• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. 4.1 Analisis Kondisi Perseroan Sesuai Dengan Standar Akuntansi Yang Ada

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. 4.1 Analisis Kondisi Perseroan Sesuai Dengan Standar Akuntansi Yang Ada"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 4

ANALISIS DAN BAHASAN

4.1 Analisis Kondisi Perseroan Sesuai Dengan Standar Akuntansi Yang Ada Dalam bab ini, dilakukan analisis dengan membandingkan standar – standar akuntansi yang ada di Indonesia sesuai dengan bidang agribisnis, yaitu IAS 41:

Agriculture, BUMN, dan Bapepam. Analisis dikelompokkan menjadi tiga bagian,

yaitu pengakuan, pengukuran, dan penyajian serta pengungkapan berdasarkan aset biolojik yang ada pada perusahaan. Aset biolojik tersebut kemudian akan dibahas lebih mendalam pada saat pembibitan tanaman kelapa sawit, tanaman belum menghasilkan, dan tanaman telah menghasilkan. Masing – masing dari tahapan tersebut memiliki perlakuan akuntansi yang berbeda – beda untuk setiap standar akuntansi.

Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan data yang ada pada Perseroan untuk dibandingkan sesuai dengan ketiga standar akuntansi yang telah disebutkan di atas.

4.2 Analisis Perlakuan Akuntansi terhadap Aset Biolojik Menurut Kebijaksanaan Perseroan

Tabel 4.1 Uraian Luas Tahun Tanam Kelapa Sawit Uraian Luas Lahan (ha) Tahun Tanam 2008 850

Tahun Tanam 2009 1,000

Tahun Tanam 2010 1,000

Total 2,850

(2)

37

Total (ha)

2008

Total Biaya

I Biaya II Biaya III Biaya IV Biaya

Pembukaan Lahan 850 475 Rp 1,994,624 375 Rp 1,574,703 Rp 3,569,327 Pembibitan 850 475 Rp 1,395,186 375 Rp 1,101,463 Rp 2,469,649 Persiapan dan

Penanaman 850

475 Rp 912,659 375 Rp 720,521 Rp 1,633,180 Kelapa Sawit

Penanaman

Kacangan 850 475 Rp 756,683 375 Rp 604,487 Rp 1,370,170

TBM 1

TBM 2 TBM 3

TOTAL BIAYA Rp 9,069,326

Tabel 4.2 Perhitungan Tanaman Belum Menghasilkan Tahun Tanam 2008 (Rp .000)

(3)

Total (ha)

2009

Total Biaya

I Biaya II Biaya III Biaya IV Biaya

Pembukaan Lahan 1000 333 Rp 1,469,723 333 Rp 1,469,723 333 Rp 1,469,723 Rp 4,409,169 Pembibitan 1000 333 Rp 1,028,032 333 Rp 1,028,032 333 Rp 1,028,032 Rp 3,084,096 Persiapan dan

Penanaman 1000

500 Rp 1,008,729 500 Rp 1,008,729 Rp 2,017,458 Kelapa Sawit

Penanaman Kacangan 1000 500 Rp 846,282 500 Rp 846,282 Rp 1,692,564 TBM 1 850 213 Rp 1,068,767 213 Rp 1,068,767 213 Rp 1,068,767 213 Rp 1,068,767 Rp 4,275,069 TBM 2

TBM 3

TOTAL BIAYA Rp 15,478,354

Tabel 4.3 Perhitungan Tanaman Belum Menghasilkan Tahun Tanam 2009 (Rp .000)

(4)

39

Total (ha)

2010

Total Biaya

I Biaya II Biaya III Biaya IV Biaya

Pembukaan Lahan 1000 250 Rp 1,157,407 250 Rp 1,157,407 250 Rp 1,157,407 250 Rp 1,157,407 Rp 4,629,628 Pembibitan 1000 250 Rp 809,575 250 Rp 809,575 250 Rp 809,575 250 Rp 809,575 Rp 3,238,300

Persiapan dan

Penanaman 1000

333 Rp 706,110 333 Rp 706,110 333 Rp 706,110 Rp 2,118,330 Kelapa Sawit

Penanaman Kacangan 1000 333 Rp 592,397 333 Rp 592,397 333 Rp 592,397 Rp 1,777,191 TBM 1 1000 250 Rp 1,320,242 250 Rp 1,320,242 250 Rp 1,320,242 250 Rp 1,320,242 Rp 5,280,967 TBM 2 1000 250 Rp 1,325,060 250 Rp 1,325,060 250 Rp 1,325,060 250 Rp 1,325,060 Rp 5,300,240 TBM 3

TOTAL BIAYA Rp 22,344,657

Tabel 4.4 Perhitungan Tanaman Belum Menghasilkan Tahun Tanam 2010 (Rp .000)

(5)

4.2.1 Pengakuan

Melihat dari tabel perhitungan tanaman baru menghasilkan yang telah dipaparkan di atas, dapat diketahui bahwa Perseroan mengakui adanya tiga pos tanaman kelapa sawit, yaitu bibit tanaman kelapa sawit, tanaman belum menghasilkan, dan tanaman telah menghasilkan. Pembibitan dimasukkan sebagai dalam perhitungan biaya tanaman belum menghasilkan.

4.2.2 Pengukuran

Perseroan menggunakan biaya historis sebagai alat untuk mengukur nilai aset tanaman kelapa sawit. Pengukuran ini bersifat reliable karena mencerminkan nilai yang sebenarnya (objective). Amortisasi tanaman dilakukan setelah tanaman memasuki kondisi menghasilkan selama umur ekonomis tanaman, yaitu 25 tahun.

Berikut adalah perincian biaya yang terkait terhadap perhitungan yang dilakukan pada tabel di atas :

• Biaya Pembukaan Lahan = Rp 5,677,380/ha

Biaya ini sudah termasuk biaya tenaga kerja dan biaya bahan serta alat, seperti babat pendahuluan, menumbang pohon, perun awal, dst. Pembukaan lahan Perseroan berasal dari Hutan Primer, Hutan Sekunder, Semak Belukar, dan Ilalang.

• Biaya Pembibitan = Rp 2,937,230/ha

Biaya ini sudah termasuk biaya tenaga kerja dan biaya bahan serta alat, seperti membuat bedengan, membuat peneduh, pemupukan, pancang, gembor, dll.

• Biaya Persiapan dan Penanaman Kelapa Sawit = Rp 1,611,970/ha

(6)

Biaya ini sudah termasuk biaya tenaga kerja dan biaya bahan serta alat, seperti survei lapangan, memupuk tanaman, mandor, peralatan ringan, dll.

