• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISTIK ARMADA PENANGKAPAN DOGOL DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA KARANGANTU KOTA SERANG-BANTEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KARAKTERISTIK ARMADA PENANGKAPAN DOGOL DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA KARANGANTU KOTA SERANG-BANTEN"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK ARMADA PENANGKAPAN DOGOL DI

PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA KARANGANTU

KOTA SERANG-BANTEN

(

Characteristics of Danish Seine Fishing Boat in Archipelagic Fishing Port

of Karangantu Serang City-Banten

)

Adi Setya Purnama

1

, Adi Susanto

2*

, Mustahal

2

1

Mahasiswa Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

2

Dosen Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Jl. Raya Jakarta Km 4, Pakupatan, Serang, Banten

*Korespondensi: adisusanto@untirta.ac.id

Diterima: 25 Oktober 2015 / Disetujui: 28 November 2015

ABSTRACT

Indonesia does not have a standard size for fishing boats, so that each area has a variety of sizes for the same fishing gear. The main dimensions of the boat can be used to determine the capacity of the vessel, stability and other calculations. The purposes of this study are to describe the main dimensions of the danish seine fishing vessel and to analyze the relationship between main dimension ratio with engine power and seine size in Archipelagic Fishing Port of Karangantu. The results showed the boats have average of LOA as 12.56 m, Bmax 4.17 m, and depth 1.49 m. The range of L/B, L/D, B/D is 2.52-3.38; 5.95-10.91 and 1.91-3.54 respectively. The fisherman of danish seine in barangantu use two kind of engine power, there are 98 HP and 118 HP. The ratio of main dimension do not use to judgement in order to select engine power and seine size because the fishermen still apply their traditional knowledge and financial support to select the appropriate size of seine and the optimum engine power.

Keywords: boat, danish seine, engine, ratio ABSTRAK

Indonesia belum memiliki aturan tentang standar ukuran untuk kapal perikanan, sehingga setiap daerah memiliki variasi ukuran kapal yang beragam meskipun untuk alat tangkap yang sama. Dimensi utama kapal dapat digunakan untuk menentukan nilai kapasitas muat, stabilitas dan perhitungan teknis lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dimensi utama kapal dan menganalisis hubungan antara dimensi utama kapal dengan ukuran jaring dan mesin kapal dogol di Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kapal dogol memiliki nilai rata-rata panjang total (LOA) sebesar 12,56 m; lebar maksimum (Bmaks) sebesar 4,17 m dan dalam (D) sebesar 1,49 m. Nilai L/B, L/D dan B/D berturut-turut berkisar 2,52-2,38; 5,95-10,91 dan 1,91-3,54. Nelayan dogol di PPN Karangantu saat ini menggunakan dua jenis ukuran mesin yaitu 98 HP dan 118 HP. Rasio dimensi utama kapal belum digunakan sebagai pertimbangan untuk pemilihan ukuran mesin dan alat tangkap karena nelayan

(2)

masih menggunakan pertimbangan turun-temurun dan kemampuan finansial dalam memilih ukuran kapal dan mesin yang paling optimum.

Kata kunci: dogol, kapal, mesin, rasio

PENDAHULUAN

Kapal perikanan adalah kapal, perahu, atau alat apung lain yang digu-nakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengang-kutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan, dan penelitian/ eksplorasi perikanan (UU No. 45/2009). Dimensi utama kapal adalah ukuran utama yang terdapat pada kapal, meliputi panjang kapal, lebar kapal maupun tinggi kapal (Fyson 1985) yang dapat digunakan sebagai parameter kunci dalam menentukan desain kapal yang ideal. Nilai rasio dimensi utama meliputi L/B,L/D, dan B/D sangat berpengaruh terhadap kekuatan, kecepatan dan stabilitas kapal perikanan (Tangke 2010) sehingga sering digunakan sebagai kriteria dalam menentukan kelayakan kapal perikanan.

