1 \
2 ARTIKEL
KEWENANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT MELAKSANAKAN FUNGSI LEGISLASI SETELAH AMANDEMEN UNDANG-UNDANG
DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
Diajukan Untuk Memenuhi
Prasyarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana
Oleh:
DANI GENEFRI NPM: 0910012111176
Bagian Hukum Tata Negara
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BUNG HATTA
PADANG 2015
3 KEWENANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT MELAKSANAKAN
FUNGSI LEGISLASI SETELAH AMANDEMEN UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
DhaniGenefri1, Boy YendraTamin1,Sanidjar Pebrihariati1 1
Ilmu Hukum department of Lawt, Faculty, Bung Hatta University Email:genefri@mail.com
Abstract
Legislation function is a important fuction for a nation, so friction legislation function from President to parliament very affected in country system. The issue that about to discuss is (1) how is task and function legislation by parliament before and after amandement Constitution of the Republic of Indonesia Year 1945? (2) how is form cooperation parliament with president in legislation function after amendment Constitution of the Republic of Indonesia Year 1945? (3) how the implementation steps in making RUU. Research type is using normative. Data source is source data primer and source data sekunder. Technical research data is doing by document study. Analysis was performed to analyze the file using qualitative analysis. The result of this study is (1) leslation task parliament RI after amendment of Constitution of the Republic of Indonesia Year 1945 is a power for making Undang-undang that from president before to the parliament RI and after amandemen is in paragraph 72 Undang-Undang Number 17 Year 2014. (2) draft legislation that been discussed by parliament RI and President getting approval with in form exsecutive institution (President) (3) steps that been doing in making a draft legislation is (a) planning (b) preparing (c) discussion (d) to promulgate (e) dissemination
Keywords: Parliament, Legislation, Amendments, 1945.
A. Pendahuluan
PerubahanUndang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ini merupakan perubahan yang dilakukan oleh MPR. Ada Sembilan item Pasal substansial pada perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Masalah fungsi legislasi dalam sistem Pemerintahan Indonesia tidak hanya masalah pembahasan bersama dan persetujuan bersama antara DPR dan Presiden, tetapi menyangkut pengesahan oleh Presiden.Dalam praktik, sejumlah rancangan Undang-Undang, disetujui bersama oleh
4 presiden dan DPR, tetapi tidak
ditandatangani oleh Presiden.1
Posisi yang kuat dimiliki DPR dengan kekuasaan membentuk Undang-undang dan juga memiliki kekuasaan lain yaitu penentuan anggaran (budgeting) dan kekuasaan pengawasan (control). Bahkan ditegaskan Presiden tidak dapat membekukan atau membubarkan DPR. Sebaliknya, DPR dapat mengusulkan pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya jika melakukan pelanggaran hukum penghianatan terhadap Negara, korupsi, penyuapan, dan lain-lainnya. Berdasarkan Pasal 1 Ayat(1) UU No. 12 Tahun 2011, Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan dan pengundangan. Berbagai jenis Peraturan Perundang-undangan di Indonesia yang terdapat dalam Pasal 7 UU No. 12 Tahun 2011, dalam praktiknya belum mencerminkan secara optimal
1
. Fajar Laksono, 2006, UU Tanpa
Pengesahan Presiden, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta, hlm..149.
landasan, asas dan proses pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik,sehingga produk Peraturan Perundang-undangan yang telah dihasilkan banyak yang memunculkan permasalahan kedepannya khususnya permasalahan penegakan hukum. Bahkan tidak dapat dinafikan Peraturan Perundang-undangan yang telah disahkan dan diundangkan dimintakan pengujian kepada Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung.
Dalam pembuatan produk Undang-undang yang semakin mengalami perubahan dapat mengakibatkan DPR harus lebih aktif dalam mengajukan Rancangan RUU. Namun, penulis melihat bahwa
kemampuan DPR untuk
melaksanakan hak dan kewajiban dalam mengajukan RUU belum sesuai dengan kekuasaan yang diberikan oleh UUD 1945. DPR hanya membuat RUU tidak sesuai dengan kepentingan rakyat.
