• Tidak ada hasil yang ditemukan

Abdurachman, Jasni, Rohmah Pari, & Esti Rini Satiti

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Abdurachman, Jasni, Rohmah Pari, & Esti Rini Satiti"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

No.: 642/AU3/P2MI-LIPI/07/2015

PENGGOLONGAN 23 JENIS ROTAN INDONESIA

BERDASARKAN KERAPATAN DAN KUAT TARIK SEJAJAR SERAT

(Classification of 23 Indonesian Rattan Species Based on Density and

Tensile Strength Parallel to Grain)

Abdurachman, Jasni, Rohmah Pari, & Esti Rini Satiti Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Jl. Gunung Batu No. 5, Bogor 16610 Telp. 0251-8633378, Fax. 0251-8633413

E-mail: man_p3hh@yahoo.com

Diterima 8 Maret 2016, Direvisi 29 Juli 2016, Disetujui 24 November 2016

ABSTRACT

Rattan utilization is mainly determined by its physical and mechanical characteristics of density and tensile strength, where the higher the physical and mechanical properties, the better quality of the cane. In South East Asia region including Indonesia, two of eight genera, Calamus and Daemonorops are classified into high economic value, however the physical and mechanical characteristic of lesser known rattan species has not been studied intensively. This paper classifies 23 of lesser known rattan species into four classes based on its density and tensile strength parallel to grain. Density was measured based on gravimetric method and tensile strength parallel to grain was tested using Universal Testing Machine (UTM). Results show that in term of physical and mechanical properties, one species belongs to class I (very good), twelve species are classified into class II(good) and III (moderate). Ten rattan species are grouped into class IV (poor). Among 23 rattan species, highly recommended commercial rattan species are Calamus holttumii Furt., Calamus nematospadix Becc., and

Korthalsia celebica Becc. While, Calamus sp., Korthalsia rostrata Blume and Daemonorops sabut Becc are less

recommended.

Keywords: Physical and mechanical properties, lesser known rattan species, density, tensile strength ABSTRAK

Pemanfaatan rotan utamanya ditentukan oleh sifat fisis dan mekanisnya yaitu kerapatan dan keteguhan tarik sejajar serat, yaitu semakin tinggi nilai fisis dan mekanis tersebut, semakin baik kualitas batang rotan. Di wilayah Asia Tenggara termasuk Indonesia, dua dari delapan marga rotan, Calamus dan Daemonorops termasuk rotan komersial. Namun demikian, sebagian besar sifat fisis dan mekanis jenis rotan kurang dikenal belum dipelajari secara mendalam. Tulisan ini mempelajari dan mengelompokan 23 jenis rotan yang belum dikenal ke dalam empat kelas berdasarkan kerapatan dan keteguhan tarik sejajar serat. Kerapatan diukur berdasarkan metode gravimetri dan keteguhan tarik sejajar serat diuji menggunakan Universal Testing Machine (UTM). Hasil penelitian menunjukkan satu jenis termasuk kelas I (sangat baik), 12 jenis termasuk kelas II (baik) dan III (sedang), serta sepuluh jenis rotan termasuk kelas IV (buruk). Diantara 23 jenis rotan yang dipelajari, jenis yang direkomendasikan sebagai rotan komersial adalah Calamus holttumii Furt., Calamus nematospadix Becc., dan Korthalsia celebica Becc., sedangkan jenis

(2)

I. PENDAHULUAN

Rotan tumbuh secara alami dengan beragam jenis. Dibandingkan dengan beberapa negara di Asia Tenggara, Indonesia merupakan negara paling kaya akan sumber daya rotan. Jumlah jenis rotan di Indonesia diperkirakan 314 jenis, sedangkan Filipina 70 jenis, Semenanjung Malaysia 146 jenis, Thailand 71 jenis, Brunei 150 jenis, dan Lao PDR 37 jenis (Dransfield, 1974; Vongkaluang, 1984; Salita, 1984; Sumarna, 1986; Mogea, 1990; Nangkat et al., 1977; Evans et al., 2001, dalam Rachman & Jasni, 2013).

Di Indonesia, rotan merupakan salah satu komoditi ekspor non-migas yang menghasilkan devisa negara. Total nilai ekspor produk rotan sepanjang tahun 2014 mencapai USD 264,9 juta atau naik 126 persen dari tahun 2011 (AMKRI, 2015). Pasar luar negeri produk rotan asal Indonesia untuk HS 46012 (basket work,

wicker work and other article made directly to shape from rattan) pada tahun 2012 sebesar USD 11,6 juta

(27,02%) ke Belanda, senilai USD 6,6 juta (15,39%) ke Amerika Serikat, USD 4,2 juta (9,76%) ke Korea Selatan, USD 3,6 juta (8,43%) ke Jerman, USD 2,4 juta (5,6%) ke Belgia, serta beberapa negara lainnya seperti Inggris, Jepang, Swedia, Perancis, dan Australia (Rahajeng, 2013).

