• Tidak ada hasil yang ditemukan

MEMBANGUN POTENSIAL KECERDASAN EMOSIONAL ANAK MERIYATI. Abstrak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MEMBANGUN POTENSIAL KECERDASAN EMOSIONAL ANAK MERIYATI. Abstrak"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

MEMBANGUN POTENSIAL KECERDASAN EMOSIONAL ANAK

MERIYATI

Abstrak

Kapasitas kecerdasan anak dimulai sejak usia dini. Jauh di bawah usia sekolah. Hasil penelitian Depdiknas menyebutkan pada usia 4 tahun, kecerdasan anak mencapai 50 persen. Sedangkan pada usia 8 tahun kapasitas kecerdasan anak yang sudah terbangun mencapai 80 persen. Tetapi kecerdasan baru mencapai kesempurnaan ketika anak berusia 18 tahun. Setiap orang tua menginginkan anaknya menjadi orang yang berkembang secara sempurna. Mereka menginginkan anak yang dilahirkan itu kelak menjadi orang yang sehat dan kuat, berketrampilan, cerdas, pandai dan beriman. Yang bertindak sebagai pendidik dalam keluarga adalah ayah dan ibu (orang tua) si anak. Pendidikan yang harus dijalankan orang tua adalah pendidikan bagi perkembangan akal dan rohani anak, pendidikan ini mengacu pada aspek-aspek kepribadian secara dalam garis besar. Menggenai pendidikan akal yang dilakukan orang tua adalah menyekolahkan anak karena sekolah merupakan lembaga paling baik dalam mengembangkan akal dan interaksi sosial.

Kata Kunci: Kecerdasan Emosional

A. PENDAHULUAN

Kapasitas kecerdasan anak dimulai sejak usia dini. Jauh di bawah usia sekolah. Hasil penelitian Depdiknas menyebutkan pada usia 4 tahun, kecerdasan anak mencapai 50 persen. Sedangkan pada usia 8 tahun kapasitas kecerdasan anak yang sudah terbangun mencapai 80 persen. Tetapi kecerdasan baru mencapai kesempurnaan ketika anak berusia 18 tahun. Dari aspek pendidikan, stimulan dini sangat diperlukan guna memberikan rangsangan terhadap seluruh aspek perkembangan anak yang mencakup penanaman nilai-nilai dasar (budi pekerti dan agama), pembentukan sikap (disiplin dan kemandirian), dan pengembangan kemampuan dasar (berbahasa, motorik, kognitif, dan sosial).

Untuk mengembangkan kecerdasan emosional anak, pendidikan usia dini perlumendapatkanperhatian, tetapidalamkenyataannyajustru belum banyak medapat perhatian banyak pihak. Padahal, pendidikan anak dini usia merupakan investasi untuk menyiapkan generasi penerus yang sehat, cerdas, dan ceria. Betapa pentingnya pendidikan prasekolah.

(2)

Perluasan pendidikan yang mulai digalakkan untuk pendidikan prasekolah sudah saatnya menjadi salah satu program pembangunan pendidikan.

Gardner menyatakan semua manusia memiliki seluruh kecerdasan ini, tapi tidak ada dua orang yang sama, walau kembar sekalipun, dan ini terjadi berkat pengaruh genetik dan lingkungan yang berbeda pada setiap orang. Walaupun begitu, anak yang cerdas tak melulu cerdas kognitif (IQ). Tanpa kecerdasan emosional (EQ), anak sulit mengembangkan kepribadiannya. Anak dengan kecerdsaan emosional yang tinggi adalah anak-anak yang bahagia, percaya diri, populer, dan lebih sukses. Mereka lebih mampu menguasai gejolak emosinya, menjalin hubungan yang manis dengan orang lain, bisa mengatasi stres, dan memiliki kesehatan mental yang baik. kecerdasan emosional diperlukan untuk mengatasi berbagai masalah dalam hidup ini dan menjadi dasar menjadi manusia dewasa yang bertanggung jawab, penuh perhatian, dan cinta kasih serta produktif.

Sementara itu, stimulasi dalam pengembangan kecerdasan mental dan emosional bisa dilakukan orangtua dalam setiap aspek kehidupan anak. Apa yang alami dalam kehidupan sehari-hari akan menentukan bagaimana anak bersikap, bertingkah laku, termasuk pola tanggap emosi. Semua pengalaman emosi di masa kanak-kanak dan remaja akan membentuk sirkuit penentu kecerdasannya. Tanggapan, belaian, maupun bentakan yang menyakitkan dan sebagainya akan masuk ke gudang emosi yang berpusat di otak.

Peran Orang Tua Dalam Mengembangkan Kecerdasan Emosional Anak

Banyak dari kalangan para ahli yang mengemukakan pendapatnya tentang pengertian orang tua, yaitu menurut Miami yang dikutip oleh Kartini Kartono, dikemukakan “Orang tua adalah pria dan wanita yang terikat dalam perkawinan dan siap sedia untuk memikul tanggung jawab sebagai ayah dan ibu dari anak-anak yang dilahirkannya.“ (Kartono, 1982 : 27).Pendapat yang dikemukakan oleh Thamrin Nasution adalah “Orang tua adalah setiap orang yang bertanggung jawab dalam suatu keluarga atau tugas rumah tangga yang dalam kehidupan sehari-hari disebut sebagai bapak dan ibu.” (Nasution:1986 : 1).

