• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDADULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penduduk yang berusia 60 tahun atau lebih, diperkirakan meningkat dari 605 juta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDADULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penduduk yang berusia 60 tahun atau lebih, diperkirakan meningkat dari 605 juta"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1 A. Latar Belakang Masalah

Proporsi penduduk dunia yang berusia lebih dari 60 tahun akan menjadi dua kali lipat, dari 11% menjadi 22% di antara tahun 2000 dan 2050. Jumlah penduduk yang berusia 60 tahun atau lebih, diperkirakan meningkat dari 605 juta sampai 2 miliar selama periode yang sama. Negara dengan penghasilan rendah dan menengah akan mengalami perubahan demografis yang paling cepat (World Health Organization, 2012).

Proporsi penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia mengalami pertambahan yang cukup signifikan selama 30 tahun terakhir. Peningkatan jumlah lansia ini disebabkan bertambahnya angka harapan hidup sebagai dampak dari peningkatan kualitas kesehatan (Komisi Nasional Lanjut Usia, 2010). Sensus penduduk pada tahun 2010 menunjukkan jumlah penduduk lansia di Indonesia sebanyak 18,04 juta orang atau 7,59 % dari keseluruhan penduduk. Persentase penduduk lansia ini menekankan bahwa Indonesia termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur tua (aging structured population) karena jumlah penduduk yang berusia 60 tahun ke atas melebihi angka 7 % (Badan Pusat Statistik, 2010).

Menurut UU RI Nomor 13 tahun 1998, lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Namun Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization) mengklasifikasikan lansia ke dalam 4 kategori, yaitu usia

(2)

pertengahan (middle age) 45-59 tahun, lansia (elderly) 60-74 tahun, lansia tua (old) 75-90 tahun, dan lansia sangat tua (very old) di atas 90 tahun (Nugroho, 2009).

Pada umumnya lansia akan mengalami berbagai permasalahan, baik yang bersifat umum maupun yang bersifat khusus. WHO mengungkapkan penyebab timbulnya permasalahan pada lansia adalah harapan hidup bertambah panjang, morbiditas meningkat, memiliki beban ganda (penyakit infeksi dan kronis), bertambahnya kerusakan yang terjadi, faktor psikososial, lingkungan, sosio-ekonomi, stress, penilaian terhadap diri sendiri, dan akses terhadap fasilitas kesehatan. Kondisi-kondisi tersebut akan mengakibatkan gangguan sistem (muskuloskeletal, kardiovaskular, pernapasan, pencernaan, urogenital, hormonal, saraf dan sistem lainnya), timbulnya penyakit dan manifestasi klinik, serta penurunaan aktivitas sehari-hari (Astuti et al., 2007).

WHO dalam laporannya yang berjudul “The Burden of Musculoskeletal Conditions at The Start of The New Millenium”, menyatakan bahwa gangguan muskuloskeletal atau reumatik merupakan penyebab utama morbiditas di seluruh dunia, dan memiliki pengaruh besar pada kesehatan, kualitas hidup, serta beban biaya kesehatan yang besar. Lebih dari 150 berbagai kondisi dan sindrom gangguan muskuloskeletal diderita oleh manusia yang mengakibatkan nyeri, inflamasi dan disabilitas. Di atas usia 70 tahun, 40 % di antaranya menderita osteoarthritis lutut, 80 % pasien dengan osteoarthritis mempunyai keterbatasan gerak, dan 25 % tidak dapat melakukan aktivitas pokok harian (World Health Oraganization, 2003).

(3)

Osteoarthritis (OA) adalah penyakit sendi degeneratif yang bersifat kronis, terutama mempengaruhi ekstremitas bawah, sendi penyangga seperti pada pinggul, lutut dan tulang belakang (Swang & Hagerman, 2009). Sendi-sendi yang paling umum terpengaruhi adalah pada tulang belakang cervikal dan lumbosakral, pinggul, phalange metatarsal pertama, dan lutut (Felson, 2010).

Menurut Lawrence et al. (2008), prevalensi OA tangan dan lutut meningkat seiring dengan pertambahan usia dan lebih banyak pada wanita dibandingkan pria, khususnya mereka yang berusia ≥ 50 tahun. Prevalensi OA yang ditemukan di Eropa sebesar 30 % pada individu yang berusia 75 dan lebih (Arden & Nevitt, 2006). Sampai hari ini, osteoarthritis merupakan gangguan muskuloskeletal yang paling sering pada lansia. Sekitar 43 juta orang di United States dan 15 % dari populasi dunia mengalami gangguan tersebut (Egloff et al., 2012).

