan (Jain & Kaur, 2014). Pekerjaan mempunyai suatu sudut ekonomi seperti halnya aspek/pengaruh mekanis dan juga mempunyai aspek/pengaruh psikologis. Lingkungan kerja efektif mendorong karyawan yang lebih bahagia dengan pekerjaan mereka yang akhirnya mempengaruhi pertumbuhan dari suatu organisasi seperti halnya pertumbuhan dari suatu ekonomi (Jain & Kaur, 2014).

Menurut Jain dan Kaur (2014) konsep dari lingkungan pekerjaan adalah sebuah keadaan yang mencakup phisik, psikologis, dan aspek sosial yang menaikkan kondisi kerja itu. Lingkungan pekerjaan dapat didefinisikan seperti lingkungan dimana orang-orang sedang bekerja. Hal tersebut adalah pengertian yang sangat luas yang menyertakan pemandangan phisik (suara gaduh, peralatan, temperatur), beban pekerjaan itu sendiri (beban kerja, tugas, kompleksitas), tipe bisnis yang luas (kultur, sejarah) dan bahkan latar belakang bisnis (industri yang menentukan, hubungan para pekerja). Bagaimanapun semua aspek lingkungan pekerjaan selalu berhubungan penting atau tentu saja sesuai ketika kepuasan kerja dipertimbangkan dan juga mempengaruhi kesejahteraan karyawan. Berikut elemen – elemen dari lingkungan kerja yang dibagi menjadi tiga komponen (Jain & Kaur, 2014) :

1. Lingkungan fisik

a. Ventilasi dan temperatur b. Suara

(7)

c. Infrastruktur dan Interior d. Kenyamanan

2. Lingkungan Non Fisik/Mental a. Kelelahan

b. Kebosanan c. Kejenuhan

d. Sikap dan perilaku supervisor dan rekan kerja

3. Lingkungan Sosial : lingkungan yang menandakan bagaimana karyawan tersebut harus menyesuaikan diri. Dalam suatu kelompok, karyawan bekerja sesuai dengan peraturan dan membentuk beberapa peristiwa kebetulan di dalam pribadi mereka. Karyawan mengembangkan ide dan pemikirannya.

Untuk dapat memperkecil pengaruh lingkungan fisik terhadap karyawan, maka langkah pertama adalah harus mengerti dan memahami manusia, baik mengenai fisik dan tingkah lakunya maupun mengenai fisiknya, kemudian digunakan sebagai dasar menyesuaikan lingkungan fisik yang tepat untuk karyawan. Menurut Ajala (2012:141) memberikan hasil studi penelitian tentang lingkungan kerja yang menunjukkan bahwa karyawan akan puas dengan fasilitas lingkungan kerja yang disediakan memadai. Fasilitas yang digunakan oleh karyawan memiliki pengaruh yang tinggi dengan produktifitas dan kepuasan dalam bekerja, yang dimaksud antara lain faktor pencahayaan, ventilasi udara, pencahayaan yaitu tata pencahayaan yang cukup dan lingkungan yang sehat (Becker, 1981; Humphries, 2005; Veitch, Charles, Newsha, Marquardt & Geerts, 2004; Karasek & Theorell, 1990). Pencahayaan dan faktor lainnya seperti furniture kayu telah dibuktikan memiliki pengaruh positif terhadap kesehatan karyawan dan produktifitas karyawan (Dilani, 2004; Milton, Glencross & Walters, 2000; Veitch & Newsham, 2000).

(8)

