• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN ASAS KOVARIANSI UMUM DAN ASAS KESETARAAN MELALUI KONSEP UNTINGAN KERANGKA ORTHONORMAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN ASAS KOVARIANSI UMUM DAN ASAS KESETARAAN MELALUI KONSEP UNTINGAN KERANGKA ORTHONORMAL"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

TINJAUAN ASAS KOVARIANSI UMUM DAN ASAS

KESETARAAN MELALUI KONSEP UNTINGAN KERANGKA

ORTHONORMAL

Muhammad Ardhi Khalif 01/147165/PA/08528

Departemen Pendidikan Nasional Universitas Gadjah Mada

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Yogyakarta

(2)

KESETARAAN MELALUI KONSEP UNTINGAN KERANGKA

ORTHONORMAL

Muhammad Ardhi Khalif 01/147165/PA/08528

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

derajat Sarjana S1 Program Studi Fisika pada Jurusan Fisika

Departemen Pendidikan Nasional Universitas Gadjah Mada

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Yogyakarta

(3)

SKRIPSI

TINJAUAN ASAS KOVARIANSI UMUM DAN ASAS

KESETARAAN MELALUI KONSEP UNTINGAN KERANGKA

ORTHONORMAL

Muhammad Ardhi Khalif 01/147165/PA/08528

Dinyatakan lulus ujian skripsi oleh tim penguji pada tanggal 19 Januari 2007

Tim Penguji

Dr.rer.nat. M. Farchani Rosyid Drs. Harsojo, SU., M.Sc.

Pembimbing I Penguji I

Juliasih Partini, M.Si. Penguji II

(4)
(5)

abbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbc d d d d d d d d d d d d d d d

Ilmu itu ibarat harta karun, dan kunci untuk menggalinya adalah kesediaan untuk bertanya. Karena itu, bertanya kamu sekalian hal-hal yang tidak

kamu ketahui. Sesungguhnya dalam proses tanya jawab tersebut akan diberikan pahala oleh Allah pada 4 golongan: orang yang bertanya, orang

yang menjawab, orang yang mendengarkan dan orang yang mencintai mereka. (HR. Abu Na’im dari Ali bin Abi Thalib)

e e e e e e e e e e e e e e e fgggggggggggggggggggggggggggggggggggh iv

(6)

Nya yang diturunkan, lewat lisan Nabi Muhammad saw. utusan-Nya. Melalui kitab itu dinyatakan, bahwa Dia adalah Esa dalam Dzat-Nya, tiada sekutu bagi-Nya; Ma-ha tunggal yang tiada misal bagi-Nya, waMa-hana bergantungnya makhluk yang tiada tandingan-Nya, Yang Manunggal tiada keraguan bagi-Nya; Maha Dahulu tiada per-mulaan bagi-Nya, Azali tiada awal bagi-Nya, Maha kekal tiada akhir, Maha Langgeng tiada pangkal akhir, Maha Pemelihara dan tiada yang melawan-Nya, Maha Abadi tia-da yang menentang-Nya. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah bagi junjungan kita Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam beserta segenap sahabat dan kelu-arganya serta para pengikutnya yang setia hingga hari kiamat nanti.

Alhamdulillah, akhirnya setelah melalui perjalanan yang cukup berliku dan penuh dengan tantangan (hambatan), penulis dengan izin Allah dapat menyelesaikan karya kecil ini untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana fisika di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia. Penulis merasa bersyukur kepada Allah atas rahmat-Nya memberikan kesempatan kepada penulis untuk men-empuh pendidikan di jenjang universitas, khususnya program studi fisika. Setelah be-berapa waktu kemudian penulis menyadari bahwa melalui ilmu fisika inilah banyak tanda-tanda kebesaranNya ditampakkan kepada penulis.

Kepada seluruh dosen dan staf di jurusan fisika UGM penulis mengucap-kan rasa terimakasih atas semua bantuan yang diperoleh penulis dari semenjak awal penulis mulai kuliah. Kepada Prof. Drs. Muslim Ph.D. dan Mirza Satriawan Ph.D. penulis ucapkan terimakasih atas teladan yang diberikan dan atas beberapa kesem-patan tanya jawab yang diberikan. Khusus kepada Dr.rer.nat Muhammad Farchani Rosyid penulis merasa sangat berterimakasih atas kesempatan pembimbingan yang

(7)

vi

penulis peroleh. Penulis merasa bersyukur dapat menimba ilmu dari bapak. Semoga Allah membalas semua amal baik bapak pada penulis.

Kepada uda Rahman dan teteh Yuyum, Arif dan Fajri, Aini serta Zahra, penulis bersyukur kepada Allah memiliki keluarga ini. Terimakasih atas dukungan dan ban-tuannya yang sangat berarti bagi penulis dalam menyelesaikan kuliah dan khususnya skripsi ini. Semoga Allah merahmati kita semua.

Adalah kedua orang tua penulis, ayahanda dr. Muslim M dan ibunda Nurha-yani, yang telah mencurahkan seluruh kasih sayangnya yang takkan mampu penulis membayarnya meskipun dengan nyawa sekalipun dan memberikan restu sehingga penulis dapat menyelesaikan studi sebagai bekal perjalanan selanjutnya. Hanya do’a tulus yang mampu ananda panjatkan pada Allah,

"Ya Allah, kasihilah kedua orang tua ku sebagaimana mereka telah

men-gasihiku semenjak aku dalam rahim. Berikanlah perlindungan-Mu dalam setiap langkah mereka dan muliakanlah mereka di dunia maupun di akhirat. Amin...".

Kepada Latief Rahmawati yang telah dengan sabar menemani penulis dalam berbagai macam kondisi dan memberikan cinta tulusnya, penulis merasa bersyukur dapat bersamamu. Tak akan penulis sia-siakan semua yang telah kita jalani. Semoga Allah selalu membimbing kita untuk menempuh hidup yang lebih baik.

Kepada teman-teman di kelompok "underground" mathematical physics, ter-imakasih atas semua bantuan dan dukungannya kepada penulis. Teruslah berseman-gat, agar bendera mathematical physics yang ditancapkan pak Rosyid di UGM tetap berkibar.

Kepada pihak-pihak lain yang tidak tersebutkan satu-persatu dalam halaman ini yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini, penulis ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya. Semoga Allah selalu membimbing kita semua.

(8)

Akhirnya, karena bahkan untuk disebut gading saja tidak pantas, penulis mem-ohon maaf atas kekurangan-kekurangan yang ada dalam skripsi ini. Semoga di balik kekurangan yang tampak masih ada manfaat bagi kita semua.

Yogyakarta, 15 Januari 2007

(9)

DAFTAR ISI

Halaman Judul i

Halaman Pengesahan ii

Halaman Persembahan iii

Halaman Motto iv

PRAKATA v

INTISARI xi

ABSTRACT xii

I PENDAHULUAN 1

1. Latar Belakang Masalah . . . 1

2. Perumusan Masalah . . . 3

3. Ruang Lingkup Kajian (batasan masalah) . . . 3

4. Tujuan Penelitian . . . 4

5. Tinjauan Pustaka . . . 4

6. Sistematika Penulisan . . . 5

7. Metode Penelitian . . . 6

II TINJAUAN SINGKAT TEORI RELATIVITAS UMUM 7 1. Asas Kovariansi Umum . . . 7

2. Asas Kesetaraan . . . 9

3. Model Manifold Lorentzian untuk ruang-waktu TRU . . . 10

(10)

III UNTINGAN SERAT UTAMA, HUBUNGAN DAN KELENGKUNGAN 12

1. Untingan Serat Utama . . . 12

2. Hubungan . . . 15

3. Pengangkatan Horizontal . . . 20

IV UNTINGAN KERANGKA DAN UNTINGAN KERANGKA ORTHONOR-MAL 24 1. Untingan Serat . . . 24

2. Untingan Singgung dan Untingan Kotangen . . . 25

3. Untingan Kerangka Linear dan Untingan Coframe Linear . . . . 27

4. Untingan-Untingan Yang Terasosiasi . . . 28

5. Untingan Vektor . . . 31

6. Hubungan dan Transformasi Tera . . . 32

7. Turunan Kovarian di Untingan Vektor Terasosiasi . . . 33

8. Hubungan Levi-Civita . . . 38

V TINJAUAN ASAS-ASAS TEORI RELATIVITAS UMUM MELALUI UNTIN-GAN KERANGKA ORTHONORMAL 43 1. AKU dan Untingan Kerangka Orthonormal . . . 43

2. Kerangka Bergerak dalam USU . . . 46

3. Hubungan Levi-Civita dan Asas Kesetaraan . . . 47

VI PENUTUP 53 1. Kesimpulan . . . 53

2. Saran . . . 54

(11)

x

A MANIFOLD LICIN 58

1. Beberapa Definisi awal . . . 58

2. Manifold Topologis . . . 58

3. Manifold Licin . . . 59

4. Keparakompakan . . . 61

5. Ruang singgung . . . 62

(12)

KESETARAAN MELALUI KONSEP UNTINGAN KERANGKA

ORTHONORMAL

Oleh :

Muhammad Ardhi Khalif 01/147165/PA/08528

Telah dilakukan kajian mengenai asas kovariansi umum dan asas kesetaraan yang dit-injau melalui konsep untingan kerangka orthonormal. Unsur-unsur di dalam ruang to-tal dari untingan kerangka orthonormal itu diidentikkan dengan kerangka Lorentz. Ide invariansi difeomorfisme yang biasa diidentikkan dengan asas kovariansi umum da-pat diungkapkan dalam kebebasan pelabelan ulang kerangka Lorentz asalkan terkait dengan difeomorfisme itu. Dengan menerapkan postulat geodesik Einstein pada tera

vierbein dalam untingan kerangka Lorentz terbatasi, dapat dirumuskan asas

kese-taraan yang tepat secara fisis maupun matematis.

Kata kunci : asas kovariansi umum, asas kesetaraan, untingan kerangka orthonormal, relativitas umum

(13)

ABSTRACT

CONSIDERATION OF GENERAL COVARIANCE PRINCIPLE

AND EQUIVALENCE PRINCIPLE THROUGH THE

CONCEPT OF ORTHONORMAL FRAME BUNDLES

By :

Muhammad Ardhi Khalif 01/147165/PA/08528

A study about general covariance principle and equivalence principle considered through orthonormal frame bundles has been done. Elements of total space of or-thonormal frame bundles are identified with Lorentz frames. The idea of diffeo-morphism that usually identified with general covariance principle can be stated as the freedom of relabelling of Lorentz frames provided it is associated to that diffeo-morphism. By applying Einstein’s geodesic postulate on the vierbein gauge in the restricted Lorentz frame bundles, equivalence principle can be formulated in precise form, physically and mathematically.

