BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Manusia berbeda dengan makhluk hidup lainnya karena manusia mempunyai akal budi dan kemauan yang kuat. Dengan akal budi dan kemauan yang kuat, manusia dapat menjadi makhluk yang lebih dari makhluk lainnya. Manusia mempunyai ciri khas, ia selalu ingin tahu, dan setelah memperoleh pengetahuan tentang sesuatu maka, segera kepuasannya disusul lagi dengan kecendrungan untuk lebih ingin tahu lagi.
Sebagai makhluk berfikir, manusia dibekali hasrat selalu ingin tahu,
tentang benda-benda yang ada dan peristiwa-peristiwa yang terjadi
disekelilingnya, termasuk ingin tahu tentang dirinya. Adanya dorongan rasa ingin tahun dan usaha untuk memahami dan memecahkan berbagai masalah yang dihadapi, akhirnya manusia dapat mengumpulkan pengetahuan. Keingintahuan yang makin meningkat menyebabkan pengetahuan dan daya fikirnya juga makin berkembang. Akhinya tidak hanya terbatas pada obyek yang dapat diamati dengan pancaindera saja, tetapi masalah-masalah lain, misalnya berhubungan dengan penilaian hal-hal baik dan buruk, tindak atau tidak indah.
Seiring berjalannya waktu, masalah yang dihadapi manusia kian berat. Seseorang yang tidak mampu menghadapi masalah tersebut sudah pasti akan mengalami tekanan dan stres. Saat mengalami stres atau depresi, tidak sedikit dari mereka yang terjerumus dalam hal-hal yang bersifat negatif. Contohnya seperti
minum minuman keras, mengunjungi tempat hiburan malam dan yang paling banyak terjadi beberapa tahun belakangan ini adalah kasus narkotika. Banyak dari pengguna narkotika mengaku menggunakan hal tersebut karena mengalami stress berat akibat masalah yang mereka alami.
Narkoba adalah kependekan dari “narkotika dan obat-obatan berbahaya”.1
Menurut H. Mardani, Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bahan tanaman baik yang sintesis maupun semi sintesisnya yang dapat menyebabkan penurunan atau penambahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
atau sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. 2
Sesungguhnya penggunaan obat-obatan jenis opium sudah lama dikenal di Indonesia, jauh sebelum pecahnya Perang Dunia ke-2 pada zaman penjajahan Belanda. Pada umumnya para pemakai candu (opium) tersebut adalah orang-orang Cina. Sekitar tahun 1970, masalah obat-obatan berbahaya jenis narkotika menjadi masalah besar dan nasional sifatnya.
Kejahatan narkotika merupakan kejahatan yang serius, sehingga tindakan negara juga harus tegas dan keras terhadap kejahatan narkotika. Pelaksanaan hukuman mati bukan hanya untuk efek jera ataupun pemberian hukuman setimpal, tetapi yang lebih penting dimaksudkan untuk melindungi masyarakatserta menyelamatkan anak bangsa dari bahaya penyalahgunaan
narkoba.3
1
Dwi Yani L, 2001, Narkoba Pencegahan dan Penanganannya, PT Gramedia, Jakarta, hal.1 2
Mardani. H,2008, Penyalahgunaan Narkotika Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Hukum Pidana
Nasional, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.79.
3
http://hukum.kompasiana.com/2013/03/26/hukuman-mati-bagi-bandar-narkoba-melindungi-dan-menyelamatkan-bangsa-Indonesia-dari-bahaya-narkoba-545509.html, diakses pada tanggal 28 Mei 2015
Jenis Narkotika yang sering disalahgunakan adalah morfin, heroin (putauw), petidin, termasuk ganja atau kanabis, mariyuana, hashis dan kokain.Zat adiktif lainnya disini adalah bahan/zat bukan Narkotika & Psikotropika seperti alkohol/etanol atau metanol, tembakau, gas yang dihirup (inhalansia) maupun zat pelarut (solven).
Mengingat kasus penyalahgunaan narkotika merupakan hal kriminal maka, Badan Legislatif mengeluarkan Undang – UndangNo. 35 tahun 2009 tentang narkotika sebagai pengganti Undang-Undang Rebublik Indonesia No. 22 tahun 1997.Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang narkotika dapat diklasifikasikan
sebagai berikut : 4
1. Sebagai Pengguna
Dikenakan ketentuan pidana berdasarkan Pasal 112 Undang-undang nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman hukuman paling lama 15 tahun.
