• Tidak ada hasil yang ditemukan

SOLUBLE FMS-LIKE TYROSINE KINASE-1 SEBAGAI FAKTOR RISIKO ABORTUS IMINENS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SOLUBLE FMS-LIKE TYROSINE KINASE-1 SEBAGAI FAKTOR RISIKO ABORTUS IMINENS"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

1

TESIS

SOLUBLE FMS-LIKE TYROSINE KINASE-1 SEBAGAI FAKTOR

RISIKO ABORTUS IMINENS

Oleh :

ANAK AGUNG GEDE RAKA BUDAYASA

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS KONSULTAN FETOMATERNAL BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA/RSUP SANGLAH

DENPASAR 2013

(2)

2

SOLUBLE FMS-LIKE TYROSINE KINASE-1 SEBAGAI FAKTOR

RISIKO ABORTUS IMINENS

Tesis untuk memperoleh Gelar Konsultan Fetomaternal Pada Program Pendidikan Dokter Spesialis Konsultan Fetomaternal Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / RSUP Sanglah Denpasar

Oleh :

ANAK AGUNG GEDE RAKA BUDAYASA

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS KONSULTAN FETOMATERNAL BAGIAN/SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA/RSUP SANGLAH

DENPASAR 2013

(3)

3

LEMBAR PERSETUJUAN

Tesis

SOLUBLE FMS-LIKE TYROSINE KINASE-1 SEBAGAI FAKTOR

RISIKO ABORTUS IMINENS

Oleh :

Anak Agung Gede Raka Budayasa

Tesis ini telah disetujui untuk dipresentasikan Pada tanggal : ...

Pembimbing I

Prof. Dr, Made Kornia Karkata SpOG (K)

Pembimbing II

Dr. TGA Suwardewa, SpOG (K)

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS KONSULTAN FETOMATERNAL BAGIAN/SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA/RSUP SANGLAH

DENPASAR 2013

(4)

4

LEMBAR PENGESAHAN

Tesis ini telah Diuji dan Disetujui Pada Tanggal : ...

Pembimbing I

Prof.. dr. Made Kornia Karkata, SpOG (K)

Pembimbing II

Dr. TGA Suwardewa, SpOG (K)

Ketua Divisi Pendidikan Dokter Konsultan Fetomaternal

Program Pendidikan Dokter Spesialis Konsultan Fetomaternal Bag/SMF Ilmu Kebidanan dan Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/ RSUP

Sanglah Denpasar

Prof.DR.Dr I Gede Putu Surya, SpOG (K)

Ketua Bagian/SMF Ilmu Kebidanan dan Kandungan

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Sanglah Denpasar

(5)

5

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan anugerah-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan untuk melengkapi persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan Dokter Konsultan Fetomaternal di Bagian Obstetri dan Ginekologi di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RS Sanglah Denpasar.

Dengan selesainya tesis ini perkenankanlah kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ketua Bagian/SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan Fakultas

Kedokteran Universitas Udayana/RS Sanglah Denpasar, Prof. DR. Dr. Ketut Suwiyoga, SpOG (K), atas segala dorongan dan bimbingan selama kami mengikuti pendidikan.

2. Kepala Divisi Fetomaternal Bagian/SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit

Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RS Sanglah Denpasar , Dr. TGA Suwardewa, SpOG(K) atas bimbingan dan perhatiannya selama kami mengikuti pendidikan konsultan.

3. Ketua Program Pendidikan Dokter Spesialis Konsultan Fetomaternal

Bagian/SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RS Sanglah Denpasar, Prof. DR. Dr. IGP Surya, SpOG(K) atas bimbingan dan arahannya

(6)

6

4. Pembimbing, Prof. Dr. Made Kornia Karkata, SpOG (K) atas segala

bimbingannya mulai dari persiapan, pelaksanaan penelitian sampai penyelesaian tesis ini

5. Seluruh Staf Divisi Fetomaternal Bagian/SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit

Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RS Sanglah Denpasar atas segala bimbingannya selama menempuh pendidikan konsultan maupun dalam penyelesaian tesis ini.

6. Direktur Utama Rumah Sakit Sanglah Denpasar, Dr. I Wayan Sutarga, MPHM,

atas segala fasilitas yang diberikan selama kami mengikuti pendidikan konsultan.

7. Direktur Rumah Sakit Umum Sanjiwani Gianyar, Dr Gusti Ngurah Swastika,

MPH

8. Pembimbing statistik Drs. I Ketut Tunas atas bimbingan dan arahan khususnya

pada analisa statistik.

9. Laboratorium Prodia Denpasar atas kerjasama dan dukungannya yang diberikan

dalam menunjang penyelesaian tesis ini.

10. Rekan-rekan sejawat dokter PPDS II Feto Maternal Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana, atas segala bantuan dan kerjasamanya sehingga pelaksanaan penelitian berjalan lancar dan tesis ini dapat diselesaikan.

11. Ayahanda tercinta (almarhum) Anak Agung Gede Agung dan Ibunda Anak

Agung Anom Murti , yang telah mendidik dan membesarkan kami sehingga dapat mengenyam pendidikan sampai saat ini.

(7)

7

12. Istri dan anak-anak tercinta, dr. Anak Agung Ayu Dewi Anjani, Anak Agung

Puteri Indira Rajani, Anak Agung Puteri Litha Satyarini, Anak Agung Puteri Listya Saraswati, Anak Agung Bagus Damar Negara , Anak Agung Bagus Wijaya Tanu, yang dengan penuh pengertian mendampingi kami selama mengikuti pendidikan pada Program Pendidikan Dokter Spesialis Konsultan Fetomaternal Bagian / SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RS Sanglah Denpasar

13. Seluruh pasien di SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUD

Sanjiwani Gianyar, khususnya pasien-pasien yang telah menjadi sampel penelitian ini atas kepercayaannya dan keihklasannya berperan serta dalam penelitian ini

Akhirnya perkenankanlah kami mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu, yang telah membantu sehingga kami dapat menyelesaikan tesis ini.

Semoga Ida Sang Hyang Widi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa memberikan berkat kepada semua pihak yang dengan ikhlas membantu terselesainya tesis ini.

(8)

8 RINGKASAN

Faktor angiogenik sebelumnya belum banyak dievaluasi peranannya dalam komplikasi kehamilan dini. Vaskularisasi abnormal plasenta dengan kerusakan oksidatif yang meningkat adalah gambaran umum dari preeklampsia, gangguan pertumbuhan janin akibat insufisiensi plasenta dan kegagalan kehamilan dini . Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah kadar serum sFlt-1 rendah merupakan faktor risiko terjadinya abortus iminens.

Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan metode kasus –kontrol untuk mengetahui apakah kadar sFlt-1 rendah merupakan faktor risiko abortus iminens. Kasus adalah ibu hamil dengan klinis abortus iminens umur kehamilan 6-10 minggu, sedangkan kontrol adalah ibu hamil normal umur kehamilan 6-10 minggu. Pengambilan sampel darah ibu diambil dan dilakukan penyimpanan di laboratorium pada suhu -70°C sampai jumlah sampel terpenuhi. Pemeriksaan dilakukan dengan Eliza memakai mesin Roche Eleccys dengan nilai deteksi minimal 10 pg/ml. Luaran utama yang ingin diketahui adalah apakah kadar sFlt-1 yang rendah merupakan faktor risiko abortus niminens.

Penelitian dilakukan di RSUD Sanjiwani Gianyar . Pasien adalah ibu hamil yang datang ke Poliklinik atau UGD Kebidanan atau rujukan dari spesialis. Penelitian ini meliputi 37 kasus abortus iminens umur kehamilan 6-10 minggu berdasarkan haid atau USG. Dari karakteristik pasien tidak didapatkan perbedaan bermakna mengenai umur ibu, riwayat abortus, BMI dan umur kehamilan pada kelompok kasus maupun kontrol. Rerata kadar sFlt-1 pada kelompok abortus iminens adalah 784,89 pg/ml dan pada kelompok kontrol adalah 1191,67 pg/ml. Rasio odds kadar sFlt-1 yang rendah pada abortus iminens dibandingkan dengan kontrol adalah 3,5 kali (RO 3,524 IK95% 1,292 – 9,612, p=0,012), artinya kadar serum sFlt-1 rendah 3,5 kali lebih sering ditemukan pada abortus iminens dibandingkan kehamilan normal.

Kesimpulan penelitian adalah kadar sFlt-1 rendah merupakan faktor risiko 3,5 kali lebih tinggi untuk menjadi abortus iminens dibandingkan dengan kehamilan normal

(9)

9

ABSTRAK

Latar Belakang : Vaskularisasi abnormal plasenta dengan kerusakan oksidatif yang

meningkat adalah gambaran umum dari pre-eklampsia, gangguan pertumbuhan janin akibat insufisiensi plasenta dan kegagalan kehamilan dini. Faktor angiogenik belum banyak dievaluasi peranannya dalam komplikasi kehamilan awal

Tujuan : untuk mengetahui apakah kadar sFlt-1 rendah merupakan risiko terjadinya abortus iminens.

Metode penelitian : Penelitian ini dilakukan dengan metode kasus-kontrol. Sebanyak 37 orang kasus abortus iminens umur kehamilan 6-10 minggu dan 45 kontrol dilakukan pengambilan darah untuk pemeriksaan kadar serum sFlt-1. Pemeriksaan kadar serum sFlt-1 dikerjakan di Laboratorium Prodia Jakarta. Data yang terkumpul dilakukan pengujian normalitas data dan dilakukan analisa uji perbedaan dengan

t-independent sample test.

