BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Manajemen Proyek
2.1.1 Pengertian Manajemen
Manajemen adalah proses merencanakan, mengorganisir, memimpin, dan mengendalikan kegiatan anggota serta sumber daya yang lain untuk mencapai sasaran organisasi (perusahaan) yang telah ditentukan.
(http://www.swa.co.id/sekunder/kolom/manajemen/strategi/index.php/ ).
2.1.2 Pengertian Proyek
Menurut Schwalbe ( 2004, p4 ) Proyek adalah suatu usaha yang bersifat sementara untuk menghasilkan suatu produk atau layanan yang unik. Dalam hal proyek sistem informasi berarti proyek tersebut berupa sistem aplikasi yang terdiri atas beberapa modul program, tetapi proyek
software bervariasi cakupannya, mulai dari membangun sistem besar
sampai hanya membuat program satu modul saja. Proyek normalnya melibatkan beberapa orang yang saling berhubungan aktivitasnya dan sponsor utama dari proyek biasanya tertarik dalam penggunaan sumber daya yang efektif untuk menyelesaikan proyek secara secara efisien dan tepat waktu.
Menurut Schwalbe ( 2004, pp4-5 ) atribut dari suatu proyek adalah sebagai berikut :
1. Sebuah proyek memiliki tujuan yang khusus. Proyek harus menghasil suatu produk khusus, layanan, dan hasil akhir.
2. Proyek bersifat sementara. Proyek memiliki awal dan akhir yang jelas.
3. Proyek membutuhkan sumber daya bisa dari beberapa area. Sumber daya dapat berupa hardware, software, dan sumber daya lainnya. 4. Proyek harus memiliki pelanggan utama ( primary customer ) atau
sponsor.
5. Proyek melibatkan ketidakpastian, karena setiap proyek bersifat unik maka sangat sulit untuk menentukan objektifitas proyek, mengestimasi waktu proyek dan biayanya.
Menurut Schwalbe ( 2004, pp5-6 ) setiap proyek memiliki batasan yang berbeda terhadap ruang lingkup, waktu, dan biaya yang biasanya disebut sebagai triple constraint ( tiga kendala ). Seperti
project manager harus memperhatikan hal-hal penting dalam
manajemen proyek:
1. Ruang lingkup ( scope ) : apa yang ingin dicapai dalam proyek? Produk atau layanan apa yang pelanggan harapkan dari proyek tersebut?
2. Waktu ( time ) : Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proyek? Bagaimana jadwal kegiatan proyek akan dilaksanakan?
3. Biaya ( cost ) : berapa biaya yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proyek?
Ketiga batasan tersebut bersifat tarik-menarik. Artinya jika ingin meningkatkan kinerja produk yang telah disepakati dalam kontrak, maka umumnya harus diikuti dengan meningkatkan mutu, yang selanjutnya berakibat pada naiknya biaya melebihi anggaran. Sebaliknya bila ingin menekan biaya, maka biayanya harus berkompromi dengan mutu atau jadwal.
2.1.3 Pengertian Manajemen Proyek
Menurut Schwalbe ( 2004, p8 ), Manajemen proyek merupakan aplikasi dari ilmu pengetahuan, skill, tools, dan teknik untuk aktifitas suatu proyek dengan maksud memenuhi atau melampaui kebutuhan
stakeholder dan harapan dari sebuah proyek.
Menurut Olson ( 2003, p16 ), Manajemen proyek adalah aplikasi dari sumber daya yang mencakup pengetahuan, peralatan, dan teknik untuk merancang aktivitas proyek dan kebutuhan proyek.
Menurut Nicholas ( 2001,p9 ), manajemen proyek adalah manajemen yang lebih sederhana, yang operasi-operasinya berulang dimana pasar dan teknologinya dapat diprediksi, ada kepastian tentang antisipasi hasil, dan lebih sedikit organisasi yang dilibatkan.
2.2 Project Management Critical Success Factor ( CSF )
Menurut Olson ( 2003, p10 ), Critical Succes Factor ( CSF ) merupakan elemen yang harus dilaksanakan dengan baik agar aktivitas suatu proyek dapat berjalan sukses. Kesuksesan suatu proyek dapat dilihat dari apakah sudah sesuai dengan spesifikasi, biaya, dan waktu yang diinginkan.
Critical Succes Factor ( CSF ) adalah faktor penentu keberhasilan
perusahaan, sehingga perlu dikenalkan agar perusahaan dapat mengambil langkah yang tepat dan menjamin kerja yang kompetitif. Analisa CSF berkaitan dengan identifikasi dari area-area dimana sesuatu harus benar apabila perusahaan ingin mencapai keberhasilan seperti yang telah dijabarkan dalam analisis sasaran sebelumnya. Untuk menentukan berhasil atau tidaknya CSF suatu perusahaan harus didukung oleh Key Performance Indicators ( KPI ).
Key Performance Indicators adalah cara khusus untuk mengukur kinerja
yang dirancang untuk memudahkan pemantauan yang efektif dari derajat ketaatan sebuah rencana usaha atau strategi dan derajat keberhasilan yang dicapai karena melakukan aksi tertentu.