2. Sebagai Pengedar
Dikenakan ketentuan pidana berdasarkan Pasal 81 dan 82 Undang-Undang nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika, dengan ancaman hukuman paling lama 15 tahun penjara.
3. Sebagai Produsen
Dikenakan ketentuan pidana berdasarkan Pasal 113 Undang - Undang No.35 tahun 2009, dengan ancaman hukuman paling lama 15 tahun atau seumur hidup atau mati dan denda.
4
Undang-undang RI Nomor 35 Tahun 2009,2010,Tentang Narkotika beserta penjelasnnya, Citra Umbara, Bandung.
Undang-Undang tersebut pada pokoknya mengatur narkotika hanya digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan. Pelanggaran terhadap peraturan itu diancam dengan pidana yang tinggi dan berat dengan dimungkinkannya terdakwa divonis maksimal yakni pidana mati selain
pidana penjara dan pidana denda.5
Meskipun sanksi-sanksi terhadap penyalahgunaan narkotika telah ditetapkan namun tidak juga membuat presentase kasus narkotika ini menurun bahkan bisa dikatakan semakin meningkat setiap tahunnya. Penyebab dari peningkatannya adalah dari faktor diri sendiri, faktor lingkungan, faktor ketersediaan narkotika itu sendiri serta faktor lemahnya hukum di Indonesia. Ketegasan hukum dalam sebuah Negara merupakan satu hal yang penting dalam menekan peningkatan angka kriminalitas di dalam sebuah Negara. Apabila sanksi yang ringan tidak dapat membuat para pelaku menjadi jera maka, perlu diterapkan sanksi yang tegas seperti hukuman penjara seumur hidup atau pidana mati.
Dalam hal ini hakim memiliki peranan penting dalam memutuskan sebuah hukuman bagi seorang pelaku tindak kriminal.Hakim dalam memutusan perkara berpedoman dalam asas legalitas, yakni terpenuhinya unsur – unsur pada delik atau tindak pidana. Padahal selain hal tersebut hakim juga seharusnya mempertimbangkan dasar – dasar dari tersangka melakukan tindak pidana.
Dalam sejarahnya mengenai pidana mati di Indonesia adalah salah satu bentuk pemidanaan paling tua. Alasan paling popular untuk membenarkan pidana mati sebagai hukuman paling efektif antara lain : pidana mati paling tepat
5
dijatuhkan terhadap terpidana yang kesalahannya sudah tidak dapat diperbaiki lagi. Dari segi ekonomi pidana mati membutuhkan biaya yang lebih kecil daripada
hukuman seumur hidup.6
Pidana mati masih menjadi perbincangan hangat di masyarakat, dikarenakan pidana mati dipandang melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Sebagaimana tercantum dalam Pasal28A Undang-Undang Dasar 1945 (“UUD 1945”) yang berbunyi: “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.”
Dasar hukum yang menjamin hak untuk hidup di Indonesia juga terdapat dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (“UU HAM”) yang berbunyi:
1. Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya
2. Setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin
3. Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Pasal-pasal di atas seolah-olah membuat pidana mati tidak patut diterapkan di Indonesia, namun melihat kenyataan yang ada bahwa angka kriminalitas khususnya kasus penyalahgunaan narkotika semakin meningkat maka,akan lebih baik jika pidana mati tersebut diterapkan untuk membuat para pelaku menjadi jera.
6
Gusti Ayu Cindy Permata, 2014, Analisi Yuridis Terhadap Putusan Pidana Mati Terkait Kasus
Berdasarkan pada uraian permasalahan tersebut maka, menarik diungkapkan dan disajikan dalam sebuah penulisan karya ilmiah yang berjudul “PRO DAN KONTRA PIDANA MATI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA ( STUDY KASUS DI PENGADILAN NEGERI DENPASAR )”.
1.2 Rumusan Masalah
Memperhatikan latar belakang masalah di atas maka, ada beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai pokok permasalahan yaitu :
1. Bagaimanakah pengaturan pidana mati dalam Hukum positif di Indonesia? 2. Mengapa pidana mati sampai sekarang menjadi pertentangan dan apakah yang
menjadi dasar pertimbangan hakim untuk menjatuhkan pidana mati terhadap pelaku tindak pidana narkotika?