Seorang ahli psikologi Ny. Singgih D Gunarsa dalam bukunya psikologi untuk keluarga mengatakan, “Orang tua adalah dua individu yang berbeda memasuki hidup bersama dengan membawa pandangan, pendapat dan kebiasaan- kebiasaan sehari-hari.“ (Gunarsa, 1976 : 27).

(3)

Setiap orang tua dan semua guru ingin membina agar anak menjadi orang yang baik, mempunyai kepribadian yang kuat dan sikap mental yang sehat dan akhlak yang terpuji. Semua itu dapat diusahakan melalui pendidikan, baik yang formal (di sekolah) maupun non formal (di rumah oleh orang tua). Setiap pengalaman yang dilakui anak, baik melalui penglihatan, pendengaran, maupun perlakuan yang diterimanya akan ikut menentukan pembinaan pribadinya.

Perlu diketahui, perkembangan sel otak terpesat pada anak terjadi pada masa balita, sehingga pada masa ini sering disebut masa keemasan anak. Untuk itu, selain pengalaman indra yang merangsang aktivitas dan mematangkan kerja otak, anak juga memerlukan nutrisi yang tepat untuk tumbuh kembang otaknya. Untuk mendorong perkembangan kecerdasan anak secara optimal, orangtua berperan penting dalam memberikan stimulasi. Karena di usia balita anak banyak menghabiskan waktu di lingkungan rumahnya, orangtua harus lebih kreatif memanfaatkan kondisi keseharian sebagai media belajar anak.

Conny Semiawan dan kawan-kawan menyatakan bahwa, “Orang tua perlu membina anak agar mau berprestasi secara optimal, karena kalau tidak berarti suatu penyia-nyiaan terhadap bakat-bakatnya. Pembinaan dilakukan dengan mendorong anak untuk mencapai prestasi yang sesuai dengan kemampuannya. Ada pula orang tua, karena tingkat pendidikan mereka sendiri terbatas, karena acuh tak acuh atau karena kurang memperhatikan anak, pendidikan anak, tidak peka dalam pengamatan ciri-ciri kemampuan anaknya”. Seorang anak sangat memerlukan bimbingan kedua orang tuanya dalam mengembangkan bakat serta menggali potensi yang ada pada diri anak tersebut. Dalam rangka menggali potensi dan mengembangkan bakat dalam diri anak maka seorang anak memerlukan pendidikan sejak dini.

Dalam membantu perkembangan kecerdasan emosional anak, orangtua setahap demi setahap dapat merekayasa pengalaman-pengalaman yang dapat membesarkan hati anak dan memungkinkan koreksi atas temperamen anak. Agar anak mampu mengontrol emosinya dan menjaga agar tindakannya tidak dikendalikan emosi semata, anak harus diajarkan memahami apa yang yang diharapkan dari dirinya. Si kecil juga harus mengerti tiap tindakan membawa konsekuensi baik pada dirinya maupun orang lain. Makin sering anak berlatih mengelola emosi, seperti meredakan marah atau kecewa, makin inggi kemampuannya mengelola emosi. Selain itu, orangtua juga perlu berhati-hati karena seperti juga kecerdasan kognitif, kecerdasan emosi

(4)

merupakan kondisi yang netral secara normal. Jadi, hendaknya orangtua selalu menggunakan “kompas moral” dalam membimbing si kecil.

Di samping itu, tugas orang tua adalah menolong anak-anaknya, menemukan, membuka, dan menumbuhkan kesedian-kesedian bakat, minat dan kemampuan akalnya dan memperoleh kebiasaan-kebiasaan dan sikap intelektual yang sehat dan melatih indera. Adapun cara lain mendidik anak dijelaskan dalam Alquran.

Artinya: ”(Lukman berkata) : Wahai anakku, dirikanlah shalat dan surhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan ceagahlah (mereka) dari perbutan yang munkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuak hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. (QS.Luqman : 17).

Dalam upaya melindungi keselamatan anak, orang tua perlu melakukan pembinaan-pembinaan agar dapat mencapai kehidupan yang lebih sempurna, pembinaan-pembinaan tersebut antara lain: 1. Membina Pribadi Anak

Banyak faktor-faktor secara tidak langsung, dalam keluarga yang mempengaruhi pembinaan pribadi anak Orang tua adalah pembinaan pribadi yang pertama dalam hidup anak. Kepribadian orang tua, sikap dan cara hidup mereka, merupakan unsur-unsur pendidikan yang tidak langsung, yang dengan sendirinya akan masuk ke dalam pribadi anak yang sedang tumbuh itu. tentunya banyak pula pengalaman-pengalaman anak, yang mempengaruhi nilai pendidikan baginya, yaitu pembinaan-pembinaan tertentu yang di lakukan orang tua terhadap anak, Sikap anak terhadap guru agama dan pendidikan agama di sekolah sangat dipengaruhi oleh sikap orang tuanya terhadap agama dan guru agama khususnya

Pengalaman yang di bawa oleh anak-anak dari rumah itu, akan menentukan sikapnya terhadap sekolah dan guru. guru agama mempunyai tugas memperbaiki pribadi anak yang kurang baik, karena tidak mendapat pendidikan dalam keluarga.Di samping pendidikan dan pengajaran yang dilaksanakan dengan sengaja oleh guru dalam pembinaan anak didik, juga sangat penting dan menentukan pula adalah kepribadian, sikap dan cara hidup guru itu s, namun dalam pendidikan atau pembinaan pribadi si anak, hal-hal tersebut sangat berpengaruh dalam proses pembinaan pribadi anak.