Keywords : general covariance principle, equivalence principle, orthonormal frame bundles, general relativity

(14)

1. Latar Belakang Masalah

Suatu kenyataan yang luar biasa dalam fisika adalah sangat sedikitnya hukum-hukum dasar mengenai perilaku alam semesta dibandingkan dengan banyaknya feno-mena-fenomena fisis yang telah berhasil dijelaskan dengan hukum-hukum dasar itu. Hukum-hukum itu tertuang dalam berbagai teori fisika. Dua teori terkenal yang dibangun fisikawan bernama Albert Einstein adalah teori relativitas khusus dan teori relativitas umum.1 Teori relativitas khusus yang terbit pada tahun 1905 memunculkan konsep revolusioner mengenai ruang-waktu. Sedangkan teori relativitas umum yang terbit pada tahun 1916 dimaksudkan untuk memperumum teori relativitas khusus. Tetapi pada akhirnya ada beberapa fisikawan maupun matematikawan yang berpen-dapat bahwa teori relativitas umum sama sekali tidak memperumum atau memperluas teori relativitas khusus. Teori relativitas umum diakui oleh beberapa matematikawan dan fisikawan sebagai suatu teori yang memiliki sisi keindahan tersendiri. Tentu saja keindahan itu relatif terhadap masing-masing orang.

Dalam makalahnya, Einstein (1916) meletakkan teori relativitas umum di atas dua asas, yakni asas kovariansi umum dan asas kesetaraan. Dalam merumuskan teorinya itu, Einstein menggunakan konsep matematis yang sering disebut sebagai geometri Riemann yang ia pelajari dari sahabatnya yang bernama Marcel Grossman. Untuk membenahi pemahamannya mengenai analisis tensor dan geometri diferen-sial, ia juga melakukan korespondensi dengan Levi-Civita2dan pada akhir Juni 1915 1Sebenarnya, lima hari sebelum Einstein mengeluarkan makalahnya yang berisi persamaan medan

gravitasi, David Hilbert telah mengeluarkan sebuah makalah yang juga memuat persamaan medan gravitasi yang sama.

2Dibandingkan dengan koleganya yang lain, Einstein merasa bahwa Levi-Civita lebih bersimpati

(15)

2

ia memperoleh kuliah dari Hilbert dan Klein di Göttingen.

Asas diperlukan untuk menyusun suatu teori. Kata asas dimaksudkan sebagai suatu pernyataan yang diletakkan di atas dalam susunan suatu teori. Ruang lingkup dari asas mencakup seluruh teori itu karena kedudukannya berada di atas. Teori fisi-ka biasa menggunafisi-kan matematifisi-ka sebagai alat untuk membahasafisi-kannya. Jifisi-ka suatu konsep di dalam suatu obyek matematika yang dilibatkan untuk membahasakan teori fisika itu telah mengakomodasi apa yang dimaksudkan dalam asas, maka tentunya ke-dudukan asas itu perlu dipertanyakan. Dalam hal ini, pernyataan yang dimaksudkan di dalam asas itu tidak lagi dapat disebut sebagai asas karena tidak lagi dibutuhkan keberadaannya begitu digunakan konsep matematika itu.

Asas yang sering menjadi sasaran kritik oleh para fisikawan maupun matem-atikawan adalah asas kovariansi umum. Dalam asas kovariansi umum disebutkan bahwa semua hukum-hukum fisika harus dapat diterapkan di sembarang sistem koor-dinat. Kretschmann (1917) mengkritik asas ini karena pernyataan yang terkait den-gan sistem koordinat yang diungkapkan secara langsung dalam asas itu telah tercakup dalam definisi manifold licin. Manifold licin yang dimaksud di sini adalah himpunan peristiwa-peristiwa di alam ini dan sering disebut sebagai ruang-waktu.

Dalam asas kesetaraan versi Einstein, disebutkan bahwa hukum-hukum fisi-ka tetap berlaku untuk wilayah ruang-waktu yang cukup kecil. Asas ini bermasalah dalam hal ambiguitas yang terkandung di dalam pernyataannya. Ambiguitas itu mun-cul karena tidak semua hukum-hukum di teori relativitas khusus dapat dicangkokkan ke dalam teori relativitas umum. Hanya hukum-hukum orde pertama saja yang berlaku untuk pernyataan asas itu. Hukum-hukum orde kedua atau lebih yang melibatkan iterasi operator turunan tidak dapat dicangkokkan ke dalam teori relativitas umum melalui asas kesetaraan, karena turunan kovarian tidak komutatif.

(16)

2. Perumusan Masalah

Bentuk asas kovariansi umum versi Einstein yang secara langsung melibatkan sistem koordinat menjadikan kedudukannya sebagai asas perlu dipertanyakan. Untuk itu perlu dicari bentuk lain dari asas kovariansi umum yang tidak melibatkan konsep sistem koordinat secara langsung, sehingga kedudukannya sebagai asas lebih tepat.

Karena tidak semua hukum-hukum di teori relativitas khusus dapat dicangkok-kan ke dalam teori relativitas umum melalui asas kesetaraan versi Einstein, maka per-lu dicari bentuk lain dari asas kesetaraan yang tepat secara fisis maupun matematis. Asas yang baru ini harus menegaskan bahwa hanya hukum orde pertama saja di teori relativitas khusus yang dapat dicangkokkan ke dalam teori relativitas umum melalui asas kesetaraan itu.

3. Ruang Lingkup Kajian (batasan masalah)

Kajian skripsi ini dibatasi hanya pada penelusuran asas kovariansi umum dan asas kesetaraan melalui konsep untingan kerangka orthonormal. Kajian ini tidak membahas mengenai persamaan medan Einstein sehingga tidak pula melibatkan ka-jian mengenai solusi-solusinya.

(17)

4

4. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Merumuskan asas kovariansi umum yang tidak melibatkan sistem koordinat secara langsung melalui untingan kerangka orthonormal.

2. Merumuskan asas kesetaraan yang tepat secara fisis maupun matematis melalui untingan kerangka orthonormal.

5. Tinjauan Pustaka

Dalam makalahnya yang berjudul (terjemahan bahasa Inggris) "On The

Elec-trodynamics of Moving Bodies"3, Einstein memberikan suatu konsep revolusioner

mengenai ruang dan waktu yang terlihat mengganggu logika manusia. Grup trans-formasi yang membuat persamaan Maxwell invarian, disebut sebagai grup Lorentz tak-homogen atau grup Poincaré, diterjemahkan oleh Einstein (dalam makalah itu) se-bagai grup transformasi ruang-waktu yang diperoleh dari perubahan kerangka acuan inersial beserta sekelompok jam yang telah disinkronisasi yang terkait dengan kerang-ka acuan inersial itu. Konsep revolusioner mengenai ruang-waktu itu tidak dipe-roleh Einstein dengan mengembangkan konsep matematika baru, melainkan dengan mengembangkan konsep ruang-waktu "kuno" melalui prosedur operasional. Kon-sep "kerangka Lorentz" yang ia kembangkan bersama-sama dengan postulatnya me-ngenai nilai kecepatan cahaya yang tak bergantung pada pemilihan kerangka iner-sial (Lorentz), merupakan dasar dari teori yang kini dikenal sebagai teori relativitas khusus (TRK). Karya Einstein ini kemudian mendorong H. Minkowski untuk mem-buat suatu geometri baru. Karya Minkowski ini tertuang dalam makalahnya yang berjudul "Space and Time". Geometri itu didasarkan pada metrik tak-definit4

(indefi-3Makalah aslinya berjudul "Zur Elektrodynamik bewegter Körper", Annalen der Physik, 17, 1905. 4Suatu metrik dikatakan tak-definit jika range dari metrik itu dapat bernilai negatif maupun positif.

(18)

nite) yang kemudian dikenal secara luas dengan nama Ruang Minkowski.

Teori relativitas umum yang diterbitkan (dalam bentuk yang lebih mudah di-pahami) pada tahun 1916 (Einstein,1916) menegaskan dua hal yang dianggap men-dasar. Pertama, perlunya merumuskan hukum-hukum fisika dalam bentuk kovarian umumnya. Kedua, teori relativitas khusus tetap berlaku untuk wilayah ruang-waktu yang cukup kecil. Kedua hal itu masing-masing tertuang dalam asas kovariansi umum dan asas kesetaraan.

Menurut (Friedman,1983), Kretschmann adalah orang pertama yang mem-berikan kritik mengenai asas kovariansi umum pada tahun 1917. Weinberg (1972) yang menurunkan persamaan medan Einstein melalui asas kesetaraan mendapat kri-tikan dari Friedman (1983). Friedman mengungkapkan bahwa persamaan medan Ein-stein, yang memuat kelengkungan, tidak dapat diperoleh dari hukum-hukum dalam teori relativitas khusus melalui asas kesetaraan. Wald (1984) dan Carroll (1997) menyadari bahwa asas kesetaraan hanya dapat dipandang sebagai petunjuk atau pen-dekatan dalam merumuskan persamaan medan Einstein. Prugove˘cki (1995) dalam bukunya yang berjudul "Principles of Quantum General Relativity" memuat kajian mengenai penerapan untingan kerangka dalam teori relativitas umum.

6. Sistematika Penulisan

Skripsi ini ditulis dalam 6 bab, dengan penjelasan bab demi bab adalah sebagai berikut:

• Pada BAB I dikemukakan latar belakang penelitian yang dilakukan, tujuan

penelitian, tinjauan pustaka, sistematika penulisan, serta penjelasan mengenai metode pelaksanaan penelitian.

(19)

6

dan model ruang-waktu klasik teori relativitas umum.

• BAB III memaparkan dasar dari teori untingan serat utama (principal fiber

bun-dles), hubungan dan kelengkungan pada untingan serat utama secara umum

se-bagai dasar untuk bab selanjutnya.

• BAB IV membahas konsep untingan kerangka linear, untingan kerangka

or-thonormal, untingan terasosiasi, untingan vektor, turunan kovarian, dan hubun-gan Levi-Civita sebagai jalan untuk menelusuri asas-asas teori relativitas umum melalui konsep untingan serat.

• BAB V membahas penelusuran asas kovariansi umum dan asas kesetaraan

melalui tinjauan konsep untingan kerangka orthonormal.

• BAB VI memberikan kesimpulan dan saran untuk pengembangan kajian.

7. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kajian teoritis terhadap konsep untingan serat utama, dan penerapan untingan kerangka orthonormal untuk menelusuri asas kovariansi umum dan asas kesetaraan.

(20)

Teori relativitas umum (TRU) dibangun di atas dua asas, yang masing-masing dikenal dengan nama asas kovariansi umum (AKU) dan asas kesetaraan (AK). Asas-asas ini tertuang dalam makalah Einstein yang berjudul "The Foundation of the

General Theory of Relativity" tahun 1916.1

1. Asas Kovariansi Umum

Istilah kovariansi biasa diidentikkan dengan ketidakubahan bentuk suatu sis-tem persamaan diferensial terhadap suatu transformasi koordinat dari sissis-tem koor-dinat yang satu ke sistem koorkoor-dinat yang lain. Hal ini berarti terdapat suatu kelas sistem koordinat dan grup transformasi yang terkait dengan kekovarianan sistem per-samaan diferensial itu. Kelas sistem koordinat berisi sistem-sistem koordinat yang di dalamnya sistem persamaan diferensial itu berbentuk sama. Sedangkan grup trans-formasinya berisi transformasi-transformasi yang menghubungkan sistem-sistem ko-ordinat di dalam kelas sistem koko-ordinat itu.

Di dalam TRK, kelas sistem koordinat yang dimaksud adalah kelas yang berisi sistem koordinat inersial dan grup transformasi yang dimaksud adalah grup Lorentz. Istilah kovariansi umum sendiri dimaksudkan sebagai kovariansi terhadap semua trans-formasi koordinat yang diizinkan.

Melihat pada kaitan antara kovariansi Lorentz (pada formulasi standar2)

den-1Makalah ini merupakan terjemahan dari makalah aslinya yang berjudul "Die Grundlage der

all-gemeinen Relativitätstheorie", dan tercantum dalam jurnal Annalen der Physik,49,1916.

2Formulasi standar suatu sistem persamaan diferensial di dalam suatu teori ruang-waktu ialah

ben-tuk dari sistem persamaan diferensial itu yang tidak menampilkan obyek absolut dari teori ruang-waktu tadi, sehingga hanya obyek dinamis yag ditampikan. Formulasi kovariansi umum dimaksudkan seba-gai bentuk sistem persamaan diferensial yang menampilkan obyek absolut dan obyek dinamis.

(21)

8

gan asas khusus relativitas, Einstein berasumsi adanya kaitan serupa antara kovariansi umum dengan asas umum relativitas (Friedman, 1983). Dari sini muncul suatu kebin-gungan karena seolah-olah terlihat bahwa kovariansi umum secara unik mengkarak-teristikkan teori Einstein yang baru (TRU). Asas umum relativitas, yang kini dikenal luas dengan nama asas kovariansi umum, dinyatakan oleh Einstein (dalam terjemahan bahasa Inggris) sebagai

"The general laws of nature are to be expressed by equations which hold good for all systems of co-ordinates, that is, are co-variant with respect to any substitutions whatever (generally co-variant). "(Einstein,1916).

Friedman (1983) menyatakan bahwa AKU hanyalah suatu teknik matematika baru dan bukan merupakan pernyataan yang berisi suatu kandungan fisis yang baru karena semua teori ruang-waktu dapat diberikan bentuk formulasi kovarian umum-nya. Karena manifold yang digunakan sebagai model ruang-waktu untuk TRU tidak datar (sehingga tidak ada sistem koordinat inersial), maka AKU dipandang seba-gai suatu pernyataan yang menegaskan perlunya merumuskan hukum-hukum fisika dalam bentuk kovariansi umumnya di dalam TRU.

Terdapat cara lain yang ekivalen untuk memandang kovariansi. Transformasi dalam grup transformasi yang sebelumnya dipandang sebagai transformasi koordinat, kini dipandang sebagai transformasi manifold atau automorfisme. Sembarang trans-formasi koordinat hxii −→ hyji menginduksi transformasi manifold h sedemikian

rupa sehingga xi(h(p)) = yi(p). Sebaliknya sembarang transformasi manifold h

menginduksi transformasi koordinat yi = xi◦ h.3 Di bawah transformasi koordinat,

komponen dari suatu obyek geometris Θ berubah dari Θhxiimenjadi Θhyji. Di bawah

transformasi manifold h obyek geometris Θ berubah dari Θ menjadi hΘ dengan hΘ 3Sebenarnya pernyataan ini hanya berlaku jika hyj(p)i ∈ range hxii dan h(p) ∈ domain hxii

(22)

adalah obyek geometris kedua yang komponennya relatif terhadap hxii di h(p) sama

dengan komponen dari Θ relatif terhadap hyji di p. Suatu sistem persamaan

dife-rensial dikatakan kovarian terhadap transformasi manifold h jika transformasi yang dilakukan oleh h terhadap obyek-obyek geometris di dalam sistem persamaan difer-ensial itu tidak membuat sistem persamaan diferdifer-ensial itu, yang dinyatakan dalam suatu sistem koordinat, berubah bentuk.

Motivasi yang mendasari Einstein untuk memberikan AKU secara eksplisit tertuang dalam makalahnya yang sama yang berbunyi

"The laws of physics must be of such a nature that they apply to systems of reference in any kind of motion."(Einstein,1916)

Dalam kalimat berikutnya setelah pernyataannya ini, Einstein mengatakan bahwa per-nyataannya ini mendasari perluasan asas relativitas.

2. Asas Kesetaraan

Sebelum dimunculkan AK oleh Einstein, telah ada suatu fakta yang menya-takan bahwa massa inersia (lembam)4 dan massa gravitasi5 untuk sembarang obyek sama.6 Mungkin kenyataan inilah yang mengilhami Einstein (1911) untuk

mem-postulatkan bahwa kerangka inersial dalam medan gravitasi homogen setara dengan kerangka dipercepat (dengan percepatan yang sesuai) dalam ruang tanpa medan grav-itasi.7 Kemudian pada tahun 1916, sebagai salah satu landasan bagi teori relativitas

4Massa inersia terkait dengan hambatan (keengganan) yang dialami obyek untuk merubah gerakan.

Massa ini muncul pada hukum kedua Newton dan tak bergantung pada jenis gaya yang terkait (Carrol, 1997).

5Massa gravitasi merupakan suatu besaran yang terkait dengan gaya gravitasi. Massa gravitasi

dapat disebut sebagai "muatan gravitasi" dari suatu benda (Carrol, 1997).

6Menurut Carmeli (1982), bukti eksperimen mengenai fakta ini pertama kali diberikan oleh Galileo

pada tahun 1610.

7Postulatnya ini ia kemukakan dalam makalahnya yang berjudul "On The Influence of

Gravita-tion on The PropagaGravita-tion of Light" pada tahun 1911. Makalah aslinya adalah "Über den Einfluss der Schwerkraft auf die Ausbreitung des Lichtes," Annalen der Physik,35,1911.

(23)

10

umumnya, ia mengungkapkan asas yang terlihat mirip dengan postulat lima tahun sebelumnya yang menyatakan bahwa TRK tetap berlaku untuk wilayah ruang-waktu yang cukup kecil. Dalam bentuk aslinya (terjemahan Bahasa Inggris), asas ini berbun-yi

"For infinitely small four-dimensional regions the theory of relativity in

the restricted sense is appropriate, if coordinates are suitably chosen".

(Einstein,1916).

Di dalam ruang-waktu datar, hukum-hukum fisika umumnya dinyatakan dalam turunan parsial dan metrik datar. Menurut AK, hukum ini tetap berlaku ketika hadirnya gravitasi selama digunakan koordinat normal Riemannian (KNR). Dengan meng-gunakan KNR, meskipun telah dibawa ke bentuk tensor, hukum itu akan tereduksi menjadi hukum di ruang datar.

3. Model Manifold Lorentzian untuk ruang-waktu TRU

Untuk memodelkan ruang-waktu klasik TRU, dipilih suatu kelas manifold yang cocok. Kelas manifold yang cocok itu akan disebut sebagai ruang-waktu. Ma-nifold ini diasumsikan berdimensi 4, parakompak, tersambung, Hausdorff, dan tanpa batas. Persyaratan parakompak akan mengijinkan hadirnya metrik Lorentzian, sedangkan persyaratan lainnya muncul secara alamiah dari tinjauan fisis. Tidak mungk-in atau tidak akan mempunyai arti untuk berbicara tentang dunia yang terdiri dari wilayah-wilayah terpisah. Hal ini mengharuskan model ruang-waktu yang dipakai bersifat tersambung. Manifold yang dipakai juga harus bersifat tanpa batas karena model untuk interaksi fisis membutuhkan syarat bahwa setiap titik memiliki lingkun-gan yang sama denlingkun-gan ruang Minkowski dalam TRK. Hal ini ditegaskan oleh AK (Fe-lice dan Clarke,1995). Einstein (1961) pernah mengatakan bahwa dalam TRU,

(24)

"ru-ang"8tanpa metrik Lorentzian tidak mempunyai arti fisis apapun. Seandainya medan gravitasional, yakni fungsi gik, dihilangkan maka "ruang" itu tidak akan berubah

men-jadi ruang Minkowski, bahkan ruang topologis sekalipun.

Ruang-waktu juga diasumsikan bersifat dapat diorientasi waktunya

(time-orientable) dan dapat diorientasi ruangnya (space-(time-orientable).9 Dengan dapat

dio-rientasi waktunya, vektor-vektor bukan bak-ruang pada setiap titik dapat dikelom-pokkan, secara kontinu, menjadi dua kelas yang dilabeli dengan terarah ke masa depan (future-directed) dan terarah ke masa lampau (past-directed). Kemudian dengan dapat diorientasi ruangnya, vektor-vektor bak-ruang anggota suatu basis da-pat dikelompokkan, secara kontinu, menjadi basis putar-kiri (left-handed bases) dan basis putar-kanan (right-handed bases). Jika ruang-waktu diasumsikan dapat dio-rientasi waktunya, maka ruang-waktu itu juga dapat diodio-rientasi ruangnya (Hawking dan Ellis,1973).10

8Kata "ruang" disini dibedakan dengan "yang mengisi ruang".

9Beberapa eksperimen di dunia partikel elementer tidak invarian dibawah pembalikan muatan atau

paritas, baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama. Meskipun demikian, terdapat alasan teoretis untuk mempercayai bahwa semua interaksi invarian terhadap kombinasi pembalikan muatan, paritas, dan waktu (teorema CPT) (Hawking dan Ellis,1973).