Sifat-sifat rotan perlu diketahui agar pemanfaatan rotan sesuai peruntukannya ifat-. S sifat tersebut antara lain sifat fisis dan mekanis karena dapat menjadi indikator yang penting untuk menentukan mutu penamp anil dan kekuatan rotan. Kekuatan berhubungan dengan kerapatan, sedangkan kerapatan adalah salah satu sifat fisik yang paling penting karena mempengaruhi sifat kekuatan, kembang susut, sifat menyerap bahan kimia, dan finishing serta sifat-sifat lain dalam pengolahan dan penggunaan rotan (Rachman & Jasni, 2013). Salah satu penggolongan rotan sesuai penggunaannya adalah diameter rotan. Berdasarkan diameter, rotan digolongkan menjadi rotan kecil dan rotan besar, rotan kecil ialah rotan yang berdiameter <18 mm dan rotan besar ialah rotan yang

berdiameter >18 mm. Penggunaan rotan besar antara lain untuk kaki kursi, palang, dan bagian komponen lain yang memikul beban berat. Pengujian laboratoris yang dilakukan untuk rotan besar adalah keteguhan lentur statik yang menghasilkan besaran modulus elastisitas (MOE) dan modulus patah (MOR). Klasifikasi berdasarkan kerapatan, MOE dan MOR telah dilakukan sejak tahun 2015 (Abdurachman & Jasni, 2015). Sedangkan pengujian laboratoris untuk rotan kecil ialah keteguhan tarik sejajar serat sesuai penggunaanya misalnya untuk sandaran mebel yang berupa anyaman, tali dan bagian lain yang mengalami beban tarik.

Tulisan ini mempelajari sifat fisis dan mekanis beberapa jenis rotan Indonesia yang belum dimanfaatkan dan memperkenalkannya kepada masyarakat pengguna, sehingga dapat menambah jumlah jenis rotan yang saat ini telah di-manfaatkan. Klasifikasi rotan berdasarkan sifat fisis dan mekanisnya diharapkan dapat mem-permudah dalam menentukan pemanfaatannya. Kemudahan tersebut antara lain untuk rotan berdiameter kecil maka dapat dimanfaatkan untuk komponen mebel seperti pengikat, sandaran kursi, daun meja (table top) atau komponen lain yang tidak menopang beban besar. Sebaliknya untuk rotan berdiameter besar dapat dimanfaat-kan sebagai bahan komponen mebel yang menopang beban besar seperti tiang/kaki kursi, kaki meja, kaki dan palang tempat tidur dan sebagainya.

II. BAHAN DAN METODE A. Bahan dan Alat

Rotan yang digunakan adalah sebanyak 23 jenis dengan diameter <12 mm yang berasal dari Sumatera (10 jenis), Kalimantan (4 jenis), Sulawesi (4 jenis), dan Papua (5 jenis) seperti disajikan pada Tabel 1. Peralatan yang digunakan adalah gergaji potong, cutter, meteran, dial caliper, timbangan listrik, beaker glass, statif, oven dan mesin uji Universal Testing Machine (UTM).

(3)

B. Metode Penelitian

1. Pengujian kerapatan

Pada setiap jenis rotan diambil 5 potong rotan berukuran panjang 5 cm dari batang yang ber -lainan, dikeringkan secara alami di ruangan terbuka sampai mencapai kadar air kering udara (±14%), ditimbang beratnya menggunakan timbangan elektronik dengan ketelitian 0,01 gram, kemudian diukur volumenya dengan cara gravimetri (rotan dicelupkan ke dalam beaker glass yang berisi air destilasi, lalu diukur volumenya sesuai Hukum Archimedes). Selanjutnya rotan dikeringkan dalam oven pada suhu 103 ± 2°C

selama 48 jam untuk mendapatkan berat kering tanur. Nilai kerapatan ditentukan berdasarkan perbandingan berat dan volume kering udara pada kadar air ±14%.

2. Pengujian keteguhan tarik sejajar serat

Ukuran dan tata cara pengujian keteguhan tarik sejajar serat rotan menggunakan ASTM D143-94 (ASTM, 2006) yang dimodifikasi untuk pe-nampang bulat masif dan bebas cacat. Pengujian dilakukan dengan cara memberikan beban tarik menggunakan mesin uji UTM berkapasitas 2 ton gaya seperti pada Gambar 1.