Indonesia belum memiliki ukuran standar untuk kapal perikanan sehingga setiap daerah memiliki variasi ukuran untuk kapal dengan alat tangkap yang sama. Dogol merupakan kelompok jenis alat tangkap yang dioperasikan dengan cara melingkari gerombolan ikan dengan jaring berkantong untuk selan-jutnya di tarik ke atas kapal. Target utama penangkapan ikan dengan dogol adalah berbagai jenis ikan demersal dan krustase. Salah satu pusat aktivitas kapal dogol di Provinsi Banten adalah di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Karangantu yang memiliki variasi ukuran kapal yang tinggi. Tingginya variasi ukuran kapal tersebut menjadi topik yang menarik untuk diteliti. Perbedaan daerah penangkapan dan asal elayan dapat mempengaruhi dalam penentuan ukuran dan desain kapal penangkapan ikan. Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu untuk mendes-kripsikan karakteristik dimensi utama

kapal dan menganalisis hubungan rasio dimensi utama kapal dengan mesin dan alat tangkap yang digunakan oleh nelayan dogol di PPN Karangantu.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober hingga November 2014 di PPN Karangantu Kota Serang Provinsi Banten. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah 10 unit kapal dogol di PPN Karangantu yang seluruhnya dilakukan pengukuran dimensi utama dan dilakukan wawan-cara dengan pemilik kapal untuk melengkapi data hasil pengukuran. Analisis data dilakukan dengan metode deskriptif komparatif. Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan karakteristik dimensi utama kapal dogol sedangkan analisis komparatif dilaku-kan untuk membandingdilaku-kan nilai rasio dimensi kapal dogol dengan nilai pembanding. Kapal dogol termasuk kedalam kelompok encircling gear yang pengoperasian alat tangkapnya dilaku-kan dengan cara mengurung atau mengepung gerombolan ikan (Vont Brandt 2005) sehingga dilakukan perbandingngan dengan kelompok alat tangkap sejenis seperti disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Nilai kisaran rasio dimensi utama kapal encircling gear di Indonesia

Sumber Rasio Dimensi

L/B L/D B/D Iskandar dan Pujiati (1995) 2,60-9,30 4,55-17,43 0,56-5,00

(3)

HASIL DAN PEMBAHASAN Dimensi Utama Kapal

Berdasarkan hasil pengamatan, LOA kapal dogol di PPN Karangantu rata-rata 12,56 m dengan panjang maksimal 15,16 m dan panjang minimal 9,98 m. Lebar kapal (Bmax) rata-rata 4,17 m dengan lebar maksimal 4,53 m dan lebar minimal 3,54 m. Dalam kapal (D) rata-rata 1,49 m dengan dalam maksimal 1,91 m dan dalam minimal 1,23 m. Panjang dek kapal rata-rata 10,67 m, dengan panjang dek maksimal 12,86 m dan minimal 8,27 m. Lebar dek kapal rata-rata 3,91 m dengan lebar dek maksimal 4,4 m dan minimal 3,14 m.

Kapal dogol yang ada relatif memiliki variasi yang tinggi pada ukuran panjang (LOA) dibandingkan dengan ukuran lebar maupun dalamnya. Hal ini mengindikasikan bahwa pemililihan ukuran panjang kapal masih didasarkan pada asumsi dan pengetahuan tradi-sional yang dimiliki oleh pemilik maupun pengrajin kapal. Pengalaman yang diperoleh dalam pembuatan kapal selama bertahun-tahun menjadi dasar yang kuat bagi pengrajin kapal dalam menentukan ukuran kapal yang akan dibangun.

Rasio Dimensi Utama

Nilai L/B kapal dogol di PPN Karangantu memiliki rata-rata 3,01, artinya secara umum nilai L/B kapal tergolong kecil. Menurut Fyson (1985) perbandingan nilai L dan B akan mempengaruhi tahanan dan kecepatan kapal. Nilai L/B yang kecil akan berpengaruh pada kecepatan kapal, atau kapal menjadi lambat. Semakin besar luas permukaan kapal yang bersentuhan (bergesekan dengan air), maka tahanan geraknya akan semakin besar. Hal inilah yang kemudian

menjadi faktor penentu kecepatan kapal ketika bergerak. Sebaran nilai rasio L/B kapal dogol disajikan pada Gambar 1.

Nilai L/D berpengaruh terhadap kekuatan memanjang suatu kapal. Semakin besar nilai L/D, maka kekuatan

memanjang kapal melemah

(Palembang et al. 2013). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa nilai L/D kapal dogol di PPN Karangantu berkisar 5,95-10,91. Bila dibandingkan dengan nilai pembanding maka nilai tersebut berada di tengah nilai kisaran. Artinya kapal dogol memiliki kekuatan memanjang yang relatif baik dan tetap dapat dioperasikan di perairan Teluk Banten karena gelombang di Teluk Banten cenderung tenang, sehingga kapal tidak mudah patah walau kekuatan memanjangnya tidak terlalu besar. Sebaran nilai rasio L/D kapal dogol disajikan pada Gambar 2.

