ANALISIS “PERANAN WANITA SEBAGAI TOKOH” DALAM
NOVEL OUT KARYA KIRINO NATSUO
KIRINO NATSUO NO SAKUHIN NO AUTO NO SHOUSETSU NO
“SHUJINKOU TOSHITE ONNA NO YAKUWARI” NO BUNSEKI
SKRIPSI
Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara
Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang
Oleh:
VERYANI GUNIESTI NIM : 040708018
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS SASTRA
PROGRAM STUDI S-1 SASTRA JEPANG
MEDAN
ANALISIS “PERANAN WANITA SEBAGAI TOKOH” DALAM NOVEL OUT
KARYA KIRINO NATSUO
KIRINO NATSUO NO SAKUHIN NO AUTO NO SHOUSETSU NO
“SHUJINKOU TOSHITE ONNA NO YAKUWARI” NO BUNSEKI
SKRIPSI
Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang
Pembimbing I Pembimbing II
Adriana Hasibuan, S.S, M.Hum
NIP. 131662152 NIP. 131422712
Drs. Hamzon Situmorang, M.S, Ph.D
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS SASTRA
PROGRAM STUDI S-1 SASTRA JEPANG
MEDAN
Disetujui oleh: Fakultas Sastra
Universitas Sumatera Utara Medan
Program Studi S-1 Sastra Jepang Ketua Program Studi
Hamzon Situmorang, M.S,Ph.D NIP: 131422712
PENGESAHAN Diterima oleh:
Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana Sastra dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang pada Fakultas Sastra.
Pada : Tanggal : Pukul :
Fakultas Sastra
Universitas Sumatera Utara
Dekan
Drs. Syaifuddin, M.A, Ph.D NIP: 131284310
Panitia Ujian
No. Nama Tanda Tangan
1. ( )
2. ( )
3. ( )
4. ( )
Kata Pengantar
Puji dan syukur yang tak terhingga penulis haturkan kepada Allah SWT
atas segala rahmat, karunia, kasih sayang dan ridho-Nya atas apa yang telah dan akan terjadi, sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai. Salawat dan Salam kepada Junjungan dan Panutan Penulis, Nabi Besar Muhammad SAW yang telah
memberikan suri tauladan kepada seluruh umat manusia.
Penulisan skripsi “Analisis Peranan Wanita Sebagai Tokoh Dalam
Novel OUT Karya Kirino Natsuo” ini diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam mencapai kesarjanaan di Fakultas Sastra Program Studi Strata-1 Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara.
Dalam penyelesaian studi dan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan serta bimbingan moril dan materil dari berbagai pihak. Untuk itu, pada
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Bapak Drs.Syaifuddin,M.A,Ph.D, selaku Dekan Fakultas Sastra
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Hamzon Situmorang,M.S,Ph.D selaku Ketua Program Studi S-1
Sastra Jepang.
3. Ibu Adriana Hasibuan,S.S,M.Hum selaku Ketua Program Studi D-3 Bahasa Jepang
dalam membimbing, mengarahkan, dan memeriksa skripsi ini dari awal
hingga ujian akhir skripsi ini selesai.
5. Bapak Hamzon Situmorang,M.S,Ph.D selaku Dosen Pembimbing II yang
telah menyisihkan waktunya untuk memeriksa dan memberikan saran dalam rangka perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini.
6. Dosen Penguji Ujian Skripsi yang telah menyediakan waktu membaca dan
menguji skripsi ini. Tak lupa penulis sampaikan kepada seluruh staf pengajar Program Studi S-1 Sastra Jepang, Pak Eman Kusdiyana, Pak
Pujiono, Pak Nandi, Pak Amin, Pak Narita, Pak Erizal, Pak Yudi, Pak Alimansyar, Pak Iio Koji, Bu Muhibah, Bu Hani, Bu Rani, yang telah banyak memberikan ilmu kepada penulis sebagai bekal masa depan dari
tahun pertama hingga dapat menyelesaikan perkuliahan dengan baik. Semoga semua ilmu yang diberikan menjadi amal ibadah dan bermanfaat
bagi banyak orang.
7. Yang tak tergantikan di dunia dan akhirat, dan yang paling dan sangat berpengaruh tentulah My Mom, My Mom, My Mom; Paulina, dan My
Lovely Dad; Dr.Risputra Rokyotomar,S.E,Ph.D, untuk semua kasih
sayang, kesabaran, nasehat, doa untuk keberhasilan anak-anaknya, keringat
dan air mata serta dukungan materil yang tak terhingga untuk pendidikan anak-anaknya. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan mereka. (Amin).
lupa penulis ucapkan terima kasih kepada seluruh anggota keluarga tercinta
yang selalu mendukung penulis.
9. Untuk sahabat-sahabat tersayang; Mas Ruriy Karim, para Cartooners
sejati; Nirmala Dewi, Nur Ilyani Parinduri (Bokura ga deaetta, kono unmei
wa togirenai yo! Umare kawattemo…!) dan semua teman-teman angkatan
2004 Sastra Jepang S-1 yang namanya tidak dapat disebutkan satu per satu.
Tak lupa special thanks to Sari Anggraini Silalahi yang selalu berpetualang bersama dan dengan ikhlas memberikan download-an KAT-TUN terbaru.
10.Dan, kepada semua pihak yang telah membantu hingga selesainya skripsi ini.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca,
khususnya mahasiswa Sastra Jepang.
Medan, Juni 2008 Penulis,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……… i
DAFTAR ISI ………...iv
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ………..1
1.2. Perumusan Masalah ………..4
1.3. Ruang Lingkup Pembahasan ..………...5
1.4. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori ………..6
1.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……….9
1.6. Metode Penelitian ………...10
BAB II TINJAUAN UMUM NOVEL OUT DAN PERANAN WANITA JEPANG 2.1. Sinopsis Cerita ………11
2.2. Alur Cerita ………..12
2.3. Setting ……….13
2.4. Riwayat Hidup Kirino Natsuo ………14
2.5. Peranan Wanita Jepang ………...17
2.5.1. Peranan Wanita Jepang Dalam Keluarga ……….17
2.5.2. Peranan Wanita Jepang Dalam Bidang Pekerjaan ………...18
BAB III ANALISIS PERANAN WANITA SEBAGAI TOKOH DALAM NOVEL OUT KARYA KIRINO NATSUO 3.1. Peranan Katori Masako………21
3.3. Peranan Azuma Yoshie ………...35
3.4. Peranan Jonouchi Kuniko ………...44 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan ……….47 4.2. Saran ………...48 DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sastra adalah ungkapan pribadi manusia, yang berupa pengalaman, perasaan, pemikiran, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran
konkrit yang membangkitkan pesona dengan alat bahasanya. Menurut Hardjana (1994:10) Sastra juga sebagai pengungkapan baku dari apa yang telah disaksikan
orang dalam kehidupan, apa yang telah dialami orang dalam kehidupan, apa yang telah direnungkan dan dirasakan orang mengenai segi-segi kehidupan yang paling menarik minat secara langsung dan kuat, yang pada hakekatnya adalah suatu
pengungkapan kehidupan lewat bahasa.
Karya sastra terdiri dari puisi, drama dan prosa. Jenis sastra prosa terbagi
atas cerpen, novel dan roman. Novel adalah jenis karya sastra yang berupa cerita, mudah dibaca dan dicerna, juga banyak mengandung kerahasiaan dalam alur ceritanya, yang mudah menimbulkan sikap penasaran bagi pembacanya
(Sumardjo, 1999:11-12). Meskipun bersifat fiktif dan imaginatif, suatu novel dapat menceritakan berbagai intrik kehidupan manusia, seperti yang telah digambarkan
oleh Kirino Natsuo dalam novelnya yang berjudul OUT, yang dalam ceritanya banyak mengungkapkan mengenai peran wanita.
Menurut Horton dan Hunt (1993:118), peran adalah perilaku yang
diharapkan dari seseorang yang mempunyai status. Setiap orang mungkin memiliki sejumlah status dan diharapkan mengisi peran yang sesuai dengan status
sama. Status adalah seperangkat hak dan kewajiban; peran adalah pemeranan dari
perangkat kewajiban dan hak-hak tersebut.
Setiap orang harus melakukan pembelajaran dalam usaha mengisi
perannya, misalnya sebagai anak, pelajar, mungkin suami atau istri, orang tua, pegawai, anggota organisasi, anggota kelas sosial tertentu, warga negara, penghuni suatu komunitas, dan lain sebagainya. Ada dua aspek yang mendukung agar suatu
peran dapat dijalani dengan baik. Yang pertama adalah, harus belajar untuk melaksanakan kewajiban dan menuntut hak-hak suatu peran. Yang kedua adalah,
harus memiliki sikap, perasaan, dan harapan-harapan yang sesuai dengan peran tersebut. Dari kedua aspek ini, aspek kedualah yang lebih penting. Seseorang dapat mengisi suatu peran dengan sukses karena menyadari bahwa peran tersebut
berguna, memuaskan, dan sesuai dengan dirinya.
