• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Agensi (Agency Theory)

Teori agensi (Agency theory) merupakan basis teori yang mendasari praktik

bisnis perusahaan yang dipakai selama ini. Teori tersebut berakar dari sinergi teori

ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Prinsip utama teori ini

menyatakan adanya hubungan kerja antara pihak yang memberi wewenang

(principal) yaitu investor dengan pihak yang menerima wewenang (agency) yaitu manajer, dalam bentuk kontrak kerja sama yang disebut ”nexus of contract”.

(Elqorni, 2009)

Teori keagenan mengasumsikan bahwa semua individu bertindak atas

kepentingan mereka sendiri. Pemegang saham sebagai prinsipal diasumsikan

hanya tertarik kepada hasil keuangan yang bertambah atau investasi mereka di

dalam perusahaan. Sedangkan para agen diasumsikan menerima kepuasan berupa

kompensasi keuangan dan syarat-syarat yang menyertai dalam hubungan tersebut.

Teori keagenan merupakan konsekuensi dari pemisahan fungsi kontrol

(manajemen) dengan fungsi kepemilikan (pemegang saham). Teori keagenan

terfokus pada hubungan antara dua pelaku ekonomi yang saling bertentangan

(2)

perusahaan antara prinsipal dengan manajer yang disebut dengan agency conflict

disebabkan adanya hubungan keagenan atau agency relationship.

Hubungan keagenan merupakan suatu kontrak dalam satu atau lebih orang

(prinsipal) memerintah orang lain (agen) untuk melakukan suatu jasa atau nama

prinsipal serta memberi prinsipalnya. Walaupun tujuan dari manajer dan

pemegang saham sama, yaitu meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatan

kemakmuran pemegang saham, tetapi terkadang manajer memiliki pemikiran lain

yang seolah-olah dianggap bertentangan dengan pemikiran pemegang saham.

(Aryaningtyas, 2009)

Agency conflict antara manajer dan pemegang saham ini dapat terjadi

terutama jika perusahaan memiliki excesscash flow tersebut oleh manajer

kecenderungannya akan digunakan untuk meningkatkan kekuasaannya melalui

investasi yang berlebihan dan pengeluaran yang tidak ada kaitannya dengan

kegiatan utama perusahaan atau excessive perquisities. Agency conflict dapat

diminimumkan dengan suatu mekanisme pengawasan yang dapat mensejajarkan

kepentingan antara manajer dengan pemegang saham (Aryaningtyas, 2009).

Namun dengan munculnya pengawasan tersebut akan menimbulkan biaya

pengawasan (Monitoring Cost), yang sering disebut dengan biaya keagenan

(Agency Cost).

Di dalam tiga masalah utama dalam hubungan agensi:

1. Kontrol pemegang saham kepada manajer

Masalah kontrol meliputi beberapa masalah pokok, yaitu: tindakan agen yang

(3)

a. Tindakan agen yang tidak dapat diamati oleh prinsipal

Dalam kaitannya dengan kompensasi dan syarat-syarat yang timbul dalam

hubungan agensi, tidak menjadikan para prinsipal mudah untuk memonitor

tindakan para agen. Para pemegang saham tidak dalam posisi untuk memonitor

aktivitas sehari-hari CEO untuk memastikan bahwa dia bekerja pada

kepentingannya yang terbaik. Prinsipal tidak memiliki informasi yang cukup

tentang performa agen dan tidak pernah akan pasti dapat merasa bagaimana

kontribusi upaya agen terhadap hasil aktual perusahaan, kecuali agen memberikan

informasi tambahan yang berupa informasi pribadi. Tanpa memonitornya, hanya

agenlah yang mengetahui apakah dia bekerja atas kepentingan terbaik

prinsipal.Selain itu, jelas hanya agen yang mengetahui lebih banyak tentang

tugasnya dibandingkan prinsipal.

b. Mekanisme pengendalian

Adanya tindakan agen yang tidak diketahui secara pasti oleh prinsipal

tersebut memaksa prinsipal melakukan pengendalian dengan mekanisme

pengendalian agar kepentingan yang dapat berjalan sesuai dengan yang

diharapkan, yaitu melalui monitoring dan kontrak insentif. Monitoring, prinsipal

dapat merancang sistem pengendalian yang menambah kemakmuran agen atas

biaya kepentingan prinsipal. Sebagai contoh: audit pihak ketiga atas laporan

keuangan perusahaan sebelum diserahkan kepada pemegang saham. Untuk dapat

melakukan monitoring dengan baik dan efektif, prinsipal perlu mendefinisikan

(4)

monitoring yang akurat, terutama sekali terhadap penggunaan arus kas bebas oleh

para manajer.

Kontrak insentif, jika tugas tidak dapat didefinisikan dengan baik untuk

memudahkan dalam memantau, kontrak insentif dapat dipergunakan sebagai alat

kontrol. Maka yang penting dilakukan pemegang saham sebagai prinsipal adalah

menentukan ukuran prestasi agar dapat mengakomodasi segala kepentingannya

dengan sasaran yang sesuai dan jelas.Kontrak yang diberikan kepada agen harus

dapat memonitor agen untuk bekerja atas kepentingan terbaik prinsipal.

Mengidentifikasi sinyal yang berkorelasi dengan upaya agen dan nilai-nilai

perusahaan menjadi suatu kebutuhan bagi para pemegang saham, sehingga

mereka sendiri mendapatkan informasi yang tepat dan jelas dan berkorelasi

dengan penggunaan arus kas bebas oleh agen atau manajer.

2. Biaya yang menyertai hubungan agensi

Adanya perbedaaan preferensi resiko dan tujuan kerja dari kedua pihak

menyebabkan adanya biaya tambahan sebagai biaya agensi yang terdiri dari:

a. Monitoring Cost

Monitoring Cost adalah biaya yang dikeluarkan oleh prinsipaluntuk mengukur,

mengamati, dan mengontrol perilaku manajer. Dalam hal ini, termasuk biaya

audit, rencana kompensasi eksekutif dan biaya untuk memberhentikan manajer.

Awalnya agency cost dibayar oleh prinsipal, (Krisnauli & Hadiprajitno, 2014)

menyatakan bahwa pada akhirnya agen-lah yang akan memikulnya karena

kompensasi yang mereka terima sudah disesuaikan dengan biaya monitoring

(5)

b. Bonding Cost

Bonding Cost adalah biaya pengikatan agenagar agenbertindak yang terbaik

untuk kepentingan pemilik perusahaan. Para agenakan diberi kompensasi yang

wajar dan bila mereka tidak bertindak sesuai dengan keinginan pemilik

kompensasi tersebut tidak akan diberikan.

c. Residual Loss

Meskipun sudah ada monitoring dan bonding, kadang kepentingan

shareholders dan agentsmasih sulit diselaraskan karena itu muncul agency losses

dari perbedaankepentingan tersebut dan ini disebut residual loss. Residual loss

menunjukkan tradeoff antara membatasi manajer dan memaksakan mekanisme

kontrak yang didesainuntuk mengurangi agency problems. Secara umum tidak ada

perusahaan yang tidak memiliki biaya keagenan kecuali bagi perusahaan yang

dimiliki dan dikelola sepenuhnya oleh seorang manajer (Jensen dan Meckling,

1976).