• Biaya Penanaman Kacangan = Rp 1,921,390/ha

Pengelompokkan biaya ini memiliki komponen – kompenen biaya yang sama dengan biaya penanaman kacangan, dimana seluruh biaya sudah termasuk biaya tenaga kerja dan biaya bahan serta alat, seperti survei lapangan, memupuk tanaman, mandor, peralatan ringan, dll.

• Biaya Pemeliharaan Tanaman Belum Menghasilkan I = Rp 4,789,.990/ha

• Biaya Pemeliharaan Tanaman Belum Menghasilkan II = Rp 5,655,850/ha

• Biaya Pemeliharaan Tanaman Belum Menghasilkan III = Rp 5,346,480/ha Seluruh biaya pada tanaman belum menghasilkan terdiri dari komponen biaya yang sama, yaitu biaya tenaga kerja dan biaya bahan serta alat, seperti perawatan jalan dan parit, penyisipan, sensus tanaman, dll.

• Biaya Tanaman Menghasilkan = Rp 4,772,370/ha

Biaya ini sudah termasuk biaya tenaga kerja dan biaya bahan serta alat untuk memelihara tanaman telah menghasilkan, seperti perawatan jalan dan parit, memupuk tanaman, katrasi, pestisida/insektisida, dll.

Tanaman menghasilkan berumur 30 – 36 bulan sejak ditanam dan mulai menghasilkan, direklasifikasi sebesar biaya perolehan TBM, yaitu biaya pemeliharaan TBM dan alokasi biaya tidak langsung. Tanaman menghasilkan ini setiap tahun disusutkan/deplesi. Biaya tanaman yang sudah menghasilkan dicatat sebagai aktiva dan disusutkan/diamortisasi sesuai dengan nilai ekonomisnya. Biaya operasional tanaman yang sudah menghasilkan meliputi biaya pemeliharaan tanaman dan biaya panen, biaya – biaya ini merupakan komponen harga produksi TBS.

(7)

Tabel 4.5

Pengukuran Aset Biolojik Menurut Kebijakan Perseroan

Keterangan

2011 (Rp.000)

2012 (Rp.000)

1 Harga Perolehan Awal

Tahun Tanam 2008 Rp 18,644,635 Rp 23,905,471 Tahun Tanam 2009 Rp 16,484,252 Rp 23,031,608 Tahun Tanam 2010 Rp 11,763,450 Rp 17,308,465 Total Rp 46,892,337 Rp 64,245,544

2 Penambahan Aktiva

Tahun Tanam 2008 Rp 5,260,836 Rp - Tahun Tanam 2009 Rp 6,547,356 Rp 6,498,680 Tahun Tanam 2010 Rp 5,545,015 Rp 6,874,724 Total Rp 17,353,207 Rp 13,373,404

3 Harga Perolehan Akhir

Tahun Tanam 2008 Rp 23,905,471 Rp 23,905,471 Tahun Tanam 2009 Rp 23,031,608 Rp 29,530,288 Tahun Tanam 2010 Rp 17,308,465 Rp 24,183,189 Total Rp 64,245,544 Rp 77,618,948

4 Depresiasi dan Amortisasi

Tahun Tanam 2008 Rp - Rp 956,219 Tahun Tanam 2009 Rp - Rp - Tahun Tanam 2010 Rp - Rp - Total Rp - Rp 956,219

5 Akumulasi Depresiasi dan Amortisasi

Tahun Tanam 2008 Rp - Rp 956,219 Tahun Tanam 2009 Rp - Rp - Tahun Tanam 2010 Rp - Rp - Total Rp - Rp 956,219

6 Nilai Buku

Tahun Tanam 2008 Rp 23,905,471 Rp 22,949,252 Tahun Tanam 2009 Rp 23,031,608 Rp 29,530,288 Tahun Tanam 2010 Rp 17,308,465 Rp 24,183,189 Total Rp 64,245,544 Rp 76,662,729

(8)

4.2.3 Penyajian dan Pengungkapan

Perseroan menyajikan aset tanaman kelapa sawit di dalam Laporan Posisi Keuangan kelompok Aset Lancar dengan akun Aktiva Tanaman, dimana termasuk di dalamnya pembibitan, tanaman belum menghasilkan dan tanaman menghasilkan yang disajikan dalam kesatuan nilai atau tidak dipisahkan.

Tabel 4.6

Penyajian Aset Biolojik Menurut Kebijakan Perseroan

2011 (Rp.000)

2012 (Rp.000)

Aktiva Tanaman

Harga Perolehan Rp 64,245,545 Rp 77,618,948 Akumulasi Amortisasi Rp - Rp (956,219) Total Nilai Aset Biolojik Rp 64,245,545 Rp 76,662,729

4.3 Analisis Perlakuan Akuntansi terhadap Aset Biolojik pada PT Kelantan Sakti Menurut IAS 41: Agriculture

Pembahasan IAS 41: Agriculture berikut dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu pembibitan, tanaman belum menghasilkan, dan tanaman telah menghasilkan sesuai dengan perlakuan akuntansinya. Berikut adalah detail perlakuan akuntansi terhadap aset biolojik Perseroan menggunakan standar IAS 41: Agriculture.

(9)

4.3.1 Pengakuan

Suatu entitas mengakui aset biolojik hanya ketika aset biolojik tersebut sebagai akibat peristiwa masa lalu, dan besar kemungkinan akan memberikan manfaat ekonomi masa depan, serta nilai wajar dapat diukur secara handal.

Perolehan pembibitan menurut IAS 41: Agriculture diakui dengan dua cara, yaitu bibit yang diperoleh dengan cara membeli dari supplier dan pembibitan sendiri yang dilakukan oleh perusahaan. Bibit yang ditanam tersebut memerlukan waktu kurang lebih 12 bulan untuk siap ditanam dan sampai pada tahap tanaman belum menghasilkan. Tanaman belum menghasilkan ini dikategorikan sebagai tanaman baru yang sudah tumbuh dengan baik di lapangan dan statusnya ditetapkan telah memasuki masa TBM, yaitu apabila terdapat pertumbuhan selama 3 – 4 tahun untuk bisa dikonversikan menjadi tanaman menghasilkan yang dapat dipanen produk agrikulturnya. Penghentian pengakuan aset tanaman biolojik ini dihentikan apabila tanaman ditebang atau diganti dengan tanaman lainnya.

