• Tidak ada hasil yang ditemukan

3. BAB 1-BAB 4

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "3. BAB 1-BAB 4"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelago state) terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 17,000 pulau dengan garis pantai sepanjang lebih kurang 81,000 km dan luas wilayah laut mencapai 5,9 juta m2. Transportasi laut di Indonesia mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan bangsa, yaitu sebagai sarana antara lain untuk melayani morbilitas manusia, barang dan jasa, peningkatan dan pemerataan kesejahteraan masyarakat, penunjang sektor perdagagan, ekonomi, dan sektor lainnya, untuk merangsang pertumbuhan ekonomi wilayah yang yang belum atau sedang berkembang dan pendukung raya saing komoditas produksi nasional.1

Pelabuhan laut merupakan pintu gerbang lalu lintas orang, barang dan alat angkut baik dari luar dan dalam negeri maupun antara pulau (interinsular). Disamping itu, transportasi laut juga berperan sebagai saran memperkokoh persatuan dan kesatuan nasional, mendukung perwujudan wawasan nusantara serta mempererat hubungan antara bangsa. Dengan peranan yang demikian penting dan strategis, transportasi laut berfungsi sebagai urat nadi kehidupan dan sarana permersatu Negara kepulauan Indonesia.1

Bertambah pesatnya kemajuan di bidang transportasi laut mengakibatkan frekuensi dan jumlah orang-orang yang berpergian maupun pengangkutan barang-barang dari satu daerah ke daerah lain, dari satu negara ke negara atau satu benua ke benua lainnya makin meningkat. Peningkatan frekuensi dan volume pengangkutan tersebut akan meningkatkan pula kemungkinan terjadinya penularan penyakit yang ditularkan vektor melalui alat angkut dan atau isinya semakin besar.1

Keadaan ini dapat menyebabkan lingkungan fisik dan biologis yang tidak memadai sehingga memungkinkan berkembang biaknya vektor penyakit.7

Vektor adalah organisma yang tidak menyebabkan penyakit tetapi menyebarkannya dengan membawa patogen dari satu inang ke yang lainnya. Vektor

(2)

juga merupakan anthropoda yang dapat menimbulkan dan menularkan suatu Infectious agent dari sumber Infeksi kepada induk semang yang rentan. Bagi dunia kesehatan masyarakat, binatang yang termasuk kelompok vektor dapat merugikan kehidupan manusia karena disamping mengganggu secara langsung juga sebagai perantara penularan penyakit seperti yang sudah di jelaskan di atas (Nurmaini,2001). Penyakit yang ditularkan melalui vektor masih menjadi penyakit endemis yang dapat menimbulkan wabah atau kejadian luar biasa serta dapat menimbulkan gangguan kesehatan masyarakat sehingga perlu dilakukan upaya pengendalian atas penyebaran vektor tersebut.7

Kecoa sudah wujud sejak 350 juta tahun dahulu. Terdapat lebih kurang 4000 spesies di dunia, 130 spesies di Eropa, 3 species di British Isles, spesies kecoa lain dikenalkan ke Eropa dari negara tropis, kemungkinan melalui kapal kargo.8

Kecoa adalah salah satu jenis serangga penggangggu dan sekali gus sebagai serangga penular penyakit terhadap kesehatan manusia yang dapat menyebarkan penyakit kholera, typhus dan disentri serta penyakit menular lainnya. Di samping sebagai vektor secara mekanik, kehadiran kecoa di suatu area dapat dijadikan sebagai indikator atau petunjuk bahwa area tersebut tidak bersih atau tidak hygenis. Tempat perindukan dan tempat istirahat kecoa di tempat yang kotor dan lembab seperti tempat sampah, saluran pembuangan limbah dan adanya gudang persediaan makanan.1

Kecoa mempunyai peranan yang cukup penting dalam penularan penyakit. Peranan tersebut antara lain :

- Sebagai vector mekanik bagi beberapa mikro organisme patogen. - Sebagai inang perantara bagi beberapa spesies cacing.

- Menyebabkan timbulnya reaksi-reaksi alergi seperti dermatitis, gatal-gatal dan pembengkakan kelopak mata.

Serangga ini dapat memindahkan beberapa mikro organisme patogen antara lain, Streptococcus, Salmonella dan lain-lain sehingga mereka berperan dalam penyebaran penyakit antara lain, Disentri, Diare, Cholera, Virus Hepatitis A, Polio pada anak-anak Penularan penyakit dapat terjadi melalui organisme patogen sebagai bibit

(3)

penyakit yang terdapat pada sampah atau sisa makanan, dimana organisme tersebut terbawa oleh kaki atau bagian tubuh lainnya dari kecoa, kemudian melalui organ tubuh kecoa, organisme sebagai bibit penyakit tersebut menkontaminasi makanan.

Sebagai binatang penggangggu, adanya kecoa dapat mengusik ketenangan penumpang atau orang yang berada di kapal. Bahkan kehadiran kecoa dan perilakunya di linkungan manusia dapat menimbulkan kesan jijik dan tidak estetika.1

Suatu pedoman pengendalian kecoa di kapal diperlukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan kapal yang bersih guna kepentingan cegah tangkal penyakit dan memberi kesan estetika dan rasa nyaman bagi pengguna jasa alat angkut (kapal).1

1.2. Tujuan Penulisan 1.2.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui prosedur pelaksanaan pengendalian kecoa di pelabuhan/bandara.

1.2.2. Tujuan khusus

1. Mengetahui morfologi dan siklus hidup kecoa.

2. Mengetahui kerusakan dan penyakit yang ditularkan melalui kecoa. 3. Mengetahui upaya-upaya pengendalian kecoa di pelabuhan/ bandara. 4. Mengetahui persiapan dalam pengendalian kecoa.

5. Mengetahui langkah-langkah pelaksanaan pengendalian kecoa mulai dari pemetaan, pengamatan, pemberantasan, jejaring kerja dan pelaporan.

(4)

6. Mengetahui Algoritma pengendalian kecoa di KKP Kelas 1 Medan.

1.3.Manfaat Penulisan

Tulisan ini diharapkan dapat menambah wawasan penulis mengenai upaya pengendalian kecoa di pelabuhan/bandara.

