• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN PROTEIN S 100 PADA SCHWANNOMA DI MEDAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GAMBARAN PROTEIN S 100 PADA SCHWANNOMA DI MEDAN"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Tesis

Program Pendidikan Magister Bedah Departemen Ilmu Bedah Saraf

Fakultas Kedokteran - Universitas Sumatera Utara

GAMBARAN PROTEIN S 100 PADA SCHWANNOMA DI

MEDAN

OLEH :

MUHAMMAD CHAIRUL

NIM : 097116001

DEPARTEMEN ILMU BEDAH SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ABSTRAK

Schwannoma adalah tumor yang berasal selubung myelin sel saraf. Tumor ini

berbentuk soliter dan dapat tumbuh secara acak di semua sel saraf. Penegakan

diagnosa Schwannoma diawali dengan pemeriksaan fisik dan neurologi.

Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan penunjang berupa head CT scan atau

MRI. Pemeriksaan penunjang ini dapat menentukan dengan tepat lokasi dan

ukuran dari tumor. Selain itu pemeriksaan histopatologi jaringan tumor tetap

harus dilakukan oleh karena dari pemeriksaan ini dapat ditentukan dengan pasti

masa intrakranial tersebut adalah Schwannoma. S100 merupakan pemeriksaan

immunohistokimia pertama yang digunakan untuk membedakan kedua tumor

yang berasal dari jaringan saraf perifer. Schwannoma merupakan tumor yang

mengexpresikan S100 lebih banyak dibandingkan neeurofibroma. S100

diekspresikan dengan kuat pada Schwannoma, sedangkan neurofibroma

mengekspresikan S100 dengan derajat lemah hingga moderat. Penelitian ini

menggunakan 17 sampel bahan makroskopis tumor yang telah didiagnosa

Schwannoma secara histopatologi. Dari 17 sampel ini, satu sampel mengalami

kerusakan pada saat pemotongan dan pembuatan blok parafin. Seluruh sampel ini

kemudian dilakukan pemeriksaan imunohistokimia S100 guna mendeskripsikan

gambara S100 pada Schwannoma. Setelah dilakukan pemeriksaan S100 pada 17

sampel jaringan Schwannoma didapat hasil 12 sampel (70.6%) positif tiga, 1

sampel positif dua (5.9%), 3 sampel positif satu (17.6%) dan 1 sampel negatif.

Hal ini menjelaskan bahwa tidak semua schwanoma memberikan gambaran

positif pada pemeriksaan S100.

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Proposal : GAMBARAN PROTEIN S 100 PADA SCHWANNOMA DI MEDAN

Nama PPDS : Muhammad Chairul

NIM : 097116001

Bidang Ilmu : Kedokteran / Ilmu Bedah Saraf Kategori : Bedah Saraf

Menyetujui,

Pembimbing I : Pembimbing II :

(DR. Dr. Ridha Darmajaya, Sp. BS) (Prof. dr. Abdul Gofar S., SpBS(K)) NIP : 19730514 200212 1002 NIP : 19440507 197703 1 001

Ketua Departemen Ketua Program Studi lmu Bedah Saraf, Ilmu Bedah Saraf,

(Prof. Dr. dr. Iskandar Japardi, SpBS(K)) (Prof. dr. Abdul Gofar S., SpBS(K)) NIP : 19490331 197711 1 001 NIP : 19440507 197703 1 001

(4)

Sudah diperiksa penelitian :

JUDUL : GAMBARAN PROTEIN S 100 PADA SCHWANNOMA DI MEDAN

PENELITI : dr. MUHAMMAD CHAIRUL DEPARTEMEN : ILMU BEDAH SARAF

INSTITUSI : FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN, 20 JULI 2013

