• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

IPA atau sains merupakan suatu sekumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Biologi yang termasuk dalam IPA selalu berkembang sesuai dengan dinamika perkembangan zaman, baik kandungan materi maupun penggunaannya. Perkembangan IPA selanjutnya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta saja, tetapi juga ditandai oleh munculnya “metode ilmiah” (scientific methods) yang terwujud melalui suatu rangkaian ”kerja ilmiah” (working scientifically), nilai dan “sikap ilmiah” (scientific attitudes) (Depdiknas : 2007).

Berdasarkan pengertian IPA di atas, bahwa hakikat IPA meliputi empat unsur, yaitu: (1) produk: berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum; (2) proses: prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah (meliputi pengamatan, penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen, percobaan atau penyelidikan, pengujian hipotesis melalui eksperimentasi, evaluasi, pengukuran, dan penarikan kesimpulan);(3) aplikasi: penerapan metode atau kerja ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari; dan (4) sikap: rasa ingin tahu tentang objek, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar; sains bersifat open ended. Hakikat IPA tersebut sejalan dengan komponen-komponen yang terdapat dalam literasi sains (Depdiknas : 2007).

Menurut Yusuf, literasi sains penting untuk dikuasai oleh siswa dalam kaitannya dengan bagaimana siswa dapat memahami lingkungan hidup, kesehatan, ekonomi dan masalah-masalah lain yang dihadapi oleh masyarakat modern yang sangat bergantung pada teknologi dan kemajuan serta perkembangan ilmu pengetahuan (Adisendjaja : 2008).

C.E.de Boer mengemukakan bahwa orang pertama yang menggunakan istilah “Scientific Literacy” adalah Paul de Hart Hurt dari Stamford University yang menyatakan bahwa Scientific Literacy bearti memahami sains dan aplikasinya bagi kebutuhan masyarakat. Literasi sains menurut National Science Education Standards adalah “scientific literacy is knowledge and understanding of scientific concepts andprocesses required for

(2)

personal decision making, participation in civic and cultural affairs, and economic produvtivity.

Dalam hubungan dengan kebutuhan untuk bukti-bukti yang dapat dibandingkan secara lintas negara terhadap kinerja siswa, the Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) meluncurkan suatu program yang dikenal dengan nama PISA singkatan dari the Programme for International Student Assessment pada tahun 1997. Literasi sains atau scientific literacy didefinisikan PISA sebagai kapasitas untuk menggunakan pengetahuan ilmiah, mengidentifikasi pertanyaan-pertanyaan dan untuk menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti agar dapat memahami dan membantu membuat keputusan tentang dunia alami dan interaksi manusia dengan alam. Literasi sains dianggap suatu hasil belajar kunci dalam pendidikan pada usia 15 tahun bagi semua siswa. Fokus penilaian PISA yaitu literasi membaca dan kemampuan kognitif (knowledge), literasi matematika, dan literasi sains. Literasi sains itu sendiri ditandai dengan kerja ilmiah, dan tiga dimensi besar literasi sains yang ditetapkan oleh PISA, yaitu konten sains, proses sains, dan konteks sains.

Hasil penelitian PISA (the Programme for International Student Assessment) tahun 2000 dan tahun 2003 menunjukkan bahwa literasi siswa-siswa Indonesia diduga baru mampu mengingat pengetahuan ilmiah berdasarkan fakta sederhana (Rustaman : 2006b). Hasil penilaian PISA (Programme for International Student Assessment) tahun 2000 mencatat bahwa rata-rata nilai komponen literasi sains anak Indonesia adalah 393 berada di bawah skala kemampuan yang menempatkan Indonesia pada peringkat ke-38 dari 41 negara di bawah negara Thailand yang memiliki rata-rata nilai 436 menempati posisi ke-32. Pada tingkat kemampuan ini siswa umumnya hanya mampu mengingat fakta, terminologi dan hukum sains serta menggunakan pengetahuan sains yang bersifat umum dalam mengambil dan mengevaluasi kesimpulan.

Hasil PISA tahun 2009 mengenai kemampuan literasi sains siswa Indonesia menjadi gambaran bahwa pembelajaran sains di Indonesia masih tertinggal jauh jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Dapat dilihat Indonesia berada pada rangking 59 dari 65 negara perserta dengan nilai sebesar 383 dari rata-rata nilai seluruh negara peserta sebesar 501. Pada PISA 2009 kemampuan literasi sains yang diukur mencakup aspek konten sains, konteks aplikasi sains dan proses sains. Pada PISA 2006 literasi sains yang diukur ditambah

(3)

dengan sikap sains, salah satunya adalah kepercayaan diri. Berdasarkan hasil PISA 2006 diketahui bahwa siswa Indonesia berada bersama negara-negara yang memiliki kepercayaan diri yang rendah bersama Jepang, Korea, Italy, Azerbaizan dan Rumania jika dibandingkan dengan negara-negara peserta lainnya (Hayat : 2010).