Apabila Perseroan mengacu pada standar IAS 41: Agriculture, Perseroan harus mengakui adanya bibit tanaman kelapa sawit, tanaman belum menghasilkan dan tanaman telah menghasilkan. Dimana perolehan pembibitan tanaman kelapa sawit Perseroan diakui dengan membeli bibit tanaman dari supplier.

4.3.2 Pengukuran

Menurut IAS 41: Agriculture aset biolojik diukur pada saat pengakuan awal atas aset dan setiap tanggal neraca sebesar nilai wajar dikurangi dengan biaya pada saat titik penjualan (point of sell). Point of sell adalah biaya langsung yang terkait dengan penjualan aset biolojik tersebut, tidak termasuk biaya keuangan dan pajak

(10)

penghasilan. Penentuan nilai wajar dapat ditentukan dari pasar aktif, apabila tidak terdapat pasar aktif, penentuan menggunakan pendekatan harga pasar transaksi terbaru, asalkan belum ada perubahan yang signifikan dalam keadaan ekonomi antara tanggal transaksi dan periode akhir pelaporan. Pendekatan lain yang bisa dilakukan untuk menentukan nilai wajar adalah harga pasar untuk aset serupa dengan penyesuaian dan benchmark, seperti nilai kebun yang dinyatakan per hektar, dan nilai ternak yang dinyatakan per kilogram. Jika dengan metode – metode di atas ternyata fair value tidak dapat diketahui, maka entitas dapat mengukur nilai aset dengan metode discounted cash flow atau cost method, yaitu mengurangi nilai biaya yang telah dikeluarkan dikurangi dengan akumulasi depresiasi. Di akhir periode, keuntungan atau kerugian yang terjadi akibat perubahan nilai wajar ini harus diakui pada laporan laba rugi perusahaan.

Pengukuran bibit kelapa sawit menggunakan IAS 41: Agriculture hanya dapat dilakukan bila perusahaan membeli bibit dari supplier, karena perlakuan akuntansi untuk bibit yang dikembangkan sendiri belum diakomodir secara utuh dalam IAS 41:

Agriculture. Bibit yang dibeli dari supplier dapat diukur dengan metode pendekatan

biaya (cost approach) dimana cost tersebut dapat diukur pada initial recognition-nya.

Sedangkan bibit yang dikembangkan sendiri tidak dapat diukur dengan fair value secara handal dikarenakan perusahaan yang mengembangkan bibit sendiri tidak akan menjual bibit unggulan temuannya sendiri kepada publik, terutama kompetitor, sehingga tidak ditemukan pasar aktif untuk mempertemukan penjual dan pembeli untuk menentukan nilai wajar. Maka dari itu, pengukuran initial cost bibit kelapa sawit yang dibeli di supplier dapat diukur berdasarkan harga pasar aset serupa. Akan tetapi pengukuran ini agaknya kurang mengakomodir untuk pengakuan biaya

(11)

selanjutnya dari pemeliharaan bibit sampai siap untuk ditanam menjadi TBM karena bibit kelapa sawit tidak mengalami penyusutan, sedangkan pengukuran harus dikurangi dengan akumulasi depresiasi.

Pengukuran aset biolojik Perseroan dengan IAS 41: Agriculture menggunakan metode Discounted Cash Flow (DCF) dihitung dengan cara present value dari expected net inflow dari tanaman perkebunan yang diperoleh dari

ekspektasi harga Tandan Buah Segar (TBS) yang didiskontokan dengan tingkat bunga pasar sebesar 13,5% sebelum pajak. Selisih dari perubahan nilai wajar ini yang akan diakui sebagai keuntungan atau kerugian yang akan diungkapkan di dalam laporan laba rugi.

Tabel 4.7

Pengukuran Aset Biolojik Menurut IAS 41: Agriculture tahun 2011

TBM 1 1,000 ha 0.6839 x Rp 55,062,373,000 = Rp 37,658,874,731 TBM 2 1,000 ha 0.7763 x Rp 18,772,683,000 = Rp 14,572,801,572 TBM 3 850 ha 0.8810 x Rp 5,351,081,000 = Rp 4,714,302,361

Total = Rp 56,945,978,663

Dibandingkan dengan biaya Rp 64,245,544,000.

Biaya lebih besar, menyebabkan adanya impairment loss dan penyesuaian dimana selisih dari biaya adalah Rp 7,299,565,337.

Tabel 4.8 Pengukuran Aset Biolojik Menurut IAS 41: Agriculture tahun 2012 TBM 2 1,000 ha 0.7763 x Rp 55,062,373,000 = Rp 42,743,652,349 TBM 3 1,000 ha 0.6839 x Rp 18,772,683,000 = Rp 12,839,223,574 TM 1 850 ha 0.8810 x Rp 10,200,000,000 = Rp 8,986,200,000

Total = Rp 64,569,075,923

(12)

Dibandingkan dengan biaya Rp 76,662,729,000.

Biaya lebih besar, menyebabkan adanya impairment loss dan penyesuaian dimana selisih dari biaya adalah Rp 12,093,653,077.

Perhitungan di atas menunjukkan bahwa terdapat perbedaan angka yang dihasilkan dengan pengukuran yang dilakukan oleh Perseroan. Adanya selisih dianggap sebagai pernurunan nilai akibat perubahan fair value. IAS 41: Agriculture mengatur bahwa setiap penurunan nilai akibat perubahan fair value, harus diakui sebagai kerugian di laporan laba rugi komprehensif pada periode terjadinya.

Dalam studi kasus ini cost to sell diasumsikan nol (0), hal ini dikarenakan produksi TBS yang dihasilkan tidak dijual ke pihak ketiga, melainkan dipakai sendiri untuk proses lebih lanjut, yaitu CPO dan kernel. Maka dari itu tidak ada biaya untuk menjual.

Tabel 4.9 Perhitungan Tandan Buah Segar 2012 Tandan buah segar

yang dihasilkan = 5,270,000 ton x Rp 1,015.39 = Rp 5,351,081,000

4.3.3 Penyajian dan Pengungkapan

IAS 41: Agriculture mensyaratkan bahwa nilai tercatat dari aset biolojik harus disajikan terpisah dengan aset lainnya dalam laporan posisi keuangan. Sifat dan tahap produksi (tanaman belum menghasilkan sampai dengan tanaman telah menghasilkan buah tandan segar) dari aset biolojik tersebut juga harus dideskripsikan di dalam catatan atas laporan keuangan. Hal ini berguna untuk menambah wawasan para pembaca laporan keuangan tentang arus kas masa depan terhadap aset biolojik

(13)

tersebut. Selain itu, entitas juga dianjurkan untuk menyediakan deskripsi mengenai setiap kelompok aset biolojik, yaitu consumable dan bearer biological assets.