Kondisi yang hendaknya diciptakan adalah suasana kekeluargaan, komunikasi yang baik, dan pengendalian diri. Lingkungan kerja yang baik juga dapat diamati dari cara berkomunikasi. Komunikasi yang efektif dalam lingkungan kerja adalah kunci sukses untuk seorang profesionalisme (Canadian Centre For Communication, 2003). Sebuah perusahaan yang didalam lingkungan kerja menggunakan tata cara berkomunikasi yang efektif seperti halnya menghindari terjadinya masalah seperti misal mengerjakan tugas harian, dan setidaknya sedikit mengurangi kejadian tidak pantas, dan akan memberikan pengaruh positif terhadap perilaku dalam bekerja (Ajala, 2012:142). Kondisi lingkungan kerja non fisik ini sendiri sangat berdampak terhadap mental karyawan tersebut, apabila kerjasama tidak terjalin cukup baik, maka akan menimbulkan konflik dan menciptakan suasana kerja yang tidak menyenangkan, akibatnya karyawan akan merasa malas mengerjakan tugasnya, kemungkinan bahkan menunda setiap pekerjaan yang diberikan kepadanya karena merasa semangat kerja menurun. Ketika karyawan dapat berkomunikasi secara efektif satu sama lain, produktivitas akan meningkat karena terjadinya komunikasi yang efektif, hal ini berarti dapat mengurangi terjadinya keluhan dan beban pekerjaan yang di berikan dapat selesai tepat waktu (Quilan, 2001).

C. Semangat Kerja

Menurut Hasibuan dalam Nurhayati dan Hastjarjo (2014:10) menyatakan beberapa tujuan pemberian motivasi dalam suatu organisasi, yaitu :

1. Mendorong gairah dan semangat kerja karyawan 2. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan 3. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan

4. Mempertahankan loyalitas dan kestabilan karyawan

(9)

Berikut adalah penjabaran lebih lanjut tentang unsur-unsur dari semangat kerja. Semangat kerja dapat diukur melalui presensi pegawai di tempat kerja, tanggungjawabnya terhadap pekerjaan, disiplin kerja, kerja sama dengan pimpinan atau teman sejawat dalam organisasi serta tingkat produktivitas kerja menurut Hasley dalam Nurhayati dan Hastjarjo (2014:11). Untuk memahami unsur-unsur semangat kerja berikut diuraikan penjelasan masing-masing unsur dari semangat kerja :

a. Presensi

Presensi atau absensi biasanya berkaitan dengan kehadiran pegawai. Pada umumnya instansi atau lembaga selalu mengharapkan pegawainya untuk datang dan pulang tepat waktu, sehingga pekerjaan yang dikerjakan tidak tertunda. Ketidakhadiran seorang pegawai tentunya akan berpengaruh terhadap produktivitas kerja, sehingga instansi/ lembaga tidak bisa mencapai tujuan secara optimal. Seperti yang diungkapkan Saksono (Nurhayati & Hastjarjo, 2014) bahwa menurunnya tingkat presensi tanpa diketahui sebelumnya oleh pimpinan perusahaan dapat mengganggu pelaksanaan program program kerja, apabila sejumlah karyawan terlihat dalam mata rantai kerja tidak hadir, pekerjaan selanjutnya tidak akan dapat berlangsung. Jika demikian perusahaan akan menanggung kerugian yang sesungguhnya dapat dihindarkan dengan mencegah terjadinya penurunan presensi.

b. Disiplin Kerja

Disiplin kerja merupakan ketaatan seseorang terhadap suatu peraturan yang berlaku dalam organisasi yang menggabungkan diri dalam organisasi itu atas dasar adanya kesadaran dan keinsafan, bukan karena adanya. Disiplin merupakan suatu kekuasaan yang berkembang dalam penyesuaian diri dengan sukarela kepada ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan

(10)

dan nilai-nilai dari pekerja. Pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa disiplin merupakan kemauan dan kepatuhan untuk bertingkah laku sesuai dengan peraturan yang ada di instansi yang bersangkutan.

c. Kerjasama

Keberhasilan atau kegagalan suatu organisasi tergantung pada orang-orang yang terlibat di dalamnya. Untuk itu penting adanya kerjasama yang baik diantara semua pihak dalam organisasi, baik dengan atasan, teman sejawat, maupun bawahan (Nurhayati & Hastjarjo, 2014).

