• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

7 A. Tinjauan Pustaka

1. Tingkat pendidikan a. Definisi Pendidikan

Pengertian pendidikan menurut Instruksi Presiden No. 15 Tahun 1974 adalah segala sesuatu usaha untuk membina kepribadian dan mengembangkan kemampuan manusia Indonesia, jasmani dan rohani yang berlangsung seumur hidup, baik didalam maupun diluar sekolah dalam rangka pembangunan persatuan Indonesia dan masyarakat yang adil, makmur berdasarkan pancasila.

Menurut Notoatmodjo (2010) pendidikan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat, agar masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan (praktik) untuk memelihara (mengatasi masalah- masalah), dan meningkatkan kesehatannya. Perubahan atau tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan yang dihasilkan oleh pendidikan kesehatan ini didasarkan kepada pengetahuan dan kesadarannya melalui proses pembelajaran, sehingga perilaku tersebut diharapkan akan berlangsung lama (long lasting) dan menetap (langgeng), karena didasari oleh kesadaran.

Dari beberapa definisi tentang pendidikan diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah upaya persuasif yang dilakukan

(2)

untuk menyiapkan peserta didik agar mampu mengembangkan potensi yang dimiliki secara menyeluruh dalam memasuki kehidupan dimasa yang akan datang.

b. Tingkat Pendidikan

Tingkat atau jenjang pendidikan adalah tahap pendidikan yang berkelanjutan, yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tingkat kerumitan bahan pengajaran dan cara menyajikan bahan pengajaran (Ihsan, 2006).

Menurut UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menjelaskan bahwa indikator tingkat pendidikan terdiri dari jenjang pendidikan dan kesesuaian jurusan. Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan, yaitu terdiri dari:

1) Pendidikan dasar

Jenjang pendidikan awal selama 9 (sembilan) tahun pertama masa sekolah anak-anak yang melandasi jenjang pendidikan menengah.

Pendidikan dasar terdiri dari :

a) Sekolah Dasar atau Madrasah Ibtidaiyah b) SMP atau MTs

Menurut Ihsan (2006) Pendidikan dasar diselenggarakan untuk memberikan bekal dasar yang diperlukan untuk hidup dalam

(3)

masyarakat, berupa pengembangan sikap, pengetahuan, dan keterampilan dasar.

2) Pendidikan menengah

Jenjang pendidikan lanjutan pendidikan dasar. Pendidikan menengah terdiri dari:

a) SMA dan MA b) SMK dan MAK

Menurut Ihsan (2006) Pendidikan menengah dalam hubungan kebawah berfungsi sebagai lanjutan dan perluasan pendidikan dasar. Adapun dalam hubungan keatas mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan tinggi ataupun memasuki lapangan kerja.

3) Pendidikan tinggi

Jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program sarjana, magister, doktor, dan spesialis yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.

Pendidikan tinggi terdiri atas: a) Akademik

b) Institut

c) Sekolah Tinggi

Menurut Ihsan (2006) Pendidikan tinggi merupakan kelanjutan dari pendidikan menengah, yang diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang

(4)

memiliki kemampuan akademik dan/ atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan/ atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian.

Dari uraian diatas jenjang persekolahan atau tingkat-tingkat yang ada pada pendidikan formal dimengerti bahwa pendidikan merupakan proses yang berkelanjutan. Oleh karena itu setiap jenjang atau tingkat pendidikan itu harus dilaksanakan secara tertib, dalam arti tidak bisa terbalik penempatannya. Setiap jenjang atau tingkatan mempunyai tujuan dan materi pelajaran yang berbeda-beda. Perbedaan luas dan kedalaman materi ajaran tersebut jelas akan membawa pengaruh terhadap kualitas lulusannya, baik ditinjau dari segi pengetahuan, kemampuan, sikap maupun kepribadiannya. Manusia memerlukan pengetahuan, ketrampilan, penguasaan teknologi, dan dapat mandiri memalui pendidikan. Produktivitas kerja memerlukan pengetahuan, ketrampilan dan penguasaan teknologi. Sehingga dengan adanya tingkat pendidikan karyawan maka kinerja karyawan akan menjadi lebih baik dan tujuan dari perusahaan akan tercapai dengan sempurna (Uyoh, 2006).

c. Faktor yang Memperngaruhi Tingkat Pendidikan

Faktor yang mempengaruhi tingkat pendidikan menurut Hasbullah (2003) adalah sebagai berikut:

(5)

1) Ideologi

Semua manusia dilahirkan kedunia mempunyai hak yang sama khususnya hak untuk mendapatkan pendidikan dan peningkatan pengetahuan dan pendidikan.