(5)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. VEKTOR PENYAKIT 2.1.1. Definisi Vektor Penyakit

Peraturan Pemerintah No.374 tahun 2010 menyatakan bahwa vektor merupakan arthropoda yang dapat menularkan, memindahkan atau menjadi sumber penularan penyakit pada manusia. Sedangkan menurut Nurmaini (2001), vektor adalah arthropoda yang dapat memindahkan/menularkan suatu infectious agent dari sumber infeksi kepada induk semang yang rentan.

Vektor penyakit merupakan arthropoda yang berperan sebagai penular penyakit sehingga dikenal sebagai arthropod-borne diseases atau sering juga disebut sebagai vector – borne diseases yang merupakan penyakit yang penting dan seringkali bersifat endemis maupun epidemis dan menimbulkan bahaya bagi kesehatan sampai kematian.

Di Indonesia, penyakit–penyakit yang ditularkan melalui serangga merupakan penyakit endemis pada daerah tertentu, seperti Demam Berdarah Dengue (DBD), malaria, kaki gajah, Chikungunya yang ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti. Disamping itu, ada penyakit saluran pencernaan seperti dysentery, cholera, typhoid fever dan paratyphoid yang ditularkan secara mekanis oleh lalat rumah.

2.1.2. Jenis-jenis Vektor Penyakit

Sebagian dari Arthropoda dapat bertindak sebagai vektor, yang mempunyai ciri-ciri kakinya beruas-ruas, dan merupakan salah satu phylum yang terbesar jumlahnya karena hampir meliputi 75% dari seluruh jumlah binatang (Nurmaini,2001). Berikut jenis dan klasifikasi vektor yang dapat menularkan penyakit :

Arthropoda yang dibagi menjadi 4 kelas :

(6)

2. Kelas Myriapoda : misalnya binatang berkaki seribu. 3. Kelas Arachinodea (berkaki 8) : misalnya Tungau.

4. Kelas Hexapoda (berkaki 6) : misalnya nyamuk dan kecoa.

Dari kelas hexapoda dibagi menjadi 12 ordo, antara lain ordo yang perlu diperhatikan dalam pengendalian adalah :

a. Ordo Dipthera yaitu nyamuk dan lalat

• Nyamuk anopheles sebagai vektor malaria

• Nyamuk aedes sebagai vektor penyakit demam berdarah

• Lalat tse-tse sebagai vektor penyakit tidur b. Ordo Siphonaptera yaitu pinjal

• Pinjal tikus sebagai vektor penyakit pes c. Ordo Anophera yaitu kutu kepala

• Kutu kepala sebagai vektor penyakit demam bolak-balik dan typhus exantyematicus. Selain vektor diatas, terdapat ordo dari kelas hexapoda yang bertindak sebagai binatang pengganggu antara lain:

• Ordo hemiptera, contoh kutu busuk

• Ordo isoptera, contoh rayap

• Ordo orthoptera, contoh kecoa

• Ordo coleoptera, contoh kumbang

Sedangkan dari phylum chordata yaitu tikus yang dapat dikatakan sebagai binatang pengganggu, dapat dibagi menjadi 2 golongan :

(7)

- Rattus norvigicus (tikus riol ) - Rattus-rattus diardiil (tikus atap)

- Rattus-rattus frugivorus (tikus buah-buahan) b. Tikus kecil (mice), Contoh:Mussculus (tikus rumah)

Arthropoda [arthro + pous ] adalah filum dari kerajaan binatang yang terdiri dari organ yang mempunyai lubang eksoskeleton bersendi dan keras, tungkai bersatu, dan termasuk di dalamnya kelas Insecta, kelas Arachinida serta kelas Crustacea, yang kebanyakan speciesnya penting secara medis, sebagai parasit, atau vektor organisme yang dapat menularkan penyakit pada manusia (Chandra,2003).

Arthropoda berperan penting sebagai vektor penyebaran penyakit (arthropods borne disease).

2.1.3. Peranan Vektor Penyakit

Secara umum, vektor mempunyai peranan yaitu sebagai pengganggu dan penular penyakit. Vektor yang berperan sebagai pengganggu yaitu nyamuk, kecoa/lipas, lalat, semut, lipan, kumbang, kutu kepala, kutu busuk, pinjal, dll. Penularan penyakit pada manusia melalui vektor penyakit berupa serangga dikenal sebagai arthropod - borne diseases atau sering juga disebut sebagai vector – borne diseases.

Agen penyebab penyakit infeksi yang ditularkan pada manusia yang rentan dapat melalui beberapa cara yaitu:

a. Dari orang ke orang b. Melalui udara

c. Melalui makanan dan air d. Melalui hewan

(8)

Vektor penyakit dari arthropoda yang berperan sebagai penular penyakit dikenal sebagai arthropod - borne diseases atau sering juga disebutsebagai vector – borne diseases. 2.2. KECOA

2.2.1. Biologi Kecoa

Biologi kecoa didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari kehidupan kecoa yang meliputi antara lain: jenis, morfologi, daur hidup, kebiasaan hidup dan hubungannya dengan penyakit

a. Jenis-jenis kecoa

Beberapa jenis kecoa yang umumnya terdapat di kapal antara lain Periplaneta americana (Linnaeus.), Periplaneta australasiae (Fabricius.), Blattela germanica (Linnaeus.)

b. Morfologi

Kecoa adalah serangga dengan bentuk tubuh oval dengan pipih dorsoventral. Kepalanya tersembunyi dibawah pronotum, dilengkapi dengan sepasang mata majemuk dan satu mata tunggal, antena panjang, sayap dua pasang dan tiga pasang kaki. Pronotum dan sayap licin tidak berambut dan tidak bersisik, berwarna coklat sampai coklat tua.

(9)

P. Americana (L.) berukuran panjang 35-40 mm dan lebar 13-15mm serta merupakan jenis yang paling besar. Bagian abdomen berwarna merah kecoklatan, pronotum berwarna kuning keruh dengan dua bercak coklat di bagian tengahnya. Bagian belakang abdomen mempunyai serkus yang relatif panjang, tipis dan runcing ujungnya seperti cemeti.