Menurut Maier (1998:119), seseorang yang memiliki semangat kerja tinggi mempunyai alasan tersendiri untuk bekerja yaitu benar-benar menginginkannya. Hal tersebut mengakibatkan orang tersebut memiliki kegairahan, kualitas bertahan dalam menghadapi kesulitan untuk melawan frustasi, serta memiliki semangat berkelompok. Ada empat aspek yang menunjukan seseorang mempunyai semangat kerja yang tinggi yaitu :

1) Kegairahan

Seseorang yang memiliki kegairahan dalam bekerja berarti juga memiliki motivasi dan dorongan bekerja. Motivasi tersebut akan terbentuk bila seseorang memiliki keinginan atau minat dalam mengerjakan pekerjaannya. Menurut Jucius (1999) yang lebih dipentingkan oleh para karyawan adalah yang seharusnya bekerja untuk organisasi bukan lebih mementingkan pada apa yang mereka dapat.

2) Kekuatan untuk melawan frustasi

Aspek ini menunjukan adanya kekuatan seseorang untuk selalu konstruktif walaupun sedang mengalami kegagalan yang ditemuinya dalam bekerja. Seseorang yang memiliki semangat kerja yang tinggi tentunya tidak akan memiliki sifat pesimis apabila menemui kesulitan dalam pekerjaannya.

(11)

3) Kualitas untuk bertahan

Aspek ini tidak langsung menyatakan seseorang yang mempunyai semangat kerja yang tinggi maka tidak mudah putus asa dalam menghadapi kesukaran-kesukaran di dalam pekerjaannya. Ini berarti ada ketekunan dan keyakinan penuh dalam dirinya. Keyakinan ini menurut Maier (1998:120) menunjukan bahwa seseorang yang mempunyai energi dan kepercayaan untuk memandang masa depan dengan baik. Hal ini yang meningkatkan kualitas untuk bertahan. Ketekunan mencerminkan seseorang memiliki kesungguhan dalam bekerja. Sehingga tidak menganggap bahwa bekerja bukan hanya menghasilkan waktu saja, melainkan sesuatu yang penting.

4) Semangat kelompok

Semangat kelompok menggambarkan hubungan antar karyawan., dengan adanya semangat kerja maka para karyawan akan saling bekerja sama, tolong menolong, dan tidak saling menjatuhkan. Jadi semangat kerja di sini menunjukkan adanya kesediaan untuk bekerja sama dengan orang lain agar orang lain dapat mencapai tujuan bersama. Mengapa semangat kerja turun apakah betul karena faktor-faktor tersebut, lebih jelasnya bahwa memang keadaannya tidak akan terlihat mengapa karyawan tidak semangat, namun memang harus diteliti dan dipahami lebih lanjut mengapa hal tersebut terjadi.

D. Kinerja

Kinerja merupakan sebuah tolak ukur seorang karyawan memiliki prestasi yang baik atau tidak, dengan kinerja yang baik maka secara otomatis prestasi karyawan tersebut akan menjadi baik. Sebaliknya, jika karyawan memiliki kinerja yang buruk, sudah pasti prestasi yang dimiliki juga tidak cukup baik dalam sebuah perusahaan.

Kinerja yang sering disebut dengan performance juga disebut dengan result (Fischer, 1987) yang berarti apa yang telah di hasilkan oleh individu karyawan. Istilah yang lain adalah human output yang dapat di ukur dari productivity, absence, turnover, citizenship, dan

(12)

satisfaction (Robbins, 2003:27). Kinerja pada individu juga disebut dengan job performance, work outcome, task performance (Baron & Greenberg, 1990). Kinerja organisasi atau organizational performance (Cash & Fischer, 1987) tersebut merupakan strategi atau program dari setiap departemen sumber daya manusia dan dari organisasi. Menurut Kotter dan Hesket (1992) dalam penelitian mereka menemukan bahwa terdapat 4 (empat) faktor yang menentukan perilaku kerja manajemen suatu perusahaan, yaitu (1) budaya perusahaan; (2) struktur, sistem, rencana dan kebijakan formal; (3) kepemimpinan (leadership); dan (4) lingkungan yang teratur dan bersaing.

Menurut Simamora (1995) kinerja karyawan adalah tingkat dimana para karyawan dapat mencapai persyaratan – persyaratan pekerjaan. Kemudian masih menurut Simamora (2006:338) penilaian kinerja (performance appraisal) adalah proses yang dipakai oleh organisasi untuk mengevaluasi pelaksanaan kerja individu karyawan maupun kelompok, dengan adanya penilaian kinerja, perusahaan akan memiliki informasi mengenai tingkat kemampuan karyawan dalam melaksanakan tugas yang diberikan perusahaan.