1.3 Ruang Lingkup Masalah
Berdasarkan pada permasalahan yang telah di rumuskan, agar penulisan karya ilmiah ini tidak jauh menyimpang dari pokok permasalahan maka, perlu pembatasan ruang lingkup dalam pembahasannya. Pembahasan akan di batasi pada penjelasan mengenai sah tidaknya pidana mati terhadap pelaku tindak pidana narkotika. Akan dijelaskan juga mengenai pidana mati samapai sekarang menjadi pertentangan serta faktor – faktor yang menjadi dasar hakim untuk menjatuhkan pidana mati terhadap pelaku tindak pidana narkotika.
Untuk mengantarkan pada inti pembahasan permasalahan di atas maka, akan dipaparkan juga secara umum mengenai hal – hal yang menyebabkan seseorang menjadi pecandu narkotika, jenis – jenis narkotika serta akibat hukum yang diterima oleh pelaku tindak pidana narkotika.
1.4 Orisinalitas Penelitian
Skripsi ini merupakan karya tulis sendiri sehingga dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya. Untuk memperhatikan orisinalitas skripsi ini maka, dapat dilihat perbedaannya dengan dua skripsi terdahulu yang sejenis yaitu sebagai berikut :
Tabel 1.1 Daftar Penelitian Sejenis
No Judul Penulis Rumusan Masalah
1 Analisis Yuridis
Terhadap Putusan Pidana Mati Kasus Narkotika Di Pengadilan Negeri Denpasar.
Gusti Ayu Cindy
Permata Sari, Fakultas Hukum Universitas Udayana Denpasar, 2014 1. Apakah dasar pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Denpasar dalam menjatuhkan pidana mati terhadap L.J? 2. Apakah penerapan
pidana mati terkait
kasus narkotika
terhadap terpidana L.J sudah tepat?
2 Analisis Tentang Putusan
Mahkamah Agung
Dalam Proses Peninjauan Kembali Yang Menolak Pidana Mati Terdakwa Hanky Gunawan Dalam Delik Narkotika. Giovani, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, 2013 1. Bagaimana pengaturan pidana mati menurut hukum pidana positif di Indonesia?
2. Bagaimana kaitan
pidana mati dengan hak asasi manusia? 3. Apakah alasan Hakim
Agung Mahkamah
Agung menolak pidana mati terdakwa Hanky Gunawan?
1.5 Tujuan Penelitian
Setiap aktivitas penelitian sudah tentu memiliki tujuan yang mengarah pada masalah yang di kemukakan dalam sebuah penenlitian tujuan tersebut adalah untuk mengkaji, menelusuri dan menjawab problema yang di kemukakan dalam rumusan masalah. Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini dapat di bagi menjadi dua tujuan yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.
1.5.1 Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan tentang Pro dan Kontra Pidana Mati Terhadap Pelaku Tindak Pidana Narkotika. Disamping itu dijelaskan pula mengenai faktor-faktor yang menjadi dasar hakim dalam menjatuhkan pidana mati terhadap tidak pidana narkotika.
1.5.2 Tujuan Khusus
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui secara pasti apakah pidana mati terhadap pelaku tindak pidana narkotika merupakan sebuah pelanggaran terhadap HAM dan Bagaimanakah
pengaturan pidana dalam Hukum positif di Indonesia.
2. Mengetahui faktor – faktor yang menjadi dasar hakim untuk menjatuhkan pidana mati terhadap pelaku tindak pidana narkotika
3. Mengetahui pidana mati samapai sekarang menjadi pertentangan.
1.6 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.6.1 Manfaat Teoretis
Secara teoretis penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan gambaran secara pasti mengenai putusan pidana mati bagi pelaku tindak pidana narkotika yang akan dikaitkan dengan Hak Asasi Manusia(HAM).
1.6.2 Manfaat Praktis
Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi kepada berbagai pihak terkait dengan hal sebagai berikut :
1. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan member manfaat yakni menambah wawasan tentang penjatuhan pidana mati bagi tindak pidana narkotika dalam perspektif Hak Asasi Manusia (HAM). Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pedoman masyarakat untuk mengatasi kebingungan terhadap putusan hakim yang menjatuhkan pidana mati.
2. Bagi lembaga Universitas Udayana Denpasar, penelitian ini dapat dipakai sebagai tambahan bahan bacaan di perpustakaan dan juga dapat digunakan sebagai sumbangan pemikiran untuk penelitian lebih lanjut dan secara kuantitas diharapkan dapat memperkaya khasanah bacaan bagi mahasiswa.