Seluruh keuntungan dan kerugian yang dialami dari perubahan nilai wajar dari penilaian aset biolojik atau produk agrikultur yang dihasilkan pada saat panen juga harus dimunculkan dan disajikan dalam laporan laba rugi komprehensif, termasuk juga metode dan asumsi yang digunakan dalam menentukan nilai wajar harus diungkapkan.

IAS 41: Agriculture membedakan penyajian aset biolojik menjadi dua yaitu, tanaman belum menghasilkan dan tanaman telah menghasilkan. Jadi, tidak ada pos khusus untuk bibit tanaman kelapa sawit. Bibit tanaman kelapa sawit dikategorikan tergabung dalam tanaman belum menghasilkan pada penyajian di dalam laporan keuangan.

Tabel 4.10

Penyajian Aset Biolojik Menurut IAS 41: Agriculture

2011 2012

(Rp. 000) (Rp. 000)

ASET TIDAK LANCAR

Tanaman menghasilkan Rp - Rp 8.986.784,14 Tanaman belum menghasilkan Rp 56.945.978.663 Rp 55.582.875.923 Total Nilai Wajar Aset Biolojik Rp 56.945.978.663 Rp 64.569.075.923

(14)

Tabel 4.11

Laporan Laba Rugi Komprehensif Perseroan Tahun 2011 dan 2012 Sebelum dan Sesudah Menggunakan IAS 41: Agriculture.

PT KELANTAN SAKTI

LAPORAN LABA RUGI KOMPREHENSIF YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2011 Disajikan dalam rupiah, kecuali dinyatakan lain

(Rp .000)

Keterangan Sebelum Sesudah

PENJUALAN

TBS Rp - Rp 5,351,081 CPO Rp - Rp - Kernel Rp - Rp - TOTAL Rp - Rp 5,351,081

BEBAN POKOK PENJUALAN Rp - Rp (5,515,869) KERUGIAN AKIBAT

PERUBAHAN Rp -

Rp (7,299,565,337)

NILAI WAJAR ASET

BIOLOJIK

LABA (RUGI) KOTOR Rp - Rp (7,299,730,125)

BEBAN OPERASIONAL

Beban Pemasaran Rp - Rp - Beban Adm. & Umum Rp (1,067,991) Rp (1,067,991) TOTAL Rp (1,067,991) Rp (1,067,991)

LABA (RUGI) OPERASI –

EBITDA Rp (1,067,991) Rp (7,300,798,116) BEBAN PENYUSUTAN &

AMORTISASI Rp (1,764,536) Rp (1,764,536)

PENDAPATAN (BEBAN) LAIN-

LAIN

Pendapatan / (Beban) Lain-lain Rp - Rp - Beban Bunga Kredit Investasi - Rp - Rp -

Non Tanaman

Beban Bunga Kredit Investasi - Rp - Rp -

Tanaman

Beban Bunga Kredit Investasi - Rp - Rp -

Pabrik

(15)

Beban Bunga Kredit Investasi - Rp - Rp -

Refinancing

Beban Bunga IDC - Non Tanaman Rp - Rp - Beban Bunga IDC - Tanaman Rp - Rp - Beban Bunga IDC - Pabrik Rp - Rp - Beban Bunga IDC - Refinancing Rp - Rp - Beban Bunga Kredit Modal Kerja Rp - Rp - Beban Provisi Bank Rp (114,421) Rp (114,421) TOTAL Rp (114,421) Rp (114,421)

LABA (RUGI) SEBELUM PAJAK Rp (2,946,948) Rp (7,302,677,073)

TAX Rp - Rp -

LABA (RUGI) BERSIH Rp (2,946,948) Rp (7,302,677,073)

SALDO LABA (RUGI) AWAL

TAHUN Rp (4,514,905) Rp (4,514,905)

SALDO LABA (RUGI) AKHIR TAHUN

Rp (7,461,853)

Rp

(7,307,191,978)

(16)

PT KELANTAN SAKTI

LAPORAN LABA RUGI KOMPREHENSIF YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2012 Disajikan dalam rupiah, kecuali dinyatakan lain

(Rp .000)

Keterangan Sebelum Sesudah

PENJUALAN

TBS Rp 5,351,081 Rp 5,351,081 CPO Rp - Rp - Kernel Rp - Rp - TOTAL Rp 5,351,081 Rp 5,351,081

BEBAN POKOK PENJUALAN Rp (5,515,869) Rp (5,515,869) KERUGIAN AKIBAT PERUBAHAN Rp - Rp (12,093,653,077)

NILAI WAJAR ASET BIOLOJIK

LABA (RUGI) KOTOR Rp (164,789) Rp (12,093,817,865)

BEBAN OPERASIONAL

Beban Pemasaran Rp (147,155) Rp (147,155) Beban Adm. & Umum Rp (1,566,737) Rp (1,566,737) TOTAL Rp (1,713,892) Rp (1,713,892)

LABA (RUGI) OPERASI - EBITDA Rp (1,878,681) Rp (12,095,531,757)

BEBAN PENYUSUTAN &

AMORTISASI Rp (2,720,755) Rp (2,720,755)

PENDAPATAN (BEBAN) LAIN-LAIN

Pendapatan / (Beban) Lain-lain Rp - Rp - Beban Bunga Kredit Investasi - Rp (1,606,893) Rp (1,606,893)

Non Tanaman

Beban Bunga Kredit Investasi - Rp (2,087,580) Rp (2,087,580)

Tanaman

Beban Bunga Kredit Investasi - Rp - Rp -

Pabrik

Beban Bunga Kredit Investasi - Rp - Rp -

Refinancing

Beban Bunga IDC - Non Tanaman Rp (345,045) Rp (345,045) Beban Bunga IDC - Tanaman Rp (409,704) Rp (409,704) Beban Bunga IDC - Pabrik Rp - Rp - Beban Bunga IDC - Refinancing Rp - Rp - Beban Bunga Kredit Modal Kerja Rp - Rp -

(17)

Beban Provisi Bank Rp (169,739) Rp (169,739) TOTAL Rp (4,618,961) Rp (4,618,961)

LABA (RUGI) SEBELUM PAJAK Rp (9,218,397) Rp (12,102,871,473)

TAX Rp - Rp -

LABA (RUGI) BERSIH Rp (9,218,397) Rp (12,102,871,473)