Menurut Olson ( 2003, p12 ), tiga faktor yang diyakini sebagai faktor keberhasilan suatu proyek adalah :
1. Keikutsertaan klien dalam proyek. 2. Dukungan dari manajemen tingkat atas. 3. Objektifitas dari proyek yang jelas
Menurut Soeharto ( 2001, pp471-472 ), Pinto dan Slevin pada tahun 1988 telah menyelidiki lebih dari 400 proyek, dan menemukan Critical Succes
Factor ( CSF ), yang berikut ini berdasarkan urutannya :
1. Misi Proyek
Harus memiliki tujuan dan arah yang jelas mengenai diadakannya proyek. Hal tersebut harus dimengerti oleh tim proyek dan bidang-bidang yang terkait didalam perusahaan serta stakeholder yang memiliki peranan penting.
2. Dukungan dari manajemen atas
Dukungan biasa diberikan dalam bentuk penyediaan sumber daya yang diperlukan, memberikan otoritas yang cukup untuk pelaksanaan implementasi, mengikuti dan memperhatikan berbagai aspek kritis proyek, serta turun tangan dalam penyelesaiannya.
3. Perencanaan dan penjadwalan
Proyek harus memiliki perencanan dan jadwal secara keseluruhan seperti
milistone ( suatu kegiatan penting dalam proyek dengan durasi = 0 ), jadwal
penyerahan produk yang di buat, dan lain-lain.Dalam hal ini termasuk dalam system pelaporan dan monitoring yang efektif untuk menditeksi kemungkinan adanya penyimpangan.
4. Konsultasi dengan pemilik proyek
Konsultasi dengan pemilik proyek dari waktu ke waktu selama penyelenggaraan proyek akan sangat memperlancar pelaksanan tahap implementasi sejauh mana keinginan peranan pemilik.
5. Personil
Berhubungan dengan memilih, melakukan negosiasi, merekrut, serta pembinaan tim kerja efektif, dengan kata lain, personil berhubungan dengan orang-orang yang cocok ditugaskan ke dalam tim proyek.
6. Kemampuan teknis
Pelaksanan proyek harus memiliki kemampuan teknis dan menguasai betul-betul teknologi dari proyek yang akan diikerjakan
7. Penerimaan dari pihak pemilik proyek
Pemilik proyek terutama pada akhir tahap implementasi ikut aktif melakukan testing uji coba dan sertifikat ( pemilik proyek menerima produk yang di hasilkan tersebut ).
8. Pemantauan, pengendalian, dan feedback
Diperlukan guna mengetahui sejauh mana hasil pelaksanaan dibandingkan dengan perencanaan terutama anggaran. Disini diperlukan metode yang dapat meramalkan hasil kegiatan akhir proyek bilamana kondisi seperti saat pelaporan tidak berubah.Dengan demikian bisa diadakan koreksi sesuai keperluan.
9. Komunikasi
Terbinanya komunikasi yang baik antara peserta proyek ( proyek tim )
stakeholder yang terkait diperlukan untuk mencegah duplikasi kegiatan
maupun salah pengertian. Namun dengan komunikasi yang baik akan dapat di bicarakan persoalan-persoalan yang timbul selama proses implementasi.
10. Trouble Shooting
Mekanisme ini membantu memperkirakan persoalan yang akan terjadi dikemudian hari sehingga jauh sebelumnya sudah diberikan perhatian yang seksama ( menangani krisis dan hambatan-hambatan yang terjadi ).
2.3 Daur Hidup Manajemen Proyek
Menurut Schwalbe ( 2004, pp43-44 ), Daur hidup proyek ( Project Life
Cycle ) merupakan kumpulan dari tahapan-tahapan proyek. Tahapan dari daur
hidup proyek terdiri dari :
1. Project Feasibility : terdiri dari tahap konsep dan pengembangan tahapan ini berfokus kepada perencanaan.
2. Project Acquisition : terdiri dari tahap implementasi dan penyelesaian (close
out) berfokus kepada penyampaian tugas yang akan dilaksanakan.
Sebuah proyek harus dapat menyelesaikan setiap tahapan sebelum melanjutkan ke tahapan berikutnya. Pendekatan daur hidup proyek menyediakan suatu control manajemen yang baik dan hubungan yang tepat terhadap operasi yang berjalan dalam organisasi.
Gambar 2.1 Fase Daur Hidup Proyek
( Sumber : Schwalbe, Information Technology Project Management, 2004, p44 )
2.4 System Development Life Cycle ( SDLC )
Pendekatan yang digunakan dalam menganalisa dan mendisain proyek adalah Model Rapid Prototyping
Menurut Olson ( 2003, p131 ), Rapid Prototyping menggunakan umpan balik ( feedback ) dari user berdasarkan kesesuaiannya dengan kebutuhan-kebutuhan. Jika kebutuhan tidak dipahami dengan baik dalam tahap pengembangan ( sering menjadi masalah dalam proyek skala besar ), user memiliki kesempatan yang lebih besar dalam memahami proyek secara akurat.
Project Feasibility Project Acquisition
Penutup Implementasi Pengembangan Konsep Rencana Manajemen Perkiraan Biaya Awal Biaya 3-Level WBS Pelaksanaan Perencanaan Proyek Perkiraan Anggaran Pendefinisian 6+-Level WBS Customer Pengelompokan Akhir Kerja Perkiraan Biaya Laporan Kerja Terselesaikan Perolehan Pengajaran Penerimaan
Proses Rapid Prototyping terdiri dari : 1. Analisa masalah.