2) Sosial Ekonomi

Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi memungkinkan seseorang mencapai tingkat pendidikan yang lebih tinggi.

3) Sosial Budaya

Masih banyak orang tua yang kurang menyadari akan pentingnya pendidikan formal bagi anak-anaknya.

4) Perkembangan IPTEK

Perkembangan IPTEK menuntut untuk selalu memperbaharui pengetahuan dan keterampilan agar tidak kalah dengan negara maju.

5) Psikologi

Konseptual pendidikan merupakan alat untuk mengembangkan kepribadian individu agar lebih bernilai.

Menurut Green (1980) bahwa tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberikan respon terhadap sesuatu yang datang dari luar, mereka yang mempunyai pendidikan lebih tinggi akan memberi respon yang rasional daripada mereka yang berpendidikan rendah. Orang yang mempunyai pendidikan tinggi diharapkan lebih peka terhadap

(6)

kondisi keselamatannya, sehingga lebih baik dalam memanfaatkan fasilitas keselamatan (Green, 1980).

2. Masa Kerja

a. Definisi Masa Kerja

Masa kerja adalah suatu kurun waktu atau lamanya tenaga kerja itu bekerja disuatu tempat (Tarwaka,2010). Masa kerja merupakan salah satu alat yang dapat mempengaruhi kemampuan seseorang, dengan melihat masa kerjanya kita dapat mengetahui telah berapa lama seseorang bekerja dan kita dapat menilai sejauh mana pengalamannya (Bachori, 2006).

Siagian (2008) menyatakan bahwa masa kerja menunjukan berapa lama seseorang bekerja pada masing-masing pekerjaan atau jabatan. Kreitner dan Kinicki (2004) menyatakan bahwa masa kerja yang lama akan cenderung membuat seorang pegawai lebih merasa betah dalam suatu organisasi, hal ini disebabkan diantaranya karena telah beradaptasi dengan lingkungan yang cukup lama sehingga seorang pekerja akan merasa nyaman dengan pekerjaannya. Penyebab lain juga dikarenakan adanya kebijakan dari instansi atau perusahaan mengenai jaminan hidup di hari tua.

Pengalaman untuk kewaspadaan terhadap kecelakaan bertambah sesuai dengan usia, masa kerja di perusahaan dan lamanya bekerja ditempat kerja yang bersangkutan. Tenaga kerja yang baru biasanya belum mengetahui secara mendalam pekerjaan dan

(7)

keselamatannya, selain itu tenaga kerja baru mementingkan selesainya sejumlah pekerjaan yang diberikan kepada mereka. Dalam suatu perusahaan pekerja-pekerja baru yang kurang pengalaman sering mendapat kecelakaan sehingga perhatian khusus perlu diberikan kepada mereka. Lama kerja seseorang dapat dikaitkan dengan pengalaman yang didapatkan di tempat kerja. Semakin lama seorang pekerja semakin banyak pengalaman dan semakin tinggi pengetahuannya dan ketrampilannya. Masa kerja yang lebih lama menunjukkan pengalaman yang lebih seseorang dibandingkan dengan rekan kerja lainnya, sehingga sering masa kerja/pengalaman kerja menjadi pertimbangan sebuah perusahaan dalam mencari pekerja. (Rivai, 2009).

b. Faktor-faktor masa kerja

Menurut Hani (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi masa kerja diantaranya:

1) Tingkat kepuasan kerja 2) Stres lingkungan kerja 3) Pengembangan karir 4) Kompensasi hasil kerja

Masa kerja menurut Hani (2007) dikategorikan menjadi dua, meliputi:

1) Masa kerja kategori baru ≤3 tahun 2) Masa kerja kategori lama > 3 tahun

(8)

3. Kepatuhan Penggunan Safety Helmet a. Kepatuhan

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. PER.01/MEN/1980 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Konstruksi Bangunan, pasal 3 ayat (1) yang berbunyi “Pada setiap pekerjaan konstruksi bangunan harus diusahakan pencegahan atau dikurangi terjadinya kecelakaan atau sakit akibat kerja terhadap tenaga kerjanya.” Masih banyaknya pekerja kerangka bangunan yang tidak patuh dalam penggunaan APD, maka masih belum ditaatinya peraturan Undang-undang No.1 tahun 1970 maupun Permenakertrans No. PER.01/MEN/1980.

