• Tidak ada hasil yang ditemukan

Abstrak. Kata Kunci: Keaneragaman Budaya, Kebhinekaan,Kesatuan. Abstract

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Abstrak. Kata Kunci: Keaneragaman Budaya, Kebhinekaan,Kesatuan. Abstract"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak

Keanekaragaman budaya atau "keragaman budaya" adalah keyakinan bahwa keberadaannya ada di bumi Indonesia. Keanekaragaman budaya di Indonesia adalah sesuatu yang tidak bisa dipungkiri adanya. Dalam konteks pemahaman masyarakat majemuk, selain budaya kelompok etnis, masyarakat Indonesia juga terdiri dari berbagai budaya kelompok etnis yang ada di daerah tersebut. Mereka juga tinggal di daerah dengan berbagai kondisi geografis. Mulai dari pegunungan, tepi hutan, pesisir, dataran rendah, pedesaan, hingga daerah perkotaan. Ini juga berkaitan dengan berbagai tingkat peradaban dari berbagai kelompok etnis dan masyarakat di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode normatif,sehingga data yang diambil ialah dari buku-buku dan jurnal-jurnal yang ada.Hasil dari penelitian ini timbul permasalah yaitu Kapan ditetapkannya penerapan Kesatuan dalam Keanekaragaman, dan Implementasi Simbol Kesatuan dalam Keanekaragaman Bagaimana Sejarah Perjalanan tentang Bhineka Tunggal Ika sebagai bentuk identitas Bangsa Indonesia. Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini ialah Pemahaman nilai-nilai Bhinneka-Tunggal Ika dalam masyarakat Indonesia dapat wujud secara integral dengan kerjasama seluruh komponen bangsa, baik oleh pemerintah selaku penyelenggara negara maupun setiap insan pribadi warga dan Peningkatan pemahaman terhadap kemajemukan sosial budaya sebagai pencitraan dari budaya bangsa Indonesia yang semakin dewasa merupakan upaya membangun citra diri didasarkan aktualisasi pemahaman nilai-nilai ke-Bhinneka-an yang dimiliki, dapat menjadi investasi yang diandalkan pada pelaksanaan pembangunan nasional sebagai salah satu pilar demokrasi.

Kata Kunci: Keaneragaman Budaya, Kebhinekaan,Kesatuan. Abstract

Cultural diversity was belief that existence exists on Indonesian soil. Cultural diversity in Indonesia was something undeniable. In the context of understood of plural society, in addition to ethnic group culture, Indonesian society also consists of various cultures of ethnic groups exist in the area. They also lived in areas with different geographical conditions. Start from the mountains, the edge of the forest, coastal, lowland, rural, to urban areas. It also deals with different levels of civilization from different ethnic groups and communities in Indonesia. This research used normative method, so that the data was taken from the books and journals that exist. The result of this research arised the problem were when the application of unity in diversity and implementation of unity symbol in diversity, and how travel history about Bhineka Tunggal Ika as form of identity of the Indonesian Nation. The conclusion of this research was understood of Bhinneka-Tunggal Ika's principles in Indonesian society was realized integrally with the cooperation of all components of the nation, both by the government as the implementation of the state, and every individual personal and enhancement of understood of the social-cultural pluralism as the image of Indonesian nation's culture maturity was an effort to build self-image based on the actualization of understood the principles of diversity was owned become a reliable investment in the implementation of national development as one of the pillars of democracy.

(2)
(3)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara kesatuan yang penuh keragaman. Indonesia mempunyai beragam budaya, bahasa daerah, ras, kelompok etnis, agama dan kepercayaan, dan lain-lain. Bhineka Tunggal Ika (Bhinneka Tunggal Ika) yang berarti berbeda tapi tetap satu.

Keanekaragaman budaya atau "keragaman budaya" adalah keyakinan bahwa keberadaannya ada di bumi Indonesia. Keanekaragaman budaya di Indonesia adalah sesuatu yang tidak bisa dipungkiri adanya. Dalam konteks pemahaman masyarakat majemuk, selain budaya kelompok etnis, masyarakat Indonesia juga terdiri dari berbagai budaya kelompok etnis yang ada di daerah tersebut. Mereka juga tinggal di daerah dengan berbagai kondisi geografis. Mulai dari pegunungan, tepi hutan, pesisir, dataran rendah, pedesaan, hingga daerah perkotaan. Ini juga berkaitan dengan berbagai tingkat peradaban dari berbagai kelompok etnis dan masyarakat di Indonesia.

Rapat dengan budaya luar juga mempengaruhi proses asimilasi budaya di Indonesia. Belakangan juga berkembang dan meluasnya agama-agama besar di Indonesia juga mendukung perkembangan budaya Indonesia sehingga bisa mencerminkan budaya keagamaan tertentu. Bisa dikatakan bahwa Indonesia adalah satu negara dengan tingkat keanekaragaman budaya atau tingkat heterogenitas yang tinggi. Tidak hanya keragaman budaya kelompok etnis tapi juga keragaman budaya dalam konteks peradaban, tradional hingga modern, dan teritorial. Dengan keragaman budayanya, Indonesia dapat dikatakan memiliki kelebihan dibanding negara lain.

Sejarah membuktikan bahwa budaya di Indonesia mampu hidup berdampingan, saling melengkapi, dan berjalan secara paralel. Misalnya, budaya istana atau kerajaan yang berdiri sejajar dengan budaya berburu mengumpulkan kelompok orang tertentu. Dalam konteks kontemporer kita dapat melihat bagaimana budaya urban dapat berjalan sejajar dengan budaya pedesaan, bahkan dengan budaya berburu yang jauh dari jalur. Hubungan antarbudaya ini dapat bekerja dalam kerangka "Persatuan dalam Keanekaragaman", yang dapat kita maksudkan bahwa konteks keragaman tidak termasuk keanekaragaman kelompok etnis tetapi juga konteks budaya.