Hasil penelitian PISA terbaru tahun 2012 peringkat siswa Indonesia berada diposisi 64 dari 65 negara Indonesia satu langkah lebih baik dari negara Peru yang menempati posisi paling akhir. Survei PISA-OECD (The Organisation for Economic Co-operation and Development) ini dilakukan secara kualitatif pada tahun 2012 lalu yang baru dirilis awal pekan Desember 2013. Survei ini melibatkan responden 510 ribu pelajar berusia 15-16 tahun dari 65 negara dunia yang mewakili populasi 28 juta siswa berusia 15-16 tahun di dunia serta 80% ekonomi global (Ekohariadi : 2009).

Dalam penelitiannya memperoleh hasil penyelidikan tentang hakikat sains pada tiga buku yang dianalisis relatif rendah. Buku teks Biologi harus menyatukan semua aspek yang berhubungan dengan sains, termasuk penyelidikan hakikat sains, interaksi sains teknologi dan masyarakat, dan sains sebagai cara mengenali teks itu sendiri secara langsung dan bukan dalam bagian terpisah. Buku yang dianalisis sudah menyatukan semua aspek literasi sains, dengan demikian telah merefleksikan literasi sains namun proporsi tema literasi sains yang disajikan tidak seimbang, hanya salah satu tema literasi sains yang menonjol yakni pengetahuan sains. Buku-buku ajar yang ada selama ini lebih menekankan kepada dimensi konten dari pada dimensi proses dan konteks sebagaimana dituntut oleh PISA, sehingga diduga menyebabkan rendahnya tingkat literasi sains anak Indonesia (Adisendjaja : 2008).

Kemampuan literasi sains dan teknologi siswa dapat ditingkatkan, salah satu caranya dengan penyajian materi ajar sains di sekolah hendaknya selalu dikaitkan dan disepadankan dengan isu-isu sosial dan teknologi masyarakat. Bahan ajar memiliki peranan penting untuk meningkatkan proses pemahaman siswa terhadap pembelajaran sains, dan keberhasilan suatu proses pembelajaran ditentukan oleh seberapa banyak siswa yang dapat menguasai materi kurikulum (Sanjaya : 2010).

Perlunya dilakukan perbaikan terhadap berbagai buku teks dan buku penunjang yang tidak meningkatkan mutu literasi. Bahan ajar seharusnya diperoleh dari sumber-sumber yang mendukung life-skills, bahan otentik, dan memiliki nilai kultural yang disesuaikan dengan

(4)

pengalaman belajar siswa. Sehingga IPA khususnya Biologi dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari (Hayat dan Yusuf : 2010).

PISA bertujuan mendeskripsikan seberapa jauh siswa mampu mengaplikasikan pengetahuan dalam konteks yang terkait kehidupannya, dan soal-soal PISA hanya mencakup sampel pengetahuan sains, maka PISA menentukan kriteria pemilihan konten sains yaitu relevan dengan situasi kehidupan nyata, merupakan pengetahuan penting sehingga penggunaannya berjangka panjang dan sesuai untuk tingkat perkembangan anak usia 15 tahun. Berdasarkan kriteria konten seperti itu, dipilih pengetahuan yang diperlukan untuk memahami alam dan memaknai pengalaman dalam konteks personal, sosial dan global. Pengetahuan yang dipilih tersebut diambil dari bidang-bidang studi biologi, fisika, kimia, serta ilmu pengetahuan bumi dan antariksa (Mahyuddin : 2007).

Terdapat tiga kategori yang telah ditentukan dari konten sains dalam PISA 2006 yaitu (1) sistem fisik meliputi : struktur dan sifat materi (hantaran, panas, listrik), perubahan fisik materi (perubahan wujud), perubahan kimia materi (reaksi kimia), gerak dan gaya (kecepatan dan gesekan), energi dan transformasinya (perubahan bentuk energi dan kekekalan energi), interaksi energi dan materi (gelombang, cahaya, radio dan suara); (2) sistem hidup meliputi : sel (struktur dan fungsi tumbuhan dan hewan), tubuh manusia (kesehatan, nutrisi, sub-sub sistem tubuh manusia yang mencakup pencernaan, pernapasan, sirkulasi, ereksi, penyakit dan reproduksi), populasi (evolusi, keanekaragaman hayati, variasi genetik), ekosistem (rantai makanan, aliran materi dan energi), biosfer (kelestarian alam); (3) dan sistem bumi antariksa meliputi : struktur dan sistem bumi (atmosfer, litosfer, hidrosfer), energi dalam sistem bumi (sumber daya alam, iklim global), perubahan dalam sistem bumi (tektonik lempeng, siklus geokimia, gaya-gaya konstruktif dan destruktif), sejarah bumi (fosil, asal-usul dan evolusi bumi), bumi dan antariksa (sistem tata surya) (Bahriah : 2012).