Hasil : Rerata kadar sFlt-1 pada kelompok abortus iminens adalah 784,89 pg/ml dan

pada kelompok kontrol adalah 1191,67 pg/ml. Rasio odds kadar sFlt-1 rendah terhadap kejadian abortus iminens adalah 3,5 kali (RO 3,524 IK95% 1,292 – 9,612,

p=0,012)

Simpulan : kadar serum sFlt-1 yang rendah merupakan risiko terjadinya abortus

iminens.

(10)

10

ABSTRACT

Background : Abnormal placentation with increased oxidative damage is a general

overview of pre-eclampsia, fetal growth retardation due to placental insufficiency and early pregnancy failure. Angiogenic factors has not been widely evaluated its role in early pregnancy complications

Purpose: to determine whether there are low levels of sFlt-1 a risk factor for

miscarriage.

Methods: This study was conducted using a case-control study. A total of 37 cases

of threatened abortions at 6-10 weeks gestation comparing with 45 normal pregnancies, done the blood test for serum levels of sFlt-1. Examination of serum levels of sFlt-1 is done at Prodia Laboratory Jakarta. The collecting data were analyzed for normality and differences test with independent sample t-test.

Results: Means levels of sFlt-1 in threatened abortios was 784,89 pg/ml and in

control groups was 1191,67 pg/ml. Odds ratio of low levels of sFlt-1 for the incidens of threatened abortion was 3,5 (OR 3,524 CI95% 1,292 – 9,612, p=0,012)

Conclusion: the low levels of sFlt-1 as a risk factor for threatened abortion.

(11)

11

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ...i

LEMBAR PERSETUJUAN ...ii

LEMBAR PENGESAHAN ...iii

KATA PENGANTAR ...iv

RINGKASAN ...vii

ABSTRAK ...viii

ABSTRACT ...ix

DAFTAR ISI ...x

DAFTAR SINGKATAN ...xiii

DAFTAR GAMBAR ...xiv

DAFTAR TABEL ...xv

DAFTAR BAGAN ...xv

DAFTAR LAMPIRAN ...xvi

BAB I. PENDAHULUAN ………... 1 1.1 Latar Belakang ………1 1.2 Rumusan Masalah ………...…....5 1.3 Tujuan Penelitian ………... 5 1.3.1 Tujuan umum ………... 5 1.3.2 Tujuan khusus ………...5 1.4 Manfaat Penelitian ………... 6

1.4.1 Manfaat bagi ilmu pengetahuan ………..…………... 6

1.4.2 Manfaat bagi pelayanan………..…………...6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ………... 7

2.1 Abortus Iminens ………...………...7

(12)

12

2.3 Patofisiologi ………...………...12

2.4 Plasentasi Abnormal ………. ………..…………..19

2.5 Peranan Angiogenik dan Anti Angiogenik ………...20

BAB III. KERANGKA PENELITIAN ………...25

3.1 Kerangka Berpikir ………...27

3.2 Kerangka teori ………....28

3.3 Kerangka konsep………....28

3.4 Hipotesis Penelitian ………...29

BAB IV. METODE PENELITIAN ………... 30

4.1 Rancangan Penelitian ………....30

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ………... 31

4.2.1 Lokasi penelitian ………...31

4.2.2 Waktu penelitian ………... 31

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ………... 31

4.3.1 Populasi penelitian ………... 31

4.3.2 Sampel penelitian ………...31

4.3.3 Pemilihan sampel………...32

4.3.4 Penghitungan besar sampel ………...32

4.4 Variabel Penelitian ………...33

4.5 Alur Penelitian………. ………...35

4.6 Prosedur Pemeriksaan ………..38

4.7 Analisis Data ………...39

BAB V. HASIL PENELITIAN ...40

5.1 Karakteristik Sampel Penelitian ...40

5.3 Rasio odds Kadar sFlt-1 Rendah Pada Abortus Iminens Dibandingkan Kehamilan Normal ... 41

(13)

13

BAB VI. PEMBAHASAN ...42

6.1 Karakteristik Subyek ...42

6.2 Rasio odds Kadar sFlt-1 Rendah Pada Abortus Iminens Dibandingkan Kehamilan Normal ...43

BAB VII. SIMPULAN DAN SARAN ...46

7.1 Simpulan ...46

7.2 Saran ...46

DAFTAR PUSTAKA ...47

(14)

14

DAFTAR SINGKATAN

HSP70 : Heat Shock Protein 70

hCG : Human Chorionic Gonadotrophin sFlt-1 : Soluble Fms Like Tyrosine-1 VEGF : Vascular Endothelial Growth Factor PlGF : Placental Growth Factor

TF : Tissue Factor

C5a : Complement 5a

uNK : Uterine Natural Killer Cell

VEGFR : Vascular Endothelial Growth Factor Receptor OFRs : Oxydative Free Radicals

EPL : Early Pregnancy Loss Th1/Th2 : T Lymphocyte Helper 1 / 2 Ang : Protein Angiopoietin KDR : Kinase Domain Region

(15)

15

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Permukaan uteroplasenta awal dan akhir trimester satu ……….15 Gambar 2.2 Efek dari syncytiotrophoblastik oxidative stress terhadap

abortus…...17 Gambar 2.3 Scatter plot tingkat sirkulasi reseptor serum soluble VEGF 1 (sFlt-1) pada berbagai kelompok wanita ………....25

(16)

16

DAFTAR BAGAN

Bagan 3.1 Algoritma Kerangka Teori ... 29 Bagan 3.2 Algoritma Kerangka Konsep... 29 Bagan 4.1 Bagan Alur Penelitian... 37

(17)

17

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Anggaran Penelitian ………..54

Lampiran 2 Informed Consent ………..57

Lampiran 3 Formulir Persetujuan ………59

Lampiran 4 Formulir Penelitian ………60

Lampiran 5 Data Responden ... ... 62

Lampiran 6. Data Perhitungan Statistik ... 66

(18)

18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gangguan kehamilan yang berhubungan dengan patologi plasenta merupakan iminens, missed abortion, abortus komplit, keguguran berulang dan insufisiensi plasenta yang disertai maupun tidak dengan hipertensi dalam kehamilan, mempengaruhi lebih dari 30% kehamilan klinis pada manusia. Gangguan plasenta ini jarang ditemukan pada spesies mamalia lainnya (Jauniaux dkk, 2006).

Proses plasentasi pada manusia dicirikan oleh sifat invasif dari hasil konsepsi yang masuk kedalam endometrium uterus ibu dan miometrium superfisial disertai oleh remodeling ujung arteri spiralis ibu. Pada kehamilan normal, tahap awal perkembangan janin berlangsung dalam suatu lingkungan oksigen (O2) rendah. Hipoksia fisiologis ini melindungi janin dari efek buruk dan teratogenik radikal bebas O2. Gradien O2 yang stabil antara desidua uterus ibu dan jaringan feto-plasenta juga merupakan faktor penting dalam diferensiasi dan migrasi trofoblast, perkembangan vili normal dan angiogenesis (Jauniaux dkk, 2003).

Penelitian oleh Jauniaux dkk. (2003) telah ditunjukkan bahwa pada kehamilan normal ada stres oksidatif fisiologis dalam jaringan plasenta pada kehamilan sekitar 9-10 minggu yang dibuktikan dengan peningkatan aktivitas Heat

(19)

19

pinggiran plasenta primitif . Perubahan vili yang diamati di pinggiran plasenta selama pembentukan membran janin identik dengan yang ditemukan pada kasus missed

abortion, yang menunjukkan adanya reaksi umum terhadap stres oksidatif . Missed abortion didiagnosis dengan ultrasonografi berdasarkan tidak adanya aktivitas

jantung janin setelah lima minggu usia kehamilan atau adanya kantong kehamilan yang kosong. Abortus iminens didiagnosis dengan adanya janin tumbuh normal ditemukan pada pemeriksaan USG disertai dengan perdarahan vagina. Abortus iminens berhubungan dengan stres oksidatif fokal pada plasenta dan hal ini akan meningkatkan risiko terjadinya komplikasi kehamilan lainnya seperti keguguran, kelahiran prematur dan ketuban pecah dini (Muttukrisna dkk, 2011 ; Jauniaux dkk, 2003).

Stres oksidatif dan peningkatan oksigenasi dapat mengubah sintesis berbagai protein plasenta. Konsentrasi serum hCG ibu mencapai puncak menjelang akhir trimester pertama dan kondisi pengoksidasi akan meningkatkan pembentukan sub-unit protein in vitro. Data terakhir menunjukkan hubungan antara konsentrasi O2 intrauteri dengan konsentrasi inhibin A dan sFlt-1 pada kehamilan awal, dan hal menunjukkan bahwa protein plasenta spesifik mungkin tergantung dengan konsentrasi O2 intrauteri (Jauniaux dkk, 2000).