SALDO LABA (RUGI) AWAL TAHUN Rp (7,461,853) Rp (7,307,027,190)

SALDO LABA (RUGI) AKHIR

TAHUN Rp (16,680,250) Rp (19,409,898,663)

Seperti yang diatur dalam IAS 41: Agriculture, kerugian yang muncul dari selisih penilaian wajar ini harus dimasukkan ke dalam laporan laba rugi Perseroan pada saat terjadinya. Begitu juga sebalikanya, apabila ada keuntungan karena selisih penilaian wajar harus dimasukkan ke dalam laporan keuangan, hal ini akan berdampak signifikan terhadap income Perseroan, karena profit before tax Perseroan menjadi lebih besar. Keuntungan ini nantinya juga akan menambah profit yang dimiliki Perseroan. Ketika ada keuntungan selisih nilai wajar, Perseroan harus melaporkan profit sebelum pajak yang lebih besar, yang akan menyebabkan pajak yang lebih besar juga. Begitu juga sebaliknya apabila Perseroan mengalami kerugian atas perubahan nilai wajar.

Hal ini diungkapkan dalam UU Pajak Penghasilan Indonesia yaitu UU Nomor 36 2008 pasal 4 ayat 1, keuntungan atas penilaian kembali aktiva merupakan objek pajak. Hal ini juga didukung dengan adaya Keputusan Menteri Keuangan Nomor PMK 79/PMK.03/2008 tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan untuk Tujuan Perpajakan. Keputusan ini menjelaskan bahwa keuntungan atas

(18)

penilaian kembali aktiva dikenakan pajak final sebesar 10%. Penilaian kembali aset ini dapat dikatakan menguntungkan apabila yang dinilai kembali adalah aset yang dapat didepresiasikan, karena walaupun terdapat penambahan dari pajak yang harus dibayarkan, hal ini juga diiringi dengan adanya penambahan dari sisi pengurang yang dapat mengurangi penghasilan kena pajak Perseroan.

4.4 Analisis Perlakuan Akuntansi terhadap Aset Biolojik pada PT Kelantan Sakti Menurut BUMN

Menurut BUMN, tanaman kelapa sawit digolongkan dalam aset tanaman tahunan yang terdiri dari tanaman belum menghasilkan (TBM) dan tanaman telah menghasilkan (TM).

4.4.1 Pengakuan

Untuk menjadi aset tanaman tahunan diperlukan proses, proses tersebut terdiri dari dua, yaitu :

1. Dari pembibitan sampai dengan menjadi tanaman telah menghasilkan (proses dari TBM menjadi TM);

2. Dari tanaman menghasilkan sampai dengan dihentikan pengakuannya, misalnya ditebang atau diganti dengan tanaman lain.

Dalam pedoman BUMN, Perseroan harus mengakui adanya pembibitan sebagai bagian dari pos tanaman belum menghasilkan. Setelah tanaman dapat menghasilkan, tanaman diakui menjadi pos tanaman telah menghasilkan sampai dihentikan pengakuannya.

4.4.2 Pengukuran

(19)

Untuk pengukuran setelah pengakuan awal, pedoman ini menggunakan model biaya sebagai kebijakan akuntansinya. Pos tanaman belum menghasilkan diukur pada biaya perolehan dikurangi akumulasi rugi penurunan nilai, sedangkan pos tanaman menghasilkan diukur pada biaya perolehan setelah dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai. Jadi, penyusutan aset tanaman dimulai ketika TBM direklasifikasi ke TM. Penyusutan ini diakui sebagai beban produksi atau penambah biaya perolehan persediaan yang dihasilkan, dan akumulasi penyusutan disajikan sebagai pos pengurang jumlah tercatatnya. Penyusutan tanaman kelapa sawit menurut BUMN dilakukan dengan menggunakan metode garis lurus (straight line method) dengan taksiran umur manfaat (setelah menjadi TM) selama 25 tahun. Jumlah yang disusutkan yaitu biaya perolehan dikurangi dengan nilai residu. Pedoman ini mengatakan bahwa entitas dapat mengubah metode penyusutan dan/atau menggunakan umur manfaat yang berbeda sesuai dengan taksiran manajemen.

Adapun biaya – biaya yang terkait dengan aset tanaman tahunan yang menjadi dasar pengukuran diatas. Berikut adalah sebagian rincian biaya – biaya tersebut berdasarkan prosesnya.

Biaya yang diakui sebagai bagian dari TBM (biaya perolehan awal), yaitu :

a. Biaya input, adalah harga perolehan bibit dan biaya lainnya yang dikeluarkan oleh entitas sampai dengan bibit siap tanam.

b. Biaya proses, adalah biaya – biaya yang dikeluarkan setelah biaya input sampai menjadi bibit tanaman berikutnya. Biaya ini terdiri dari biaya tenaga kerja langsung, seperti upah tenaga kerja dan biaya – biaya lainnya yang

(20)

terjadi di unit/kebun yang dapat diatribusikan secara langsung, contohnya : biaya penyiapan lahan (land clearing); biaya handling dan pengangkutan bibit tanaman; biaya penanaman, pemupukan, dan pemeliharaan; biaya pengujian aset tanaman tahunan apakah aset berfungsi dengan baik, setelah dikurangi hasil bersih penjualan produk yang dihasilkan sehubungan dengan pengujian tersebut; dan biaya komisi profesional yang menangani aset tanaman.

c. Biaya penyisipan, dimana ada dua pendekatan : 1) Pendekatan areal

- Biaya penyisipan suatu aset tanaman dalam areal TBM diakui sebagai penambah jumlah tercatat aset TBM.

- Biaya penyisipan suatu aset tanaman dalam areal TBM diakui sebagai beban periode terjadinya.

2) Pendekatan per pohon

- Jumlah tercatat aset tanaman TM yang diganti diakui sebagai beban periode terjadinya.

- Biaya aset tanaman baru diakui sebagai perolehan aset tanaman.

Adapun biaya – biaya yang tidak boleh diakui sebagai biaya perolehan dan harus dibebankan pada periode terjadinya, contohnya antara lain : biaya tenaga kerja yang tidak terkait secara langsung seperti bonus dan tunjangan, biaya pembukaan fasilitas baru, biaya umum dan administrasi.

Kemudian TBM yang akan diakui sebagai TM pada saat tanaman menghasilkan ditentukan oleh pertumbuhan vegetatif dan berdasarkan taksiran manajemen.