(4)

Masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk yang memiliki karakteristik unik yang bisa dilihat dari budaya gotong royong, teposliro, budaya menghormati orang tua (kissing

hands), dan sebagainya.

Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan negara, diangkat dari karya Suntasoma Mpu Tantular di Kekaisaran Majapahit (abad ke-14) secara harfiah ditafsirkan sebagai bercerai tapi satu (berbeda tapi tetap satu). Moto ini digunakan sebagai ilustrasi identitas alami Indonesia, dan dibangun secara sosial budaya berdasarkan keragaman. Bhinneka Tunggal Ika adalah slogan nasional yang terdaftar dan merupakan bagian dari simbol negara Indonesia, Garuda Pancasila. Sebagai motto bangsa, makna Bhinneka Tunggal Ika adalah karakter pembentuk dan identitas nasional. Bhinneka Tunggal Ika sebagai wujud karakter dan identitas nasional masyarakat yang memahami bahwa Indonesia yang pluralistik memiliki kebutuhan akan ikatan dan identitas yang sama.

Bhinneka Tunggal Ika pada dasarnya adalah gambaran persatuan geopolitik dan geo-budaya di Indonesia, yang berarti ada keragaman dalam agama, ideologi, ideologi, etnis dan bahasa.Keragaman Indonesia bukan hanya mitos, tapi kenyataan yang ada di depan mata kita. Kita harus menyadari bahwa pikiran dan budaya orang Jawa berbeda dengan Minang, Papua, Dayak, Sunda dan lainnya. Pemimpin elit dari kota besar dan kota besar dapat melihat Indonesia berdasarkan jiwa, perasaan dan adat istiadat setempat. Ini saja menunjukkan bahwa perspektif kita di Indonesia berbeda. Jadi tanpa keinginan untuk menerima dan menghargai keragaman maka sulit mewujudkan kesatuan dan kesatuan bangsa. Apa yang dilakukan oleh pendahulu bangsa ini dengan membangun kesadaran nasionalisme atau nasionalisme adalah upaya untuk menjaga loyalitas dan dedikasinya kepada bangsa.

Keragaman Indonesia bukanlah mitos, namun kenyataan yang ada di depan mata kita. Kita harus menyadari bahwa cara berpikir dan budaya Jawa berbeda dengan Minang, Papua, Dayak, Sunda dan lainnya. Pemimpin elit dari kota-kota besar dan kota-kota besar dapat melihat Indonesia secara global sebagai pemimpin nasional elit budaya lokal tertentu yang melihat Indonesia berdasarkan jiwanya, perasaan dan adat istiadat setempat. Ini saja menunjukkan bahwa perspektif kita di Indonesia berbeda. Jadi tanpa keinginan untuk menerima dan menghargai keragaman maka sulit mewujudkan kesatuan dan kesatuan bangsa. Apa yang dilakukan oleh pendahulu bangsa ini dengan membangun kesadaran nasionalisme atau nasionalisme adalah upaya untuk menjaga loyalitas dan dedikasinya kepada bangsa.Selama ini sifat nasionalisme kita

(5)

kurang operasional atau hanya berhenti pada tingkat konsep dan slogan politik. Nasionalisme dapat berfungsi sebagai ciptaan kesukuan, harus didukung agar memenuhi syarat setiap warga negara dalam suatu negara. Tradisi sebuah bangsa yang gagal memenuhi fungsi pemenuhan kebutuhan hidup akan kehilangan perannya sebagai penegak nasionalisme. Saat ini interpretasi nasionalisme baru dibutuhkan sebagai kesadaran kolektif di tengah pola hidup global yang baru dan terbuka. Batas fisik negara-bangsa yang terus mencairkan kesatuan negara kepulauan seperti Indonesia sangat rentan terhadap serapan budaya global yang tidak sesuai dengan tradisi negara. Selain itu, tentu saja, otonomi daerah yang tidak tepat akan melemahkan kesadaran kolektif nasionalisme di bawah naungan nasionalisme.

Konstitusi Republik Indonesia mengungkapkan legitimasi Bangsa. Faktanya diilustrasikan dalam simbol keadaan "Bhineka Tunggal Ika". Keragaman masyarakat dan bangsa Indonesia telah menjadi fondasi perjuangan nasional awal abad ke-20. Oleh karena itu, integrasi nasional bangsa Indonesia juga harus berada di tengah masyarakat Indonesia yang majemuk karena masyarakatnya yang majemuk. Agar identitas bangsa Indonesia di mata dunia yang terkenal dengan berbagai kebangsaannya (suku, bahasa, agama, dll) semboyan Bhinneka Tunggal Ika harus diwujudkan.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang kami gambarkan di atas, dapat diambil beberapa rumusan masalah untuk mendukung isi tulisan ini, antara lain:

1. Kapan ditetapkannya penerapan Kesatuan dalam Keanekaragaman, dan Implementasi Simbol Kesatuan dalam Keanekaragaman?

2. Bagaimana Sejarah Perjalanan tentang Bhineka Tunggal Ika sebagai bentuk identitas Bangsa Indonesia. ?

Tujuan penelitian

a. Untuk mengetahui kapan ditetapkannya penerapan kesatuan dalam keanekaragaman, dan implementasi simbol kesatuan dalam keanekaragaman

b. Untuk mengetahui sejarah perjalanan tentang bhineka tunggal ika sebagai bentuk identitas Bangsa Indonesia.

(6)

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang menitikberatkan pada bahan kepustakaan dan bahan hukum sekunder. Bahan-bahan hukum yang sudah dikelompokkan dan diklasifi- kasi, selanjutnya dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif. Dengan analisis kualitatif tersebut, maka analisis dalam tulisan ini akan bertumpu pada studi tekstual yaitu mengarahkan kerangka teoritik dalam menganalisis konseptualisasi pemaknaan nilai-nilai pancasila dalam pembangunan politik hukum administrasi pemerintahan.