3. Menghindari dan meminimalisasi biaya agensi.

Kunci untuk memotivasi orang berperilaku dalam sikap yang memajukan

tujuan organisasi terletak pada cara insentif organisasi menghubungkannya

dengan dengan tujuan individu, Robert Anthony dan Vijay Govindarajan (2003).

Maka dalam hubungan agensi kembali kepada manusia itu sendiri dan mekanisme

insentif yang diberlakukan.Hubungan personalitas antara kedua pihak tetap

(6)

pihak. Perbedaan preferensi tentang resiko dari agen, motif nonfinansial,

kepercayaan prinsipal pada agen, kemampuan agen untuk penugasan kini dan

prospek penugasan yang akan datang sangat mempengaruhi hubungan keagenan

dan biaya agensi yang ditimbulkan.Prinsipal dalam posisinya mempunyai

kepentingan untuk memperkecil biaya agensi yang timbul dan ini berlaku

sebaliknya pada agen. Dalam upayanya tersebut ada 2 (dua) hal yang dapat

dilakukan oleh prinsipal untuk memperkecil biaya agensi karena tidak dapat

dihilangkan sama sekali, yaitu:

a. Mencari manajer yang benar-benar dapat dipercaya, mengetahui secara jelas

kapabilitas dan personalitas. Kunci kerjasama dalam hubungan agensi adalah

kepercayaan yang didasarkan pada informasi yang benar tentang agen.

b. Memperjelas kontrak insentif dengan skema kompensasi opsional sehingga

memotivasi agen untuk bekerja sesuai kepentingan prinsipal dengan

penghargaan yang wajar terhadap prinsipal.

2.1.2 Kinerja Keuangan

2.1.2.1 Pengertian Kinerja Keuangan

Kinerja keuangan adalah kemampuan dari suatu perusahaan dalam

menggunakan modal yang dimiliki secara efektif dan efisien guna mendapatkan

hasil yang maksimal (Munawir, 2012). Kinerja perusahaan menggambarkan

kondisi keuangan suatu perusahaan yang dapat dianalisis dengan menggunakan

alat-alat analisis keuangan sehingga perusahaan tersebut dapat mengetahui baik

buruknya keadaan keuangan perusahaan tersebut dan menunjukkan prestasi kerja

(7)

digunakan dalam mengukur kinerja keuangan adalah dengan menggunakan teori

analisis rasio keuangan. Teori analisis rasio keuangan dilakukan dengan cara

membandingkan laporan keuangan perusahaan di masa lalu.

Menurut Kasmir (2012) menyatakan rasio keuangan merupakan kegiatan

membandingkan angka-angka yang ada dalam laporan keuangan dengan cara

membagi satu angka dengan angka lainnya. Menurut Harahap (2001) analisis

rasio keuangan adalah angka yang diperoleh dari hasil perbandingan dari satu pos

laporan keuangan dengan pos lainnya yang mempunyai hubungan yang relevan

dan signifikan. Jenis-jenis rasio keuangan menurut Harahap (2001) dibagi menjadi

enam kelompok, yaitu :

a. Rasio likuiditas menggambarkan kemampuan perusahaan untuk dapat

menyelesaikan kewajiban jangka pendeknya. Terdapat tiga ukuran yang dapat

digunakan yaitu: rasio lancar (current ratio), rasio cepat (quick ratio), dan rasio

kas (cash ratio).

b. Rasio solvabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan untuk membayar

kewajiban jangka panjangnya. Terdapat tiga ukuran yang dapat digunakan

yaitu: Debt to Asset Ratio (DAR), Debt to Equity Ratio (DER), Long Term

Debt to Equity Ratio (LTDER).

c. Rasio aktivitas menggambarkan aktivitas yang dilakukan perusahaan dalam

menjalankan operasinya baik dalam kegiatan penjualan, pembelian, dan

kegiatan lainnya. Terdapat empat ukuran yang dapat digunakan yaitu:

perputaran piutang (receivable turn over), perputaran persediaan (inventory

(8)

d. Rasio profitabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan

laba melalui semua kemampuan dan sumber yang ada seperti kegiatan

penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang, dan sebagainya.

Terdapat tiga ukuran yang dapat digunakan: net profit margin (NPM), return

on assets (ROA), dan return on equity (ROE).

e. Rasio pertumbuhan menggambarkan presentasi pertumbuhan perusahaan dari

tahun ke tahun. Terdapat empat ukuran yang dapat digunakan, yaitu:

pertumbuhan penjualan, pertumbuhan laba bersih, pertumbuhan pendapatan

per saham (earning per share), dan pertumbuhan dividen per saham (deviden

per share).

f. Rasio penilaian (valuation ratio) menggambarkan situasi atau keadaan prestasi

perusahaan di pasar modal.

2.1.3 Nilai Perusahaan

Perusahaan adalah suatu organisasi yang mengkombinasikan dan

mengorganisasikan berbagai sumber daya dengan tujuan untuk memproduksi

barang dan atau jasa untuk dijual (Salvatore, 2005). Perusahaan ada karena akan

menjadi sangat tidak efisien dan mahal bagi pengusaha untuk masuk dan

membuat kontrak dengan pekerja dan para pemilik modal, tanah dan sumber daya

lain untuk setiap tahap produksi dan distribusi yang terpisah. Sebaliknya,

pengusaha biasanya masuk dalam kontrak yang besar dan berjangka panjang

dengan tenaga kerja untuk mengerjakan berbagai tugas dengan upah tertentu dan

berbagai tunjangan lain. Kontrak yang umum semacam itu jauh lebih murah

(9)

pengusaha maupun pekerja dan pemilik sumber daya lain. Perusahaan ada karena

untuk menghemat biaya transaksi semacam itu. Dengan menginternalisasi

berbagai transaksi (yaitu dengan menjalankan berbagai fungsi dalam perusahaan),

perusahaan juga menghemat pajak penjualan dan menghindari kontrol harga dan

peraturan pemerintah yang berlaku hanya untuk transaksi antar perusahaan.

Semula teori perusahaan didasarkan pada asumsi bahwa maksud atau tujuan

perusahaan adalah memaksimumkan laba sekarang atau jangka pendek. Akan

tetapi, berdasarkan pengamatan perusahaan sering kali mengorbankan laba jangka

pendek untuk meningkatkan laba masa depan atau jangka panjang. Karena baik

keuntungan jangka pendek maupun jangka panjang sangat penting, teori

perusahaan (theory of the firm) sekarang mempostulatkan bahwa maksud atau

tujuan utama perusahaan adalah untuk memaksimumkan kekayaan atau nilai

perusahaan (value of the firm). Hal ini dicerminkan dari nilai sekarang atas semua

keuntungan perusahaan yang diharapkan di masa depan.