1.7 Landasan Teoritis atau Kerangka Theori
Landasan teoritis adalah upaya untuk mengidentifikasi teori hukum umum dan khusus, konsep-konsep hukum, asas-asas hukum, pendapat hukum dan
lain-lain, yang akan dipakai landasan untuk membahas permasalahan penelitian.7
Sebagai landasan, dimaksudkan untuk mewujudkan kebenaran ilmu hukum yang bersifat konsensus yang diperoleh dari rangkaian upaya penelusuran (controleur
baar). Sehubungan dengan itu maka, harus dihindari teori-teori (ajaran atau
doktrin), konsep-konsep hukum, asas-asas hukum, dan pendapat hukum yang bertentangan satu sama lain. Semakin banyak teori, konsep, asas dan pendapat
hukum yang berhasil diidentifikasi semakin tinggi derajat kebenaran (konsensus) yang bisa dicapai.
Untuk menjawab rumusan masalah yang diungkapkan maka, penelitian ini menggunakan 3 teori yaitu :
1. Teori pembalasan (teori absolute)
Teori Absolut disebut juga teori pembalasan. Pandangan dalam teori ini adalah bahwa syarat dan pembenaran dalam penjatuhan pidana tercakup dalam kejahatan itu sendiri, terlepas dari fungsi praktis yang diharapkan dari penjatuhan pidana tersebut. Dalam ajaran ini, pidana terlepas dari dampaknya di masa depan, karena telah dilakukan suatu kejahatan maka, harus dijatuhkan hukuman. Dalam ajaran absolut ini terdapat keyakinan yang mutlak atas pidana itu sendiri, sekalipun penjatuhan pidana sebenarnya tidak berguna atau bahkan memiliki dampak yang lebih buruk terhadap pelaku kejahatan.
Perlu diketahui bahwa maksud dan tujuan ajaran absolut ini selain sebagai pembalasan, menurut pandangan Stammler adalah juga untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa hukum telah ditegakkan. Tujuan pemidanaan dalam ajaran absolut ini memang jelas sebagai pembalasan, tetapi cara bagaimana pidana tersebut dapat dibenarkan kurang jelas, karena dalam ajaran ini tidak dijelaskan mengapa harus dianggap adil meniadakan rasa terganggunya masyarakat dengan cara menjatuhkan penderitaan terhadap seseorang yang melakukan kejahatan.
Ada beberapa macam dasar atau alasan pertimbangan tentang adanya keharusan untuk diadakannya pembalasan itu, yaitu sebagai berikut.
a. Pertimbangan dari sudut Ketuhanan
Adanya pandangan dari sudut keagamaan bahwa hukum adalah suatu aturan yang bersumber pada aturan Tuhan yang diturunkan melalui pemerintahan negara sebagai wakil Tuhan di dunia. Oleh karena itu, negara wajib memelihara dan melaksanakan hukum dengan cara setiap pelanggaran terhadap hukum wajib dibalas setimpal dengan pidana bagi pelanggarnya. Keadilan ketuhanan yang dicantumkan dalam undang-undang duniawi harus dihormati dan barang siapa yang melanggar harus dipidana oleh negara selaku wakil Tuhan dengan sekeras-kerasnya. Pandangan ini dianut oleh Thomas van Aquino, Stahl, dan Rambonet.
b. Pandangan dari sudut etika
Pandangan ini berasal dari Immanuel Kant.Menurut rasio, tiap kejahatan itu haruslah diikuti oleh suatu pidana. Menjatuhkan pidana yang sebagai sesuatu yang dituntut oleh keadilan etis merupakan syarat etika. Pemerintahan negara mempunyai hak untuk menjatuhkan pidana dalam rangka memenuhi keharusan yang dituntut oleh etika tersebut. Penjatuhan pidana ini harus dilakukan meskipun tidak ada manfaat bagi masyarakat maupun yang bersangkutan. Teori ini dikenal dengan de
c. Pandangan alam pikiran dialektika
Pandangan ini berasal dari Hegel.Menurutnya, pidana harus ada sebagai reaksi dari setiap kejahatan. Hukum atau keadilan merupakan suatu kenyataan. Jika seseorang melakukan kejahatan atau penyerangan terhadap keadilan, berarti ia mengingkari kenyataan adanya hukum. Oleh karena itu, harus diikuti oleh suatu pidana berupa ketidakadilan terhadap pelakunya untuk mengembalikan menjadi suatu keadilan atau kembali tegaknya hukum. Teori ini disebut dengan de dialektische vergeldings
theorie.