Nilai B/D digunakan untuk meng-analisis stabilitas dan kemampuan mendorong kapal. Semakin besar nilai B/D maka stabilitas kapal akan meningkat akan tetapi kemampuan

mendorong akan berkurang

(Palembang et al. 2013). Rata-rata nilai B/D kapal dogol di PPN Karangantu yaitu 2,84 masih berada pada kisaran pembanding. Hal ini berarti kapal dogol di PPN Karangantu memiliki tingkat stabilitas yang cukup baik sehingga aman digunakan untuk operasi penangkapan di perairan Teluk Banten dan sekitarnya.

Meskipun rasio dimensi utama kapal belum dapat memberikan hasil perhitungan secara rinci terhadap keragaan dan performa kapal, namun kisaran nilai rasio yang diperoleh menunjukkan bahwa kapal dogol yang beroperasi di perairan Teluk Banten memiliki karakteristik yang serupa dengan kapal sejenis di wilayah lainnya.

(4)

Gambar 1 Sebaran nilai rasio L/B kapal dogol

.

Gambar 2 Sebaran nilai rasio L/D kapal dogol

Gambar 3 Sebaran nilai rasio B/D kapal dogol

Hubungan Rasio Dimensi Utama dengan Ukuran Alat Tangkap Ukuran atau dimensi utama kapal secara teoritis memiliki korelasi dengan ukuran alat tangkap yang digunakan

dalam operasi penangkapan ikan. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan kinerja yang optimum pada operasi penangkapan ikan. Gambar 4 menun-jukkan bahwa masing-masing kapal 0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Nilai L /B Kapal dogol ke 2,60 9,30 0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Nilai L /D Kapal dogol ke 17,43 4,55 0,00 2,00 4,00 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Nilai B/D Kapal dogol ke 5,00 0,56

(5)

mempunyai panjang dogol yang bervariasi. Ukuran dogol paling panjang berada pada kapal yang memiliki nilai L/B 3,38 yaitu 670 m dan terendah pada kapal dengan nilai L/B 2,83 yaitu 230 m. Kapal dogol dengan nilai L/B kecil artinya memiliki nilai lebar kapal yang besar, sehingga kapasitas muat untuk alat tangkap juga besar. Semakin panjang alat tangkap yang digunakan, semakin membutuhkan ruangan yang lebar sehingga memudahkan penyim-panan di atas dek kapal. Kapal dengan luas area kerja yang sempit namun menggunakan alat tangkap yang lebih besar akan mengakibatkan penyusunan dan tata letak muatan menjadi terganggu.

Gambar 5 menunjukkan bahwa terdapat satu kapal yang memiliki alat tangkap terpanjang dengan nilai L/D sebesar 9,16 yaitu 670 m, sedangkan panjang dogol terendah sebesar 263 m dengan nilai L/D 7,83. Pangalila (2010) menyatakan bahwa nilai L/D kecil dapat memberi pengaruh terhadap kekuatan memanjang kapal, sehingga kapal tidak mudah patah pada saat mendapatkan gaya-gaya dari luar. Semakin panjang alat tangkap yang digunakan, semakin besar pula gaya tekanan ke bawah pada saat penyimpanan atau persiapan operasi penangkapan ikan, sehingga dengan rasio L/D sebesar 5,95-10,91 cukup ideal untuk digunakan sebagai bahan acuan kapal dogol.

Gambar 4 Hubungan nilai L/B dengan alat tangkap dogol

(6)

Gambar 6 menunjukkan bahwa kisaran nilai B/D kapal dogol yaitu 1,91-3,54 dengan panjang alat tangkap 263-670 m. Terdapat lima kapal yang memiliki nilai B/D antara 2,69-2,83 dengan panjang alat tangkap antara 230-670 m, dan terdapat tiga kapal dengan rasio B/D 3,1-3,6 dengan panjang alat tangkap 530-550 m. Susanto et al. (2011) menyatakan bahwa nilai B/D dapat menunjukkan kapasitas muat kapal. Kapal yang memiliki kapasitas muat yang besar tentunya akan memiliki nilai B/D yang besar dan stabilitas yang baik. Bila dlihat dari sebaran nilai B/D kapal dogol di PPN Karangantu, kapal dengan nilai B/D besar tidak selalu menggunakan alat tangkap yang besar pula. Hal ini menunjukkan bahwa dalam penentukan ukuran alat tangkap, nelayan belum menggunakan nilai rasio dimensi utama sebagai bahan pertimbangan.