E. Penelitian Terdahulu

Kegunaan penelitian terdahulu adalah untuk mengetahui hasil yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu, sehingga bisa dijadikan pijakan atau dasar untuk penelitian ini. Penelitian sebelumnya yang dilakukan dilakukan oleh Nurhendar (2008) melakukan penelitian tentang pengaruh stres kerja dan semangat kerja terhadap kinerja karyawan CV Aneka Ilmu Semarang, menunjukkan hasil bahwa variabel stres kerja dan semangat kerja mempunyai pengaruh secara signifikan bersama-sama terhadap kinerja karyawan. Antara variabel stres kerja dan semangat kerja, variabel semangat kerja merupakan variabel yang paling dominan mempengaruhi kinerja karyawan. Kinjerski dan Skrypnek (2006) melakukan penelitian tentang menciptakan kondisi organisasional yang mendorong semangat kerja

(13)

karyawan, dengan penelitian kualitatif menunjukkan hasil bahwa kepemimpinan diidentifikasi sebagai komponen organisasi yang paling penting dalam mengembangkan semangat kerja dan merupakan instrumen yang dibutuhkan dari semua kondisi organisasi sebagai pendorong semangat kerja karyawan.

Penelitian dilakukan oleh Suatika et al. (2012) tentang pengaruh kompensasi, gaya kepemimpinan transformasional dan komunikasi terhadap kepuasan kerja dan semangat kerja PT. Jamsostek (persero) Cabang Bali I. Hasil menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional memiliki hubungan positif terhadap semangat kerja dimana gaya kepemimpinan transformasional mempengaruhi semangat kerja, kepemimpinan yang ditunjukkan manajemen PT. Jamsostek (persero) Cabang Bali I belum dapat meningkatkan semangat kerja karyawan, ini terlihat dari tingginya absensi karyawan yang menandakan kurangnya semangat kerja karyawan, oleh sebab itu gaya kepemimpinan transformasional perlu memiliki seorang pemimpin yang dapat menciptakan lingkungan kerja yang baik dan mampu meningkatkan semangat kerja karyawan dalam bekerja. Penelitian menurut Triyana et al. (2013) tentang pengaruh gaya kepemimpinan transformasional, insentif finansial dan komitmen organisasional terhadap semangat kerja karyawan The Stones Legian Bali Hotel, hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap semangat kerja karyawan The Stones Legian Bali Hotel.

Penelitian mengenai hubungan pengaruh gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional terhadap kinerja guru dilakukan oleh Munawaroh (2011), hasil menunjukkan bahwa secara parsial gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh signifikan terhadap kinerja guru SMP Katolik Wijana Jomban. Penelitian lain dilakukan oleh Ananta (2008), menunjukkan hasil ada hubungan yang signifikan antara lingkungan kerja dengan semangat kerja pegawai Badan Pusat Statistik Surabaya. Sedangkan penelitian yang dilakukan

(14)

Rahmawanti et al. (2014) tentang pengaruh lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan, hasil yang didapat terdapat pengaruh yang signifikan antara lingkungan kerja baik fisik maupun non fisik terhadap kinerja karyawan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Malang Utara. Menurut hasil penelitian Kiruja dan Kabare (2013) menghubungkan lingkungan kerja dengan kinerja karyawan di institusi Technical, Industrial, and Vocational and Enterpreneurship Training (TIVET) Kenya, dan lingkungan kerja memberikan pengaruh yang signifikan dengan kinerja karyawan di institusi Technical, Industrial, and Vocational and Enterpreneurship Training (TIVET) tersebut. Hal senada juga diungkapkan oleh Ajala (2012), yang menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara lingkungan terhadap kinerja, produktifitas dan kesejahteraan pekerja. Penelitian dari Winarno (2012) menunjukkan bahwa lingkungan kerja dan gaya kepemimpinan berpengaruh terhadap kinerja, selanjutnya motivasi kerja secara linier sederhana berpengaruh terhadap kinerja, sehingga lingkungan kerja dan gaya kepemimpinan berpengaruh terhadap kinerja melalui motivasi kerja karyawan di Perguruan Tinggi STIMART-AMNI Semarang. Penelitian dari Rinawati dan Ingsih (2014) mengenai pengaruh lingkungan kerja dan kompetensi terhadap kinerja karyawan dengan motivasi sebagai variabel intervening pada Satuan Kerja Non Vertikal Tertentu (SNVT) Kementrian Pekerjaan Umum di Semarang memberikan hasil bahwa variabel motivasi berperan menjadi variabel yang memediasi antara lingkungan kerja dan kompetensi terhadap kinerja karyawan.