(7)

BAB III PEMBAHASAN

1. Sejarah Kesatuan dalam Keanekaragaman

Awalnya, semboyan slogan resmi Negara Indonesia sangat panjang, yakni Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharmma Mangrwa. Semboyan Bhineka Tunggal Ika dikenal untuk pertama kalinya di era Majapahit kepemimpinan Wisnuwardhana. Perumusan slogan Bhineka Tunggal Ika dilakukan oleh Mpu Tantular di Sutasoma.

Perumusan slogan ini pada dasarnya adalah sebuah pernyataan kreatif dalam upaya mengatasi keragaman agama dan agama. Hal ini dilakukan sehubungan dengan berdirinya negara kerajaan Majapahit saat itu. Semboyan Negara Indonesia telah memberikan nilai inspirasional kepada sistem pemerintahan pada masa kemerdekaan. Bhineka Tunggal Ika telah menumbuhkan semangat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam buku Sutasoma, definisi Unity in Diversity lebih ditekankan pada perbedaan keyakinan dan keragaman agama yang ada di kalangan masyarakat Majapahit. Namun, sebagai motto Negara Kesatuan Republik Indonesia, konsep Bhineka Tungggal Ika tidak hanya perbedaan agama dan kepercayaan menjadi fokus, namun pengertiannya lebih luas. Bhineka Tunggal Ika sebagai semboyan Negara memiliki lingkup yang lebih luas, seperti perbedaan etnis, bangsa, budaya (adat istiadat), perbedaan pulau, dan tentu saja agama dan kepercayaan yang mengarah pada kesatuan dan kesatuan nusantara. Jika kata demi kata dijelaskan, Bhineka berarti berbeda, Single means One, dan Ika berarti itu. Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa meski berbeda, namun pada intinya satu. Dengan kata lain, semua perbedaan ada di Indonesia terhadap satu atau tujuan yang sama, bangsa dan negara Indonesia.

Berbicara tentang lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia, simbol Garuda Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika secara resmi dinyatakan sebagai bagian dari Negara Indonesia melalui Peraturan Pemerintah No. 66 tahun 1951 tanggal 17 Oktober 1951 dan telah diundangkan. pada tanggal 28 Oktober 1951 sebagai Lambang Negara. Upaya selama Majapahit dan selama pemerintahan Indonesia didasarkan pada pandangan yang sama, yaitu pemahaman tentang semangat rasa persatuan, kesatuan dan kebersamaan sebagai modal dasar untuk

(8)

menegakkan negara. Sementara itu, semboyan “Tan Hana Darma Mangrwa dipakai sebagai motto lambang Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas). Makna dari semboyan itu adalah “Tidak ada kebenaran yang bermuka dua”. Namun, Lemhanas kemudian mengubah semboyan tersebut mejadi yang lebih praktis dan ringkas, yaitu “Bertahan karena benar”. Makna “Tidak ada kebenaran bermuka dua” sebenarnya memiliki pengertian agar hendaknya manusia senantiasa berpegangan dan berlandaskan pada kebenaran yang satu.

Semboyan Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Darma Mangrwa adalaha ungkapan yang meamaknai kebenaran aneka unsur kepercayaan pada Majapahit. Tidak hanya Siwa dan Budha, tapi juga seajumlah aliran (sekte) yang sejak awal telah dikenal lebih duku sebagian besar anggota masyarakat Majapahit yang memiliki sifat majemuk.

Sehubungan dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika, cikal bakal dari Singasari, yakni pada masa Wisnuwardhana sang dhinarmeng ring Jajaghu, semboyan tersebut dan Candi Jago disempurnakan pada masa Kerajaan Majapahit. Oleh karena itu, kedua simbol tersebut lebih dikenal sebagai hasil peradaban masa Kerajaan Majapahit.

Dari segi agama dan kepercayaan, masyarakat Majapahit merupakan masyarakat yang majemuk. Selain adanya beberapa aliran agama dan kepercayaan yang berdiri sendiri, muncul juga gejala sinkretisme yang sangat menonjol antara Siwa dan Budha serta pemujaan terhadap roh leluhur. Namun, kepercayaan pribumi tetap bertahan. Bahkan, kepercayaan pribumi memiliki peranan tertinggi dan terbanyak di kalangan mayoritas masyarakat.

B. Penetapan Lambang Bhineka Tunggal Ika sebagai Pilar Bangsa Indonesia

Semboyan Bhinneka Tunggal Ika diungkapkan pertama kali oleh Mpu Tantular, pujangga agung kerajaan Majapahit yang hidup pada masa pemerintahan Raja Hayamwuruk, di abad ke empat belas (1350-1389). Sesanti tersebut terdapat dalam karyanya; kakawin Sutasoma yang berbunyi “Bhinna ika tunggal ika, tan hana dharma mangrwa, “ yang artinya “Berbeda-beda itu, satu itu, tak ada pengabdian yang mendua.” Semboyan yang kemudian dijadikan prinsip dalam kehidupan dalam pemerintahan kerajaan Majapahit itu untuk mengantisipasi adanya keaneka-ragaman agama yang dipeluk oleh rakyat Majapahit pada waktu itu. Meskipun mereka berbeda agama tetapi mereka tetap satu dalam pengabdian.

