• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tahu

Tahu sebagai salah satu produk olahan kedelai yang merupakan sumber penyedian protein yang sangat baik tubuh karena jumlah protein yang dikandungnya serta daya cernanya yang tinggi. Tahu pertama kali dibuat sekitar tahun 200 SM oleh salah seorang juru masak Cina yang secara tidak sengaja menambahkan nigari atau larutan garam ke dalam sari kedelai hingga terjadi proses penggumpalan menjadi padatan. Sejak saat itu maka tahu sebagai produk olahan kedelai diterima sebagai suatu sumber kesehatan bagi orang Asia. Sebagai sumber protein nabati, tahu mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan sumber protein nabati lainnya. Tahu mengandung air 86 %, protein 8-12%, 4,6% lemak dan 1,6 % karbohidrat, juga mengandung berbagai mineral seperti kalsium, zat besi, fosfat, kalium, natrium; serta vitamin seperti kolin, vitamin B dan vitamin E. Kandungan asam lemak jenuhnya rendah dan bebas kolesterol. Mutu proteinnya cukup tinggi, sehingga cocok untuk makanan diet (Koswara, 2009)

Dengan demikian, jika seseorang tidak dapat mengkonsumsi daging atau sumber protein hewani lain, maka kebutuhan protein tubuhnya dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi tahu. Oleh karena itu, tahu termasuk golongan makanan yang dianjurkan bagi vegetarian sebagai pengganti daging (Bruulsema, 2003).

Tahu merupakan suatu produk yang terbuat dari hasil penggumpalan protein kedelai. Tahu dikenal masyarakat sebagai makanan sehari-hari yang umumnya sangat digemari serta mempunyai daya cerna yang tinggi.

Keutungan lain pada pembuatan tahu adalah berkurangnya senyawa antitripsin yang terbuang bersama whey dan rusak selama pemanasan (Purwaningsih, 2005).

(2)

Syarat mutu tahu menurut SNI 01-3142-1998 dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Syarat Mutu Tahu Menurut SNI 01-3142-1998 No Jenis Uji Satuan Persyaratan 1 Keadaan:

1.1 Bau Normal

1.2 Rasa Normal

1.3 Warna Putih normal/kuning normal

1.4 Penampakan Normal tidak berlendir dan tidak berjamur

2 Abu % (b/b) Maks. 1,0

3 Protein (N x 6,25) % (b/b) Min. 9,0

4 Lemak % (b/b) Min. 0,5

5 Serat kasar % (b/b) Maks. 0,1 6 Bahan tambahan

pangan

% (b/b) -

Sesuai SNI 01-0222-1995 dan Peraturan Men.Kes No 722/Men.Kes/Per/IX/1988 7 Cemaran logam:

7.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 2,0 7.2 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 30,0

7.3 Seng (Zn) mg/kg Maks. 40,0

7.4 Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0 / 250,0

7.5 Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,03

8 Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks. 1,0 9 Cemaran mikroba:

9.1 Escherichia coli APM/g Maks. 10

9.2 Salmonella /25g Negatif

Sumber: Badan Standarisasi Nasional (1998) 1. Bahan Pembuatan Tahu

a. Kedelai

Kedelai merupakan salah satu hasil pertanian yang sangat penting artinya sebagai bahan makanan, karena jumlah dan mutu protein yang dikandungnya sangat tinggi yaitu sekitar 40 % dan susunan asam amino essensialnya lengkap sehingga protein kedelai mempunyai mutu yang mendekati mutu protein hewani (Hardjo, 1964). Sebagai bahan baku makanan, kedelai termasuk bahan makanan yang mempunyai susunan zat yang lengkap dan mengandung hampir semua zat-zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah yang cukup (Winarno dan Rahman, 1974). Protein kedelai yang sebagian besar adalah globulin, mempunyai titik isoelektris 4,1-4,6. Globulin akan mengendap pada pH 4,1

(3)

sedangkan protein lainnya seperti proteosa, prolamin dan albumin bersifat larut dalam air sehingga diperkirakan penurunan kadar protein dalam perebusan disebabkan terlepasnya ikatan struktur protein karena panas yang menyebabkan terlarutnya komponen protein dalam air (Anglemier and Montgomery, 1976).

Gambar 2.1 Kedelai (Koswara, 1992) Klasifikasi kedelai sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermathopyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Fabales

Familia : Fabaceae Sub family: Faboideae

Genus : Glycine (L.) Merrl.