Nilai dari perusahaan bergantung tidak hanya pada kemampuan

menghasilkan arus kas, tetapi juga bergantung pada karakteristik operasional dan

keuangan dari perusahaan yang diambil alih. Beberapa variabel kuantitatif yang

sering digunakan untuk memperkirakan nilai perusahaan sebagai berikut:

1) Nilai Buku

Nilai buku per lembar saham (BVS) digunakan untuk mengukur nilai

shareholders equity atas setiap saham, dan besarnya nilai BVS dihitung dengan

(10)

Adapun komponen dari shareholders equity yaitu agio saham (paidup capital in

excess of par value) dan laba ditahan (retained earning).

2) Nilai Appraisal

Nilai appraisal suatu perusahaan dapat diperoleh dari perusahaan appraisal

independent. Teknik yang digunakan oleh perusahaan appraisal sangat beragam,

bagaimanapun nilai ini sering dihubungkan dengan biaya penempatan. Metode

analisis ini sering tidak mencukupi dengan sendirinya karena nilai aktiva

individual mempunyai hubungan yang kecil dengan kemampuan perusahaan

secara keseluruhan dalam kegunaan dalam menghasilkan earnings dan kemudian

nilai going concern dari suatu perusahaan. Bagaimanapun nilai appraisal dari

suatu perusahaan akan bermanfaat sewaktu digunakan dalam penghubungan

dengan metode penilaian yang lain. Nilai appraisal juga akan berguna dalam

situasi tertentu seperti dalam perusahaan keuangan, perusahaan sumber daya alam

atau bagi suatu organisasi yang beroperasi dalam keadaan rugi. Kegunaan dari

nilai appraisal akan menghasilkan beberapa keuntungan. Nilai perusahaan yang

berdasarkan appraiser independent juga akan menghasilkan pengurangan

good-will dengan meningkatkan harga aktiva perusahaan yang telah dikenal. Good-good-will

dihasilkan sewaktu nilai pembelian suatu perusahaan melebihi nilai buku dari

aktivanya.

3) Nilai Pasar Saham

Nilai pasar saham sebagaimana dinyatakan dalam kuotasi pasar modal adalah

pendekatan lain untuk memperkirakan nilai bersih dari suatu bisnis. Apabila

(11)

sebuah nilai pendekatan dapat dibangun berdasarkan nilai pasar. Pendekatan nilai

pasar adalah salah satu yang paling sering dipergunakan dalam menilai

perusahaan besar. Bagaimanapun nilai ini dapat berubah secara cepat. Faktor

analisis berkompetisi dengan pengaruh spekulatif murni dan berhubungan dengan

sentimen masyarakat dan keputusan pribadi.

4) Nilai “Chop-Shop”

Pendekatan “Chop-Shop” untuk valuasi pertama kali diperkenalkan oleh Dean

Lebaron dan Lawrence Speidell of Batterymarch Financial Management. Secara

khusus, ia menekankan untuk mengidentifikasi perusahaan multi industry yang

dibawah nilai akan bernilai lebih apabila dipisahkan menjadi bagian-bagian.

Pendekatan ini mengkonseptualisasikan praktik penekanan untuk membeli aktiva

di bawah harga penempatan mereka.

5) Nilai Arus Kas

Pendekatan arus kas untuk penilaian dimaksudkan agar dapat mengestimasi

arus kas bersih yang tersedia untuk perusahaan yang menawarkan sebagai hasil

merger atau akuisisi. Nilai sekarang dari arus kas ini kemudian akan ditentukan

dan akan menjadi jumlah maksimum yang harus dibayar oleh perusahaan yang

ditargetkan. Pembayaran awal kemudian dapat dikurangi untuk menghitung nilai

bersih sekarang dari merger. Terdapat tiga jenis penilaian yang berhubungan

dengan saham, yaitu nilai buku (book value), nilai pasar (market value) dan nilai

intrinsik (intrinsic value). Nilai buku merupakan nilai saham menurut pembukuan

emiten. Nilai pasar merupakan pembukuan nilai saham di pasar saham dan nilai

(12)

Tujuan utama perusahaan menurut theory of the firm adalah untuk

memaksimumkan kekayaan atau nilai perusahaan (value of the firm) (Salvatore,

2005). Memaksimalkan nilai perusahaan sangat penting artinya bagi suatu

perusahaan, karena dengan memaksimalkan nilai perusahaan berarti juga

memaksimalkan kemakmuran pemegang saham yang merupakan tujuan utama

perusahaan (Euis dan Taswan, 2002). Menurut Husnan (2000) nilai perusahaan

merupakan harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli apabila perusahaan

tersebut dijual. Sedangkan menurut Keown (2004) nilai perusahaan merupakan

nilai pasar atas surat berharga hutang dan ekuitas perusahaan yang beredar.

Wahyudi & Pawestri (2006), nilai perusahaan sangat penting karena dengan

nilai perusahaan yang tinggi akan diikuti oleh tingginya kemakmuran pemegang

saham. Semakin tinggi harga saham semakin tinggi pula nilai perusahaan. Nilai

perusahaan yang tinggi menjadi keinginan para pemilik perusahaan sebab dengan

nilai yang tinggi menunjukan kemakmuran pemegang saham juga tinggi.

Kekayaan pemegang saham dan perusahaan dipresentasikan oleh harga pasar dari

saham yang merupakan cerminan dari keputusan investasi, pendanaan (financing),

dan manajemen aset.

Menurut Christiawan dan Tarigan (2007), terdapat beberapa konsep nilai

yang menjelaskan nilai suatu perusahaan antara lain:

a. Nilai nominal yaitu nilai yang tercantum secara formal dalam anggaran dasar

perseroan, disebutkan secara eksplisit dalam neraca perusahaan, dan juga

(13)

b. Nilai pasar, sering disebut kurs adalah harga yang terjadi dari proses tawar

menawar di pasar saham. Nilai ini hanya bisa ditentukan jika saham

perusahaan dijual di pasar saham.

c. Nilai intrinsik merupakan nilai yang mengacu pada perkiraan nilai riil suatu

perusahaan. Nilai perusahaan dalam konsep nilai intrinsik ini bukan sekadar

harga dari sekumpulan aset, melainkan nilai perusahaan sebagai entitas bisnis

yang memiliki kemampuan menghasilkan keuntungan di kemudian hari.

d. Nilai buku merupakan nilai perusahaan yang dihitung dengan dasar konsep

akuntansi.

e. Nilai likuidasi adalah nilai jual seluruh aset perusahaan setelah dikurangi

seluruh kewajiban yang harus dipenuhi. Nilai sisa itu merupakan bagian para

pemegang saham. Nilai likuidasi bisa dihitung berdasarkan neraca performa

yang disiapkan ketika suatu perusahaan akan likuidasi.

Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap tingkat keberhasilan

perusahaan yang sering dikaitkan dengan harga saham. Harga saham yang tinggi

membuat nilai perusahaan juga tinggi. Nilai perusahaan yang tinggi akan

membuat pasar percaya tidak hanya pada kinerja perusahaan saat ini namun juga

pada prospek perusahaan di masa depan.