Pada kegagalan kehamilan dini, perkembangan pertemuan placento-desidua mengalami gangguan cukup berat yang menyebabkan aliran darah ibu yang mengalir terus menerus ke dalam plasenta dan bersamaan juga dengan adanya stres oksidatif di dalam plasenta dapat menyebabkan degenerasi jaringan. Masuknya

(20)

20

darah yang berlebihan di dalam plasenta ibu tidak berhubungan dengan karyotype janin. Lebih dari dua-pertiga kasus missed abortion menunjukkan bukti anatomis bahwa ada plasentasi yang terganggu yang ditandai dengan adanya pengurangan invasi sitotrofoblas ke dalam endometrium , berkurangnya transformasi arteri spiralis dan adanya penyumbatan arteri spiralis yang tidak lengkap. Angiogenesis ini ditandai dengan meningkatnya permeabilitas vaskuler, proliferasi dan migrasi sel endotel . Hal ini diatur oleh berbagai faktor pro dan anti-angiogenik, angiopoietins dan matriks metalloproteinase. Faktor anti-angiogenik dan pro-angiogenik telah diketahui memainkan peran penting dalam patofisiologi pre-eklampsia (PE) . Soluble Fms-like

Tyrosine Kinase (sFlt-1) adalah faktor pertumbuhan endotel vaskular (VEGF, Vascular Endothelial Growth Factor) reseptor 1 yang larut dalam aliran darah. Soluble Fms-like Tyrosine Kinase (sFlt-1) mengikat faktor pertumbuhan

proangiogenik VEGF dan plasenta (PlGF, Placental Growth Factor), dengan demikian hal ini akan menekan fungsi mereka. Faktor pertumbuhan angiogenik VEGF dan PlGF telah diselidiki secara ekstensif dalam perkembangan pembuluh darah plasenta normal dan abnormal (Muttukrisna dkk, 2011).

Penelitian mendapatkan bahwa kadar serum sFlt-1 dan PlGF lebih rendah masing-masing 88% dan 44% pada abortus iminens yang menjadi abortus dibandingkan dengan kasus abortus iminens yang kehamilannya berlanjut. Pada kehamilan normal sFlt-1 akan meningkat 10 kali lipat pada kehamilan 6-10 minggu dibandingkan kadarnya pada siklus mentruasi fase sekresi. Hal ini membuktikan bahwa unit feto plasenta merupakan sumber utama molekul ini pada kehamilan awal.

(21)

21

Kadar PlGF juga meningkat, tetapi cuma dua kali lipat. Jadi pemeriksaan sFlt-1 lebih sensitif sebagai prediktor kelangsungan kehamilan pada abortus iminens dibandingkan dengan PlGF. Pada penelitian yang lain juga didapatkan kadar serum sFlt-1 lebih rendah pada kehamilan trimester pertama yang kemudian menjadi kematian janin intra uteri dibandingkan yang tidak (Muttukrisna dkk, 2011; Romero dkk, 2010).

Selama ini beberapa petanda serum yang sering dipakai dalam penilainan kehamilan muda terutama kemampuannya dalam memprediksi kelangsungan kehamilan maupun untuk menentukan lokasi kehamilan. Salah satunya adalah pemeriksaan serum β hCG. Peningkatan kadar serum dua kali (doubling time) umumnya dipakai dalam analisis kelangsungan kehamilan. Dikatakan normal apabila kadar serum meningkat 66% lebih dalam 48-72 jam. Tetapi pemeriksaan β hCG ini mempunyai beberapa kelemahan, termasuk variasi harian kadar β hCG, kesukaran untuk interpretasi tentang nilai normal pada umur kehamilan tertentu dan waktu paruh yang panjang. Pada 15% kasus kehamilan intra uteri yang sehat tidak didapatkan peningkatan kadar 66% dalam 48-72 jam dan 13% kasus kehamilan ektopik didapatkan kenaikan kadar serum β hCG melebihi 66% dalam 2 hari dan pada kehamilan ektopik awal 64% didapatkan peningkatan normal kadar BHCG. Penurunan kadar HCG sampai normal memerlukan waktu yang panjang hampir 4-6 minggu (Miller D, 2008).

Penggunaan kadar serum progesteron selama ini yang umum dipakai dalam memperkirakan luaran kehamilan. Kelebihannya adalah harganya murah dan

(22)

22

kadarnya yang sedikit berubah sesuai peningkatan umur kehamilan pada kehamilan muda. Dengan menggunakan nilai batas 10 ng/ml didapatkan sensitifitas kadar serum progesteron dalam memperkirakan kejadian abortus adalah 69,2%. Hampir 33% abortus spontan ternyata mempunyai kadar serum progesteron lebih 10 ng/ml. (Jufairy,2000).

Faktor angiogenik sebelumnya belum banyak dievaluasi peranannya dalam komplikasi kehamilan dini. Vaskularisasi abnormal plasenta dengan kerusakan oksidatif yang meningkat adalah gambaran umum dari pre-eklampsia, gangguan pertumbuhan janin akibat insufisiensi plasenta dan kegagalan kehamilan dini . Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan apakah kadar sFlt-1 rendah merupakan faktor risiko abortus iminens.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka pertanyaan penelitian adalah apakah kadar sFlt-1 rendah merupakan faktor risiko terjadinya abortus iminens?

Tujuan Penelitian

1.2.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui peranan kadar sFlt-1 pada kehamilan muda (6-10 minggu).

1.2.2 Tujuan Khusus:

1. Mengetahui kadar serum sFlt-1 pada abortus iminens. 2. Mengetahui kadar serum sFlt-1 pada kehamilan normal.

(23)

23

3. Mengetahui bahwa kadar sFlt-1 rendah merupakan faktor risiko abortus iminens.

1.3 Manfaat Penelitian:

1.3.1 Manfaat bagi ilmu pengetahuan :

Bila hasilnya sesuai hipotesis maka dapat dibuktikan bahwa protein angiogenesis berperanan pada proses etiopatogenesis abortus.

1.3.2 Manfaat bagi pelayanan

1. Sebagai dasar pencegahan / penanganan dengan memberikan terapi dengan obat yang bisa mempengaruhi protein angiogenesis untuk mencegah abortus.

2. Sebagai prognostik pada kehamilan dengan abortus iminens untuk menentukan kemungkinan kelangsungan kehamilan

(24)

24

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Abortus Iminens

Definisi abortus adalah terhentinya kehamilan dengan janin hidup atau mati, yang disertai atau tidak pengeluaran hasil konsepsi pada kehamilan ≤ 20 minggu atau berat badan janin ≤ 500 gram . Abortus merupakan salah satu komplikasi obstetri yang paling sering dijumpai pada wanita hamil. Diperkirakan 20 sampai 25% dari seluruh wanita hamil ditemukan gejala perdarahan atau ancaman abortus pada trimester pertama dan sekitar 50% diantaranya akan berakhir dengan abortus. Lebih 80% abortus terjadi sebelum usia kehamilan 12 minggu. Abortus sebelum usia kehamilan 12 minggu disebut keguguran awal (early pregnancy loss). (Cuningham dkk, 2010 ).

Perdarahan bercak sangat sering ditemukan dan terjadi pada 25% kehamilan kurang 20 minggu. Perdarahan dan nyeri yang menyertai ancaman keguguran (abortus iminens) biasanya tidak terlalu berat. Abortus iminens jarang bermanifestasi dengan perdarahan vagina yang berat. Seringkali perdarahan bersifat sementara dan berhenti sendiri. Hal ini mungkin disebabkan karena perbaikan implantasi trofoblas dalam jaringan desidua endometrium (Muttukrisna dkk, 2011).

(25)

25

Lebih kurang setengah wanita dengan abortus iminens akan menjadi abortus dan sisanya terus berlanjut sampai kehamilan viabel. Sekitar 15% kehamilan klinis akan mengalami abortus spontan dan 75% kejadian abortus ini terjadi pada 8 minggu pertama kehamilan. Tingkat keguguran diperkirakan 2-3 kali lebih tinggi dengan kehamilan yang sangat awal dan seringkali secara klinis belum diketahui (Cunningham dkk, 2010).

2.2 Penyebab Abortus Iminens

Perdarahan pada trimester pertama dengan atau tanpa hematom subkorionik berhubungan dengan reaksi inflamasi kronik pada desidua yang menyebabkan uterus berkontraksi. Duapertiga kasus abortus terjadi akibat kelainan pada plasenta terutama akibat kegagalan invasi sitotrophoblast pada lumen arteri spiralis. Adanya perdarahan subkorionik pada abortus iminens berhubungan dengan insiden abortus spontan. Abortus iminens dipertimbangkan sebagai bagian yang terpisah dari abortus lainnya karena berasal dari pendarahan fokal pada bagian perifer dari plasenta yang sedang terbentuk. Pendarahan ini terjadi pada saat pembentukan membran dan dapat menyebabkan abortus komplit bila hematom meluas ke bagian plasenta yang definitif (Jauniaux dkk, 2006).

Sebagai penyebab abortus iminens adalah sebagai berikut:

1. Faktor embrio, biasanya akibat kelainan kromosom meliputi hampir 75% kejadian abortus trimester pertama.

(26)

26

2. Faktor ibu seperti penyakit ginjal, diabetes melitus, penyakit infeksi akut, trauma dan kelainan sistem reproduksi mioma uterus dan kelainan uterus.

Peran reaksi oksidatif pada plasenta akan menyebabkan kelainan plasenta itu sendiri. Sekarang terdapat bukti yang jelas bahwa abortus merupakan kelainan plasentasi. Pada dua pertiga kasus abortus, terdapat bukti anatomis adanya defek pada plasentasi, yang memiliki karakteristik lapisan trofoblas yang lebih tipis maupun berfragmentasi, kurangnya invasi endometrium oleh trofoblas dan sumbatan ujung arteri spiralis yang tidak sempurna. Hal ini mengakibatkan tidak adanya perubahan fisiologis pada sebagian besar arteri spiralis dan menyebabkan onset prematur sirkulasi maternal pada plasenta (Jauniaux dkk, 2006).