Status seorang wanita yang bersuami berbeda dari status seorang wanita
yang belum bersuami. Peranannya berbeda, dan dalam beberapa hal ia akan menjadi seorang yang berbeda pula. Satu status tidak hanya mempunyai satu peran tunggal, akan tetapi sejumlah peran yang saling berhubungan dan cocok. Seorang
istri, misalnya, adalah juga seorang anak perempuan, seorang anggota keluarga, seorang menantu, seorang tetangga, seorang warga negara, seorang tukang masak
serta pemelihara rumah, dan mungkin juga seorang pekerja. Jadi, perangkat peran seorang istri meliputi berbagai peran yang saling berkaitan yang beberapa diantaranya memerlukan berbagai penyesuaian. Demikian pula halnya dengan
OUT adalah novel karya Kirino Natsuo yang pada tahun 1998
memenangkan penghargaan Grand Prix untuk fiksi kriminal di Jepang (Japan’s Grand Prix For Crime Fiction), novel ini juga pernah dinominasikan untuk
penghargaan Edgar (Finalis Edgar Award).
Karena tulisan ini akan membahas mengenai peranan wanita, maka pembahasan akan difokuskan kepada peranan tokoh wanita yang banyak
memegang peranan penting dalam novel OUT. Empat orang tokoh utama wanita dalam novel ini adalah Katori Masako, Jonouchi Kuniko, Azuma Yoshie dan
Yamamoto Yayoi.
Masako adalah sebagai simbolisasi dari wanita Jepang yang mendapat
diskriminasi dalam pekerjaan. Sebagai seorang akuntan wanita yang berdedikasi
tinggi, ia tidak bisa mendapat kenaikan gaji maupun kenaikan jabatan (promosi) dalam kantor tempatnya bekerja hanya karena ia adalah wanita. Kuniko yang
menjadi bankrut karena menggunakan kartu kreditnya secara berlebihan adalah mewakili citra konsumeritas wanita Jepang masa kini, dimana masyarakat kehilangan kontrol diri terhadap masalah keuangan yang dihadapi. Yoshie adalah
wanita yang hidup dalam kemiskinan yang memiliki kewajiban untuk senantiasa menjaga ibu mertuanya yang terbaring sakit, dan Yayoi adalah tipikal ibu rumah
tangga yang selalu mengutamakan keluarga. Keempat wanita ini mewakili citra wanita Jepang pada umumnya.
Berdasarkan uraian diatas penulis menemukan permasalahan yang
karya Kirino Natsuo. Karena itulah penulis mengambil judul “Analisis peranan
wanita sebagai tokoh dalam novel OUT karya Kirino Natsuo”.
1.2. Perumusan Masalah
Masalah-masalah mengenai wanita, pada umumnya dikaitkan dengan emansipasi, yaitu gerakan kaum wanita untuk menuntut persamaan hak dengan
kaum pria, baik dalam bidang politik dan ekonomi, maupun gerakan sosial budaya pada umumnya. Gerakan emansipasi wanita terjadi karena adanya
perbedaan-perbedaan yang lazim berlaku dalam banyak masyarakat di muka bumi ini, seperti pria bekerja di luar rumah dan wanita menjaga rumah, pria mencari nafkah dan wanita mengurus anak, merupakan perbedaan-perbedaan yang diciptakan oleh
kebudayaan, sehingga hal-hal ini dapat berubah mengikuti perubahan sosial dan kebudayaan dalam masyarakat yang bersangkutan. Perbedaan-perbedaan seperti
ini juga tampak diungkapkan dalam berbagai bentuk karya sastra, salah satunya adalah melalui novel.
Novel adalah media penuangan pikiran, perasaan, dan gagasan penulis
dalam merespon kehidupan disekitarnya (Nursisto, 2000:168). Ketika di dalam kehidupan muncul permasalahan baru, nurani penulis novel akan terpanggil untuk
segera menciptakan sebuah cerita. Begitu juga dengan novel OUT yang merupakan salah satu wujud kepekaan penulisnya; Kirino Natsuo, atas struktur kemasyarakatan, sosial, dan budaya yang berkembang pada masyarakat Jepang
Berdasarkan uraian diatas maka penulis mengangkat permasalahan yang
nantinya akan dibahas pada penulisan skripsi, yaitu:
1. Bagaimana peranan wanita, baik dalam keluarga maupun dalam bidang
pekerjaan di Jepang?
2. Bagaimana gambaran peranan wanita Jepang yang terdapat dalam novel OUT karya Kirino Natsuo?
1.3. Ruang Lingkup Pembahasan
Dalam penelitian ini penulis membatasi permasalahan yaitu pada hal-hal yang berkaitan dengan peranan wanita Jepang dalam novel OUT. Untuk melihat peranan wanita Jepang yang terdapat dalam novel OUT, penulis merasa perlu
untuk membahas mengenai peranan-peranan wanita baik dalam keluarga maupun dalam bidang pekerjaan, pada kehidupan nyata di Jepang. Analisis terhadap
peranan wanita Jepang dalam kehidupan nyata ini akan memberi kemudahan kepada penulis dalam menganalisa pokok permasalahan, yaitu pada pemaparan masalah mengenai peranan wanita Jepang yang digambarkan oleh Kirino Natsuo
dalam novel OUT. Peranan-peranan tersebut antara lain adalah wanita sebagai istri, wanita sebagai ibu, wanita sebagai menantu, wanita sebagai pekerja, dan lain
1.4. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori a. Tinjauan Pustaka
Menurut Luxemburg (1986:23-24), sastra dapat dipandang sebagai suatu
gejala sosial, sastra yang ditulis pada kurun waktu tertentu berkaitan dengan norma-norma dan adat-istiadat zaman itu. Sastra pun dipergunakan sebagai sumber untuk menganalisa sistem masyarakat. Sastra juga mencerminkan kenyataan dalam
masyarakat dan merupakan sarana untuk memahaminya.
Selo Soemardjan dalam Soekanto (2003:24), menyatakan bahwa
masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama, yang menghasilkan kebudayaan.
Lebih lanjut, Macluer dan Page dalam Soekanto (2003:24), menyatakan
bahwa masyarakat adalah suatu sistem dari kebiasaan dan tata krama, dari wewenang dan kerja sama antara berbagai kelompok dan penggolongan, dan
pengawasan tingkah laku serta kebebasan-kebebasan manusia. Karena itu, apa yang tampak biasa bagi orang dari suatu masyarakat mmungkin tampak aneh bagi mereka yang berasal dari masyarakat lain. Suatu perbuatan memiliki makna yang
berbeda dalam masyarakat yang berbeda, dan masyarakat yang berbeda menghasilkan kebudayaan yang berbeda pula.
E.B Taylor dalam Soekanto (2003:172), menyatakan bahwa kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kemampuan-kemampuan serta kebiasaan yang
pola-pola perilaku yang mencakup pola-pola-pola-pola berpikir, merasakan, dan bertindak.
Karena itulah setiap individu memiliki bermacam-macam peranan yang berasal dari pola kehidupannya.
Peranan merupakan aspek dinamis kedudukan / status (Soekanto, 2003:243). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya maka dia menjalankan suatu peranan. Sebagai anggota masyarakat, baik pria maupun wanita
disesuaikan dengan posisi dan kondisinya dalam masyarakat. Hal ini berarti bahwa peranan menentukan apa yang diperbuat wanita bagi masyarakat, serta
kesempatan-kesempatan apa yang diberikan oleh masyarakat kepada wanita.
b. Kerangka Teori
Agar dapat menganalisa peranan wanita Jepang, diperlukan sebuah teori pendekatan yang sesuai dengan objek dan tujuan dari penulisan ini. Dalam
penelitian terhadap novel OUT karya Kirino Natsuo ini, penulis menggunakan pendekatan sosiologis.
Pendekatan sosiologis adalah pendekatan yang berusaha memahami latar
belakang kehidupan sosial budaya, kehidupan masyarakat, maupun tanggapan kejiwaan atau sikap pengarang terhadap lingkungan kehidupannya ataupun
zamannya pada saat sastra itu diwujudkan (Aminuddin, 2002:46).
Menurut Rene Wellek dalam Budianto (1997:109), bahwa sastra adalah lembaga yang memakai medium bahasa dalam menampilkan gambaran kehidupan
pendekatan sosiologis yang digunakan membantu dalam wacana sosial,
pemahaman gender, status peranan, dan sebagainya.
Menurut W.J.S.Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia
(1976:260) yang disusunnya, kedudukan adalah tinggi rendahnya pangkat dalam jabatan atau masyarakat dan sebagainya; tingkatan; atau martabat. Wanita merupakan makhluk sosial yang didalam kehidupan bermasyarakatnya memiliki
peranan dan kedudukan tertentu. Kedudukan wanita yang rendah bukan diakibatkan oleh alam, melainkan oleh budaya masyarakatnya. Di satu pihak
masyarakat menganggap wanita sebagai sosok yang penting, tetapi di pihak yang lain wanita secara terus-menerus dikesampingkan. Karena itulah Kirino Natsuo dalam novel karyanya yang berjudul OUT menolak lukisan stereotip dalam karya
sastra, yakni wanita sebagai tokoh yang lemah, sebaliknya pria sebagai tokoh yang kuat.
Melalui sastra sebagai wadahnya, Kirino Natsuo sebagai seorang wanita sekaligus sebagai seorang pengarang berusaha mengungkapkan suka duka kehidupan wanita Jepang yang diketahuinya secara jelas. Karena akan meneliti
1.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian a. Tujuan Penelitian
Dalam setiap penulisan skripsi tentu ada tujuan yang hendak dicapai.
Adapun tujuan tersebut adalah:
1. Mendeskripsikan peranan wanita yang ada dalam kehidupan nyata, khususnya terhadap peranan wanita dalam keluarga dan dalam bidang
pekerjaan di Jepang.