Spesies : Glycine max (Koswara, 1992)

Budidaya kedelai meliputi pembibitan, pengolahan media tanam, teknik penanaman, dan pemeliharaa tanaman. Panen kedelai dilakukan apabila sebagian besar daun sudah menguning, tetapi bukan karena serangan hama atau penyakit, lalu gugur, buah mulai berubah warna dari hijau menjadi kuning kecoklatan dan retak-retak, atau polong sudah kelihatan tua, batang berwarna kuning agak coklat dan gundul. Panen yang terlambat akan merugikan, karena banyak buah yang sudah tua dan kering, sehingga kulit polong retak-retak atau pecah dan biji lepas berhamburan. Disamping itu, buah akan gugur akibat tangkai buah mengering dan lepas dari cabangnya.

Perlu diperhatikan umur kedelai yang akan dipanen yaitu sekitar 75-

(4)

110 hari, tergantung pada varietas dan ketinggian tempat. Perlu diperhatikan, kedelai yang akan digunakan sebagai bahan konsumsi dipetik pada usia 75-100 hari, sedangkan untuk dijadikan benih dipetik pada umur 100-110 hari, agar kemasakan biji betul-betul sempurna dan merata (Prihatman, 2010).

Kedelai yang tumbuh secara liar di Asia Tenggara meliputi sekitar 40 jenis. Penyebaran geografis dari kedelai mempengaruhi jenis tipenya. Terdapat 4 tipe kedelai yakni: tipe Mansyuria, Jepang, India, dan Cina. Dasar-dasar penentuan varietas kedelai adalah menurut: umur, warna biji dan tipe batang. Varietas kedelai yang dianjurkan yaitu: Otan, No. 27, No.29, Ringgit 317, Sumbing 452, Merapi 520, Shakti 945, Davros, Economic Garden, Taichung 1290, TKG 1291, Clark 1293, Orba 1343, Galunggung, Lokon, Guntur, Wilis, Dempo, Kerinci, Raung, Merbabu, Muria dan Tidar.

Kandungan protein masing-masing varietas kedelai dapat dilihat pada Tabel 2.2 dan kandungan gizi kedelai kering dapat dilihat pada Tabel 2.3

Tabel 2.2 Beberapa Varietas Kedelai Dan Kandungan Proteinnya

No Varietas kedelai Kadar protein (%)

1 Otan 36,7

2 No. 27 40

3 No.29 43

4 Ringgit 317 39

5 Sumbing 452 39,3

6 Merapi 520 41

7 Shakti 945 41,6

8 Davros 37,13

9 Taichung 1290 39

10 TKG 1291 35,5

11 Orba 1343 38,5

12 Galunggung 44

Sumber: Suprapto (1999)

(5)

Tabel 2.3 Kandungan Gizi Kedelai Kering per 100 gram

No Komposisi Jumlah

1 Kalori (Kkal) 331,0

2 Protein (g) 34,9

3 Lemak (g) 18,1

4 Karbohidrat (g) 34,8

5 Kalsium (mg) 227,0

6 Fosfor (mg) 585,0

7 Besi (mg) 8,0

8 Vitamin A (SI) 110,0

9 Vitamin B1 (mg) 1,1

10 Air (g) 7,5

Sumber : Cahyadi (2007) b. Air

Air merupakan bahan yang sangat penting bagi kehidupan umat manusia dan fungsinya tidak pernah bisa digantikan oleh senyawa lain. Air juga merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan kita. Bahkan dalam bahan makanan yang kering sekalipun seperti buah kering tepung serta biji-bijian terkandung air dalam jumlah tertentu, semua bahan makanan mengandung air dalam jumlah tertentu, baik itu bahan makanan hewani maupun nabati. Air berperan membawa zat-zat makanan dan sisa-sisa metabolisme sebagai media reaksi yang menstabilkan pembentukan biopolimer (Winarno, 2004).