2. Deskripsi kebutuhan. 3. Spesifikasi kebutuhan.
4. Rancangan atau implementasi Prototyping. 5. Evaluasi Prototyping.
6. Spesifikasi formal untuk merancang sistem.
Selama tahap kebutuhan, sebuah sistem prototype yang sederhana dibuat dan ditunjukan untuk user, yang mengevaluasi kelemahan dan kekuatan sistem yang sedang berjalan. Umpan balik ( feedback ) ini digunakan untuk mengidentifikasi kesalahan ( error ) dan meninjau kembali atau memperbaiki deskrip yang kebutuhan.
Rapid Prototyping sering digunakan diberbagai macam pendekatan
pengembangan system. Bisa juga digunakan didalam pengembangan full-system dan sering juga digunakan ketika system baru dirancang untuk tujuan yang baru.
Kelebihan metode ini adalah :
1. Mengurangi resiko dari kesalahan user requiremt. 2. Baik untuk kebutuhan yang tidak terikat komitmen. 3. Kemajuan secara bertahap yang membantu menejemen. 4. Mendukung awal pemasaran produk.
Kekurangan model ini :
1. Prototype yang unstable / badly yang di terapkan seiring menjadi produk akhir.
2. Memerlukan kerja sama / koraborasi pelanggan luas. 3. Sulit unntuk mengetahui berapa lama proyek akan berakhir.
2.5 Contsractife Cost Model (COCOMO )
Model estimasi Contsractife Cost Model ( COCOMO ) menghitung estimasi proyek perangkat lunak dengan menggunakan berbagai variabel estimasi, diantaranya ukuran proyek dan kompleksitas produk, dan kemampuan pemrogram ( http://if.lib.itb.ac.id/go.phpid=jbptitbif-gdl-s1-2002-hendrasury-252&node=22&start=6.htm/ ).
Cost Constructive Model ( COCOMO ) adalah Salah satu cara untuk
melakukan estimasi software.
( http://web.si.its-sby.edu/kurikulum/materi/rpl/index.htm ).
Contsractife Cost Model ( COCOMO ) Olson ( 2004, p170 ) :
1.05
Person-month = 2,4 X KLOC = E for effort
0,38 Duration (month ) = 2,5 X E
2.6 Return Of Investmen ( ROI )
Return on Investment ( ROI ) menggambarkan seberapa besar laba
atau return yang diperoleh atas investasi dalam bentuk aset perusahaan. ( http://www.telkom.co.id/hubungan-investor/istilah-keuangan/ ).
ROI didifinisikan sebagai pendapatan operasi neto dibagi dengan rata-rata aktiva operasional.
(http://www.google.co.id/search?hl=id&q=%22DESENTRALISASI+DAN+AK UNTANSI+PERTANGGUNGJAWABAN%22&meta=cr%3DcountryID).
Laba Neto Operasi
R O I = --- X 100 % Aktiva Opersional
Laba Neto Operasi adalah pendapatan sebelum bunga dan pajak ( EBIT ) Aktiva operasional mencakup kas, piutang, inventasir, bangunan/pabrik dan peralatan, dan aktiva lain yang dipertahankan perusahaan dan digunakan untuk aktivitas produktif.
Rumus ROI dapat dinyatakan sebagai berikut :
R O I = Profit Margin X Perputaran Aktiva Laba Neto Operasi Penjualan
--- X --- Penjualan Aset Operasi
2.7 Project Management Knowledge Areas
Project Management Body of Knowledge ( PM Bok ) menguraikan
tentang pengetahuan yang unik pada bidang manajemen proyek dan berhubungan dengan manajemen lain secara teratur.
2.7.1 Project Integration Management
Project Integration Management menguraikan tentang proses
dan aktivitas yang mengintegrasikan unsur-unsur dari manajemen proyek yang diidentifikasi, digambarkan, dikombinasikan, disatukan dan dikoordinir di dalam kelompok-kelompok proses manajemen proyek.
Menurut Schwalbe ( 2004, pp106-107 ), Manajemen intergritas proyek meliputi proses yang terlibat didalam mengkoordinasi semua area pengetahuan manajemen proyek lain melalui dalam hidup proyek. Hal ini meyakinkan bahwa semua elemen dari proyek digunakan bersama pada waktu yang tepat untuk mensukseskan suatu proyek.
Proses utama yang terlibat di dalam manajemen intergritas proyek adalah :
1. Pengembangan rencana proyek ( Project Plan Development )
Melibatkan pengambilan hasil dari proses perencanaan dan membuat konsisten, dokumen yang koheren rencana proyek.
2. Pengeksekusian rencana proyek ( Project Plan Execution )
Melibatkan pelaksanaan rencana proyek dengan melakukan aktivitas yang termasuk didalamnya.
3. Pengotrolan Perubahan Secara Keseluruhan ( Integrated Change
Control )
Melibatkan koordinasi perubahan didalam proyek secara keseluruhan.
Untuk menyelesaikan keintegritasan manajemen proyek harus terlibat didalam lingkup proyek, kualitas, waktu, biaya, sumber daya manusia, komunikasi, resiko, dan manajemen pengadaan (procurement). Karena semua itu terikat satu sama lain didalam area pengetahuan.
2.7.2 Project Scope Management
Project Scope Management menguraikan proses yang
dilibatkan didalam untuk memastikan bahwa proyek meliputi semua pekerjaan yang diperlukan , dan hanya pekerjaan yang diperlukan, untuk menyelesaikan proyek dengan sukses.