(5)

2. Membentuk kebiasaan

Masalah- masalah yang sudah menjadi ketetapan dalam syariat Islam bahwa sang anak diciptakan dengan fitrah tauhid yang murni, agama yang lurus, dan iman kepada Allah. Yang dimaksud dengan fitrah Allah adalah bahwa manusia diciptakan Allah mempuyai naluri beragama, yaitu agama tauhid. Jika ada manusia tidak memiliki agama tauhid itu hanya lantaran pengaruh lingkungan.

Dari sini peranan pembisaan, pengajaran dan pendidikan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak akan menemukan tauhid yang murni, keutamaan-keutamaan budi pekerti, spiritual dan etika agama yang lurus. Zakiyah Daradjat berpendapat, “Tidak dapat dipungkiri betapa pentingnya pendekatan agama Islam dalam rangka membangun manusia seutuhnya. Tidak dapat dibayangkan membangun manusia tanpa agama. Kenyataan membuktikan bahwa dalam masyarakat yang kurang mengindahkan agama (atau bahkan anti agama), perkembangan manusianya pincang. Hal ini berlaku di negara-negara berkembang maupun di negara maju. Ilmu pengetahuan tinggi, tapi akhlaknya rendah. Kebahagiaan hidup tidaklah mudah dicapainya. Agama menjadi penyeimbang, penyelaras dalam diri manusia sehingga dapat mencapai kemajuan lahiriyah dan kebahagiaa rohaniyah.” (Daradjat, 1995 : 65).

Di sinilah pendidikan agama Islam mempunyai peran yang cukup penting. Oleh karenanya untuk membentuk kepribadian muslim tersebut diperlukan suatu tahapan, di antaranya dengan membentuk kebiasaan serta latihan-latihan yang cocok dan sesuai dengan perkembangan jiwanya. Karena pembiasaan dan latihan tersebut akan membentuk sikap tertentu pada anak, yang lambat laun, sikap itu akan bertambah jelas dan kuat, akhirnya tidak tergoyahkan lagi, karena telah masuk menjadi bagian dari pribadinya.

Muhammad Quthb yang dialih bahasakan oleh Salman Harum mengatakan, “Kebiasaan memiliki yang sangat istimewa dalam kehidupan manusia karena dalam aktualisasi perannya tidak begitu banyak menyita tenaga manusia. Kebiasaan hanya bisa dilakukan dengan cara memberikan latihan-latihan secara terus menerus, sehingga menjadi terbiasa dan menjadi melekat dalam diri mereka dan dengan spontan mereka melakukan kegiatan-kegiatan tersebut dengan enteng tanpa kehilangan banyak tenaga dan tanpa menemukan banyak kesulitan” (Quthb, 1984 : 363 ).

(6)

Jadi, latihan-latihan keagamaan yang menyangkut ibadah, seperti sembahyang, doa, membaca Alquran (atau menghafal ayat-ayat atau surat-surat pendek), shalat berjamaah di sekolah dan di masjid harus dibiasakan sejak kecil, sehingga lambat laun akan tumbuh rasa senang melakukan ibadah tersebut. Anak dibiasakan sedemikian rupa, sehingga dengan sendirinya akan terdorong untuk melakukannya, tanpa suruhan dari luar, tapi dorongan dari dalam, karena pada dasarnya prinsip agama Islam tidak ada paksaan, tapi ada keharusan pendidikan yang dibebankan kepada orang tua dan guru atau orang yang mengerti agama.

Dengan kata lain dapat kita sebutkan bahwa pembiasaan dalam pendidikan anak sangat penting, terutama dalam pembentukkan pribadi, akhlak dan agama pada umumnya, karena pembiasaan-pembiasaan agama itu akan memasukkan unsur-unsur positif dalam pribadi yang sedang tumbuh. Semakin banyak pengalaman agama yang didapatnya melalui pembiasaan itu, akan semakin banyaklah unsur agama dalam pribadinya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pendidikan pembiasaan itu sangat penting dalam mendidik anak, terutama dalam pendidikan agama.

3. Membentuk Kerohanian Menjadi Pribadi Muslim

Muhammad Quthb mengatakan, ”Menurut pandangan Islam rohani adalah pusat eksistensi dan menjadi titik pusatnya, karena dengan rohani itu seluruh alam saling berhubungan dan memelihara kehidupan manusia untuk menuntut kepada keberanian. Pendeknya merupakan penghubung antara manusia dan Allah SWT. Sungguh sangat besar sekali kekuatan rohani dibandingkan kekuatan tubuh, karena kekuatan tubuh hanya terbatas wujud, materi, dan kekuataan berfikir, terbatas hanya dalam hal-hal yang dapat dipikirkan dan terbatas oleh ruang dan waktu, sedangkan rohani manusia tidak mengenal batasan dan rintangan, tidak mengenal waktu dan tempat, tidak pernah sirna.” (Quthb, 1984 : 59-60).