10Menurut Hawking dan Ellis (1973), pembuktian pernyataan ini dapat dilakukan dengan

(25)

BAB III

UNTINGAN SERAT UTAMA, HUBUNGAN DAN

KELENGKUNGAN

Manifold merupakan ruang topologis yang secara lokal terlihat seperti Rn,

tetapi tidak perlu secara global. Dengan memperkenalkan suatu chart pada suatu wilayah lokal di dalam manifold, dapat diberikan struktur Euclidean pada wilayah itu. Sehingga berbagai operasi kalkulus yang sudah biasa dilakukan di Rn dapat dilakukan di manifold dengan menggunakan fasilitas chart itu. Suatu untingan serat (fiber bundles) merupakan ruang topologis yang secara lokal terlihat seperti produk kartesis dua ruang topologis.

1. Untingan Serat Utama

Definisi 3.1.1 Suatu untingan serat utama (USU) atau principal fiber bundles adalah

(P, πP, M, G) yang terdiri dari suatu manifold P (disebut sebagai ruang total), su-atu grup Lie G (disebut grup struktur), susu-atu manifold M (disebut sebagai

man-ifold dasar), dan proyeksi πP : P → M sedemikian rupa sehingga syarat-syarat (A), (B), dan (C) berikut ini dipenuhi.

(A) Untuk setiap g ∈ G terdapat difeomorfisme Rg : P → P1 sedemikian rupa sehingga p(g1g2) = (pg1)g2 untuk semua g1, g2 ∈ G dan p ∈ P ; dan jika e ∈ G adalah unsur identitas di G, maka pe = p untuk semua p ∈ P . Disini diperlukan syarat bahwa fungsi P × G → P yang diberikan oleh (p, g) → pg adalah merupakan pemetaan. Dalam hal ini diandaikan bahwa jika pg = p untuk suatu

p ∈ P dan g ∈ G, maka g = e. Jadi P × G → P merupakan tindakan bebas

1Digunakan penulisan Rg(p) = pg.

(26)

oleh G pada P dari kanan.

(B) Proyeksi πP : P → M bersifat surjektif, dan πP−1(πP(p)) = {pg|g ∈ G} (yang merupakan orbit dari G yang melalui p). Jika x ∈ M, maka πP−1(x) disebut

sebagai serat (fiber) di atas x.

(C) Untuk setiap x ∈ M terdapat himpunan terbuka U dengan x ∈ U dan suatu difeomorfisme TU : π−1P (U ) → U × G yang berbentuk TU(p) = (πP(p), sU(p)) dengan sU : πP−1(U ) → G memiliki sifat sU(pg) = sU(p)g untuk semua g ∈ G,

p ∈ πP−1(U ). Pemetaan TU disebut sebagai trivialisasi lokal (TL), atau (dalam bahasa fisika) pemilihan tera.

Kemudian dari aksioma (C) terlihat bahwa untuk setiap p ∈ πP−1(x)

terdap-at pemetaan G → πP−1(x) yang diberikan oleh g 7→ pg. Pemetaan ini merupakan

difeomorfisme menurut aksioma (A), yang bergantung pada p. Dengan demikian se-mua serat π−1P (x) difeomorfis dengan G, tetapi tidak ada identifikasi kanonis antara πP−1(x) dengan G, dan dari sini dapat dikatakan bahwa tidak ada grup struktur alamiah

di πP−1(x).

Jika N suatu manifold dan G suatu grup Lie, maka dapat dibangun suatu USU

(N × G, πN ×G, N , G) dengan mengatur πN ×G(n, g) = n dan (n, g)g0 = (n, gg0).

Bentuk ini disebut sebagai USU sederhana yang merupakan hasil kali N dengan G. Aksioma (C) menyatakan bahwa untuk setiap x ∈ M terdapat suatu lingkungan U dari x sedemikian rupa sehingga USU yang dibatasi pada πP : πP−1(U ) → U dapat

diidentikkan (melalui TU) dengan USU sederhana hasil kali antara U dan G.

Diper-lukannya syarat pada sU adalah agar TU dapat memenuhi tindakan dari G (yakni,

TU(pg) = TU(p)g).

Definisi 3.1.2 Andaikan TU : πP−1(U ) → U × G dan TV : π−1P (V ) → V × G adalah dua TL dari suatu USU πP : P → M, dengan U ∩ V 6= ∅. Fungsi transisi dari

(27)

14

TU ke TV adalah pemetaan gU V : U ∩ V → G yang didefinisikan oleh gU V(x) :

sU(p)sV(p)−1. Pemetaan gU V(x) tidak bergantung pada pemilihan p ∈ πP−1(x) kare-na sU(pg)sV(pg)−1 = sU(p)g(sV(p)g)−1 = sU(p)gg−1sV(p)−1 = sU(p)sV(p)−1. Kemudian didapatkan

(i) gU U(y) = e untuk semua y ∈ U ;

(ii) gV U(y) = gU V(y)−1untuk semua y ∈ U ∩ V ;

(iii) gU V(y)gV W(y)gW U(y) = e untuk semua y ∈ U ∩ V ∩ W .

Fungsi transisi menjelaskan bagaimana berbagai macam hasil kali kartesis

U × G, V × G, . . . ditempel secara bersama-sama untuk membentuk ruang total P . Sebenarnya P dapat ditinjau sebagai ruang yang diperoleh dari gabungan saling

asing (U × G) ∪ (V × G) ∪ . . . dengan mengidentikkan titik (x, g) ∈ U × G de-ngan (x, g0) ∈ V × G jika g = gU V(x)g0. Karena (i), (ii), dan (iii), identifikasi ini

merupakan suatu relasi ekivalen. Dengan demikian secara esensial suatu USU dapat dilihat dari fungsi-fungsi transisinya.

Definisi 3.1.3 Suatu penampang lokal (local section) dari suatu USU (P, πP, M, G) dengan grup G adalah pemetaan σ : U → P dengan U ⊂ M himpunan terbuka sedemikian rupa sehingga πP ◦ σ = 1U ≡ pemetaan identitas di U (x 7→ x).

Teorema 3.1.1 Terdapat korespondensi alamiah antara penampang lokal dan

trivi-alisasi lokal.

Bukti Jika σ : U → P penampang lokal, maka didefinisikan TU : πP−1(U ) → U × G

sebagai TU(σ(x)g) = (x, g). Sebaliknya, jika diberikan suatu TL TU : π−1P (U ) →

U × G, maka penampang lokal σ : U → P dapat didefinisikan menurut σ(x) = TU−1(x, e). 

(28)

Jika TU adalah suatu TL dengan U ≡ M (yakni, TM : P → M × G), maka

TM disebut sebagai trivialisasi global (TG), dan suatu USU dikatakan sederhana

jika terdapat TM. Suatu penampang lokal σ : U → P disebut sebagai penampang

global jika U = M. Dalam teorema (3.1.1), penampang global berkaitan dengan TG.

2. Hubungan

Secara intuitif, serat di atas suatu titik di ruang dasar "berbentuk penampang" yang "tegak" di atas titik itu. Hal ini "sesuai" dengan definisi pemetaan proyeksi. Ruang singgung terhadap serat itu diberi nama subruang vertikal, yang merupakan subruang singgung terhadap ruang total di atas suatu titik unsur dari serat. Subruang horizontal didefinisikan sebagai subruang yang sedemikian rupa sehingga jumlahan-nya dengan subruang vertikal dapat diidentikkan dengan ruang singgung terhadap ruang total. Aturan untuk menentukan subruang horizontal pada setiap titik di suatu serat tidak tunggal. Aturan itu bersama dengan syarat kelicinan dalam menentukan subruang horizontal pada setiap titik dinamai sebagai hubungan (koneksi). Tetapi ada beberapa cara untuk mendefinisikan hubungan yang ekivalen dengan cara yang baru saja disebutkan.

Definisi 3.2.1 Suatu hubungan adalah penyematan bagi setiap p ∈ P suatu

subru-ang Hp ⊂ TpP sedemikian rupa sehingga untuk Vp ≡ {X ∈ TpP |πP ∗(X) = 0} diperoleh TpP = Hp⊕ Vp. Di sini diperlukan syarat bahwa Rg∗(Hp) = Hpg. Lebih jauh lagi, diasumsikan bahwa Hpbergantung secara licin pada p, dalam artian bah-wa terdapat n buah medan vektor (yang didefinisikan pada suatu lingkungan U dari

p) yang membentang Hq pada setiap q ∈ U . Vp disebut sebagai subruang vertikal dari TpP , sementara Hp disebut sebagai subruang horizontal dari TpP .

(29)

16

Definisi 3.2.2 Andaikan G aljabar Lie dari G. Suatu hubungan adalah forma-1

bernilai-G ω yang didefinisikan di P sedemikian rupa sehingga sifat (a) dan (b) berikut dipenuhi.

(a) Andaikan A ∈ G dan Amedan vektor di P yang didefinisikan sebagai

A∗p = d dt(p exp(tA)) t=0 . (III.1)

Maka ω(Ap) = A. A disebut sebagai medan fundamental yang terkait dengan A.

(b) Untuk g ∈ G, andaikan Adg : G → G didefinisikan seperti dalam definisi (A.6.6).

Disini diperlukan syarat bahwa ωpg(Rg∗X) = Adg−1ωp(X) untuk semua g ∈ G, p ∈ P , dan X ∈ TpP . Dengan kata lain, R∗gω = Adg−1ω.

ω disebut sebagai forma-1 hubungan (connection 1-form).

Definisi 3.2.3 Suatu hubungan adalah penyematan bagi setiap TL TU : πP−1(U ) →

U × G (yakni, pemilihan tera) dengan suatu forma-1 bernilai-G ωU di U . Jika TV TL yang lain dan gU V : U ∩ V → G fungsi transisi dari TU ke TV, maka diperlukan syarat persamaan transformasi ωV(Yx) = L−1gU V(x)∗(gU V ∗(Yx)) + AdgU V(x)−1(ωU(Yx))

untuk semua Yx ∈ TxM dan x ∈ U ∩ V .

Jika G grup yang berunsurkan matriks2 maka persamaan transformasi dalam

definisi (3.2.3) dapat ditulis sebagai berikut. Dalam notasi matriks dan dengan γ 2Untuk selanjutnya, grup yang berunsurkan matriks-matriks akan disebut sebagai grup matriks.

Jika grupnya adalah grup Lie, maka akan disebut sebagai grup Lie matriks. Aljabar Lienya dapat juga disebut sebagai aljabar Lie matriks. Ruang vektor yang berunsurkan matriks-matriks dapat juga disebut sebagai ruang vektor matriks.