2.2.3. Periplaneta australasiae

P. Australasiae berukuran sedikit lebih kecil, panjang 27-33mm, dan lebar 10- 12. Warna keseluruhannya lebih gelap (merah kehitaman) baik abdomen maupun

pronotumnya sepanjang tepi pronotum dari atas terlihat garis berwarna kuning.

2.2.4. Blatella germanica (Kecoa German)

Blatella germanica adalah kecoa kecil dengan panjang tubuh 10-15mm dan lebar 4-5mm, warna bagian abdomen coklat muda agak kekuningan yang betina sedikit

(10)

lebih tua warnanya daripada yang jantan. Pronotumnya berwarna coklat, dari atas terlihat dua garis hitam memanjang. Dua garis ini juga terdapat pada stadium nimfanya. Nimfa berwarna coklat tua kehitaman, bergerak cepat sekali dan sangat aktif.

2.2.5. Daur Hidup

Kecoa adalah serangga dengan metamorfosa tidak sempurna, hanya melalui tiga stadium yaitu stadium telur, stadium nimfa, dan stadium dewasa yang dapat dibedakan jenis jantan dan betinanya. Nimfa biasanya menyerupai yang dewasa, kecuali ukurannya, sedangkan sayap dan alat genitalnya dalam taraf perkembangan.

2.2.5.1.Periplaneta americana (Kecoa Amerika)

Periplaneta americana Linnaeus dewasa dapat dikenal dengan adanya perubahan dari tidak bersayap pada stadium nimfa menjadi bersayap pada stadium dewasanya. Pada P. Americana yang dewasa terdapat dua pasang sayap baik pada yang jantan maupun betinanya. Masa inkubasi kapsul telur P. Americana rata-rata 32 hari, perkembangan nimfa antara 5-6 bulan, serangga dewasa kemudian berkopulasi dan satu minggu kemudian menghasilkan kapsul telur yang pertama sehingga daur hidup P. Americana memerlukan waktu rata-rata 7 bulan.

(11)

Ootheca dengan instar nimfa pertama, kedua dan ketiga dari kecoa America, Periplaneta americana (Linnaeus).

Instar nimfa kelima, keenam dan ketujuh dari kecoa America, Periplaneta americana (Linnaeus).

2.2.5.2.Periplaneta australasiae

Daur hidup Periplaneta australasiae (Fabricius) mencapai 7 bulan, meliputi masa inkubasi kapsul telur rata-rata 35 hari, perkembangan nimfa memerlukan waktu antara 4 bulan sampai 6 bulan, serangga dewasa kemudian berkopulasi dan 10 hari kemudian yang betina menghasilkan kapsul telur yang pertama

(12)

2.2.5.3.Blatella germanica (Kecoa German)

Daur hidup Blatella germanica menjadi lengkap mencapai 100 hari di bawah kondisi lingkungan yang sesuai. Dari telur menjadi nimfa umumnya telur menetas 20 s/d 30 hari dan menjadi dewasa kurang lebih 60 hari. Betina dewasa akan menghasilkan telur kira-kira 10 hari.

2.2.3. Kebiasaan Hidup

Kecoa pada umumnya dapat terbang, tetapi mereka tergolong pelari cepat, dapat bergerak cepat, aktif pada malam hari (nocturnal). Kerusakan yang ditimbulkan oleh kecoa relatif sedikit, tetapi adanya kecoa menunjukkan sanitasi di kapal kurang baik.

2.2.4. Kecoa dan hubungannya dengan penyakit

Kecoa mempunyai peranan yang cukup penting dalam penularan penyakit. Peranan tersebut antara lain: Sebagai vektor mekanik bagi beberapa mikroorganisme patogen, sebagai inang perantara bagi beberapa spesies cacing, menyebabkan timbulnya reaksi-reaksi alergi seperti dermatitis, gatal-gatal dan pembengkakan kelopakmata.

Serangga ini dapat memindahkan beberapa mikroorganisme patogen antara lain, Streptococcus, Salmonella, dan lain-lain sehingga mereka berperan dalam penyebaran penyakit antara lain Disentri, Diare, Cholera, virus Hepatitis A, Polio pada anak-anak. Penularan penyakit dapat terjadi melalui organisma patogen sebagai bibit penyakit yang terdapat pada sampah atau sisa makanan, dimana organisme tersebut terbawa oleh kaki atau bagian tubuh lainnya dari kecoa, kemudian melalui organ tubuh kecoa, organisme sebagai bibit penyakit tersebut mengkontaminasi makanan.

2.2.5. Kerusakan akibat kecoa

Kecoa dapat mengangkut organisma yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia termasuklah keracunan makanan, disenteri dan diare. Walau bagaimanapun kecoa tidak diassosiasi dengan wabah penyakit yang berbahaya

di Amerika.

Kebanyakan kecoa dapat memproduksi sekresi atau bahan kimia yang menghasilkan bau yang tidak menyenangkan. Bau ini dapat dideteksi di tempat yang terinfestasi dengan kecoa.

(13)

Kecoa dapat menyebabkan reaksi alergi pada beberapa orang. Respons ini adalah akibat allergen kecoa yang teringesti ketika mengkomsumsi makanan yang terkontaminasi atau inhalasi partikel feses yang kering dan sisa kecoa yang mati bersamaan dengan debu rumah.

Pada sesetengah individu, melihat kecoa sudah boleh menyebabkan distress secara psikologis atau emosional.

(14)

2.3. Tempat Perindukan Kecoa

2.3.1. Tempat-tempat yang berpotensi sebagai tempat perindukan kecoa di kapal Tempat perindukan kecoak yang potensial di kapal dapat dilihat pada tabel:

(15)
(16)

2.3.2. Tempat-tempat yang berpotensi sebagai tempat perindukan kecoa di sekitar lingkungan

Kecoa dijumpai hamper di setiap tempat; hutan tropika, padang rumput, rawa garam, himpunan pantai maupun gurun. Kecoa sangat aktif sama ada pada dimensi vertical dari bagian atas kanopi hutan sampai ke dalam tanah dan menghuni gua, pohon berongga dan terowong. Kecoa juga dijumpai di balik daun-daun yang mati, kayu yang membusuk dan sarang-sarang serangga serta di bangunan binaan manusia seperti rumah, kedai makan, kapal, dan pesawat.