Menurut Schwalbe ( 2004, p138 ), Ruang lingkup mewakili semua kinerja yang terlibat dalam menciptakan produk dari proyek dan proses untuk menciptakan proyek tersebut. Sedangkan ruang lingkup proyek mencakup semua proses yang terlibat dalam pendefinisian dan pengaturan mengenai apa yang termasuk atau tidak didalam proyek. Hal ini untuk menyakinkan bahwa tim proyek dan stakeholder mempunyai pengertian yang sama mengenai produk yang akan digunakan dalam memproduksi proyek tersebut. Proses utama yang terlibat didalam manajemen ruang lingkup proyek adalah :
1. Inisiasi ( Initiation )
Melibatkan tanda mulainya organisasi untuk memulai proyek atau melanjutkan fase berikut dari sebuah proyek. Keluaran dari proses inisiasi proyek adalah sebuah project charter. Project charter merupakan kunci dokumen untuk mengenal formal mengenai keberadaan dan penyediaan keseluruhan proyek. Menurut Schwalbe ( 2004, p154 ), project charter terdiri dari :
a. Judul proyek dan tanggal pengesahan.
b. Nama manajer proyek dan informasi yang dapat dihubungi. c. Deskripsi proyek secara objektif.
d. Penjelasan mengenai rencana pengetahuan proyek. e. Peraturan dan tanggung jawab.
f. Bagian persetujuan dari pihak stakeholder proyek.
g. Bagian komentar mengenai proyek dari pihak stakeholder proyek 2. Perencanaan Ruang Lingkup ( Scope Planning )
Melibatkan dokumen pengembangan untuk menyediakan dasar dari keputusan yang akan riter dari proyek, mencakup kriteria untuk menentukan apakah proyek atau fase telah diselesaikan sepenuhnya. Tim proyek menciptakan sebuah pernyataan ruang lingkup dan perencanaan manajemen proyek sebagai hasil dari proses perencanaan ruang lingkup.
3. Pendefinisian Ruang Lingkup ( Scope Definition )
Melibatkan pembagian dari proyek besar menjadi lebih kecil, lebih mudah diatur. Tim proyek menciptakan sebuah Work Breakdown
Structure ( WBS ) selama proses ini.
Menurut Schwalbe ( 2004, p157 ), Work Breakdown Structure ( WBS ) adalah sebuah analisa yang berorientasi keluar dari pekerjaan yang terlibat dalam proyek yang mendefinisikan keseluruhan ruang lingkup proyek. Work Breakdown Structure ( WBS ) merupakan dokumen dasar dalam manajemen proyek karena menyediakan dasar untuk perencanaan dan pengaturan jadawal proyek, biaya dan perubahan. Seorang yang ahli dalam manajemen proyek percaya bahwa kegiatan yang tidak seharusnya dilakukan dalam proyek bilamana kegiatan tersebut tidak termasuk dalam Work Breakdown
Structure ( WBS ).
Menurut Schwalbe ( 2004, pp163-165 ), ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk membangun Work Breakdown Structure ( WBS ), meliputi :
a. Menggunakan Guidelines
Jika pendekatan untuk mengembangkan suatu Work Breakdown
Structure ( WBS ) masih berjalan maka sangat penting untuk
b. The Analogy Approach
Di dalam pendekatan analogi, digunakan Work Breakdown
Structure ( WBS ) proyek yang sudah yang mirip sebagai tahap
untuk mulai. Beberapa organisasi menyimpan Work Breakdown
Structure ( WBS ) dan dokumen lain dalam file untuk membantu
orang yang berkerja dalam proyek. Dengan melihat contoh dari
Work Breakdown Structure ( WBS ) proyek yang mirip, akan
memungkinkan untuk mengerti cara yang berbeda untuk membuat sebuah Work Breakdown Structure ( WBS ).
c. The Top-Down dan Bottom-up Approach
Untuk mengunakan pendekatan top-down, mulai dengan prihal yang besar dari proyek dan pecahkan menjadi perihal yang lebih rinci. Proses ini melibatkan proses penyaringan kerja menjadi detil yang lebih besar. Dengan pendekatan bottom-up, anggota tim harus mengidentifikasi sebanyak mungkin tugas khusus yang berhubungan dengan proyek. Kemudian anggota tim akan mengagregasi tugas tersebut dan mengatur mereka menjadi aktivitas yang dirangkum.
Untuk menciptakan Work Breakdown Structure ( WBS ) yang baik membutuhkan beberapa iterasi. Berikut ini ada beberapa prinsip yang dapat digunakan untuk membuat Work Breakdown
i. Sebuah jenis kerja hanya muncul sekali dalam Work
Breakdown Structure ( WBS ).
ii. Content pekerjaan dari sebuah perihal Work Breakdown
Structure ( WBS ) adalah jumlah perihal Work Breakdown Structure ( WBS ) dibawahnya.
iii. Perihal Work Breakdown Structure ( WBS ) adalah tanggung
jawab dari seorang individu, meskipun banyak orang yang bekerja didalamnya.
iv. Work Breakdown Structure ( WBS ) harus konsisten dengan
jalan dimana pekerjaan dilakukan, harus membantu anggota tim dulu dan tujuan lain bila perlu.
v. Anggota tim harus terlibat dalam membangun Work
Breakdown Structure ( WBS ) untuk meyakinkan konsistensi
dan buy-in.
vi. Setiap perihal Work Breakdown Structure ( WBS ) harus didokumentasikan untuk menyakinkan pengertian yang akurat mengenai hal yang termasuk dan yang tidak termasuk dalam ruang lingkup kerja.
vii. Work Breakdown Structure ( WBS ) harus sebuah alat yang
fleksibel untuk mengakomondasi perubahaan yang tak terduga sementara menjaga pengaturan content pekerjaan dalam proyek agar sesuai dengan pernyataan ruang lingkup.