Tabel 1. Jenis rotan yang digunakan pada penelitian Table 1. Rattan species used in the research

No. Nama lokal (Local name) Nama Botani

**)

(Botanical name) **)

Lokasi (Location)

1. Mata pelanduk Ceratolobus concolor Blume Kalimantan

2. Mawang Calamus nematospadix Becc. Kalimantan

3. Hotang nasi Calamus javensis Blume Sumatera

4. Hotang-hotang Daemonorops didymophylla Becc. Sumatera

5. Hotang pahu Calamus sp. Sumatera

6. Rus-rus Korthalsia rostrata Blume Sumatera

7. Buto/sega Calamus caesius Blume Sumatera

8. Cakre Ceratolobus subangulatus (Miq.) Becc. Sumatera

9. Marucam Daemonorops hystrix (Griff.) Mart. Kalimantan

10. Cincin Calamus polystachys Becc. Sumatera

11. Manau riang Calamus oxleyanus Teijsm. & Binn. ex Miq. Sumatera

12. Calamus Calamus holttumii Furt. Sumatera

13. Kuku hitam Calamus lorelinduensis J.P. Mogea & Rustiami Sulawesi

14. Batu Calamus boniensis Becc. ex Heyne Sulawesi

15. Cabang Korthalsia celebica Becc. Sulawesi

16. Jaramasin Calamus leiocaulis Becc. ex Heyne Sulawesi

17. Longipina Calamus longipinna K.Schum. & Lauterb. Papua

18. Somi kecil Calamus pachypus W.J. Baker al. Papua

19. Auriense Calamus aruensis Becc. Papua

20. Sanjat Calamus paspalanthus Becc. Papua

21. Paku Calamus exilis Griff. Sumatera

22. Koala Calamus humboldtianus Becc. Papua

23. Sabut Daemonorops sabut Becc. Kalimantan

Keterangan (Remarks): **) = Nama jenis rotan diidentifikasi berdasarkan Dransfield (1974, 1984, 1992); Dransfield & Manokaran (1996); Jasni, Damayanti, Kalima, Malik, & Abdurachman (2010); Jasni, Krisdianto, Kalima, & Abdurachman (2012); Rachman & Jasni (2013)

(4)

C. Analisis Data

Untuk penelaahan data sifat fisis mekanis (kerapatan dan keteguhan tarik sejajar serat) dari 23 jenis rotan berdiameter kecil (<1,2 cm), digunakan analisa keragaman berpola acak lengkap satu faktor. Sebagai faktor (perlakuan) adalah 23 jenis rotan dan pengujian data sifat fisis dan mekanis rotan tersebut pada setiap taraf perlakuan dilakukan ulangan 5 kali. Jika pengaruh perlakuan tersebut nyata, penelaahan data di-lanjutkan dengan uji jarak Tukey atau Beda Nyata jujur (BNJ) (Ott, 1994; Steel & Torrie, 1990).

D. Penetapan Mutu Rotan

Dari penelaahan lanjutan terhadap masing-masing sifat rotan (kerapatan dan keteguhan tarik sejajar serat) menggunakan uji BNJ, akan diperoleh antara lain nilai minimum beda nyata (minimum significant difference value/D0 , 0 5). Selanjutnya berdasarkan nilai D0,05, dapat ditentukan mutu (skor), dan dibuat kelas dengan jumlah tertentu untuk masing-masing kedua macam sifat tersebut pada tiap taraf perlakuan

masing-masing jenis rotan untuk tujuan peng-gunaannya mulai dari kelas I (sangat baik), kelas II (baik), kelas III (sedang), dan kelas IV (rendah).

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan nilai kerapatan

dan keteguhan tarik sejajar serat pada 23 jenis rotan berbeda nyata antar jenis (Tabel 2), maka selanjutnya dilanjutkan uji beda nyata, hasilnya dapat dilihat pada Lampiran 1.

Analisa keragaman memperlihatkan bahwa perbedaan jenis rotan berpengaruh nyata terhadap kerapatan dan keteguhan tarik sejajar arah serat. Selanjutnya melalui uji BNJ (D ) dapat 0,05

ditentukan skor dan digunakan untuk meng -klasifikasikan rotan berdasarkan sifat-sifatnya (Lampiran 1). Hasilnya menunjukkan bahwa kerapatan dan keteguhan tarik sejajar arah serat 3 2 jenis rotan dapat diklasifikasikan mutunya menjadi 4 kelas (Tabel 3 dan 4 ). Penetapan kelas tersebut (I, II, III, dan IV) berdasarkan nilai D 0,05

dan secara umum yaitu mutu rotan semakin baik

P P t 20 cm d t t = d/3

Gambar 1. Pembebanan pada pengujian tarik sejajar serat Figure 1. Loading for tensile strength parallel to the grain testing