1) Definisi Kepatuhan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, patuh adalah suka menurut perintah, taat pada perintah, sedangkan kepatuhan adalah perilaku sesuai aturan dan berdisiplin (Pranoto, 2007). Kepatuhan (adherence) adalah suatu bentuk perilaku yang timbul akibat adanya interaksi antara petugas kesehatan dan pasien sehingga pasien mengerti rencana dengan segala konsekuensinya dan menyetujui rencana tersebut serta melaksanakannya (Kemenkes R.I., 2011). 2) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Kepatuhan

Menurut Green (dikutip dari Notoatmodjo, 2003) ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perubahan perilaku tenaga kerja untuk menjadi patuh/tidak patuh dalam menggunakan safety helmet,

(9)

yang diantaranya dipengaruhi oleh faktor predisposisi, faktor pendukung serta faktor pendorong, yaitu:

a) Faktor Predisposisi

Menurut teori Green (1980) bahwa faktor predisposisi adalah faktor yang mempermudah dan mendasari untuk terjadinya perilaku tertentu. Faktor predisposisi meliputi pengetahuan, sikap, nilai-nilai budaya, kepercayaan dari orang tersebut tentang dan terhadap perilaku tertentu serta beberapa karakteristik individu, misalkan umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan masa kerja.

(1) Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, hal ini terjadi setelah orang mendapatkan stimulus dan melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan adalah hasil tahu dari manusia, yang sekedar menjawab pertanyaan “what”, misalnya apa air, apa manusia, apa alam, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010).

Secara garis besar, tingkat pengetahuan dibagi menjadi 6 tingkatan (Notoatmodjo, 2010), yaitu:

(10)

(a) Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang telah dipelajari dan juga rangsangan yang diterima. Oleh karena itu, “tahu” ini merupakan tingkatan yang paling rendah.

(b) Memahami (Comprehension)

Merupakan suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham dengan objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebaginya terhadap objek yang dipelajari.

(c) Aplikasi (Aplication)

Merupakan kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi yang nyata. Aplikasi disini dapat diartikan penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks yang lain, misalnya dapat menggunakan prinsip

(11)

siklus pemecahan masalah dalam pemecahan masalah kesehatan.

(d) Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. (e) Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

(f) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melaksanakan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atas objek. Penilaian- penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria- kriteria yang telah ada (Notoatmodjo, 2010). (2) Usia

Usia berpengaruh terhadap pola pikir seseorang dan pola pikir berpengaruh terhadap perilaku seseorang. Usia seseorang secara garis besar menjadi indikator dalam setiap

(12)

mengambil keputusan yang mengacu kepada setiap pengalamannya (Evin, 2009).

(3) Tingkat Pendidikan

Pendidikan menuntut manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan yang dapat digunakan untuk mendapatkan informasi sehingga meningkatkan kualitas hidup. Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka akan memudahkan seseorang menerima informasi sehingga meningkatkan kualitas hidup dan menambah luas pengetahuan. Pengetahuan yang baik akan berdampak pada penggunaan komunikasi secara efektif (Alimul, 2006). Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan kesehatan. pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai atau informasi yang baru diperkenalkan, sebaliknya makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin mudah menerima informasi sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki (Notoatmodjo,2003).

(4) Masa Kerja

Semakin lama tenaga kerja bekerja, semakin banyak pengalaman yang dimiliki tenaga kerja yang bersangkutan.