Jenis Lokasi Periplaneta americana Periplaneta australasiae Blatella germanic a Cariblatt a lutea Ischnoptera deropeltiformis Padang Rumput X Bukit berpasir X X Hutan X Struktur buatan manusia X X X Tepi kolam X X

(17)

2.4. PENGENDALIAN KECOA DI KAPAL

Pengendalian kecoa di kapal merupakan tindakan untuk mencegah, menekan atau mengurangi populasi kecoa. Di samping itu juga untuk melenyapkan gangguan yang ditimbulkan oleh kecoa sampai kepada kondisi tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat/penumpang maupun estetika di kapal. Kegiatan pokok yang perlu dilaksanakan adalah:

2.4.1. Pengamatan/Surveilens

Untuk mengetahui keberadaan/kepadatan populasi kecoa di kapal, dilakukan dengan melihat secara visual tanda-tanda seperti berikut:

A. Terdapat kotoran dan kapsul telur (ootheca) kecoa B. Terdapat kecoa dewasa (mati/hidup) diseluruh ruangan/badan kapal

A. Keberadaan kotoran dan kapsul telur (ootheca) kecoa

Bentuk fisik: Kapsul Blatella germanica dapat berisi 30-40 telur, Blatta orientalis sekitar 16 telur, Supella longipalpa 13-18 telur dan Periplaneta americana sekitar 14 telur.

Tempat: Kotoran ditemukan di lantai, di tempat yang tersembunyi, tempat-tempat yang sering dilalui. Kapsul ditemukan di sudut-sudut bagian dari meja, lemari, celah-celah pada dinding.

Cara: visual dan perabaan

Alat: Senter serta formulir pencatatan pengamatan

Waktu: Pada siang har, frekwensi pelaksanaan pengamatan satu kali setiap bulan dengan jarak satu bulan antar pemeriksaan.

B. Keberadaan Kecoa Dewasa Bentuk fisik: Tergantung jenisnya

Tempat: Kecoa dilihat di bawah rak, dibagian bawah daun meja, di lipatan tempat tidur, pada celah-celah dinding dan lemari, pada celah-celah yang terdapat pada dinding itu sendiri

Cara: Visual

(18)

Waktu: Untuk melihat kecoa dilakukan pengamatan malam hari. Frekwensi pelaksanaan pengamatan setiap bulan satu kali dengan jarak satu bulan antar pemeriksaan.

Kepadatan kecoa diukur melalui penangkapan dengan perangkap kecoa yang dipasang dalam satu malam pada tempat-tempat perindukan kecoa. Tindakan pengendalian kecoa disesuaikan dengan kategori hasil penangkapan rata-rata perperangkap permalam perjenis kecoa sebagai berikut:

Kategori B. germanica P. branca B. orientalis P. americana

Rendah 0-5 0-3 0-1 0-1

Sedang 6-20 4-10 2-10 2-10

Tinggi/Padat 21-100 11-50 11-25 11-25

Sangat Tinggi >100 >50 >25 >25

Interpretasi Hasil:

Rendah: Tidak menjadi masalah

Sedang : Perlu pengamanan tempat perkembangbiakan

Tinggi/Padat : Perlu pengamanan tempat perkembangbiakan dan rencana pengendalian. (lakukan Pest Control/Hapus Serangga)

Sangat Tinggi : Perlu pengamanan tempat perkembangbiakan dan pengendalian secara menyeluruh. (lakukan Pest Control/Hapus Serangga)

(19)

Contoh Hasil Penangkapan dengan Perangkap Kecoa dalam Satu Malam untuk Kecoa Jenis Jerman/B. Germanica adalah seperti berikut:

Perangkap Lokasi Jumlah Kecoa Tertangkap

Dek II: 1 Kamar ABK 1 0 2 Kamar ABK 2 2 3 Kamar Penumpang 1 20 4 Kamar Penumpang 2 21 5 Kamar Penumpang 3 12 6 WC/Kamar mandi 6 7 Gudang 9

8 Tempat Tidur Ekonomi 35

Dek V:

9 Dapur 6

10 Tempat Pencucian 26

11 Tempat Penyimp. Bahan Makanan 4

Dek VII:

12 Kafe 7

13 Anjungan 2

14 Ruang Kemudi 0

JUMLAH 148

Rata-rata kecoa tertangkap perperangkap permalam = 10,6 ekor. Rata-rata: 10-11 ekor, jadi kepadatan sedang, tindakan pengendalian perlu pengamanan tempat perkembangbiakan.

2.4.2. Pengendalian

Metoda pengendalian kecoa dapat digolongkan menjadi 2 golongan besar, yaitu: Non kimia dan Kimia

2.4.2.1. Pengendalian Non-Kimia

Pengendalian dengan cara Pencegahan dilakukan agar kapal tidak menjadi tempat perindukan kecoa dengan melakukan berbagai upaya seperti berikut:

a. Memeriksa semua penumpang dan barang yang diangkut kapal harus bebas dari kecoa (mencegah masuknya kecoa ke dalam kapal)

b. Menutup celah-celah yang terdapat di seluruh badan kapal sehingga tidak menjadi tempat berkembang biaknya kecoa.

c. Menyimpan bahan dan makanan jadi pada tempat-tempat tertutup dan tidak dapat dimasuki kecoa

(20)

d. Mencegah adanya sisa-sisa makanan dan sampah yang berserakan diberbagai tempat

e. Mengatur barang-barang milik penumpang maupun yang diangkut kapal sehingga tidak menjadi tempat bersarangnya kecoa.

f. Kamar mandi/toilet selalu dibersihkan dan dalam keadaan kering serta tidak lembap

g. Membersihkan kapal dari sampah dan sisa-sisa makanan setiap kapal berlabuh h. Memberikan penyuluhan kepada seluruh awak kapal dan penumpang tentang

pencegahan dan pengendalian kecoa di kapal sehingga terwujud kondisi sanitasi kapal yang tidak memberi peluang bagi perkembang biakan kecoa i. Memberikan pelatihan khusus pengendalian kecoa di kapal kepada petugas kesehatan kapal penumpang.

j. Menghalau kecoa dapat dilakukan dengan cara memukul dengan alat pemukul. k. Memasang penghalang kecoa agar tidak masuk ke dalam kapal dengan cara memasang kawat kasa pada lubang-lubang yang memungkinkan kecoa dapat masuk.

l. Memasang perangkap-perangkap kecoa misalnya dengan menggunakan

perangkap, menggunakan bahan-bahan yang bersifat penarik (attractant) kecoa atau umpan pada alat tersebut, memasang dengan menggunakan bahan-bahan perekat.