Keterangan (Remarks): P = Panjang (Length, cm) d = Diameter (Diameter, cm) t = Tebal (Thickness, cm)

(5)

Tabel 2. Analisis keragaman terhadap kerapatan dan keteguhan tarik sejajar arah serat pada 23 jenis rotan

Table 2. Analysis of variances on density and tensile strength parallel to grain direction for 23 rattan species

No. Jenis rotan

(Rattanspecies)

Kerapatan (Density, g/cm )3

Keteguhan tarik sejajar arah serat (Tensile strength parallel to the grain, kg/cm )2

Rata-rata (Mean) Nilai kisaran (Range) SD (Simpangan baku/Std. deviation) Rata-rata (Mean) Nilai kisaran (Range) SD (Simpangan baku/Std. deviation) 1. Ceratolobus concolor 0,55bc 0,51 ‒0,58 0,03 524,76 cd 485,72 ‒591,43 48,11 2. Calamus nematospadix 0,60 ab 0,56 ‒0,65 0,04 819,05 ab 596,77 ‒925,15 131,35 3. Calamus javensis 0,60abc 0,56 ‒0,65 0,04 409,24 cdefg 268,10 ‒535,66 117,59 4. Daemonorops didymophylla 0,39hi 0,35 ‒0,41 0,02 508,04 cd 337,97 ‒673,18 133,51

5. Calamus sp. 0,41 ghi 0,34 ‒0,50 0,06 369,82defg 310,57 ‒502,66 80,80 6. Korthalsia rostrata 0,39hi 0,37 ‒0,41 0,02 329,43 defg 267,04 ‒376,81 41,24 7. Calamus caesius 0,60 abc 0,55 ‒0,64 0,04 425,55 cdefg 410,14 ‒441,91 13,08 8. Ceratolobus subangulatus 0,47 defghi 0,42 ‒0,53 0,04 326,44defg 268,00 ‒387,15 43,09 9. Daemonorops hystrix 0,44 fghi 0,42 ‒0,48 0,02 365,36 defg 274,07 ‒434,94 58,70 10. Calamus polystachys 0,46efghi 0,41 ‒0,49 0,03 427,24cdefg 380,98 ‒480,50 41,09 11. Calamus oxleyanus 0,62 ab 0,52 ‒0,68 0,06 481,99cde 271,99 ‒714,29 181,45 12. Calamus holttumii 0,68 a 0,64 ‒0,73 0,04 837,15 ab 653,06 ‒1.020,41 132,34 13. Calamus lorelinduensis 0,51cdef 0,48 ‒0,55 0,03 834,11 ab 573,22 ‒1.026,30 193,04 14. Calamus boniensis 0,60 ab 0,57 ‒0,63 0,02 541,98 cd 410,96 ‒663,59 113,73 15. Korthalsia celebica 0,61ab 0,56 ‒0,65 0,03 619,05 bc 455,82 ‒759,33 113,55 16. Calamus leiocaulis 0,46 defghi 0,44 ‒0,49 0,03 545,09 cd 513,51 ‒566,16 20,27 17. Calamus longipinna 0,47 defghi 0,44 ‒0,51 0,03 256,91 fg 123,24 ‒340,78 82,22 18. Calamus pachypus 0,48 defgh 0,41 ‒0,61 0,08 273,54 efg 175,99 ‒398,21 83,06 19. Calamus aruensis 0,56 bcd 0,49 ‒0,64 0,06 509,72cd 385,38 ‒630,65 87,94 20. Calamus paspalanthus 0,50defg 0,45 ‒0,53 0,03 939,40 a 867,25 ‒1.044,54 64,65

21. Calamus exilis 0,61 abc 0,55 ‒0,64 0,04 479,55 cde 441,91 ‒528,00 34,77 22. Calamus humboldtianus 0,46 efghi 0,45 ‒ 0,47 0,01 525,03 cd 503,45 ‒ 540,00 14,46 23. Daemonorops sabut 0,38 i 0,29 ‒ 0,46 0,07 241,78 g 204,49 ‒ 293,88 35,63 Keterangan (Remarks): Nilai rata-rata diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata dalam Uji Tukey pada taraf 5% (Mean

values followed by the same letters in vertical direction means not significant difference at 5% according to Tukey test)

Berdasarkan kerapatan (Tabel 3), 23 jenis rotan tersebut dapat dikelompokkan menjadi 4 kelas. Pada kelas I terdapat satu jenis, sedangkan pada kelas II, III dan IV berturut-turut 7, 5 dan 10 jenis. Dengan demikian berdasarkan kerapatan sebanyak 12 jenis rotan (52% dari keseluruhan jenis) termasuk kategori mutu baik dan sedang, sedangkan sisanya (10 jenis atau 44%) bermutu rendah. Menurut Rachman dan Jasni (2013), rotan yang disukai dalam pemakaiannya adalah rotan yang mempunyai kerapatan sedang, karena jika terlalu tinggi maka rotan terlalu kaku, sedangkan jika terlalu rendah maka rotan akan menjadi lunak dan mudah patah.