2. Mendeskripsikan peranan wanita Jepang sebagai tokoh dalam novel OUT
karya Kirino Natsuo.
b. Manfaat Penelitian
Dengan mengadakan penelitian terhadap novel OUT karya Kirino Natsuo, diharapkan memberi manfaat, yakni:
1. Untuk menambah pengetahuan tentang peranan wanita dalam keluarga dan dalam bidang pekerjaan di Jepang, khususnya bagi mahasiswa jurusan sastra Jepang.
1.6. Metode Penelitian
Sesuai dengan tema dan permasalahan yang akan dianalisis dalam novel OUT, maka penelitian ini menggunakan metode deskriptif-analisis dalam cakupan
kualitatif.
Menurut Koentjaraningrat (1976:30), bahwa penelitian yang bersifat deskriptif yaitu memberikan gambaran yang secermat mungkin tentang suatu
individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu.
Kemudian menurut Harahap (2001:75), metode kualitatif adalah metode
yang tidak mengkonversi problema sosial ke dalam bentuk angka, tetapi langsung dinarasikan dalam bentuk penjelasan fenomena.
Penulis menggunakan metode ini karena penulis mencoba mendeskripsikan
atau menganalisa mengenai peranan wanita Jepang yang ada dalam novel OUT karya Kirino Natsuo. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi
BAB II
TINJAUAN UMUM NOVEL OUT DAN PERANAN WANITA JEPANG
2.1. Sinopsis Cerita
Di daerah pinggiran Tokyo, empat wanita bekerja shift malam di pabrik
makanan kotak. Mereka adalah Katori Masako, Yamamoto Yayoi, Azuma Yoshie, dan Jonouchi Kuniko. Keempat orang wanita ini masing-masing memiliki masalah pelik dalam kehidupan pribadinya. Masako sudah tidak akur lagi dengan suami
dan anaknya yang sudah remaja. Yoshie; seorang janda miskin yang harus merawat ibu mertuanya yang sekarat. Kuniko; selalu menghadapi tumpukan
hutang yang disebabkan oleh gaya hidupnya yang glamor. Sementara Yayoi, merupakan wanita yang baik dan setia kepada suaminya, namun ternyata ia dikhianati habis-habisan oleh suaminya. Selain melakukan kekerasan kepada
Yayoi, suaminya yang bernama Kenji juga telah menghabiskan seluruh tabungan mereka hanya untuk berjudi dan main perempuan. Hingga suatu hari, Yayoi yang
sudah tidak tahan lagi terhadap perlakuan suaminya, membunuh suaminya dirumahnya sendiri.
Dalam kebingungan, Yayoi meminta bantuan Masako untuk
menyingkirkan mayat suaminya. Masako bersama Yoshie dan Kuniko akhirnya membantu Yayoi dengan berbagai motivasi. Mayat Kenji mereka mutilasi dan
menyebar keseluruh kota. Keempat wanita itupun harus memainkan perannya
masing-masing agar tidak terbuka kedoknya.
Polisi sempat salah duga dengan menahan seorang pemilik klub malam
tempat Kenji biasa berjudi sebagai pelaku pembunuhan. Dugaan polisi ini bukannya tidak berdasar. Sang pemilik klub yang bernama Mitsuyoshi Satake itu memang memiliki masa lalu yang kelam karena pernah membunuh seorang wanita
dengan amat sadis. Karena tuduhan polisi atas pembunuhan Kenji tidak terbukti, maka akhirnya Satake dilepaskan. Bisnis yang telah dibangun Satake pun menjadi
hancur sebagai akibat dari terkuaknya masa lalunya. Satake kemudian bertekad untuk membalas dendam kepada pelaku pembunuhan yang sebenarnya.
2.2. Alur Cerita
Salah satu elemen terpenting dalam membentuk sebuah karya fiksi adalah
alur cerita. Siti Sundari dalam Zainuddin (2001:93) menyatakan bahwa plot atau alur sering diartikan sebagai keseluruhan rangkaian peristiwa yang terdapat dalam cerita. Alur merupakan kerangka dasar penting yang mengatur tindakan sehingga
bertalian dan berhubungan satu dengan yang lainnya. Jika ditinjau dari segi penyusunan cerita, maka novel OUT tergolong dalam plot kronologis, yaitu cerita
berjalan secara berurutan dari awal, tengah, kemudian akhir.
Alur cerita dalam novel OUT berjalan sedikit lambat, dikarenakan Kirino Natsuo banyak memberikan gambaran mendetai dalam setiap adegan cerita.
kembali adegan cerita yang sama tetapi dengan menggunakan sudut pandang dari
tokoh yang berbeda.
Dengan detail tersebut, karakter tokoh-tokohnya terbangun dengan cukup
kuat. Masako yang sering bersikap dingin kepada orang-orang disekitarnya, Yoshie yang lelah dalam menghadapi mertua dan anak-anaknya, kuniko yang materialistis dan berpikiran dangkal, serta Yayoi yang kehilangan kesabaran dalam
menghadapi suaminya. Hampir semua tokoh tersebut digambarkan dengan suasana kehidupan yang gelap. Dalam menjalani rutinitas kehidupan, mereka mengalami
keputusasaan akan beban hidup mereka masing-masing.
Kirino Natsuo menyusun cerita yang rumit dengan perencanaan yang cukup rapi. Setiap elemen yang akan menjadi bagian dari kisah berikutnya telah
dipersiapkan dengan matang dibagian sebelumnya. Tidak ada potongan cerita yang sia-sia, karena semuanya ikut membangun dan melengkapi cerita inti. Beberapa
alur ceritanya terkadang dapat segera ditebak, namun masih cukup banyak kejutan dibeberapa bagian cerita.
2.3. Setting
Setting atau latar merupakan unsur pembangun karya sastra yang
menunjukkan kapan dan dimana peristiwa dalam cerita tersebut berlangsung. Latar dalam cerita sangat memengaruhi pembentukan tingkah laku dan cara berpikir tokoh. Menurut Abrams dalam Zainuddin (2001:99), secara garis besar, latar dapat
Latar tempat menyangkut deskripsi mengenai tempat terjadinya suatu
peristiwa. Dalam hal ini, lokasi tempat berlangsungnya cerita dalam novel OUT adalah kota Tokyo; Jepang. Disebutkan bahwa pabrik makanan kotak tempat
keempat tokoh utama novel OUT bekerja terletak di tengah-tengah distrik Musashi-Murayama.
Latar waktu mengacu pada saat terjadinya peristiwa, yang meliputi hari,
tanggal, bulan, tahun, bahkan zaman tertentu yang melatarbelakangi cerita tersebut. Dalam hal ini, Kirino Natsuo sebagai pengarang novel OUT tidak ada
menyebutkan dengan spesifik nama hari, tanggal, bulan, dan tahun sebagai latar cerita dalam novel OUT.
Latar sosial merupakan gambaran status tokoh yang menunjukkan
kedudukannya dalam masyarakat. Dalam hal ini, ketiga tokoh wanita dalam novel OUT, yakni Masako, Yayoi, dan Kuniko memiliki status sebagai seorang istri,
sedangkan Yoshie berstatus sebagai seorang janda. Selain sebagai istri, Masako, Yayoi dan Yoshie juga memiliki peran sebagai seorang ibu. Keempat tokoh wanita ini juga berstatus sebagai pekerja shift malam disebuah pabrik makanan kotak.
2.4. Riwayat Hidup Kirino Natsuo
Kirino Natsuo yang memiliki nama asli Hashioka Mariko lahir pada tahun 1951 di Kanazawa (prefektur Ishikawa) dan merupakan anak ke dua dari tiga bersaudara. Karena memiliki ayah seorang arsitek, Kirino dan keluarganya pernah
Setelah menyelesaikan studi hukum nya, Kirino bekerja di berbagai bidang
sebelum menjadi penulis novel fiksi; termasuk bekerja sebagai pembuat jadwal film yang akan tayang di bioskop, sebagai editor sekaligus penulis untuk sebuah
majalah, dan lain sebagainya. Ia menikah dengan suaminya ketika berusia 24 tahun, dan mulai bekerja sebagai penulis profesional setelah melahirkan seorang putri di usianya yang sudah mencapai 30 tahun. Kirino memulai karirnya pada
tahun 1984 sebagai novelis roman, kemudian berputar haluan dan mengukuhkan diri sebagai penulis novel misteri pada tahun 90-an, dan membuat debut nya di
usia 40 tahun.
Novel Kirino Natsuo yang paling terkenal adalah OUT (Kodansha,1997). OUT merupakan karya pertamanya yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris
dan bahasa lainnya. Pada edisi bahasa Jepangnya, novel OUT terjual lebih dari 300.000 copy. OUT juga dinominasikan untuk 2004 MWA Edgar Allan Poe Award
pada kategori Best Novel, yang membuat Kirino Natsuo sebagai penulis Jepang pertama yang dinominasikan dalam ajang penghargaan ini.
Berikut ini adalah daftar judul karya Kirino Natsuo beserta penghargaan
yang telah diterimanya.