Dalam pembentukkan rohani tersebut, pendidikan agama memerlukan usaha dari guru (pengajar) untuk memudahkan dalam pelaksanaannya, dan usaha itu sendiri dilakukan dengan penuh kesabaran, ketekunan, dan keikhlasan. Dalam pembinaan itu dilaksanakan secara terus menerus tidak langsung sekaligus melainkan melalui proses. Maka, dengan adanya ketekunan, keikhlasan, benar-benar penuh perhatian dengan penuh tanggung jawab maka Insya Allah kesempurnaan rohani tersebut akan tercapai sesuai dengan yang diharapkan.

Adapun usaha-usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang di harapkan adalah sebagai berikut:

(7)

a. Menanamkan Kepercayaan Diri

1. Menanamkan kepercayaan kepada Allah SWT agar merasakan bahwa Allah SWT selalu dekat dan selanjutnya takut untuk melaksanakan hal-hal yang buruk.

2. Menanamkan kepercayaan tentang adanya malaikat, dengan menanamkan kepercayaan tersebut, dapat merasakan bahwa setiap gerak-gerik selalu diawasi oleh malaikat.

3. Menanamkan kepercayaan akan kitab Allah SWT.

4. Menanamkan kepercayaan akan rasul-rasul-Nya, untuk mengambil contoh tauladan mereka.

5. Menanamkan kepercayaan kepada Qodho dan Qodhar.

6. Menanamkan kepercayaan akan adanya hari kiamat, dengan menanamkan rasa ini akan merasa takut melakukan perbuatan tercela, karena saat di akhirat nanti ada balasannya. (Seniawan, 1990 : 28).

b. Mengadakan bimbingan agama dengan cara mengikat terus menerus antara manusia dengan Allah SWT, dengan cara:

1. Menciptakan suasana pada hati mereka untuk merasakan adanya Allah SWT dengan melihat segala keagungan yang telah di ciptakan-Nya, sehingga akan membuat mereka terpana dan terkesan ke dalam hati mereka.

2. Menanamkan pada hati mereka bahwa Allah SWT akan selalu hadir dalam sanubari mereka di mana pun mereka berada.

3. Menanamkan pada hati mereka perasaan cinta kepada Allah SWT, secara terus menerus mencari keridhaan-Nya.

4. Menanamkan perasaan takwa dan tunduk kepada Allah SWT, dan mengorbankan perasaan damai bersama Allah SWT dalam keadaan apapun. (Al, wafa, 6 : 1997)

c. Membimbing mereka dengan cara memberikan dorongan kepada hal-hal yang mengarah ketaatan kepada Allah SWT dan mendidik mereka dengan berbagai macam ibadah agar dengan hal itu akan terbukalah hatinya. (Al-Qasim, 6 : 1999 )

Usaha yang dilakukan dengan cara yang telah dilakukan dalam membentuk kerohanian tersebut, dengan di jalankan secara terus menerus, tanpa mengenal batas, maka Insya Allah hal itu akan menemani perasaan jiwanya serta mendapatkan cahaya dan petunjuk dari Allah SWT, yang selanjutnya akan terbentuklah kepribadian muslimin yang hakiki. Menurut Ahmad D. Marimba

(8)

kepribadian muslim adalah “Kepribadian yang selurus aspek-aspeknya, baik tingkah-laku luarnya, kegiatan-kegiatan jiwanya, maupun filsafat hidup dan kepercayaan menunjukkan pengabdian kepada Allah SWT dan penyerahan diri kepadanya.” (Marimba, 1962 : 68 )

Hal yang dapat menguatkan kepribadian muslim di antaranya adalah kesederhanaan di dalam hidup dengan melalui jalan yang lurus dalam pengaturan harta benda, tidak bersifat kikir, dan tidak juga berlaku boros. Kepribadian muslim juga dapat diperkuat dengan cara memperkuat pisik atau menjaga kesetabilan tubuh, dijaga supaya badan selalu sehat. Selain itu Islam juga menawarkan agar umatnya dapat saling nasehat menasehati dalam hal kebaikan Allah berfirman dalam surat Al-Ashr ayat 3 sebagai berikut:

Artinya: “Kecuali orang-orang yang beriman dan menngerjakan amal soleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kebenaran.” (QS. Al-Ashr: 3)

Dari uraian-uraian yang telah dijelaskan di atas mengenai orang tua, dapat diambil kesimpulan bahwa betapa pentingnya peran orang tua dalam membentuk kepribadian seorang anak, tanpa bimbingan dan arahan orang tua tidak mungkin kepribadian anak dapat terbentuk dengan baik. Sehingga Islam sangat menekankan kepada umat manusia untuk membina anak-anaknya kea rah yang baik sesuai denngan ajaran-ajarannya.