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik melakukan penelitian yang berjudul:“Kewenangan Dewan Perwakilanrakyat Melaksanakan Fungsi Legislasi Setelah
5 AmandemenUndang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana tugas dan fungsi legislasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat sebelum dan sesudah amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945?
2. Bagaimana bentuk kerjasama Dewan Perwakilan Rakyat dengan Presiden dalam fungsi legislasi sesudah Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945? 3. Apakah tahapan-tahapan yang
dilakukan dalam pembentukan RUU?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahandi atas, maka tujuan penulis dari penelitian ini yaitu:
1. mengetahui bagaimana tugas dan fungsi legislasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat sebelum dan setelah amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. mengetahui bentuk kerjasama Dewan Perwakilan Rakyat dengan Presiden dalam fungsi legislasi setelah Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 3. mengetahui apakah
tahapan-tahapan yang dilakukan dalam pembentukan RUU.
D. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang pakai penulis dalam melakukan penelitian ini yaitu melakukan penelitian yang bersifat Yuridis Normatif.
Penelitian Yuridis Normatif yaitu penelitian yang dilakukan terhadap data sekunder dengan fokus kegiatan penelitian adalah penelitian terhadap aturan hukum, peneltian terhadap sistematika hukum dan penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum2.
2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan adalah data sekunder.Data sekunder adalah data yang didapatkan dari penetian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian penulis. Data
2
Soejono Soekanto, 1984, Pengantar
Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, hlm.52.
6 sekunder yang digunakan penulis,
terdiri dari:
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mengikat dengan mempelajari peraturan yang terkait di dalam penelitian.Bahan hukum primer yang diperlukan oleh penulis yang meliputi peraturan perundang-undangan dan peraturan yang terkait lainnya. Bahan hukum tersebut antara lain:
1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Amandemen ke-1 Tahun 1999 sampai dengan Amandemen ke-4 Tahun 2002;
2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
b. Bahan hukum sekunder
Bahan hukum sekunder yaitu bahan penelitian yang memberikan suatu penjelasan maupun petunjuk terhadap bahan hukum primer yang berasal dari buku-buku, tulisan ilmiah , teori dan pendapat para pakar, hasil penelitian sebelumnya dan seterusnya3.
c. Bahan hukum tersier
3
Ibid, hlm. 54
Bahan yang memberikan penjelasan maupun petunjuk terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yaitu:
1) Kamus-kamus hukum;
2) Kamus Besar Bahasa Indonesia. 3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yangdipergunakan oleh penulis yaitu dengan melakukan studi dokumen.Studi dokumen adalah studi yang tujuan dan kegunaannya adalah menunjukkan jalan pemecahan permasalahan penelitian4. 4. Analisis Data
Analisis data adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh penulis untuk menentukan penyelesaian penelitian5.Penulis melakukan analisa dengan analisis kualitatif.Analisis kualitatif yaitu analisis yang mengkaji sebuah pemikiran dan gejala yang menjadi fokus penelitian6.
E. Penelitian Dan Pembahasan Tugas Dewan Perwakilan Rakyat Sebelum dan Sesudah Amandemen
4
Bambang Sunggono, 2013, Metodologi
Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta,
hlm. 112.
5
Zainuddin Ali, 2013, Metode Penelitian
Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 106. 6
Burhan Ashofa, 2010, Metode Penelitian
7 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 Tugas legislasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat sebelum dan sesudah amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, telah terjadi perubahan tentang tugas dan fungsi legislasi oleh DewanPerwakilan Rakyat. Dalam hal ini penulis melakukan analisis bentuk dari perubahan tersebut antara lain:
a. Sebelum Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tugas Dewan Perwakilan Rakyat hanya untuk menyetujui Undang-Undang yang diajukan, Dewan Perwakilan Rakyat juga berhak mengajukan Rancangan Undang-Undang,Peraturan Pemerintah itu harus mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat dalam Persidangan yang berikut, dan Dewan perwakilan Rakyat juga menetapkan anggaran dan belanja tiap-tiap tahun dengan Undang-Undang, apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui anggaran yang diusulkan oleh Pemerintah, maka pemerintahan menjalan anggaran
pembelajaan yang tahun lalu. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 20 Ayat (1), Pasal 21 Ayat (1), Pasal 22 Ayat (2), Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebelum amandemen.