(13)

Sebaliknya, makin singkat masa kerja, makin sedikit pengalaman yang diperoleh (Sastrohadiwiryo, 2005). Orang yang mempunyai pengalaman akan selalu lebih pandai dalam menyikapi dari segala hal daripada mereka yang sama sekali tidak memiliki pengalaman (Gibson, 2009).

b) Faktor Pendukung (1) Ketersediaan APD

Ketersediaan APD merupakan faktor pendukung dalam kepatuhan menggunakan APD untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan resiko kerja yang terjadi di perusahaan, jika perusahaan tidak menyediakan APD berarti perusahaan telah membahayakan pekerjanya dari resiko kecelakaan dan penyakit yang akan timbul dilingkungan kerja. Oleh sebab itu perusahaan diberlakukan aturan untuk menyediakan alat pelindung diri sesuai dengan pekerjaan masing-masing karena pekerja merupakan aset perusahaan yang sangat penting, jika pekerja mangalami kecelakaan ataupun penyakit akibat kerja maka berkuranglah aset yang dimiliki perusahaan (Prasetyo, 2015).

(2) Pengadaan APD

Penyediaan APD oleh perusahaan telah tertulis dalam Undang-undang No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, pasal 14 ayat (3) yang berbunyi “Pengurus diwajibkan

(14)

menyediakan secara cuma-cuma, semua alat perlindungan diri yang diwajibkan pada tenaga kerja yang berada dibawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk-petunjuk pegawai pengawas atau ahli-ahli keselamatan kerja ”.

c) Faktor Pendorong (1) Penyuluhan

Penyuluhan yang diberikan oleh petugas K3 sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia No. PER.04/MEN/1987 tentang Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta Tata Cara Penunjukkan Ahli Keselamatan Kerja pasal 4 ayat (2) b yang berbunyi “P2K3 mempunyai fungsi membantu menunjukkan dan menjelaskan kepada setiap tenaga kerja : berbagai faktor bahaya di tempat kerja yang dapat menimbulkan gangguan keselamatan dan kesehatan kerja, termasuk bahaya kebakaran dan peledakan serta cara penanggulangannya, faktor yang dapat mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja, alat pelindung diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan, cara dan sikap yang benar dan aman dalam melaksanakan pekerjaannya”.

(15)

(2) Pengawasan

Pengawasan yang dilaksanakan oleh petugas K3 sesuai dengan Undang-undang No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, pasal 5 ayat (1) yang berbunyi, “Direktur melakukan pelaksanaan umum terhadap Undang-undang ini, sedangkan para pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja ditugaskan menjalankan pengawasan langsung terhadap ditaatinya Undang-undang ini dan membantu pelaksanaannya”.

(3) Pelatihan

Menurut Mathis (2002), Pelatihan adalah suatu proses dimana orang-orang mencapai kemampuan tertentu untuk membantu mencapai tujuan organisasi. Pelatihan telah tertulis pada Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pasal 9 yang berbunyi “Pelatihan kerja diselenggarakan dan diarahkan untuk membekali, meningkatkan, dan mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan,produktivitas, dan kesejahteraan”. (4) Pemberian Sanksi

Sanksi dari petugas K3 berupa pemberian denda kepada mandor dan pekerja. Pengadaan sanksi disiplin kerja bagi tenaga kerja yang melanggar norma-norma perusahaan, bertujuan untuk memperbaiki dan mendidik para tenaga kerja

(16)

yang melakukan pelanggaran disiplin (Sastrohadiwiryo, 2005). Dalam menetapkan jenis sanksi disiplin yang akan dijatuhkan kepada tenaga kerja yang melanggar, hendaknya dipertimbangkan dengan cermat, teliti, dan saksama bahwa sanksi displin yang akan dijatuhkan setimpal dengan tindakan dan perilaku yang diperbuat. Dengan demikian, sanksi disiplin tersebut dapat diterima oleh rasa keadilan (Sastrohadiwiryo, 2005).

b. Safety Helmet

Helm keselamatan (Safety Helmet) harus dipakai oleh tenaga kerja yang mungkin tertimpa di bagian kepala oleh benda jatuh atau melayang atau benda-benda lain yang bergerak. Helm keselamatan harus cukup keras dan kokoh, tetapi ringan. Bahan plastik dengan lapisan dalam berbahan kain terbukti sangatlah cocok untuk keperluan ini (Anizar, 2009).