Abdurachman dan Jasni (2015) melaporkan bahwa dari 25 jenis rotan yang diteliti kerapatannya ternyata 21 jenis rotan (84%) , termasuk kategori baik (kelas II) dan sedang

B re dasarkan keteguhan tarik sejajar arah serat (Tabel 4 , 23 jenis rotan dikelompokkan menjadi 4 ) kelas. elas I terdapat satu jenis, sedangkan kelas K II, III dan IV berturut-turut 3, 9 dan 10 jenis. Dengan demikian berdasarkan kerapatan sebanyak 12 jenis rotan (52% dari keseluruhan jenis) termasuk kategori mutu baik dan sedang, sedangkan sisanya (10 jenis atau 44%) bermutu rendah.

Tellu (2006) melaporkan hasil penelitian tentang keteguhan tarik sejajar arah serat 10 jenis rotan asal Sulawesi Tengah yaitu Calamus inops,

C. zollingeri, C. symphysipus, C. ornatus var. celebicus, C. orthostachyus, Calamus sp. (sambuta), Calamus sp.

(uweepe), C. koordersianus, C. leiocaulis dan C.

insignis, hasilnya menunjukkan bahwa kesepuluh

jenis rotan Calamus yang diteliti umumnya berbeda sangat nyata antara satu jenis dengan jenis lainnya.

(6)

Tabel 3. Klasifikasi 23 jenis rotan berdasarkan kerapatan Table 3. Classification of 23 rattan species based on density

- - - - Jumlah (Total) 23 (100%) Kelas (Class) Selang kerapatan (Interval of density, g/cm )3

Nilai skor pada tiap selang

(Score values in each

interval) ++) Karakteristik (Characteristics) Jenis rotan (Rattan species) +) Jumlah jenis rotan (Number of rattan species) I 0,67‒0,77 9 Sangat baik (Superior) Calamus holttumii 1 (4 %) II 0,57‒0,67 8‒8,5 Baik (Good) Calamus nematospadix, Calamus javensis, Calamus caecius, Calamus oxleyanus, Calamus boniensis, Korthalsia celebica, Calamus exilis 7 (30%) III 0,48‒0,57 4‒7,5 Sedang (Moderate) Ceratolobus concolor, Calamus lorelinduensis, Calamus pachypus, Calamus aruensis, Calamus paspalanthus 5 (22%) IV 0,38‒0,48 1‒3,5 Rendah (Poor) Daemonorops didymophylla, Calamus sp., Korthalsia rostrata, Ceratolobus subangulatus, Daemonorops hystrix, Calamus polystachys, Calamus leiocaulis, Calamus longipinna, Calamul humboldtianus, Daemonorops sabut 10 (44%) +)

Keterangan (Remarks): Untuk nama nama lokal dan nama botani rotan secara lengkap, lihat Tabel 1 (For the local and complete botanical name of the rattan, refer to Table 1)

++)

Lihat Lampiran 1 (Refer to Appendix 1)

R o t a n y a n g d i k e h e n d a k i p e n g g u n a (konsumen) antara lain adalah memiliki kerapatan dan keteguhan tarik sejajar arah serat yang baik, sehing ga dilakukan telaahan menyeluruh terhadap 23 jenis rotan melalui penelusuran total skor (TS). Dari hasil telaahan nilai kerapatan dan keteguhan tarik sejajar arah serat (Lampiran 1), terlihat hasil yang hampir sama dengan hasil telaahan secara terpisah terhadap kerapatan rotan (Tabel 3) dan keteguhan tarik sejajar arah serat (Tabel 4). Kerapatan dan keteguhan tarik rotan antara lain ditentukan oleh sel penyusun rotan seperti selulosa dan sel serabut.

struktural yang memberikan kekuatan pada rotan, dimana tebal dinding sel serabut merupakan parameter anatomi yang paling penting dalam menentukan kekuatan rotan dan dinding yang lebih tebal membuat rotan menjadi keras dan lebih berat (SNI 01-7208, 2006).