Keguguran berulang terjadi pada 1% sampai 3% pasangan. Wanita keguguran berulang terkadang memerlukan pemeriksaan yang mahal dan lama untuk mengidentifikasi penyebabnya, tetapi sering penyebabnya tidak jelas bisa diketahui. Pada 50% sampai 60% kasus tidak bisa dibuktikan dengan jelas penyebab kelainan genetik, anatomi, endokrin, dan infeksi janin sebagai penyebab kegagalan kehamilan ini. Penelitian observasional membuktikan adanya hubungan antara komplikasi kehamilan dengan angiogenesis dan trombosis pada pembuluh darah plasenta yang mengalami gangguan (Jauniaux dkk, 2006).

Menggunakan model tikus dengan keguguran spontan berulang yang menunjukkan gambaran keguguran berulang dan pertumbuhan janin terhambat,

(27)

27

telah diidentifikasi faktor jaringan (TF: Tissue Factor) berperan penting dalam terjadinya kerusakan plasenta dan janin. Pada penelitian sebelumnya telah ditunjukkan bahwa C5a melepaskan molekul angiogenik sFlt-1 didalam sel monosit yang mengakibatkan gangguan pembentukan plasenta dan kematian janin pada tikus. Dalam penelitian itu dibuktikan bahwa tissue factor (TF) tidak hanya mengaktivasi faktor pembekuan tetapi juga pengeluaran sFlt-1 yang mengakibatkan gangguan pertumbuhan plasenta dan kematian janin. Blokade TF dengan monoclonal antibody menghambat pengeluaran sFlt-1 , mencegah aktivasi patologis dari faktor pembekuan, memperbaiki aliran darah plasenta, mencegah stres oksidatif pada plasenta dan menjaga kelangsungan kehamilan (Calleja-Agius dkk, 2004 ; Redecha dkk, 2009).

Penelitian juga menunjukkan bahwa pravastatin dengan downregulasi ekspresi TF pada monosit dan trofoblas, mencegah kerusakan plasenta dan memberi perlindungan terhadap kehamilan pada tikus percobaan. Studi ini menunjukkan bahwa TF merupakan mediator penting dalam kematian janin dan pertumbuhan janin terhambat dan bahwa statin dapat menjadi pengobatan yang baik untuk wanita dengan keguguran berulang dan pertumbuhan janin terhambat (PJT) (Pang dkk, 2011 ; Redecha et al, 2009)

Adaptasi vaskuler desidua pada proses implantasi berperan penting dalam keberhasilan kehamilan dan proses ini sudah dimulai sejak fase sekresi reseptif dalam setiap siklus haid. Desidualisasi, remodeling vaskuler dan invasi sel imun merupakan proses yang dominan pada minggu pertama pembuahan. Sel imun meningkat dari

(28)

28

8% dari total jumlah sel stroma saat siklus haid normal menjadi lebih dari 30% saat kehamilan trimester pertama. Kurang lebih 70% dari sel leukosit ini adalah uterine

natural killer cell (uNK) dan 10% merupakan sel makrofag. Adaptasi vaskuler

meliputi vaskulogenesis, remodeling arteri, angiogenesis dan pembentukan pembuluh darah baru. Angiogenesis bercirikan peningkatan permeabilitas vaskuler, proliferasi dan migrasi sel endotel dan ini diatur oleh berbagai macam growth factor seperti

vascular endhothelial growth factor (VEGF) , placental growth factor (PlGF),

angiopoitins dan protease seperti membrane-type matrix metalloproteinase. Gangguan pertumbuhan vaskuler merupakan penyebab penting abortus (Plaisier dkk , 2008). Gen VEGF adalah gen yang paling awal yang diaktifkan saat embrio masa praimplantasi dan VEGF dihasilkan oleh sel desidua ibu dan juga oleh sel blastokist dan sel trophoblast. Protein VEGF merupakan inducer yang poten dari proses angiogenesis dan berikatan dengan sFlt-1 (VEGFR-1) dan Kinase Domain Receptor, KDR (VEGFR-2) yang mengakibatkan proliferasi sel endothel, migrasi sel dan peningkatan permeabilitas vaskuler. KDR merupakan reseptor sentral VEGF dalam proses angiogenesis, sementara sFlt-1 berperan sebagai faktor pendukung. Selama kehamilan bentuk soluble dari Flt-1 juga terbentuk yang bisa membatasi aktivitas VEGF. Placenta Growth Factor (PlGF) menunjukkan gambaran biokimia dan fungsi seperti VEGF tetapi hanya berinteraksi dengan Flt-1. Placenta Growth Factor (PlGF) dan VEGF mempunyai efek yang sinergis dalam angiogenesis, tetapi pembuluh darah yang dipengaruhi oleh PlGF lebih matang dan lebih stabil dibandingkan pembuluh darah yang dinduksi oleh VEGF saja (Mattukrisna dkk, 2011 ).

(29)

29

2.3 Patofisiologi

Gangguan kehamilan terkait plasenta adalah komplikasi paling umum dari kehamilan manusia. Secara kolektif, abortus komplit, missed abortion, keguguran berulang, abortus iminens dan insufisiensi plasenta baik yang ada hubungannya maupun tidak dengan adanya hipertensi dalam kehamilan mempengaruhi lebih 30% kehamilan. Gangguan plasenta ini jarang ditemukan pada spesies mamalia lainnya. (Jauniaux dkk, 2006).

Proses plasentasi pada manusia dicirikan oleh sifat yang sangat invasif hasil konsepsi yang masuk dalam endometrium dan miometrium superfisial dan juga oleh remodeling dari ujung arteri spiralis ibu. Pada kehamilan normal, tahap awal perkembangan janin berlangsung dalam suatu lingkungan (O2) oksigen rendah. Hipoksia fisiologis ini melindungi janin terhadap efek buruk dan teratogenik radikal bebas O2. Gradien O2 yang stabil antara desidua uterus ibu dan jaringan feto-plasenta juga merupakan faktor penting dalam diferensiasi dan migrasi trofoblas, perkembangan vili normal dan angiogenesis (Jauniaux dkk, 2006).

Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa pada kehamilan normal ada stres oksidatif fisiologis dalam jaringan plasenta pada kehamilan sekitar 9-10 minggu yang dibuktikan dengan peningkatan aktivitas HSP70 terutama di pinggiran plasenta primitif . Perubahan vili diamati di pinggiran plasenta selama pembentukan membran janin adalah identik dengan yang ditemukan pada kasus missed abortion menunjukkan adanya mekanisme umum karena stres oksidatif . Klinis missed

(30)

30

abortion terlihat sebelum pengeluaran janin atau jaringan plasenta. Hal ini dapat

didiagnosis dengan ultrasonografi berdasarkan tidak adanya aktivitas jantung janin setelah lima minggu usia kehamilan atau adanya kantung kehamilan yang kosong. Abortus iminens didiagnosis dengan adanya janin tumbuh normal ditemukan saat USG disertai dengan perdarahan vagina. Abortus iminens berhubungan dengan stres oksidatif fokal pada plasenta definitif dan meningkatkan kemungkinan komplikasi kehamilan seperti keguguran, kelahiran prematur dan ketuban pecah dini (Jarek dkk, 2011 ; Muttukrisna dkk, 2011).

Plasentasi terjadi akibat infiltrasi difus pada endometrium dan sepertiga miometrium oleh sel trofoblas ekstravilus. Plasenta manusia digolongkan sebagai tipe hemokorial dengan trofoblas fetus direndam oleh darah ibu. Sebelumnya diperkirakan sirkulasi plasenta intervillous dibentuk setelah satu minggu implantasi. Namun teori ini di bantah oleh penelitian terbaru yang menunjukkan bahwa sirkulasi intraplasenta ibu sangat terbatas sebelum usia kehamilan 12 minggu. Data tersebut menunjukkan bahwa selama trimester pertama, rongga intervilli plasenta yang sedang berkembang dipisahkan dari sirkulasi uterus oleh sel-sel trofoblas yang menutupi arteri uteroplasental (arteri spiralis). Pada akhir trimester pertama sel-sel trofoblas ini hilang dan mengakibatkan darah ibu mengalir secara bebas ke ruang intervilli. Sel-sel embrio dan plasenta sangat sensitif terhadap stres oksidatif karena berada dalam tahap pembelahan sel yang cepat sehingga meningkatkan risiko pemaparan Oxydative Free

Radicals (OFRs) pada sel DNA (Deoxy Nucleic Acid). Sel-sel sinsitiotrofoblas pada

(31)

31

konseptus sehingga terpapar lingkungan dengan konsentrasi oksigen yang sangat tinggi, namun karena ternyata sel-sel tersebut memiliki kadar enzim anti-oksidan yang sangat rendah pada awal kehamilan. Sehingga risiko abortus meningkat pada kehamilan dengan gangguan metabolisme maternal seperti pada ibu dengan diabetes mellitus dimana terjadi peningkatan produksi OFRs. Hal ini akan meningkatkan insiden abortus, vaskulopati dan kelainan struktural pada fetus, yang menunjukkan bahwa hasil konseptus mamalia dapat mengalami kerusakan yang irreversibel akibat stres oksidatif. Jadi asupan makan untuk embrio selama trimester pertama melalui kelenjar endometrium yang langsung disekresi pada ruang intervili plasenta. Pada akhir trimester pertama, sumbatan trofoblastik pada arteri spiralis dibuka secara bertahap, sehingga meningkatkan aliran darah maternal kedalam ruang intervillier secara bertahap pula. Selama fase transisi pada umur kehamilan 10-14 minggu, dua pertiga dari plasenta primitif yang sudah terbentuk akan menghilang, kavitas eksokoelomik hilang akibat pertumbuhan kantong amnion dan aliran darah maternal meningkat secara bertahap pada seluruh bagian plasenta. Perubahan tersebut memungkinkan darah maternal untuk mendekati jaringan fetus sehingga terjadi pertukaran nutrien dan gas antara sirkulasi maternal dan fetus (Burton GJ dkk, 2001 ; Jauniaux dkk, 2000; Jauniaux dkk, 2009).