• Kao ni furikakeru ame (Tokyo: Kodansha, 1993)
– 39th Edogawa Ranpo Award (1993)
• Tenshi ni misuterareta yoru (Tokyo: Kodansha, 1994)
• Auto [Out] (Tokyo: Kodansha, 1997)
– 51st Mystery Writers of Japan Award (1998)
– Nominated for 2004 MWA Edgar Allan Poe Award in the Best
• Sabiru kokoro (Tokyo: Bungei Shunju, 1998)
• Mizu no nemuri hai no yume (Tokyo: Bungei Shunju, 1998)
• Faiaboro burusu [Fireball Blues] (Tokyo: Bungei Shunju, 1998)
• Jiorama [Diorama] (Tokyo: Shinchosha, 1998)
• Yawarakana hoho (Tokyo: Kodansha, 1999)
– 121st Naoki Award (1999)
• Rozu gâden [Rose Garden] (Tokyo: Kodansha, 2000)
• Gyokuran (Tokyo: Asahi Shinbunsha, 2001)
• Dâku [Dark] (Tokyo: Kodansha, 2002)
• Gurotesuku [Grotesque] (Tokyo: Bungei Shunju, 2003)
– 31st Izumi Kyoka Literary Award (2003)
• Kogen (Tokyo: Bungei Shunju, 2003)
• Riaru warudo [Real World] (Tokyo: Shuesha, 2003)
• Zangyakuki (Tokyo: Shinchosha, 2004)
– 17th Shibata Renzaburo Award (2004)
• Tamamoe! (Tokyo: Mainichi Shinbunsha, 2005)
– 5th Fujinkoron Literary Award (2005)
2.5. Peranan Wanita Jepang
Wolfman (1994: 10) menyatakan bahwa peran ialah bagian yang dimainkan seseorang pada setiap keadaan, dan cara bertingkah laku untuk
menyelaraskan diri dengan keadaan. Wanita lahir sebagai anak perempuan, sebagai saudara perempuan, atau sebagai cucu perempuan. Setelah dewasa, peran asli wanita bertambah dengan peran-peran baru: wanita menjadi teman bermain,
pelajar, tetangga, istri, ibu, dan bahkan nenek. Perubahan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa membawa serta peran-peran baru dan mengubah peran-peran
sebelumnya. Tidak seorangpun diantara manusia yang berdimensi tunggal, yang hanya mempunyai satu peran saja. Tanpa memainkan banyak peran, mustahil manusia berfungsi secara utuh.
Oppong dan Church dalam Sugihastuti (2000: 121) menyatakan bahwa ada tujuh peranan yang dapat dimainkan wanita, sebagian lebih berorientasi pada
keluarga, dan sebagian lebih berorientasi pada masyarakat. Ketujuh peranan tadi adalah peranan: sebagai orang tua, sebagai istri, di dalam rumah tangga, di dalam kekerabatan, sebagai pribadi, di dalam komunitas, dan di dalam Pekerjaan
Peran-peran ini merupakan bagian dari hidup wanita. Peran-Peran-peran ini menyangkut peranan wanita sebagai makhluk individu sekaligus sebagai makhluk sosial.
2.5.1. Peranan Wanita Jepang Dalam Keluarga
Pada dasarnya, sistem kekeluargaan Jepang atau Ie merupakan bentuk produk dari feodalisme yang berkembang di Jepang, dengan memasukkan
nilai-nilai agama yakni Shinto, Konfusianisme, dan Buddha. Akan tetapi pola-pola Ie ini masih mempunyai pengaruh sampai zaman modern, dan berdasarkan hierarki dalam konfusianisme, pria ditempatkan sebagai kepala rumah tangga dan
mengepalai semua anggota Ie nya. Dalam Ie, pria sebagai kepala rumah tangga memiliki kekuasaan yang besar. Kepala rumah tangga memiliki kekuasaan untuk
memberikan keputusan tentang semua hal yang berhubungan dengan milik keluarga, misalnya terhadap kekayaan yang diperoleh dan dikelola keluarga. Kepala rumah tangga juga merupakan pribadi terpenting dalam upacara
keagamaan dan adat keluarga yang harus dilaksanakan untuk menghormati nenek moyang.
Istri dan menantu perempuan memiliki kebebasan yang sempit dalam Ie. Peranan wanita Jepang dalam keluarga dibatasi pada hal mengurus anak dan mengelola keuangan keluarga saja. Para istri tidak dapat melakukan hal lain
kecuali menaati perintah dari suaminya. Hal ini menunjukkan pola pikir masyarakat Jepang pada umumnya memandang bahwa memang wajar dan sudah
2.5.2. Peranan Wanita dalam Bidang Pekerjaan
Saat Jepang melakukan revolusi industri (1886-1889) ditandai sebagai awal mula masuknya wanita ke berbagai bidang pekerjaan. Di bidang pekerjaan,
undang-undang yang menjamin hak-hak pekerja wanita dalam dunia pekerjaan dikenal dengan Hukum Standar Tenaga Kerja atau Roudou Kijunhou yang dikeluarkan pada tahun 1947. Undang-undang ini menjamin persamaan gaji untuk
pekerjaan yang sama, menjamin keamanan perempuan dengan pembatasan jam kerja, melarang perempuan bekerja dimalam hari, bekerja di bawah tanah,
menjamin cuti haid, cuti melahirkan, memberi libur, serta melarang melakukan pekerjaan yang berbahaya.
Pada tahun 1985 pemerintah Jepang melakukan tindakan tambahan dalam
memajukan persamaan ditempat kerja. Pada bulan Mei 1985 Diet Nasional menyetujui undang-undang kesempatan yang sama, yang diberlakukan pada
tanggal 1 April tahun 1986. Undang-undang ini mengharuskan perusahaan untuk mengupayakan perlakuan sama terhadap pria maupun wanita dalam penerimaan, penggajian, penempatan, dan promosi. Undang-undang ini juga melarang
diskriminasi berdasarkan jenis kelamin dalam pendidikan dan penataran pegawai, tunjangan kesejahteraan, pensiun wajib, dan pemutusan hubungan kerja.
Akan tetapi, dalam kenyataannya, wanita masih belum memperoleh persamaan yang sebenarnya. Banyak perusahaan masih terus melaksanakan kebijaksanaan penggajian berbeda antara pria dan wanita, dengan sistem berbeda
wanita bertanggung jawab atas pengaturan rumah tangga dan tugas membesarkan
anak. Karena banyak wanita harus berhenti setelah bekerja beberapa tahun, maka tanggung jawab rumah tangga tersebut dapat dilihat sebagai hambatan besar untuk
mencapai persamaan.
Paham bahwa pria bekerja dan wanita tinggal dirumah masih berlaku dalam masyarakat Jepang. Dalam suatu penyelidikan pendapat tahun 1986
mengenai keluarga, lebih dari 90% orang yang memberi respons mengatakan bahwa urusan rumah tangga dan perawatan anak adalah bidang tugas wanita,
biarpun ia bekerja. Karenanya, beban ibu-ibu pekerja bisa menjadi terlampau berat. Tidaklah heran, dalam suatu penyelidikan pendapat tahun 1987 oleh Kantor Perdana Mentri mengenai wanita, 90% dari yang memberi respons merasa bahwa
pria mempunyai lebih banyak kesempatan daripada wanita untuk menggunakan kemampuan dan ketrampilannya. Di Jepang, perusahaan pada umumnya
mengharapkan pegawainya akan banyak kerja lembur. Namun bagi wanita yang masih harus mengerjakan tugas rumah tangga dan merawat anaknya, cukup sulit untuk berprestasi seimbang dengan pria yang tidak mempunyai beban tersebut.
Maka banyak wanita mau tak mau memilih pekerjaan paruh-waktu yang memungkinkan mereka dapat bekerja sekaligus juga menjadi ibu rumah tangga.
Dari hasil survei, 23% dari semua pekerja gajian yang wanita merupakan pekerja paruh-waktu, dan rasio ini perlahan-lahan semakin meningkat.
Pekerjaan waktu tidak menguntungkan wanita. Upah pekerja
wanita untuk masuk kembali ke angkatan kerja atau beralih dari pekerjaan
paruh-waktu ke pekerjaan tetap untuk menapaki tangga karier.
Pemerintah Jepang berusaha semaksimal mungkin untuk meningkatkan
BAB III
ANALISIS PERANAN WANITA SEBAGAI TOKOH DALAM NOVEL OUT KARYA KIRINO NATSUO
3.1. Peranan Katori Masako Cuplikan 1 :
Pada tahun pertamanya di SMU negeri, Nobuki tertangkap membawa beberapa tiket rave yang rupanya dijejalkan orang kepadanya. Dia dituduh
mencoba menjual tiket-tiket itu dan dikeluarkan dari sekolah. Hukuman berat itu jelas bertujuan memberi peringatan kepada murid-murid lainnya, tapi apapun alasannya, kejutan hebat itu rupanya mengguncang Nobuki dan dia tiba-tiba
berhenti berbicara. Untuk beberapa lama, Masako mati-matian mencari jalan untuk membuat putranya kembali membuka diri, tapi sepertinya tak ada yang bisa
memberinya jawaban; dan dia merasa Nobuki sendiripun pasrah menerima keadaannya.
Analisis:
(OUT : 76-77)
Dari cuplikan diatas dapat kita lihat peran Masako sebagai ibu. Disaat Nobuki; putranya sedang mengalami tekanan dan memutuskan untuk tidak
berbicara kepada siapapun lagi, Masako dengan perannya sebagai ibu tetap berusaha mencari cara agar anaknya kembali normal seperti sedia kala. Kalimat “Untuk beberapa lama, Masako mati-matian mencari jalan untuk membuat
anaknya mengalami kondisi yang sama seperti Nobuki. Akan tetapi usaha Masako
sepertinya tidak berhasil, karena keputusan untuk kembali membuka diri berada di tangan Nobuki sendiri. Paling tidak, dengan peranannya sebagai seorang ibu
Masako sudah melakukan usaha, dan tidak hanya diam saja.