Pengendalian Secara Lingkungan

Pengendalian lingkungan dapat dilaksanakan melalui berbagai kegiatan, misalnya pengaturan pembuangan kotoran manusia, pengaturan pembuangan sampah terutama sampah basah atau sampah dapur. Dengan kata lain dapat menciptakan kondisi lingkungan yang bersih sehingga kecoa dan serangga lain tidak akan berada di lingkungan kapal.

Metcalf dan Luckmann (1975) mengemukakan bahwa pest manajemen dari Blattella germanica adalah keperluan mendesak pada hampir setiap lokasi di perkotaan. Pendekatan insektisida konvensional sepertinya belum bisa mengatasi. Karenanya prosedur dasar pada pengendalian B. Germanica dan kecoa lainnya harus berdasarkan pada saniasi yangtepat, anti kecoa dan pencegahan penyebaran. Program yang

(21)

Segera membersihkan serpihan, remah-remah makanan dan pembuangan sampah dengan menutupnya rapat-rapat. Semua sereal, roti, kue dan lain-lain disimpan dalam tempat tertutup.

Konstruksi dapur dan fasilitasi penempatan makanan dibuat demikian rupa guna menghindari celah dan lubang, serta menyediakan permukaan yang halus. Pipa yang melewati lantai dan dinding harus ditutup dan lubang harus ditambal.

Hati-hati membawa barang belanjaan dan produk lain ke dalam kapal atau pada pengolahan makanan untuk memastikan bahwa kecoa betina yang hamil tidak terbawa.

Ketika populasi kecoa yang substansial terjadi, penggunaan insektisida adalah satu-satunya cara. Aplikasi yang paling cocok adalah umpan beracun, tetapi penambalan pada celah dan lubang serta tempat persembunyian lainnya sangat perlu dilakukan.

Metode pengendalian yang spesifik meliputi penggunaan umpan pada perangkap yang ditempatkan pada jalan masuknya kecoa dan pencarian di tempat-tempat gelap pada malam hari dengan lampu senter. Untuk kecoa Amerika, Periplaneta americana (L) sangat potensial dengan menggunakan sex-attractant, atau dikombinasikan dengan insektisida chemosterilant.

B. Pengendalian secara biologi

Pengendalian kecoa secara biologi merupakan jenis pengendalian yang memanfaatkan musuh alami dari kecoa. Dari segi ekonomi, pengendalian ini sangat efisien karena hanya membutuhkan biaya sedikit. Namun, tidak efektif karena untuk mengetahui keberhasilannya dibutuhkan waktu yang cukup lama.

2.4.2.2. Pengendalian Secara Kimiawi

Pengendalian kecoa dengan cara kimia akhir-akhir ini banyak dipergunakan orang, karena dianggap merupakan cara yang paling praktis. Cara ini dapat digolongkan menjadi 3 bagian, yaitu pengendalian dengan bahan kimia beracun pembunuh kecoa atau serangga lain (insecticide), bahan kimia yang mempunyai sifat menolak (repellent), dan bahan kimia yang mempunyai sifat menarik (attractant).

Pengendalian kecoa dengan menggunakan bahan kimia semestinya merupakan upaya tambahan apabila cara-cara lain belum dapat mengatasinya. Untuk itu diusahakan agar pemakaian bahan kimia digunakan apabila benar-benar dalam keadaan yang

(22)

mendesak, yaitu pada saat populasi kecoa sangat tinggi dan menimbulkan masalah serius.

Bahan-bahan beracun (insektisida) pada umumnya diaplikasikan sebagai endapat residu atau sebagai umpan. Sebagai residu dapat dilakukan dengan penyemprotan atau pemapakaran dekat atau pada tempat persembunyian kecoa, pipa-pipa yang menembus dinding atau lantai.

Beberapa insektisida yang banyak digunakan untuk pengendalian kecoa antara lain hidrokarbon berkhlor, khlordane, dieldrin, heptakhlor, lindane dan organofosfat majemuk diazinon, dikhlorvos, malathion dan ronnel.

Resistensi insektisida terhadap kecoak telah terjadi, terutama terhadap hidrokarbon berkhlor. Berbagai jenis upan yang mengandung kepone ternyata sangat efektif untuk pengendalian berbagai spesies kecoa. “Silica gel dessiscants” juga sangat efektif bila dipaparkan pada permukaan dinding dan tempat tersembunyi lainnya yang banyak kecoa.

Pengendalian kecoa dapat dilaksanakan dengan penyemprotan atau pemaparan pada tempat persembunyian siang hari atau pada permukaan tempat tertentu yang biasa dikerumuni kecoa pada malam hari dengan 2% khloardane, malathion atau ronnel, 1% dipterex atau dicapthon, 0,5% diazinon, dieldrin, DDVP atau lindane (Davidson & Peairs, 1966). Apabila salah satu spesies telah resisten terhadap hidrokarbon berkhlor, maka dapat diperlakukan dengan diazinon, malathion, baygon atau ronnel. Insektisida tersebut dapat diaplikasikan dengan alat semprot tangan atau kuas. Umpan yang mengandung fosfat telah digunakan untuk pengendalian Periplaneta americana.

Formulasi paparan juga efektif tetapi konsentrasi yang digunakan pada umumnya dua kali lipat dibandingkan dengan pemakaian pada penyemprotan.

Serbuk pyrethrum dengan sinergist sering dicampur dengan sodium fluorida atau formula kering lainnya dapat mengakibatkan “knockdown” bagi kecoa. Campuran pyrethrin dengan bahan kimia lain yang diaplikasikan dengan mesin “thermal fog” untuk pengendalian kecoa di toko-toko dan gudang.