Hasil telaahan secara menyeluruh dan terpisah menunjukkan bahwa jenis rotan calamus (C.

holttumii), mawang (C. nematospadix) dan cabang (K. celebica), menurut klasifikasi kerapatan ataupun

keteguhan tarik, tergolong kelas I (sangat baik), kelas II (baik), dan kelas III (sedang). Sebaliknya jenis rotan hotang-pahu (Calamus sp.), rus-rus (K.

(7)

Tabel 4. Klasifikasi 23 jenis rotan berdasarkan keteguhan tarik sejajar arah serat (KT //)

Table 4. Classification of 25 rattan species based on their tensile strength parallel to grain (TS //) Kelas (Class) Selang KT // (Interval of TS //) Nilai skor pada tiap selang (Score values in each interval ) ++) Karakteristik (Characteristics) Jenis rotan (Rattan species) +) Jumlah jenis rotan (Number of rattan species) I 915,60‒1140,20 7 Sangat baik (Superior) Calamus paspalanthus 1 (4%) II 690,99‒915,59 6,5 Baik (Good) Calamus nematospadix, Calamus holttumii, Calamus lorelinduensis 3 (13%)

III 466,39‒690,99 4‒5,5 Sedang (Moderate) Ceratolobus concolor,

Daemonorops didymophylla, Calamus oxleyanus, Calamus boniensis, Korthalsia celebica , Calamus leiocaulis, Calamus aruensis, Calamus exilis, Calamus humboldtianus 9 (39%) IV 241,78‒466,39 1‒3 Rendah (Poor) Calamus javensis, Calamus sp., Korthalsia rostrata , Calamus caesius, Ceratolobus subangulatus, Daemonorops hystrix, Calamus polystachys, Calamus longipinna, Calamus pachypus, Daemonorops sabut 10 (44%) - - - - Jumlah (Total) 23 (100%) +)

Keterangan (Remarks): Untuk nama lokal dan nama botani rotan secara lengkap, lihat Tabel 1 (For the local and complete botanical name of the rattan, refer to Table1)

++)

Lihat Lampiran 1 (refer to Appendix 1)

(8)

memiliki kualitas tertinggi (Gambar 2) adalah berturut-turut calamus (C. holttumii), mawang (C.

nematospadix) dan cabang (K. celebica). Sebaliknya, 3

jenis yang memiliki urutan kualitas terendah adalah berturut-turut jenis hotang-pahu (Calamus sp.), rus-rus (K. rostrata) dan sabut (D. sabut). Tiga jenis rotan yang menempati urutan kualitas tertinggi mengindikasikan bermanfaat untuk penggunaan yang terkait dengan konstruksi agak berat. Sebaliknya tiga jenis rotan dengan urutan perfoma terendah disarankan untuk tujuan non-konstruksi atau penggunaan ringan saja.

Selanjutnya berdasarkan analisa korelasi (Gambar 2) ternyata antara kerapatan rotan ter -dapat hubungan linier positif yang nyata dengan keteguhan tarik (R = + 0,1752**; P <0,01). Hal 2 ini karena kerapatan suatu bahan serat berlign -o selulosa (termasuk rotan) ada kaitan erat dengan sifat kekuatannya, seperti keteguhan tarik sejajar

IV. KESIMPULAN

Dua puluh tiga (23) jenis rotan dapat

dikelompokkan berdasarkan nilai kerapatan dan keteguhan tarik sejajar serat menjadi empat kelas, yaitu sangat baik (kelas I), baik (kelas II), sedang (kelas III), dan rendah (kelas IV). Pengelompokkan berdasarkan kerapatan, sebanyak 12 jenis rotan (52%) termasuk kategori baik (kelas II) dan sedang (kelas III) sedangkan selebihnya termasuk kelas I (4%; sangat baik) dan kelas IV (44%; rendah). Pengelompokkan berdasarkan keteguhan tarik sejajar serat, sebanyak 12 jenis (52%) termasuk kategori baik (kelas II) dan sedang (kelas III) sedangkan selebihnya termasuk kelas I (4%; sangat baik) dan kelas IV (44%; rendah).

Telaah berdasarkan sifat fisis dan sifat mekanis, rotan Calamus holttumii, C. nematospadix dan

y = 931,83x + 24,799 R² = 0,1752 0 200 400 600 800 1000 1200 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8

Gambar 3. Hubungan antara kerapatan rotan (Y1)dengan keteguhan tarik sejajar arah serat (Y2)

Figure 3. Relationship between rattan density (Y1) and their tensile strength parallel to grain (Y2)

2

K

eteguhan tarik sejajar arah serat (

tensile str

ength parallel to the grain

, kg/cm

)

3

(9)

memiliki prospek tinggi. Sebaliknya, Calamus sp.,

Korthalsia rostrata dan Daemonorops sabut termasuk jenis rotan yang kurang prospektif. Tiga jenis rotan yang berprospek tinggi tersebut dapat digunakan untuk konstruksi agak berat dan tiga jenis rotan yang kurang prospektif dapat diguna -kan sebagai bahan konstruksi ringan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ir. Terima kasih disampaikan kepada Dr. Han Roliadi, M.Sc. dan Dra. Titik Kalima, M.Si. yang telah membantu dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman & Jasni. (2015). Penggolongan performans 25 jenis rotan Indonesia berdasarkan kerapatan, kekakuan, dan kekuatan. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 33(4), 273-282, doi: 10.20886/jphh.2015.33.4. 273-282.