(32)

32

Gambar 2.1 Permukaan uteroplasenta awal dan akhir timester satu (Jauniaux dkk, 2006)

Berdasarkan evaluasi sirkulasi plasenta pada berbagai masa kehamilan dengan menggunakan Doppler, tidak ditemukan sinyal nonpulsatile yang menunjukkan aliran darah maternal intraplasenta dalam rongga intervilli hingga umur kehamilan 10 minggu. Salah satu implikasi dari teori baru tersebut adalah bahwa kadar oksigen dalam plasenta janin stadium awal sangat rendah dan meningkat ketika mendapatkan aliran darah dari ibu. Sebaliknya pada kehamilan muda dengan komplikasi, terlihat hipervaskularisasi pada plasenta jauh sebelum akhir trimester pertama dengan pemetaan color flow. Pada kehamilan dengan komplikasi, invasi endometrium oleh trofoblas ekstravilli sangat terbatas dibandingkan dalam keadaan normal. Pembatasan (plugging) arteri spiralis yang tidak sempurna dan dapat menjadi faktor predisposisi

onset awal sirkulasi maternal. Jaringan plasenta memiliki enzim antioksidan dalam

konsentrasi rendah dan aktifitas rendah selama trimester pertama sehingga menjadi sangat rentan terhadap kerusakan yang dimediasi oksidatif. Ditemukan peningkatan

(33)

33

tajam dari ekspresi marker stres oksidatif pada trofoblas pada umur kehamilan delapan hingga sembilan minggu berhubungan dengan onset sirkulasi pada kehamilan normal dan diperkirakan bahwa stres oksidatif yang berlebih pada plasenta pada kehamilan muda mungkin merupakan faktor yang berperan dalam patogenesis abortus (Jauniaux dkk, 2006; Burton GJ dkk, 2004).

Stres oksidatif dan peningkatan oksigenasi dapat mengubah sintesis berbagai protein plasenta. Konsentrasi serum human Chorionic Gonadotrophin (hCG) ibu mencapai puncak menjelang akhir trimester pertama dan kondisi pengoksidasi meningkatkan pembentukan sub-unit protein in vitro . Data terakhir menunjukkan hubungan antara konsentrasi O2 intrauterin in vivo dengan konsentrasi inhibin A dan sFlt-1 pada kehamilan awal, hal ini menunjukkan bahwa protein plasenta spesifik mungkin tergantung dengan konsentrasi O2 intrauterin. Pada kegagalan kehamilan dini, perkembangan pertemuan placento-desidua mengalami gangguan yang cukup berat menyebabkan aliran darah ibu yang mengalir terus menerus ke dalam plasenta dan bersamaan dengan adanya stres oksidatif menyebabkan degenerasi jaringan. Masuknya darah yang berlebihan di dalam plasenta ibu dalam tahap awal keguguran tidak berhubungan dengan karyotype janin . Lebih dua-pertiga kasus missed abortion, ada bukti anatomis dari plasentasi yang terganggu dengan pengurangan invasi sitotrofoblas ke dalam endometrium, arteri spiralis transformasinya berkurang dan adanya penyumbatan yang tidak lengkap (Muttukrisna dkk, 2011).

(34)

34

Gambar 2.2 Efek dari syncytiotrophoblastik oxidative stress terhadap abortus (Jauniaux dkk, 2000)

Angiogenesis ini ditandai dengan meningkatnya permeabilitas vaskuler, proliferasi dan migrasi sel endotel . Hal ini diatur oleh berbagai faktor pro-dan anti-angiogenik, angiopoietins dan matriks metalloproteinase. Faktor anti-angiogenik dan pro-angiogenik yang dilaporkan untuk memainkan peran penting dalam patofisiologi pre-eklampsia (PE) . Soluble Flt-1 adalah faktor pertumbuhan endotel vaskular (VEGF) reseptor 1 yang larut dalam aliran darah. Soluble Flt-1 mengikat faktor

(35)

35

pertumbuhan proangiogeni VEGF dan plasenta (PlGF), dengan demikian hal ini akan menekan fungsi mereka. Faktor pertumbuhan angiogenik VEGF-A dan PlGF telah diselidiki secara ekstensif dalam pengembangan pembuluh darah plasenta normal dan abnormal (Juniaux dkk , 2000).

Faktor angiogenik sebelumnya belum pernah dievaluasi dalam komplikasi kehamilan dini. Vaskularisasi abnormal dari plasenta dengan kerusakan oksidatif yang meningkat adalah etiologi umum dari pre-eklampsia, gangguan pertumbuhan janin akibat insufisiensi plasenta dan kegagalan kehamilan dini (Muttukrisna dkk, 2011).

Masuknya darah ibu yang berlebihan ke dalam ruang intervili memiliki efek mekanik langsung pada jaringan vili dan efek stres oksidatif yang tidak langsung untuk terjadinya disfungsi atau kerusakan sel. Korelasi data in vivo dan in vitro menunjukkan bahwa stres oksidatif dari jaringan plasenta merupakan mekanisme patofisiologi umum untuk terjadinya keguguran awal. Trisomi autosom adalah kelainan kariotip paling sering ditemukan pada keguguran awal, tetapi perbandingan data dari studi sitogenetika berbeda adalah sulit karena kurangnya informasi klinis dalam penentuan usia ibu, usia kehamilan, waktu kematian janin dan metodologi sitogenetika yang digunakan. Mayoritas penulis menemukan hubungan yang lemah antara gambaran morfologi vili dan kelainan kromosom, dengan pengecualian triploidi pada mola parsial. Perbandingan temuan USG dan data histologis plasenta menunjukkan bahwa perubahan histologi vili pada kematian janin dalam rahim mempunyai nilai prediktif rendah dalam mengidentifikasi suatu aneuploidi atau

(36)

36

etiologi non-kromosom lainnya. Sebaliknya, gambaran histologis kehamilan mola dan mola parsial cukup khas dan diagnosis dapat dilakukan dengan pemeriksaan histologi saja (Jauniaux dkk, 2000).

2.4 Plasentasi Abnormal

Plasenta mempunyai peran penting terhadap terjadinya patologi kehamilan . Pada awal perkembangan plasenta normal sitotrofoblas ekstravilus melakukan invasi menuju arteri spiralis sampai ke desidua dan miometrium. Sitotrofoblas yang invasif ini menggantikan kedudukan sel endotel pada arteri spiralis ibu yang sebelumnya mempunyai diameter kecil dan tahanan tinggi menjadi diameter besar dan tahanan yang rendah sehingga mampu memberikan perfusi plasenta yang adekuat untuk pertumbuhan janin. Sebaliknya pada pada angiogenesis yang abnormal terjadi perubahan yang tidak sempurna. Sitotrofoblas menginvasi arteri spiralis ibu terbatas pada desidua superfisial sehingga pada segmen miometrium masih tetap sempit. (Lam C, 2005 ; Wang , 2010)

Pada remodelling arteri spiralis yang tidak efektif dan sirkulasi uterus- plasenta dipertahankan dengan kondisi resistensi tinggi, menyebabkan menurunnya perfusi plasenta dan insufisiensi plasenta. Iskemik plasenta menyebabkan pelepasan faktor-faktor plasenta dan ketidakseimbangan faktor-faktor-faktor-faktor angiogenik lebih lanjut menyebabkan disfungsi endotel. Faktor-faktor angiogenik yang berperan pada implantasi dan proliferasi normal sel-sel trofoblast adalah vascular endothelial

(37)

37

ekspresi VEGF dan PlGF menurun dibandingkan kehamilan normal. Perubahan angiogenesis ini juga ditemukan pada pasien dengan abortus (Lunghi dkk, 2007).

Iskemik plasenta sebagai akibat kegagalan remodelling arteri spiralis akan meningkatkan rasio T Helper 1/ T Helper 2 (Th1/Th2) dan gangguan keseimbangan faktor proangiogenik antiangiogenik, keadaan ini menyebabkan rangsangan pada proses inflamasi dengan melepaskan sitokin Th1 dan reactive oxygen species (ROS). Pada kehamilan normal sel trofoblas menghasilkan debris, suatu produk apoptosis dari bagian terluar plasenta yang berkembang dan matur yang dapat dideteksi pada serum darah ibu (Lungi dkk ,2007)

2.5 Peranan Proangiogenik dan Anti Angiogenik

2.5.1 Faktor-faktor proangiogenik

Pada proses pembentukan sistem pembuluh darah plasenta terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap vaskulogenesis, tahap angiogenesis branching dan angiogenesis non

branching. Vaskulogenesis adalah pembetukan pembuluh darah baru dari sel cikal

bakal endotel yaitu mesoderm. Sedangkan angiogenesis adalah pembentukan kapiler atau percabangan baru dari pembuluh darah yang sudah ada (Carmeliet, 2000).