F. Konsep Orang Tua dalam Mengembangkan Kecerdasan Emosional Anak

Setiap orang tua menginginkan anaknya menjadi orang yang berkembang secara sempurna. Mereka menginginkan anak yang dilahirkan itu kelak menjadi orang yang sehat dan kuat, berketrampilan, cerdas, pandai dan beriman. Yang bertindak sebagai pendidik dalam keluarga adalah ayah dan ibu (orang tua) si anak. Pendidikan yang harus dijalankan orang tua adalah pendidikan bagi perkembangan akal dan rohani anak, pendidikan ini mengacu pada aspek-aspek kepribadian secara dalam garis besar. Menggenai pendidikan akal yang dilakukan orang tua adalah menyekolahkan anak karena sekolah merupakan lembaga paling baik dalam mengembangkan akal dan interaksi sosial.

Kunci pendidikan dalam rumah tangga, sebenarnya terletak pada pendidikan rohani dalam arti pendidikan kalbu, lebih tegas lagi pendidikan agama bagi anak karena pendidikan agamalah

(9)

yang berperan besar dalam membentuk pandangan hidup seseorang. Ada dua arah mengenai kegunaan pendidikan agama dalam rumah tangga. Pertama, penanaman nilai dalam arti pandangan hidup, yang kelak mewarnai perkembangan jasmani dan akal. Kedua, penanaman sikap yang kelak menjadi basis dalam menghargai guru dan pengetahuan di sekolah.

Anak pada hakikatnya merupakan amanat dari Allah SWT yang harus disyukuri, dan kita sebagai muslim wajib mengemban amanat itu dengan baik dan benar. Cara mensyukuri karunia Allah tersebut yang berupa anak adalah dengan melalui merawat, mengasuh, dan mendidik anak tersebut dengan baik dan benar, agar mereka kelak tidak menjadi anak-anak yang lemah, baik fisik dam mental, serta lemah iman dan lemah kehidupan duniawinya.

Tujuan dari pendidikan tersebut adalah menjadi seorang muslim yang sempurna, yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT. Orang tua adalah pendidik pertama yang utama bagi anak, sebelum anak mengenal dunia luar, maka terlebih dahulu anak mengenal orang tuanya yang merupakan orang terdekat bagi anak. Setiap orang tua wajib mendidik dengan pendidikan yang baik dan benar, sehingga mereka tumbuh dewasa menjadi seorang muslim yang kuat, kuat dalam arti kuat iman dan Islamnya, wawasan dan pengetahuannya luas, serta dewasa dalam bersikap dan dalam mengambil dan menentukan keputusan.

Sabda Rasulullah SAW yang berkenaan kewajiban orang tua untuk mendidik anaknya.

Artinya : “Tiada seorang anak pun yang lahir, kecuali ia dilahirkan dalam keadaan fitrah. Maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak itu baragama yahudi, nasrani, atau majusi. “ (HR. Bukhari – Muslim).

Fitrah yang dimaksud adalah bahwa setiap anak yang dilahirkan sudah memiliki potensi-potensi yang harus diwujudkan dan dikembangkan, potensi-potensi tersebut berupa bakat-bakat kreatifitas anak yang harus dimunculkan, sehingga bakat tersebut dapat menjadi acuan bagi kelangsungan hidupnya kelak setelah dewasa. Orang tua hendaklah teliti dalam perkembangan anak. Potensi beribadah shalat anak haruslah sejak dini diperhatikan, dimulai dengan mengenal lingkungan sekitar.

Pendidikan yang dijalankan dengan cara sistematik dan penuh kesadaran yang dilakukan orang tua agar didikannya itu sesuai dengan tujuan dari pendidikan itu sendiri, yaitu mengarahkan anak kearah kedewasaan.

(10)

Adapun usaha-usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang diharapkan adalah sebagai berikut :

a. Menanamkan kepercayaan diri.

1. Menanamkan kepercayaan kepada Allah SWT agar merasakan bahwa Allah SWT selalu dekat dan selanjutnya takut untuk melaksanakan hal-hal yang buruk

2. Menanamkan kepercayaan tentang adanya malaikat, dengan menanamkan kepercayaan tersebut, dapat merasakan bahwa setiap gerak garik selalu diawasi oleh para malaikat. 3. Menanamkan kepercayaan akan kitab Allah SWT.

4. Menanamkan kepercayaan akan rasul-rasul-Nya. Untuk mengambil contoh tauladan dari mereka.

5. Menanamkan kepercayaan kepada Qodho dan Qodar.

6. Menanamkan kepercayaan akan adanya hari kiamat, dengan menanamkan kepercayaan ini, akan merasa takut melakukan perbuatan tercela, karena saat diakhirat nanti ada balasannya. (Omar Muhammad, 197 : 234)

b. Mengadakan bimbingan agama dengan cara mengikuti terus-menerus antara manusia dengan Allah SWT, dengan cara:

1. Menciptakan suasana pada hati mereka untuk merasakan adanya Allah SWT dengan melihat segala keagungan yang telah terpana dan terkesan kedala hati mereka.

2. menanamkan pada hati mereka bahwa Allah SWT akan selalu hadir dalam sanubari mereka di mana pun mereka berada.

3. Menanamkan pada hati mereka perasaan cinta kepada Allah SWT, secara terus menerus mencari keridhaan-Nya.

4. Menanamkan perasaan taqwa dan tunduk kepada Allah dan mengorbankan perasaan damai bersama Allah SWT dalam keadan apapun. (Seniawan, 1990 : 30)

Membimbing mereka dengan cara memberikan dorongan kepada hal-hal yang mengarah pada ketaatan kepada Allah SWT dan mendidik mereka dengan berbagai macam ibadah agar dengan hal itu akan terbukalah hatinya.