Houston & Brigham (2001) terdapat beberapa pendekatan analisis rasio

dalam penilaian market value, terdiri dari pendekatan price earning ratio (PER),

price book value ratio (PBVR), market book ratio (MBR), deviden yield ratio,

dan deviden payout ratio (DPR). Dalam penelitian ini nilai perusahaan diukur

(14)

Rasio harga saham terhadap nilai buku perusahaan atau price book value

(PBV), menunjukkan tingkat kemampuan perusahaan menciptakan nilai relatif

terhadap jumlah modal yang diinvestasikan. PBV yang tinggi mencerminkan

harga saham yang tinggi dibandingkan nilai buku perlembar saham. Semakin

tinggi harga saham, semakin berhasil perusahaan menciptakan nilai bagi

pemegang saham. Keberhasilan perusahaan menciptakan nilai tersebut tentunya

memberikan harapan kepada pemegang saham berupa keuntungan yang lebih

besar pula (Lestari, 2007), secara sederhana menyatakan bahwa price to book

value (PBV) merupakan rasio pasar (market ratio) yang digunakan untuk

mengukur kinerja harga pasar saham terhadap nilai bukunya.

Ps merupakan harga pasar saham dan BVS merupakan nilai buku per lembar

saham (book value per share). BVS digunakan untuk mengukur nilai

shareholders equity atas setiap saham, dan besarnya nilai BVS dihitung dengan

cara membagi total shareholders equity dengan jumlah saham yang beredar. PBV

mempunyai beberapa keunggulan sebagai berikut :

1) Nilai buku mempunyai ukuran intutif yang relatif stabil yang dapat

diperbandingkan dengan harga pasar. Investor yang kurang percaya dengan

metode discounted cash flow dapat menggunakan price book value sebagai

perbandingan

2) Nilai buku memberikan standar akuntansi yang konsisten untuk semua

perusahaan. PBV dapat diperbandingkan antara perusahaan-perusahaan yang

(15)

3) Perusahaan-perusahaan dengan earning negatif, yang tidak bisa dinilai

dengan menggunakan price earning ratio (PER) dapat dievaluasi

menggunakan price book value ratio (PBV)

2.1.4 Profitabilitas

Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan menghasilkan laba dalam

hubungannya dengan penjualan, total aktiva, serta modal sendiri. Investor jangka

panjang sangat berkepentingan untuk melihat profitabilitas sebuah perusahaan

karena pemegang saham akan melihat keuntungan yang benar-benar diterima

dalam bentuk deviden (Rasyid, 2015)

Rasio profitabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan dalam

memperoleh laba selama periode tertentu dan juga memberikan gambaran tentang

tingkat efektifitas manajemen dalam melaksanakan kegiatan operasinya (Horne

and Wachowics, JR, 1998).

Menurut Kasmir (2012), tujuan penyusunan rasio profitabilitas bagi

peusahaan, maupun bagi pihak luar perusahaan, yaitu:

1. Untuk mengukur atau menghitung laba yang diperoleh perusahaan dalam satu

periode tertentu.

2. Untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun

sekarang.

3. Untuk menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu.

4. Untuk menilai besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri.

5. Untuk mengukur produtivitas seluruh dana perusahaan yang digunakan baik

(16)

Sedangkan manfaat dari rasio profitabilitas menurut Kasmir (2011) yaitu antara

lain:

1. Mengetahui besarnya tingkat laba yang diperoleh perusahaan dalam satu

periode.

2. Mengetahui posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang.

3. Mengetahui perkembangan laba dari waktu ke waktu.

4. Mengetahui besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri.

5. Mengetahui produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan baik

modal pinjaman maupun modal sendiri.

Investor jangka panjang perlu melihat rasio profitabilitas suatu perusahaan

sebelum memutuskan untuk berinvestasi. Dengan demikian investor akan

memiliki gambaran mengenai keuntungan yang akan diterima di masa mendatang.

Untuk mengukur rasio profitabilitas bisa menggunakan Return on Assets

(ROA). Partington (1989) menyatakan bahwa profitabilitas merupakan faktor

terpenting yang dipertimbangkan oleh manajemen dalam kebijakan dividen,

demikian pula investasi yang diukur dari aktiva (bersih) operasi. Aktiva (bersih)

operasi merupakan aktiva operasional setelah dikurangi dengan penyusutan

(depresiasi) aktiva tetap yang diperhitungkan. Return on Assets (ROA) mengukur

kemampuan perusahaan menghasilkan laba dengan menggunakan total aset

(kekayaan yang dipunyai perusahaan setelah disesuaikan dengan biaya-biaya

untuk mendanai aset tersebut). Dividen diambil dari keuntungan bersih yang

diperoleh perusahaan. Jadi, keuntungan tersebut akan mempengaruhi besarnya

(17)

membayar porsi keuntungan yang lebih besar sebagai dividen. Semakin besar

keuntungan yang diperoleh, maka akan semakin besar pula kemampuan

perusahaan untuk membayar dividen.

2.1.5 Rasio Aktivitas

Rasio aktivitas menggambarkan aktivitas yang dilakukan perusahaan dalam

menjalankan operasinya baik dalam kegiatan penjualan, pembelian, dan kegiatan

lainnya. Semua rasio aktivitas ini melibatkan perbandingan antara tingkat

penjualan dan investasi pada berbagai jenis aktiva. Rasio-rasio aktivitas

menganggap bahwa sebaiknya terdapat keseimbangan yang layak antara

penjualan dan beragam unsur aktiva misalnya persediaan, aktiva tetap, dan aktiva

lainnya. Aktiva yang rendah pada tingkat penjualan tertentu akan mengakibatkan

semakin besarnya laba yang tertanam pada aktiva tersebut. Laba tersebut akan

lebih baik bila ditanamkan pada aktiva lain yang lebih produktif. Menurut

Sundjaja (2003) rasio yang dipakai untuk mengukur rasio aktivitas yaitu:

1. Perputaran persediaan

2. Perputaran piutang

3. Rata-rata periode tagih

4. Rata-rata periode bayar

5. Perputaran aktiva tetap

6. Perputaran total aktiva

Rasio aktifitas mengukur efisiensi perusahaan dalam menggunakan aset

(18)

perusahaan dalam memanfaatkan sumber dananya (Sartono, 2009). Rasio

aktifitas dinyatakan sebagai perbandingan penjualan dengan berbagai elemen

aktiva. Semakin efektif dalam memanfaatkan dana, semakin cepat perputaran

dana tersebut.

Rasio aktivitas pada perusahaan perlu dibandingkan dengan rasio aktivitas

dengan standar industri untuk mengetahui apakah sumber daya telah

dimanfaatkan secara optimal serta mengetahui tingkat efisiensi perusahaan dalam

industri.