AMKRI (Asosiasi Mebel dan Kerajinan Republik Indonesia). (2015). AMKRI menentang ekspor bahan baku rotan - Agro Indonesia. Diakses dari: http://agroindonesia. co.id/index.php/2015/10/23/amkri-menentang-ekspor-bahan-baku-rotan/, pada 26 September 2016.

Dransfield, J. (1974). A short guide to rattans. TF-74-128. Bogor, Indonesia : BIOTROP.

Dransfield, J. (1984). The rattan of Sabah. Sabah

For est Record, (13). Sabah: Forest

Department Sabah.

Dransfield, J. (1992). The rattan of Sarawak. Kucing, Malaysia: Royal Botanic Gardens, KEW. Richmond, surrey TW9 3AB UK & Sarawak Forest Department.

Dransfield, J., & Manokaran, N. (1996). Rotan.

Sumber daya nabati Asia Tenggara 6. Prosea

Indonesia. Bogor: Gadjah Mada Unversity Press beker jasama deng an Prosea Indonesia.

Haygreen J.G., & Bowyer J.L. (1996). Hasil hutan

dan ilmu kayu: Suatu pengantar. (Sutjipto

A.H., Trans.) Terjemahan dari: Forest Product

and Wood Science: An Introduction. Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press.

Jasni, Damayanti, R., Kalima, T., Malik, J., & Abdurachman. (2010). Atlas Rotan Indonesia (Jilid II). Bogor: Pusat penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan.

Jasni, Krisdianto, Kalima, T., & Abdurachman. (2012). Atlas Rotan Indonesia (Jilid III). Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembang-an KeteknikPengembang-an KehutPengembang-anPengembang-an dPengembang-an PengolahPengembang-an Hasil Hutan.

Ott, L. (1994). Statistical methods and data analysis

(4th Edition). Boston, USA: Duxbury Press.

Rachman, O., & Jasni. (2013). Rotan. Sumberdaya,

sifat dan pengolahannya. Bogor: Pusat

Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan. Rahajeng, M. (2013, June). Identifikasi rotan.

Pengembangan produk mebel rotan Indonesia. Warta Ekspor, 46, 7-9. Diakses dari: http://intranetbpen.kemendag.go.id/ app_frontend/admin/docs/publication/7 351384233529.pdf.

Standar Nasional Indonesia (SNI). (2006). Jenis,

sifat dan kegunaan rotan, SNI 01-7208-2006.

Badan Standardisasi Nasional.

Steel, R.G.D., & Torrie, J.H. (1990). Principles and

procedure of statistic. New York: Mc. Graw

Hill Book Company.

Tellu, A.T. (2006). Kladistik beberapa jenis rotan

Calamus spp. asal Sulawesi Tengah

berdasarkan karakteristik fisik dan mekanik batang. Biodiversitas, 7(3), 225-229.

(10)

at fisis mekanis 23 jenis rotan oper ties of 23 r attan species Jenis rotan (R attan species ) K erapatan ( 2 Density , g/cm ) K