(21)

Setelah menjadi TM, biaya perolehannya dicatat berdasarkan nilai TBM yang direklasifikasi ke TM. Biaya – biaya yang terjadi selama pemeliharaan diakui sebagai beban periodenya (termasuk juga biaya untuk memelihara tanaman yang tidak menambah manfaat ekonomis aset tanaman atau biaya untuk mengembalikan aset tanaman ke kondisi normalnya, contohnya seperti biaya pemupukan rutin), kecuali biaya – biaya yang memenuhi syarat untuk dikapitalisasi ke aset.

Amortisasi tanaman kelapa sawit pada Perseroan juga dilakukan setelah tanaman memasuki kondisi menghasilkan selama umur ekonomis tanaman, yaitu 25 tahun. Hal ini dikarenakan tanaman yang belum menghasilkan tidak diamortisasi karena belum mengalami penurunan fungsi. Jadi pengukuran yang dilakukan pada tanaman belum menghasilkan diperoleh dari akumulasi biaya perolehannya.

Tabel 4.12

Pengukuran Biaya Pemeliharaan Tanaman Menghasilkan di Tahun 2012

Tahun Tanam 2008 850 ha x Rp 4,772,370 = Rp 4,056,514,500

Biaya Pemeliharaan Tanaman Menghasilkan I – VII berdasarkan data Perseroan dinyatakan sama sebesar Rp 4,772,370 per hektarnya. Jadi pada tahun 2012, terdapat biaya tambahan sebesar Rp 4,056,514,500 untuk memelihara tanaman menghasilkan.

(22)

Tabel 4.13 Pengukuran Aset Biolojik Menurut BUMN

Keterangan

2011 (Rp.000)

2012 (Rp.000) 1 Harga Perolehan Awal

Tahun Tanam 2008 Rp 18,644,635 Rp 23,905,471 Tahun Tanam 2009 Rp 16,484,252 Rp 23,031,608 Tahun Tanam 2010 Rp 11,763,450 Rp 17,308,465 Total Rp 46,892,337 Rp 64,245,544 2 Penambahan Aktiva

Tahun Tanam 2008 Rp 5,260,836 Rp - Tahun Tanam 2009 Rp 6,547,356 Rp 6,498,680 Tahun Tanam 2010 Rp 5,545,015 Rp 6,874,724 Total Rp 17,353,207 Rp 13,373,404 3 Biaya Pemeliharaan Tanaman

Menghasilkan

Tahun Tanam 2008 Rp - Rp 4,056,515 Tahun Tanam 2009 Rp - Rp - Tahun Tanam 2010 Rp - Rp - Total Rp - Rp 4,056,515 4 Harga Perolehan Akhir

Tahun Tanam 2008 Rp 23,905,471 Rp 27,961,986 Tahun Tanam 2009 Rp 23,031,608 Rp 29,530,288 Tahun Tanam 2010 Rp 17,308,465 Rp 24,183,189 Total Rp 64,245,544 Rp 81,675,463 5 Depresiasi dan Amortisasi

Tahun Tanam 2008 Rp - Rp 956,219 Tahun Tanam 2009 Rp - Rp - Tahun Tanam 2010 Rp - Rp - Total Rp - Rp 956,219 6

Akumulasi Depresiasi dan Amortisasi

Tahun Tanam 2008 Rp - Rp 956,219 Tahun Tanam 2009 Rp - Rp - Tahun Tanam 2010 Rp - Rp - Total Rp - Rp 956,219 7 Nilai Buku

Tahun Tanam 2008 Rp 23,905,471 Rp 27,005,767 Tahun Tanam 2009 Rp 23,031,608 Rp 29,530,288 Tahun Tanam 2010 Rp 17,308,465 Rp 24,183,189 Total Rp 64,245,544 Rp 80,719,244

(23)

Tanaman menghasilkan pada tahun 2012 adalah tanaman kelapa sawit pada saat tahun tanam 2008 yang direklasifikasi dari TBM III pada tahun 2011 menjadi TM I 2012, yaitu sebesar Rp. 23,905,471. Dimana pengukuran dilakukan dengan mengurangkan akumulasi deplesi pada biaya perolehan setelah penambahan biaya pemeliharaan tanaman menghasilkan, sehingga tercatat tanaman menghasilkan senilai Rp. 27,005,767.

4.4.3 Penyajian dan Pengungkapan

Menurut BUMN, aset tanaman tahunan disajikan dalam kelompok aset tidak lancar. Dimana keuntungan atau kerugian yang terjadi diakui pada periodenya, dan disajikan sebagai pendapatan atau beban non usaha.

Tabel 4.14

Penyajian Aset Biolojik Menurut BUMN

2011 (Rp.000)

2012 (Rp.000)

Tanaman Perkebunan

Tanaman menghasilkan setelah Rp - Rp 27,005,767

dikurangi akumulasi

amortisasi

Tanaman belum menghasilkan Rp 64,245,544 Rp 53,713,477 Total Nilai Aset Biolojik Rp 64,245,544 Rp 80,719,244

(24)

4.5 Analisis Perlakuan Akuntansi terhadap Aset Biolojik pada PT Kelantan Sakti Menurut Bapepam

Bapepam menjabarkan tanaman kelapa sawit termasuk dalam pos tanaman menghasilkan berumur panjang yang terdiri dari pembibitan tanaman kelapa sawit, tanaman menghasilkan dan tanaman belum menghasilkan. Untuk perlakuan akuntansi aset biolojik ini tidak dijelaskan secara detail pada Surat Edaran Ketua Bapepam Nomor: SE-02/PM/2002. Perincian biaya juga tidak disajikan secara khusus, namun untuk pengukuran lanjutannya dijelaskan dalam Surat Edaran Nomor:

SE-9/BL/2012 tentang Pedoman Penilaian dan Penyajian Laporan Penilaian Properti Perkebunan Kelapa Sawit di Pasar Modal. Berikut adalah pembahasan mengenai perlakuan akuntansi aset biolojik menurut Bapepam.

4.5.1 Pengakuan

Bapepam mengakui adanya bibit tanaman kelapa sawit. Dimana bibit kelapa sawit merupakan bakal tanaman yang berupa benih maupun tanaman dalam persemaian. Bibit tanaman kelapa sawit ini termasuk dalam tanaman belum menghasilkan. Bibit tersebut dapat dijual atau digunakan dalam proses produksi selanjutnya. Sedangkan pos tanaman yang belum menghasilkan diakui dapat dipanen lebih dari satu kali. Pencatatannya diakui sebesar biaya – biaya yang terjadi sejak saat penanaman sampai saat tanaman tersebut siap untuk menghasilkan secara komersial. Pada saat tanaman siap untuk menghasilkan maka direklasifikasi menjadi tanaman telah menghasilkan.