Total asset turn over mengukur efektifitas pemanfaatan seluruh aktiva

dalam menghasilkan penjualan perusahaan dan mendapatkan laba. Semakin besar

perputaran aktiva semakin efektif perusahaan mengelola sahamnya (Sartono,

2009). Rasio TATO yang rendah menunjukkan perusahaan tersebut tidak

menghasilkan cukup penjualan jika dibandingkan dengan asetnya (Houston &

Brigham, 2001)

2.1.6 Leverage

Leverage secara bahasa berarti pengungkit. Istilah leverage pada konteks

bisnis merujuk pada penggunaan biaya tetap dalam usaha untuk meningkatkan

keuntungan. Leverage ada 2 (dua) yaitu :

1. Operating Leverage

Leverage operasional berkaitan dengan biaya operasional tetap yang

berhubungan dengan produksi barang atau jasa. Operational leverage selalu ada

(19)

berubah sejalan dengan perubahan volume produksi. Contoh biaya operasional

tetap adalah depresiasi peralatan dan biaya asuransi.

2. Financial Leverage

Leverage keuangan berkaitan dengan biaya pendanaan tetap, khususnya bunga

utang. Financial Leverage digunakan dengan harapan dapat meningkatkan

pengembalian ke para pemegang saham biasa (Horne and Wachowics, JR, 2013)

Menurut Harahap rasio leverage merupakan rasio yang mengukur seberapa

banyak perusahaan dibiayai oleh kewajiban atau hutang. Setiap hutang yang

digunakan oleh perusahaan akan berpengaruh terhadap rasio dan pengembalian.

Semakin besar rasio semakin besar pula biaya yang harus dikeluarkan perusahaan

untuk memenuhi kewajibannya dan hal ini menyebabkan turunnya profitabilitas.

Terdapat 2 (dua) alasan yang membuat perusahaan memutuskan untuk

menggunakan leverage. Yang pertama adalah karena bunga dapat menjadi

pengurang pajak, maka penggunaan utang akan mengurangi kewajiban pajak

sehingga menyisakan laba operasi yang lebih besar bagi investor. Alasan kedua

adalah jika persentase laba operasi terhadap aset (ROI) lebih besar dari tingkat

bunga maka perusahaan dapat menggunakan utang untuk membeli aset,

membayar bunga atas utang, dan masih mendapatkan sisanya sebagai bonus bagi

pemegang saham (Brigham & Houston, 2013)

Penggunaan leverage finansial yang semakin besar membawa dampak

positif apabila pendapatan yang diterima dari penggunaan dana tersebut lebih

besar daripada beban keuangan (beban bunga) yang dikeluarkan. Menurut

(20)

penting yaitu dengan menghimpun dana melalui utang, pemegang saham dapat

mengendalikan perusahaan dengan jumlah investasi ekuitas yang terbatas.

Dampak kedua adalah kreditur melihat dana yang diberikan oleh pemilik

(pemegang saham) sebagai pengaman. Semakin tinggi proporsi modal dari

pemegang saham, semakin kecil resiko yang dihadapi oleh kreditur.

Dampak ketiga dari penggunaan leverage adalah jika hasil yang diperoleh

perusahaan lebih tinggi daripada tingkat bunga yang dibayarkan maka

penggunaan utang akan menjadi pengungkit atau memperbesar pengembalian atas

ekuitas atau ROE (Brigham & Houston, 2013)

Rasio leverage dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan Debt to

Equity Ratio (DER). Menurut Riyanto (1997), salah satu rasio yang termasuk

dalam rasio leverage adalah Debt to Equity Ratio (DER). Rasio ini digunakan

untuk mengetahui berapa bagian dari setiap modal sendiri yang dijadikan jaminan

untuk keseluruhan hutang (modal asing) perusahaan atau untuk menilai

banyaknya hutang yang digunakan perusahaan. Aturan struktur finansiil

konservatif memberikan batas imbangan yang harus dipertahankan oleh suatu

perusahaan mengenai besarnya modal asing dan modal sendiri. Diasumsikan

bahwa pembelanjaan yang sehat itu pertama-tama harus dibangun dari modal

sendiri yaitu modal yang tahan risiko, maka aturan finansiil tersebut menetapkan

bahwa besarnya modal asing dalam keadaan bagaimanapun tidak boleh melebihi

besarnya modal sendiri. Koefisien hutang yaitu angka perbandingan antara jumlah

modal asing dengan modal sendiri tidak boleh melebihi 1:1. Jika perusahaan

(21)

tetap berupa bunga pinjaman. Namun jika perusahaan menggunakan modal yang

berasal dari pemilik perusahaan (modal sendiri), maka perusahaan wajib

memberikan balas jasa pada mereka dalam mereka dalam bentuk dividen. Jadi,

semakin besar pembelanjaan perusahaan yang menggunakan modal dari para

pemegang sahamnya maka semakin besar pula dividen yang harus dibagikan. Para

kreditur umumnya senang bila rasio ini rendah. Semakin rendah rasio tersebut

berarti semakin tinggi tingkat pembelanjaan perusahaan yang disediakan oleh para

pemegang saham dan semakin besar tingkat perlindungan kreditur dari kehilangan

uang yang diinvestasikan ke perusahaan tersebut.

Prihantoro (2003) menyatakan bahwa DER mencerminkan kemampuan

perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya, yang ditunjukkan oleh

beberapa bagian modal sendiri yang digunakan untuk membayar hutang. Oleh

karena itu, semakin rendah DER akan semakin tinggi kemampuan perusahaan

untuk membayar semua kewajibannya. Semakin besar proporsi hutang yang

digunakan untuk struktur modal perusahaan, maka akan semakin besar jumlah

kewajiban. Peningkatan hutang pada gilirannya akan mempengaruhi besar

kecilnya laba bersih yang tersedia bagi para pemegang saham termasuk deviden

yang akan diterima, karena kewajiban tersebut lebih diprioritaskan daripada

pembagian deviden.

2.1.7 Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan adalah penggolongan perusahaan ke dalam beberapa

kelompok, yaitu kelompok besar, sedang, dan kecil. Skala perusahaan adalah

(22)

perusahaan (Suwito & Herawaty, 2005). Sedangkan menurut Rachmawati,

Topowijoyo & Sulasmiyati (2015) ukuran perusahaan merupakan fungsi dari

kecepatan pelaporan keuangan. Besar kecilnya ukuran perusahaan juga

dipengaruhi oleh aktivitas operasional, variabilitas dan tingkat penjualan

perusahaan tersebut akan berpengaruh terhadap kecepatan dalam menyajikan

laporan keuangan kepada publik.

Ukuran perusahaan dapat diklasifikasikan besar kecilnya perusahaan

menurut berbagai cara antara lain dengan total aktiva, log size, nilai pasar saham,

jumlah penjualan, rata-rata total penjulan dan rata-rata total aktiva. Ukuran

perusahaan memperlihatkan bahwa suatu perusahaan yang lebih besar akan

menghadapi masalah keagenan yang lebih besar sehingga memerlukan penerapan

corporate governance yang lebih baik (Haat, 2008). Di dalam teori agensi

dikatakan bahwa suatu perusahaan besar memiliki biaya keagenan yang lebih

besar dari pada perusahaan kecil. Ukuran suatu perusahaan merupakan hal yang

penting dalam proses pelaporan keuangannya. Perusahaan besar pada dasarnya

memiliki modal finansial yang lebih besar dalam menunjang kinerja, tetapi disisi

lain, perusahaan dihadapkan pada masalah keagenan yang lebih besar.