Gambar 2.4 Sample Work Breakdown Structure ( WBS ) Organized by Phase ( Sumber : A guide to the Project Management Body of Knowledge, 2004, p116 )
4. Verifikasi Ruang Lingkup ( Scope Verification )
Melibatkan penerimaan formal dari ruang lingkup proyek. Kunci proyek pemegang saham, seperti pelanggan dan sponsor untuk proyek, secara formal menerima jalannya proyek ini selama proses ini.
5. Pengontrolan Perubahan Ruang Lingkup ( Scope Change Control ) Melibatkan pengontrolan perubahan terhadap ruang lingkup proyek.
Software Product Release 5.0 Product Requirements Project Management Detail Design Construct Integration and Test Planning Adminis-tration Meetings Software Training Program Materials User Documen-tation Software Training Program Materials User Documen-tation Software Training Program Materials User Documen-tation Software User Documen-tation Training Program Materials
Perubahan ruang lingkup, tindakan koreksi, dan pengajaran dari keluaran ( output ) proses ini.
2.7.3 Project Time Management
Project Time Management mengurangi proses penyelesaian
proyek yang tepat waktu.
Menurut Schwalbe ( 2004, pp183-184 ), Manajemen waktu proyek secara sederhana didefinisikan yaitu melibatkan proses yang dibutuhkan untuk menyakinkan pemenuhan waktu dari proyek. Tetapi pencapaian hasil ini tidak sederhana.
Proses utama yang terlibat didalam manajemen waktu proyek adalah : 1. Pendefinisian Aktivitas ( Activity Definition )
Melibatkan pengidentifikasian aktifitas yang khusus dimana anggota tim proyek dan pemegang saham harus berkerja untuk menghasilkan pengarahan proyek. Sebuah aktifitas atau tugas adalah elemen kerja, biasanya ditemukan didalam Work Breakdown Structure ( WBS ) yang mempunyai durasi yang diharapkan, biaya, dan kebutuhan akan sumber daya.
2. Barisan Aktivitas ( Activity Sequencing )
Melibatkan pengidentifikasian dan pendokumentasian hubungan antara aktivitas proyek.
3. Perkiraan Durasi Aktivitas ( Activity Duration Esting )
Melibatkan perkiraan periode jumlah kerja yang dibutuhkan untuk menyelesaikan aktifitas individu.
4. Pengembangan jadwal ( Schedule Development )
Melibatkan analisa urutan aktifitas, perkiraan durasi aktifitas, dan kebutuhan sumber daya untuk menciptakan jadwal proyek.
a. Gantt Chart
Menurut Schwalbe ( 2004, p192 ), Gantt Chart menyediakan suatu format standard untuk menggambarkan informasi mengenai jadwal proyek dengan menampilkan kegiatan proyek, jadwal mulai dan jadwal selesai dalam format kalender.
b. Critical Path Method ( CPM )
Menurut Schwalbe ( 2004, p196 ), Critical Path Method ( CPM ) juga disebut Critical Path Analysis adalah suatu teknik analisa jaringan proyek yang digunakan untuk meramalkan total jangka waktu proyek. Alat yang penting ini digunakan dalam memprediksi total waktu proyek. Suatu Critical Path untuk suatu proyek adalah rangkaian aktivitas dari awal proyek dikerjakan sampai proyek tersebut diselesaikan. Menggunakan network diagram dan mempunyai sedikit slack atau float adalah waktu dari aktivitas yang mungkin tertunda tanpa menunda suatu aktivitas atau tanggal penyelesaian proyek.
c. Critical Chain Scheduling
Menurut Schwalbe ( 2004, p202 ), Critical Chain Scheduling adalah suatu metode penjadwalan yang mempertimbangkan sumber daya yang terbatas ketika menciptakan jadwal proyek dan memasukkan buffer pada proyek.
Bufer adalah penambahan waktu untuk melengkapi tugas,
penambahan pada perkiraan untuk nilai dari bermacam-macam faktor.
Buffer dibagi menjadi 2, antara lain :
1. Feeding Buffer : penambahan waktu yang ditambahkan sebelum tugas pada bagian kritis didahului oleh bagian tugas yang non-kritis.
2. Project Buffer : penambahan waktu yang ditambahkan sebelum tanggal proyek selesai
Critical chain
Critical chai
Completion
Date
Critical chain
Gambar 2.6 Example of Chain Scheduling
( Sumber : Schwalbe, Information Technology Project Management, 2004, p204 )
FB X
X FB Project
Buffer
X FB
Keterangan :
- X = Tugas yang dikerjakan oleh sumber daya yang terbatas - FB = Feeding Buffer
pada gambar 2.6 merupakan contoh membuat network diagram yang digunakan rantai jadwal kritis. Catatan dari rantai nilai yang kritis untuk keterbatasan sumber daya, “x” dan memasukkan jadwal yang digunakan pada feeding buffer dan project buffer dalam network
diagram. Tugas yang diputuskan pada “x” yang merupakan bagian
dari rantai kritis, dimana dapat diterjemahkan sebagai bagian kritis yang ada dalam tekniknya. Perkiraan tugas dalam rantai jadwal kritis lebih singkat daripada perkiraan tradisional, karena buffer tidak dimasukkan. Feeding buffer dan project buffer digunakan untuk menjaga agar waktu penyelesaian proyek sesuai dengan jadwal yang ditentukan.