Pada tahun 1951, sekitar 600 tahun setelah pertama kali semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang diungkap oleh Mpu Tantular, ditetapkan oleh pemerintah Indonesia sebagai semboyan

(9)

resmi Negara Republik Indonesia dengan Peraturan Pemerintah No.66 tahun 1951. Peraturan Pemerintah tersebut menentukan bahwa sejak 17 Agustus 1950, Bhinneka Tunggal Ika ditetapkan sebagai seboyan yang terdapat dalam Lambang Negara Republik Indonesia, “Garuda Pancasila.” Kata “bhinna ika,” kemudian dirangkai menjadi satu kata “bhinneka”. Pada perubahan UUD 1945 yang kedua, Bhinneka Tunggal Ika dikukuhkan sebagai semboyan resmi yang terdapat dalam Lambang Negara, dan tercantum dalam pasal 36a UUD 1945 yang menyebutkan : ”Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika”. Dengan demikian, Bhinneka Tunggal Ika merupakan semboyan yang merupakan kesepakatan bangsa, yang ditetapkan dalam UUDnya. Oleh karena itu untuk dapat dijadikan acuan secara tepat dalam hidup berbangsa dan bernegara, makna Bhinneka Tunggal Ika perlu difahami secara tepat dan benar untuk selanjutnya difahami bagaimana cara untuk mengimplementasikan secara tepat dan benar pula.

Bhinneka Tunggal Ika berisi konsep pluralistik dan multikulturalistik dalam kehidupan yang terikat dalam suatu kesatuan. Prinsip pluralistik dan multikulturalistik adalah asas yang mengakui adanya kemajemukan bangsa dilihat dari segi agama, keyakinan, suku bangsa, adat budaya, keadaan daerah, dan ras. Kemajemukan tersebut dihormati dan dihargai serta didudukkan dalam suatu prinsip yang dapat mengikat keanekaragaman tersebut dalam kesatuan yang kokoh. Kemajemukan bukan dikembangkan dan didorong menjadi faktor pemecah bangsa, tetapi merupakan kekuatan yang dimiliki oleh masing-masing komponen bangsa, untuk selanjutnya diikat secara sinerjik menjadi kekuatan yang luar biasa untuk dimanfaatkan dalam menghadapi segala tantangan dan persoalan bangsa.

Suatu masyarakat yang tertutup atau eksklusif sehingga tidak memungkinkan terjadinya perkembangan tidak mungkin menghadapi arus globalisasi yang demikian deras dan kuatnya, serta dalam menghadapi keanekaragaman budaya bangsa. Sifat terbuka yang terarah merupakan syarat bagi berkembangnya masyarakat modern. Sehingga keterbukaan dan berdiri sama tinggi serta duduk sama rendah, memungkinkan terbentuknya masyarakat yang pluralistik secara ko-eksistensi, saling hormat menghormati, tidak merasa dirinya yang paling benar dan tidak memaksakan kehendak yang menjadi keyakinannya kepada pihak lain. Segala peraturan perundang-undangan khususnya peraturan daerah harus mampu mengakomodasi masyarakat yang pluralistik dan multikutural, dengan tetap berpegang teguh pada dasar negara Pancasila dan UUD 1945. Suatu peraturan perundang-undangan, utamanya peraturan daerah yang memberi

(10)

peluang terjadinya perpecahan bangsa, atau yang semata-mata untuk mengakomodasi kepentingan unsur bangsa harus dihindari. Suatu contoh persyaratan untuk jabatan daerah harus dari putra daerah, menggambarkan sempitnya kesadaran nasional yang semata-mata untuk memenuhi aspirasi kedaerahan, yang akan mengundang terjadinya perpecahan. Hal ini tidak mencerminkan penerapan prinsip Bhinneka Tunggal Ika. Dengan menerapkan nilai-nilai tersebut secara konsisten akan terwujud masyarakat yang damai, aman, tertib, teratur, sehingga kesejahteraan dan keadilan akan terwujud.

C. Penerapan Bhineka Tunggal Ika

Pemahaman nilai-nilai ke Bhinneka Tunggal Ika-an masyarakat multikultural/majemuk sebagai pilar nasionalisme, sekaligus untuk memberi wacana dan sumbang saran kepada semua pihak, terutama para pelaksana dan penentu kebijakan diberbagai instansi tekait, agar dapat dijadikan tambahan acuan dalam menentukan peraturan berkaitan dengan aktualisasi pemahaman nilai-nilai ke-Bhinneka Tunggal Ika-an oleh masyarakat multikultural sebagai pilar nasionalisme yang kokoh dan trengginas dalam menghadapi perubahan global kalimat yang terpampang pada pita putih yang tercengkeram oleh kaki burung garuda, lambang negara Indonesia yaitu BHINNEKA TUNGGAL IKA memiliki makna yang menggambarkan keragaman yang dimiliki bangsa Indonesia, meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya merupakan satu kesatuan Indonesia. Bhinneka tunggal ika yang berarti berbeda tetapi satu, bila ditengok dari asal usul kalimatnya yang tertuang dalam syair kitab sutasoma adalah penggambaran dari dua ajaran atau keyakinan yang berbeda kala itu, namun pada dasarnya memiliki satu kesamaan tujuan.

Empu Tantular sebagai pencetus kalimat yang tertuang itu tentunya memahami benar arti dan makna yang tersimpan di dalamnya. Walaupun kalimat itu merupakan bentuk pernyataan beliau dari suatu keadaan yang sedang dialami, namun kenyataannya dapat diterapkan dan diterima hingga saat sekarang ini. Dan memang seperti itulah seorang yang populis, berani menyampaikan sesuatu yang belum pernah diperdengarkan sebelumnya dan menyampaikan dengan bahasa yang populer, yaitu bahasa yang bisa diterima saat itu, saat ini dan suatu saat yang akan datang.

Hanya orang bijaklah yang mampu menyampaikan kata-katanya dengan bahasa yang dapat dipahami atau dimengerti oleh masing-masing pendengar atau pembacanya sesuai tingkat pemahamannya masing-masing. Sangat beragam juga bila kita dapat mengartikan bhinneka

(11)

tunggal ika dalam perwujudan sehari-hari. Bhinneka tunggal ika dalam kehidupan sehari-hari seringkali ditemui, namun untuk memahaminya terkadang masih terasa sulit, apalagi mengakuinya. Ada ungkapan yang menyatakan “perbedaan adalah rahmat” dan inipun terkadang menjadi bahan perdebatan.