Penelitian yang dilakukan oleh Hayu et al. (2015) mengenai pengaruh kompensasi, motivasi, dan lingkungan kerja terhadap kinerja melalui semangat kerja sebagai variabel intervening pada karyawan produksi non manajerial Sigaret Kretek Tangan di Perusahaan Rokok Gagak Hitam Bondowoso, menunjukkan bahwa kompensasi, motivasi dan lingkungan kerja berpengaruh signifikan secara langsung dan tidak langsung terhadap kinerja melalui semangat kerja karyawan produksi non manajerial Sigaret Kretek Tangan di Perusahaan

(15)

Rokok Gagak Hitam Bondowoso. Sedangkan penelitian yang dilakukan Taruno et al. (2012) mengenai pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja dosen dengan kepuasan kerja dan motivasi kerja sebagai mediator (studi pada Perguruan Tinggi Swasta di Jayapura) menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan memiliki pengaruh tidak langsung terhadap kinerja dosen melalui kepuasan kerja dan motivasi kerja sebagai mediator. Penelitian juga dilakukan oleh Endiana et al (2015) mengenai pengaruh kepemimpinan transformasional dan kompensasi terhadap kepuasan kerja dan kinerja karyawan Departemen Collection pada Perusahaan Finance di Bali menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional dan kompensasi berpengaruh positif secara tidak langsung terhadap kinerja karyawan melalui kepuasan kerja.

F. Pengembangan Hipotesis

Menurut Sugiono (2007), hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Menurut Arikunto (2006) yang dimaksud hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang kebenarannya harus diuji secara empiris. Berdasarkan landasan teori dan jurnal yang telah dikemukakan, maka hipotesis dalam penulisan tesis ini adalah :

1) Gaya Kepemimpinan Transformasional dan Semangat Kerja

Sikap seorang pemimpin terhadap karyawan dapat mempengaruhi kepercayaan diri, kegembiraan dan motivasi dalam menyelesaikan pekerjaannya. Apabila seorang pemimpin mampu membangun perasaan nyaman, senang dan bahagia seorang karyawan, maka dia akan merasa bersemangat untuk melakukan tugas yang di berikan padanya. Hal ini sesuai dengan penelitian Suastika et al. (2012) menunjukkan hasil bahwa tentang pengaruh kompensasi, gaya kepemimpinan transformasional dan komunikasi terhadap kepuasan kerja dan semangat kerja PT. Jamsostek (persero) Cabang Bali I. Hasil menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional memiliki hubungan positif terhadap semangat

(16)

kerja dimana gaya kepemimpinan transformasional mempengaruhi semangat kerja. Penelitian yang dilakukan oleh Triyana et al. (2014) tentang pengaruh gaya kepemimpinan transformasional, insentif finansial dan komitmen organisasional terhadap semangat kerja karyawan The Stones Legian Bali Hotel menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap semangat kerja karyawan The Stones Legian Bali Hotel. Berdasarkan uraian ini maka hipotesis 1 dalam penelitian ini adalah : H₁ = Gaya Kepemimpinan Transformasional berpengaruh positif dan signifikan pada semangat kerja