5. Program Evaluation and Review Technique ( PERT )
Tehnik analisis jaringan yang biasa digunakan untuk menghitung durasi suatu projek dengan memperhitungkan faktor-faktor ketidak pastian dari suatu individu-individunya. PERT analisis mengaplikasikan metode jalur kritis dan memberikan rata-rata estimasi durasi.
PERT weighted avarage = optimistic time+4X most likely time+ pessimistic time 6
6. Pengontrolan Jadwal ( Schedule Control )
Melibatkan pengontrolan dan pengaturan perubahan terhadap perubahan jadwal.
2.7.4 Project Cost Management
Project Cost Management menguraikan proses yang dilibatkan
di dalam perencanaan, pemikiran, penganggaran, dan biaya-biaya pengendalian sehingga proyek dapat diselesaikan dengan anggaran yang telah disetujui.
Menurut Schwalbe ( 2004, p225 ), manajemen biaya proyek melibatkan proses yang dibutuhkan untuk menyakinkan bahwa proyek terselesaikan dengan angggaran yang dianjurkan. Seorang manajer proyek harus dapat meyakinkan bahwa proyek sudah didefinisikan dengan baik, mempunyai waktu yang akurat dan perkiraan harga, dan mempunyai anggaran yang realistis dimana tim proyek terlibat dalam hal penganjuran tersebut. Merupakan tugas manajer proyek untuk memuaskan stakeholder proyek sementara melanjutkan penekanan untuk mengurangi dan mengontrol biaya.
Proses yang terlibat didalam manajemen biaya proyek adalah : 1. Perencanaan Sumber Daya ( Resource Planning )
Melibatkan penentuan sumber daya apa ( orang, peralatan, dan material ) dan kuantitas dari tiap sumber daya yang akan digunakan
dalam melakukan aktivitas proyek. Keluaran dari proses ini adalah daftar dari kebutuhan sumber daya.
2. Perkiraan Biaya ( Cost Estimating )
Melibatkan pengembangan sebuah pendekatan atau pemikiran dari biaya sumber daya yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proyek. Keluaran utama dari proses ini merupakan perkiraan biaya, mendukung perincian, dan sebuah perencanaan manajemen biaya. 3. Penganggaran Biaya ( Cost Budgeting )
Melibatkan pengalokasian pemikiran biaya keseluruhan terhadap peralatan kerja individu untuk membangun sebuah dasar untuk pengukuran kerja. Keluaran utama dari proses ini adalah dasar biaya ( cost baseline ).
4. Pengontrolan Biaya ( Cost Control )
Melibatkan pengontrolan perubahan terhadap anggaran proyek. Keluaran utamanya adalah revisi perkiraan biaya, update penganggaran, tindakan pembetulan, perkiraan pada penyelesaian, dan pelajaran yang didapat.
Menurut Schwalbe ( 2004, pp232-233 ), secara keseluruhan salah satu keluaran dari manajemen biaya proyek adalah perkiraan biaya ( cost estimate ). Seorang manajer proyek secara normal menyiapkan beberapa tipe perkiraan biaya untuk kebanyakan proyek, seperti :
a. Perkiraan kasar terhadap jumlah ( Rough Order of Magnitude –
ROM )
Perkiraan ini menyediakan ide kasar mengenai biaya proyek yang dilakukan pertama kali dalam proyek atau bahkan sebelum proyek secara sah dimulai. Manajer proyek dan manajemen atas menggunakan perkiraan ini untuk membantu membuat keputusan pemilihan proyek.
b. Perkiraan secara angaran ( Budgetary Estimate )
Perkiraan ini digunakan untuk mengalokasikan uang kedalam anggaran organisasi. Banyak organisasi mengembangkan anggaran setidaknya 2 tahun kedepan. Umumnya perkiraan anggaran dibuat 1 dan sampai 2 tahun untuk penyelesaian proyek.
c. Perkiraan secara pasti ( Definitive Estimate )
Perkiraan ini menyediakan sebuah perkiraan yang akurat terhadap biaya proyek dan digunakan untuk membuat banyak keputusan pembelian dimana perkiraan akurat dibutuhkan dan untuk memperkirakan biaya akhir proyek.
2.7.5 Project Quality Management
Project Quality Management menguraikan proses yang
dilibatkan untuk meyakinkan bahwa proyek akan mencapai sasaran bila telah dikerjakan.
Menurut Schwalbe ( 2004, pp264-265 ), tujuan utama dari manajemen kualitas proyek adalah untuk menyakinkan bahwa proyek akan memenuhi ( memuaskan ) kebutuhan yang akan diambil. Tim proyek harus mengembangkan hubungan yang baik dengan stakeholder kunci, khususnya pelanggan utama dengan proyek tersebut untuk mengerti kualitas yang ada didalamnya. Jika stakeholder proyek tidak puas dengan kualitas dari manajemen proyek atau hasil produk atau suatu proyek maka tim proyek harus membetulkan ruang lingkup, waktu, dan biaya untuk memenuhi kebutuhan stakeholder dan harapan-harapan. Karena tim proyek harus mengembangkan hubungan kerja yang baik dengan semua stakeholder dan mengetahui kebutuhan mereka. Proses yang terlibat didalam manajemen kualitas proyek adalah :
1. Perencanaan kualitas ( Quality Planning )
Melibatkan pengidentifikasian dimana standard kualitas berhubungan dengan proyek yang akan dilakukan dan bagaimana mencapai keduanya.