Menurut Yusuf (2012) standar baku kualitas air minum merupakan parameter yang digunakan untuk menentukan kualitas air minum. Dengan standar tersebut, dapat diketahui kualitas air minum layak atau tidak untuk diminum. Standar baku kualitas air minum harus memenuhi kualitas secara fisik, kimia dan biologi. Standar fisik menetapkan batasan tentang sifat fisik air.Standar kimia menetapkan tentang batasan kandungan sifat dan bahan kimia yang terkandung di dalam air minum yang masih diperbolehkan dan tidak berbahaya untuk dikonsumsi.Standar biologi menetapkan ada atau

(6)

tidaknya mikroorganisme patogen dannonpatogen yang terkandung atau hidup di dalam air minum. Adapun standar mutu air berdasarkan SNI 01-3553-1994 pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Standar Mutu Air Menurut SNI 01-3553-1994 No KriteriaMutu Persyaratan

1 2 3 4

Bau Rasa pH

Kekeruhan

Tidak berbau Normal 6,5-9 Max 5 NTU Sumber : Badan Standarisasi Nasional (1994) c. Bahan Penggumpal

Penggumpalan merupakan tahapan proses yang paling penting karena adanya korelasi yang kompleks pada variabel sifat kimia (total padatan, pH, volume) kedelai, tipe, jumlah dan konsentrasi penggumpal, metode penambahan dan pencampuran serta suhu dan waktu penggumpalan. Bahan penggumpal merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap rendemen dan kualitas tahu.

Bahan penggumpal sari kedelai pada pembuatan tahu terdapat beberapa tipe. Di Indonesia, tipe penggumpal asam banyak digunakan oleh sentra industri tahu. Penggumpalan susu kedelai dalam pembuatan tahu menggunakan cara fermentasi merupakan salah satu cara yang banyak dilakukan oleh produsen tahu lokal.

Cara ini menggunakan whey yang dibiarkan selama satu hari sehingga bakteri asam laktat dapat tumbuh dan memproduksi asam laktat. Kemudian dicampur dengan susu kedelai untuk digumpalkan (Susanti, 1999).

Tahu yang berasal dari protein kedelai yang digumpalkan melalui penambahan suatu bahan penggumpal (Liu, 2007). Pada umumnya produsen menggunakan bahan kimia sebagai penggumpalnya maka perlu dicari alternatif bahan penggumpal alami yang salah satunya adalah bittern. Air bittern didefinisikan oleh Lewis (2001) sebagai larutan sisa pembuatan garam melalui proses kristalisasi dan peningkatan konsentrasi air laut yang

(7)

mengandung mineral brom, magnesium, natrium, kalium dan kalsium. Unsur mineral inilah yang berfungsi sebagai penggumpal.

Bittern yang dimanfaatkan sebagai penggumpal pada pembuatan tahu, memiliki kelebihan rasanya lebih enak dibandingkan tahu dengan koagulan cuka.

Batu tahu (CaSO4) paling umum digunakan untuk menggumpalkan dan sering digunakan berdasarkan perkiraan saja, dimana batu tahu diencerkan dalam air secukupnya lalu ditambahkan ke dalam susu kedelai sampai menggumpal dan penggunaan batu tahu dihentikan. Penambahan batu tahu akan menyebabkan terjadinya koagulasi. Hal ini disebabkan oleh ion Ca++ yang bereaksi dan berikatan dengan protein susu kedelai dan bersama lipid membentuk gumpalan (Santoso, 1993).

Cairan sisa (whey) proses penggumpalan dalam pembuatan tahu masih dapat digunakan lagi sebagai bahan penggumpal dalam proses penggumpalan selanjutnya. Di samping itu, dapat dimanfaatkan untuk beberapa macam keperluan untuk pembuatan makanan ataupun minuman. Jika tidak dimanfaatkan dan langsung dibuang ke lingkungan, whey justru akan menyebabkan pencemaran lingkungan. Sewaktu masih baru, cairan sisa (limbah tahu) tersebut tidak berbau. Namun apabila tertimbun dalam waktu lebih dari enam jam, akan menimbulkan bau yang semakin lama semakin menyengat. Agar dapat digunakan untuk menggumpalkan protein dalam pembuatan tahu, cairan sisa harus disimpan selama 24 jam untuk memberikan kesempatan pada bakteri asam cuka untuk memfermentasikannya, sehingga kemampuannya menjadi seimbang dengan tugas yang dibebankan kepadanya. Bahan ini selain aman juga sangat ekonomis karena sudah tersedia di tempat pembuatan tahu (Suprapti, 2005).