KONSULTAN METODOLOGI PENELITIAN FAKULTAS KEDOKTERAN USU

( DR. dr. Arlinda Sari Wahyuni, MKes. ) NIP :19690609 199903 2 001

(5)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN... i

DAFTAR ISI... iii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG ... 1

1.2 RUMUSAN MASALAH ... 3

1.3 TUJUAN PENELITIAN ... 4

1.4 MANFAAT PENELITIAN ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Schwanoma ... 5

2.1.1. Epidemiologi ... 5

2.1.2. Jenis – Jenis Schwannoma ... 6

2.1.2.1. Vestibular Schwannoma ... 6

2.1.2.1.1. Etiologi ... 7

2.1.2.1.2. Patofisiologi ... 8

2.1.2.2. Facial Nerve Schwannoma ... 9

2.1.3. Manifestasi Klinis ... 11

2.1.2.3. Schwannoma Medula Spinalis... 10

2.1.4. Histopatologi ... 12 2.1.5. Diagnosa Banding ... 13 2.1.5.1. Kista Epidermoid ... 13 2.1.5.2. Kista Arachnoid ... 13 2.1.5.3. Meningioma ... 14 2.1.5.4. Metastasis ... 15

(6)

2.1.5.5. Neurofibromatosis ... 15

2.1.5.6. Lipoma ... 16

2.1.5.7. Aneurysma ... 16

2.2. PROTEIN S100... 17

2.2.1. Struktur Dan Fungsi Protein S100 ... 18

2.2.2. Metode Pengukuran Protein S100 ... 20

2.2.3. Hubungan S100 Dan RAGE ... 20

2.2.4.1. Kelainan Neurologis ... 22

2.2.4. PENYAKIT TERKAIT PERUBAHAN EKSPRESI PROTEIN S100 2.2.4.2. Kelainan Neoplastik ... 23

2.2.4.3. Kelainan Jantung ... 25

2.2.4.4. Penyakit Inflamasi ... 25

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. KERANGKA KONSEP PENELITIAN ... 27

3.2. PROSEDUR PENELITIAN ... 28

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 RANCANGAN PENELITIAN ... 30

4.2 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN ... 30

4.3 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN... 30

4.3.1. POPULASI PENELITIAN ... 30

4.3.2 SAMPEL PENELITIAN ... 30

4.3.2.1. Kriteria Inklusi... 31

4.3.2.2. Kriteria Eksklusi ... 31

4.3.3. Estimasi Besar Sampel ... 31

(7)

4.4.1. Etika Penelitian ... 31

4.4.2. Pengumpulan Data ... 32

4.4.3. Persetujuan / Informed Consent... ... 32

4.5. METODE ANALISIS DATA... 32

BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1. KARAKTERISTIK SAMPEL ... 33

5.1.1 Jenis Kelamin ... 33

5.1.2. Umur ... 33

5.1. Suku ... 34

5.2. HASIL BERDASARKAN IMUNOHISTOKIMIA S100 PROTEIN ... 35

5.2.1. Distribusi Pewarnaan protein S100 dengan Jenis kelamin... ... 35

5.2.2. Distribusi Pewarnaan protein S100 dengan usia... 36

5.2.3. Distribusi Pewarnaan protein S100 dengan suku... 37

BAB 6 PEMBAHASAN, SIMPULAN DAN SARAN 6.1. PEMBAHASAN ... 38

6.2. SIMPULAN ... 40

6.3. SARAN ... 41

(8)

DAFTAR SINGKATAN

CPA

= Cerebellopontine Angle

CT-Scan

= Computerized Tomography

ELISA

= Enzyme Linked Immunosorbent assay

GFAP

= Glial Fibrillary Acidic Protein

IAC

= Internal Auditory Canal

IRMA

= Immunoardiometric Assax

MRI

= Magnetic resonance imaging

NF

= Neurofibromatosis

PCR

= Polymerase Chain Reaction

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Hubungan antara anggota S100 protein family dengan beberapa jenis

kanker

Tabel 5.1. Distribusi berdasarkan jenis kelamin

Tabel 5.2. Distribusi berdasarkan umur

Tabel 5.3. Distribusi berdasarkan suku

Tabel 5.4. Distribusi pewarnaan Protein S100 pada Schwannoma

Tabel 5.5 Distribusi Pewarnaan protein S100 dengan Jenis Kelamin

Tabel 5.6. Distribusi pewarnaan protein S100 dengan usia

(10)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

. LATAR BELAKANG

Schwannoma adalah tumor yang berasal selubung myelin sel saraf. Tumor

ini berbentuk soliter dan dapat tumbuh secara acak di semua sel saraf.