Helm (helmet) sangat penting digunakan sebagai pelindung kepala, dan sudah merupakan keharusan bagi setiap pekerja konstruksi untuk menggunakannya dengan benar sesuai peraturan. Helm ini digunakan untuk melindungi kepala dari bahaya yang berasal dari atas, misalnya peralatan atau material konstruksi yang jatuh dari atas. Kedisiplinan para pekerja untuk menggunakan Safety Helmet masih rendah yang tentunya dapat membahayakan diri sendiri maupun orang lain.

(17)

1) Safety Helmet konstruksi dan alat pelindung diri pelengkapnya. a) Desain umum

Menurut Labour Department (2004) Safety Helmet memiliki 2 komponen utama, yaitu kerangka dan pengikat (bagian dalam helm). Kerangka Safety Helmet berbentuk kubah atau setengah lingkaran yang terbuat dari material yang keras dan tahan lama. Permukaan luar dari kerangka mengkilap, meliputi: (1) Bagian pinggir helm

(2) Bagian puncak helm

Bagian dalam dari Safety Helmet berbentuk seperti pengikat yang berfungsi untuk menyelaraskan Safety Helmet dengan bentuk kepala, dan menjaga agar posisi Safety Helmet tetap dan tidak berubah. Pada dasarnya bagian dalam Safety Helmet terdiri dari:

(1) Cradle

Adalah bagian dimana kepala kontak dengan bagian dalam Safety Helmet.

(2) Ikat kepala

Bagian dari Safety Helmet bagian dalam yang berfungsi untuk menjaga Safety Helmet agar tetap pada posisi dan tidak jatuh saat digunakan.

(18)

(3) Pengencang ikat kepala

Pengencang ikat kepala digunakan untuk mengatur kelonggaran dari ikat kepala Safety Helmet agar sesuai dengan bentuk kepala (Labour Department, 2004).

2) Karakteristik Safety Helmet Konstruksi

Menurut Labour Department (2004) Safety Helmet memiliki kriteria dan standar internasional tersendiri untuk bidang konstruksi. Jarak kerangka Safety Helmet, jarak ruangan antara kerangka dan bagian dalamnya, serta pertambahan jarak akibat dari pengencangan ikat kepala, antara lain sebagai berikut:

a) Berapa ukuran lengkungan dari kerangka secara horizontal dari atas tali pengikat.

b) Jarak vertikal antara bagian dalam Safety Helmet dan bagian dalam kerangka pada umumnya tidak kurang dari 5 mm dan tidak lebih dari 20 mm.

c) Antara kerangka dan bagian dalam helm memiliki jarak untuk ventilasi.

d) Lebar dari pertambahan tali pengikat tidak lebih dari 5 mm. 3) Penggunaan Bahan Safety Helmet

Bahan yang digunakan untuk Safety Helmet harus tahan lama dan terhindar dari efek buruk akibat sinar matahari, temperatur, getaran, kelembapan. Untuk bahan yang kontak dengan kulit, bahan yang digunakan bukanlah bahan yang dapat menyebabkan iritasi

(19)

(Labour Department , 2004). Untuk bagian kerangka, material yang biasanya digunakan adalah:

a) High density polyethylene (HDPE) b) Acrylonitrile-butadiene-styrene (ABS) c) Polycarbonate (PC)

Untuk bagian dalam helm, umumnya menggunakan bahan: a) Nylon

b) Vinyl

Untuk bantalan helm, digunakan bahan: a) busa spone

4) Aksesoris Safety Helmet

Menurut Labour Department (2004) Berikut adalah pelengkap Safety Helmet yang dapat dipasangkan untuk memaksimalkan fungsi dari Safety Helmet. Contohnya adalah pengikat dagu, pelindung wajah, earmuff, lampu kepala, dll. Perhatian khusus diperlukan untuk menjamin bahwa aksesoris dan pelengkap sesuai dengan Safety Helmet. Disarankan untuk menggunakan aksesoris dan pelengkap yang asli dari perusahaan yang mengeluarkan Safety Helmet agar ukuran dan bahan sesuai dan aman.

