• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sistem Pencernaan dan Ekosistem Rumen Ternak Ruminansia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sistem Pencernaan dan Ekosistem Rumen Ternak Ruminansia"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

4 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Pencernaan dan Ekosistem Rumen Ternak Ruminansia

Pencernaan merupakan rangkaian proses perubahan fisik dan kimia yang dialami bahan makanan selama berada di dalam saluran pencernaan. Proses penecrnaan pada ternak ruminansia relative lebih kompleks dibandingkan proses pencernaan jenis ternak lainnya. Pada ternak ruminansia pencernaan dapat terjadi secara mekanis dimulut seperti mastikasi atau kontraksi otot dari saluran pencernaan, fermentative oleh mikroba rumen dan secara hidrolisis oleh enzim-enzim pencernaan. Semua fungsi dari berbagai proses pencernaan adalah untuk mereduksi pakan menjadi ukuran molekul atau mempunyai daya larut yang memungkinkan terjadinya penyerapan. Pakan berserat (hijauan) yang dimakan ditahan untuk sementara didalam rumen. Pada saat hewan beristirahat pakan yang telah berada di dalam rumen dikembalikan ke mulut (proses regurgitasi) untuk dikunyah kembali (remastikasi), kemudian pakan ditelan kembali. Kontraksi retikulorumen yang terkoordinasi dalam rangkaian proses tersebut bermanfaat untuk pengadukan digesta (pencernaan) inokulasi dan penyerapan nutrien. Selain itu, kontraksi retikulo rumen juga bermanfaat untuk pergerakan digesta meninggalkan retikulo rumen.

Menurut Frendson (1992) bahwa retikulum, rumen dan omasum secara bersama-sama disebut perut depan. Retikulum yang menyerupai sarang tawon berfungsi untuk mendorong pakan padat dan ingesta ke dalam rumen atau mengalirkan ingesta ke dalam omasum dan regurgitasi ingesta selama ruminasi.

(2)

5

Proses fermentasi dalam kapasitas besar terjadi di retikulo-rumen mencapai 60-80% kebutuhan energi pada ternak ruminansia. Proses fermentasi yang melibatkan aktivitas mikroba rumen (protozoa, bakteri dan fungi) yang mengubah komponen pakan untuk menghasilkan produk akhir yang berguna (asam lemak terbang =VFA) dan protein mikroba, sedangkan yang tidak berguna (CH4 dan CO2). Asam

lemak terbang (VFA), CO2 dan CH4 (gas methan) merupakan hasil degradasi dari

karbohidrat pakan, sedangkan ammonia merupakan hasil perombakan protein pakan.

Mikroba rumen membantu ternak ruminansia dalam mencerna bahan pakan berserat tinggi serta mengubah nutrien pakan secara fermentatif menjadi senyawa lain. Kondisi rumen yang anaerob sangat penting artinya dalam proses fermentasi di rumen dan pada keadaan tersebut mikroba dapat melakukan berbagai reaksi dan interaksi dengan makanan yang dikonsumsi ternak, untuk menghasilkan nutrien yang dapat diserap dan selanjutnya dimanfaatkan oleh ternak. Untuk mencapai pertumbuhan maksimal, kondisi rumen harus memiliki pH berkisar 5,5 – 7,2 dan suhu antara 380C – 410C (Owen dan Goetsch, 1988).

Bakteri merupakan penghuni terbesar didalam rumen. Bakteri tersebut secara garis besar dikelompokkan menjadi tiga : (1) bakteri hidup bebas dalam cairan rumen yang jumlahnya lebih kurang 30% dari total bakteri. (2) bakteri yang menempel pada partikel makanan yang jumlahnya kurang lebih 70% dari total bakteri dan (3) sebagian kecil kelompok bakteri melekat pada dinding ephitel rumen dan ada juga dalam jumlah kecil bakteri melekat pada protozoa yaitu yang bersifat methanogenik (Preston dan Leng, 1987).