Dengan merujuk pada kriteria tersebut hasil wawancara penulis dengan beberapa orang guru biologi di SMA Negeri 1 Gegesik Kabupaten Cirebon dan hasil studi pendahuluan literasi sains siswa pada kelas eksperimen yang diberikan uji coba soal PISA-OECD 2006 tingkat literasi sains siswanya masih tergolong rendah. Dengan demikian, konsep reproduksi pada bidang studi Biologi merupakan salah satu tema yang terdapat pada literasi sains yang dianggap sebagai salah satu materi sulit dipelajari oleh siswa kelas XI SMA karena

(5)

materinya bersifat abstrak. Selain itu materi Sistem Reproduksi Manusia yang ada pada buku teks yang digunakan kurang memenuhi kebutuhan siswa sehingga guru harus menggunakan buku Biologi dari beberapa penerbit sebagai tambahan bahan ajar.

Materi Sistem Reproduksi Manusia merupakan salah satu materi yang termasuk dalam standar kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran Biologi, yakni memahami struktur dan fungsi alat reproduksi dan kompetensi dasar materi ini yaitu, menganalisis hubungan antara struktur jaringan penyusun organ reproduksi dengan fungsinya dalam proses reproduksi manusia, menerapkan pemahaman tentang prinsip reproduksi manusia untuk menanggulangi pertambahan penduduk melalui program keluarga berencana (KB) dan peningkatan kualitas hidup SDM melalui pemberian ASI ekslusif, menyajikan hasil analisis tentang kelainan pada struktur dan fungsi organ yang menyebabkan gangguan sistem reproduksi manusia dan memecahkan masalah tentang kepadatan penduduk dengan menerapkan prinsip reproduksi manusia.

Untuk mempelajari materi Sistem Reproduksi Manusia membutuhkan pedoman berupa buku ajar karena berhubungan dengan sel-sel penyusun jaringan pada ovarium dan testes yang tidak dapat dilihat langsung dengan mata telanjang. Sehingga dibutuhkan buku ajar yang juga memuat gambar-gambar dari tiap-tiap sel penyusun jaringan tersebut. Selain itu juga diperlukan penuntun dalam langkah-langkah ilmiah untuk mempelajari lebih lanjut materi Sistem Reproduksi Manusia ini.

Oleh karena itu dalam upaya untuk mengatasi masalah di atas ialah dengan cara menerapkan sistem pembelajaran yang bermakna, dalam artian siswa merasa bahwa pengetahuan yang didapatkannya memang benar-benar bermanfaat. Salah satu bahan ajar yang cocok untuk tujuan tersebut ialah modul ajar berorientasi literasi sains yang sesuai dan diharapkan terjadi peningkatan pemahaman sains yang pada akhirnya dapat meningkatkan literasi sains siswa.

(6)

1. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah dalam penelitian ini dapat dikelompokkan dalam tiga tahapan: a. Rendahnya tingkat kemampuan literasi sains siswa Indonesia yang dinilai oleh PISA

pada tahun 2012.

b. Buku teks yang digunakan di sekolah lebih banyak menyajikan konsep dan pengetahuan yang bersifat hafalan bagi siswa.

c. Siswa membutuhkan buku ajar yang sesuai dalam pembelajaran materi Sistem Reproduksi Manusia.

2. Batasan Masalah

Masalah pada penelitian ini perlu dibatasi agar memberikan arah yang tepat yaitu sebagai berikut:

a. Penerapan bahan ajar berupa modul ajar biologi kelas XI SMA Negeri 1 Kabupaten Cirebon berorientasi literasi sains.

b. Bahan ajar yang diterapkan adalah pada materi “Sistem Reproduksi Manusia”.

c. Peningkatan Literasi Sains siswa diperoleh dari hasil pretest dan posttest dalam bentuk pilihan ganda dalam aspek konten, konteks dan proses sains.

