• Tidak ada hasil yang ditemukan

B A B I P E N D A H U L U A N

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "B A B I P E N D A H U L U A N"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1.1. Latar Belakang Penelitian

Pemerintah suatu negara, terutama Indonesia dalam melaksanakan kegiatannya memerlukan dana yang jumlahnya semakin tahun semakin meningkat . Perkembangan perekonomian global,seperti AFTA 2003 maupun APEC 2010 ikut memacu pemerintah dalam membenahi semua sektor perekonomian. Dalam membenahi berbagai sektor tersebut diperlukan dana yang tidak sedikit jumlahnya, dan ironisnya akhir-akhir ini pemerintah terlihat sangat sibuk dalam membenahi sektor penerimaan negara yang jumlah defisitnya mencapai angka puluhan milyaran rupiah. Peningkatan penerimaan luar negeri berupa ekspor dan penerimaan dalam negeri, terutama penerimaan pajak, sangatlah penting, mengingat fungsi pajak yang salah satunya adalah sebagai fungsi budgetair, yaitu pajak adalah sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya. Dari penerimaan dikedua sektor tersebut diharapkan akan tercapai fundamental ekonomi yang kuat, yang dilandasi oleh kemandirian pembiayaan negara atau self funding buget.

Penerimaan dalam negeri berupa pajak telah menjadi sektor yang sangat penting dan akan selalu meningkat jumlahnya dari tahun ke tahun (Rp.272.175.10 dalam APBN 2004 jadi Rp.297.510.0 dalam RAPBN 2005). Upaya kearah kemandirian pembiayaan tersebut telah dilakukan pemerintah melalui pembaharuan peraturan perpajakan yang diharapkan dapat memperluas obyek dan juga subyek pajak, tetapi harus tetap dalam kerangka asas keadilan (dapat melalui ekstensifikasi, intensifikasi) pemungutan pajak dan meningkatkan presentase tax ratio. Bentuk pembaharuan perpajakan yang ditempuh pemerintah adalah dengan melakukan perubahan peraturan-peraturan perpajakan, khususnya

(2)

Undang-Undang Perpajakan. Pemerintah telah mengeluarkan lima perubahan UU perpajakan yang baru yang berlaku mulai 1 Januari 2001, meliputi UU No.16 Th.2000 tentang ketentuan umum dan Tata cara Perpajakan, UU No.17 Th.2000 tentang Pajak Penghasilan, UU No.18 Th.2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, UU No.19 Th.2000 tentang Penagihan dengan Surat Paksa, UU No.20 Th.2000 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Salah satu bentuk pembaharuan yang mendasar adalah perubahan sistem pemungutan pajak dari sistem official assessment ke sistem self assessment . Dalam sistem baru ini wajib pajak mempunyai kewajiban untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri kewajiban pajaknya. Dengan system ini diharapkan adanya partisipasi aktif dari masyarakat untuk memenuhi kewajibannya dengan baik dan benar, dan administrasi perpajakan dapat dilaksanakan dengan rapi, terkendali, sederhana dan mudah dipahami oleh anggota masyarakat wajib pajak. Pembebanan pajak oleh pemerintah kepada wajib pajak, pada hakekatnya merupakan perwujudan dari pengabdian dan kewajiban serta peran serta wajib pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan yang diperlukan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Namun satu hal yang harus diingat, bahwa pajak bukan suatu iuran yang sifatnya sukarela, melainkan iuran yang sifatnya dapat dipaksakan. Hal ini menimbulkan kecenderungan pada wajib pajak untuk meminimalkan besarnya pajak yang harus dibayarkan kepada negara.

Agar self assessment dapat berjalan dengan baik, dituntut kepatuhan dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Kewajiban perpajakannya yaitu menghitung, menyetor, dan melapor. Untuk menjadi patuh diperlukan kesadaran yang tinggi dari wajib pajak, tetapi tidak selamanya kepatuhan ini akan konsisten. Fiskus menyadari hal ini, oleh sebab itu fiskus diberikan kewenangan untuk

(3)

dilakukan secara selektif sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh pemerintah dalam hal ini Direktorat Jendral Pajak, agar tingkat kepatuhan (Wajib pajak orang pribadi dan badan) dalam melaksanakan kewajiban perpajakan akan semakin ditegakkan.