Hubungan Rasio Dimensi Utama dengan Kekuatan Mesin

Mesin kapal merupakan komponen penting sebagai penentu performa kapal dalam beroperasi. Kapal dogol membu-tuhkan tenaga mesin yang besar dalam beroperasi karena pengoperasiannya dengan cara mengurung gerombolan ikan (Vont Brandt 2005). Nelayan kapal dogol di PPN Karangantu menggunakan mesin merek Dongfeng dan Mitshubishi dengan kekuatan antara 98 HP dan 118 HP.

Gambar 7 menunjukkan bahwa terdapat dua kapal yang menggunakan kekuatan mesin 98 HP yaitu kapal yang bernilai L/B 2,81 dan kapal yang bernilai L/B 3,11. Semakin kecil nilai L/B maka kapal memiliki kecepatan yang lambat karena tahanan yang dialami kapal akan meningkat (Palembang et al. 2013). Nilai rasio L/B kapal dogol di PPN Karangantu relatif kecil sehingga kapal membutuhkan kekuatan mesin

yang besar jika ingin memiliki kecepatan yang optimum. Namun karena sifat kapal dogol yang tidak membutuhkan kece-patan yang tinggi dalam pengope-rasiannya, kekuatan mesin yang dipakai saat ini cukup memadai.

Gambar 8 menunjukkan bahwa, kapal yang menggunakan kekuatan mesin 98 HP memiliki nilai L/D sebesar 5,95 dan 9,94. Hal ini berarti bahwa nilai L/D belum menjadi landasan untuk menentukan besar kecilnya kekuatan mesin yang digunakan. Kapal dogol di PPN Karangantu memiliki kecepatan yang lambat karena kapal dogol memiliki lambung kapal yang besar sehingga mengalami tahanan gerak yang besar sehingga kecepatan kapal berkurang. Tahanan gerak kapal pada suatu kecepatan tertentu merupakan gaya fluida yang bekerja pada kapal sehingga dapat melawan arah gerakan kapal. Tahanan ini dipengaruhi oleh kecepatan, displacemment dan bentuk lambung kapal. Adanya tahanan ini menyebabkan kecepatan operasi kapal menurun. Untuk mengatasi tahanan tersebut, maka kapal membutuhkan daya dorong yang lebih besar sehingga memiliki kecepatan sesuai dengan kebutuhan operasinya (Wibawa 2009).

Nelayan dogol di PPN Karangantu masih belum memperhatikan aspek B/D dengan ukuran kekuatan mesin yang digunakan seperti disajian pada Gambar 9. Hasil pengamatan menun-jukkan bahwa nilai rasio B/D kapal dogol di PPN Karangantu tergolong sedang dan memiliki daya dorong rendah. Sementara itu nelayan tidak menggunakan mesin yang berkekuatan besar sehingga tidak berpengaruh besar terhadap kecepatan kapalnya. Jika modal yang dimiliki nelayan cukup besar, maka nelayan akan membeli mesin dengan kekuatan besar. Namun jika modalnya terbatas maka mesin yang dibeli pun berkapasitas sedang.

(7)

Gambar 6 Hubungan nilai B/D dengan panjang alat tangkap dogol

Gambar 7 Hubungan nilai L/B dengan kekutan mesin

(8)

Gambar 9 Hubungan nilai B/D dengan kekutan mesin Altenatif Perubahan Alat Tangkap

Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 2/ PERMEN-KP / 2015 tentang larangan penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela (trawls) dan pukat tarik (seine nets) di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia (termasuk dogol), maka berdasarkan hasil penelitian, diperoleh alternatif perubahan alat tangkap dogol yang digunakan oleh nelayan di PPN Karangantu. Pada penelitian ini digunakan dua alat tangkap sebagai pembandin yaitu gill net dan pukat cincin kecil (mini purse seine). Kedua alat tangkap ini dipilih karena memiliki metode pengoperasian yang serupa, alat bantu yang ada di atas kapal dogol masih dapat digunakan, kemudahan dalam memperoleh bahan jaring serta merupakan alat tangkap legal secara aturan.