(8)

2. Proses Pembuatan Tahu

Tahu merupakan makanan yang digemari semua kalangan masyarakat di Indonesia. Tahu adalah ekstrak protein kedelai yang telah digumpalkan dengan asam, ion kalsium, atau penggumpal lainnya. Tahu telah menjadi konsumsi masyarakat luas, baik sebagai lauk maupun sebagai makanan ringan (Cahyadi, 2007). Menurut Purwaningsih (2005), tahu merupakan suatu produk yang terbuat dari hasil penggumpalan protein kedelai. Keutungan lain pada pembuatan tahu adalah berkurangnya senyawa antitripsin yang terbuang bersama whey dan rusak selama pemanasan. Proses pembuatan tahu terdiri dari dua bagian, yaitu pembuatan susu kedelai dan penggumpalan proteinnya. Sebagai zat penggumpal secara tradisional biasanya digunakan biang, yaitu cairan yang keluar pada waktu pengepresan dan sudah diasamkan semalam.

Beberapa faktor yang mempengaruhi rendemen protein dan mutu tahu adalah cara penggilingan atau ekstraksi, pemilihan bahan baku, bahan penggumpal, dan keadaan sanitasi proses pengolahan pada umumnya.

Secara umum proses pembuatan tahu meliputi:

1. Pencucian kedelai 2. Perendaman kedelai 3. Penggilingan kedelai 4. Pemasakan bubur kedelai 5. Penyaringan bubur kedelai 6. Penggumpalan sari kedelai

7. Pencampuran padatan tahu dan cairan 8. Pencetakan

Tahapan proses pembuatan tahu dapat dilihat pada Gambar 2.1.

(9)

Gambar 2.2 Pembuatan Tahu (Purwaningsih, 2005) Kedelai bersih

Kedelai

Air limbah Ampas tahu

Air limbah Air limbah

Air untuk perendaman

Air untuk

pencucian Pencucian

Pencampuran padatan tahu dan cairan

Kedelai rendaman

Penyaringan

Penirisan kemudian penggilingan dengan penambahan air

Perebusan Bubur kedelai

Perendaman

Susu kedelai

Pengadukan sedikit demi sedikit sampai mengendap

Pencetakan

Tahu

Pembuangan cairan air

Bahan penggumpal

(10)

Proses pembuatan tahu dimulai penyiapan biji kedelai yang tua. Biji kedelai perlu disortasi agar nantinya memperoleh produk tahu kualitas baik. Setelah sortasi kemudian dilakukan pencucian, dengan pencucian maka kotoran-kotoran yang melekat maupun tercampur di antara biji dapat hilang. Setelah dicuci bersih kedelai direndam dalam bak air selama sekitar 6-12 jam. Dengan perendaman ini, kedelai akan menyerap air, sehingga lebih lunak dan kulitnya mudah dikupas. Pengupasan kulit dilakukan dengan cara kedelai diremas-remas dalam air, kemudian dihilangkan kulitnya dan terjadilah keping-keping kedelai. Setelah terbentuk keping-keping kedelai kemudian digiling dengan penambahan air panas dengan perbandingan 1:8. Tujuan penambahan air panas untuk menginaktifkan enzim lipoksigenase dalam kedelai yang menyebabkan timbulnya bau langu. Bubur kedelai yang diperoleh sebagai hasil penggilingan selanjutkan dididihkan. Tujuan pendidihan adalah untuk menginaktifkan zat antinutrisi kedelai dan sekaligus meningkatkan nilai cerna. Proses selanjutnya bubur kedelai disaring untuk mendapatkan sari kedelai. Sari kedelai yang dihasilkan kemudian digumpalkan. Setelah terbentuk gumpalan kemudian dicetak. Dalam keadaan hangat, bubur kedelai dimasukan kedalam cetakan yang beralaskan kain saring halus.

Dibiarkan bubur tahu dalam cetakan selama 10-15 menit atau sampai cukup keras (tidak hancur bila diangkat) dan air yang menetes dari cetakan sedikit. Potong tahu sesuai dengan ukuran yang dikehendaki. Sebelum produk tahu dipasarkan dilakukan perebusan terlebih dahulu dan dibiarkan dalam air rebusan sampai saat dijual. Perebusan bertujuan agar tahu tidak menjadi basi (Santosa, 2006).