Selain kesadaran yang tinggi, diperlukan pemahaman tentang ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan agar wajib pajak menjadi patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakan (patuh dalam ketepatan pelaporan, maupun tingkat kebenaran pengisian SPT). Kurangnya pemahaman akan ketentuan peraturan perpajakan akan dapat berakibat kesalahan penyusunan SPT yang dianggap sebagai ketidakpatuhan memenuhi kewajiban perpajakannya. Sistem Self assessment juga memberikan peluang untuk melakukan penyelundupan pajak. Tanpa adanya pemeriksaan SPT serta tidak ada ketegasan dari instansi pajak berkenaan dengan SPT yang tidak benar, maka ketidak patuhan tersebut akan berkembang sedemikian rupa sehingga mencapai suatu tingkat dimana sistem perpajakan akan lumpuh.

Berkenaan dengan hal di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Korelasi Antara Pemeriksaan Pajak (Tax Audit) Dengan

Kepatuhan Wajib Pajak (Tax Payer Compliance) dalam Memenuhi Kewajiban Pajaknya” pada Kantor Pelayanan Pajak Bandung Cicadas

1.2. Identifikasi Masalah

Berkaitan dengan judul di atas, penulis mengidentifikasikan permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah terdapat keterkaitan antara pemeriksaan pajak yang dilakukan dengan kepatuhan wajib pajak.

(4)

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah

1. Untuk mengetahui ada tidaknya keterkaitan antara pemeriksaan pajak dengan kepatuhan wajib pajak

2. Untuk mengetahui seberapa besar korelasi tingkat kepatuhan wajib pajak dengan pemeriksaan pajak

1.4. Kegunaan penelitian

Penelitian ini diharapkan akan berguna

1. Bagi penulis, untuk memperluas ilmu dan wawasan tentang praktwk perpajakan dan untuk memenuhi syarat dalam menempuh ujian siding sarjana ekonomi pada Universitas Widyatama

2. Bagi ilmu pengetahuan, penelitian ini diharapkan menambah wacana perpajakan terutama dalam hal masalah kepatuhan Wajib pajak dan pemeriksaan pajak

3. Bagi Direktorat Jendral Pajak, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sedikit masukan yang dapat berguna sebagi bahan pertimbangan pengambilan keputusan terutama dalam hal pemeriksaan pajak

1.5. Rerangka pemikiran

Ada dua hal yang tidak dapat dihindari oleh setiap orang selama hidupnya, yaitu “kematian” dan “Pajak”. Kematian, jelas bahwa semua makhluk akan merasakan kematian, tetapi mengapa pajak juga, Karena hampir seluruh kehidupan perorangan dan perkembangan dunia bisnis dipengaruhi oleh pembayaran pajak atau minimal dipengaruhi oleh ketentuan perundang-undangan perpajakan yang tidak mungkin juga dapat dihindari seperti halnya kematian.

(5)

peraturan perpajakan yang berlaku, namun jika usaha meminimalkan kewajiban perpajakan ditempuh dengan cara menerobos peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, maka jelas hal tersebut akan mendapat sanksi dari pemerintah, sesuai dengan tingkat kesalahan yang diperbuat.

Membayar pajak bukanlah merupakan tindakan yang sederhana. Pada dasarnya tidak seorangpun yang senang membayar pajak, karena mungkin pembayaran pajak tidak mendapatkan kontraprestasi langsung bagi si pembayar pajak. Dalam khasanah literarur perpajakan dikenal dua cara untuk meminimalkan pembayaran pajak, yaitu:

Wajib pajak selalu berusaha untuk membayar pajak yang terhutang sekecil mungkin, sepanjang hal itu dimungkinkan oleh ketentuan peraturan perundang-undang perpajakan (tax avoidance)