Matahari dan bulan itu berbeda akan tetapi saling menerangi bumi, siang dan malam itu berbeda tetapi saling melengkapi hari, laki-laki dan perempuan beda tapi saling mengisi dalam kehidupan, salah dan benar, baik dan buruk yang Tuhan ciptakan tentu tidak dapat disangkal, lalu mengapa Tuhan ciptakan itu semua? Apabila perbedaan itu seharusnya tidak perlu ada, apakah kemudian kita berpikir bagaimana sebaiknya Tuhan? Mengakui perbedaan terkadang terasa sulit seperti halnya mengakui kebenaran orang lain daripada melihat sisi salahnya. Tangan dan kaki, telinga dan mata, yang kanan dan kiri memiliki bentuk dan fungsi yang berbeda tetapi saling menyempurnakan bentuk manusia itu secara utuh. Ketika dalam satu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anaknya masing-masing memiliki perbedaan pendapat apakah itu tidak boleh? dan apabila si anak memiliki keinginan yang bertentangan dengan orang tuanya apakah kemudian menjadikan terputusnya hubungan darah? Kemudian apabila alam semesta yang beraneka ragam ini tercipta karena adanya hubungan Tuhan dengan ciptaan-Nya, apakah akan menjadikan putusnya hubungan, apabila ciptaan tidak mengakui penciptanya? Perbedaan adalah kenyataan yang tidak bisa terelakan lagi, mulai dalam diri sendiri, keluarga, masyarakat, negara atau dunia.

Jika kita perhatikan malam yang digantikan siang, ini berjalan selaras tidak saling mendahului tentu terasa sempurna hari yang terlewati, oleh karena keselarasan itu maka dalam pertemuan malam dengan siang terlahir fajar yang indah, begitu pula siang yang digantikan malam tercipta senja yang penuh misteri, hal itu terwujud karena adanya keselarasan alam yang berbeda tetapi bersatu menciptakan hari.Lalu bagaimana dengan perbedaan diantara kita, apakah bisa berjalan selaras agar tercipta kedamaian?

Para pendiri bangsa Indonesia terdahulu tentu memiliki harapan yang sangat besar dengan menjadikan kalimat “BHINNEKA TUNGGAL IKA” ini sebagai simbolis Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan memahami arti dan makna yang terkandung didalamnya serta dengan mewujudkan dalam kehidupan sehari-hari mulai dari diri sendiri, berharap bangsa ini berjalan dengan selaras dan tumbuh menjadi bangsa yang besar.

(12)

Bangsa Indonesia menjadikan Pancasila sebagai landasan ideologi yang berjiwa persatuan dan kesatuan wilayah dengan tetap menghargai serta menghormati ke-Bhinneka Tunggal Ika-an (persatuan dalam perbedaan) untuk setiap aspek kehidupan nasional guna mencapai tujuan nasional. Artinya, sudah menjadi hal yang tidak dapat dinafikan bahwa masyarakat Indonesia itu jamak, plural, dan daerah yang beragam, terdiri dari berbagai macam suku, bahasa, adat-istiadat dan kebiasaan, agama, kepercayaan kekayaan yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Oleh karena itu nilai-nilai ke-Bhinneka Tunggal Ika-an harus diwujudkan dan diaktualisasikan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Implementasinya dalam kehidupan nasional adalah, memahami kemajemukan sosial dan budaya atau multikulturalisme sebagai dasar untuk membangun kehidupan bermasyarakat, bernegara dan berbangsa. Pemahaman terhadap nilai-nilai ke-Bhinneka Tunggal Ika-an dimaksud adalah menerapkan atau melaksanakan nilai-nilai Ke-Bhinneka Tunggal Ika-an dalam kehidupan sehari-hari, baik secara individu, kelompok masyarakat, dan bahkan secara nasional, mencakup kehidupan politik, ekonomi, sosial dan budaya, serta pertahanan nasional di seluruh lapisan masyarakat yang jumlahnya besar (sekitar 230 juta jiwa) dan beragam, sehingga tercipta stabilitas nasional yang kondusif untuk pembangunan masyarakat sejahtera, adil-makmur dan merata.

Sepanjang era reformasi Indonesia menampilkan banyak kesaksian peristiwa yang menunjukkan perubahan kehidupan warga, baik secara individu atau kelompok, dalam berkehidupan kemasyarakatan, kehidupan berkenegaraan, dan kehidupan berkebangsaan Faktor utama mendorong terjadinya proses perubahan tersebut adalah pemahaman nilai-nilai ke-Bhinneka Tunggal Ika-an, baik oleh rakyat, dan bahkan pemimpin atau penguasa mengindikasikan gejala memudar. Kondisi ini dapat dilihat dari kecenderungan terjadinya konflik antar individu, kelompok masyarakat yang berbeda agama, ras, suku/etnik, budaya, dan berbeda kepentingan, serta rendahnya moral penguasa seperti banyaknya kepala daerah dan anggota dewan yang terjerat hukum akibat korupsi.

Berkaitan dengan pemahaman nilai-nilai ke-Bhinneka Tungal Ika-an yang syarat dengan integrasi nasional dalam masyarakat multikultural, nilai-nilai budaya bangsa sebagai keutuhan, kesatuan, dan persatuan negara bangsa harus tetap dipelihara sebagai pilar nasionalisme. Jika hal ini tidak wujud, apakah persatuan dan kesatuan bangsa itu akan lenyap tanpa bekas, atau akan tetap kokoh dan mampu bertahan dalam terpaan nilai-nilai global yang menantang kesatuan negara bangsa (union state) Indonesia? Bagamanakah mengaktualisasikan pemahaman nilai-nilai

(13)

ke Bhinnekatunggal Ikaan Hal inilah yang menjadi permasalahan dalam kajian ini agar terwujud dan terpelihara secara langgeng integrasi sebagai pilar nasionalisme

Ada beberapa cara untuk menjadikan Bhinneka Tunggal Ika lebih membumi dalam pribadi masyarakat yang heterogen ini, salah satunya yaitu dengan identitas sosial mutual differentiation model dari Brewer & Gaertner (2003) yang diterapkan pada diri setiap Individu dalam bangsa ini. Mutual differentiation model adalah suatu model dimana seseorang atau kelompok tertentu yang mempertahankan identitas asal (kesukuan atau daerah) namun secara bersamaan kesemua kelompok tersebut juga memiliki suatu tujuan bersama yang pada akhirnya mempersatukan mereka semua.