2. Meyakinkan kualitas ( Quality Assurance )
Melibatkan evaluasi secara menyeluruh kinerja proyek untuk meyakinkan proyek akan memenuhi standard kualitas yang diinginkan. Proses peyakinan kualitas melibatkan pengambilan tanggung jawab untuk kualitas selama proyek berlangsung hingga proyek berakhir.
3. Pengontrolan kualitas ( Quality Control )
Melibatkan pengawasan hasil proyek khusus untuk meyakinkan apakah proyek sudah selesai dengan standard kualitas yang berhubungan sementara mengidentifikasi cara untuk meningkatkan kualitas secara menyeluruh.
2.7.6 Project Human Resource Management
Project Human Resource Managemen menguraikan proses
dalam mengorganisir dan mengatur tim proyek itu.
Menurut Schwlbe ( 2004, p311 ), manajemen sumber daya manusia proyek melibatkan proses yang dibutuhkan untuk melakukan efektifitas dari penggunaan orang yang terlibat dengan proyek. Manajemen sumber daya manusia menyangkut semua stakeholder proyek seperti : sponsor, pelanggan, anggota tim proyek, staff pendukung, para penjual yang mendukung proyek.
Proses utama yang terlibat didalam manajemen sumber daya manusia proyek adalah :
1. Perencanan organisasional ( Organizational Planning )
Melibatkan pengidentifikasian, penugasan, dan pendokumentasian peranan proyek, tanggung jawab, dan melaporkan hubungan. Kunci keluaran dari proses ini meliputi peranan dan tanggung jawab penugasan yang sering ditampilkan dalam bentuk matrik dan sebuah organisasional mengenai proyek.
2. Akuisisi staff ( Staff Acquisition )
Melibatkan cara mendapatkan kebutuhan personil yang ditugaskan untuk dan berkerja dalam proyek. Mendapatkan personil merupakan salah satu tantangan yang penting dari proyek TI apalagi untuk mendapatkan personil yang berkualitas.
3. Pengembangan tim ( Team development )
Melibatkan pembangunan individu dan kemampuan tim untuk meningkatkan kerja proyek. Pembangunan individu dan kemampuan tim merupakan tantangan bagi banyak proyek TI.
2.7.7 Project Communications Management
Project Communications Management menguraikan proses
mengenai tahap yang sesuai dan tepat waktu, koleksi, penyebaran, penyampaian dan pengaturan terakhir tentang informasi proyek.
Menurut Schwalbe (2004, p353), tujuan dari manajemen komunikasi proyek adalah untuk menyakinkan waktu dan turunan yang benar, pengumpulan, penyebaran, penyimpanaan, dan peletakan dari informasi proyek.
Proses utama yang terlibat didalam manajemen komunikasi proyek adalah :
1. Perencanaan komunikasi ( Communication Planning )
Melibatkan penentuan informasi dan komunikasi kebutuhan pemegang saham yaitu siapa yang membutuhkan informasi, kapan membutuhkannya, dan bagaimana informasi itu diberikan.
2. Pendistribusian informasi ( Information Distribution )
Melibatkan pengadaan informasi yang dibutuhkan bagi stakeholder dalam kesatuan waktu.
3. Pelaporan kinerja ( Performance Reporting )
Melibatkan pengumpulan dan penyebaran inforasi kinerja, termasuk status laporan dan hasil-hasil kerja merupakan masukan terpenting dalam pelaporan kinerja. Dan sebagai keluarannya meliputi laporan status, laporan perkembangan, peramalan, dan perubahan permintaan.
4. Penutupan administrasi ( Administrative Closure )
Melibatkan, menghasilkan, mengumpulkan, dan penyebaran informasi untuk memformalkan fase atau penyelesaian proyek.
2.7.8 Project Risk Management
Project Risk Management menguraikan proses yang berkaitan
dengan pelaksanaan manajemen resiko pada suatu proyek.
Menurut Schwalbe ( 2004, p390 ), manajemen resiko proyek merupakan pengetahuan untuk mengidentifikasi, menugaskan, dan menanggapi resiko melalui daur hidup proyek dan perhatian dalam
memenuhi objektif proyek. Menurut Schwalbe ( 2004, p393 ), tujuan dari manajemen resiko proyek dapat dilihat dengan meminimalkan potensi resiko sementara memaksimalkan potensi peluang atau pengeluaran.