Wajib pajak cenderung untuk menyelundupkan pajak, yaitu usaha penghindaran pajak yang terhutang secara illegal, sepanjang wajib pajak tersebut mempunyai alasan yang meyakinkan bahwa akibat dari perbuatan kemungkinan besar mereka tidak akan dihukum serta yakin pula bahwa rekan-rekannya melakukan hal yang sama (tax evasion)

Kecenderungan-kecenderungan yang dimaksud dalam khasanah literatur perpajakan tersebut diatas dapat diatasi, bila dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tercantum dengan tegas mengenai hak,kewajiban dan sanksi, baik yang menyangkut pembayar pajak maupun aparat perpajakan serta usaha-usaha untuk menutupi sejauh mungkin lubang-lubang (loopholes) yang akan digunakan oleh pembayar pajak untuk melakukan penghindaran pajak dan penyelendupan pajak disatu pihak serta penyalahgunaan wewenang oleh petugas pajak di lain pihak.

Sehingga wajarlah apabila pemerintah mengambil beberapa tindakan untuk mencegah kebocoran/kerugian pajak tersebut atau tindakan-tindakan lainnya yang mendorong kepatuhan Wajib Pajak memenuhi terhadap kewajiban perpajakannya dan

(6)

untuk menimbulkan respek terhadap aparat pajak adalah dengan melakukan pemeriksaan

Menurut Pasal 29 ayat 1 UU No.16 Tahun 2000, yang berbunyi:

“Direktorat Jendral Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk

menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”.

Menurut Erly Suandy, tujuan dari pemeriksaan pajak adalah dimaksudkan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan yang telah dilaksanakan atas dasar sistem self assessment, yang secara operational dilaksanakan melalui upaya:

1. Peningkatan pelayanan terhadap Wajib Pajak dalam hal Surat Pemberitahuan dari Wajib Pajak menunjukan adanya kelebihan bayar untuk diperhitungkan sebagai piutang pajak

2. Pengawasan dan pembinaan kepatuhan pemenuhan kewajiban dalam memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan

3. Pengujian terhadap kelengkapan maupun kebenaran materialitas pengujian SPT dari WP

4. Penentuan kepastian tentang kondisi WP yang sebenarnya, baik dari segi administrasi maupun potensi fiskalnya

Seperti telah disebutkan, pemeriksaan pajak merupakan salah satu alat untuk mensukseskan sistem self assessment, yang memilki tujuan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka memberikan kepastian hukum, keadilan dan pembinaan kepada WP. Kepatuhan tersebut dapat dilihat dari pelaporan SPT yang disampaikan tepat waktu, diisi dengan benar, lengkap, dan jelas, (Pasal 3 ayat ( 3 ) )

(7)

Apabila terdapat ketidak benaran dalam pengisian SPT dimana WP tidak mengungkapkan kondisi yang sebenarnya, dan WP tidak memenuhi himbauan untuk melakukan pembetulan atau pengungkapan ketidakbenaran dimaksud, maka Direktorat Jendral Pajak (DJP) akan melakukan upaya law enforcement berupa sanksi administrasi

Dengan adanya upaya law enforcement berupa sanksi administrasi, diharapkan tingkat kepatuhan WP dalam memenuhi kewajiban perpajakannya meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan penerimaan pajak. Sesuai dengan Pasal 7 ayat (1) yang berbunyi :

“Untuk kepentingan tertib administrasi perpajakan dan untuk menjaga disiplin wajib pajak, bagi wajib pajak yang dalam batas waktu yang ditentukan tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan, maka dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) untuk SPT Masa dan sebesar Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk SPT Tahunan”

(8)

Skema Pemeriksaan atas Surat Pemberitahuan Pajak Auditor Pajak Memeriksa Bukti-bukti Pendukung Menentukan Kesesuaian dengan Kriteria yang Ditetapkan Laporan Mengenai Kekeliruan dan Penyimpangan

Peraturan Pajak dan Interprestasinya

SPT Pajak yang Diarsip oleh Wajib

Pajak Mengumpulkan dan

Mengevaluasi Bahan Bukti

Sumber: Alvin A. Arens, James K. Loebbecke, Auditing sebuah Pendekatan Terpadu, Edisi Indonesia, Salemba Empat-Prentince/Hall International Inc.1996