Demikianlah usaha yang dilakukan, semoga dengan cara yang telah dilakukan dalam mengembangkan potensi beribadah anak tersebut dengan dijalankan secara terus menerus, tanpa

(11)

mengenal batas maka insya Allah hal itu akan menemani perasaan jiwanya serta mendapat cahaya dan petunjuk dari Allah SWT, yang selanjutnya akan terbentuklah kepribadian muslim yang hakiki.

9 Tips Mengembangkan Kecerdasan Emosional (EQ) Anak

Emotional Intelligence, atau EQ, merupakan indikator nonintelektual, yang berupa sifat psikologis individu. Jika seorang anak menunjukkan sifat suka menyendiri, perilaku yang abnormal, sulit bekerja sama, memiliki perasaan rendah diri, sangat rapuh dan tidak mampu menghadapi rintangan, sering menunjukkan ketidaksabaran, egois atau kurang memiliki

kestabilan emosi, semuanya mungkin saja mengindikasikan EQ yang rendah. EQ sangat penting untuk keberhasilan hidup seseorang. Oleh karena itu, bagaimana membina dan meningkatkan EQ seorang anak menjadi masalah yang sangat penting. Hal-hal berikut ini memberikan panduan tentang cara membina EQ seorang anak.

1. Mendidik anak-anak untuk bertahan dalam situasi sulit

Ada cerita nyata tentang sekelompok anak yang pergi ke gunung untuk piknik. Mereka tersesat dalam perjalanan pulang dan harus menghadapi malam dalam keadaan lapar, lelah dan penuh ketakutan. Mereka merasa tidak punya harapan dan malam itu dilalui dengan penuh air mata. Salah satu anak berkata sambil menangis: Tidak ada yang akan menemukan kita dan kita semua akan mati di sini. Namun, Evelyn yang berumur 11 tahun berdiri dan berkata dengan tegas: "Tidak! Saya tidak akan mati! Ayah saya mengatakan bahwa selama kita berjalan mengikuti aliran, aliran akan membawa kita ke sebuah sungai, yang pada akhirnya membawa kita ke sebuah kota kecil. Saya berencana untuk berjalan di sepanjang sungai, kalian boleh mengikuti saya jika mau. Dipimpin oleh Evelyn, mereka berhasil keluar dari hutan. Kepercayaan diri, keberanian dan tekad yang dimiliki oleh Evelyn bukanlah sifat bawaan, tetapi adalah hasil asuhan, pendidikan dan pengaruh keluarga.

2. Menanamkan ketahanan dan pengendalian diri

Bagaimana cara melatih anak agar mampu mengendalikan diri? Misalnya, ketika anak

menghabiskan uang saku mingguan lebih cepat dari yang seharusnya, orang tua dapat berkata: “Jika kamu berhasil menyimpan setengah jatah uangmu minggu ini, akan Ayah gandakan jumlah

(12)

uang sakumu minggu depan.Jika kamu terbiasa menyimpan uang, walaupun itu hanya dalam jumlah kecil, kamu akan mampu membeli barang yang lebih besar.“

Hal yang sama juga berlaku bagi anak-anak saat menghadapi tantangan, seperti misalnya gagal ujian atau mendapat nilai tes yang buruk. Orangtua perlu mendorong anak-anak mereka untuk berusaha lebih keras dan tidak menyerah. Dengan kata lain, orang tua perlu mengajarkan mereka agar tahan dalam menghadapi rintangan.

3. Menghadapi dunia luar

Karena terlalu khawatir, banyak orangtua melarang anaknya pergi ke luar sendirian. Karena hal ini, anak-anak jadi kehilangan kemampuan untuk berkomunikasi dan bertemu orang baru. Ketika anak kecil melihat seseorang yang tidak ia kenal, ia mungkin akan menangis atau memilih menyendiri. Setelah tumbuh dewasa, mereka menjadi sensitif dan kurang berani untuk berbicara atau berkomunikasi dengan orang lain. Kurang percaya diri menyebabkan mereka tidak punya banyak teman. Ketika dewasa, mereka akan sulit mencapai potensi penuh yang dimiliki serta menghadapi kesulitan berurusan dengan masyarakat. Oleh karena itu, orang tua harus membantu anak-anak mereka untuk memahami dunia luar. Orang tua juga harus memberikan kesempatan berinteraksi lebih banyak untuk anak-anak yang penakut. Seorang anak yang mampu

menghadapi masyarakat tanpa rasa takut juga akan lebih percaya diri saat berhadapan dengan guru dan rekan-rekannya di sekolah.

4. Menumbuhkan rasa ingin tahu, kreativitas dan imajinasi

Anak-anak secara bawaan dilahirkan dengan rasa ingin tahu, sehingga, secara alami anak kecil akan tertarik menyentuh sesuatu, merasakan hal-hal dan bahkan membongkar barang-barang yang ia temui. Kadang-kadang, mereka bisa saja membuat berantakan seisi rumah. Ini adalah ekspresi dari kehausan mereka akan pengetahuan dan cara yang penting bagi mereka untuk memperoleh keterampilan baru. Dengan cara ini, mereka juga berusaha untuk memahami bagaimana sesuatu bekerja. Orang tua harus dengan sabar memenuhi rasa ingin tahu anak. Ini dapat diwujudkan dengan menunjukkan bagaimana melakukan sesuatu serta menggunakan barang-barang yang mereka minati.