(3)

6

Sebagian protozoa memakan bakteri untuk memperoleh sumber nitrogen dan mengubah bakteri menjadi protein protozoa (Arora, 1995). Populasi protozoa dalam rumen sapi yang memakan makanan berserat dan mengandung gula terlarut yang rendah adalah sangat rendah berkisar 105/ml, sedangkan pada ternak yang makanannya mengandung gula atau tepung, populasi protozoa meningkat mencapai 40 x 105/ml cairan rumen. Protozoa sangat peka terhadap situasi asam, bila pH diturunkan maka jumlahnya dalam rumen akan menurun (Purser dan Moir, 1959).

2.2 Produksi N-Amonia dalam Rumen

Pada pencernaan ternak ruminansia sebagian protein yang masuk ke dalam rumen akan mengalami perombakan oleh enzim protease yang dihasilkan mikroba rumen menjadi ammonia. Produksi ammonia tergantung pada kelarutan protein ransum, jumlah protein ransum, lamanya makanan berada dalam rumen dan pH rumen (Orskov, 1982). Sebagian besar mikroba rumen (82%) menggunakan NH3(ammonia) untuk memperbanyak diri, terutama dalam proses sintesis protein

tubuhnya (Sutardi, 1979). Bakteri rumen mayoritas dapat menggunakan ammonia sebagai sumber nitrogen. Kadar ammonia yang dibutuhkan untuk menunjang pertumbuhan mikroba rumen maksimal adalaj 4 – 12 mM (Sutardi, 1979). Produksi protein mikroba dapat ditingkatkan dengan cara menambahkan karbohidrat mudah tersedia dalam rumen seperti tetes, pati, glukosa, fruktosa dan sukrosa. Adanya karbohidrat yang mudah difermentasi tersebut memungkinkan mikroba mendapatkan ammonia yang lebih banyak untuk membentuk protein tubuhnya.

(4)

7

2.3 Produksi Volatile Fatty Acid (VFA) dalam Rumen

Mikroba rumen memfermentasi dan mengubah sejumlah besar komponen karbohidrat menjadi VFA yang menghasilkan energi dalam bentuk Adenosine Tri Phosphate (ATP). Tubuh atau sel mikroba mengandung 40-60% protein, karena itu sangat diperlukan energi yang mudah tersedia berupa ATP untuk keperluan sintesis protein. Selain itu, ATP tersebut dipergunakan untuk mempertahankan kelestarian aktivitas mikroba itu sendiri. Dalam rumen, karbohidrat mengalami hidrolisis yang menghasilkan glukosa selanjutnya difermentasi menjadi VFA yang sebagian besar berupa asam asetat, propionat dan butirat yang disertai pembentukan ATP. Disamping itu juga dihasilkan iso butirat dan iso valerat (Preston dan Leng, 1987).

Banyaknya VFA yang dihasilkan didalam rumen sangat bervariasi antara 200 – 1500 mg/100 ml cairan rumen, hal ini tergantung pada jenis ransum yang dikonsumsi. Meningkatnya konsentrasi VFA mencerminkan peningkatan protein dan karbohidrat pakan yang mudah larut (Davies, 1982). Konsentrasi VFA ini mempunyai peran ganda yaitu sebagai sumber energi bagi ternak dan sumber kerangka karbon bagi pembentukan protein mikroba. Pada proses fermentasi normal kadar VFA total dalam cairan rumen sekitar 70 – 130 mM. Kadar VFA yang dibutuhkan untuk menunjang pertumbuhan mikroba rumen optimal adalah 80 – 160 mM (Sutardi, 1980).

2.4 Pengaruh Imbangan Hijauan dengan Konsentrat Terhadap pH Rumen

Nilai pH rumen dipengaruhi oleh konsentrasi serat terutama NDF(Neutral Detergen Fiber) dan keseimbangan antara produksi asam dan sekresi dari saliva (Krause et al., 2002). Meningkatnya persentase hijauan dan

(5)

8

konsentrat dalam ransum akan meningkatkan pH rumen secara linier dan mempengaruhi proporsi molar dari butirat dan isovalerate secara kuadratis. (Aguerre et al., 2011). Menurunnya kandungan serat kasar dalam pakan umunya menurunkan pH rumen (Erdman, 1988; Kolver & de Veth, 2002).