Cuplikan 2 :
…Walaupun dia tiba pukul 08.00 pagi dan tetap dikantor sampai pukul 21.00 hampir tiap malam, dia tetap saja melakukan pekerjaan yang sama dan
membosankan tahun demi tahun; dan tak peduli betapa kerasnya dia berusaha, atau betapa bagus kinerjanya, dia hanya memainkan peran pembantu, sedangkan semua keputusan penting berada di tangan rekan-rekan prianya
Suatu hari dia kebetulan melihat catatan jumlah gaji yang diterima seorang
pria yang sudah bekerja diperusahaan itu sama lamanya dengan dia sendiri, dan hampir saja dia mengamuk. Gaji pria itu dua juta yen lebih tinggi dari gajinya,
padahal dia sendiri setelah dua puluh tahun mengabdi, hanya memperoleh ¥4.600.000 per tahun. Setelah lama berpikir masak-masak, dia menghadap kepala bagiannya, pria yang juga masuk ke perusahaan itu pada tahun yang sama dengan
dia sendiri, dan
. Pria-pria yang masuk
perusahaan itu pada waktu yang kurang-lebih sama dengan Masako semuanya sudah diikutkan program pelatihan besar-besaran dan sudah lama naik pangkat,
paling sedikit menjadi kepala bagian, dan sekarang bahkan pria-pria yang lebih muda darinya pun mulai naik pangkat membawahinya.
meminta dinaikkan ke posisi manajemen dan diberi tugas-tugas yang sama dengan karyawan pria.
Analisis:
Dari cuplikan diatas dapat dilihat peranan Masako sebagai seorang karyawan. Tidak peduli seberapa melelahkan dan membosankankannya
pekerjaannya, ia tetap bekerja dengan tekun dan memperoleh hasil kerja yang bagus. Akan tetapi semua usaha kerasnya tidak dihargai hanya karena ia adalah wanita. Dia tidak pernah diberi tugas yang sama pentingnya dengan karyawan
pria. Dapat dilihat bahwa Masako yang merasakan adanya diskriminasi gender di kantornya tidak berdiam diri. Masako tidak ingin peranan yang dilakukannya
selama ini sia-sia. Secara lugas ia meminta kenaikan posisi dan kenaikan gaji yang bila dilihat dari kinerjanya di kantor, seharusnya sudah sejak lama diperolehnya. Akan tetapi, protes Masako ini membuat tekanan dari rekan-rekan kerjanya
semakin meningkat.
Cuplikan 3 :
Tak lama kemudian, dia menemukan kesalahan besar yang dibuat oleh bosnya, dan waktu dia memberitahukan hal ini, pria itu tiba-tiba mengamuk
padanya. “Bos”-nya ini sebetulnya beberapa tahun lebih muda dari Masako dan tak bisa apa-apa.
“Tutup congormu!” begitu dia membentak; dia bahkan menampar Masako. Ini terjadi seusai jam kerja, jadi tak ada yang mendengarnya, tapi peristiwa itu meninggalkan luka mendalam pada diri Masako. Kenapa bosnya mesti dianggap
keuangan, dan akhirnya tetap di sana. Tapi setelah peristiwa ini, dia sadar dia
sudah mencapai titik akhir. (OUT : 225-226)
Analisis:
Dari cuplikan diatas dapat dilihat peran Masako sebagai bawahan. Ia secara baik-baik memberitahukan kepada atasannya bahwa atasannya telah melakukan sebuah kesalahan besar yang tentunya akan berdampak kepada perusahaan.
Namun apa yang diterima Masako? Dia malah di bentak dan di tampar. Tindakan tidak beralasan seperti ini termasuk tindakan kekerasan dan pelecehan terhadap
kaum wanita. Masako yang sudah tidak tahan dengan perlakuan tidak adil yang selalu diterimanya dikantor akhirnya memutuskan untuk berhenti.
Cuplikan 4 :
“Dan apa yang Anda lakukan setelah selesai bekerja?” tanya Imai.
“Saya tiba di rumah sebelum pukul enam, lalu menyiapkan sarapan untuk suami dan anak saya. Setelah makan, mereka berangkat kerja dan saya mencuci pakaian dan membersihkan rumah
Analisis:
. Pukul sembilan lebih sedikit, saya tidur.
Kurang-lebih begitulah biasanya setiap hari.” (OUT : 289)
Berdasarkan cuplikan diatas dapat disimpulkan bahwa sepulangnya Masako dari shift malam di pabrik, meskipun ia pulang sudah dalam keadaan lelah, ia tetap tidak melupakan perannya ibu rumah tangga. Sebagai istri sekaligus
Cuplikan 5 :
…Kalau dibiarkan sendiri, Masako tidak terlalu memusingkan apa yang dimakannya, bahkan dia tidak keberatan tidak makan sama sekali
(OUT : 357)
, tapi karena tahu
mereka bergantung pada masakannya ini, dia jadi sibuk memikirkan apa saja yang mereka suka dan tidak suka, menyiapkan makanan enak untuk keduanya.
Analisis:
Dari cuplikan diatas dapat dilihat bahwa peran Masako sebagai seorang
pribadi tidak begitu memperdulikan dirinya sendiri. Perannya sebagai ibu rumah tangga lah yang terus membuatnya ingin terus berusaha melakukan hal yang terbaik untuk keluarganya. Hal ini dapat dilihat dari walaupun makanan terlihat
seperti masalah yang sepele, tapi ia begitu memikirkannya dengan cermat setiap detail selera suami dan anaknya.
Cuplikan 6 :
“Hai,” kata Masako. “Setelah kupikir-pikir, kau takkan mau uangnya
tergeletak sembarangan di pabrik nanti, jadi kubawakan kemari.” Dia mengulurkan amplop bank Dia pasti memikirkan hal itu sewaktu sedang menarik
uang, lalu datang jauh-jauh begini untuk menyerahkannya. Benar-benar khas Masako, amat berakal sehat. Tapi lebih dari itu, Yoshie menyadari tindakan Masako ini juga menunjukkan kebaikan hatinya, karena Masako tahu Yoshie tak
mau terlihat sedang meminjam uang di pabrik
“Terima kasih. Aku akan mengembalikannya akhir bulan ini.” .
“Tidak, aku tahu kau sendiri juga ada pinjaman.”
“Jangan dipikirkan,” jawab Masako sambil tersenyum kecil. (OUT : 44)
Analisis:
Dari cuplikan dialog diatas dapat dilihat indeksikal bahwa Masako juga memiliki peran sebagai teman yang bisa diandalkan. Disaat Yoshie sedang membutuhkan uang, Masako langsung menyanggupi untuk meminjamkannya.
Bahkan agar tidak membuat Yoshie malu, Masako tidak menyerahkan uangnya di pabrik, tetapi langsung mengantarkan ke rumahnya. Masako bahkan menyuruh
Yoshie tidak usah terburu-buru mengembalikannya, karena ia sangat memahami masalah keuangan temannya tersebut.
Cuplikan 7 :
“Dan tawaran bisnisnya?” tanyanya.
Jumonji mencondongkan badan ke depan dan memelankan suaranya. “Aku ingin tahu apakah kau berniat membantu mengenyahkan beberapa mayat lagi. Sepertinya selalu ada korban-korban pembunuhan yang tidak boleh ditemukan.
Kita yang akan menangani mereka.” Masako menatapnya, tak mampu berkata-kata karena takjub.
”Apa rencanamu?” Tanya Masako.
“Aku yang akan mempromosikan bisnis ini. Pekerjaan seperti ini melibatkan orang-orang kasar, dan aku tidak ingin kau sampai perlu berurusan
”Jadi, kau cuma mau aku memotong-motongnya?”
“Benar. Kau tertarik?”
”Tapi apakah pekerjaan seperti ini bisa benar-benar menghasilkan uang?”
Masako menyelanya. Jumonji mengangguk.
“Jauh lebih banyak daripada rentenir kelas teri,” katanya.
“Pelangganmu akan membayar berapa? Per unit, misalnya.” Setelah
memutuskan dirinya mungkin berminat, Masako mengajukan pertanyaan yang paling penting. “Jangan berbelit-belit,” cetus Masako. “Kalau kita tidak bisa
membicarakannya secara blak-blakan, berarti kita tidak bisa bekerja sama.”
“Oke, kukatakan saja. Sumber yang berbicara denganku menjanjikan delapan juta. Dari situ, dia minta tiga juta karena memberi kita pekerjaan. Sisanya
lima: bagaimana kalau dua untukku, dan tiga untukmu?” Masako menyulut sebatang rokok.
“Paling sedikit lima untukku, kurang dari itu lupakan saja,” jawabnya dengan amat tenang.
Jumonji tersedak. “Lima juta?”
“Lima juta,” Masako menegaskan. “Mungkin kau menganggap pekerjaan itu gampang, tapi sebetulnya tidak. Pekerjaannya kotor dan memuakkan, dan
menghasilkan mimpi buruk setelahnya. Kau takkan mengerti kalau belum pernah melakukannya sendiri. Dan harus ada tempat untuk mengerjakannya, kamar mandi. Tapi aku tak mau menggunakan rumahku; risikonya terlalu besar. Kau
Analisis:
Dari cuplikan dialog diatas dapat dilihat bahwa Masako sedang melakukan transaksi bisnis dengan Jumonji. Dengan berbagai pertimbangan Masako
memutuskan mengambil kembali peran sebagai pemotong mayat sebagai pekerjaan sampingannya selain bekerja shift malam di pabrik. Peran sebagai pemotong mayat tidaklah mudah. Menjijikkan dan akan terus menjadi mimpi
buruk. Tapi iming-iming terhadap sejumlah uang yang akan diperolehnya membuatnya mengesampingkan hal tersebut.