b. Tugas Dewan Perwakilan Rakyat sesudah amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk merencanakan RUU, membahas RUU bersama Presiden, dan menyebarluaskan RUU yang di bahas bersama Presiden.Tugas Dewan Perwakilan Rakyat setelah Amandemen Undang-Undang Dasar Negara republik Tahun 1945 ini ketentuannya diatur Dalam Pasal 72 UU MD3, terlihat pergesaran tugas terhadap Dewan Perwakilan Rakyat sebelum dan setelah Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.
Bentuk Kerjasama Dewan Perwakilan Rakyat Dengan Presiden Dalam Fungsi Legislasi Setelah Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
8 Bentuk kerjasama Dewan
Perwakilan rakyat dengan Presiden dalam menjalankan fungsi Legislasi setelah Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah:
1. Dalam Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Presiden berhak mengajukan Rancangan Undang-Undang kepada Dewan Perwakil Rakyat, maksudnya Presiden dapat mengambil inisiatif untuk merancang suatu kebijakan yang akan dituangkan menjadi Undang-Undang. Rancangan Undang-Undang yang akan diajukan harus disertai dengan penjelasan atau keterangan naskah akademik. 2. Menurut ketentuan Pasal 65
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undang, pembahasan Rancangan Undang-Undang di Dewan Perwakilan Rakyat dilakukan oleh DPR bersama Presiden atau menteri yang ditugasi. Di dalam Pasal 20 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 menyatakan “setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama”. Terkait dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 20 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 itu, ketentuan yang dimaksud ialah pertama setiap Rancangan Undang-Undang dibahas (bersama) oleh DPR dan Presiden; dan Kedua, setiap Rancangan Undang-Undang disetujui bersama oleh DPR dan Presiden.
3. Dalam Pasal 20 Ayat (3) UUD Negara RI Tahun 1945 menyatakan “jika Rancangan Undang-Undang itu tidak mendapat persetujuan bersama, Rancangan Undang-Undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu”. Ketentuan tersebut menggambarkan bahwa posisi Presiden dan DPR adalah sejajar atau samakuat dalam hal persetujuan maupun penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang yang sebelumnya telah
9 dibahas bersama. Dalam
pengertian itu, persetujuan bersama merupakan syarat konstitusional yang dibagi bersama antara Presiden dan DPR, artinya tidak akan lahir sebuah Undang-Undang tanpa persetujuan bersama antara Presiden dan DPR. Dalam hal ini,dalam pembentukan Undang-Undang DPR tidak bisa jalan sendiri tanpa adanya persetujuan dari Presiden. Kedua-duanya, baik DPR maupun Presiden harus setuju, tidak bisa DPR setujutetapi Presiden tidak setuju. Keduanya harus berjalan seiring untuk setuju bersama.setelah perubahan UUD 1945, praktik pembahasan bersama dan persetujuan bersama telah memperkuat posisi Presiden dalam fungsi pembentukan Undang-Undang.Penguatan fungsi tersebut terjadi karena wewenang Presiden dalam pembahasan dan persetujuan Rancangan Undang-Undang sama kuatnya dengan wewenang DPR. Hal tersebut dapat dikatakan bahwa, hasil perubahan UUD 1945 telah membagi
kewenangan fungsi legislasi kepada Presiden dan DPR sehingga sangat tepat bila dihubungkan dengan ketentuan Pasal 20 Ayat (2) dan (3) UUD Negara RI Tahun 1945 yang menegaskan tentang pentingnya persetujuan Presiden dalam pembentukan Undang-Undang. 4. Setelah fase persetujuan bersama,
Rancangan Undang-Undang memasuki tahapan pengesahan oleh Presiden. Dalam hal ini, Pasal 20 Ayat (4) UUD Negara RI Tahun 1945 menyatakan “Presiden