Prevalensi osteoarthritis di Indonesia sebesar 5% pada usia <40 tahun, 30 % pada usia 40-60 tahun. Prevalensi terbesar pada usia >61 tahun, yaitu mencapai 65% (Handayani, 2008). Menurut Soeroso et al. (2006), prevalensi OA radiologis di Indonesia mencapai 12,7% pada wanita dan 15% pada pria. Satu sampai dua juta lansia di Indonesia diperkirakan mengalami kecacatan karena osteoarthritis.

Hasil penelitian Hoe Ai (2010) tentang prevalensi dan sisi penyakit sendi degeneratif Poliklinik Rheumatologi RS Sardjito mendapatkan kasus osteoarthritis sebanyak 269 (45,29%) dari rekam medis pasien pada tahun 2000-2010. Prevalensi tertinggi osteoarthritis ditemukan pada kelompok usia 61-70 tahun

(4)

(38,66%). Sedangkan prevalensi tertinggi untuk sisi osteoarthritis adalah pada lutut dengan total kasus 237 (89%) dan dialami kelompok usia 61-70 (38,4%).

Beban pengalaman sakit dari penderita osteoarthritis akhirnya menjadi perhatian utama. Nyeri dan gangguan fungsional merupakan domain penting dari beban tersebut, dan secara bersamaan sering mengakibatkan penurunan kualitas hidup yang signifikan (Moskowitz, 2009). Kebanyakan dampak fungsional osteoarthritis terhadap kualitas hidup sering diabaikan, khususnya pada lansia (Smeltzer et al., 2008).

Metode pengobatan terkini untuk pasien OA memang lebih ditujukan pada penghilangan gejala, peningkatan mobilitas dan fungsi sendi, serta mengoptimalkan kualitas hidup (National Health and Medical Research Council (NHMRC), 2009). Perlu ditekankan bahwa pada lansia, kualitas hidup menjadi indeks kesehatan yang penting dan berperan dalam penilaian intervensi, penyusunan perawatan medis dan kebutuhan sosial yang esensial (Huong et al., 2012).

Pengobatan osteoarthritis meliputi intervensi farmakologi dan nonfarmakologi. TENS (Transcutaneous Electric Nerve Stimulation) dan termoterapi (terapi panas dan dingin) merupakan bentuk intervensi non farmakologi (NHMRC, 2009). Terapi TENS termasuk dalam intervensi yang tidak invasif dan terjangkau dalam penggunaanya (Vance et al., 2012). Penelitian mengenai pengaruh terapi TENS pada kualitas hidup masih terbatas (Altay et al., 2010). Hasil dari penelitian Altay et al. (2010) terhadap 40 pasien osteoarthritis lutut menunjukkan bahwa penambahan TENS pada hotpack dan program latihan,

(5)

mampu menurunkan nyeri lutut dan ketidakmampuan, serta meningkatkan kualitas hidup pasien OA lutut secara efektif.

Penelitian mengenai penggunaan terapi panas untuk mengatasi OA masih sedikit. Penggunaan terapi panas pada sendi dapat mengurangi nyeri dan kekakuan melalui proses relaksasi, peningkatan fleksibilitas sendi dan aliran darah ke sendi (NHMRC, 2009). Penggunaan terapi panas secara berkala dan superfisial tergolong relatif aman serta memerlukan biaya yang sedikit. Terapi ini bisa direkomendasikan sebagai terapi mandiri atau kombinasi dengan terapi lainnya untuk osteoarthritis (Denegar et al., 2010). Terapi panas dapat diberikan dalam dua metode, yaitu dengan metode kering dan lembab. Kantong air panas (hot water bags), bantalan pemanas elektrik (electric heatig pad), aquthermia pad, atau chemical heat pack menghasilkan panas lokal secara kering dengan mekanisme konduksi. Pemberian panas secara lembab dapat dilakukan dengan menggunakan kompres panas, sitz bath, atau berendam dalam air hangat (Taylor et al., 2011).

Yildirim et al. (2010) melakukan penelitian mengenai pemberian terapi panas terhadap 46 pasien OA lutut di Turki dan mendapatkan hasil bahwa pada grup intervensi yang mendapat terapi panas dengan menggunakan digital moist heating pad dan grup kontrol yang menjalani pengobatan rutin, menunjukkan perubahan skor nyeri serta disabilitas WOMAC yang signifikan secara statisitik. Skor pada fungsi fisik, nyeri dan persepsi kesehatan umum juga mengalami perubahan yang signifikan. Pemberian terapi panas setiap hari dapat menurunkan

(6)

nyeri dan ketidakmampuan pada pasien OA lutut, serta meningkatkan skor kualitas hidup dimensi fungsi fisik, nyeri, dan persepsi kesehatan umum pasien.