(Darmawati, 2012)

Dalam penelitian ini ukuran perusahaan diukur dengan jumlah aset

perusahaan yang dilogaritmakan. Kemampuan perusahaan dalam mengelola suatu

perusahaan dapat dilihat dari jumlah asetnya. Umumnya perusahaan yang

mempunyai total aset yang relatif besar dapat beroperasi dengan tingkat efesiensi

(23)

Menurut Prasetya, Tommy & Saerang (2014) untuk menentukan ukuran

perusahaan adalah dengan log natural dari total aset.

Ukuran perusahaan dianggap mampu mempengaruhi nilai perusahaan.

Karena semakin besar ukuran atau skala perusahaan maka akan semakin mudah

pula perusahaan memperoleh sumber pendanaan baik yang bersifat internal

maupun eksternal. Ukuran perusahaan bisa dilihat dari total aset perusahaan, total

penjualan, jumlah laba, besarnya beban pajak, dan lain-lain. Ukuran perusahaan

pada penelitian ini menggunakan total aset sebagai indikatornya dan

memberlakukan fungsi logaritma natural dari total aset agar tidak terjadi masalah

saat pengolahan data. (Rudangga & Sudiarta, 2016)

2.2 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian yang pernah dilakukan untuk menguji variabel-variabel

yang mempengaruhinilai perusahaan antara lain :

Penelitian yang dilakukan oleh Wahyudi Asto Nugroho (2012) yang

berjudul pengaruh profitabilitas, likuiditas, dan leverage terhadap nilai perusahaan

(studi pada perusahaan sektor manufaktur di Bursa Efek Indonesia periode

2008-2011) dan menggunakan metode analisis regresi linear berganda. Hasil penelitian

tersebut menunjukkan bahwa profitabilitas dan leverage berpengaruh terhadap

nilai perusahaan.

Penelitian yang dilakukan oleh Corry Winda dan Rustam ( 2013 ) yang

berjudul Pengaruh Profitabilitas, Likuiditas, Dan Leverage Terhadap Nilai

Perusahaan (Studi Pada Perusahaan Sektor Manufaktur di Bursa Efek Indonesia

(24)

menunjukkan bahwa profitabilitas dan leverage berpengaruh terhadap ilai

perusahaan.

Penelitian yang dilakukan oleh Khumairoh (2016) yang berjudul Pengaruh

Leverage, Profitabilitas, Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Nilai Perusahaan

(Studi Empiris pada Perusahaan Garment dan Textile yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia Tahun 2011-2015) dan menggunakan metode analisis Pengujian

Asumsi Klasik, yang terdiri dari uji normalitas, Uji Multikolinearitas, Uji

Heteroskedastisitas, dan Uji Autokorelasi menunjukkan bahwa Leverage

berpengaruh terhadap nilai perusaan sedangkan Profitabilitas tidak berpengaruh

terhadap nilai perusahaan.

Penelitian yang dilakukan oleh Nurminda, Deannes Isynuwardhana, Annisa

Nurbaiti ( 2017 ) yang berjudul Pengaruh Profitabilitas, Leverage, Dan Ukuran

Perusahaan Terhadap Nilai Perusahaan (Studi pada Perusahaan Manufaktur Sub

Sektor Barang dan Konsumsi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode

2012-2015) dan menggunakan metode Analisis Statistik Deskriptif dan Analisis

Regresi Data Panel menunjukkan bahwa Profitabilitas dan Ukuran Perusahaan

berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan sedangkan Leverage tidak berpengaruh

terhadap Nilai Perusahaan.

Penelitian yang dilakukan oleh Mitta Putri Kurniasari (2017) yang berjudul

Pengaruh Profitabilitas Rasio Aktivitas Dan Leverage Terhadap Nilai Perusahaan

Manufaktur Di BEI dan menggunakan metode analisis regresi linear berganda

menunjukkan bahwa Profitabilitas tidak berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan

(25)

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Nama dan Tahun Penelitian Judul Peneliti Sampel Dan Periode Penelitian Variabel Dan Metode Analisis Hasil Penelitian 1. Wahyudi Asto Nugroho ( 2012 ) Pengaruh Profitabilitas, Likuiditas, Dan Leverage Terhadap Nilai Perusahaan (Studi Pada Perusahaan Sektor Manufaktur di Bursa Efek Indonesia Periode 2008-2011) Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI Tahun Periode : 2008-2011 Variabel Dependen : Nilai perusahaan Variabel Independen : Profitabilitas, Likuiditas, Dan Leverage Metode Analisis : analisis regresi linear berganda Profitabilitas Dan Leverage berpengaruh Terhadap Nilai Perusahaan 2. Corry Winda dan Rustam ( 2013 ) Pengaruh Tingkat Likuiditas, Solvabilitas, Aktivitas, Dan Profitabilitas Terhadap Nilai Perusahaan Pada Perusahaan Real Estate Dan Property Di Bei Tahun 2006 – 2008 Perusahaan Real Estate Dan Property yang terdaftar di BEI Tahun Periode : 2006-2008 Variabel Dependen : Nilai perusahaan Variabel Independen : Tingkat Likuiditas, Solvabilitas, Aktivitas, Profitabilitas Metode Analisis : Pengujian Asumsi Klasik, yang terdiri dari uji normalitas, uji Multikolinearitas, Uji Heteroskedastisitas, dan Uji Autokorelasi 3. Khumairoh, ( 2016 ) Pengaruh Leverage, Profitabilitas, Dan Ukuran Perusahaan Perusahaan Sektor Garment dan Textile yang terdaftar di BEI Variabel Dependen : Nilai Perusahaan Variabel Leverage berpengaruh terhadap nilai perusaan

(26)

Terhadap Nilai Perusahaan (Studi Empiris pada Perusahaan Garment dan Textile yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2015) Tahun Periode : 2011-2015 Indpenden : Pengaruh Leverage, Profitabilitas, Dan Ukuran Perusahaan Metode Analisis : analisis regresi linear berganda sedangkan Profitabilitas tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan 4. Aniela Nurminda, Deannes Isynuwardhana, Annisa Nurbaiti ( 2017 ) Pengaruh Profitabilitas, Leverage, Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Nilai Perusahaan (Studi pada Perusahaan Manufaktur Sub Sektor Barang dan Konsumsi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2012-2015) Perusahaan Manufaktur sub Sektor Barang dan Konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun Penelitian : 2012-2015 Variabel Dependen : Nilai perusahaan Variabel Independen : Profitabilitas, Leverage, Dan Ukuran Perusahaan Metode Analisis : Analisis Statistik Deskriptif dan Analisis Regresi Data Panel Profitabilitas dan Ukuran Perusahaan berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan sedangkan Leverage tidak berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan. 5. Mitta Putri Kurniasari (2017) Pengaruh Profitabilitas Rasio Aktivitas Dan Leverage Terhadap Nilai Perusahaan Manufaktur Di Bei Perusahaan Pelekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun Penelitian : 2011-2015 Variabel Dependen : Niilai Perusahaan Variabel Independen : profitabilitas, rasio aktivitas, leverage Metode Analisis : analisis regresi berganda Profitabilitas tidak berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan Sedangkan Rasio Aktivitas Dan Leverage berpengaruh terhadap nilai Perusahaan