mengesahkanRancangan
Undang-Undang yang telah
disetujui bersama
untukmenjadiundang-undang. Tahapan-tahapan yang Dilakukan dalam Pembentukan RUU
Tahapan pembentukan RUU sebagai berikut: a. Perencanaan b. Penyusunan. c. Pembahasan d. Pengesahan. e. Pengundangan f. Penyebarluasan F. Simpulan
10 Berdasarkan hasil penelitian
yang dilakukan oleh penulis, maka penulis mendapatkan simpulan sebagai berikut:
1. Tugas dan fungsi Legislasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Sebelum amandememen Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, fungsi Legislasi tidak ada diatur didalamnya.Konstitusi hanya mengatur kekuasaan membentuk Undang-Undang berada pada kekuasan Presiden. Hal tersebut menunjukan bahwa Presiden yang menjalankan fungsi Legislasi dan sesudah amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 70 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD menyatakan bahwa fungsi Legislasi sebagaimana dimaksud dalam ketentua Pasal 69 Ayat (1) huruf dilaksaaan sebagai perwujudan Dewan PerwakilanRakyatsebagai
pemegang kekuasaan
pembentukan Undang-Undang dan telah membawa perubahan
yang sangat signifikan terhadap sistem Parlementer Indonesia. 2. Bentuk kerjasama Presiden
dengan Dewan Perwakilan Rakyat dalam menjalankan fungsi Legislatif memiliki kekuasaan membentuk Undang-Undang seperti yang disebutkan dalam ketentuan Pasal 20 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Neagara republik Indonesia Tahun 1945. Setiap rancangan pembentukan Undang-Undang dibahas bersama dengan Presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama (Ayat 2). Sedangkan Presiden sebagai Lembaga Eksekutif yang menjalankan Pemerintahan juga memiliki fungsi Legislasi yang bersifat memberikan inisiatif RUU sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 5 Ayat (1) Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyuatakan bahwa Presiden berhak mengajukan RUU kepada Dewan Perwakilan Rakyat. 3. Tahapan-tahapan yang dilakukan
dalam pembentukan Rancangan Undang-Undang sebagai berikut: a. Perencanaan;
11 b. Penyusunan; c. Pembahasan; d. Pengundangan; e. Penyebarluasan. Penyebarluasan Rancangan Undang-Undang diatur dalam Pasal 88 sampai 90 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undanganpenyebarluasan Rancangan Undang-Undang dilakukan secara bersama-sama antara Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Indonesia.
G. Saran
1. Agar Dewan Perwakilan Rakyat dapat menjalankan fungsi Legislasi yang telah diberikan Udang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 setelah Amandemen dengan baik. 2. Agar Dewan Perwakilan Rakyat dapat Membentuk Undang-Undang dengan menjalankan tahap-tahap pembentukan Rancangan Undang-Undang. 3. Agar Dewan Perwakilan Rakyat
dapat menghasilkan banyak Undang-Undang yang berkualitas
karena fungsi Legislasi telah ada pada Lembaga DPR.
Daftar Pustaka A. Buku-buku
B.N marbun, 1992, DPR RI:
Pertumbuhan Dan Cara Kerjanya, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Bambangsuggono, 2013, Metodologi
Penelitian Hukum, Rajawali
Pers, Jakarta
Burhanasofa, 2010, Metode Penelitian, Rineka Cipta, Jakarta
C.S.T.Kansil, 1985, Sistem Pemerintahan Indonesia,
Aksara Baru, Jakarta.
Saldi Isra, 2013, Pergeseran Fungsi
Legislatif, Rajawli Pers, Jakarta
Soerjono soekanto, 1984, Pengantar
Penelitian Hukum, UI-Perss,
Jakarta.
Tutik Triwulantutik, 2008,
Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, Cerdas Pustaka,
Jakarta.