3.2. Peranan Yamamoto Yayoi Cuplikan 1 :
…Bekas tonjokan itu peka sekali, sehingga cairan atau angin semilir saja
membuatnya kesakitan, dan menurutnya tak seorangpun bisa membuat sakitnya berkurang.
Anak-anaknya yang tidur di kasur-kasur kecil mereka di dekat sana
bergerak-gerak, mungkin karena merasakan gerakan Yayoi. Yayoi berdiri, menyeka air mata dari wajahnya dan membungkus tubuhnya dengan handuk. Dia
tak ingin anak-anaknya melihat memar itu, atau air matanya Analisis:
. (OUT : 68)
Dari cuplikan diatas dapat dilihat bahwa sesungguhnya memar akibat
berhati-hati dan tidak ingin anaknya mengetahui dan khawatir terhadap derita fisik
dan batinnya.
Cuplikan 2 :
…Lalu, yang lebih parah lagi, tiga bulan yang lalu Kenji berhenti membawa pulang gajinya, dan Yayoi terpaksa mencoba memberi makan dirinya
dan anak-anaknya dengan gaji kecil yang diperolehnya dari pabrik
Analisis:
. (OUT : 69)
Berdasarkan cuplikan dapat dilihat indeksikal bahwa karena suaminya tak lagi memberikan nafkah kepada dirinya dan anak-anaknya, Yayoi mengambil peran sebagai kepala rumah tangga. Meskipun gajinya kecil, Yayoi giat bekerja
demi menghidupi dirinya dan anak-anaknya
Cuplikan 3 :
…”Kenapa cepat sekali?”
“Tidak ada uang,”jawab suaminya.
“Mana mungkin? Sudah berbulan-bulan kau tak pernah memberi kami uang.” Walaupun sekarang Yayoi membelakanginya lagi, dia tahu
suaminya itu mencibir.
“Kau apa?” ujar Yayoi dengan suara serak. Mereka berdua sudah berhasil “Tidak, aku betul-betul bangkrut. Dan aku sudah menghabiskan seluruh tabungan kita.”
kau tega sekali? Seluruh gajimu sudah kau pakai untuk dirimu sendiri; kenapa kau
menghabiskan tabungan kita juga?”
“Judi,” jawab suaminya. “Permainan bernama bakarat.”
“Kuharap kau bercanda.” Yayoi begitu syok sehingga tak tahu harus berkata apa lagi.
“Aku tidak bercanda,” kata Kenji.
“Tapi tabungan itu bukan milikmu saja.” “Juga bukan milikmu saja.”
Analisis:
Biasanya dia tak pernah mengatakan apa-apa
pada Yayoi, tapi malam ini dia bisa begitu tangkas menimpali semua perkataan istrinya itu. (OUT : 70-71)
Dalam Ie, pria sebagai kepala rumah tangga memiliki kekuasaan yang besar. Kepala rumah tangga memiliki kekuasaan untuk memberikan keputusan
tentang semua hal yang berhubungan dengan milik keluarga, misalnya terhadap kekayaan yang diperoleh dan dikelola keluarga. Hal ini pula lah yang terjadi pada keluarga Yayoi. Dilihat dari cuplikan, Yayoi yang memiliki peran sebagai istri
harus pasrah terhadap tindakan suaminya. Yayoi merasa sangat menderita karena tidak dapat berbuat apa-apa. Tanpa sepengetahuannya, suaminya yang tidak
bertanggung jawab telah menghabiskan seluruh tabungan keluarga mereka untuk berjudi.
Cuplikan 4 :
mengantar anak-anak ke tempat penitipan, dan baru setelah itu dia bisa tidur. Dia
tadinya tidak ingin bekerja malam hari, tapi tidak banyak tempat yang mau menerima ibu dengan anak-anak yang masih kecil, yang mungkin sekali-sekali
harus cuti mendadak. Sebelum mulai bekerja di pabrik makanan kotakan itu, dia bekerja paruh waktu sebagai petugas pemeriksaan di supermarket; tapi karena tak mau bekerja pada hari Minggu dan sering harus tidak masuk kerja karena anaknya
sakit, dia tidak bertahan lama disana. Pekerjaan shift malam yang sekarang memang amat melelahkan fisiknya, tapi bayarannya lebih tinggi daripada
pekerjaan pagi dan dia bisa menidurkan anak-anaknya sebelum berangkat ke pabrik
Analisis:
(OUT : 132)
Dari cuplikan diatas dapat dilihat peranan Yayoi sebagai ibu rumah tangga yang baik. Sama seperti Masako, sepulangnya dari shift malam walaupun lelah ia
tetap melaksanakan kewajibannya. Meskipun sudah tidak akur dengan suaminya, Yayoi tetap menyiapkan sarapan untuk suami dan anak-anaknya, kemudian mengurus anak-anaknya. Setelah semua kewajibannya selesai barulah ia merasa
tenang dan dapat beristirahat. Sebenarnya Yayoi merasa bahwa pekerjaan shift malam sangatlah berat karena ia harus meninggalkan anaknya di malam hari. Hal
ini menunjukkan bahwa perannya sebagai seorang ibu membuatnya mementingkan anak melebihi apapun.
Alasan ia memilih pekerjaan shift malam yang sangat berat itu juga adalah
bekerja shift malam ia dapat cuti sesuka hati, karena bila ia tidak datang maka
gajinya hanya akan dipotong sesuai lamanya ia tidak masuk kerja.
Cuplikan 5 :
Yayoi tidak tahu berapa lama dia berdiri di sana, tapi akhirnya kesadarannya kembali ketika mendengar tangisan Milk.
“Apa yang harus kita lakukan sekarang, Milk?” gumamnya. “Aku telah membunuhnya.” Kucing itu mengeluarkan suara seperti pekikan pendek, dan
Yayoi balas mengeluarkan suara yang sama. Dia telah melakukan sesuatu yang tak bisa diubah lagi, tapi dia sama sekali tidak merasa menyesal. Biarlah, dia berbisik pada dirinya sendiri. Dia tak punya pilihan tadi
Dia kembali ke ruang tamu dan dengan tenang memandang jam di dinding. Baru pukul sebelas. Hampir waktunya berangkat ke pabrik. Dia menelpon rumah
Masako.
.
“Halo?” untungnya Masako yang menerima. Yayoi menghela nafas panjang.
“Ini aku, Yayoi.,” katanya.
“Hai,” sahut Masako. “Ada apa? Kau mau absen malam ini?”
“Tidak, aku hanya tidak tahu harus bagaimana.”
“Tentang apa?” Masako kedengarannya seperti sunggguh-sungguh kuatir. “Apakah ada yang terjadi?”
“Ya.” Sudah kepalang basah, dituntaskan saja. “Aku membunuhnya
“Kau serius?”
“Benar-benar serius,” jawab Yayoi. “Aku mencekiknya.” Hening sekali
lagi, kali ini mungkin sampai semenit; tapi entah kenapa Yayoi tahu keheningan ini bukan karena Masako terkejut, melainkan karena dia sedang
mempertimbangkan situasi. Pertanyaan Masako yang berikutnya membuktikan firasatnya ini benar.
“Tapi kau mau bagaimana?” Tanya Masako. Yayoi terdiam sesaat karena
tidak mengerti pertanyaan ini. “Maksudku, coba katakana apa yang ingin kau lakukan. Aku bersedia membantu.”
“Aku? Aku ingin segalanya terus berjalan seperti biasa. Anak-anakku masih kecil, dan…” Sewaktu dia berbicara, air matanya menggenang dan tiba-tiba dia tersadar betapa gawatnya situasi itu.
“Aku mengerti,” kata Masako. (OUT: 74-75)
Analisis:
Dari cuplikan diatas dapat dilihat bahwa Yayoi berperan sebagai pembunuh. Ia membunuh suaminya berdasarkan atas kebencian yang mendalam sebagai akibat tindakan kekerasan yang selama ini banyak dilakukan suaminya
kepada dirinya. Keadaan lah yang membuat Yayoi berperan sebagai pembunuh. Akan tetapi, setelah melakukan aksinya, Yayoi sama sekali tidak merasakan
penyesalan, karena menurutnya Kenji pantas menerimanya. Meskipun tidak menyesal, Yayoi tetap merasa cemas terhadap gawatnya situasi yang telah ditimbulkannya. Untuk itu, dia menghubungi Masako; sahabat yang selalu bisa
3.3. Peranan Azuma Yoshie Cuplikan 1 :
“Aku butuh uang.” Pikiran ini telah menjadi semacam obsesi. Dia sudah
menghabiskan uang asuransi jiwa dari kematian suaminya yang jumlahnya tidak seberapa untuk mengurus ibu mertuanya, dan sekarang tabungan mereka sudah hampir habis juga. Dia sendiri hanya lulusan sekolah menengah dan bertekad ingin
menyekolahkan Miki paling tidak sampai tingkat akademi,
Analisis:
tapi dia tidak tahu apakah dia akan sanggup. (OUT : 36)
Dari cuplikan diatas dapat dilihat bahwa meskipun hidup dalam kemiskinan, Yoshie yang memiliki peran sebagai menantu tetap mengabdi kepada
ibu mertuanya. Seluruh uang asuransi suaminya telah dihabiskannya untuk mengurus ibu mertuanya yang sakit-sakitan, padahal untuk melangsungkan hidup
sehari-hari saja sudah sangat sulit. Selain sebagai menantu yang berbakti, dari cuplikan diatas juga dapat dilihat peranan Yoshie sebagai seorang ibu. Sebagai seorang ibu, ia ingin Miki putrinya dapat melanjutkan sekolah, walaupun hanya
sampai tahap akademi saja. Meskipun ia tidak tahu apakah ia akan sanggup, tetapi ia telah bertekad untuk mewujudkan hal tersebut.