Pemaparan dengan 5% khlordane, 2% diazinon, 5% malathion, 1% khlorpirifos, sodium fluorida, asam borak atau silica gel kadang-kadang digunakan dalam pengendalian kecoa. Sering dilakukan kombinasi dari pemaparan dan penyemprotan, hasilnya lebih efektif dibandingkan bila digunakan sendiri-sendiri. Pemaparan

(23)

digunakan sangat efektif untuk tempat-tempat yang sulit atau tidak mungkin dicapai dengan penyemprotan, seperti lubang dinding bagian dalam.

Beberapa bahan kimia disediakan secara komersial sebagai umpan untuk pengendalian kecoa (Tsuji dan Ono, 1970) yaitu serbuk mengandung 1,9% dikhlorvos, umpan berbentuk pelet mengandung 2% propoxur, kepone yang telah diformulasikan sebagai pasta, sebagai pelet mengandung 0,125% kepone. Umpan pada umumnya lebih efektif dalam keadaan populasi kecoa yang rendah.

Umpan parafin yang mengadung kepone dapat digunakan untuk pengendalian kecoa dalam keadaan lembab seperti kamar mandi dan terowongan uap. Umpan juga telah disarankan untuk digunakan dalam kombinasi dengan penyemprotan dan pemaparan.

Repelen juga dapat digunakan dengan baik dalam pengendalian kecoa dengan pencegahan serangga tersebut pindah ke tempat yang baru dari tempat persembunyiannya. Repelen dapat digunakan dalam kombinasi dengan pyrethrin atau dikhlorvos.

(24)

2.5. Pemantauan Dan Evaluasi 2.5.1. Pemantauan

Pemantauan terhadap pelaksanaan pengendalian vektor di kapal harus dilakukan untuk menjaga kualitasnya, karena keberhasilan pengendalian kecoak sangat dierentukan oleh kualitas informasi yang dihasilkannya.

Tujuan utama pemantauan pengendalian kecoa adalah untuk melihat apakah sistem yang ada berjalan sesuai dengan yang diharapkan.

Pemantauan ini harus diikuti dengan upaya mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang dihadapi bila pelaksanaan pengendalian kecoa yang tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Pemantuan dilakukan dengan menggunakan indikator kinerja pengendalian kecoa yang telah dikembangkan oleh program.Pemantauan harus dilakukan secara rutin dan dimulai segera setelah pengendalian kecoa dilaksanakan sehingga dapat diidentifikasikan masalah yang menghambat pelaksanaan pengendalian kecoa sedini mungkin.

Pemantauan paling sederhana dilakukan dengan membuat check list yang berguna untuk memudahkan petugas memantau komponen pengendalian vektor yang ditemukan dan tindak lanjutnya. Analisis lebih lanjut dilakukan bila data-data kecoa yang terkumpul memungkinkan untuk itu. Analisis dilakukan sesuai dengan indikator kinerja pengendalian dan hasilnya disajikan dalam bentuk tabel, grafik, atau peta yang mudah dipahami.

2.5.2. Evaluasi

valuasi terhadap pengendalian kecoa dilakukan untuk melihat keberhasilan pengendalian kecoa dalam mencapai tujuan. Indikator yang digunakan untuk memantau keberhasilan pengendalian kecoa adalah indikator kinerja pengendalian dan sejauh mana pengendalian ini dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan. Evaluasi pertama dilakukan minimal setelah pengendalian berjalan satu bulan dan dilanjutkan secara berkala sesuai dengan situasi dan kemajuan dari pengendalian kecoa.

(25)

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Gambaran Umum Pelaksanaan Kegiatan

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 356/Menkes/Per/1V/2008 tentang organisasi dan tata kerja kantor kesehatan pelabuhan bahwa KKP mempunyai tugas melaksanakan pencegahan masuk dan keluarnya penyakit, penyakit potensial wabah dari dalam dan luar negeri. Salah satu upaya yang dilakukan adalah pengendalian vektor penyakit yang merupakan tugas Seksi Pengendalian Vektor. Dalam pelaksanaan kegiatan pengendalian kecoa di KKP Kelas 1 Medan dilakukan di 6 wilayah kerja pelabuhan, yaitu Belawan, Polonia, Pangkalan Susu, Sibolga, Kuala Tanjung, Tanjung Balai, Guning Sitoli.

3.2 Data Hasil Pelaksanaan Kegiatan

Metode pengendalian kecoa yang dilakukan oleh KKP Kelas 1 Medan pada tahun 2011 adalah dengan penyemprotan zeta sipemetrin (Mustang).

Tabel 1 Data Pengendalian Kecoa Yang Dilakukan Oleh KKP Kelas 1 Medan pada tahun 2011

No Tanggal Lokasi Luas (m2) Insektisida terpakai (cc)

1. 07/01/2011 Mt.Piluna Satu 100 100

2. 21/01/2011 KM. Bumegah 150 120

3. 07/02/2011 Kantin Terminal 500 400

4. 09/02/2011 Ling.IX Kel. Belawan I 200 160

5. 09/02/2011 MV. LUBNA 200 160

6. 10/02/2011 KM. Ke Lud 500 400

7. 04/03/2011 KM. Caraha Jaya N.36 200 160

8. 06/04/2011 Kantin Ujung Baru 200 160

9. 06/04/2011 Kantin Terminal 100 100

10. 08/04/2011 MT UNION 200 160

(26)

Tabel 1 menunjukkan kapal-kapal yang telah dilakukan penyemprotan sebagai cara pengendalian kecoa di pelabuhan. Untuk setiap 100 m digunakan kira-kira 100 cc zat zeta sipemetrin (Mustang) untuk penyemprotan di kapal.