(13)

5. Beri anak-anak kesempatan untuk melatih cara pikir mereka

Seorang anak laki-laki tidak bisa menaiki anak tangga karena dia terlalu kecil. Dia meminta ibunya untuk mengangkatnya. Ibunya berkata: “Kamu bisa melakukannya, coba gunakan akal dan pikirkan sejenak bagaimana melakukannya.” Kemudian, anak itu punya. ide: “ Jika saya pindahkan boks mainan saya di sini, saya dapat menggunakannya untuk pijakan”. Anak itu berpikir dan berusaha memecahkan masalah berkat nasihat ibunya. Hal ini memotivasi anak untuk menciptakan solusi. Dalam kehidupan sehari-hari, ada banyak pendekatan masalah yang bisa dilakukan selama kita mencurahkan waktu sejenak untuk memikirkannya.

6. Menumbuhkan rasa percaya diri dan kemampuan untuk bangkit dari kegagalan Seorang gadis yang adalah pesenam berbakat berumur 12 tahun berbicara dengan pelatih senam kelas atas. Alih-alih meminta dia menunjukkan keterampilan senamnya, pelatih memberikan empat anak panah kecil kepadanya. Pelatih kemudian meminta dia melemparkan anak panah pada target di seberang kantornya. Gadis kecil dengan takut bertanya: ”Bagaimana jika saya meleset?” Pelatih memberitahu dia: “Anda harus berpikir tentang sukses, bukan sebaliknya.” Gadis itu melemparkan anak panah satu demi satu dan akhirnya berhasil mengenai pusat sasaran. Ajarkan pada mereka untuk pertama-tama berpikir akan kesuksesan, dan bukan kegagalan.Rasa percaya diri dan sikap positif akan membimbing mereka menuju jalan keberhasilan. Orang-orang sukses pertama-tama percaya bahwa mereka dapat berhasil.

7. Menangani masalah harga diri anak

Tidak dapat dipungkiri bahwa anak akan membuat kesalahan. Jangan selalu berteriak pada mereka, seperti misalnya: “Mengapa kamu tidak pernah mendengarkan!” atau “Jangan sentuh ini! Jangan sentuh itu!” Perkataan-perkataan tersebut melemahkan rasa percaya diri dan harga diri anak.

Jika mereka melakukan perbuatan nakal atau merepotkan sekali-sekali, itu bukanlah masalah yang besar. Selalu berteriak dan bereaksi dengan keras terhadap setiap hal yang anak perbuat bisa jadi lebih berbahaya dan merusak dibanding kerusakan fisik yang anda tanggung pada barang-barang anda.

(14)

Tumbuh berkembang tidak akan pernah mulus sepanjang jalan. Akan ada tawa, air mata,

frustrasi, serta kegagalan. Ketika beberapa aspirasi tidak tercapai, anak-anak membutuhkan lebih banyak dorongan dan bantuan dari Anda. Jangan ikut menurunkan semangat mereka. Jaga agar mereka senantiasa merasa terdukung. Mimpi adalah bahan bakar yang memotivasi kesuksesan.

9. Tanamkan rasa hormat pada orang lain, kerjasama dan semangat kerja tim Masyarakat adalah kelompok kolektif dan semuanya berlangsung melalui hubungan

antarindividu. Itulah sebabnya kita perlu belajar untuk berkomunikasi dengan semua orang dan saling melengkapi keunggulan satu sama lain. Orang tua harus mengajarkan anak-anak mereka apa itu kerjasama yang baik. Dengan mengajarkan mereka untuk menghormati orang lain dan bekerja sama dengan orang-orang yang memiliki pendapat berbeda, mereka dapat memiliki hubungan interpersonal yang lebih harmonis.

Keadaan emosional terbaik untuk anak-anak adalah kondisi yang penuh dengan kebahagiaan dan antusiasme. Ini adalah suatu keadaan di mana mereka memiliki hubungan interpersonal yang harmonis. Pada keadaan ini, mereka mengembangkan semua potensi mereka, menempatkan semua keterampilan dan bakat untuk digunakan secara penuh. (erabaru.net)

Cara Meningkatkan Kecerdasan Emosional Anak Cara Meningkatkan Kecerdasan Emosional Anak. Keterampilan apa yang paling membantu anak kita sukses secara akademis maupun dalam kehidupan? Secara umum EQ (Emotional Intelligence Quotient) berperan lebih penting daripada IQ (Intelligence Quotient). Anak-anak yang tumbuh dengan EQ tinggi berani untuk mengambil karir yang menantang dan membangun hubungan yang memuaskan. Semakin banyak kalangan pendidik mengakui bahwa siswa yang menerima pendidikan akademis semata, tetapi kurang pendidikan Kecerdasan Emosional, maka kemungkinan kurang mampu menghadapi tantangan masa depan, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Kecerdasan emosi merupakan kunci utama dalam meraih kesuksesan dan kebahagiaan. Apa itu Emosi? Emosi adalah rangsangan untuk bertindak. Tingkat Emosi yang tinggi seperti cinta, rasa takut atau marah mudah untuk diidentifikasi. Ada beberapa emosi yang kompleks dan karena itu sulit untuk mengenalinya. Beberapa dapat berlangsung selama beberapa menit saja, tapi ada yang sampai berminggu-minggu lamanya. Emosi adalah naluri bertahan hidup yang penting. Semua hewan