Cuplikan 2 :
…Dia sudah lama lupa betapa jahat ibu mertuanya dulu selama
Tak seorang pun dari mereka bisa berbuat apa-apa tanpa Yoshie—kalau
dipikir-pikir, memang itulah makna hidupnya. Di pabrik juga begitu. Mereka menyebutnya Kapten, dan kenyataannya memang dialah yang mengomando
barisan. Peran itu terus membuat semangatnya terus berkobar, membuatnya mampu terus menjalani pekerjaan menjemukan itu; peran itulah satu-satunya yang membuatnya bangga.
Analisis:
(OUT : 37)
Dari cuplikan diatas dapat dilihat indeksikal bahwa peran Yoshie sangat
penting bagi keluarganya. Dengan kata lain, Yoshie memiliki peran sebagai kepala rumah tangga. Yang dimaksud dengan peran wanita sebagai kepala rumah tangga adalah wanita yang dianggap bertanggung jawab terhadap rumah tangga tersebut.
Adapun sebab yang melatarbelakangi wanita sehingga dapat mengepalai rumah tangga, salah satunya adalah berakhirnya perkawinan karena suami yang telah
meninggal. Yoshie menjadi tumpuan keluarga yang bekerja banting tulang untuk kelangsungan hidup keluarga mereka. Terhadap ibu mertuanya yang dulu jahat kepadanya pun ia melupakan seluruh dendamnya dan mengabdi sebagai menantu
yang baik. Ternyata pentingnya peranan Yoshie tidak hanya dirasakan oleh keluarganya saja, tetapi juga oleh rekan-rekan kerjanya. Yoshie berperan sebagai
Cuplikan 3 :
…Dari pengalamannya sendiri, dia tahu walaupun laki-laki mungkin senang mempunyai istri pekerja keras, laki-laki pemalas mungkin justru sebal
punya istri seperti itu. Suaminya dulu begitu. Yoshie berpikir tentang pria yang lima tahun lalu meninggal karena penyakit lever. Tak peduli seberapa kerasnya Yoshie bekerja mengurus ibu mertuanya, atau menerima bermacam-macam
pekerjaan serabutan untuk membantu keuangan keluarga, suaminya malah makin depresi saja
Analisis:
. (OUT : 38)
Dari cuplikan diatas dapat dilihat bahwa semasa suaminya hidup dulu pun Yoshie memang memiliki peran yang penting dalam keluarganya. Karena semasa
suaminya hidup dulu suaminya lah yang berperan sebagai kepala rumah tangga, Yoshie berkonsentrasi terhadap perannya sebagai seorang istri yang rela bekerja
apapun demi membantu keuangan keluarga. Namun tampaknya hubungan Yoshie dengan suaminya tidak harmonis. Tanpa alasan yang jelas suaminya merasa tidak suka dan depresi melihat semua usaha kerja keras Yoshie.
Cuplikan 4 :
Setelah selesai mencuci pembalut dan membersihkan tangannya dengan disinfektan, Yoshie memandang Miki yang sedang menyikat rambut dan memerhatikan bayangan wajahnya di cermin lekat-lekat.
“Kau mengecat rambut?” tanyanya.
“Kau jadi kelihatan seperti anak-anak berandal yang ditangkap polisi
karena kenakalan remaja.” (OUT : 40)
Analisis:
Dari dialog diatas dapat dilihat bahwa Yoshie menegur anaknya karena khawatir. Dengan perannya sebagai seorang ibu, sudah sepantasnya Yoshie memperhatikan perkembangan putrinya. Apabila ada perilaku putrinya yang tidak
disukainya, maka Yoshie tidak segan-segan dalam menegurnya. Sungguh suatu tindakan yang harus dilakukan setiap wanita yang berperan sebagai seorang ibu.
Cuplikan 5 :
Begitu Yayoi sudah tak tampak, Yoshie berbisik tak sabar, “Ada apa, sih?
Cepat ceritakan, aku sudah tidak tahan.”
“Dengarkan dulu, dan jangan kelihatan terlalu kaget,” kata Masako sambil
menatap matanya lurus-lurus. “Yayoi telah membunuh suaminya.” Mulut Yoshie ternganga sejenak, bibirnya yang kering gemetaran.
“Jangan kelihatan kaget…?” akhirnya dia berbisik.
“Aku tahu,” sela Masako. “Tapi ini sungguh-sungguh terjadi, dan sudah tidak bisa diubah lagi. Aku sudah memutuskan akan membantunya, dan aku ingin
tahu apakah kau mau membantu juga.”
“Kau sudah gila?!” Yoshie terpekik, tapi begitu sadar ada orang lain disekitar mereka, dia mengecilkan suaranya. “Dia harus menyerahkan diri ke polisi
“Tapi dia punya anak-anak yang masih kecil, dan suaminya memukulinya.
Dia melakukannya untuk melindungi diri. Kau lihat sendiri, kan, betapa lega wajahnya.”
“Tapi dia membunuh suaminya,” ujar Yoshie sambil menelan ludah. “Karena itulah aku akan membantunya sebisaku.”
“Membantu bagaimana?!” Kali ini suara Yoshie menggema diruangan itu,
dan hampir semua orang disana menoleh. Kelompok pria-pria Brazil yang duduk bersama ditempat mereka yang biasa didekat tembok memandangnya dengan rasa
ingin tahu. “Tak ada yang bisa kau lakukan,” lanjutnya. Dia seperti menciut. “Tidak ada.”
“Aku tetap mau mencoba,” kata Masako.
“Tapi kenapa? Dan kenapa aku harus membantu juga? Aku jadi merinding mendengar ini semua—kita akan jadi kaki-tangan pembunuhan.”
“Bukan kaki-tangan,” tukas Masako. “Kita kan tidak membunuhnya.” “Tapi mereka pasti juga memenjarakan orang yang membuang mayatnya “Ya, mungkin,” jawab Masako. “Membuang… atau memeretelinya sedikit,
salah satu.”
.”
“Apa maksudmu?” Tanya Yoshie. Lidahnya mengusap-usap bibirnya
sementara dia berusaha memahami teka-teki baru ini. “Apa yang kau rencanakan?”
“Aku akan memotong-motongnya, lalu membuangnya. Setelah itu Yayoi
“Ya sudah,” tukas Masako sambil mengulurkan telapak tangannya yang
terbuka diatas meja. “Kalau begitu, kembalikan uang yang kupinjamkan padamu kemarin malam. Sekarang.”
“Lupakan saja,” kata Yoshie sambil menggeleng dengan keras kepala.
“Aku tak sanggup. Yang itu aku tak sanggup.”
Yoshie duduk diam beberapa lama dengan mimik pilu, sementara Masako
menjentik ujung rokoknya di cangkir kopi yang sudah kosong. Bau tak enak campuran gula, kopi instant, dan abu sekejap mengisi rongga hidung mereka, tapi
Masako tidak mengacuhkannya dan menyulut sebatang rokok lagi.
“Baiklah kalau begitu,” kata Yoshie akhirnya, seperti sudah mengambil keputusan. “Aku tak bisa mengembalikan uangmu, jadi rasanya aku harus
membantu.”
Terima kasih. Aku tahu aku bisa mengandalkanmu, Kapten.”
“Tapi ada satu hal yang harus kau katakan padaku,” kata Yoshie sambil menatapnya. “Aku melakukan ini karena kau pernah membantuku
“Aku sendiri tidak tahu,” jawab Masako. “Tapi satu hal aku tahu: seandainya kau yang mengalami kesulitan seperti ini, aku pasti akan berbuat sama
untukmu.” Sepertinya tak ada lagi yang bisa diucapkan, dan Yoshie pun terdiam. , tapi kenapa kau mau membantu Yayoi?”
(OUT : 95-97)
Analisis:
hukum yang berlaku. Saat mengetahui Yayoi; temannya melakukan pembunuhan,
ia merasa bahwa Yayoi harus segera menyerahkan diri kepada polisi secepatnya. Pada awalnya Yoshie juga tidak bersedia menuruti permintaan Masako untuk ikut
membantu Yayoi karena tidak ingin ikut serta sebagai kaki-tangan pembunuh. Alasan Yoshie tidak ingin membantu Masako dalam menjalankan rencananya juga didorong oleh perannya sebagai seorang pribadi, yang tidak sanggup melakukan
pekerjaan memotong-motong mayat. Sebagai seorang pribadi/individu yang menggunakan akal sehatnya, Yoshie tidak sanggup bila harus memutilasi mayat,
karena selain merupakan tindakan kriminal, hal ini juga merupakan tindakan hal yang asosial dan sangat menjijikkan. Akan tetapi perasaan dan perannya sebagai seorang teman membuat ia kehilangan akal sehat. Desakan dari Masako
membuatnya berpikir kembali mengenai hutang budi yang dirasakannya kepada sahabatnya itu. Dengan terpaksa ia memutuskan untuk membantu Masako dalam
memutilasi dan membuang mayat Kenji; suami Yayoi.
Cuplikan 6 :
…”Kapten,” kata Masako akhirnya, sambil tetap mengarahkan mata ke jalanan. “Maukah kau melakukannya sekali lagi?”