Zainuddin Ali, 2013, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta.
Mohammad Fajrul Falaakh, 2003,
Presidensil Dan Proses Legislasi Pasca-Revisi Konstitusi,UGM, Yogyakarta.
Fajar Laksono, 2006, UU Tanpa
Pemgesahan Presiden,
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jakarata.
12 SF. Marbun 2003, Peradilan
Administrasi Negara Dan Upaya Admistrasif di Indonesia, UII Press, Yogyakarta
Saldi Isra 2010, Pergeseran Fungsi
Legislasi, RajaGrafindo Persada, Jakarata
John pieris 2007, pembatasan kekuasaan konstitusional kekuasaan Presiden Republik Indonesia, pelangi cendikia,
Jakarta,
B. Peraturan Perundang Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Amandemen Pertama Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 Amandemen Kedua Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 Amanden Ketiga Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 Amanden keempat Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2014, Tentang MPR, DPR, DPRD
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. C. Sumber Lain pembahasan RUU, http://peraturan.go.id/welcom e/index/prolegnas_pengantar. html, 28 febuari 2011 KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada Bapak Boy Yendra Tamin, SH, MH selaku Pembimbing I dan Ibu Dr. Sanidjar Perbrihariati.R, SH, MH selaku Pembimbing II yang telah meluangkan waktu serta tenaga untuk memberikan ilmu
pengetahuan, ide dan motivasi dalam penulisan skripsi ini.
Penulis juga mendapatkan bantuan berupa sumbangan pemikiran, motivasi, kritikan dan saran serta bimbingan secara langsung serta tidak langsung dari berbagai pihak. Hal ini diberikan kepada penulis tersebut sangatlah berarti dan berharga.
Oleh karna itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada:
1. Prof. Dr. Niki Lukviarman, SE, Akt, MBA, selaku Rektor Universitas Bung Hatta Padang.
2. Ibu Dwi Astuti Palupi, SH, MH, selaku Dekan
13 Universitas Bung Hatta
Padang.
3. Ibu Nurbeti, SH, MH, selaku Wakil Dekan
Fakultas Hukum
Universitas Bung Hatta Padang,
4. Bapak Drs. Suparman Khan.M. Hum, selaku penguji satu.
5. Bapak Suamperi, SH, MH, selaku Ketua Bagian Hukum Tata Negara
Fakultas Hukum
Universitas Bung Hatta sekaligus penguji dua. 6. Ibu Resma Bintani G, SH,
MH, selaku penguji tiga 7. Bapak / Ibu Dosen yang
telah bekerja keras demi kelangsungan dan kejayaan bersama untuk
Fakultas Hukum
Universitas Bung Hatta
dan atas pengabdiannya dan dedikasinya dalam menyumbangkan ilmu serta mendidik penulis selama duduk dibangku perkuliahan.
8. Tenaga kependidikan
Fakultas Hukum
Universitas Bung Hatta yang banyak membantu dalam penyusunan
dokumen dan
administrasi, serta motifasi dalam penulisan skripsi ini.
9. Ayahanda (Jimmi
Rahim), Ibunda
(Mardianti), dan Adikku
(Dina Genesha,
WindaWidiaNingsih, Salsa BillaRamadhani), serta keluarga besar yang telah memberikan dukungan baik moril
14 maupun materil serta
dukungan penuh untuk tetap bertahan dan selalu bersemangat.
10. Teman-teman di Fakultas Hukum (M. Teguh Irma, S.H, Bangga Iwantara Lasibani, S.H, Helmi Chandra SY S.H, Edi Mulyadi, Yohanes, ronicandra, rudi, dinal, moryhendriko dan Eko Suhanura.D abang Dika, abang Febri dan jajaran kadai inyak) yang telah banyak membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
11. Sahabatku (pendiri sekaligus anggota gokill people community padang) yang selalu ada setiap suka atau duka, dan memberi dukungan,
semangat, serta motifasi dalam penyelesaian skripsi ini.