Dalam vaskulogenesis terjadi differensiasi sel endotel insitu yang kemudian membentuk tabung paten. Pada plasenta proses ini dimulai pada hari ke-21 setelah konsepsi, dengan transformasi sel-sel mesenkim dalam villi menjadi sel-sel hemangioblastik yang kemudian menjadi bagian dari endotel. Angiogenesis

(38)

38

branching terjadi pada hari ke-32 sampai minggu ke-25 setelah konsepsi

menghasilkan kapiler vilus yang kaya cabang dengan aliran darah fetoplasental yang mempunyai tahanan rendah. Proses angiogenesis beralih ke angiogenesis non

branching pada minggu ke-25 setelah konsepsi. Faktor-faktor angiogenik yang

berperan dalam angiogenesis plasenta antara lain Vascular Endothelial Growth

Factor (VEGF), fibroblast Growth Factor (FGF), protein angiopoietin (Ang), beserta

reseptornya Flt 1(VEGFR-1), VEGFR-2, Tie-1, Tie -2. Perubahan pada jalur ini pada awal kehamilan mempunyai kontribusi terhadap invasi sitotrofoblas yang tidak adekuat. Sitotrofoblas invasif mengekspresikan VEGF, PlGF, VEGFR-1 (Flt-1). (Kaufmann, 2004)

2.5.1.1 VEGF (Vascular Endothelial Growth Factor)

VEGF A merupakan protein dimer yang merupakan anggota dari kelompok keluarga besar protein yang disebut “cystein knot”, karena berstruktur seperti simpul. Anggota lain dari kelompok ini adalah VEGF-B, VEGF-C, VEGF-D, VEGF-E, yang berbeda dalam masa molekul dan kemampuannya berikatan dengan sel permukaan heparan sulfat proteoglikan. VEGF dikatakan merupakan komponen penting dalam pertumbuhan janin karena pada delesi heterozigot dan homozigot atas protein ini adalah kondisi letal pada embrio (Tjwa dkk , 2003).

Pada kehamilan VEGF dihasilkan oleh sitotrofoblas yang pembentukannya diinduksi oleh hipoksia serta berperan dalam angiogenesis. Aktivitas VEGF

(39)

39

diperantarai oleh interaksinya dengan dua reseptor afinitas tinggi yaitu kinase domain

region (KDR) dan reseptor Flt-1 yang diekspresikan selektif pada permukaan sel

endotel (Tjwa dkk , 2003).

2.5.1.2 Placenta Growth Factor (PlGF)

Peranan PlGF bisa mempengaruhi sel endotel pembuluh darah dan sel trophoblast, sehingga gangguan dalam produksi faktor ini dapat mempengaruhi fungsi fungsi sel saat awal kehamilan dan patologi vaskuler dan plasenta. (Torry dkk , 1999 ; Desai dkk , 1999)

2.5.2 Faktor-Faktor Antiangiogenik

2.5.2.1 Soluble Fms-like Tyrosine Kinase 1

Soluble Flt-1 adalah varian dari reseptor VEGF yang kehilangan domain transmembran dan sitoplasma. Soluble Flt-1 diproduksi dalam jumlah besar oleh trofoblas plasenta dan dilepaskan ke dalam sirkulasi maternal. Soluble Flt-1 berperan sebagai molekul protein antiangiogenik yang mengikat VEGF dan PlGF bebas dalam sirkulasi. Pada preeklamsia sFlt-1 meningkat pada plasenta. Kadar sFlt-1 pada aliran darah berhubungan dengan penurunan kadar VEGF dan PlGF bebas. Produksi sFlt-1 yang berlebihan pada plasenta merupakan penyebab patogenesis sindroma maternal. Selain itu sFlt-1 juga dapat menginduksi plasentasi abnormal serta iskemia plasenta (Karumanchi, 2004).

(40)

40

Kadar serum sFlt-1 yang tinggi dan kadar kadar VEGF dan PlGF bebas yang rendah telah diketahui terjadi sebelum dan selama manifestasi klinis preeclampsia. Pada penelitian oleh Matutrisna dkk. (2011) dengan membandingkan kadar sFlt-1, PlGF pada kehamilan dengan abortus iminens yang kemudian berhasil berlangsung kehamilannya dibandingkan dengan kasus abortus iminens yang yang akhirnya menjadi abortus didapatkan hasil sFlt-1 dan PlGF kadarnya lebih rendah pada kasus yang mengalami abortus dibandingkan yang tidak terjadi abortus. Rendahnya kadar PlGF dikarenakan sintesis oleh sinsitiotrophoblast yang berkurang. Rendahnya kadar sFlt-1 kemungkinan karena mekanisme kompensasi karena plasenta kemungkinan menghasilkan lebih banyak VEGF dan kadar soluble VEGFR-1 yang tidak berikatan dengan VEGF kadarnya berkurang. Pada pasien yang kemudian terjadi keguguran baik VEGF maupun reseptornya keduanya berkurang sehingga kadar sFlt-1 juga berkurang. Pada kehamilan kadar sFlt-1 meningkat 20 kali lipat membuktikan bahwa unit feto-plasenta merupakan sumber utama protein ini. PlGF juga meningkat lima kali lipat pada kehamilan muda. Sampai saat ini belum ada essay yang dapat memeriksa total VEGF pada kehamilan muda dan kadar VEGF pada kehamilan muda lebih rendah dari kemampuan deteksi alat.

Penelitian oleh Daponte dkk. (2011) juga mendapatkan kadar sFlt-1 yang rendah pada missed abortion dan pada kehamilan ektopik.

(41)

41

Gambar 2.3. Scatter plot tingkat sirkulasi reseptor serum soluble VEGF 1 (sFlt-1) pada berbagai kelompok wanita dengan kisaran median dan interkuartil. Kelompok 1 (wanita yang tidak hamil, n = 14), kelompok 2 (ibu hamil normal, n = 32), kelompok 3 (pasien terancam keguguran dengan hasil kelahiran hidup, n = 21) dan kelompok 4 (pasien ancaman keguguran yang menjadi keguguran, n = 19). Analisis varians linier umum dilakukan untuk mempelajari signifikansi statistik antara kelompok dengan tes posthoc. P, = 0,001 (Mattukrisna et al. , 2011)

Pada penelitian Jaunniaux dkk (2006) juga didapatkan konsentrasi sFlt-1 berbanding terbalik dengan kadar oksigen di dalam trophoblast dan plasental bed saat kehamilan 6 sampai 12 minggu. Pada penyakit diabetes juga bisa terjadi pelepasan radikal bebas oksigen dalam jumlah yang lebih besar, dan pada kehamilan awal yang mempunyai aktivitas anti radikal yang terbatas bisa mengakibatkan kerusakan DNA, oksidasi protein dan lemak mengakibatkan disfungsi trophoblast. Pada abortus iminens terjadi perdarahan fokal pada pinggir plasenta. Komplikasi kehamilan ini sering terjadi pada kehamilan 8-12 minggu yang dapat mengakibatkan abortus komplit bila hematoma meluas ke sebagian besar plasenta.

(42)

42

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Stres oksidatif dan peningkatan oksigenasi dapat mengubah sintesis berbagai protein plasenta. Data terakhir menunjukkan hubungan antara konsentrasi O2 intrauterin in vivo dengan konsentrasi inhibin A dan sFlt-1 pada kehamilan awal, menunjukkan bahwa protein plasenta spesifik mungkin tergantung dengan konsentrasi O2 intrauterin (Jauniaux E dkk, 2000).

Pada kegagalan kehamilan dini, perkembangan pertemuan plasenta-desidua mengalami gangguan yang cukup berat menyebabkan aliran darah ibu yang mengalir terus menerus ke dalam plasenta dan bersamaan dengan adanya stres oksidatif yang menyebabkan degenerasi jaringan. Masuknya darah yang berlebihan di dalam plasenta ibu dalam tahap awal keguguran tidak berhubungan dengan karyotype janin. Lebih dari dua-pertiga kasus missed abortion, ada bukti anatomis dari plasentasi yang terganggu dengan pengurangan invasi sitotrofoblas ke dalam endometrium, arteri spiralis transformasinya berkurang dan adanya penyumbatan arteri spiralis yang tidak lengkap. Angiogenesis ini ditandai dengan meningkatnya permeabilitas vaskuler, proliferasi dan migrasi sel endotel . Hal ini diatur oleh berbagai faktor pro-dan anti-angiogenik, angiopoietins dan matriks metalloproteinase. sFlt-1 adalah faktor pertumbuhan endotel vaskular (VEGF) reseptor 1 yang larut dalam aliran darah.

(43)

43

Soluble Flt-1 mengikat faktor pertumbuhan proangiogenik VEGF dan plasenta (PlGF), dengan demikian ini akan menekan fungsi mereka (Muttukrisna dkk, 2011) Faktor angiogenik sebelumnya belum pernah dievaluasi dalam komplikasi kehamilan muda. Vaskularisasi abnormal plasenta dengan meningkatnya kerusakan oksidatif adalah etiologi umum dari pre-eklampsia, gangguan pertumbuhan janin akibat insufisiensi plasenta dan kegagalan kehamilan dini (Muttukrisna , 2011). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan apakah abortus iminens yang berhubungan dengan stres oksidatif fokal dalam plasenta definitif juga berhubungan dengan perubahan faktor-faktor angiogenik dan juga untuk mengetahui apakah kadar serum sFlt-1 merupakan faktor risiko terjadinya abortus iminens dan berapa besar peranan kadar sFlt-1 terhadap kejadian abortus iminens.