Model ini akan memunculkan identitas ganda yang bersifat hirarkis, dengan artian seseorang tidak akan melepaskan identitas asalnya dan memiliki suatu identitas bersama yang lebih tinggi nilainya. Sebagai contoh seseorang tidak melupakan asalnya sebagai orang Minang, namun memiliki suatu kesatuan bersama yang lebih diutamakan yaitu sebagai rakyat Indonesia. Dengan demikian identitas kesukuan atau daerah lebih rendah nilai dan keutamaannya daripada identitas nasional, Sesuai dengan makna Bhinneka Tunggal Ika itu sendiri, dimana persatuan adalah harga mati.

Pada masa kepemimpinan Ir.Soekarno, beliau pernah melakukan usaha mempersatukan seluruh bangsa dengan jargon “Ganyang Malaysia”, “Amerika kita Seterika”, “Jepang kita Panggang”, dan “Inggris kita Linggis” dimana pada kesempatan tersebut beliau menebar propaganda bahwa setiap warga negara Indonesia memiliki musuh bersama yaitu Malaysia, Jepang, Amerika dan Inggris.

Dengan adanya Ultimate Goal maka persatuan akan semakin kuat dikarenakan tumbuhnya perasaan senasib-sepenanggungan dalam masyarakat sebangsa dan setanah air. Perasaan, semangat dan tujuan seperti itulah yang akan membuat masyarakat heterogen menjadi bersatu, membentuk suatu identitas sosial nasional yang lebih kuat daripada kepentingan kelompok, golongan dan pribadi.

Dengan mengakui perbedaan dan menghormati perbedaan itu sendiri ditambah kuatnya mempertahankan ikrar satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa merupakan suatu model identitas sosial yang sangat baik dalam bangsa ini. Sehingga terjalin kerjasama antar semua golongan tanpa pernah menyinggung perbedaan karena memiliki suatu tujuan utama dan kebanggaan bersama atas persatuan bangsa.

(14)

Toleransi dalam konteks kehidupan berbangsa adalah sikap menghargai satu sama lain, melarang adanya dikriminasi dan ketidak-adilan dari kelompok mayoritas terhadap minoritas, baik secara suku, budaya dan agama dengan tujuan untuk mewujudkan cita-cita luhur bersama. Selain masalah kebangsaan, tantangan kedepan pada masa mendatang dari bangsa ini adalah menghadapi era globalisasi ekonomi, kapitalisme yang menggurita, imperialis, orientalis, penyusupan paham-paham menyimpang dari pihak luar, serta dari dalam negeri sendiri seperti pengkhianatan, fundamentalis dan ‘barisan sakit hati’ yang bertujuan memperkeruh keadaan, menyulut konflik dan kesenjangan sehingga terjadi aksi-aksi dengan hasil keadaan yang menjauhkan kita dari jalur pencapaian cita-cita luhur.

D. Implementasi Bhineka Tunggal Ika dan Cita-Cita Luhur Bangsa Indonesia

Untuk dapat mengimplementasikan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dipandang perlu untuk memahami secara mendalam prinsip-prinsip yang terkandung dalam Bhinneka Tunggal Ika. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut :

Dalam rangka membentuk kesatuan dari keaneka ragaman tidak terjadi pembentukan konsep baru dari keanekaragaman konsep-konsep yang terdapat pada unsur-unsur atau komponen bangsa. Suatu contoh di negara tercinta ini terdapat begitu aneka ragam agama dan kepercayaan. Dengan ke-tunggalan Bhinneka Tunggal Ika tidak dimaksudkan untuk membentuk agama baru. Setiap agama diakui seperti apa adanya, namun dalam kehidupan beragama di Indonesia dicari common denominator, yakni prinsip-prinsip yang ditemui dari setiap agama yag memiliki kesamaan, dan common denominator ini yang kita pegang sebagai ke-tunggalan, untuk kemudian dipergunakan sebagai acuan dalam hidup berbangsa dan bernegara. Demikian pula halnya dengan adat budaya daerah, tetap diakui eksistensinya dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berwawasan kebangsaan. Faham Bhinneka Tunggal Ika, yang oleh Ir Sujamto disebut sebagai faham Tantularisme, bukan faham sinkretisme, yang mencoba untuk mengembangkan konsep baru dari unsur asli dengan unsur yang datang dari luar.

Bhinneka Tunggal Ika tidak bersifat sektarian dan eksklusif; hal ini bermakna bahwa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tidak dibenarkan merasa dirinya yang paling benar, paling hebat, dan tidak mengakui harkat dan martabat pihak lain. Pandangan sektarian dan eksklusif ini akan memicu terbentuknya keakuan yang berlebihan dengan tidak atau kurang memperhitungkan pihak lain, memupuk kecurigaan, kecemburuan, dan persaingan yang tidak sehat. Bhinneka

(15)

Tunggal Ika bersifat inklusif. Golongan mayoritas dalam hidup berbangsa dan bernegara tidak memaksakan kehendaknya pada golongan minoritas.