Karena adanya hubungan positif antara kandungan NDF pakan dengan berat jenis, maka meningkatkan rasio Hijauan dengan Konsentrat secara umum akan menurunkan asupan pakan (Allen, 2000). Jerami padi tidak mengandung cukup glukosa, asam amino dan mineral untuk pertumbuhan mikroba dalam rumen (Doyle et al., 1996). Selain kelemahan tersebut diatas, jerami padi memilik sifat tinggi serat kasar, nitrogen rendah dan komposisi mineral yang tidak seimbang sehingga mengakibatkan asupan rendah. Semua hal tersebut diatas akan mengakibatkan pemberiannya sebagai pakan basal tunggal, baik secara langsung maupun melalui proses perla-kuan, tidak akan dapat memenuhi kebu-tuhan nutrisi pada ternak.Nilai pH adalah satu-satunya ukuran ruminal yang berhubungan linier dengan peningkatan emisi CH4, dimana ketika proporsi hijauan dalam makanan

meningkat maka produksi CH4 juga meningkat., Van Kessel dan Russell (1996)

menunjukkan bahwa metanogen sensitif terhadap pH. Metanogenesis sangat tergantung pada nilain pH dan tidak ada CH4 yang diproduksi secara in vitro

ketika nilai pH yang tercatat di bawah 6.0.

2.5 Pengaruh Pakan Terhadap Mikroorganisme Rumen

Latham et al., 1971, mengganti pakan jerami dengan gandum atau biji jagung dan menemukan bahwa, jumlah bakteri selulolitik menurun dari 107 ke 106 (jerami ke barley) dan ke 103 dengan biji jagung.Van Gylswyk et al., (1992), memeriksa tingkat pertumbuhan bakteri rumen dan melaporkan bahwa sampel

(6)

9

cairan rumen 3 jam setelah pemberian makan lebih baik dibandingkan dengan cairan rumen yang diperoleh sebelum makan atau 7-8 jam setelah pemberian makan.

Payne et al., (2002) menggunakan profil gas fermentasi kumulatif dari substrat pati untuk mengevaluasi tiga kali sampling, menjadi pra-makan, 4 dan 8 jam pasca-makan. Mereka menyarankan bahwa pH rumen 6,25, 5,96 dan 6,13, untuk pra-makan, 4 dan 8 jam setelah makan. Inokulum dari sampel rumen yang diperoleh 4 jam setelah makan akan mengandung konsentrasi mikroorganisme rendah karena pengenceran dengan air, pakan dan air liur.

Referensi

Dokumen terkait

Tubuh dalam keadaan lapar, dan tidak ada asupan makanan, kadar glukosa dalam darah akan menurun, glukosa diperoleh dengan memecah glikogen menjadi glukosa yang

Anak usia sekolah menderita anemia disebabkan oleh berbagai faktor antara lain dipengaruhi oleh pola makanan yang berhubungan dengan keadaan sosial ekonomi rendah

Penyakit bawaan makanan atau keracunan makanan yang ditimbulkan akibat adanya kontaminasi makanan dan minuman oleh mikroba perlu mendapat perhatian secara seksama, karena

Dari berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa burnout merupakan suatu kondisi atau keadaan dimana seseorang mengalami kelelahan secara emosional dan

1 Sedangkan kamus hukum sendiri dijelaskan bahwa Keabsahan sendiri dalam berbagai bahasa artinya antara lain adalah convalesceren, convalescentie, dalam bahasa belanda,

Menurut Davis & Erhart (1976), monensin memperbaiki efisiensi penggunaan makanan melalui beberapa mekanisme: 1) perubahan produksi asam dalam rumen, 2)

Dengan melihat sifat penetrasi iradiasi ultraviolet yang lemah di dalam larutan dan bahkan tidak dapat melakukan penetrasi pada bahan makanan padat, maka mikroba yang

Fermentasi adalah proses perubahan kimiawi dari senyawa-senyawa organik (karbohidrat, lemak, protein dan bahan organik lain) baik dalam keadaan aerob maupun anaerob, melalui