(30)

adalah suatu kurva dengan γ0(0) = Yx, diperoleh (di t = 0) L−1g U V(x)∗(gU V ∗(Yx)) = LgU V(x) −1 d dt  gU V(γ(t))  = d dtgU V(x) −1 gU V(γ(t)) = gU V(x)−1dgU V(Yx) (III.2)

dengan dgU V adalah diferensial dari fungsi bernilai matriks gU V. Untuk grup matriks,

diperoleh AdA(B) = d dtAdA(Exp(tB)) t=0 = d dt(A −1 Exp(tB)A) t=0 = A−1BA (III.3)

(lihat definisi (A.6.6)). Dengan demikian, AdgU V(x)−1ωU(Yx) = g

−1

U V(x)ωU(Yx)gU V(x).

Sebagai konsekuensinya, aturan transformasi dari ωU ke ωV dapat dinyatakan sebagai

ωV = gU V−1dgU V + gU V−1ωUgU V.

Teorema 3.2.1 Definisi (3.2.1) dan definisi (3.2.2) ekivalen.

Bukti. Andaikan ω forma-1 hubungan seperti dalam definisi (3.2.2). Andaikan Hp ≡

{X ∈ TpP |ωp(X) = 0}. Akan dibuktikan bahwa p 7→ Hp merupakan hubungan

menurut artian definisi (3.2.1). Dari syarat (a) dalam definisi (3.2.2) berlaku bahwa

Hp⊕ Vp = TpP . Dan juga Rg∗(Hp) = Hpg, karena (dari (b) dalam definisi (3.2.2))

ω(Rg∗X) = Adg−1ω(X) = 0 untuk X ∈ Hp. Sebaliknya, anggap bahwa p 7→ Hp

merupakan suatu hubungan menurut artian definisi (3.2.1). Untuk A∗pseperti pada (a) dalam definisi (3.2.2) dan Xp ∈ Hp, definisikan ωp : TpP → G menurut ωp(A∗p +

Xp) = A. Maka syarat (a) dalam definisi (3.2.2) berlaku. Untuk syarat (b) dalam

definisi (3.2.2), perlu dibuktikan bahwa ωpg(Rg∗Y ) = Adg−1(ωp(Y )) untuk semua Y ∈ TpP . Jika Y ∈ Hp, maka Rg∗Y ∈ Hpg, dan oleh karena itu kedua sisinya

(31)

18

lenyap. Jika Y = A∗p untuk suatu A ∈ G, maka (di t = 0)

ωpg(Rg∗A∗p) = ωpg  d dt[p(exp tA)g]  = ωpg  d dt[pgg −1 (exp tA)g]  = ωpg  d dt[pg exp(tAdg−1A)]  = ωpg((Adg−1A)∗pg) = Adg−1A = Adg−1(ωp(A∗p)).

Berkat linearitas, maka dapat diperoleh syarat (b) dalam definisi (3.2.2), dan oleh karenanya ω merupakan suatu forma-1 hubungan. 

Teorema 3.2.2 Definisi (3.2.2) dan definisi (3.2.3) ekivalen.

Bukti. Andaikan ω forma-1 hubungan seperti dalam definisi (3.2.2). Jika TU :

πP−1(U ) → U × G suatu TL yang terkait dengan penampang lokal σU : U → P

yang diberikan oleh teorema (3.1.1), maka didefinisikan ωU = σ∗Uω. Akan

dibuk-tikan bahwa penyematan TU 7→ ωU merupakan suatu hubungan seperti dalam definisi

(3.2.3). Andaikan TV TL yang lain dengan penampang lokal σV. Perlu diperiksa

bahwa persamaan transformasi dalam definisi (3.2.3) berlaku dengan ωU ≡ σU∗ω dan

ωV ≡ σ∗Vω. Dengan menuliskan TU(p) = (πP(p), sU(p)), terlihat bahwa (untuk

x = πP(p) ∈ U ) TU(σU(x)sU(p)) = (x, sU(σU(x)sU(p))) = (x, sU(σU(x))sU(p)) =

(x, esU(p)) = (x, sU(p)) = TU(p). Dengan demikian, p = σU(x)sU(p), dan

se-cara serupa dapat diperoleh p = σV(x)sV(p). Sebagai konsekuensinya, diperoleh

(32)

γ : R → M suatu kurva dengan γ0(0) = Y . Maka (di t = 0) σV ∗(Y ) = d dtσV(γ(t)) = d dt[σU(γ(t))gU V(γ(t))] = d dt[σU(x)gU V(γ(t))] + d dt[σU(γ(t))gU V(x)] = d dt[σV(x)gU V(x) −1 gU V(γ(t))] + RgU V(x)∗σU ∗(Y ) = [L−1g U V(x)∗gU V ∗(Y )] ∗ σU(x)+ RgU V(x)∗σU ∗(Y ).

Sekarang, dengan memasukkan ungkapan untuk σV ∗(Y ) dan menerapkan (a) dan (b)

dalam definisi (3.2.2), diperoleh

ωV(Y ) = ω(σV ∗Y ) = L−1gU V(x)∗gU V ∗(Y ) + AdgU V(x)−1ωU(Y ).

Dengan demikian, penyematan TU 7→ ωU ≡ σU∗ merupakan suatu hubungan seperti

dalam definisi (3.2.3).

Sebaliknya, andaikan bahwa TU 7→ ωU merupakan hubungan seperti dalam

definisi (3.2.3). Andaikan σU : U → P penampang lokal yang terkait dengan TU.

Untuk p = σ(x), x ∈ U , Y ∈ TxM, dan A ∈ G, didefinisikan ωU : TpP → G

menurut ωU

∗Y + A∗) = ωU(Y ) + A. Kemudian ωU diperluas ke semua unsur di

πP−1(U ) melalui rumus (untuk Xpg ∈ TpgP ) ωU(Xpg) = Adg−1ωU(Rg−1Xpg). Dapat

diverifikasi bahwa ωU suatu forma-1 hubungan pada USU yang dibatasi pada π−1P (U ).

Jika TV TL yang lain, maka ωV di πP−1(V ) didefinisikan secara serupa. Jika terbukti

bahwa ωU = ωV di π−1

P (U ∩ V ), maka berbagai macam ωU, ωV, . . . terjalin secara

bersama-sama untuk mendefinisikan suatu forma-1 hubungan ω seperti dalam definisi (3.2.2). Jika ωU dan ωV bertepatan pada himpunan σ

V(U ∩ V ), maka mereka juga

harus bertepatan pada semua unsur di π−1P (U ∩ V ) menurut (b) dalam definisi (3.2.2).

Karena menurut definisi yang diberikan berlaku ωU(A) = A = ωV(A), maka hanya

(33)

20

Kemudian karena ωV(σV ∗Y ) = ωV(Y ), sementara

ωU(σV ∗Y ) = ωU  L−1g U V(x)∗gU V ∗(Y ) ∗ σV(x) + RgU V(x)∗σU ∗(Y )  = L−1g U V(x)∗gU V ∗(Y ) + AdgU V(x) −1ωU(Y ),

yang merupakan ωV(Y ) menurut aturan transformasi dalam definisi (3.2.3), maka

ωU dan ωV bertepatan di π−1

P (U ∩ V ). Dengan demikian ωU, ωV, . . . terjalin secara

bersama-sama untuk mendefinisikan suatu hubungan ω seperti dalam definisi (3.2.2). Sampai disini diperoleh kaitan ωU = σU∗ω dan ωV = σV∗ω. 

Forma-1 hubungan ωU (dalam definisi (3.2.3)) sering disebut sebagai

poten-sial tera oleh para fisikawan.

3. Pengangkatan Horizontal

Lemma 3.3.1 Diberikan suatu medan vektor X di M, terdapat suatu medan vektor

tunggal ˜X di P sedemikian rupa sehingga ω( ˜X) ≡ 0 dan πP ∗( ˜Xp) = XπP(p) untuk

semua p ∈ P . Kemudian juga dipenuhi, Rg∗X = ˜˜ X untuk semua g ∈ G. Medan ˜X disebut sebagai pengangkatan horizontal (horizontal lift) dari X.

Bukti. Keberadaan dan ketunggalan ˜X dijamin karena πP ∗ : Hp → TπP(p)M suatu

isomorfisme. Kelicinan ˜X jelas dari kelicinan ω. Kemudian diperoleh πP ∗(Rg∗X˜p) =

(πP ◦ Rg)∗( ˜Xp) = πP ∗( ˜Xp) = XπP(p). Dengan demikian, Rg∗X˜p = ˜Xpg. 

Definisi untuk pengangkatan horizontal dapat juga diberikan seperti yang berikut ini (Nakahara,1998)

Definisi 3.3.1 Andaikan γ : [0, 1] → M kurva di M. Suatu kurva ˜γ : [0, 1] → P

disebut sebagai pengangkatan horizontal dari γ jika πγ = γ dan vektor singgung terhadap ˜γ(t) selalu berada di dalam H˜γ(t)P .

(34)

Dari definisi itu berlaku teorema berikut

Teorema 3.3.1 Andaikan γ : [0, 1] → M kurva di M dan andaikan p0 ∈ π−1P (γ(0)). Maka terdapat suatu pengangkatan horizontal tunggal ˜γ(t) di P sedemikian rupa

sehingga ˜γ(0) = p0.

Bukti. Andaikan U chart yang memuat γ dan σU penampang di atas U . Jika

ter-dapat pengangkatan horizontal ˜γ, maka kurva ˜γ dapat dinyatakan sebagai ˜γ(t) = σU(γ(t))gU(t), dengan gU(t) = gU(γ(t)) ∈ G. Penampang σUdipilih yang memenuhi

σU(γ(0)) = ˜γ(0), yakni gU(0) = e. Andaikan X vektor singgung terhadap γ(t) di

γ(0). Maka ˜X = ˜γ∗X vektor singgung terhadap ˜γ di p0 = ˜γ(0). Karena ˜X

horizon-tal, maka diperoleh ω( ˜X) = 0. Sedikit modifikasi pada pers.(III.2) memberikan

˜

X = gU(t)−1σU ∗XgU(t) + [gU(t)−1dgU(x)]∗.