eteguhan tarik sejajar arah serat

(T ensile str ength parallel to the grain , kg/cm ) 2 Y1 Mutu (Grade ) Sk or (S cor e) K elas (Class ) Y2 Mutu (Grade ) Sk or (S cor e) K elas (Class ) TS Ur utan (R ank ) Blume 0,5 5 bc 7,5 III 524,76 cd 4,5 III 10,4 6 7 nematospadix Becc . 0,60 ab 8,5 II 819,0 5 ab 6,5 II 12,7 7 2 vensis Blume 0, 60 abc 8 II 409,24 cdefg 3 IV 9,9 7 9 ops didymoph ylla Becc . 0,3 9 hi 1,5 IV 508,04 cd 4,5 III 4,4 6 19 sp . 0,4 1 ghi 2 IV 369,8 2 defg 2,5 IV 3,64 21 ostrata Blume 0,3 9 hi 1,5 IV 329,43 defg 2,5 IV 3,14 22 Blume 0,60 abc 8 II 425,55 cdef g 3 IV 9,97 8 subangulatus (Miq .) Becc . 0,47 defghi 3,5 IV 326,4 4 defg 2,5 IV 5,14 16 ops h ystrix (Griff .) Mar t. 0,44 fghi 2,5 IV 365,36 defg 2,5 IV 4,14 20 ys Becc . 0,4 6 efghi 3 IV 427,2 4 cdefg 3 IV 4,9 3 17 xley anus T e ijs m. & Binn . ex Miq. 0,62 ab 8,5 II 481,9 9 cde 4 III 11,1 3 5 Fur t. 0,68 a 9 I 837,15 ab 6,5 II 13,2 7 1 lorelinduensis J. P. Mog ea & R ustia m i 0, 51 cdef 5,5 III 834,11 ab 6,5 II 9,7 7 11 Becc . ex Heyne 0,60 ab 8,5 II 541,98 cd 4,5 III 11,4 6 4 bica Becc . 0,6 1 ab 8,5 II 619,05 bc 5,5 III 12,11 3 ulis Becc . ex Heyne 0,46 defghi 3,5 IV 545,09 cd 4,5 III 6,4 6 13 na K.Sc hum . & Lauterb . 0,4 7 defghi 3,5 IV 256,91 fg 1,5 IV 4,4 9 18 ypus W .J . Bak er al. 0,48 defgh 4 III 273,54 efg 2 IV 5,31 15 ar uensis Becc . 0,56 bcd 7 III 509,7 2 cd 4,5 III 9,9 6 10 paspalanthus Becc . 0, 50 defg 4,5 III 939,40 a 7 I 9, 10 12 Griff . 0,6 1 abc 8 II 479,55 cde 4 III 10,6 3 6 s humboldtianus Becc . 0,46 efghi 3 IV 525,03 cd 4,5 III 5,9 6 14 ops sabut Becc . 0,38 i 1 IV 241,78 g 1 IV 1 ,6 6 23 ): Y1 & Y2 = rata-rata dari 5 ulang an (= Average of 5 re plications ); Y1 & Y2; Mutu ditentukan dari hasil uji beda jarak nyata jujur/BNJ (Grade w as deter mined fr om results honestly significant dif fer ence/HSD test ): A > B > C > D > E > F > G > H > I ; Sk or diperoleh dari hasil uji BNJ (Scor es obtained fr om HSD-test results ): A=1, B=2, C=3, D=4, F=6, G=7, H=8, I=9; Semakin ting gi sk or , semakin baik perfoma/m utu rotan (The gr eater the scor es , the better the quality/perfor mance of rattan ); T otal sk or (TS) upakan jumlah sk or dibobot (T otal scor e (TS) w as the w eighted summation fr om the scor e)

Gambar

Tabel 1. Jenis rotan yang digunakan pada penelitian  Table 1. Rattan species used in the research
Gambar 1. Pembebanan pada pengujian tarik sejajar serat Figure 1. Loading for tensile strength parallel to the grain testing
Tabel 2.  Analisis keragaman terhadap kerapatan dan keteguhan tarik sejajar arah serat pada 23  jenis rotan
Tabel 3. Klasifikasi 23 jenis rotan berdasarkan kerapatan Table 3. Classification of 23 rattan species based on density
+3

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Metode berikutnya adalah metode analisis, di mana dilakukan analisis kebutuhan data dan kelemahan dari sistem yang sedang berjalan.Dari hasil analisis yang dilakukan terhadap

Semua sampel asal Lembang (30 ekor betina dan 31 ekor jantan) yang telah dianalisis mempunyai genotip homozigot dominan yang normal; sedangkan dua dari 20 sampel sapi FH betina

• Microwave Relay Systems • Satellite Communications • Bluetooth • WLAN • Cellular Communications 23 Bluetooth. • Bluetooth technology allows for the replacement of proprietary

— Yunanlılar ise Paşanın Kavala’da doğmasından başka bir yorum yap­ madan, sadece güzel konağı ve çevresini tarihi bir değer olarak korumuşlardır.. Alana da

Peningkatan jumlah total hemosit udang windu pada hari ke-14 menunjukkan bahwa ekstrak kunyit putih yang diaplikasikan ke pakan memiliki kemampuan sebagai

Disimpulkan bahwa penurunan kandungan protein ransum memberikan respon yang tidak maksimal terhadap pertumbuhan ayam KUB umur 7-12 minggu dan berdampak pada rendahnya

PROSES PENGADAAN IMPLEMENTASI KOMITMEN TKDN VERIFIKASI TKDN RISIKO • Penentuan Harga • Identifikasi komponen biaya • Identifikasi nilai TKDN setiap biaya Penggunaan Komponen