(25)

Pada pos tanaman telah menghasilkan merupakan tanaman keras yang dapat dipanen lebih dari satu kali yang telah menghasilkan secara komersial. Pencatatannya sebesar biaya perolehannya, yaitu semua biaya – biaya yang dikeluarkan sampai tanaman tersebut menghasilkan.

Untuk mengadopsi prosedur ini, Perseroan harus mengakui adanya pos tanaman belum menghasilkan dan tanaman menghasilkan seperti yang tercantum di atas. Pembibitan tidak diakui sebagai pos khusus dan tidak diatur pencatatan maupun pengukurannya dalam standar akuntansi Bapepam.

4.5.2 Pengukuran

Biaya – biaya yang terkait dari pos tanaman belum menghasilkan antara lain terdiri dari biaya persiapan lahan, penanaman, pemupukan, pemeliharaan, dan kapitalisasi biaya pinjaman yang dipakai dalam pendanaan. Biaya – biaya ini dicatat sebesar biaya perolehannya dan tidak disusutkan. Kemudian diukur dengan Pendekatan Biaya (Cost Approach) dimana nilai tanah diasumsikan nol (0). Oleh sebab itu, pengukuran dari biaya tanaman belum menghasilkan merupakan akumulasi biaya perolehan sampai dengan tanaman tersebut digolongkan menjadi tanaman menghasilkan.

Untuk tanaman telah menghasilkan diukur dengan menggunakan Pendekatan Pendapatan (Income Approach), metode yang digunakan adalah metode Discounted Cash Flow. Tahapan pengukuran dilakukan dengan mendapatkan arus kas yang

merupakan hasil perkalian produksi tahun tanam pada periode terjadinya dengan harga Tandan Buah Segar (TBS) yang telah disesuaikan untuk masing – masing tahun tanam, kemudian dikurangkan dengan arus kas keluar yang meliputi biaya

(26)

pemeliharaan tanaman, biaya panen, biaya angkut, dan biaya umum lainnya seperti biaya operasional kebun dan biaya transportasi. Perseroan mengkategorikan biaya operasional kebun dan biaya transportasi sudah termasuk di dalam biaya pemeliharaan tanaman. Selanjutnya penilaian atas tanaman kelapa sawit ini dihitung berdasarkan tingkat diskonto.

Tabel 4.15

Pengukuran Tanaman MenghasilkanMenurut Bapepam Tahun 2012 (dalam Rp. 000)

Arus Kas Masuk Rp 18,772,683

Biaya pemeliharaan TM Rp 4,056,515

Biaya panen Rp 581,400

Biaya angkut Rp 306,000

Arus Kas Keluar Rp 4,943,915

Net Cash Flow Rp 13,828,769 *

Rp 17,814,565

*didiskontokan dengan tingkat bunga pasar sebesar 13,5%

(27)

Tabel 4.16

Pengukuran Tanaman Belum Menghasilkan Menurut Bapepam

Keterangan

2011 (Rp.000)

2012 (Rp.000)

1 Harga Perolehan Awal

Tahun Tanam 2008 Rp 18,644,635 Rp -

Tahun Tanam 2009 Rp 16,484,252 Rp 23,031,608

Tahun Tanam 2010 Rp 11,763,450 Rp 17,308,465

Rp 46,892,337 Rp 40,340,073

2 Penambahan Aktiva

Tahun Tanam 2008 Rp 5,260,836 Rp -

Tahun Tanam 2009 Rp 6,547,356 Rp 6,498,680

Tahun Tanam 2010 Rp 5,545,015 Rp 6,874,724

Rp 17,353,207 Rp 13,373,404

3 Harga Perolehan Akhir

Tahun Tanam 2008 Rp 23,905,471 Rp -

Tahun Tanam 2009 Rp 23,031,608 Rp 29,530,288

Tahun Tanam 2010 Rp 17,308,465 Rp 24,183,189

Rp 64,245,544 Rp 53,713,477

4.5.3 Penyajian dan Pengungkapan

Selain ketentuan yang telah dijabarkan oleh penulis pada landasan teori, Bapepam juga menjelaskan apa yang harus dijelaskan di dalam catatan atas laporan keuangan pada ikhtisar kebijakan akuntansi, yaitu:

1. Dasar klasifikasi untuk jenis tanaman sebagai persediaan, tanaman belum menghasilkan, dan tanaman telah menghasilkan.

2. Dasar penilaian dan pengukuran.

3. Kebijakan akuntansi reklasifikasi tanaman belum menghasilkan.

4. Metode penyusutan dan masa manfaat tanaman yang disusutkan.

5. Kebijakan akuntansi biaya pinjaman.

Dari perhitungan yang telah dilakukan berdasarkan standar akuntansi

(28)

Bapepam, pada tahun 2011 dan 2012 terdapat nilai tanaman belum menghasilkan yang sama dengan Perseroan sebesar Rp 64,245,544,000 dan Rp 53,713,477,000.

Sedangkan penilaian tanaman telah menghasilkan yang diukur dengan Pendekatan Pendapatan (Income Approach) memiliki nilai yang berbeda dengan nilai yang ada di Perseroan, yaitu sebesar Rp 17,814,565,000.

Tabel 4.17

Penyajian Aset Biolojik Menurut Bapepam

2011 (Rp.000)

2012

(Rp.000)

Tanaman Perkebunan

Tanaman telah menghasilkan Rp 17,814,565

Tanaman belum menghasilkan Rp 64,245,544 Rp 53,713,477

(29)

Catatan Atas Laporan Keuangan

Tanaman Perkebunan

Tanaman Perkebunan diklasifikasikan menjadi dua golongan, yaitu tanaman belum menghasilkan dan tanaman telah menghasilkan. Tanaman belum menghasilkan dinyatakan sebesar harga perolehannya, yang terdiri dari biaya – biaya pembukaan lahan, pembibitan, persiapan dan penanaman kelapa sawit dan kacangan. Biaya tersebut dikapitalisasi sebesar biaya – biaya yang sudah terakumulasi. Tanaman belum menghasilkan dicatat sebagai aktiva tanaman dan tidak disusutkan. Tanaman belum menghasilkan direklasifikasi menjadi tanaman menghasilkan pada saat tanaman dianggap sudah menghasilkan.