Dengan menerapkan ω pada persamaan terakhir, diperoleh

0 = ω( ˜X) = gU(t)−1ω(σU ∗X)gU(t) + gU(t)−1

dgU(t)

dt . (III.4)

Kemudian dengan mengalikan gU(t) dari kiri, diperoleh

dgU(t)

dt = −ω(σU ∗X)gU(t). (III.5)

Teorema fundamental persamaan diferensial biasa menjamin keberadaan dan ketung-galan solusi pers.(III.5). Karena ω(σU ∗X) = σU∗ω(X) = ωU(x), pers.(III.5)

diny-atakan dalam bentuk lokalnya sebagai

dgU(t)

(35)

22

yang solusi formalnya, dengan gU(0) = e, diberikan oleh

gU(γ(t)) = P exp  − Z t 0 ωU µ dxµ dt dt  = P exp  − Z γ(t) γ(0) ωU µ(γ(t))dxµ  (III.7)

dengan P adalah operator pengurutan-lintasan (path-ordering) sepanjang γ(t). Pen-gangkatan horizontalnya diberikan oleh

˜

γ(t) = σU(γ(t))gU(γ(t)).  (III.8)

Akibat 3.3.1 Andaikan ˜γ0pengangkatan horizontal yang lain dari γ sedemikian ru-pa sehingga ˜γ0(0) = ˜γ(0)g. Maka ˜γ0(t) = ˜γ(t)g untuk semua t ∈ [0, 1].

Bukti. Andaikan ˜γ pengangkatan horizontal dari γ. Maka ˜γg : t 7→ ˜γ(t)g juga

meru-pakan pengangkatan horizontal dari γ(t) karena vektor singgungnya anggota Hγg˜ P .

Dari teorema (3.3.1) akhirnya dapat ditunjukkan bahwa ˜γ0 merupakan pengangkatan horizontal yang berawal di ˜γ(0)g. 

Andaikan γ : [0, 1] → M suatu kurva dan p0 ∈ πP−1(γ(0)). Sesuai

den-gan teorema (3.3.1) terdapat penden-gangkatan horizontal ˜γ(t) dari γ(t) melalui p0, dan

oleh karena itu terdapat titik tunggal p1 = ˜γ(1) ∈ πP−1(γ(t)). Titik p1 disebut

se-bagai pengangkutan sejajar (parallel transport) dari p0 sepanjang kurva ˜γ. Hal

ini mendefinisikan suatu pemetaan Γ(˜γ) : πP−1(γ(0)) → π−1P (γ(1)) sedemikian rupa

sehingga p0 7→ p1. Jika bentuk lokal (III.6) digunakan, diperoleh

p1 = σU(1)Pexp  − Z 1 0 ωU µ dxµ(γ(t)) dt dt  . (III.9)

Akibat (3.3.1) menjamin bahwa Γ(˜γ) berkomutasi atau rukun dengan

(36)

RgΓ(˜γ)(p0) = p1g dan Γ(˜γ)Rg(p0) = Γ(˜γ)(p0g) serta kurva ˜γ(t)g merupakan

pen-gangkatan horizontal melalui p0g dan p1g. Dari ketunggalan pengangkatan horizontal

melalui p0, diperoleh p1g = Γ(˜γ)(p0g), yakni, RgΓ(˜γ)(p0) = Γ(˜γ)Rg(p0). Karena

persamaan ini berlaku untuk sembarang p0 ∈ πP−1(γ(0)), diperoleh

RgΓ(˜γ) = Γ(˜γ)Rg. (III.10)

Lemma 3.3.2 Jika A, B ∈ G, maka [A, B]∗ = [A∗, B∗] sebagai medan vektor di P

(lihat (a) dalam definisi (3.2.2)).

Bukti. Andaikan ϕt: P → P diberikan oleh ϕt(p) = p exp(tA). Maka ϕtsuatu grup

berparameter satu dari difeomorfisme yang dibangkitkan oleh A∗. Kemudian dengan mengevaluasi semua turunan di titik nol, diperoleh

[A∗, B∗]p = d dtϕ −1 t∗ (B ∗ ϕt(p)) = d dt d dsϕt(p) exp(sB) exp(tA) −1 = d dt d dsp exp(tA)exp(sB) exp(tA) −1 = d dt d dsp exp(sAdexp tAB) = d dt d dsp exp  sd dt[sAdexp tAB]  = d dsp exp(s[A, B]) = [A, B] ∗ p. 

Lemma 3.3.3 Jika A ∈ G dan X suatu medan vektor di M, maka [A∗, ˜X] = 0

dengan ˜X pengangkatan horizontal dari X (lihat lemma (3.3.1)).

Bukti. Dengan mendefinisikan ϕtseperti dalam pembuktian lemma (3.3.2), diperoleh

ϕ−1t∗ ( ˜X) = ˜X menurut lemma (3.3.1). Dengan demikian,

[A∗, ˜X] = d dtϕ

−1

(37)

BAB IV

UNTINGAN KERANGKA DAN UNTINGAN KERANGKA

ORTHONORMAL

Untuk selanjutnya, M merupakan manifold berdimensi 4 karena akan digu-nakan sebagai model ruang-waktu klasik TRU.

1. Untingan Serat

Untingan serat utama yang didefinisikan pada BAB III merupakan salah satu macam dari apa yang disebut sebagai untingan serat. Untingan serat (E, πE, M, F )

terdiri dari tiga buah manifold E, M, F dan pemetaan surjektif πE : E → M yang

disebut sebagai proyeksi. Seperti halnya pada definisi USU, E disebut sebagai ru-ang total, M disebut sebagai ruru-ang dasar sedru-angkan F sebagai obyek baru dalam hal ini disebut sebagai serat tipikal. Andaikan {Mα} adalah himpunan yang

berang-gotakan subhimpunan terbuka dari M, yang dapat meliput M. Untuk setiap Mα,

dapat dibentuk Mα× F dan diasumsikan terdapat difeomorfisme

φα : u 7→ (x, f ) ∈ Mα× F, u ∈ π−1E (Mα) =

[

x∈Mα

π−1E (x) ⊂ E. (IV.1)

Pemetaan ini menyematkan koordinat serat (x, f ) pada tiap unsur u yang meru-pakan anggota serat di atas Mα dan disebut sebagai trivialisasi lokal. Sebagai

kon-sekuensinya, pembatasan φα pada setiap serat πE−1(x) di atas suatu titik x ∈ Mα

menentukan difeomorfisme antara serat itu dengan F . Dari sini, untuk setiap x ∈

Mα∩ Mβ, pemetaan

φβ◦ φ−1α : (Mα∩ Mβ) × F → (Mα∩ Mβ) × F (IV.2)

(38)

pada gilirannya membangkitkan suatu difeomorfisme

gαβ(x) : F → F, x ∈ Mα∩ Mβ, (IV.3)

antara serat tipikal F dengan dirinya sendiri. Pemetaan terakhir disebut sebagai fungsi transisi dari untingan serat (E, πE, M, F ).

Kumpulan semua fungsi transisi dari untingan serat memenuhi relasi berikut ini

gαα = IdF,

gαβ(x) = (gβα)−1, x ∈ Mα∩ Mβ,

gαβ(x)gβγ(x) = gαγ(x), x ∈ Mα∩ Mβ ∩ Mγ.

(IV.4)

2. Untingan Singgung dan Untingan Kotangen

Ditinjau himpunan T M = [ x∈M TxM = [ x∈M {X|X ∈ TxM} (IV.5)

yang beranggotakan semua vektor singgung di M. Himpunan ini akan mempunyai struktur manifold jika, untuk setiap chart (Mα, φα) di M, diberikan chart (T Mα, ψα)

kepada T M, dengan T Mαdiperoleh dari hasil penggabungan semua ruang singgung

di atas titik x ∈ Mα dan pemetaan ψαdiberikan oleh

ψα : X 7→ (x0, x1, x2, x3, X0, X1, X2, X3) ∈ Oα× R4, X ∈ TxM, Oα ⊂ R4

(39)

26

Himpunan semua vektor kotangen yang berkaitan dengannya,

T∗M = [

x∈M

Tx∗M, (IV.7)

dan secara umum, untuk tensor-(r, s),

Tr,sM = [

x∈M

Txr,sM (IV.8)

dapat diberikan struktur manifold dengan cara yang serupa. Obyek yang dinyatakan sebagai (T M, πT M, M, F = R4) merupakan untingan serat yang disebut sebagai

untingan singgung. Pada untingan singgung T M, serat tipikalnya dapat dianggap sama dengan R4.

Andaikan Mα merupakan komponen penyusun suatu atlas untuk M,

didefin-isikan pemetaan trivialisasi lokal

φα : X 7→ (x, X) ∈ Mα× R4, X ∈ πT M−1 (Mα) ⊂ T M, X = Xµ∂µ. (IV.9)

Jika secara serupa dibentuk

φβ : X 7→ (x, X0) ∈ Mβ × R4, X0 ∈ π−1T M(Mβ) ⊂ T M, X0 = X0µ∂µ0,

(IV.10) dan menganggap 4-tupel koordinat untingan di R4 sebagai matriks kolom, maka

ko-ordinat untingan singgung itu tertransformasi menurut aturan berikut ini

(40)

3. Untingan Kerangka Linear dan Untingan Coframe Linear

Suatu kerangka linear u pada suatu titik x ∈ M adalah suatu basis terurut

u(x) = (e0(x), . . . , e3(x)), ei(x) = λiµ(x)∂µ ∈ TxM. (IV.12)

Andaikan LM himpunan yang berisi semua kerangka linear u pada semua titik di M dan andaikan πLM pemetaan dari LM menuju M yang memetakan suatu kerangka

linear u di atas x menuju ke x. Grup GL(4, R) bertindak pada LM menurut aturan berikut u(x) 7→ u0(x) = (e00(x), . . . , e03(x)) = u(x) · A, e0i = ejAji, u, u0 ∈ πLM−1 (x) ⊂ LM, A = Aij ∈ GL(4, R). (IV.13)

Untuk mendefinisikan struktur diferensiabel di LM, andaikan (x0, . . . , x3) sistem

koordinat di dalam lingkungan koordinat U di M. Setiap kerangka u di atas x ∈ U dapat dinyatakan secara tunggal dalam bentuk u = (e0(x), . . . , e3(x)) dengan ei =

λiµ(∂/∂xµ). Komponen λiµ berjumlah sebanyak 42. Karena merupakan komponen

dari basis yang jelas bebas linear, maka komponen-komponen itu dapat membentuk matriks real 4×4 yang memiliki invers, yang tidak lain merupakan anggota GL(4, R). Hal ini menunjukkan bahwa π−1LM(U ) berpadanan 1-1 dengan U × GL(4, R). LM dapat dibuat menjadi manifold diferensiabel dengan mengambil (xj) dan (λiµ)

seba-gai sistem koordinat lokal di πLM−1 (U ). Sehingga sekarang dapat terlihat bahwa LM

merupakan suatu USU. LM disebut sebagai untingan kerangka linear di atas M (Kobayashi dan Nomizu, 1963).