(15)

memiliki pengalaman emosional yang serupa dengan manusia, perbedaannya hanyalah manusia memiliki kapasitas yang lebih dalam memikirkan dan mengendalikan emosi. Apa itu Kecerdasan Emosional (Emotional Quotient)? Emotional Intelligence (EI) adalah kemampuan seseorang untuk memahami dan mengelola perasaannya sendiri dan orang lain, dan menggunakan informasi tersebut sebagai pedoman untuk mempersiapkan kepada yang lebih baik, membuat keputusan yang lebih baik, berpikir lebih kreatif, memotivasi diri sendiri dan orang lain, dan menikmati kesehatan yang lebih baik, hubungan yang lebih baik dan kehidupan yang lebih bahagia. Emotional Intelligence (EI) sering diukur sebagai Emotional Intelligence Quotient (EQ). Social and emotional learning (SEL) adalah proses belajar untuk mencapai EQ yang lebih tinggi. Studi menunjukkan bahwa EQ adalah alat prediksi terbaik dari prestasi masa depan anak; lebih baik daripada faktor apa pun. Sebagian orang mengatakan bahwa EQ adalah alat prediksi yang lebih baik atas kesuksesan daripada IQ atau kombinasi keterampilan tekhnis. Mengapa harus Mengembangkan Emotional Intelligence? Walaupun prestasi akademik sangat penting, ada banyak hal-hal lain yang lebih penting dalam hidup kita. Kestabilan emosional tidak hanya berkontribusi pada prestasi akademik, tetapi juga pada kesehatan fisik yang lebih baik, keluarga bahagia dan pengalaman kerja yang memuaskan dalam hidup kita. Anak-anak yang memiliki Kecerdasan Emosional (EQ) yang tinggi biasanya lebih menonjol dari yang lain.

(16)

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, Siti, 2008, Pembelajaran Terpadu, Jakarta, Universitas Terbuka

Borba, Michele. 2008. Membangun Kecerdasan Moral. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Depdiknas. 2005. Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2005 – 2009. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.

Fogarty, Robin. 1991. How To Integrate The Curricula, New York: MacMillan Publisher Co, Inc

Hastuti, Dwi. 2005. Pendidikan Holistik Berbasis Karakter di Kelompok Prasekolah Semai Benih Bangsa dan Pengaruhnya pada Pembentukan Anak Sehat, cerdas, dan Berkarakter, Disertasi Doktor, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor Jalal, Fasli, 2005, Peranan Gizi, Kesehatan dan Pendidikan dalam Melejitkan Potensi Kecerdasan

Anak, Jakarta, Direkorat PAUD, Dirjen PLS, Depdiknas.

Jamaris, Martini. 2004. Perkembangan dan Pengembangan Anak Usia Taman Kanak-kanak, Jakarta, PPs UNJ,

Latifah, M. 2008. Pendidikan Holistik: Bahan Kuliah, Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen. Institut Pertanian Bogor

Megawangi, R., Melly L., Wahyu F.D. 2005. Pendidikan Holistik. Cimanggis: Indonesia Heritage Foundation

Nurani, Yuliani. 2005. Menu Pembelajaran Anak Usia Dini, Jakarta, Yayasan Citra Pendidikan Indonesia

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa siswa yang mengeluh atau marah ketika diberikan tugas Pendidikan Agama Islam (PAI). Semua sikap yang ditunjukkan oleh peserta didik berpusat pada emosi

Jenis kelamin laki-laki, tidak mendapat ASI eksklusif, ibu dengan tingkat pendidikan tinggi, jumlah anak lebih dari dua, dan bentuk keluarga inti mempunyai kecenderungan

Suatu tugas mau tidak mau harus mempunyai konsekuensi dan resiko. Resiko seorang dai’ adalah mendapatkan tantangan dari masyarakat atau pribadi yang tidak senang. Untuk itu

Salah satu bidang pendidikan dan pengajaran adalah pendidikan agama Islam yang bertujuan untuk meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan peserta

Keluarga adalah pendidikan yang pertama yang membangun kreatifitas anak anak itu sendiri, jika sejak kecil anak kurang mendapat pendidikan dari keluarga, akan timbul

18 Risa Agustin, Kamus Bahasa Indonesia, (Surabaya: CV. Jalaluddin, Psikologi Agama. Landasan Psikologi Proses Pendidikan.. Penanaman nilai-nilai agama dalam lingkungan keluarga

Pendidikan agama Islam adalah suatu proses penggalian, pembentukan, pendayagunaan dan pengembangan fitrah, dzikir dan kreasi serta potensi manusia,

Padahal jika bangsa Indonesia ingin memperbaiki mutu sumber daya manusia, maka pemerintahan Indonesia harus merenovasi sistem pendidikan yang sudah ada, salah satunya memperkuat