3.3 Standar Operasional Prosedur Pengendalian Kecoa I. PERSIAPAN

A. Sumber Daya Manusia Syarat :

• Fungsional Sanitarian, Entomolog B. Sarana dan Prasarana

1. Sarana dan Prasarana Pengamatan Peralatan • Senter • Aerosol Attractant Bahan • ATK • Formulir

(27)

Peralatan

• Mobil

• Mist blower/ Spray can/ULV Portable/Thermal Fog

• Hand Spray

• Ember

• Pengaduk

• Pakaian kerja

• Alat pelindung diri( masker, helmet, kacamata, sarung tangan) Bahan

• Insektisida

• Hidrokarbon berkhlor, 5% khlordane, dieldrin, hepatachlor, lindane

• Organofosfat: 2% diazinon, dikhlorvos, 5% malathion, ronnel

• Pelarut

II. LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN A. Pengamatan

1. Pelaksanaan Survei Kepadatan Kecoa Di Pelabuhan

• Lakukan pemetaan untuk menentukan tenpat perindukan potensial

• Lakukan pengamatan dengan cara melihat tanda-tanda keberadaan kecoa seperti: keberadaan telur, kotoran, kecoa mati atau kecoa hidup.

• Pada tempat-tempat persembunyian yang agak sulit disemprotkan aerosol dan atau attractant, agar kecoa yang bersembunyi keluar.

(28)

• Hitung jumlah dan jenis tanda-tanda kecoa yang ditemukan.

• Interpretasi hasil pemeriksaan sebagai berikut : Kategori B.Germanica P.Branca B.

Orientalis P.Americana Rendah 0-5 0-3 0-1 0-1 Sedang 6-20 4-10 2-10 2-10 Tinggi/padat 21-100 11-50 11-25 11-25 Sangat tinggi 100+ 50+ 25+ 25+ • Interpretasi hasil:

o Rendah : Tidak menjadi masalah

o Sedang : Perlu pengamanan tempat perkembangbiakan o Tinggi/padat : Perlu pengamanan tempat perkembangbiakan

dan rencana pengendalian (lakukan Pest Control/ Hapus Serangga)

2. Sangat tinggi : Perlu pengamanan tempat perkembangbiakan dan pengendalian

3. Pelaksanaan Survei Kepadatan Kecoa Di Kapal

• Pengamatan/ Surveilans: yaitu untuk mengetahui keberadaan/kepadatan populasi kecoa di kapal dilakukan dengan melihat secara visual tanda-tanda sebagai berikut : terdapat kotoran dan kapsul telur (ootheca) kecoa dan terdapat kecoa dewasa (mati/hidup) di seluruh ruangan/badan kapal.

• Untuk di tempat-tempat persembunyian yang agak sulit disemprotkan aerosol dan atau attractant agar kecoa yang bersembunyi keluar.

(29)

• Interpretasi hasil pemeriksaan, lihat interpretasi pengamatan di Pelabuhan. (di atas)

• Pengamatan/pemeriksaan keberadaan kecoa di kapal dilakukan bersamaan dengan kegiatan pemeriksaan sanitasi kapal dan pemeriksaan kapal dalam rangka penerbitan SSCC.

B. Pemberantasan

1. Pemberantasan Dengan Peran Serta Masyarakat Melalui Perbaikan Lingkungan

• Petugas KKP melakukan pendekatan kepada pengelola Pelabuhan/ Bandara/pemilik kapal agar menjaga kebersihan lingkungan.

• Masyarakat Pelabuhan/Bandara/ awak kapal/crew dihimbau untuk menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat(PHBS).

• Apabila menemukan kondisi yang kurang sesuai (tempat sampah tidak tertutup, banyak tumpukan sampah, sampah berserakan, penyimpanan makanaan tidak saniter, kamar mandi/toilet/WC tidak bersih), petugas KKP membuat surat teguran kepada Pengelola Pelabuhan/ Bandara/ pemilik kapal dengan tembusan kepada Administrator Pelabuhan/ Bandara.

2. Pelaksanaan Penyemprotan Dengan Efek Knock Down Di Pelabuhan/ Bandara

• Persiapakan alat penyemprotan dan periksa untuk memastikan berfungsi dengan baik.

• Kenakan pakaian kerja (helmet, kacamata, pakaian kerja, sepatu boot, masker dan sarung tangan).

(30)

• Tuangkan insektisida yang telah diaduk sempurna ke dalam tangki alat penyemprot.

• Lakukan penyemprotan pada tempat-tempat potensial perindukan kecoa seperti sampah, sisa makanan, kotoran lain, celah dinding bangunan bagian dalam, tempat pengolahan makanan, WC/kamar mandi, got/saluran air tertutup, septic tank).

• Selesai melakukan pemberantasan, alat dibersihkan.

3. Pelaksanaan Penyemprotan Dengan Efek Knock Down Di Kapal

• Intervensi/ kegiatan pemberantasan kecoa di kapal dilakukan melalui kegiatan disinseksi kapal.

III. JEJARING KERJA

Jejaring kerja kegiatan adalah :

• Adminstrator Pelabuhan/ Administrator Bandara

• Pelindo/ Angkasa Pura

• Perusahaan Pelayaran/ Airlines

• Institusi Pemerintah yang ada di lingkungan Pelabuhan/ Bandara.

• Institusi Swasta yang ada di lingkungan Pelabuhan/ Bandara.

• Tempat Pengolahan Makanaan (restoran/ rumah makan/ jasa boga/ makanan jajanan).

(31)

Bentuk Laporan :

a. Laporan Kegiatan b. Laporan Bulanan c. Laporan Tahunan

ALGORITMA PENGENDALIAN KECOA DI PELABUHAN/BANDARA

II. PELAKSANAAN 1. Pemetaan 2. Jadual kerja Survey Kecoa dg Form Pemeriksaan Kepadatan Kecoa Rendah Tinggi Pemberantasan Kecoa (Pemercikan ) Laporan I. PERSIAPAN 1. Tim Survey 2. Alat & Bahan

(32)

3.4 Analisis Masalah

Berdasarkan data yang diperoleh dari kegiatan pengendalian vektor di KKP Kelas 1 Medan, aktivitas pengendalian kecoa, baik di kapal, bandara maupun di pelabuhan, tidak dilakukan seluruhnya secara eksklusif mengingat daerah yang merupakan ruang lingkup kerja KKP Kelas 1 Medan bukan termasuk daerah yang diinfestasi dengan kecoa.