Dengan menggunakan kenyataan bahwa setiap ruang vektor real memiliki ru-ang jodohnya, maka dapat dibentuk suatu untingan coframe linear L∗M di atas M

(41)

28

yang anggotanya adalah semua

u∗(x) = (θ0(x), . . . , θ3(x)), θi(x) = λiµ(x)dxµ∈ Tx∗M. (IV.14)

Sesuai dengan definisinya, maka harus dipenuhi

θj(ei) = δ j i, dx

ν(∂

µ) = δνµ, i, j, µ, ν = 0, . . . , 3. (IV.15)

Sehingga dari sini, untuk koefisien-koefisien dari suatu kerangka dan coframe, dipenuhi kaitan berikut ini

λiµ(x)λjµ(x) = δ j i, λ

i

µ(x)λiν(x) = δµν. (IV.16)

Hal ini berarti bahwa LM dan L∗M terkait erat, sehingga sembarang operasi yang

dilakukan pada suatu kerangka linear dapat dikaitkan dengan suatu operasi yang di-lakukan pada coframe jodohnya, dan begitu juga sebaliknya.

Tindakan grup GL(4, R) pada L∗M diberikan oleh

u∗ 7→ u∗0 = (θ00, . . . , θ03) = u∗· A, θ0i = θjAji, u∗, u∗0 ∈ π−1LM(x) ⊂ L∗M, A = Aji ∈ GL(4, R). (IV.17)

4. Untingan-Untingan Yang Terasosiasi

Suatu untingan serat (E, πE, M, F ) dikatakan terasosiasi (berkawan) dengan

USU (P, πP, M, G) oleh wakilan U dari grup struktur G, yang merupakan

difeomor-fisme U(g) : F → F , g ∈ G dan bertindak dari kiri pada serat tipikal F , jika untuk sembarang kumpulan trivialisasi lokal Φα dari USU, yang diberikan oleh pemetaan

(42)

terdapat suatu kumpulan pemetaan trivialisasi lokal dari (E, πE, M, F ) (IV.1) yang

terasosiasi sedemikian rupa sehingga

gβα(x) = U(gβα(x)), gβα(x) ∈ G, x ∈ Mα∩ Mβ, (IV.19)

untuk semua lingkungan Mα dan Mβ yang saling beririsan, dengan gβα(x) adalah

anggota grup struktur yang diperoleh dengan cara membatasi pemetaan transisi

Φβ ◦ Φ−1α : (Mα∩ Mβ) × G → (Mα∩ Mβ) × G, (IV.20)

pada {x} × G, dengan x ∈ Mα∩ Mβ.

Sebagai contoh dari konsep di atas adalah terasosiasinya untingan singgung

T M dengan untingan kerangka linear LM. Untuk lebih memperjelas masalah itu,

sekarang ditinjau sembarang dua trivialisasi lokal Φα dan Φβ dari LM. Kemudian

Φαdidefinisikan dengan menggunakan koefisien di (IV.12) yang disusun membentuk

matriks real 4 × 4 tak-singular λ(x) ∈ GL(4, R) di setiap titik x ∈ Mα, sehingga

diperoleh

Φα: u 7→ (x, λ) ∈ Mα× GL(4, R), u ∈ πLM−1 (Mα), λ = kλiµk ∈ GL(4, R).

(IV.21) Selanjutnya ditinjau trivialisasi lokal lain Φβyang diperoleh dengan cara

seru-pa, dengan menggunakan koefisien ekspansi vektor anggota kerangka linear dalam

chart yang lain,

Φβ : u 7→ (x, λ0) ∈ Mβ× GL(4, R), λ0 = λ0iµ ∈ GL(4, R), (IV.22) u = (e0, . . . , e3) ∈ πLM−1 (Mβ) ⊂ LM, ei = λ0i µ0 (x)∂µ0 ∈ TxM. (IV.23)

(43)

30

Dari sini, untuk sembarang x ∈ Mα∩Mβ, matriks yang terbentuk dari GL(4, R)

merupakan koordinat serat dari kerangka linear u ∈ πLM−1 (x). Sehingga GL(4, R)

merupakan serat tipikal dari LM, dan menegaskan kembali bahwa LM merupakan USU dengan fungsi transisi antara dua himpunan koordinat serat yang dibentuk pada (IV.21) dan (IV.22) diberikan oleh

gβα(x) : λ 7→ λ0 = λA−1, ∂µ00 = Aµ0µ∂µ, A = kAµ0µk ∈ GL(n, R). (IV.24)

Kemudian dengan melihat pada (IV.9), (IV.10) dan (IV.11) dapat disimpulkan bahwa T M terasosiasi dengan LM. Sesuai dengan definisi untingan yang terasosiasi di atas, dapat disimpulkan bahwa setiap USU terasosiasi dengan dirinya sendiri. Ke-mudian jika dua USU saling terasosiasi, maka keduanya memiliki grup struktur yang sama. Secara umum, jika dua buah untingan serat terasosiasi dengan USU yang sama, sehingga oleh karena itu keduanya "berbagi" ruang dasar M dan grup struktur G yang sama, akan disebut ekivalen jika, untuk sembarang dua buah trivialisasi lokal Φαdan

Φβ pada USU, terdapat difeomorfisme λα(x) dan λβ(x) di antara masing-masing

serat di atas x ∈ Mα∩ Mβ, yang memenuhi kaitan berikut ini (Prugove˘cki,1995)

g0αβ(x) = λ−1α (x) ◦ gαβ(x) ◦ λβ(x), x ∈ Mα∩ Mβ. (IV.25)

Jika suatu USU (P, πP, M, G) memainkan suatu peranan fisis, maka setiap

penampangnya disebut sebagai pemilihan tera. Suatu tera disebut global jika do-mainnya Ms sama dengan manifold dasar M. Jika tidak maka disebut sebagai tera lokal. Karena sembarang penampang di (P, πP, M, G) membangkitkan trivialisasi

lokal di atas Ms, keberadaan tera global sama artinya dengan hadirnya trivialisasi global sehingga USU nya dikatakan USU sederhana, dan oleh karena itu begitu juga dengan semua untingan yang terasosiasi dengannya.

(44)

5. Untingan Vektor

Suatu untingan serat (E, πE, M, F ) dikatakan sebagai untingan vektor jika

F merupakan ruang vektor. Untingan singgung T M dan untingan kotangen T∗M

yang dijelaskan pada subbab sebelumnya merupakan untingan vektor karena F = R merupakan ruang vektor.

Jika setiap fungsi transisi gU V merupakan isomorfisme linear, maka kepada

setiap serat Fx ⊂ πE−1(U ∩ V ) dapat diberikan struktur ruang vektor secara kanonis

yang diperoleh dari struktur F (Svetlichny,1999). Hal ini karena kelas ekivalen yang dibentuk berdasarkan suatu fungsi transisi gU V kompatibel dengan operasi linear di

F . Untuk lebih jelasnya, andai diberikan U × F 3 (x, f1) ∼ (x, gU Vf1) ∈ V × F

dan U × F 3 (x, f2) ∼ (x, gU Vf2) ∈ V × F , dengan x ∈ U ∩ V . Andaikan F adalah

lapangan dari F dan a1, a2 ∈ F. Maka terpenuhi

U × F 3 (x, a1f1 + a2f2) ∼ (x, a1gU Vf1+ a2gU Vf2) ∈ V × F. (IV.26)

Dari sini dapat didefinisikan struktur ruang vektor di Fx dengan mendefinisikan,

un-tuk [(x, f1)], [(x, f2)] ∈ πE−1(x) ⊂ π −1

E (U ∩ V ),

a1[(x, f1)] + a2[(x, f2)] ≡ [(x, a1f1+ a2f2)]. (IV.27)

(45)

32

digunakan untuk menyatakan kelas ekivalennya, yakni

a1[(x, gU Vf1)] + a2[(gU Vf2)] = [(x, a1gU Vf1+ a2gU Vf2)]

= [(x, gU V(a1f1+ a2f2)]

= [(x, (a1f1+ a2f2))]

= a1[(x, f1)] + a2[(x, f2)].

6. Hubungan dan Transformasi Tera

Terdapat tak hingga banyaknya cara untuk menyematkan ruang horizontal pada USU sesuai dengan aturan yang diberikan dalam definisi (3.2.1) pada BAB III (Prugove˘cki,1995). Hal ini sama artinya dengan terdapat banyaknya hubungan yang dapat diberikan di USU (P, πP, M, G). Setiap hubungan dikarakteristikkan

dengan suatu forma hubungan ω, yang ditentukan pada setiap u ∈ P , menurut

ωu : TuP → G, yang menyematkan kepada setiap unsur X ∈ TuP suatu vektor

ω(X) dari aljabar Lie G .

Aljabar Lie G dari grup struktur G dapat diidentikkan dengan ruang singgung

TeG di atas unsur identitas e ∈ G. Dari sini, nilai ω(X) dapat diekspansikan dalam

bentuk kombinasi linear suatu basis di TeG sehingga dapat dituliskan sebagai

ω(X) = ωa(X)Ya, Ya∈ TeG, a = 1, . . . , dim G. (IV.28)

Berkat linearitas pemetaan ωu : TuP → G, koefisien dalam ekspansi ini

membangk-itkan sejumlah n fungsional linear di TuP ,

ωa: X 7→ Xa = ωa(X) ∈ R, X ∈ TuP, (IV.29)

(46)

(Pru-gove˘cki,1995). Kemudian jika

s : x 7→ u ∈ π−1P (x), x ∈ Ms⊂ M, (IV.30)

merupakan suatu penampang dari USU (P, πP, M, G), yakni kerangka bergerak

dalam bahasanya Cartan jika USU itu terdiri dari kerangka-kerangka, maka

push-forward

X = s∗X ∈ Ts(x)P, X ∈ TxM, (IV.31)

untuk sembarang vektor X yang menyinggung M memberikan suatu vektor singgung yang menyinggung P , sehingga forma hubungan Cartan di T P menentukan forma-1 hubungan di T M berikut:

ωas: X 7→ ωa(s∗X) ∈ R, X ∈ T M. (IV.32)

Pada gilirannya, forma-1 ini menentukan operator turunan kovarian

∇X = ∂X+ ωas(X)Aa;s(x), X ∈ TxM, x ∈ Ms, (IV.33)

dalam arah X, dengan Aa;s(x) akan dijelaskan pada subbab selanjutnya.