Bhinneka Tunggal Ika tidak bersifat formalistis yang hanya menunjukkan perilaku semu. Bhinneka Tunggal Ika dilandasi oleh sikap saling percaya mempercayai, saling hormat menghormati, saling cinta mencintai dan rukun. Hanya dengan cara demikian maka keanekaragaman ini dapat dipersatukan. Bhinneka Tunggal Ika bersifat konvergen tidak divergen, yang bermakna perbedaan yang terjadi dalam keanekaragaman tidak untuk dibesar-besarkan, tetapi dicari titik temu, dalam bentuk kesepakatan bersama. Hal ini akan terwujud apabila dilandasi oleh sikap toleran, non sektarian, inklusif, akomodatif, dan rukun.

Prinsip atau asas pluralistik dan multikultural Bhinneka Tunggal Ika mendukung nilai:

inklusif, tidak bersifat eksklusif, terbuka, ko-eksistensi damai dan kebersamaan,kesetaraan,tidak merasa yang paling benar,toleransi,musyawarah disertai dengan penghargaan terhadap pihak lain yang berbeda.

Setelah kita fahami beberapa prinsip yang terkandung dalam Bhinneka Tunggal Ika, maka langkah selanjutnya adalah bagaimana prinsip-prinsip Bhinneka Tunggal Ika ini diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

1. Perilaku inklusif.

Dalam kehidupan bersama yang menerapkan semboyan Bhinneka Tunggal Ika memandang bahwa dirinya, baik itu sebagai individu atau kelompok masyarakat merasa dirinya hanya merupakan sebagian dari kesatuan dari masyarakat yang lebih luas. Betapa besar dan penting kelompoknya dalam kehidupan bersama, tidak memandang rendah dan menyepelekan kelompok yang lain. Masing-masing memiliki peran yang tidak dapat diabaikan, dan bermakna bagi kehidupan bersama.

2. Mengakomodasi sifat pluralistik.

Bangsa Indonesia sangat pluralistik ditinjau dari keragaman agama yang dipeluk oleh masyarakat, aneka adat budaya yang berkembang di daerah, suku bangsa dengan bahasanya masing-masing, dan menempati ribuan pulau yang tiada jarang terpisah demikian jauh pulau yang satu dari pulau yang lain. Tanpa memahami makna pluralistik dan bagaimana cara mewujudkan persatuan dalam keanekaragaman secara tepat, dengan mudah terjadi disintegrasi

(16)

bangsa. Sifat toleran, saling hormat menghormati, mendudukkan masing-masing pihak sesuai dengan peran, harkat dan martabatnya secara tepat, tidak memandang remeh pada pihak lain, apalagi menghapus eksistensi kelompok dari kehidupan bersama, merupakan syarat bagi lestarinya negara-bangsa Indonesia. Kerukunan hidup perlu dikembangkan dengan sepatutnya. Suatu contoh sebelum terjadi reformasi, di Ambon berlaku suatu pola kehidupan bersama yang disebut pela gandong, suatu pola kehidupan masyarakat yang tidak melandaskan diri pada agama, tetapi semata-mata pada kehidupan bersama pada wilayah tertentu. Pemeluk berbagai agama berlangsung sangat rukun, bantu membantu dalam kegiatan yang tidak bersifat ritual keagamaan. Mereka tidak membedakan suku-suku yang berdiam di wilayah tersebut, dan sebagainya. Sayangnya dengan terjadinya reformasi yang mengusung kebebasan, pola kehidupan masyarakat yang demikian ideal ini telah tergerus arus reformasi.

3. Tidak mencari menangnya sendiri.

Menghormati pendapat pihak lain, dengan tidak beranggapan bahwa pendapatnya sendiri yang paling benar, dirinya atau kelompoknya yang paling hebat perlu diatur dalam menerapkan Bhinneka Tunggal Ika. Dapat menerima dan memberi pendapat merupakan hal yang harus berkembang dalam kehidupan yang beragam. Perbedaan ini tidak untuk dibesar-besarkan, tetapi dicari titik temu. Bukan dikembangkan divergensi, tetapi yang harus diusahakan adalah terwujudnya konvergensi dari berbagai keanekaragaman. Untuk itu perlu dikembangkan musyawarah untuk mencapai mufakat.

4. Musyawarah untuk mencapai mufakat.

Dalam rangka membentuk kesatuan dalam keanekaragaman diterapkan pendekatan “musyawa-rah untuk mencapai mufakat.” Bukan pendapat sendiri yang harus dijadikan kesepakatan bersama, tetapi common denominator, yakni inti kesamaan yang dipilih sebagai kesepakatan bersama. Hal ini hanya akan tercapai dengan proses musyawarah untuk mencapai mufakat. Dengan cara ini segala gagasan yang timbul diakomodasi dalam kesepa-katan. Tidak ada yang menang tidak ada yang kalah. Inilah yang biasa disebut sebagai win win solution.

(17)

5. Dilandasi rasa kasih sayang dan rela berkorban.

Dalam menerapkan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara perlu dilandasi oleh rasa kasih sayang. Saling curiga mencurigai harus dibuang jauh-jauh. Saling percaya mempercayai harus dikembangkan, iri hati, dengki harus dibuang dari kamus Bhinneka Tunggal Ika. Hal ini akan berlangsung apabila pelaksanaan Bhnneka Tunggal Ika menerap-kan adagium “leladi sesamining dumadi, sepi ing pamrih, rame ing gawe, jer basuki mowo beyo.” Eksistensi kita di dunia adalah untuk memberikan pelayanan kepada pihak lain, dilandasi oleh tanpa pamrih pribadi dan golongan, disertai dengan pengorbanan. Tanpa pengorbanan, sekurang-kurangnya mengurangi kepentingan dan pamrih pribadi, kesatuan tidak mungkin terwujud. 6. Toleran dalam perbedaan.

Setiap penduduk Indonesia harus memandang bahwa perbedaan tradisi, bahasa, dan adat-istiadat antara satu etnis dengan etnis lain sebagai, antara satu agama dengan agama lain, sebagai aset bangsa yang harus dihargai dan dilestarikan. Pandangan semacam ini akan menumbuhkan rasa saling menghormati, menyuburkan semangat kerukunan, serta menyuburkan jiwa toleransi dalam diri setiap individu.