“Melakukan apa?” Tanya Yoshie, berpaling menatap Masako dengan kaget.
“Kurasa mungkin akan ada order pekerjaan.”
“Kuniko membocorkan rahasia, dan kabar tersiar. Sekarang sepertinya hal
ini bisa menjadi semacam usaha.”
“Dia membocorkan rahasia? Berarti ada orang yang memerasmu?” Yoshie
menekankan tangannya ke dasbor, seakan dia tiba-tiba ngeri melihat cara Masako mengemudikan mobilnya.
“Bukan, mereka mau membayar kita untuk pekerjaan seperti itu. Kau tidak
perlu tahu detail-detailnya; serahkan saja itu padaku. Aku hanya perlu tahu apakah kau mau membantuku kalau betul-betul ada pekerjaan. aku bisa membayarmu.”
“Berapa?” Suara Yoshie sedikit gemetar, tapi juga ada setitik rasa penasaran.
“Satu juta,” jawab Masako. Yoshie mendesah, lalu diam.
“Untuk pekerjaan yang sama?” dia bertanya sesaat kemudian.
“Kita tidak perlu membuangnya setelahnya. Kita hanya harus
memotong-motongnya dirumahku
“Baiklah,” ujar Yoshie sambil terbatuk-batuk.
.” Yoshie menelan ludah. Masako menyulut sebatang rokok dan mobil itupun dipenuhi asap rokok.
“Sungguh? Masako meliriknya. Yoshie tampak pucat dan bibirnya bergetar.
“Aku setengah mati memerlukan uang
Analisis:
,” katanya. “Dan aku bersedia maju ke neraka asal mengikutimu.” (OUT: 379-380)
peran ini. Bersama Masako ia akan melakukan pekerjaan memotong mayat.
Apapun akan dilakukan Yoshie yang sangat membutuhkan uang, bahkan peran sebagai pemotong mayat sekalipun.
3.4. Peranan Jonouchi Kuniko Cuplikan 1 :
…Sewaktu menggigigit sepotong daging babi yang berlumuran saus
coklat, dia teringat Yayoi yang menjatuhkan panci semalam. Wanita itu kacau sekali sepagian, pikirnya, begitu bingung sehingga tak membantu sama sekali. Malahan dia memperlambat seluruh tim. Memangnya kenapa kalau suaminya
memukuli dia; kalau Kuniko, pasti dia akan balas memukul
Analisis:
. (OUT : 29)
Dari cuplikan di atas, dapat dilihat bahwa walaupun memiliki peran sebagai seorang istri, Kuniko tak akan tinggal diam bila dipukul suaminya. Berbeda dengan Yayoi yang menerima semua perlakuan kasar suaminya, Kuniko
adalah tipe wanita yang memiliki harga diri yang tinggi. Perannya sebagai seorang istri tidak lantas membuatnya menjadi wanita lemah yang pasrah bila suaminya
melakukan kekerasan terhadapnya.
Cuplikan 2 :
Analisis:
Dari cuplikan diatas dapat dilihat indeksikal bahwa Kuniko tidak memiliki rasa tanggung jawab terhadap peran yang diembannya, yakni sebagai seorang istri.
Ia lebih mengutamakan perannya sebagai seorang pribadi yang ingin melakukan semua hal dengan bebas. Sebagai seorang wanita yang sudah memiliki suami tidak seharusnya dia menginginkan untuk bekerja di tempat semacam bar atau pub,
apalagi di tempat yang tak senonoh hanya karena uang.
Cuplikan 3 :
“Pasti kau ya, yang memakan salad ku?” kata Kuniko. “Ayo ngaku, dan minta maaf.” Dan sekonyong-konyong dia melompat ke atas Tetsuya, berat
badannya membuat Tetsuya tak bisa bergerak.
“Sudah kubilang, jangan begitu!” pekik Tatsuya.
“Akan kulepaskan kalau kau sudah mengaku.”
“Ya sudah, memang aku yang memakannya. Maafkan aku. Tapi tidak ada lagi yang bisa kumakan waktu aku tiba dirumah
Analisis:
.” (OUT : 27)
Cuplikan diatas kembali memuat tentang kelalaian Kuniko dalam
menjalankan perannya sebagai seorang istri. Hanya karena saladnya dimakan Tatsuya dia sudah menjadi sangat marah, padahal Tatsuya memakan saladnya itu karena sebagai seorang istri Kuniko tidak ada menyiapkan masakan apapun untuk
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
Melihat dari uraian sebelumnya maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Meskipun dahulu wanita Jepang hanya memegang peran dalam keluarga, dewasa ini banyak sekali wanita Jepang yang memainkan peran dalam dunia kerja untuk mendapatkan nafkah.
2. Dalam dunia kerja, wanita dengan perannya sebagai seorang karyawan juga berhak untuk mendapatkan kesetaraan dengan karyawan pria. Akan
tetapi dalam kenyataannya, di Jepang, meskipun sudah ada Undang-Undang yang mengatur persamaan dan kesejahteraan bagi pekerja wanita, masih terdapat banyak diskriminasi yang dilakukan karyawan pria kepada
para karyawan wanita. Misalnya dalam hal pembagian tugas, pembagian gaji, dan dalam hal peningkatan jenjang karier.
3. Empat orang tokoh utama wanita dalam novel ini adalah Katori Masako, Yamamoto Yayoi, Azuma Yoshie dan Jonouchi Kuniko. Dalam keluarga,
Masako, Yayoi, Yoshie dan Kuniko memiliki peran sebagai istri, menantu,
dan ibu rumah tangga, sedangkan dalam dunia kerja, mereka memiliki peran sebagai pekerja shift malam, bawahan, dan rekan kerja.. Hal ini
dimainkan. Mereka dapat mengisi suatu peran dengan baik karena
menyadari bahwa peran tersebut berguna, memuaskan, dan sesuai dengan dirinya.
4. Selain peran wanita dalam keluarga dan dalam dunia kerja, yang membedakan keempat tokoh wanita dalam novel OUT dengan wanita Jepang pada umumnya adalah bahwa mereka juga memiliki peran yang
berkaitan dengan kriminalitas. Peran-peran tersebut antara lain adalah Yayoi yang memiliki peran sebagai pembunuh sedangkan Masako dan
Yoshie memiliki peran sebagai pemotong mayat. Keadaanlah yang mendorong para tokoh wanita tersebut memainkan peran-peran itu.
4.2. Saran
1. Karena kaum wanita mengemban banyak peran dan memikul tanggung jawab di dalam dan diluar rumah, sebaiknya para wanita harus dapat menggunakan waktu yang tersedia dengan sebaik-baiknya. Kekurangan
waktu menyebabkan banyak wanita menjadi bingung dan kacau, sehingga dapat menimbulkan tekanan dalam hidup.
2. Seharusnya di negara modern seperti Jepang dapat memperhatikan dan lebih menghargai peran serta kaum wanita dalam berbagai bidang, terutama dalam dunia kerja. Diharapkan sebaiknya pemerintah Jepang
3. Novel OUT bagaikan sebuah jendela yang membuka pandangan ke suatu
penggalan kehidupan dari peran kaum wanita yang terpaksa melakukan tindakan kriminal yang kejam. Ketika motivasi dan kesempatan itu ada di
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin. 2002. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung; Sinar Baru
Aglesindo.
Anonim. 1989. Jepang Dewasa Ini. Tokyo; International Society For Educational
Information, Inc.
Budianto, Melanie. 1997. Teori Kesusastraan. Jakarta; Gramedia Pustaka Utama.
Fanannie, Zainuddin. 2002. Telaah Sastra. Surakarta; Muhammadiyah University Press.
Fukutake, Tadashi. 1988. Masyarakat Jepang Dewasa Ini. Jakarta; Gramedia. Hardjana, Andre. 1994. Kritik Sastra Sebuah Pengantar. Jakarta; Gramedia
Pustaka Utama.
Harahap, Sofyan Syafri. 2001. Tips Menulis Skripsi. Jakarta; Pustaka Quantum. Horton, Paul B. dan Chester L. Hunt. 1993. Sosiologi. Jakarta; Penerbit Erlangga.
Koenjaraningrat. 1976. Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada.
Luxemburg, Jan Van. 1986. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta; PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Natsuo, Kirino. 2007. OUT. Jakarta; PT. Gramedia Pustaka Utama.
Nursisto. 2000. Ikhtisar Kesusastraan Indonesia. Yogyakarta; Adi Cita Karya Nusa.
Okamura, Masu. 1983. Peranan Wanita Jepang. Yogyakarta; Gajah Mada Press
Poerwadarminta. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta; Penerbit Balai
Pustaka.
Ratna, Nyoman Kutha. 2003. Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta; Pustaka
Pelajar.
Reischauer, Edwin O. 1982. Manusia Jepang. Jakarta; Sinar Harapan. Soerjono, Soekanto. 1993. Beberapa Teori Sosiologi Tentang Struktur
Masyarakat. Jakarta; Raja Grafindo Persada.
Soerjono, Soekanto. 2003. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta; Raja Grafindo
Persada.
Suardiman, Siti Partini. 2001. Perempuan Kepala Rumah Tangga. Yogyakarta; Penerbit Jendela.
Sumardjo, Jacob. 1999. Konteks Sosial Novel Indonesia. Bandung; Alumni Bandung.
Sugihastuti. 2000. Wanita Di Mata Wanita. Bandung; Penerbit Nuansa.
Wolfman, Brunetta R. 1994. Peran Kaum Wanita. Yogyakarta; Penerbit Kanisius.