Klasifikasi tanaman menghasilkan ditentukan dari pertumbuhan vegetatif dan berdasarkan taksiran manajemen, dicatat sebesar biaya perolehannya pada saat reklasifikasi dan disusutkan sesuai metode garis lurus (straight-line method) dengan taksiran masa ekonomis selama dua puluh lima tahun. Bunga pinjaman yang digunakan sebagai investasi untuk penanaman tanaman perkebunan ini dikapitalisasi sebagai Interest During Construction (IDC) pada akun tertentu dalam aset dan tidak dikurangi langsung dari akun tanaman.

Pembibitan

Semua biaya yang dikeluarkan untuk proses pembibitan, pembelian bibit, dan biaya pemeliharaannya dinyatakan sebesar harga perolehannya. Kemudian seluruh akumulasi biaya ini dipindahkan pada tanaman belum menghasilkan apabila bibit tanaman kelapa sawit siap untuk ditanam.

(30)

Penurunan Nilai Aktiva

Rugi penurunan nilai diakui apabila taksiran jumlah yang diperoleh kembali dari suatu aktiva lebih rendah dari nilai tercatatnya, dicatat sebagai kerugian akibat perubahan nilai wajar aset di dalam laporan laba rugi. Pada setiap tanggal neraca, Perseroan harus melakukan penelahaan untuk menentukan apakah terdapat indikasi pemulihan penurunan nilai. Apabila terdapat pemulihan penurunan nila, akan diakui sebagai laba pada periode terjadinya pemulihan.

4.6 Dampak yang Ditimbulkan Akibat Implementasi IAS 41: Agriculture Secara Keseluruhan

Setelah melakukan analisis perlakuan akuntansi terhadap aset biolojik menurut IAS 41: Agriculture, dapat diketahui bahwa penerapan pengukuran menggunakan nilai wajar mempunyai pengaruh yang cukup signifikan secara keseluruhan. Berikut akan dibahas dampak – dampak yang terjadi akibat implementasi IAS 41: Agriculture:

4.6.1 Kurangnya aspek comparability dalam laporan keuangan

Terdapat banyak metode yang dapat digunakan untuk menentukan nilai wajar akan membuat laporan keuangan sulit untuk dibandingkan. Hal ini terbukti dari adanya beberapa alternatif seperti NPV, nilai pasar, discounted cash flow, dan lainnya.

4.6.2 Membutuhkan Dana Tambahan Untuk Jasa Penilai

Sulitnya menentukan nilai wajar menjadi salah satu masalah dalam implementasi IAS 41: Agriculture. Harga pasar aktif maupun serupa tidak selalu ada,

(31)

hal ini menyebabkan pengukuran nilai wajar kelapa sawit memakai hierarki seperti discounted cash flow ataupun metode present value net cash inflow, keadaan ini

secara tidak langsung mengakibatkan entitas akan menyisihkan sebagian dananya untuk menggunakan jasa penilai dalam menentukan nilai wajar aset biolojiknya.

4.6.3 Adanya Pengenaan Pajak Tambahan Akibat Keuntungan dari Penilaian Kembali Aset Biolojik

Penilaian kembali aset biolojik menggunakan nilai wajar menyebabkan keuntungan atau kerugian atas perubahan nilai wajar. Semua keuntungan atau kerugian tersebut akibat penilaian kembali nilai wajar dimasukkan ke dalam laporan laba rugi pada periode terjadinya. Keuntungan atas perubahan nilai wajar inilah yang menyebabkan entitas akan membayar pajak final sebesar 10% lebih besar, hal ini merugikan apabila aset yang dinilai kembali bukan aset yang bisa didepresiasikan, seperti contohnya tanaman belum menghasilkan. Penambahan pajak yang harus dibayarkan ini tidak diimbangi dengan adanya penambahan beban yang boleh dikurangkan sebagai pengurang hasilnya.

4.6.4 Efek Terhadap Laporan Keuangan

Keuntungan atau kerugian perubahan nilai wajar mempengaruhi ekuitas akibat adanya peningkatan nilai aset. Ketika mengalami penurunan, sisi ekuitas juga akan berkurang juga sebesar jumlah yang sama pada laporan posisi keuangan.

Dan jika dilihat dari sisi laporan laba rugi, penilaian kembali aset biolojik ini sangat berdampak pada profit entitas. Ketika mengalami kenaikan, entitas akan mengakuinya sebagai keuntungan, keuntungan ini tidak akan pernah terealisasi karena tanaman kelapa sawit ini bukan untuk dijual, melainkan untuk menghasilkan

(32)

produk agrikultural. Masalah ini akan menyebabkan volatilitas pendapatan yang menyebabkan kesalahan interpretasi dari para pembaca laporan keuangan.

Gambar

Tabel 4.1 Uraian Luas Tahun Tanam Kelapa Sawit  Uraian  Luas Lahan (ha)  Tahun Tanam 2008  850
Tabel 4.2 Perhitungan Tanaman Belum Menghasilkan Tahun Tanam 2008 (Rp .000)
Tabel 4.3 Perhitungan Tanaman Belum Menghasilkan Tahun Tanam 2009 (Rp .000)
Tabel 4.4 Perhitungan Tanaman Belum Menghasilkan Tahun Tanam 2010 (Rp .000)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Kasmir (2014:130) menyatakan bahwa rasio likuiditas atau sering juga disebut dengan nama rasio modal kerja merupakan rasio yang digunakan untuk

Karena itu penulis mengambil pokok bahasan dengan judul “Analisis Pengakuan, Pengukuran, dan Penyajian Aset Biolojik Menurut Standar Akuntansi yang Berlaku di

Pada bab ini, akan diuraikan pengertian perlakuan akuntansi aset tetap tanaman, penggolongan aset tetap tanaman, biaya perolehan aset tetap tanaman, penyusutan aset tetap

Entitas menyajikan aset lancar dan tidak lancar dan liabilitas jangka pendek dan jangka panjang sebagai klasifikasi yang terpisah dalam laporan posisi keuangan, kecuali penyajian

Berdasarkan temuan penelitian dan pembahasan yang telah didapat pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan deskripsi kegiatan TBM sumber ilmu binaan SKB

Hasil uji F menunjukkan bahwa jenis benih berpengaruh sangat nyata terhadap potensi tumbuh, kecepatan tumbuh, vigor kecambah dan berat kering kecambah. Akan

1,bi,Persetujuan dan pengesahan atas Laporan Tahunan dan Laporan Keuangan Perseroan termasuk di dalamnyaLaporan Posisi Keuangan dan/neraca Perhitungan laba rugi Perseroan

2009.Kajian Penggunaan Obat Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Non Hemodialisa di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2000-2001: Pola