(44)

44

3.2 Kerangka Teori

Bagan 3.1. Algoritme Kerangka Teori Kehamilan normal

sFlt-1 ↓

VEGF

Gangguan angiogenesis Gangguan remodeling a. spiralis

Perdarahan desidua

ABORTUS / MISSED ABORTION

Oksigenasi meningkat lebih awal

Degenerasi jaringan / apoptosisis

Tissue Factor (TF ↑)

Kontraksi Perubahan serviks Pecah ketuban

ABORTUS IMINENS

Stres oksidatif fokal

ABORTUS

Kehamilan abnormal Kadar oksigen rendah

sFlt-1 

Angiogenesis dan pertumbuhan jaringan

(45)

45

3.3. Kerangka Konsep

Bagan 3.2 Algoritme Kerangka Konsep Masuknya oksigen lebih awal dalam unit

fetoplasenta Genetik Imunologi Nutrisi Lingkungan Obat teratogenik sFlt-1 ↓ ABORTUS IMINENS Gangguan Plasentasi

(46)

46

3.4. Hipotesis Penelitian

(47)

47

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan suatu penelitian observasional dengan rancangan kasus-kontrol untuk mengetahui hubungan peranan faktor risiko kadar sFlt-1 yang rendah terhadap kejadian abortus iminens. Kasus adalah ibu hamil dengan abortus iminens sedangkan kontrol adalah ibu hamil normal. Faktor risiko didapatkan dengan pengukuran kadar serum sFlt-1 pada saat kedatangan. Penentuan cut off point risiko abortus pada hamil muda berdasarkan penelitian Daponte, dkk (2011) dimana kadar sFlt-1 kurang dari 741,5 pg/ml dengan sensitivitas 88%, spesifisitas 96,2% dan AUC (Area Under Curve) 0, 964.

Kadar sFlt-1 > 741,5 pg/ml Kadar sFlt-1 < 741,5 pg/ml Kadar sFlt-1 ˂ 741,5 pg/ml Kadar sFlt-1 > 741,5 pg/ml Abortus Iminens 6-10 mgg Hamil normal 6-10 mgg

(48)

48

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

4.2.1 Lokasi penelitian

Penelitian dilaksanakan di Poliklinik dan IRD Kebidanan RSUD Sanjiwani Gianyar

4.2.2 Waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan dari bulan Agustus 2012 sampai dengan Januari 2013

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1 Populasi penelitian

Semua ibu hamil dengan umur kehamilan 6-10 minggu yang datang ke RSUD

Sanjiwani Gianyar.

4.3.2 Sampel penelitian

Semua ibu hamil dengan umur kehamilan 6-10 minggu dengan abortus iminens sebagai kasus dan kehamilan normal sebagai kontrol yang memenuhi kriteria inklusi.

4.3.2.1 Kriteria inklusi kasus :

1. Kehamilan intra uteri hidup dengan umur kehamilan 6 – 10 minggu dengan abortus iminens.

2. Janin tunggal

3. Umur 1bu 16-40 tahun

Kriteria inklusi kontrol : kehamilan dari ibu umur 16-40 tahun, janin tunggal dengan umur kehamilan 6-10 minggu, kehamilan normal.

(49)

49 4.3.2.2 Kriteria eksklusi kasus:

1. Kehamilan mola

2. Ada kelainan rahim (mioma uterus, kelainan bentuk uterus)

4. Riwayat abortus provokatus pada kehamilan ini

4.3.2 Pemilihan sampel

Pemilihan sampel ini dilakukan dengan cara concecutive sampling dimana setiap ibu hamil dengan abortus iminens yang memenuhi kriteria inklusi ditetapkan sebagai kasus dan ibu hamil normal sebagai kontrol sampai jumlah sampel yang diperlukan dipenuhi

4.3.4. Perhitungan Besar Sampel

Penelitian berdasarkan asumsi :

Tingkat kesalahan tipe I (α) dipergunakan 0,05 → Za = 1,960 Power penelitian 80%→ Zβ = 0,842

Proporsi abortus iminens pada kontrol 35%. p1 = 0.35 Rasio odds yang bermakna : 2

2 2 1 2 2 2 1 1 ) ( ) 2 ( 2 1 P P Q P Q P Z PQ Z n n       

Berdasarkan perhitungan diperlukan sampel minimal pada kasus dan kontrol sebanyak 30 orang.

(50)

50 4.4 Variabel dan Difinisi Operasional Variabel

1. Soluble Flt-1 adalah singkatan dari soluble Fms like tyrosine kinase 1, merupakan reseptor dari Vascular Endothel Growth Factor (VEGF) 1 antiangiogenesis yang berada dalam bentuk bebas didalam darah yang dikeluarkan oleh jaringan trophoblas yang sedang tumbuh

2. Kadar sFlt-1 : pemeriksaan darah ibu yang diambil dari darah vena umur 6 – 10 minggu dengan metode Eliza , satuan mg / ml

3. Abortus iminens adalah kehamilan mulai umur 6 minggu sampai dengan 10 minggu, mengalami perdarahan pervaginam yang berasal dari uterus, disertai sakit perut atau tidak, uterus membesar sesuai umur kehamilan, tanpa adanya pembukaan serviks dengan tes kehamiian masih positif, inspikulo tidak ada kelainan sebagai penyebab perdarahan dari vagina atau serviks, dimana hasil konsepsi masih di dalam uterus yang dibuktikan dengan USG dengan telah ditemukan fetus dengan denyut jantung janin dengan atau tanpa adanya perdarahan sub khorionik di Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD Sanjiwani Gianyar

4. Hamil normal adalah kehamilan mulai umur 6 minggu sampai dengan 10 minggu dimana telah dijumpai kantong kehamilan dengan fetal pole pada umur kehamilan 6 minggu dengan fetal heart beat dengan USG

(51)

51

transabdominal atau transvaginal di Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD Sanjiwani Gianyar.

5. Kehamilan mola hidatidosa adalah kehamilan pada umur kehamilan 6 minggu sampai 10 minggu yang ditandai dengan adanya gejala klinis berupa: riwayat amenore, perdarahan pervaginam atau tidak, disertai keluarnya gelembung mola atau tidak, dengan besar uterus umumnya lebih besar dari umur kehamilan, tidak ditemukan detak jantung, dengan pemeriksaan USG sesuai dengan gambaran honey comb appearance (sarang tawon).

6. Kehamilan muda dengan kelainan uterus adalah kehamilan mulai umur 6 minggu sampai dengan 10 minggu dengan kelainan bawaan pada uterus berupa uterus didelphys yaitu dua buah uterus terpisah sama sekali disertai dua serviks uteri dengan sebuah septum vertikal pada bagian atas vagina, yang ditemukan pada pemeriksaan inspikulo dan dibuktikan dengan USG dimana tampak dua buah uterus yang terpisah. Kelainan lain yaitu mioma uterus yaitu tumor jinak yang betasal dari miometrium yang diketahui dari pemeriksaan palpasi atau inspikulo dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan USG.

7. Abortus provokatus adalah jenis abortus yang sengaja dibuat/dilakukan pada kehamilan ini baik dengan menggunakan obat-obatan maupun secara

(52)

52

mekanis dengan memasukkan benda asing kedalam osteum uteri eksternum yang didapatkan dengan wawancara pengakuan pasien atau adanya bukti tindakan tersebut (misalnya ada korpus alienum pada uterus atau vagina)

8. Umur ibu merupakan jumlah tahun komplit umur ibu hamil yang dihitung dari tanggal lahir atau yang tercantum dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP).

9. Umur kehamilan merupakan jumlah minggu komplit yang dihitung dari hari pertama haid terakhir (HPHT) atau berdasarkan hasil pemeriksaaan USG yang dilakukan sebelum umur kehamilan 12 minggu. Apabila terdapat ketidaksesuaian antara umur kehamilan dari HPHT dan dari USG maka umur kehamilan yang dipakai adalah dari USG.

10. Paritas adalah jumlah anak lahir hidup yang dialami oleh ibu hamil sebelum kehamilan yang sekarang.

4.5 Alur Penelitian

Dilakukan penapisan dan apabila memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi dilakukan konseling dan menandatangani inform concent. Selanjutnya dilakukan pengambilan sampel darah ibu untuk pemeriksan kadar sFlt-1. Selanjutnya semua sampel penelitian dikelola sesuai dengan Pedoman Terapi Lab/SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan FK UNUD / RSUP Sanglah Denpasar.

(53)

53

Langkah-langkah yang dilakukan pada sampel adalah:

1. Anamnesis meliputi nama, umur, hari pertama haid terakhir, riwayat keguguran sebelumnya, riwayat pemeriksaan ginekologi sebelumnya, riwayat abortus provokatus.

2. Pemeriksaan fisik meliputi kesadaran, berat badan dan tinggi badan, tekanan darah dan pemeriksaan fisik umum dan ginekologi, pemeriksaan laboratorium yaitu tes kehamilan (bila belum dikerjakan sebelumnya) serta USG sesuai prosedur tetap.

3. Pemeriksaan tekanan darah

Penderita berbaring santai minimal 5 menit sebelum pengukuran dimulai. Tekanan darah diukur pada bagian tengah lengan kiri dengan menggunakan tensimeter air raksa. Tekanan darah sistolik ditentukan dengan teknik Korotkof 1 (saat pertama terdengar detak nadi) dan tekanan diastolik dengan teknik Korotkof V (hilangnya detak nadi).