(27)

2.3 Hubungan Logis Antar Variabel dan Perumusan Hipotesis 2.3.1 Pengaruh Profitabilitas Terhadap Nilai Perusahaan

Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba. Laba

diperoleh perusahaan berasal dari penjualan dan keputusan investasi yang

dilakukan perusahaan. Profitabilitas yang tinggi menunjukkan prospek perusahaan

yang bagus sehingga investor akan merespon positif dan harga saham akan

meningkat. Pengukuran profitabilitas dapat menggunakan beberapa indikator

seperti laba operasi, laba bersih, tingkat pengembalian investasi/aktiva, dan

tingkat pengembalian ekuitas pemilik. Rahmawati & Diana (2018) berpendapat

bahwa optimalisasi nilai perusahaan dapat dicapai melalui pelaksanaan fungsi

manajemen keuangan, dimana satu keputusan keuangan yang diambil akan

mempengaruhi keputusan keuangan lainnya dan berdampak pada nilai

perusahaan.

Perusahaan yang memiliki tingkat profitabilitas yang tinggi akan diminati

sahamnya oleh investor. Hubungan antara profitabilitas dengan teori agensi adalah

jika perusahaan baik maka para stakeholders yang terdiri dari kreditur, supplier,

dan juga investor akan melihat sejauh mana perusahaan dapat menghasilkan laba

dari penjualan dan investasi perusahaan. Dengan baiknya kinerja perusahaan akan

meningkatkan pula nilai perusahaan. Perusahaan yang memiliki profitabilitas

yang tinggi serta berhasil membukukan laba yang terus meningkat akan

menunjukkan bahwa perusahaan tersebut berkinerja baik, sehingga akan

menciptakan respon yang positif kepada pemegang saham dan membuat harga

(28)

prospek perusahaan yang baik, sehingga akan menciptakan sentimen positif bagi

pemegang saham dan nilai perusahaan akan meningkat (Sukojo & Soebiantoro,

2007). Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa profitabilitas memiliki

pengaruh yang positif terhadap nilai perusahaan. Karena, dengan meningkatnya

profitabilitas maka nilai perusahaan pun akan baik di mata investor.

Penelitian mengenai profitabilitas terhadap nilai perusahaan yang telah

diteliti oleh Nugroho (2012) dan Nurminda, Isynuwardhana & Nurbaiti (2017)

menunjukkan bahwa profitabilitas berpengaruh terhadap nilai perusahaan.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

Hipotesis 1 : Profitabilitas berpengaruh terhadap Nilai perusahaan. 2.3.2 Pengaruh Rasio Aktivitas Terhadap Nilai Perusahaan

Rasio aktivitas adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan

perusahaan dalam mengelola aset-asetnya secara efektif dan efisien. Rasio

aktivitas perusahaan menunjukkan seberapa efektif perusahaan mengelola sumber

daya atau aktivanya. Jika perusahaan terlalu banyak memiliki aktiva, maka biaya

modalnya akan menjadi terlalu tinggi sehingga laba pun akan menurun. Di sisi

lain, jika aktivitas terlalu rendah maka penjualan yang menguntungkan akan

hilang, sehingga rasio ini menggambarkan perbandingan antara tingkat penjualan

dan investasi, (Suryono & Prastiwi, 2011)

Rasio aktivitas dalam hal ini Total asset turn over mengukur efektifitas

pemanfaatan seluruh aktiva dalam menghasilkan penjualan perusahaan dan

mendapatkan laba. Semakin besar perputaran aktiva semakin efektif perusahaan

(29)

perusahaan tersebut tidak menghasilkan cukup penjualan jika dibandingkan

dengan asetnya (Houston & Brigham, 2001)

Rasio Total asset turn over menilai keefektifan penggunaan aktiva oleh

perusahaan yang dapat meningkatkan laba dan arus kas perusahaan dan

berdampak pada nilai perusahaan, sehingga menarik para investor untuk

menanamkan dananya dalam bentuk saham dengan meningkatnya Rasio Total

asset turn over maka nilai perusahaan pun akan baik di mata investor.

Penelitian mengenai rasio aktivitas terhadap nilai perusahaan yang diteliti

oleh Kurniasari (2017) menunjukkan bahwa rasio aktivitas berpengaruh terhadap

nilai perusahaan.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

Hipotesis 2 : Rasio aktivitas berpengaruh terhadap Nilai perusahaan. 2.3.3 Pengaruh Leverage Terhadap Nilai Perusahaan

Rasio Leverage merupakan ukuran yang memperlihatkan sejauh mana

perusahaan dalam membiayai aktivanya menggunakan pembiayaan utang (total

utang) dalam struktur modal perusahaan untuk membiayai kegiataan perusahaan

(Brigham E. & Houston, 2001). Perusahaan yang memiliki rasio leverage tinggi,

maka akan berdampak timbulnya resiko kerugian yang lebih besar, tetapi juga ada

kesempatan mendapatkan laba yang besar pula. Namun sebaliknya, jika

perusahaan mempunyai rasio leverage yang rendah, tentu akan mempunyai

kerugian yang lebih kecil pula, terutama pada saat perekonomian sedang

menurun. Dampak ini juga akan mengakibatkan rendahnya tingkat hasil

(30)

Dalam teori agensi, pemegang saham perlu mengawasi manajemen guna

menjamin bahwa mereka telah bertindak atas kepentingan pemegang saham.

Pengawasan tersebut akan menimbulkan biaya agensi. Salah satunya biaya yang

perlu dikeluarkan guna memastikan bahwa manajemen tidak melakukan investasi

pada proyek yang tidak menguntungkan. Dengan memaksa manajemen mencari

pendanaan eksternal, dianggap dapat menjadi mekanisme pengawasan tambahan

atas tindakan manajemen serta mengurangi biaya yang dikeluarkan oleh

pemegang saham. Rasio leverage diukur dengan membandingkan antara

kewajiban dengan total aset. Dengan utang yang dimiliki perusahaan, maka

diharapkan perusahaan mampu mendanai dan mengelola aset yang dimiliki untuk

mendapatkan laba sehingga nilai perusahaan akan semakin meningkat.

(Kurniasari, 2017)

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kurniasari (2017) dalam penelitiannya

menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara rasio leverage terhadap

nilai perusahaan.

Penelitian mengenai leverage terhadap nilai perusahaan yang diteleti oleh

Nugroho (2012) , Khumairoh, Kalbuana & Mulyati (2016) , dan Kurniasari (2017)

menunjukkan bahwa leverage berpengaruh terhadap nilai perusahaan.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

Hipotesis 3 : leverage berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan. 2.3.4 Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Nilai Perusahaan

Menurut Rachmawati (2008) ukuran perusahaan merupakan fungsi dari

(31)

dipengaruhi oleh aktivitas operasional, variabilitas dan tingkat penjualan

perusahaan tersebut akan berpengaruh terhadap kecepatan dalam menyajikan

laporan keuangan kepada publik.