d. Pandangan Aesthetica
Menurut Herbart, pandangan ini berpangkal pada pikiran bahwa apabila kejahatan tidak dibalas maka,akan menimbulkan rasa tidak puas pada masyarakat. Agar kepuasan masyarakat dapat dicapai maka, harus dibalas dengan penjatuhan pidana yang setimpal pada penjahat pelakunya. Setimpal artinya pidana harus dirasakan sebagai penderitaan yang sama berat atau besar dengan penderitaan korban atau masyarakat.
e. Pandangan dari Heymans
Pandangan dalam hal pidana yang berupa pembalasan menurut Heymans didasarkan ada niat pelaku. Ia menyatakan bahwa setiap niat yang tidak bertentangan dengan kesusilaan dapat dan layak diberikan kepuasaan, tetapi niat yang bertentangan dengan kesusilaan tidak perlu diberi kepuasan. Tidak diberi kepuasan ini berupa penderitaan yang adil.Segala sesuatu yang bertentangan dengan kesusilaan tidak boleh
dicapai orang. Pandangan ini tidak bersifat membalas apa yang telah terjadi, tetapi penderitaan itu lebih bersifat pencegahan (preventif).
f. Pandangan dari Kranenburg
Teori ini didasarkan pada asas keseimbangan. Karena ia mengemukakan mengenai pembagian syarat-syarat untuk mendapatkan keuntungan dan kerugian maka, terhadap hukum tiap-tiap anggota masyarakat mempunyai suatu kedudukan yang sederajat. Tetapi, mereka yang sanggup mengadakan syarat istimewa akan juga mendapatkan keuntungan atau kerugian sesuai dengan syarat-syarat yang terlebih dahulu diadakannya. Berdasarkan hal itu, bila seseorang berbuat kejahatan yang berarti ia membuat suatu penderitaan istimewa bagi orang lain maka, sudahlah seimbang bahwa penjahat itu diberi penderitaan istimewa yang besarnya sama dengan penderitaan yang dilakukannya terhadap orang lain.
2. Teori Relatif
Teori ini berpangkal pada dasar bahwa pidana adalah alat untuk menegakkan tata tertib (hukum) dalam masyarakat. Tujuan pidana adalah tata tertib masyarakat, dan untuk menegakkan tata tertib itu diperlukan pidana.
Untuk mencapai tujuan ketertiban masyarakat tadi maka, pidana itu mempunyai tiga macam sifat, yaitu:
a. Bersifat menakut-nakuti (afschrikking)
c. Bersifat membinasakan (onschadelijk maken) 3. Teori Gabungan
Teori ini mendasarkan pidana pada asas pembalasan dan asas pertahanan tata tertib masyarakat. Dengan kata lain dua alasan itu menjadi dasar dari penjatuhan pidana. Teori gabungan ini dapat dibedakan menjadi dua golongan besar, yaitu:
a. Teori gabungan yang mengutamakan pembalasan
Teori ini didukung oleh Pompe, yang berpandangan bahwa pidana tiada lain adalah pembalasan pada penjahat, tetapi juga bertujuan untuk mempertahankan tata tertib hukum agar kepentingan umum dapat diselamatkan dan terjamin dari kejahatan. Pidana yang besifat pembalasan itu dapat dibenarkan apabila bermanfaat bagi pertahanan tata tertib (hukum) masyarakat.
Zevenbergen berpandangan bahwa makna setiap pidana adalah suatu pembalasan, tetapi mempunyai maksud melindungi tata tertib hukum sebab pidana itu adalah mengembalikan dan mempertahankan ketaatan ada hukum dan pemerintahan. Pidana baru dijatuhkan jika memang tidak ada jalan lain untuk mempertahankan tata tertib hukum itu.
b. Teori gabungan yang mengutamakan perlindungan tata tertib masyarakat
Menurut simons, dasar primer pidana adalah pencegahan umum, dasar sekundernya adalah pencegahan khusus. Pidana terutama ditujukan pada pencegahan umum yang terletak pada ancaman pidananya dalam UU.
Apabila hal ini tidak cukup kuat dan tidak efektif dalam hal pencegahan umum itu maka, barulah diadakan pencegahan khusus yang terletak dalam hal menakut-nakuti, memperbaiki, dan membuat tidak berdayanya penjahat.Dalam hal ini perlu diingat bahwa pidana yang dijatuhkan harus sesuai dengan hukum dari masyarakat.