2) Lingkungan kerja dan semangat kerja

Lingkungan kerja merupakan faktor yang penting dan besar pengaruhnya bagi karyawan dalam bekerja. Lingkungan kerja yang baik dan mendukung dapat meningkatkan semangat kerja karyawan, karena dengan adanya lingkungan dan fasilitas yang lengkap mendorong karyawan melaksanakan tugasnya dengan baik, merasa gembira dan tidak malas, sehingga memacu semangat karyawan untuk melaksanakan pekerjaannya. Penelitian yang dilakukan Ananta (2008) menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara lingkungan kerja dengan semangat kerja pegawai di Kantor Badan Pusat Statistik kota Surabaya, apabila kondisi lingkungan kerja dipertahankan maka dapat meningkatkan semangat kerja pegawai. Lingkungan kerja yang meliputi penerangan, fasilitas kantor, hubungan dengan rekan kantor dan pimpinan, jika semua tidak terpenuhi maka karyawan akan semakin bersemangat dalam bekerja. Hal itulah yang membuat lingkungan kerja memiliki pengaruh yang signifikan pada semangat kerja. Berdasarkan uraian ini maka hipotesis 2 dalam penelitian ini adalah :

H₂ = Lingkungan kerja berpengaruh positif dan signifikan pada semangat kerja 3) Gaya Kepemimpinan Transformasional dan Kinerja

(17)

Gaya kepemimpinan seseorang didalam organisasi mempengaruhi bagaimana hasil yang akan dicapai oleh karyawan terkait dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Apabila seorang pemimpin memberikan contoh sebelum meminta seorang karyawan mengerjakan, memberikan penjelasan terlebih dahulu dan memberikan kesempatan bertanya serta tidak memberikan sangsi berat jika terjadi sebuah kesalahan, maka karyawan akan memberikan hasil terbaik karena merasa mendapatkan perhatian dan dukungan, sehingga kinerja akan meningkat. Menurut hasil penelitian Endiana et al. (2015) menunjukan hasil bahwa gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh positif dan signifikan secara langsung terhadap kinerja karyawan Departemen Collection di Perusahaan Finance di Bali, jika seorang pemimpin mau memahami karyawan dan menjaga hubungan kerja dengan baik akan memberikan dampak positif terhadap kinerja karyawan, sehingga gaya kepemimpinan seorang pemimpin berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Berdasarkan uraian ini maka hipotesis 2 dalam penelitian ini adalah :

H₃ = Gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh positif dan signifikan pada kinerja

4) Lingkungan kerja dan kinerja

Apabila lingkungan kerja menyenangkan maka tingkat pencapaian seorang karyawan dalam mengerjakan tugas dan tanggung jawabnya akan tercapai dengan baik. Lingkungan kerja yang mendukung karyawan di dalam bekerja, dapat membuat seseorang mencapai kinerja yang diharapkan oleh organisasi. Karyawan akan memiliki prestasi kerja yang baik dengan tersedianya sarana dan prasarana yang dibutuhkan serta hubungan antara rekan kerja dan atasan tidak bermasalah. Hasil penelitian Karanja (2013) menunjukkan bahwa karyawan akan mampu bekerja lebih baik dan menjadi tugas seorang pemimpin untuk memberikan mereka fasilitas untuk bekerja dengan lingkungan kerja yang nyaman, sehingga penelitian tersebut membuktikan bahwa lingkungan kerja mempengaruhi kinerja

(18)

karyawan secara signifikan. Berdasarkan uraian ini maka hipotesis dalam penelitian ini adalah :

H₄ = Lingkungan kerja berpengaruh positif dan signifikan pada kinerja 5) Semangat kerja dan kinerja

Semangat kerja merupakan salah satu hal yang penting bagi perusahaan, dengan semangat kerja yang tinggi maka kinerja akan meningkat karena karyawan akan melakukan pekerjaan lebih giat, sehingga pekerjaan diharapkan dapat selesai lebih cepat dan lebih baik. Hasil penelitian Nurhendar (2008) menunjukkan pengaruh variabel semangat kerja berpengaruh positif pada kinerja artinya semangat kerja diperlukan dalam pencapaian kinerja, dengan adanya semangat kerja, karyawan dapat bekerja sama dengan lebih baik sehingga kinerja karyawan akan meningkat dengan demikian variabel semangat kerja berdasarkan penelitian Nurhendar (2008) memberikan hasil semangat kerja berpengaruh secara signifikan pada kinerja. Berdasarkan uraian ini maka hipotesis 5 dalam penelitian ini adalah :