Perubahan alat tangkap dogol yang ada di PPN Karangantu menjadi pukat cincin kecil (mini purse seine) dan gill net dengan menggunakan kapal yang sama dimungkinkan karena pada dasarnya terdapat beberapa kesamaan

karakteristik antara ketiga kapal tersebut seperti disajikan pada Tabel 2. Persamaan tersebut antara lain pada kisaran nilai rasio dimensi utama (L/B, L/D dan B/D), karakteristik operasi penangkapan, ukuran gross tonage kapal yang digunakan dan pemanfaatan gardan sebagai alat bantu penangkapan ikan. Meskipun kajian terhadap alternatif perubahan alat tangkap ini masih sederhana dengan pendekatan pada aspek karakteristik kapal yang digunakan, diharapkan dapat mem-berikan informasi dan masukan bagi nelayan maupun pengambil keputusan sehingga dapat menghasilkan kebijakan yang tepat sasaran.

Kesamaan karakteristik kapal, metode operasi dan penggunaan alat bantu penangkapan memungkinkan nelayan tetap menggunakan kapal yang sama dengan alat tangkap yang berbeda. Hal ini akan meringankan beban yang harus ditanggung nelayan untuk tetap dapat melakukan aktivitas penangkapan ikan dengan alat tangkap yang sah dan mendapatkan hasil tangkapan yang optimal.

(9)

Tabel 2 perbandingan dogol, pukat kantong kecil (mini purse seine) dan gill net

Pertimbangan

Deskripsi Dogol di PPN

Karangantu

Pukat cincin (Mini purse

seine) yang ada di

Indonesia

Gill net di Indonesia

Metode operasi Encircling gear Encircling gear

Sudirman (2013)

Static gear Sudirman

(2013) Target tangkapan Ikan pelagis + cumi Ikan pelagis (Sismadi 2006)

Ikan pelagis dan ikan demersal Sudirman (2013) Panjang alat tangkap 230- 670 meter 300- 400 meter (Sudirman 2013) 300 - 500 meter

Subani dan Barus

(1989)

Lama trip One day fishing One day fishing

(Sudirman 2013)

One day fishing

(Sudirman 2013) Gross tonage 10- 18 10 – 20 (Sudirman 2013) 5– 8 (Pasaribu et al. 2011) Nilai : L/B L/D B/D 2,52- 3,38 5,95- 10,91 1,91- 3,54 2,39- 4,30 7,08- 12,37 2,54- 5,03 Saptunawati (2009) 3,86- 5,59 8,53- 13,11 1,81- 3,12 (Pasaribu et al. 2011) Pemanfaatan alat bantu (Gardan) Digunakan untuk menarik jaring saat hauling

Dapat digunakan untuk menarik jaring gill net

(tanpa adanya

perombakan)

Dapat digunakan untuk

menarik tali yang

berhubungan dengan

katrol penarik jaring

purse seine (harus di

tambah tiang

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian karak-teristik dimensi utama kapal dogol di PPN Karangantu, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Kapal dogol di PPN Karangantu memiliki ukuran LOA 9,98-15,16 m; Bmax 4,17-4,53 m; dan Depth (D) 1,19-1,66 m. Rasio dimensi utama kapal dogol di PPN Karangantu yaitu L/B pada kisaran 2,52-3,38; nilai L/D berkisar 5,95-10,91 dan rasio B/D antara 1,91-3,54.

2. Nilai rasio dimensi utama kapal belum digunakan oleh nelayan untuk menentukan ukuran alat tangkap dan kekuatan mesin kapal yang digunakan.

DAFTAR PUSTAKA

Fyson J. 1985. Design of Small Fishing Vessels. England. Fishing News Book. 319 p

Iskandar BH dan Pujiati S. 1995. Keragaan Teknis Kapal Perikanan di Beberapa Wilayah Indonesia (laporan penelitian). Bogor. Jurusan

Pemanfaatan Sumberdaya

Perikanan FPIK IPB. 78 hlm.

Palembang S, A Luasunaung dan FPT Pangalila. 2013. Kajian Rancang Bangun Kapal ikan Fiberglass Multifungsi 13 GT di Galagan Kapal CV. Cipta Bahari Nusantara Minahasa Sulawesi Utara. Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 1 (3): 87-92.