Schwannoma telah dilaporkan sejak abak ke-18 dan merupakan tumor intrakranial

ekstraaksial kedua yang paling sering ditemukan setelah meningioma dengan

persentase sekitar 8% hingga 10% dari semua tumor intrakranial. Schwannoma

sering dijumpai pada pasien dengan rentang usia 20-50 tahun, dengan puncak

insidensi pada usia dekade ke lima. Tidak dijumpai adanya perbedaan ras dan

jenis kelamin terhadap insidensi. Lokasi yang paling sering dijumpai ialah kepala,

permukaan flexor, ekstremitas atas, ekstremitas bawah, dan batang tubuh

(International Radiosurgery Association,2006).

Schwannoma merupakan tumor yang tumbuh lambat dan dapat timbul di

mana saja disebelah distal perbatasan daerah yang bermielin. Pada daerah

paraspinal dapat menampilkan gejala kombinasi antara mielopatia dan neuropatia

perifer. Schwannoma yang berada di dalam kavitas toraks, retroperitoneum atau

pelvis kebanyakan baru terdeteksi sewaktu ukurannya telah besar dan menampilan

gejala – gejala viseral yang terlibat (IRSA,2006).

(11)

Penegakan diagnosa Schwannoma diawali dengan pemeriksaan fisik dan

neurologi. Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan penunjang berupa head CT

scan atau MRI. Pemeriksaan penunjang ini dapat menentukan dengan tepat lokasi

dan ukuran dari tumor. Selain itu pemeriksaan histopatologi jaringan tumor tetap

harus dilakukan oleh karena dari pemeriksaan ini dapat ditentukan dengan pasti

masa intrakranial tersebut adalah Schwannoma (Arthurs, 2011).

Pada beberapa pemeriksaan histopatologi terkadang dijumpai

Schwannoma dengan bentuk morfologi klasik, sehingga sukar dibedakan dengan

neurofibroma. Membedakan Schwannoma dengan neurofibroma pada beberapa

kasus memang hanya untuk kepentingan akademis dan bukan terapi, namun di

lain situasi perbedaan ini menjadi sangat penting oleh karena terapi yang

diberikan juga berbeda. Pada keadaan ini pemeriksaan imunohistokimia

merupakan modalitas utama yang dapat membedakan antara Schwannoma dan

neurofibroma, khususnya pemeriksaan imunohistokimia S100 (Moore, 1965).

S100 merupakan pemeriksaan immunohistokimia pertama yang digunakan

untuk membedakan kedua tumor yang berasal dari jaringan saraf perifer.

Schwannoma merupakan tumor yang mengexpresikan S100 lebih banyak

dibandingkan neeurofibroma. S100 diekspresikan dengan kuat pada Schwannoma,

sedangkan neurofibroma mengekspresikan S100 dengan derajat lemah hingga

moderat (Moore, 1965).

Schwannoma secara histologi terdiri dari sel – sel yang tersusun secara

padat (jaringan Antoni tipe A), dan jaringan hiposeluler myxoid

dengan ruang

mikrokistik (jaringan Antoni tipe B). Pola khas dari tumor ini ialah dijumpai

(12)

adanya S100 yang tersebar secara difus pada sitoplasma dari sel – sel tumor

(Michaels, 2005).

Nakajima pada tahun 1982 merupakan peneliti pertama yang menjelaskan

penggunaan S100 pada preparat tumor dan menyimpulkan bahwa S100

merupakan modalitas diagnostik yang berguna dalam mendiagnosa tumor. S100

merupakan keluarga protein yang mengandung lengan 2EF yang berikatan dengan

kalsium (Moore BW,1965).