H₅ = Semangat kerja berpengaruh positif dan signifikan pada kinerja

6) Semangat kerja berperan sebagai mediasi pada hubungan antara gaya kepemimpinan transformasional dan kinerja

Gaya kepemimpinan yang tepat dapat memberikan semangat tinggi bagi karyawan untuk dapat melakukan pekerjaan lebih baik dan tujuan organisasi dapat tercapai. Hasil penelitian Suastika et al. (2012) menunjukkan adanya pengaruh pada gaya kepemimpinan transformasional dan semangat kerja artinya gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh terhadap pemacu semangat karyawan didalam bekerja. Penelitian Nurhendar (2008) menunjukkan pengaruh variabel semangat kerja terhadap kinerja adalah signifikan artinya dengan semangat kerja maka hasil kerja yang diharapkan perusahaan tercapai maksimal. Kedua penelitian tersebut, Suastika et al.

(19)

(2012) memberikan bukti bahwa gaya kepemimpinan transformasional mempengaruhi timbulnya semangat kerja, Nurhendar (2008) memberikan bukti bahwa semangat kerja yang yang meningkat dapat meningkatkan kinerja juga, sehingga semangat kerja mampu memediasi gaya kepemimpinan pada kinerja, karena dengan semangat kerja dari karyawan muncul karena adanya gaya kepemimpinan transformasional yang mendorong mereka menjadi lebih bersemangat dalam melakukan pekerjaan mereka menjadi lebih baik. Berdasarkan uraian ini, maka hipotesis 6 dalam penelitian ini adalah :

H₆ = Semangat kerja memiliki peran sebagai mediasi pada hubungan antara gaya kepemimpinan transformasional dan kinerja

7. Semangat kerja memiliki peran sebagai mediasi pada hubungan antara lingkungan kerja dan kinerja

Dengan memperhatikan lingkungan kerja yang baik atau menciptakan kondisi kerja yang mampu memberikan motivasi karyawan untuk bekerja, maka dapat membawa pengaruh terhadap semangat kerja karyawan, sehingga dengan lingkungan kerja yang nyaman dapat menciptakan semangat kerja karyawan untuk dapat melakukan tugas yang diberikan lebih baik dan lebih cepat sesuai tujuan organisasi. Penelitian yang dilakukan oleh Hayu et al. (2015) mengenai pengaruh kompensasi, motivasi, dan lingkungan kerja terhadap kinerja dengan semangat kerja sebagai variabel intervening (studi kasus pada karyawan produksi non manajerial Sigaret Kretek Tangan di Perusahaan Rokok Gagak Hitam Bondowoso) membuktikan bahwa semangat kerja berperan sebagai mediasi pada hubungan lingkungan kerja dan kinerja karyawan produksi non manajerial Sigaret Kretek Tangan di Perusahaan Rokok Gagak Hitam. Suatu perusahaan harus dapat menciptakan lingkungan kerja yang baik, dengan demikian karyawan akan melaksanakan kegiatan secara optimal. Berdasarkan uraian ini, maka hipotesis 7 dalam penelitian ini adalah :

(20)

H₇ = Semangat kerja memiliki peran sebagai mediasi pada hubungan antara lingkungan kerja dan kinerja

G. Kerangka Berpikir

Sesuai dengan apa yang telah disampaikan, penulis melakukan penelitian bagaimana faktor kepemimpinan transformasional, lingkungan kerja dan semangat kerja dapat memberikan pengaruh terhadap kinerja dalam sebuah organisasi dengan judul :

Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional dan Lingkungan Kerja pada Kinerja dengan Semangat Kerja sebagai Variabel Mediasi di Yayasan Panti Asuhan Katolik Semarang. Menurut Haque et al. (dalam Suastika et al., 2012) kepemimpinan transformasional perlu dimiliki oleh seorang pemimpin, agar dapat meningkatkan upaya bawahan untuk mencapai hasil kerja yang optimal semakin baik kepemimpinan transformasional maka semakin tinggi pula semangat kerja karyawan, begitu juga sebaliknya semakin buruk kepemimpinan transformasional semakin rendah pula semangat kerjanya. Menurut Sutanto dan Stiawan (2000) mengemukakan bahwa semangat dan kegairahan kerja rendah berkaitan dengan ketidakpuasan karyawan terhadap penerapan gaya kepemimpinan perusahaan, dengan turunnya semangat dan kegairahan kerja mengakibatkan karyawan bekerja kurang efektif.