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas tahu Faktor-faktor yang mempengaruhi tahu di antaranya :

a. Bahan dasar yang digunakan kualitasnya harus betul-betul baik sehingga tahu yang dihasilkan akan baik pula, dipilih kedelai yang berkualitas bagus memiliki kandungan gizi tinggi dan tidak berbahaya untuk dikonsumsi.

(11)

b. Bahan penggumpal yang digunakan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap rendemen dan kualitas tahu. Penggumpalan merupakan tahapan proses yang paling penting karena adanya korelasi yang kompleks pada variabel sifat kimia (total padatan, pH, volume) kedelai, tipe, jumlah dan konsentrasi penggumpal, metode penambahan dan pencampuran serta suhu dan waktu penggumpalan.

c. Proses pengilingan merupakan tahapan yang penting dalam pembuatan tahu, sebelum digiling kedelai direndam dalam air dengan tujuan untuk mendapatkan kedelai yang lunak sehingga proses penggilingan dapat berjalan sempurna dan mendapatkan bubur kedelai yang benar-benar halus dan lembut.

(Koswara, 1992)

B. Cara Produksi Pangan Yang Baik (CPPB)

Cara Produksi Pangan Yang Baik (CPPB) merupakan salah satu faktor penting untuk memenuhi standar mutu atau persyaratan keamanan pangan yang ditetapkan untuk pangan. CPPB sangat berguna bagi kelangsungan hidup industri pangan baik yang berskala kecil, sedang, maupun yang berskala besar.

Melalui CPPB ini, industri pangan dapat menghasilkan pangan yang bermutu, layak dikonsumsi, dan aman bagi kesehatan. Dengan menghasilkan pangan yang bermutu dan aman untuk dikonsumsi, kepercayaan masyarakat niscaya akan meningkat, dan industri pangan yang bersangkutan akan berkembang pesat. Dengan berkembangnya industri pangan yang menghasilkan pangan bermutu dan aman untuk dikonsumsi, maka masyarakat pada umumnya akan terlindung dari penyimpangan mutu pangan dan bahaya yang mengancam kesehatan (BPOM, 2012).

CPPB-IRT menjelaskan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi tentang penanganan pangan di seluruh mata rantai produksi mulai dari bahan baku sampai produk akhir yang mencakup :

1. Lokasi dan Lingkungan Produksi;

2. Bangunan dan Fasilitas;

3. Peralatan Produksi;

(12)

4. Suplai Air atau Sarana Penyediaan Air;

5. Fasilitas dan Kegiatan Higiene dan Sanitasi;

6. Kesehatan dan Higiene Karyawan;

7. Pemeliharaan dan Program Higiene Sanitasi Karyawan;

8. Penyimpanan;

9. Pengendalian Proses;

10. Pelabelan Pangan;

11. Pengawasan Oleh Penanggungjawab;

12. Penarikan Produk;

13. Pencatatan dan Dokumentasi;

14. Pelatihan Karyawan (BPOM, 2012).

Referensi

Dokumen terkait

(6) Tarif retribusi pelayanan medik dokter spesialis tamu, komponen jasa sarana sesuai dengan jenis dan klasifikasi pelayanan yang diatur dalam Peraturan Daerah tentang

Upaya yang dapat dilakukan untuk mencoba memecahkan permasalahan ini adalah dengan menerapkan metode pengukuran jarak pada deteksi gambar bagian belakang mobil

Kelemahan penggunaan teknik ini adalah relatif sukar, jumlah protoplas yang dihasilkan tidak banyak, keefektifannya dibatasi hanya pada sel-sel yang dapat diplasmolisa

(2) Dokumen pertanggungjawaban biaya sebagaimana pada ayat (1) terdiri dari : SPPD, bukti tanda terima pembayaran lumpsum oleh Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai

Untuk penelaahan data sifat fisis mekanis (kerapatan dan keteguhan tarik sejajar serat) dari 23 jenis rotan berdiameter kecil (<1,2 cm), digunakan analisa keragaman

Alhamdulillah, puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah serta inayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan

Kinerja Badan POM Dalam Angka Triwulan III Tahun 2017 33 Pelaksanaan kegiatan MDI sampai dengan TW III tahun 2017 adalah telah dilaksanakan implementasi tata kelola

Diafragmatic breathing exercise dapat melatih penderita asma untuk bernapas yang benar, yaitu menggunakan pernapasan perut. Selain hal tersebut dapat mempertahankan asma