Kegiatan dalam penanggulangan dan pemberantasan kecoa yang dilakukan oleh KKP Kelas 1 Medan dilakukan secara umum dan menyeluruh mulai dari memastikan tempat-tempat kotor yang banyak terdapat makanan dan digemari kecoa, termasuklah tempat penyimpanan bahan-baan organik, sisa makanan, kertas, tekstil, wool, darah sputum dan lain-lain. Selain itu, tempat-tempat yang lembap seperti kamar mandi, WC, tempat pencucian alat-alat dapur juga merupakan tempat yang berisiko untuk terjadinya perkembang biakan kecoa. Oleh karena itu, pengendalian di tempat-tempat ini secara umum penting di mana kebersihan harus sentiasa dijaga. KKP Kelas I Medan juga harus memeriksa penumpang dan barang yang diangkut kapal supaya bebas kecoa, memastikan celah-celah yang terdapat di kapal ditutup supaya tidak terjadi perkembang biakan kecoa, memastikan penyimpanan makanan di dalam maupun luar kapal dilakukan di tempat tertutup yang tidak dapat dimasuki kecoa, memberi penyuluhan kepada awak kapal dan penumpang tentang pencegahan dan pengendalian kecoa di kapal sehingga terwujud kondisi sanitasi kapal yang baik, dan memasang perangkap-perangkap kecoa. Hal-hal tersebut adalah langkah pertama yang dilakukan oleh KKP Kelas I Medan, dan langkah seterusnya adalah pemetaan jumlah kecoa yang terdapat di tempat tersebut. Apabila hasil dari pemetaan tersebut adalah tinggi ataupun sangat tinggi, langkah seterusnya yaitu kegiatan penyemprotan Mustang (zeta sipemetrin) dilakukan.

(33)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

1. Infestasi kecoa merupakan suatu masalah yang global sehingga diperlukan berbagai upaya pengendalian terhadap kecoa termasuk di pintu masuk negara dan hal ini ditangani oleh KKP.

2. KKP Kelas I Medan tidak melakukan pengendalian kecoa menurut spesies secara eksklusif, hanya dilakukan pengendalian kecoa secara umum dan menyeluruh.

3. Prosedur pelaksanaan pengendalian kecoa dilakukan melalui beberapa langkah, yaitu langkah pemetaan tempat yang biasanya terjadi perkembang biakan kecoa, pelaksanaan manajemen tempat-tempat perkembang biakan kecoa dan melakukan survey bilangan kecoa sebelum memutuskan untuk melakukan penyemprotan dengan Hapus Serangga.

4.2. Saran

1. Petugas pengendalian vektor di KKP diharapkan tetap siaga terhadap kemungkinan perkembangan populasi kecoa di pintu masuk negara mengingat kegiatan pengendalian kecoa KKP Kelas I Medan memerlukan kerjasama antara berbagai pihak termasuk masyarakat dan perusahan perkapalan.

2. Perlu dilakukan pemantauan secara berkala tetap dilakukan untuk mencegah munculnya penyakit yang disebabkan oleh vektor tersebut.

(34)

DAFTAR PUSTAKA

1. H. R. A. Sofyan, MPH, M.Kes. Khusus Kecoa Di Kapal. Dalam: Pedoman Pengendalian Vektor Di Angkutan Umum. Jakarta; 2003. Hal: 1-25

Diakses pada: 8 November 2011

2. Direktoral Jenderal PP & PL. Pengendalian Kecoa. Dalam: Standar Operasional Prosedur. Departemen Kesehatan RI; 2009. Hal: 93-97

Diakses pada: 8 November 2011

3. Husaini, M. Hexapoda. Dalam: Entomolgi Kedokteran. Medan; 2003. Hal. 121-125

4. Afrizal, D. 2010. Pengendalian Vektor Penyakit. Diperoleh dari:

http://fkmutu.blogspot.com/2010/12/makalah-pengendalian-vektor-penyakit.html Diakses pada: 8 November 2011

5. Chandra, budi. 2003. Vektor Penyakit Menular Pada Manusia. Diperoleh dari:

http://files.buku-kedokteran.webnode.com/200000024-3716638102/Vektor %20Penyakit.pdf

Diakses pada: 8 November 2011.

6. Nurmaini. 2001. Identifikasi vektor dan binatang pengganggu serta pengendalian anopheles Aconitus secara sederhana.

Diperoleh dari:

http://www.solex-un.net/repository/id/hlth/CR6-Res3-ind.pdf Diakses pada: 6 November 2011.

7. Peraturan Mentri Republik Indonesia Nomor 374/Mekes/PER/III/2010. Pengendalian Vektor.

(35)

http://www.depkes.go.id/downloads/Pengendalian Vektor%20.pdf Diakses pada: 9 November 2011.

8. Wilson, E. O, Habitats; Dalam: Cockroaches Ecology, Behavior And Natural History. 2007. Hal: 37-40

Gambar

Tabel 2. Habitat kecoa yang berbeda yang ditemui di Welaka, Florida

Referensi

Dokumen terkait

a) Melakukan monitoring sendiri (Self monitoring), perangkat yang dibuat mampu secara terus menerus memonitor lingkungannya, mengidentifikasi adanya indikasi-indikasi yang

Diagram ini hanya digunakan untuk jarak terhadap singkapan (diukur dari titik yang ingin diketahui kedalaman lapisan batuannya) pada bidang horisontal yang diukur tegak lurus

Sedangkan dalam rancangan ini penulis akan membahas mengenai penyusutan arsip keuangan karena arsip keuangan di Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan

Peta rencana tata ruang lahan usaha tani diperoleh dari pengamatan lapangan akan disusun dan dilaporkan berdasarkan hasil dari pengamatan langsung di lapangan dan

Puji syukur kehadirat Allah Subhannahu Wataala (SWT), yang senantiasa melimpahkan taufiq dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan

Apabila pihak regulator di suatu negara anggota telah dapat menentukan adanya bahaya dari produk pangan dan menunjukkan resiko terhadap kesehatan dan kehidupan

Kedelai yang diperjualbelikan oleh bapak Jamilan ternyata terjadi kenaikan harga, karena selain menjual tentunya bapak Jamilan juga menginginkan laba yang cukup,

Besar kecilnya bahan bakar yang dialirkan ke ruang pembakaran akan menentukan cepat atau lambatnya kecepatan putar turbin pada Gas Turbin Generator (GTG) yang