Ukuran suatu perusahaan merupakan hal yang penting dalam proses

pelaporan keuangannya. Perusahaan besar pada dasarnya memiliki modal

finansial yang lebih besar dalam menunjang kinerja, tetapi disisi lain, perusahaan

dihadapkan pada masalah keagenan yang lebih besar (Darmawati, 2004).

Kemampuan perusahaan dalam mengelola suatu perusahaan dapat dilihat dari

jumlah asetnya. Umumnya perusahaan yang mempunyai total aset yang relatif

besar dapat beroperasi dengan tingkat efesiensi yang lebih tinggi dibandingkan

dengan perusahaan yang total asetnya rendah.

Ukuran perusahaan dapat diklasifikasikan besar kecilnya perusahaan

menurut berbagai cara antara lain dengan total aktiva, log size, nilai pasar saham,

jumlah penjualan, rata-rata total penjulan dan rata-rata total aktiva. Ukuran

perusahaan memperlihatkan bahwa suatu perusahaan yang lebih besar akan

menghadapi masalah keagenan yang lebih besar sehingga memerlukan penerapan

corporate governance yang lebih baik (Haat, 2008). Di dalam teori agensi

dikatakan bahwa suatu perusahaan besar memiliki biaya keagenan yang lebih

besar dari pada perusahaan kecil. Ukuran suatu perusahaan merupakan hal yang

penting dalam proses pelaporan keuangannya.

Penelitian mengenai ukuran perusahaan terhadap nilai perusahaan yang

dilakukan oleh Nurminda, Isynuwardhana & Nurbaiti (2017) menunjukkan

(32)

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

Hipotesis 4 : Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap nilai perusahaan. 2.4 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran merupakan sintesa dari serangkaian teori yang tertuang

dalam tinjauan pustaka, yang pada dasarnya merupakan gambaran sistematis dari

kinerja teori dalam memberikan solusi atau alternatif solusi dari serangkaian

masalah yang ditetapkan. Kerangka pemikiran dapat disajikan dalam bentuk

bagan, deskripsi kualitatif, dan atau gabungan keduanya (Abdul Hamid, 2010).

Kerangkan pemikiran dalam penelitian ini merupakan pengembangan yang

dilakukan Kurniasari (2017) yaitu mengenai pengaruh profitabilitas, rasio

aktivitas, leverage dan ukuran perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk

memberikan bukti empiris mengenai pengaruh variabel independen yaitu

profitabilitas rasio aktivitas dan leverage terhadap variabel dependen yaitu nilai

perusahaan pada perusahaan industri makanan dan minuman di BEI.

Nilai perusahaan dapat ditentukan dengan profitabilitas. Profitabilitas adalah

kemampuan perusahaan memperoleh laba. Laba diperoleh perusahaan berasal dari

penjualan dan keputusan investasi yang dilakukan perusahaan. Profitabilitas yang

tinggi menunjukkan prospek perusahaan yang bagus sehingga investor akan

merespon positif dan harga saham akan meningkat. (Kurniasari, 2017)

Variabel Independen selanjutnya yaitu rasio aktivitas. Rasio aktivitas adalah

rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam mengelola

aset-asetnya secara efektif dan efisien. Rasio aktivitas perusahaan menunjukkan

(33)

perusahaan terlalu banyak memiliki aktiva, maka biaya modalnya akan menjadi

terlalu tinggi sehingga laba pun akan menurun. Di sisi lain, jika aktivitas terlalu

rendah maka penjualan yang menguntungkan akan hilang, sehingga rasio ini

menggambarkan perbandingan antara tingkat penjualan dan investasi. (Rinna,

Andini, & Oemar, 2016)

Rasio Leverage merupakan ukuran yang memperlihatkan sejauh mana

perusahaan dalam membiayai aktivanya menggunakan pembiayaan utang (total

utang) dalam struktur modal perusahaan untuk membiayai kegiataan perusahaan

(Houston & Brigham, 2001). Menurut Kasmir (2012) perusahaan yang memiliki

rasio leverage tinggi, maka akan berdampak timbulnya resiko kerugian yang lebih

besar, tetapi juga ada kesempatan mendapatkan laba yang besar pula. Namun

sebaliknya, jika perusahaan mempunyai rasio leverage yang rendah, tentu akan

mempunyai kerugian yang lebih kecil pula, terutama pada saat perekonomian

sedang menurun. Dampak ini juga akan mengakibatkan rendahnya tingkat hasil

pengembalian (return) pada saat perekonomian tinggi.

Ukuran perusahaan dianggap mampu mempengaruhi nilai perusahaan.

Karena semakin besar ukuran atau skala perusahaan maka akan semakin mudah

pula perusahaan memperoleh sumber pendanaan baik yang bersifat internal

maupun eksternal. Ukuran perusahaan bisa dilihat dari total aset perusahaan, total

penjualan, jumlah laba, besarnya beban pajak, dan lain-lain. Ukuran perusahaan

pada penelitian ini menggunakan total aset sebagai indikatornya dan

memberlakukan fungsi logaritma natural dari total aset agar tidak terjadi masalah

(34)

Berdasarkan uraian penelitian terdahulu diatas, dapat dirumuskan melalui

kerangka pemikiran seperti gambar 2.1 berikut :

Gambar 2.1

Kerangka Pemikiran Teoritis

Nilai Perusahaan (Y) Ukuran Perusahaan (X4) Profitabilitas (X1) Rasio Aktivitas (X2) Leverage (X3) H1 H2 H3 H4

Gambar

Tabel 2.1  Penelitian Terdahulu  No  Nama dan  Tahun  Penelitian  Judul  Peneliti  Sampel Dan Periode Penelitian  Variabel Dan  Metode Analisis  Hasil  Penelitian  1

Referensi

Dokumen terkait

Tindakan sosial merupakan dimensi IPS yang penting karena tindakan dapat memungkinkan peserta didik menjadi aktif. Peserta didik dapat belajar berlatih secara konkrit

Narasumber-1 yang mengatakan bahwa kepercayaan penuh diberikan kepada Narasumber-2 untuk memimpin perusahaan, Narasumber-1 percaya Narasumber-2 akan mampu memimpin

Berdasarkan persamaan regresi diperoleh bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan budaya organisasi secara parsial terhadap kinerja dosen STMIK/AMIK Royal Kisaran

Meskipun demikian, mengingat banyaknya faktor yang dapat menyebabkan hipermenorea dan terbatasnya variabel dalam penelitian di YPPS ini (hanya mengkaitkan dengan status gizi),

fenomena pendidikan adalah paduan antara manusia sebagai. fakta dan manusia

Kemudian untuk variabel Suku Bunga Bank Indonesia (X 4 ) tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap Jakarta Islamic Index yang dibuktikan dengan nilai signifikansi

Namun demikian, dibutuhkan penelitian yang lebih mendalam untuk mengkaji seberapa besar pengaruh pestisida khususnya terhadap dua kelompok mikrob fungsional tersebut, terkait dengan

Solusi untuk kendala dalam mensosialisasikan Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 7 Tahun 2010, peneliti dapat memberikan solusi seharusnya saat diberlakukan