Bermula dari latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui pengaruh terapi TENS dan kompres panas terhadap kualitas hidup lansia yang mengalami osteoarthritis lutut. Peneliti menggabungkan terapi TENS dan kompres panas karena kedua terapi tersebut dapat dikombinasikan (Denegar et al., 2010; Macintyre & Schug, 2007). Kompres panas merupakan salah satu bentuk dari media terapi panas, selain dengan menggunakan heat pack dan beberapa sistem pemanas lainnya. Kompres panas dapat dibuat dan diterapkan secara mudah, dengan menggunakan barang-barang sederhana. Kompres panas untuk ukuran kecil sampai sedang dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa lapis kain atau handuk kecil. Kompres panas yang diberikan dengan handuk lembab bersifat tidak invasif, aman, dan memerlukan biaya perawatan yang sedikit (Denegar et al., 2010; NMHRC, 2009; Sinclair, 2007). Informasi mengenai pengaruh kedua intervensi tersebut dapat menjadi bahan pertimbangan bagi tenaga kesehatan dalam memberikan intervensi kepada lansia yang mengalami osteoarthritis lutut.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: “Apakah terapi TENS dan kompres panas lebih efektif dalam meningkatkan kualitas hidup lansia penderita osteoarthritis lutut dibandingkan dengan terapi TENS saja.”

(7)

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh terapi TENS dan kompres panas dalam meningkatkan kualitas hidup lanjut usia penderita osteoarthritis lutut.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui kualitas hidup lansia penderita osteoarthritis lutut yang mendapat terapi TENS dan kompres panas.

b. Untuk mengetahui kualitas hidup lansia penderita osteoarthritis lutut yang mendapat terapi TENS.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan bagi pembaca serta mahasiswa di ranah pendidikan keperawatan/ilmu kesehatan dalam proses pembelajaran.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Rumah Sakit/Institusi Pelayanan Kesehatan

Terapi TENS yang disertai kompres panas dapat dijadikan pertimbangan dalam memberikan intervensi/pengobatan kepada pasien lansia yang mengalami osteoarthritis lutut.

b. Bagi Perawat

Dapat dijadikan referensi dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap pasien lansia yang mengalami osteoarthritis lutut.

(8)

c. Bagi Peneliti

Dapat mengasah kemampuan maupun keterampilan peneliti dalam melakukan riset keperawatan mengenai ilmu pengetahuan yang relevan, dengan menggunakan metode penelitian yang sesuai.

d. Bagi Pasien/Keluarga

Pasien/keluarga mendapatkan edukasi tentang bentuk penatalaksanaan osteoarthritis lutut yang dapat dilakukan secara mandiri.

E. Keaslian Penelitian

1. Penelitian yang hampir sama dilakukan oleh Giantoro (2010), dengan judul “The Impact of Depression on Quality of Life among Osteoarhritis Patients in Sardjito Hospital Yogyakarta.” Studi ini merupakan penelitian observasional kuantitatif dengan menggunakan rancangan cross-sectional dan dilakukan di bagian rawat jalan Klinik Rheumatology Rumah Sakit Sardjito. Subjek yang berpartisipasi sebanyak 40 responden, dan hanya 17 dari mereka yang memenuhi kriteria inklusi. Kualitas hidup ditetapkan sebagai variabel terikat dan gejala depresi sebagai variable bebas. Instrumen yang digunakan berupa BDI (Beck Depression Scale) dan SF-36. Hasil yang didapatkan adalah 5 dari 17 pasien yang terlibat, positif mengalami gejala depresi, memiliki skor fisik yang bagus, yaitu di atas 60. 4 dari 17 responden menujukkan skor mental yang buruk, yaitu di bawah 60. Simpulan yang diambil adalah terdapat hubungan antara gejala depresi dan kualitas hidup di antara pasien osteoarthritis.

(9)

Penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan sama-sama menggunakan variabel kualitas hidup. Salah satu instrumen yang digunakan juga sama. Perbedaan terletak pada jenis dan rancangan penelitian yang digunakan, responden yang dilibatkan dan tempat penelitian.

2. Penelitian yang serupa juga dilakukan oleh Pulvendiran (2010), yang berjudul “Assessment of Quality of Life Using SF-36 among Osteoarthritis Patients in Sardjito Hospital, Yogyakarta.” Penelitian ini merupakan penelitian observasional cross-sectional kuantitatif dengan menggunakan metode analitik deskriptif, yang dilakukan di Klinik Rheumatologi Rumah Sakit Sardjito. Subjek yang memenuhi kriteria sebanyak 39 responden. Kualitas hidup sebagai variabel terikat dalam studi ini, sedangkan variabel bebasnya adalah osteoarthritis. Instrumen yang digunakan SF-36. Hasil yang ditemukan bahwa osteoarthritis berdampak buruk terhadap kualitas hidup pasien osteoarthritis yang memiliki skor rata-rata lebih rendah pada semua domain SF-36. Osteoarthritis mempunyai dampak lebih tinggi pada wanita dalam aspek kualitas hidup yang penting seperti fungsi fisik dan kesehatan umum. Komorbiditas memiliki dampak penting pada kualitas hidup pasien osteoarthritis, dimana perbedaan skor yang terjadi secara mayor adalah tekanan darah tinggi teramati pada 11 responden. Secara keseluruhan skor komponen fisik lebih rendah daripada skor komponen mental, terlepas dari adanya kondisi komorbiditas.

Penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan sama-sama menggunakan variabel kualitas hidup. Instrumen yang digunakan juga sama.

(10)

Perbedaan terletak pada jenis dan rancangan penelitian yang digunakan, responden yang dilibatkan serta tempat penelitian.

3. Penelitian yang hampir sama dilakukan oleh Yildirim et al. (2010), dengan judul “The Effect of Heat Application on Pain, Stiffness, Physical Function and Quality of Life in Patient with Knee Osteoarthritis.” Penelitian ini merupakan penelitian komparatif yang melibatkan kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Responden yang terlibat berjumlah 23 orang untuk setiap kelompok. Kelompok intervensi pada studi ini mendapatkan terapi panas dengan menggunakan digital moist heating pad selama 20 menit setiap hari untuk jangka waktu 4 minggu, sebagai terapi tambahan dari pengobatan rutin yang dijalani. Kelompok kontrol hanya menjalani pengobatan rutin yang diresepkan dokter. Outcome yang diukur meliputi nyeri, kekakuan, fungsi fisik dan kualitas hidup. Instrumen yang digunakan berupa Western Ontario and McMaster Universities Index dan Short Form-36. Hasil yang didapatkan dari perbandingan kedua kelompok sebelum dan sesudah intervensi adalah terdapat perbedaan perubahan skor nyeri serta disabilitas WOMAC yang signifikan secara statisitik. Skor pada fungsi fisik, nyeri dan persepsi kesehatan umum juga mengalami perubahan yang signifikan.

Penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan sama-sama menggunakan variabel kualitas hidup. Salah satu instrumen yang digunakan juga sama. Perbedaan terletak pada jenis dan rancangan penelitian yang digunakan, perlakuan yang diberikan, responden yang dilibatkan, dan tempat penelitian.

(11)

4. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Altay et al. (2010), dengan judul “Effect of TENS on Pain, Disability, Quality of Life and Depression in Patients with Knee Osteoarthritis”. Studi ini merupakan randomized controlled trial yang melibatkan 40 pasien. Responden dibagi ke dalam dua grup, grup 1 mendapatkan terapi TENS, program latihan, dan hot pack. Grup 2 mendapatkan plasebo terapi TENS, program latihan, dan hot pack. Pengukuran outcome menggunakan visual analog scale, Western Ontario and McMaster Universities Index, WOMAC Pain Score, WOMAC Physical Function Score, WOMAC Stifness Score, 6 walk distance (6MWD), 10 steps stairs climbing up-down time (10SUDT), BDI, dan SF-36. Intervensi dilakukan 5 hari dalam 1 minggu selama 3 minggu. Hasil penelitian menunjukkan kedua grup mengalami perbaikan nyeri, ketidakmampuan, kekakuan, kemampuan fungsional, sebagian besar sub skor SF 36 dan skor depresi, namun perbaikan lebih baik pada grup TENS aktif daripada grup kontrol.

Penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan sama-sama menggunakan salah satu variabel, yaitu kualitas hidup. Salah satu instrumen yang digunakan juga sama. Perbedaan terletak pada jenis dan rancangan penelitian yang digunakan, perlakuan yang diberikan, responden yang dilibatkan, tempat dan waktu penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Menentukan kriteria yang menjadi prioritas perusahaan dalam mencari kandidat untuk program Management Trainee dan (2)

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat dirumuskan masalah pada penelitian ini yaitu, bagaimana menerapkan Open Source Software Enterprise

Pelaksanaan PPL dilakukan dengan membantu pekerjaan dinas seperti ikut membantu dalam rapat pertemuan Kepala Sekolah dan Komite Sekolah, mengolah data

Dengan dasar ekonomi dan dasar hukum itulah, Bank Muamalat Indonesia memberikan sistem pemilikan rumah alternatif bagi masyarakat di Indonesia, baik yang muslim

Jadi dalam penjabaran diatas adalah bagaimana tentang shalat tahajud dengan cara yang baik dan benar serta khusyuk dapat mengakibatkan akal dan fikiran manusia

Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian senyawa turunan isoflavon 1,2-epoksi-3[3(3,4-dimetoksifenil)-4H-1-benzopiran-4- on]propana terhadap

Belum diketahuinya tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan infrastruktur jalan paving desa pada program kegiatan Pembangunan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) di Desa Campurejo

Nilai cr dan mr yang digunakan dalam kombinasi nilai cr dan mr ini dilakukan sebanyak 10 kali dengan parameter dari hasil uji coba ukuran populasi dan hasil uji