S100 merupakan protein dengan berat molekul rendah yang dapat

dijumpai pada banyak sel manusia dan jaringan ikat termasuk sel glia, neuron,

kondrosit, sel schwann, melanosit, makrofag, sel langerhans, dan beberapa

jaringan epitel (khususnya pada payudara, kelenjar sudoral, dan traktus genital

wanita). Imunoreaktivitas S100 dijumpai pada nukleus dan sitoplasma. S100

merupakan protein asam yang sering ditemukan pada sistem saraf periver. Sel –

sel schwann dari Schwannoma menunjukkan immunolabeling S100 yang tersebar

difus dan padat. Sementara pada neurofibroma staining positiv ditandai dengan

distribusi fokal. 6 S100B lebih sering dijumpai pada sel – sel glia, melanosit,

adiposit, dan kondrosit. Antibodi S100 sering dijumpai dalam bentuk poliklonal

(Moore BW,1965).

Peneliti tertarik melakukan penelitian tentang gambaran S100 pada

schwanoma karena masih sangat sulit untuk menegakkan diagnosa schwanoma

akibat banyaknya diagnosis diferensial. Oleh karena itu pemeriksaan S100

diperlukan dalam menegakkan diagnosis pasti selain dengan pemeriksaan

histopatologi.

(13)

1.2

. RUMUSAN MASALAH

Apakah pemeriksaan imunohistokimia S100 dapat dijadikan sebagai modalitas

diagnostik Schwannoma?

1.3

. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan umum:

Mengetahui peran antara S100 dan Schwannoma.

Tujuan khusus:

a. Menguji peranan S100 dalam diagnostik Schwannoma

b. Menilai signifikansi S100 sebagai modalitas diagnosa

1.4

. MANFAAT PENELITIAN

1.4.1. Bidang Pendidikan

Memperluas khasanah diagnostik Schwannoma, meningkatkan kualitas

penatalaksanaan Schwannoma, dan juga sebagai dasar penggunaan S100 dalam

menegakkan diagnosa Schwannoma.

1.4.2. Bidang Penelitian

Sebagai masukan bagi penelitian lebih lanjut terhadap Schwannoma dan

juga dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan pada penelitian S100

neurofibroma.

(14)

1.4.3. Bidang Pelayanan Kesehatan

Menunjang perbaikan penegakan diagnosa dan penatalaksanaan pada

pasien dengan Schwannoma.

Referensi

Dokumen terkait

Dari kedua model isoterm tersebut, yang paling sesuai untuk adsorpsi logam kromium menggunakan adsorben zeolit alam terakti- vasi kimia fisik secara asam adalah

Penurunan kadar lemak dikarena adanya peningkatan bakteri asam laktat yang ditunjukan dengan turunnya nilai pH, sehingga hal tersebut dapat meningkatkan aktivitas enzim lipase

Dari analisis terhadap data-data penelitian di atas, dapat dikatakan bahwa aspek psikologi, yang semestinya mendapat perhatian serius mengingat kondisi masyarakat modern yang

pelaksanaan kewajiban mewujudkan media lingkungan yang memenuhi Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan yang dilakukan oleh setiap pengelola,

Sejak saat itu Mustafa Kemal mulai menerapkan sistem dan kebijakan baru di dalam pemerintahan Turki, contohnya seperti memindahkan ibu kota Turki dari Istanbul ke Ankara,

Jumlah jenis satwaliar yang dapat dijumpai di dalam ekosistem kawasan konservasi JOB-Pertamina Talisman Jambi Merang Lapangan Pulau Gading adalah 99 jenis burung

Didasari dengan kebutuhan aplikasi yang dapat memudahkan restoran dalam melakukan proses bisnisnya terutama dalam proses pemesanan makanan, maka penulis ingin

Apa yang ditunjukkan pada desain anoda dengan rongga anoda lurus (Gambar 3a dan Gambar 3b) menunjukkan bahwa anoda dengan ruang ionisasi yang lebih besar ternyata menghasilkan