Menurut Tohardi (dalam Ananta, 2008) mengemukakan jika lingkungan kerja yang tidak baik tentunya akan memberikan dampak negatif terhadap para pekerja, yaitu dapat menurunkan semangat kerja, gairah kerja dan kepuasan kerja yang akhirnya menurunkan produktivitas kerja. Penelitian yang dilakukan oleh Hayu et al. (2015) menunjukkan bahwa kompensasi, motivasi dan lingkungan kerja berpengaruh signifikan secara langsung dan tidak langsung terhadap kinerja dengan mediasi semangat kerja karyawan produksi non manajerial Sigaret Kretek Tangan di Perusahaan Rokok Gagak Hitam Bondowoso.

(21)

Menurut penelitian Taruno et al. (2012) menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan memiliki pengaruh tidak langsung terhadap kinerja dosen melalui kepuasan kerja dan motivasi kerja sebagai mediator di Yayasan Panti Asuhan Katolik, penelitian mengenai kinerja karyawan, gaya kepemimpinan, lingkungan kerja dan semangat kerja belum pernah dilakukan padahal variabel tersebut penting untuk diterapkan di dalam organisasi, sehingga penelitian ini tepat dilakukan. Penelitian ini mengacu pada hasil penelitian Hayu et al. (2015), Endiana et al (2015), Triyana et al. (2014), Suastika et al. (2012), Winarno (2012), Ananta (2008), Nurhendar (2008). Untuk lebih jelasnya dapat diperhatikan dalam skema gambar sebagai berikut :

Sumber : Dimodifikasi dari berbagai penelitian Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran dalam penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian yang dilakukan Hayu et al. (2015), Endiana et al (2015), Triyana et al. (2014), Suastika et al. (2012), Winarno (2012), Ananta (2008), Nurhendar (2008).

Berdasarkan pada Gambar 2.1, penelitian ini akan menguji pengaruh gaya kepemimpinan transformasional dan lingkungan kerja pada kinerja karyawan dengan semangat kerja sebagai mediasi studi pada karyawan Yayasan Panti Asuhan Katolik di Semarang.

Gaya Kepemimpinan Transformasional

(X₁)

Lingkungan Kerja (X₂)

Semangat Kerja (X₃) Kinerja (Y₁)

H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7

(22)

Referensi

Dokumen terkait

Simpulan Penelitian: Ada hubungan antara gagal ginjal kronik dengan tebal parenkim ginjal (p < 0,05), di mana pasien gagal ginjal kronik rata-rata memiliki tebal

Tujuan penelitian dari penelitian ini adalah menganalisis pengaruh pengetahuan dan sikap orangtua tentang kesehatan reproduksi remaja terhadap kejadian pernikahan dini di

Analisis deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan variasi data yang telah dikumpulkan melalui instrumen penelitian pada kelas eksperimen yang diajar dengan

pada pemancar FM standar buatan pabrik biasanya dilengkapi dengan fasilitas masukan untuk SCA. Spektrum frekuensi Broadcast FM stereo dan pita teledata [1].. SCA

Ketika pasien diletakkan pada posisi telungkup  (prone) di atas meja pemeriksaan, perasaan tidak nyaman atau nyeri dapat diidentifikasi ketika palpasi dilakukan secara

Dari gambar diatas, jika setelah kita bikin section ternyata bidang yang bagus adalah Sb2u maka kita bisa membikin pengaturan dari Seam Sb5 ke seam diatasnya akan menikuti

Bahasa yang paling mudah yang boleh saya simpulkan di sini ialah apabila anda berjaya targetkan prospek yang tepat, anda akan mendapat respon yang tinggi dengan ramai prospek

Reformasi birokrasi mutlak harus dilakukan oleh setiap institusi pemerintah namun sebelumnya para pelaksana reformasi birokrasi harus memahami terlebih dahulu apa itu hakikat