C. PertanyaanPenelitian

Berdasarkan pembatasan masalah di atas dapat dirumuskan permasalahan yang diteliti yaitu:

1. Bagaimanakah peningkatan Literasi Sains siswa kelas yang menggunakan modul ajar berorientasi literasi sains dengan kelas yang tanpa menggunakan modul ajar berorientasi literasi sains (konvensional/ ceramah)?

2. Adakah perbedaan Literasi Sains siswa yang menggunakan modul ajar berorientasi literasi sains dengan yang tanpa menggunakan modul ajar berorientasi literasi sains (konvensioanal/ ceramah)?

3. Bagaimana respon siswa terhadap penerapan modul ajar berorientasi literasi sains dalam rangka meningkatkan Literasi Sains siswa?

(7)

Tujuan merupakan arah dari suatu kegiatan untuk mencapai hasil seperti yang diharapkan dan dapat dilaksanakan dengan baik dan teratur, maka tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Mengkaji peningkatan Literasi Sains siswa kelas yang menggunakan modul ajar berorientasi literasi sains dengan kelas yang tanpa menggunakan modul ajar berorientasi literasi sains (konvensional/ ceramah).

2. Mengkaji perbedaan Literasi Sains siswa kelas kontrol (konvensional/ ceramah) dan kelas eksperimen yang menggunakan modul ajar berorientasi literasi sains.

3. Mengkaji tanggapan siswa terhadap penerapan modul ajar berorientasi literasi sains dalam rangka meningkatkan Literasi Sains siswa.

E. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian yang akan dilaksanakan nantinya, diharapkan dapat bermanfaat secara teoritis dan praktis. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat antara lain:

1. Untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran khususnya yang berkaitan dengan penerapan bahan ajar berupa modul ajar biologi yang berorientasi literasi sains.

2. Sumbangan pemikiran dan referensi bagi peneliti selanjutnya yang ingin menerapkan secara lebih mendalam tentang penerapan modul ajar yang berorientasi literasi sains.

Sedangkan manfaat secara praktis dari penelitian ini adalah modul ajar yang diterapkan dapat digunakan sebagai bahan ajar pendukung dalam pembelajaran biologi kelas XI SMA/MA pada materi Sistem Reproduksi Manusia.

F. Definisi Operasional

Sebelum menyusun instrumen penelitian, penulis terlebih dahulu merumuskan definisi operasional dari aspek yang akan diukur. Adapun definisi operasional yang penulis susun adalah sebagai berikut:

Pembelajaran adalah suatu aktifitas mental atau psikis yang berlangsung dengan interaksi aktif dengan lingkungannya, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam

(8)

pengetahuan pemahaman, keterampilan dan suatu nilai sikap. Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam pembelajaran adalah aktifitas siswanya.

Bahan ajar adalah seperangkat materi berisi informasi, alat dan teks yang disusun secara sistematis baik tertulis maupun tidak yang diperlukan guru atau instruktur untuk perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran sehingga tercipta lingkungan atau suasana yang memungkinkan siswa untuk belajar (Depdiknas : 2008).

Literasi sains adalah kemampuan untuk mengidentifikasi isu ilmiah, menjelaskan fenomena secara ilmiah dan menggunakan bukti ilmiah itu dalam kehidupan sehari-hari (PISA 2006 dalam Toharudin, 2011 : 7). Pengembangan literasi sains sangat penting karena dapat memberi kontribusi bagi kehidupan sosial dan ekonomi, serta untuk memperbaiki pengambilan keputusan di tingkat masyarakat dan personal (Yusuf, 2003 : 15).

G. Kerangka Pemikiran

Pendidikan sains sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah yang diharapkan dapat mencapai pendidikan nasional. IPA merupakan ilmu pengetahuan yang dapat meningkatkan keterampilan sikap serta tanggung jawab kepada lingkungan. Ilmu pengetahuan berkaitan dengan cara memahami alam dan makhluk hidup secara sistematis, sehingga dalam kegiatan pembelajarannya bukan hanya penugasan hafalan materi pelajaran tetapi juga proses penemuan dan kemampuan untuk menggunakan bukti ilmiah dalam kehidupan sehari-hari.