Menurut Thomas Aquino, dasar pidana ialah kesejahteraan umum. Untuk adanya pidana, harus ada kesalahan pada pelaku perbuatan, dan kesalahan itu hanya terdapat pada perbuatan-perbuatan yang dilakukan dengan sukarela. Pidana yang dijatuhkan pada orang yang melakukan dengan sukarela inilah bersifat pembalasan. Sifat membalas pidana adalah sifat umum pidana, tetapi bukan tujuan dari pidana sebab tujuan pidana pada hakikatnya adalah perlindungan tata tertib masyarakat.
1.8 Metode Penelitian
Metode penelitian dalam penulisan skripsi sangat di perlukan sebagai bentuk penulisan karya ilmiah yang dapat dipertanggung jawabkan.Dalam membuat karya ilmiah diperlukan penelitian dalam mencari fakta dalam ilmu hukum dengan didukung oleh sekumpulan bahan hukum. Untuk memperoleh bahan hukum yang tepat dan akurat maka, dilakukan langkah – langkah pengumpulan bahan hukum dengan menggunakan metode sebagai berikut :
1.8.1 Jenis penelitian
Penelitian tentang “Pro dan Kontra Pidana Mati Terhadap Pelaku Tindak
menggunakan jenis penelitian yuridis normatif yang bahan hukumnya diperoleh dari buku, jurnal, artikel, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan pembahasan. Soejono soekanto lebih senang menyebut penelitian hukum doctrinal dengan penelitian yuridis normatif yang diberi makna sebagai suatu penelitian hukum
yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau bahan hukum sekunder.8
1.8.2 Sifat Penelitian
Sifat penelitian yang digunakan adalah penelitian yang bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang memaparkan atau menggambarkan secara jelas mengenai aspek – aspek yang akan diteliti yakni tentang Pro dan Kontra Pidana Mati Terhadap Pelaku Tindak Pidana Narkotika (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Denpasar).
1.8.3 Sumber Bahan Hukum
Adapun sumber bahan hukum yang di gunakan dalam penelitian ini yaitu : 1. Bahan Hukum Primer
a. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 b. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
c. Undang-undang no 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
d. Undang-undang no 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
e. Buku-buku tentang Pidana, Narkotik dan Hak Asasi Manusia
8
2. Bahan Hukum Sekunder
a. Hasil penelitian yang pernah dilakukan b. Karya ilmiah dari pakar hukum
3. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier adalah bahan yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus (hukum) dan internet.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode normatif karena penelitian ini menganalisis beberapa kasus-kasus yang terjadi terkait dengan tindak pidana narkotika, mempelajari bahan-bahan hukum sebagai acuan dalam penyelesaian masalah penelitian, dan peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan pemerintah, yang akan dikaji berdasarkan teori-teori dan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku.
Untuk memperoleh sumber bahan hukum di atas maka, digunakan pendekatan dengan cara sebagai berikut :
1. Pendekatan Perundang-Undangan (Satatute Approach)
Pendekatan perundang-undangan (satatute approach) dilakuan dengan mengkaji semua undang-undang dan pengaturan yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.
2. Pendekatan Kasus ( case approach )
Yang dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, sebagai kajian pokok di
dalam pendekatan kasus dalam pertimbangan pengadilan untuk sampai
kepada suatu putusan.9
1.8.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Data yang ada dalam penulisan skripsi ini dikumpulkan melalui cara studi kepustakaan yang berarti mempelajari dan menganalisa buku-buku, peraturan perundang-undangan, juga sumber-sumber bacaan lain yang terkait
dengan permasalahan dalam penulisan skripsi ini.
Selain itu, untuk teknik pengumpulan bahan hukummya digunakan teknik dokumenter yakni, teknik untuk mengkaji dan mengumpulkan tentang berbagai
dokumen-dokumen yang sudah ada10. Dalam hal ini dokumen yang dimaksud
adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-undang Dasar dan Putusan Pengadilan yang menjatuhi putusan pidana mati terkait kasus yang dianalis.
1.8.5 Teknik Analisis
Sesuai dengan sifat penelitian hukum normatif, maka dalam penelitian ini yang dianalisis bukanlah data, tetapi bahan hukum yang diperoleh lewat penelusuran dengan metode sebagaimana disebutkan di atas. Analisis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah setelah bahan-bahan hukum dikumpulkan, kemudian diolah dan dianalisis secara hukum.
9
Imoetlah.blogspot.com/2012/01/pendekatan-dalam-penelitian-hukum.html?m=1, Diakses terakhir
sabtu, 20 Juni 2015
10
Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, 2006, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 53