7. Turunan Kovarian di Untingan Vektor Terasosiasi

Andaikan ˜γ merupakan pengangkatan horizontal dari γ, dengan γ = {x(t)|a ≤ t ≤ b}. Andaikan ux0 = ˜γ(a) ∈ π−1

P (x

0) dan u

x00 = ˜γ(b), dengan x0 = γ(a) dan x00 = γ(b). Dengan melakukan prosedur pengangkatan horizontal untuk menurunkan

semua pengangkatan horizontal dari γ yang titik awalnya ux0 ∈ π−1

P (x

(47)

34

ux00 diperoleh suatu difeomorfisme

τPγ(x00, x0) : πP−1(x0) → π−1P (x00) (IV.34)

antara serat dari USU (P, πP, M, G) di atas titik awal dan titik akhir kurva γ. Operasi

pengangkutan sejajar yang terkait,

τEγ(x00, x0) : πE−1(x0) → πE−1(x00), (IV.35)

di untingan serat terasosiasi (E, πE, M, F, G) ditentukan oleh kenyataan bahwa

sem-barang kumpulan trivialisasi lokal (IV.18) dari USU (P, πP, M, G) terasosiasi dengan

kumpulan trivialisasi lokal dari untingan terasosiasi itu dan berlakunya (IV.19). Jika (E, πE, M, G) adalah untingan vektor, maka dengan mengekspansi

vek-tor di dalam πE−1(x0) dalam bentuk kombinasi linear basis yang dibentuk dari ux0,

pengangkutan sejajar dari vektor-vektor itu dapat dilakukan dengan melakukan pen-gangkutan sejajar unsur-unsur basis sementara koefisien dalam ekspansi itu dijaga untuk tetap konstan. Sebagai contoh, jika USU nya adalah LM, maka (IV.34) men-jadi

τγLM(x00, x0) : {e0i} 7→ {e00i} ∈ πLM−1 (x00), {e0i} ∈ πP−1(x0) ⊂ LM, (IV.36)

dan mendudukkan T M sebagai untingan serat yang terasosiasi dengan LM, secara eksplisit (IV.35) diberikan oleh

τT Mγ (x00, x0) : X = Xie0i 7→ Xie00i ∈ Tx00M, X ∈ Tx0M, (IV.37)

untuk sembarang pemilihan kerangka di Tx0M.

(48)

tera-sosiasi (E, πE, M, F, G), dapat didefinisikan turunan kovarian untuk sembarang

pe-nampang Ψ dari untingan terasosiasi itu sepanjang sembarang vektor X ∈ TxM. Hal

ini dapat dilakukan dengan memilih sembarang kurva γ yang vektor singgungnya di titik x diberikan oleh X, dan melakukan parameterisasi sedemikian rupa sehingga

γ(0) = x dan mengambil limit berikut

∇XΨx = lim t→0 1 t  τEγ(x, x(t))Ψx(t)− Ψx  , x = x(0) ∈ M. (IV.38)

Prosedur melimitkan di atas, yang menghasilkan suatu unsur dari serat π−1E (x),

dise-but sebagai turunan kovarian dari Ψ sepanjang vektor singgung X pada titik x ∈

M. Dalam teori fisika yang menggunakan untingan serat, suatu penampang Ψ dari

suatu untingan serat biasa disebut sebagai medan vektor (Prugove˘cki,1995).

Andaikan X, Y , dan Z medan vektor yang nilainya diberikan di T M, dan

Ψ, Ψ0, dan Ψ00 medan vektor yang nilai-nilainya diberikan di ruang total E yang terasosiasi dengan LM. Maka dipenuhi

∇X+YΨ = ∇XΨ + ∇YΨ,

∇X(Ψ0+ Ψ00) = ∇XΨ0 + ∇XΨ00,

∇f XΨ = f ∇XΨ,

∇X(f Ψ) = f ∇XΨ + X(f )Ψ.

(IV.39)

Komputasi turunan kovarian lebih praktis dilakukan melalui rumus (IV.33). Untuk menurunkan rumus itu, digunakan hubungan forma-1 di (IV.32) dalam penghi-tungan turunan kovarian (IV.38) dari suatu medan vektor Ψ. Sekarang diasumsikan

(P, πP, M, G) sebagai suatu untingan kerangka linear. Maka unsur u ∈ P

(49)

36

Ψx ∈ π−1E (x) dapat diekspansikan dalam kombinasi linear kerangka {Vρ(u)},

Ψx = Ψρx;uVρ(u) ∈ π−1E (x), u ∈ π −1

P (x), (IV.40)

dan hal yang sama juga dapat dilakukan pada vektor hasil pengangkutan sejajar di (IV.38):

τEγ(x, x(t))Ψx(t)= Ψ ρ

x(t);u(t)Vρ(τ E

γ(x, x(t))u(t)), s : x(t) 7→ u(t). (IV.41)

Dari (IV.28) - (IV.32) berlaku

lim t→0 1 t  Vρ(τEγ(x, x(t))u(t))−Vρ(u) 

= ωas(X)Aa;uVρ(u), u = u(0), (IV.42)

dengan Aa;u adalah pembangkit infinitesimal1 wakilan Ux dari G yang bertindak di

dalam serat πE−1(x). Wakilan ini terkait dengan pembatasan ζα(x) : u 7→ f dari

φα : u 7→ (x, f ) dalam (IV.1) terhadap wakilan U dari G yang bertindak di dalam

serat F sebagai berikut:

Ux = ζα−1(x) ◦ U ◦ ζα(x) : π−1E (x) → π −1

E (x), U: F → F. (IV.43)

Dari sini, pembangkit-pembangkit itu secara implisit bergantung pada pemilihan pe-nampang s di (IV.30). Dengan mengkombinasikan (IV.42) dengan (IV.39) dapat diperoleh rumus (IV.33) dan berlaku

∂XΨx = [Xµ∂µ(Ψρx;u)]Vρ(u) ∈ π−1E (x). (IV.44)

Operator turunan kovarian (disebut hubungan dalam terminologi fisika) yang 1Pembangkit dari suatu wakilan U

(50)

berkaitan dituliskan dalam bentuk berikut,

∇ = d + As, (IV.45)

untuk sembarang untingan vektor E. Kesederhanaan rumus di atas menggaris-bawahi kenyataan bahwa rumus untuk turunan kovarian yang diperoleh berlaku untuk semua

x ∈ M dalam definisi medan vektor Ψ, dan juga untuk semua vektor X ∈ T M yang

menyinggung M pada titik itu. Dalam ungkapan di atas, d dan As dianggap seba-gai forma bernilai-operator di untingan singgung T M, dan diberikan oleh pemetaan berikut:

d = dxµ∂µ : X 7→ dxµ(X)∂µ= Xµ∂µ,

As = ωasAa;s: X 7→ ωas(X)Aa;s.

(IV.46)

Dalam literatur fisika, forma bernilai operator As disebut sebagai potensial tera yang berkaitan dengan pemilihan penampang (IV.30) dari untingan kerangka

(P, πP, M, G). Penampang itu disebut sebagai pemilihan tera lokal. Dari sini,

tran-sisi dari satu potensial tera ke potensial tera yang lainnya

As7→ As0, s0

: x 7→ u0 ∈ π−1P (x), x ∈ Ms0, (IV.47)

disebut sebagai transformasi tera (Prugove˘cki,1995).

Dua pemilihan tera lokal s dan s0 terkait oleh pemetaan

g : x 7→ g(x) ∈ G, s0(x) = s(x) · g(x), x ∈ Ms∩ Ms0, (IV.48)

yang didefinisikan dalam domain bersama Ms∩ Ms0

(51)

-38

(IV.46) diperoleh

As0 = U(g−1)dU(g) + U(g−1)AsU(g), dU(g) = (∂U/∂ga)dga, (IV.49)

yang mengaitkan sembarang dua potensial tera dari suatu hubungan dalam domain bersamanya. Untuk kumpulan trivialisasi lokal dalam untingan singgung yang meme-nuhi syarat kompatibilitas (IV.4), dan kumpulan pemilihan tera terkait yang diny-atakan oleh penampang dari USU, koefisien dari suatu hubungan dapat dibangun den-gan menempelkan satu denden-gan yang lainnya potensial tera di (IV.49) denden-gan bantuan transfomasi tera (IV.48).

Grup struktur G dalam konteks fisika disebut sebagai "grup tera" dalam USU

(P, πP, M, G) oleh beberapa penulis. Tetapi Bleecker (1981) menggunakan istilah

yang sama untuk menyebut suatu subgrup tertentu dari grup semua automorfisme di USU itu. Disini grup struktur G akan disebut sebagai "grup tera jenis pertama" sedangkan grup kedua yang disebutkan di atas tadi akan disebut sebagai "grup tera jenis kedua" (Prugove˘cki,1995).

8. Hubungan Levi-Civita

Dalam konteks matematika murni, suatu hubungan di LM dikatakan kom-patibel dengan medan metrik (secara umum Riemannian atau pseudo-Riemannian)

g di M jika semua turunan kovarian dari metrik itu lenyap. Dengan kata lain, jika ∇ menyatakan forma operator turunan yang dibangkitkan oleh hubungan itu, maka ∇g ≡ 0. Terdapat cara yang lebih memiliki signifikansi fisis tetapi ekivalen

se-cara matematis dalam mendefinisikan kompatibilitas itu. Suatu hubungan di LM dikatakan kompatibel dengan metrik g di M jika dan hanya jika sembarang kerang-ka linear yang orthonormal menurut metrik itu tetap orthonormal setelah dilakukerang-kan

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui berapa rata-rata setiap karyawan dapat menghasilkan produk dalam setiap bulannya dan apakah memiliki pengaruh terhadap motivasi yang diberikan

 Dengan kegiatan membaca bacaan berjudul “Kerukunan di Kampung Wonorejo Papua”, siswa dapat menyampaikan perkiraan informasi dari teks nonfiksi berdasarkan

Hasil analisis data menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata terhadap parameter tinggi tanaman, jumlah daun, umur berbunga jantan, umur berbunga betina, umur panen, jumlah biji per

Hasil verifikasi terhadap dokumen diketahui bahwa PT ARM memiliki dokumen terkait rencana kegiatan peningkatan peran serta dan aktivitas ekonomi masyarakat sekitar

Sehingga berdasarkan prinsip koordinasi antar kesatuan di Kepolisian sesuai ketentuan Pasal 48 Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan

Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5656)

Di dalam penulisan Tugas Akhir ini disajikan pokok-pokok bahasan yang meliputi perancangan dan pembuatan aplikasi penerjemah Indonesia – Inggris berbasis