4. Dilakukan pengambilan darah vena dari vena cubiti sebanyak 6 cc untuk pemeriksaan kadar sFlt-1 plasma. Sampel darah yang ada diberi label identitas sesuai nomor urut kasus dan kontrol. Selanjutnya sampel akan dikirim ke laboratorium Prodia untuk dilakukan pemeriksaan kadar sFlt-1. Karena perkiraan kasus tidak didapatkan dalam tempo singkat dan dengan pertimbangan efektifitas kit dan efisiensi biaya, sampel serum akan disimpan dalam penyimpanan khusus dan dilakukan pemeriksaan setelah kehamilan 20 minggu dan jumlah sampel mencukupi.

(54)

54

Bagan 4.1 Bagan Alur penelitian Populasi terjangkau yang memenuhi kriteria insklusi

Informed consent Informed Consent Abortus iminens UK 6 -10 mgg Hamil normal Ibu hamil yang datang ke Poliklinik dan

IRD Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUD Sanjiwani Gianyar

Kadar sFlt-1 < 741,5 pg/ml Kadar sFlt-1 > 741,5 pg/ml Analisa Data Kadar sFlt-1 < 741,5 pg/ml Kadar sFlt-1 741,5 pg/ml

(55)

55

5. Pemeriksaan sFlt-1 plasma. Dikerjakan dengan metode Elisa dengan kit Elecsys sFlt-1 dari Roche Diagnostic GmBH Manhein, dengan analisa kadar setiap sampel dalam pg/ml, dengan batas deteksi 10 – 85000 pg/ml.

3.6 Prosedur Pemeriksaan

1. Plasma diambil 6 cc dari darah dan dimasukkan ke tabung tanpa EDTA kemudian ditutup dan dimasukkan ke dalam dry ice kemudian dikirim ke Laboratorium untuk dilakukan persiapan penyimpanan. Dengan pertimbangan stabilisasi bahan pengambilan sampai penyimpanan dilakukan kurang tiga jam pada suhu kamar : 18- 25, dan bila tidak memungkinkan dibawa dalam tiga jam bahan disimpan dalam almari pendingin dengan suhu 2 - 8 dengan stabilisasi delapan jam.

2. Persiapan penyimpanan di Laboratorium Prodia Denpasar : Dengan menggunakan serum separator tube (SST) dibiarkan sampel membeku selama 30 menit sebelum dilakukan sentrifugasi pada putaran 1000 x g selama 15 menit. Sampel disimpan dalam suhu - 70 C dengan stabilitas 6 bulan (sesuai kit insert).

3. Prosedur pemeriksaan Elisa : 1. Persiapan reagen sesuai standar

2. Tambahkan 100µL assay diluents RD1-22 pada sampel sediaan

3. Tambahkan 100 µL standar, kontrol atau sampel masing-masing. Inkubasi selama 2 jam

(56)

56 4. Aspirasi dan cuci sebanyak 4 kali

5. Tambahkan masing-masing 200 µL conjugate 6. Inkubasikan lagi selama 2 jam

7. Aspirasi dan cuci 4 kali

8. Tambahkan masing-masing 200 µL substrat solution dan inkubasikan selama 30 menit. Hindari dari cahaya

9. Tambahkan masing-masing 50 µL stop solutions 10. Baca pada densitas optic 450 nm dalam 30 menit.

4.7 Analisis Data

Data akan dianalisa dengan menggunakan komputer program Statistical

Product and Service Solution (SPSS) for windows versi 17.0. Uji hipotesis untuk

mengetahui perbedaan rerata kadar sFlt-1 pada abortus iminens dan kehamilan normal digunakan independent t-test

Untuk mengetahui hubungan antara kadar sFlt-1 dengan terjadinya abortus iminens dilakukan perhitungan rasio odds. Analisis kemaknaan rasio odds akan di uji dengan uji chi-square pada tingkat kemaknaan α = 0,05.

(57)

57

BAB V

HASIL PENELITIAN

Dalam periode penelitian didapatkan 65 kasus abortus iminens dan yang memenuhi kriteria insklusi sebanyak 41 kasus, tetapi empat kasus sediaan serum mengalami lisis sehingga analisa tidak dilakukan. Analisa data dilakukan sebanyak 82 orang sampel, terdiri atas 37 orang kelompok abortus iminens dan 45 orang lainnya kelompok kontrol (kehamilan normal).

5.1 Karakteristik Sampel Penelitian

Data karakteristik subjek pada kedua kelompok disajikan pada Tabel 5.1. Tabel 5.1

Karakteristik Subjek Penelitian pada Kelompok Kasus dan Kelompok Kontrol

Variabel Kelompok p

Kasus (37) Kontrol(45)

Umur (tahun) 28.14±5.574 27.84±4.917 0,803

Riwayat Abortus (n/%) 3 (8,1) 8 (17,7) 0,201

BMI 23,07 ±3,119 22,52 ± 2,816 0,405

Umur Kehamilan (hari) 55.896.781± 58.00± 8.450 0,224

Tabel 5.1 di atas menunjukkan bahwa dengan uji t-independent didapatkan nilai p > 0,05 pada keempat variabel, hal ini berarti bahwa tidak ada perbedaan rerata

(58)

58

umur ibu, riwayat abortus, BMI, dan umur kehamilan antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol.

5.2 Rasio odds Kadar sFlt-1 Rendah pada Abortus Iminens Dibandingkan Kehamilan Normal

Rerata kadar sFlt-1 pada kelompok abortus iminens adalah 784,89 pg/ml dan pada kelompok kontrol adalah 1191,67 pg/ml. Rasio odds kadar sFlt-1 rendah pada abortus iminens dibandingkan kehamilan normal bisa dilihat pada tabel 5.2.

Tabel 5.2

Rasio odds kadar sFlt-1 rendah pada abortus iminens dibandingkan kehamilan normal Klinis Abortus Iminens Kehamilan Normal OR IK 95% p Kadar sFlt-1 rendah 16 8 3,524 1,292-9,612 0,012 Kadar sFlt-1 normal 21 37

Berdasarkan tabel diatas didapatkan kadar sFlt-1 yang rendah 3,5 kali lebih besar risiko menjadi abortus iminens dibandingkan kehamilan normal (RO 3,524 IK95% 1,292-9,612, p=0,012).

(59)

59

PEMBAHASAN

6.1 Karakteristik Subyek

Dari hasil penelitian didapatkan rerata umur ibu kelompok kasus adalah 28,14±5,574 dan rerata kelompok kontrol adalah 27,84 ±4,917, dengan nilai p = 0,803. Hal ini berarti bahwa tidak ada perbedaan umur antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol. Riwayat abortus didapatkan pada 3 kasus untuk kelompok kasus dan 8 untuk kelompok kontrol p=0,201 bahwa tidak ada perbedaan riwayat abortus antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol. Tidak ada kasus dengan abortus habitualis pada kedua kelompok. Pengukuran BMI pada kelompok kasus dan kelompok kontrol masing-masing 23,07 ±3,119 dan 22,52 ± 2,816 dengan nilai p=0,405. Sedangkan umur kehamilan, didapatkan rerata umur kehamilan kelompok kasus adalah 56,54 ± 7,415 hari dan rerata kelompok kontrol adalah 57,56 ± 9,022 hari dengan nilai p = 0,585. Hal ini berarti bahwa tidak ada perbedaan umur kehamilan antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol. Berdasarkan hasil tersebut, karakteristik subyek tidak berpengaruh terhadap terjadinya abortus sehingga perannya dapat diabaikan.

Gambar

Gambar  2.1    Permukaan  uteroplasenta  awal  dan  akhir  timester  satu  (Jauniaux  dkk,  2006)
Gambar 2.2  Efek dari syncytiotrophoblastik oxidative stress terhadap abortus  (Jauniaux dkk, 2000)
Gambar  2.3.  Scatter  plot  tingkat  sirkulasi  reseptor  serum  soluble    VEGF  1  (sFlt-1)  pada berbagai kelompok wanita dengan kisaran median dan interkuartil

Referensi

Dokumen terkait

metode memasak makanan dengan menggunakan sedikit minyak atau lemak yang hanya menempel pada permukaan wajan atau alat pemanas. Lemak dipanaskan dengan panas yang relatif

Service NilaiPel digunakan untuk memberikan nilai balik terhadap user berupa rangkuman dari nilai tugas dan absensi pelajaran dari kelas tertentu yang diajar

Pada waktu tahun kelima, seorang sertifikan dapat melakukan sertifikasi ulang melalui ujian ATAU dengan cara mengumpulkan poin-poin pengakuan pendidikan berkelanjutan

Dari percobaan, ketika nilai Kd terlalu kecil maka kemampuan meredam error negatif untuk mendekati jarak yang dimasukkan akan semakin kecil; seperti pada percobaan mencari nilai

Hasil rekonsiliasi antara data penerimaan menurut MPN dan data penerimaan menurut Kas Umum Negara pada Sistem Akuntansi Umum (SAU) menunjukkan adanya perbedaan

Dari data empirik menyatakan melalui penerapan metode Cooperative Script dapat meningkatkan hasil belajar bahasa Indonesia materi menceritakan kembali isi cerpen

Analisis hasil uji sondir untuk mengetahui peningkatan kekuatan tanah sangat lunak di lokasi Gate House Kali Semarang bertujuan untuk menentukan jenis tanah dan daya dukung