Belajar dengan menggunakan media bahan ajar berupa modul ajar berbasis literasi sains akan menambah wawasan ilmu dan memudahkan siswa untuk meningkatkan literasi sains siswa dalam ketiga aspek literasi sains yang ditetapkan oleh PISA yaitu dapat menambah pemahaman dan penguasaan konsep terhadap konten materi yang disajikan, dapat menerapkan konsep yang dimiliki dan mengaplikasikannya/ konteks dalam kehidupan sehari-hari, serta dalam proses pembelajarannya siswa menjadi lebih terampil dalam befikir. Dengan siswa ditugaskan untuk diskusi-informasi secara berkelompok berdasarkan tema yang ada dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan materi sistem repoduksi manusia, siswa dapat lebih terampil berfikir dalam proses pembelajarannya dalam mengidentifikasi suatu masalah yang sedang terjadi kemudian mencari solusi dari permasalahan tersebut dengan didukung adanya suatu bukti ilmiah.

(9)

Berdasarkan hasil temuan dan permasalahan di atas yang berkaitan dengan pembelajaran dan bahan ajar yang digunakan saat kegiatan belajar mengajar di kelas, maka cara untuk mengatasinya adalah dengan mengubah metode pembelajaran yang diberikan oleh guru yang bersifat konvensional/ ceramah dan menerapkan modul ajar berorientasi literasi sains sebagai media pembelajaran di dalam kelas. Selain itu juga perlu adanya interaksi yang baik antara guru dan siswa agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam konsep materi. Hal ini dapat dilihat dan diterapkan pada kerangka pemikiran dalam penelitian.

Bahan ajar khususnya modul ajar merupakan bagian terpenting yang digunakan dalam proses pembelajaran di sekolah. Modul ajar berisi seperangkat materi pembelajaran yang disesuaikan dengan kurikulum sehingga memungkinkan siswa untuk belajar dan mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam menyusun bahan ajar, namun dalam penelitian ini digunakan penyusunan pada modul ajar dengan mengikuti aspek-aspek literasi sains. Hal ini bertujuan agar bahan ajar yang telah disusun ini nantinya dapat menjadi salah satu pilihan untuk meningkatkan literasi sains siswa. Dengan demikian maka siswa tidak hanya sekedar dapat memahami informasi proses terjadinya ilmu pengetahuan dan fakta yang ada dalam kehidupan sehari-hari, namun juga dapat mengaitkannya dengan masa yang akan datang, serta dapat menerapkan pengetahuan yang dimilikinya dalam kehidupan sehari-hari.

Secara sederhana kerangka pemikiran dalam penelitian dapat digambarkan sebagai berikut :

Permasalahan

Pembelaaran secara Konvensional (Metode Ceramah)

(10)

Gambar 1.1 Bagan Kerangka Pemikiran

H. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara dalam suatu penelitian, seperti yang dikemukakan Sugiyono (2011 : 64). Hipotesis yang peneliti rumuskan dalam penelitian ini adalah :

Ha : Terdapat perbedaan peningkatan Literasi Sains yang signifikan antara siswa kelas XI yang menerapkan modul ajar berorientasi literasi sains dengan yang tidak menerapkan modul ajar berorientasi literasi sains (konvensional/ ceramah) pada materi Sistem Reproduksi Manusia di SMA Negeri 1 Gegesik Kabupaten Cirebon.

Penerapan Modul Ajar Berorientasi Literasi Sains

Guru

Di Dalam Kelas

Siswa

Penyampaian Kegiatan Belajar Mengajar (KBM)

Peningkatan Kemampuan Literasi Sains Siswa

Gambar

Gambar 1.1 Bagan Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

KEGIATAN MELIPAT KERTAS UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS ANAK TUNAGRAHITA SEDANG DI SLB-C SUMBERSARI BANDUNG.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

baik agar kandungan minyak inti sawit tidak banyak terbuang pada sisa hasil.

The Spectrophotometric Multicomponent Analysis of Ternary Mixture of Ibuprofen, Caffeine and Parasetamol by The Combination of Double Divisor-Ratio Spectra Derivative and H-Point

PEMBELAJARAN KETERAMPILAN OTOMOTIF BAGI ANAK TUNARUNGU SMALB DI SLB NEGERI A CITEREUP KOTA CIMAHI.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Dengan pemanfaatan teknologi augmented reality maka pemodelan melalui gambar terhadap Sultan Deli Istana Maimun dapat diterapkan untuk merestorasi foto Sultan Deli ke

Pada tahun 2015 pertanian di Indonesia masih dihadapkan pada tantangan berat antara lain: (1) dampak perubahan iklim pada sektor pertanian yang berdampak pada menurunnya

Mahasiswa kepaniteraan klinik sering melakukan rujukan ke bagian radiologi kedokteran gigi tanpa izin dari dokter jaga, melakukan radiografi berulang-ulang tanpa

Sebelum Komisi Kepegawaian Negara dibentuk, pertimbangan, pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dalam dan dari jabatan struktural Eselon I