Bila setiap warga negara memahami makna Bhinneka Tunggal Ika, meyakini akan ketepatannya bagi landasan kehidupan berbangsa dan bernegara, serta mau dan mampu mengimplementasikan secara tepat dan benar, Negara Indonesia akan tetap kokoh dan bersatu selamanya.

Bhineka Tunggal Ika pada era Glablisasi saat ini, Indonesia pada saat ini banyak mengalami kemunduran persatuan dan kesatuan. Penyebabnya adalah adanya ketimpangan sosial, kesenjangan ekonomi, belum stabilnya kondisi politik pemerintahan di Indonesia menjadikan rakyat tumbuh menjadi rakyat yang apatis terhadap pemerintah. Dampak buruk globalisasi yang membawa kebudayaan-kebudayaan baru menjadikan komposisi kebudayaan masyarakat Indonesia menjadi lebih kompleks atau rumit. Karena banyaknya kebudayaan baru yang datang dan diterima begitu saja, menyebabkan terjadinya penyimpangan kebudayaan di masyarakat. Belum lagi masalah klasik yang sepele namun berdampak serius seperti perbedaan suku, agama, ras dan antar golongan yang semakin memecah belah kesatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Melihat kondisi seperti ini tentu kita semua tidak boleh pesimis dan patah semangat, Semboyan negara Bhinneka Tunggal Ika yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu jua, selamanya akan

(18)

tetap relevan untuk mengiringi kehidupan bernegara di negeri yang multikultural ini, karena komposisi kehidupan rakyat Indonesia akan terus beragam sampai kapanpun. Ketimpangan sosial, kesenjangan ekonomi, perbedaan suku, agama, ras dan antar golongan di antara kita janganlah dijadikan pembeda. Perkembangan jaman yang cepat dan masuknya budaya baru biarkanlah berlalu, karena pada dasarnya kita semua satu, satu bangsa, Bangsa Indonesia. Satu tanah air, Tanah air Indonesia.

(19)

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan

1. Pemahaman nilai-nilai Bhinneka-Tunggal Ika dalam masyarakat Indonesia dapat wujud secara integral dengan kerjasama seluruh komponen bangsa, baik oleh pemerintah selaku penyelenggara negara maupun setiap insan pribadi warga. Peningkatan sosialisasi aktualisasi pemahaman nilai-nilai ke-Bhinneka Tunggal Ika-an harus dilakukan melalui tindakan nyata dalam kehidupan keseharian seluruh kompenen warga dalam rangka memperkuat integrasi nasional, karena Indonesia dengan keberagaman budaya, suku/etnik, bahasa, agama, kondisi geografis, dan strata sosial yang berbeda. Indonesia dengan gambaran masyarakat majemuk yang terdiri dari suku-suku bangsa yang berada di bawah kekuasaan sebuah sistem nasional, termasuk di dalamnya pemerintah yang menjalankan proses pembangunan masyarakat harus bersinergis untuk bersama-sama dengan rakyat tanpa membedakan keberagaman budaya, bahasa, agama, suku/etnik, dan bahkan strata sosial, mewujudkan cita-cita bangsa sesuai dengan komitmen bersama, berlandaskan nilai-nilai yang terkandung dalam ke-Bhinneka Tungal Ika-an yang termaktub dalam Pancasila.

2. Peningkatan pemahaman terhadap kemajemukan sosial budaya sebagai pencitraan dari budaya bangsa Indonesia yang semakin dewasa merupakan upaya membangun citra diri didasarkan aktualisasi pemahaman nilai-nilai ke-Bhinneka-an yang dimiliki, dapat menjadi investasi yang diandalkan pada pelaksanaan pembangunan nasional sebagai salah satu pilar demokrasi. Untuk itu diharapkan tindakan nyata oleh pemerintah agar memaknai pentingnya kondisi kemajemukan yang terintegrasi secara nasional melalui wawasan kebangsaan di era globalisasi saat ini untuk menjaga kedaulatan NKRI. Untuk merealisasikan harapan ini, masyarakat dan segenap komponen bangsa harus lebih dewasa dalam mengaktualisasikan pemahaman nila-nilai ke-Bhinneka Tunggal Ika-an dalam mewujudkan integrasi nasional di negara yang dikenal dengan kemajemukannya berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 demi pencapaian tujuan nasional.

(20)

Referensi

Dokumen terkait

Lakukan pengukuran tegangan kerja rangkaian catu daya linear simetris dengan Lakukan pengukuran tegangan kerja rangkaian catu daya linear simetris dengan regulator

Strategi dan program yang telah dilakukan petugas Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan untuk mencegah (preventif) atau mengendalikan malaria adalah

Prinsip dasar dari penyaluran dana yang sehat adalah mengerti, memahami, menguasai dan melaksanakan prinsip 5C+S (character, capacity, capital, condition, collateral

tidak boleh main-main senja hari nanti dilarikan oleh hantu ‘Tidak boleh bermain senja hari nanti disembunyikan oleh hantu.’ Struktur ungkapan larangan ini adalah ungkapan

Dampak terhadap kondisi kebersihan lingkungan, yaitu volume sampah di Pantai Bangsring terbesar terjadi pada tahun 2016 dengan jumlah sebesar 459.630 liter/tahun

Hadap tim penguji Gedan Barai, gerak ditempat Gyaku Zuki Mae Geri Yoko Kekomi Ushiro Geri Gedan Barai 5 kali (kanan dan kiri) YAME. Tokui Kata (kata pilihan sendiri)

Dalam penelitian ini dilakukan proses dari dataset yang sudah dikumpulkan untuk menguji kinerja dan akurasi dari desain yang diusulkan, pengukuran kinerja dari proses