Proses utama yang terlibat didalam manajemen resiko proyek adalah : 1. Perencanaan Manajemen Resiko ( Risk Management Planning )
Melibatkan memutuskan bagaimana pendekatan dan rencana kegiatan manajemen resiko untuk suatu proyek. Dengan meninjau
project charter, Work Breakdown Structure ( WBS ), aturan dan
tanggung jawab, teloransi resiko stakeholder, dan kebijaksanaan manajemen resiko organisasi, tim proyek dapat merumuskan suatu perencanan manajemen resiko
2. Identifikasi Resiko ( Risk Identification )
Melibatkan penentuan dimana resiko lebih mempengaruhi proyek dan pendokumentasian karakteristik dari setiap resiko yang ada. 3. Banyaknya Resiko ( Quantitative Risk Analysis and Qualitative Risk
Analysis )
Melibatkan pengevaluasian resiko dan interaksi resiko untuk menafsirkan kemungkinan output proyek. Alat atau teknik untuk menghitung resiko yaitu jumlah uang yang diharapkan, menghitung
4. Perncanaan Tangapan Terhadap Resiko ( Risk Response Planning ) Melibatkan pengambilan langkah-langkah untuk meningkatkan peluang dan mengembangkan tanggapan terhadap ancaman. Keluaran dari proses pengembangan tanggapan terhadap resiko ini adalah perncanaan manjemen resiko.
5. Pengontrolan dan Pengawasan Resiko (Risk Monitoring and Contro) Melibatkan pengawasan terhadap resiko yang diketahui, identifikasi resiko-resiko baru, mengurangi resiko, dan mengevaluasi keefektifan dari penurunan resiko seluruhnya dalam daur hidup proyek. Keluaran utama dari proses ini adalah tindakan pembetulan terhadap tanggapan resiko dan update perencanaan manajemen resiko.
2.7.9 Project Procurement Management
Project Procurement Managemen menguraikan proses
pembelian atau perolehan produk, jasa atau hasil, seperti halnya proses manajemen kontrak.
Menurut Schwalbe ( 2004, p427 ), pengadaan (procurement) proyek mempunyai arti mendapatkan barang dan atau jasa dari sumber daya luar. Menurut Schwalbe ( 2004, pp429-430 ) keberhasilan dari proyek TI yang menggunakan sumber daya dari luar perusahaan sering tergantung pada manajemen pengadaan proyek. Manajemen pengadaan proyek itu sendiri meliputi proses yang dibutuhkan untuk mendapatkan barang atau jasa proyek dari luar.
Proses utama yang terlibat didalam manajemen pengadaan proyek adalah :
1. Proses Pengadaan ( Procurement Planning )
Melibatkan penentuan bagaimana mengadakan dan kapan. Proeses ini melibatkan penentuan bagaimana meng-outsource, menentukan jenis kontrak, dan menciptakan pernyataan kerja.
2. Perencanaan Permohonan ( Solicitation Planning )
Melibatkan pendokumentasian kebutuhan produk dan mengidentifikasi sumber daya yang pontensial. Proses ini melibatkan penulisan dokumen pengadaan, seperti Request For Proposal ( RFP ), dan mengembangkan criteria evaluasi. Akhir dari proses ini, yaitu organisasi sering mengumumkan Request For Proposal ( RFP ). 3. Permohonan ( Solicitation )
Melibatkan kuota, penawaran atau proposal yang sesuai. Proses ini sering melibatkan penyelesaian dokumen pengadaan, iklan, mengadakan konferensi para penawar, dan menerima proposal atau penawaran untuk kerja.
4. Pemilihan Sumber Daya ( Source Selection )
Melibatkan pemilihan anatra para penjual yang potensial dan proses ini melibatkan pengvaluasian penjualan yang berprospek ( maju ), menegosiasikan kontrak dan memberikan kontrak.
5. Administrasi Kotak ( administrasi Close-out )
Melibatkan pengaturan hubungan dengan penjual. Proses ini meliputi pengawasan kontarak kerja, membuat pembayaran, dan memberikan modifikasi kontrak. Diakhir prosesnya, tim proyek menggarapkan jumlah yang memadahi penyelesaian dari kerja yang dikontrak.
6. Penutupan Kontrak ( Control Close-ou t)
Melbatkan penyelesaian dan penetapan dari kontrak, termasuk resolusi dari barang terbuka. Proses ini biasanya mencangkup verifikasi produk, dan penerimaan formal dan penutupan, dan audit kontrak.
Gambar 2.8 Project Management Body of Knowledge Structure
( Sumber : A Guide to The Project Management Body of Knowledge, 2004, p11 )
PROJECT MANAGEMEN
Project Integration Management
1. Develop Project Charter. 2. Develop Preliminary Project
Scope Statement.
3. Develop Project Management Plan.
4. Direct and Manage Project Execution.
5. Monitor and Control Project Work.
6. Integrated Change Control. 7. Close Project Project Scope Management 1. Scope Planning 2. Scope Definition 3. Create WBS 4. Scope Verification 5. Scope Control Project Time Management 1. Activity Definition 2. Activity Sequencing 3. Activity Resource Estimating
Project Cost Management 1. Cost Estimating 2. Cost Budgeting 3. Cost Control Project Quality Management 1. Quality Planning 2. Perform Quality Assurance
3. Perform Quality Control
Project Human Resource Management
1. Human Resource Planning 2. Acquire Project Team 3. Develop Project Team 4. Manage Project Team Project Communications Management 1. Communications Planning 2. Information Distribution 3. Performance Reporting 4. Manage Stakeholders Project Risk Management
1. Risk Management Planning 2. Risk Identification 3. Qualitative Risk Analysis 4. Quantitative Risk Analysis 5. Risk Response Planning 6. Risk Monotoring and
Control
Project Procurement Management
1. Plan Purchase and Acquisitions 2. Plan Contracting 3. Request Seller Response 4. Select Sellers
5. Contract Administration 6. Contract Closore