(10)

Pangalila F. 2010. Stabilitas Statis Kapal Ikan Tipe Lambut Tersanjung yang Berpangkalan di Pelabuhan Perikanan Samudera Aertembaga Kota Bitung Propinsi Sulawesi Utara. Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis (3): 149-155. Pasaribu R, Fauziah dan Agustriani F.

2011. Karakteristik Desain Kapal Perikanan Bottom Gillnet di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat, Bangka Belitung. Maspari Journal 02: 54-62.

Peraturan Menteri Kelautan dan perikanan Republik Indonesia Nomor 2/ Permen KP/ 2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik ( Seine Nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Berita Negara RepublikIndonesia Tahun 2015 Nomor 31

Saptunawati M. 2009. Stabilitas Statis Kapal Purse Seine “Semangat Baru” Buatan Galangan Kapal Pulau Tidung”. [Skripsi]. Bogor:

Departemen Pemanfaatan

Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 114 hlm. Sismadi. 2006. Analisis Efisiensi

Penggunaan Input Alat Tangkap Purse Seine di Kota Pekalongan. [Tesis] Semarang: Program Studi Magister Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan. Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. 134 hlm.

Sudirman. 2013. Mengenal Alat dan Metode Penangkapan ikan. Jakarta: Rineka Cipta. 255 hlm. Tangke U. 2010. Evaluasi dan

Pengembangan Disain Kapal Pole and Line di Pelabuhan Dufa-Dufa Provinsi Maluku Utara. Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan. 2(1): 1-10.

S

ubani W dan HR Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jakarta. Balai Penelitian Perikanan Laut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. 248 hlm.

Susanto A, Iskandar BH dan Imron M. 2011. Stabilitas Statis Kapal Static Gear di Palabuhanratu (Studi Kasus KM PSP 01). Marine Fisheries 1(2): 65-73.

Undang-Undang Nomor 45 tahun 2009 tentang Perikanan. Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 5073. Von Brand. 2005. Fish Catching

Methods of The World. Edisi ke 4. Otto G, Klause L, Erdmann D, Thomas W. Editor. Oxford. Blackwell Publishing. 523 p. Wibawa ABS. 2009. Analisa Devinisi

Kapal Ikan Purse Seine 109 GT KM. Surya Redjeki. Jurnal Teknik Perkapalan 1 (1): 1-7.

Gambar

Gambar 1 Sebaran nilai rasio L/B kapal dogol
Gambar  5  menunjukkan  bahwa  terdapat  satu  kapal  yang  memiliki  alat  tangkap  terpanjang  dengan  nilai  L/D  sebesar  9,16  yaitu  670  m,  sedangkan  panjang  dogol  terendah sebesar  263  m  dengan  nilai  L/D  7,83
Gambar 6 Hubungan nilai B/D dengan panjang alat tangkap dogol
Gambar 9 Hubungan nilai B/D dengan kekutan mesin

Referensi

Dokumen terkait

Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam Koperasi merupakan lembaga koperasi yang melakukan kegiatan usaha penghimpunan dan penyaluran dana dari dan untuk anggota,

Lebih detailnya kesepuluh artikel mengulas tentang: Identifikasi ikan cupang (Betta imbelis) transgenik founder membawa gen penyandi hormon pertumbuhan;

PENGELOLAAN USAHA PENANGKAPAN IKAN DENGAN KAPAL LONG LINE.. DI B A N D U

apabila Pertumbuhan Penduduk mengalami peningkatan maka Tingkat Kemiskinan di Kota Surabaya akan mengalami penurunan atau dapat dikatakan bahwa setiap kenaikan 1%

Kesesuaian rasio dimensi sangat menentukan kemampuan suatu kapal ikan, karena akan mempengaruhi resistensi kapal (nilai L/B), kekuatan memanjang kapal (nilai L/D) dan stabilitas

diketahui dengan membandingkan para- meter panjang dengan lebar (L/B), panjang dengan tinggi (L/D), dan lebar dengan tinggi (B/D).. Hasil perhitungan rasio dimensi

Mereka sudah memberikan semua furnitur dan desain yang bisa dijadikan ikon dan bisa merepresentasikan konsep smart hotel di area lobi, dengan menjadikan 50 persen area

76 Arya Tiya Gita Prawira Alamsyah, S.H... 151 Dilla