Perlindungan kepala harus dipilih sesuai dengan ukuran saat digunakan dan mudah disesuaikan (adjustable headband). Alat

(20)

pelindung kepala dimungkinkan untuk tidak mengganggu jalannya pekerjaan (Labour Department, 2004)

5) Pemilihan Safety Helmet

Faktor-faktor penting yang harus diperhatikan dalam pemilihan Safety Helmet antara lain:

a) Safety Helmet yang disediakan adalah Safety Helmet yang tepat untuk meminimalisasi efek dari potensi bahaya

b) Safety Helmet yang dipilih harus memberikan perlindungan yang optimal serta nyaman dipakai dan tidak menimbulkan masalah keselamatan yang lain.

c) Cidera kepala merupakan potensi bahaya yang dapat terjadi di tempat kerja, untuk itu, perlu adanya pemilihan jenis dan kualitas Safety Helmet yang sesuai untuk memaksimalkan perlindungan kepala dari potensi bahaya yang ada ditempat kerja. Di pekerjaan konstruksi, Safety Helmet harus memberikan perlindungan untuk mencegah dampak berupa cidera kepala akibat kejatuhan benda dari atas maupun cidera kepala akibat dari tersambar benda yang menggantung misalnya tali crane. Safety Helmet juga harus mampu memberikan perlindungan terhadap bahaya listrik, untuk itu Safety Helmet harus tebuat dari bahan isolator yang tidak menghantarkan arus listrik. untuk pekerjaan yang berada pada temperatur yang rendah, Safety

(21)

Helmet juga dapat berfungsi untuk pelindung kepala dari suhu lingkungan yang rendah.

d) Apabila memungkinkan, Safety Helmet harusnya tidak mengganggu pekerjaan dari tenaga kerja.

e) Desain dari Safety Helmet seharusnya memungkinkan untuk pemakaian alat pelindung diri lain yang dibutuhkan, sehingga dapat memaksimalkan perlindungan dari alat pelindung diri. 6) Jenis Safety Helmet

Menurut bentuknya, dibagi menjadi: a) Safety Helmet dengan cap depan

Safety Helmet yang berbentuk seperti topi dan mempunyai cap depan, berfungsi untuk melindungi mata dari silau. Safety Helmet jenis ini lebih nyaman untuk pekerjaan pada tempat khusus dan sempit, dengan bentuk ini, memungkinkan untuk Safety Helmet dapat ditambahi degan alat pelindung lain yang dibutuhkan, berupa ear muff, pelindung muka untuk pengelasan, dll.

b) Safety Helmet berbentuk topi

Safety Helmet ini berbentuk seperti topi yang pinggirannya mempunyai cap yang melingkar. Safety Helmet jenis ini sangat cocok untuk perlindungan terhadap kepala dan leher dari cuaca, kotoran, air, sinar matahari, dll (Labour Department, 2004).

(22)

Menurut kemampuan isolatornya, safety helmet dibagi menjadi 3 kelas (ANZI Z89.1-2009):

a) Helm kelas G (General)

Helm kelas G berfungsi untuk mengurangi akibat dari kejatuhan benda serta mengurangi bahaya kontak dengan konduktor listrik bertegangan rendah yang terbuka. Helm kelas G dapat tahan hingga 2.200 volt.

b) Helm kelas E (Electrical)

Helm kelas E berfungsi untuk mengurangi akibat dari kejatuhan benda serta mengurangi bahaya kontak dengan konduktor listrik bertegangan tinggi yang terbuka. Helm kelas E dapat tahan hingga 20.000 volt.

c) Helm kelas C (Conductive)

Kelas ini tidak dapat menahan arus listrik, hanya dapat mengurangi akibat dari kejatuhan benda.

7) Warna Safety Helmet

Pemilihan warna dari Safety Helmet disesuaikan dengan kondisi tempat kerja. Safety Helmet dengan warna yang terang merupakan pilihan yang tepat untuk memantulkan cahaya. Contohnya adalah Safety Helmet berwarna putih, sangat cocok untuk pekerjaan yang mempunyai pencahayaan yang rendah.

(23)

8) Cara merawat safety helmet

Cara merawat alat pelindung kepala dengan kondisi yang baik, sebagai berikut:

a) Disimpan ketika tidak digunakan ditempat yang aman dan jangan disimpan ditempat yang langsung terkena sinar matahari yang terlalu panas dan kondisi yang lembab.

b) Diperiksa secara teratur adanya kerusakan-kerusakan alat pelindung kepala.

c) Dan mengganti komponen-kompenen alat pelindung kepala yang rusak.

4. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kepatuhan Penggunaan Safety Helmet

Pendidikan tidak lepas dari proses belajar, menurut konsep amerika pengajaran diperlukan untuk memperoleh keterampilan yang dibutuhkan manusia dalam hidup bermasyarakat. Belajar pada hakikatnya adalah penyempurnaan potensi atau kemampuan pada organisme biologis dan psikis yang diperlukan dalam hubungan manusia dengan dunia luar dan hidup bermasyarakat (Notoatmodjo, 2007).

Pendidikan menuntut manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan yang dapat digunakan untuk mendapatkan informasi sehingga meningkatkan kualitas hidup. Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka akan memudahkan seseorang menerima informasi sehingga meningkatkan kualitas hidup dan menambah luas pengetahuan. Pengetahuan yang baik

(24)

akan berdampak pada penggunaan komunikasi secara efektif (Alimul, 2006). Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan kesehatan. pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai atau informasi yang baru diperkenalkan, sebaliknya makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin mudah menerima informasi sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki (Notoatmodjo,2003). 5. Hubungan Masa Kerja dengan Kepatuhan Penggunaan Safety Helmet

Semakin lama tenaga kerja bekerja, semakin banyak pengalaman yang dimiliki tenaga kerja yang bersangkutan. Sebaliknya, semakin singkat masa kerja, semakin sedikit pengalaman yang diperoleh (Sastrohadiwiryo, 2005). Orang yang mempunyai pengalaman akan selalu lebih pandai dalam menyikapi dari segala hal daripada mereka yang sama sekali tidak memiliki pengalaman (Gibson, 2009).

(25)

B. Kerangka Pemikiran

Keterangan : : diteliti : tidak diteliti

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Hubungan Tingkat Pendidikan dan Masa Kerja dengan Kepatuhan Pemakaian Safety Helmet.

C. Hipotesis

Terdapat Hubungan Tingkat pendidikan dan Masa Kerja dengan Kepatuhan Pemakaian Safety Helmet pada Pekerja di PT. Wijaya Kusuma Contractors Proyek dr. Oen Surakarta.

Tingkat Pendidikan Masa Kerja

stimulus Pengindraan Menerima Informasi Kepatuhan menggunakan safety helmet pengalaman 1. Usia 2. Pengetahuan 3. Pengadaan safety helmet 4. Ketersediaan safety helmet 5. Penyuluhan 6. Pengawasan 7. Pelatihan 8. Pemberian sanksi Ketrerampilan kewaspadaan

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Hubungan Tingkat Pendidikan dan Masa  Kerja dengan Kepatuhan Pemakaian Safety Helmet

Referensi

Dokumen terkait

Pada grafik percobaan menggunakan selang dengan diameter 3/4 tekanan tertinggi mencapai 0.28 pada variasi 7 dimana katup 1 ditutup penuh dan katup 2 ditutup 45 derajat, hal ini

o Alasan mengapa mengikuti pelatihan. Alasan ini dapat saja datang dari luar berupa perintah/penugasan, atau ingin tahu, dsb. o Motivasi yang mendorong peserta mengikuti

Meningkatnya kebutuhan trasnportasi bahan dan/atau brang berbahaya dengan menggunakan pesawat udara bila mana tidak diawasi dengan cermat, dapat mempunyai dampak negatif

Ternyata, teman saya mengetahui kegundahan saya itu. la pun menyarankan, jika memang sudah mantap, masuklah ke agama Islam. Berkat bantuannya, saya diantar ke Pondok Masjid

Sebaliknya individu yang memiliki tingkat pe- ngetahuan tentang agama yang rendah akan melakukan perilaku seks bebas tanpa berpikir panjang terlebih dahulu sehingga

• Menjelaskan etiologi, faktor resiko, patogenesis, manifestasi klinis penyakit Demam tifoid. • Menentukan dan melakukan pemeriksaan fisik dan penunjang penyakit Demem tifoid

Klien menyatakan bahwa pengobatan yang dijalaninya tidak bertentangan dengan kebudayaan yang dianut klien dan dibuktikan dengan klien mau mengikuti perintah

Event-driven Process Chain(2) Tindakan Medis Bed Alat Medis Obat- obatan X Pelayanan Bedah Pelayanan Lab PK Pelayanan Radiologi V Pelayanan Medis Selesai Dilakukan XOR Pasien