Mengingat pokok-pokok pemikiran diatas maka tindakan pemeriksaan perlu dilakukan. Hal ini terlepas dari tingkat kepatuhan dari Wajib pajak itu sendiri dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Berdasarkan uraian tersebut di atas disusunlah hipotesis sebagai berikut : “Terdapat korelasi

yang positif antara pemeriksaan pajak dengan kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya”

1.6. Metodologi Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan metode survei, mengingat perusahaan yang diteliti relatif sedikit dibandingkan dengan perusahaan yang telah diperiksa laporan pajaknya oleh Direktorat Jendral Pajak.

(9)

dan diproses lebih lanjut dengan alat bantu teori-teori yang telah diperoleh dan dipelajari sebelumnya, sehingga dari data tersebut dapat dilakukan anakisis untuk kemudian ditarik kesimpulan mengenai masalah yang sedang diteliti.

Dalam mengumpulkan data, cara-cara yang digunakan adalah sebagai berikut: Pengumpulan Data Primer

Data primer diperoleh dan dikumpulkan dengan cara melakukan observasi langsung di Kantor Pelayan Pajak Bandung di Jalan Soekarno Hatta No. 781, sedangkan teknik untuk mengumpulkan data primer dilakukan dengan cara sebagai berikut :

Melakukan wawancara dengan para pejabat yang berwenang dengan pelaksanaan pemeriksaan pajak, guna mendapatkan keterangan dan data yang diperlukan serta yang berkaitan dengan masalah penelitian

Mempelajari dan menganalisis dokumen-dokumen dan catatan-catatan yang berhubungan dengan penelitian

Pengumpulan data Sekunder

Data sekunder diperoleh dan dikumpulkan melalui studi literatur atau studi kepustakaan, sedangkan teknik pengumpulan data sekunder ini adalah dengan mendapatkan berbagai literatur dan referensi serta data hasil olahan yang berhubungan dengan akuntansi dan perpajakan. Data yang telah diperoleh ini lalu diteliti serta dikaji guna memperoleh dasar-dasar teori yang dapat digunakan untuk mendukung dan menunjang penelitian yang dilakukan penulis.

(10)

1.7. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Kantor Pelayanan Pajak Bandung Cicadas Jl. Soekarno Hatta No. 781. Lamanya penelitian diperkirakan memerlukan waktu tiga bulan, yakni mulai dari pengumpulan data, hingga selesainya penyusunan hasil penelitian ini.

Referensi

Dokumen terkait

Perkembangan pasca kemerdekaan mungkin dapat dimulai dari tahun 1950an yang ditandai dengan berdirinya perpustakaan baru. Pada tanggal 25 Agustus 1950 berdiri perpustakaan

Kandungan amonia berlebih dalam larutan sintesis urea yang keluar dari  stripper  akan naik bila  stripper  dioperasikan pada tekanan yang lebih tinggi.. Apabila

Memahami pernyataan dan ingkarannya, menentukan nilai kebenaran pernyataan majemuk, serta mampu menggunakan prinsip logika matematika dalam pemecahan masalah yang

142 D.3 Hasil Perhitungan Dampak Pengganda Total Pendapatan Tabel Input Output Kabupaten Jember Tahun 2010 Transaksi Domestik Atas Dasar Harga Produsen Updatting Tahun

Undang-Undang Republik Indonesia 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Undang-Undang Republik Indonesia nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan. Undang-undang Nomor 16 Tahun

Dengan menerapkan postulat geodesik Einstein pada tera vierbein di dalam untingan kerangka Lorentz (orthonormal) terbatasi, ungkapan asas kesetaraan yang tepat secara fisis

Hasil dari penelitian ini diharapkan memeberikan manfaat kepada pembaca mengenai problematika kehidupan yang dialami masyarakat Timur Tengah dengan melihat pandangan

Ujicoba terhadap sistem dilakukan biasanya setelah pengetesan program. Ujicoba sistem dilakukan untuk memeriksa dan memastikan bahwa komponen-komponen program atau tiap-tiap