• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOMPLIKASI OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KOMPLIKASI OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

KOMPLIKASI OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS

TUGAS REFERAT

PENYUSUN Dwi Meutia Julyta

030.13.063

PEMBIMBING

Dr. Bima Mandraguna, Sp THT- KL Dr. Aditya Arifianto, Sp THT - KL

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN THT RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA, AGUSTUS 2017

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunianya, sehingga penyusunan makalah ini dapat berjalan dengan lancar dari awal hingga akhir. Shalawat dan salam marilah senantiasa kita junjungkan kehadirat Nabi Muhammad SAW. Adapun tujuan penulisan referat ini adalah untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik ilmu penyakit THT di Rumah Sakit Umum Daerah Karawang yang dilaksanakan pada periode 24 Juli - 25 Agustus 2017.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Bima, Sp THT-KL dan dr. Aditya, Sp THT-KL selaku dokter pembimbing yang telah memberikan banyak bimbingan, arahan, dukungan tenaga dan waktu yang telah diberikan selama ini sehingga dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik. Penulis juga mngucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang juga telah banyak membantu dan mendungkung penulis, yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis sadari referat ini masih jauh dari kesempurnaan, kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan demi kesempurnaan. Demikian yang penulis dapat sampaikan, InsyaAllah referat ini dapat bermanfaat khususnya bagi kami yang sedang menempuh pendidikan dan dapat dijadikan pelajaran selanjutnya.

Karawang, 14 Agustus 2017

Dwi Meutia Julyta 030.13.063

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

BAB II PEMBAHASAN ... 2

2.1 ANATOMI TELINGA TENGAH ... 2

2.2 FISIOLOGI TELINGA TENGAH ... 5

2.3 OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS ... 7

2.3.1 DEFINISI ... 7 2.3.2 KLASIFIKASI ... 9 2.3.3 FAKTOR RISIKO ... 1O 2.3.4 PATOFISIOLOGI ... 1O 2.3.5 MANIFESTASI KLINIS ... 1O 2.3.6 TATALAKSANA ... 1O 2.4 KOMPLIKASI OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS ... 11

2.4.1 KOMPLIKASI INTRATEMPORAL ... 11

2.4.2 KOMPLIKASI EKSTRATEMPORAL ... 13

2.4.3 KOMPLIKASI INTRAKRANIAL ... 13

BAB III KESIMPULAN ... 20

(4)

BAB I PENDAHULUAN

Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) infeksi kronik di telinga tengah lebih dari 2 bulan dengan adanya perforasi membran timpani, sekret yang keluar dari telinga tengah dapat terus menerus atau hilang timbul. Sekret bisa encer atau

kental, bening atau berupa nanah.1 Masyarakat Indonesia mengenal OMSK dengan

istilah congek, atau telinga berair.

Kebanyakan penderita OMSK menganggap penyakit ini merupakan penyakit yang biasa yang nantinya akan sembuh sendiri. Penyakit ini pada umumnya tidak memberikan rasa sakit kecuali bila sudah terjadi komplikasi. Otitis media supuratif baik yang akut atau kronis mempunyai potensi untuk menjadi serius dan menyebabkan kematian. Tendensi otitis media mendapat komplikasi tergantung pada kelainan patologik yang menyebabkan otore. Walaupun demikian organisme yang resisten dan kurang efektifnya pengobatan, akan menimbulkan komplikasi, biasanya didapatkan pada pasien OMSK tipe maligna, tetapi suatu otitis media akut atau suatu eksaserbasi akut oleh kuman yang virulen pada OMSK

tipe benigna pun dapat menyebabkan komplikasi.1

Komplikasi OMSK dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu komplikasi intratemporal, komplikasi ekstratemporal dan komplikasi intrakranial. Pemberian obat-onat sering menyebabkan gejala dan tanda klinis komplikasi OMSK kurang jelas. Hal tersebut menyebut menyebabkan pentingnya mengenal pola penyakit

(5)

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Telinga Tengah

Anatomi telinga dibagi menjadi tiga bagian yaitu telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Telinga luar terdiri dari aurikula, kanalis akustikus

eksternus sampai membran timpani.2

Gambar 1. Anatomi telinga

Kavum timpani merupakan rongga yang di sebelah lateral dibatasi oleh membran timpani, di sebelah medial oleh promontorium, di sebelah superior oleh tegmen timpani dan inferior oleh bulbus jugularis dan n. fasialis. Dinding posterior dekat ke atap, mempunyai satu saluran disebut aditus, yang menghubungkan kavum timpani dengan antrum mastoid melalui epitimpanum. Pada bagian posterior ini, dari medial ke lateral, terdapat eminentia piramidalis yang terletak di bagian superior-medial dinding posterior, kemudian sinus 10 posterior yang membatasi eminentia piramidalis dengan tempat keluarnya korda timpani.1,2

Tuba Eustachius disebut juga tuba auditory atau tuba faringotimpani, bentuknya seperti huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan antara kavum timpani dengan nasofaring. Tuba Eustachius terdiri dari 2 bagian

(6)

yaitu bagian tulang yang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian) dan bagian tulang rawan yang terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian). Fungsi tuba Eusthachius untuk ventilasi telinga yang mempertahankan keseimbangan tekanan udara di dalam kavum timpani dengan tekanan udara luar, drainase sekret yang berasal dari kavum timpani menuju ke nasofaring dan

menghalangi masuknya sekret dari nasofaring menuju ke kavum timpani.1,2

Di dalam kavum timpani terdapat tiga buah tulang pendengaran (osikel), dari luar ke dalam maleus, inkus dan stapes. Selain itu terdapat juga korda timpani,

muskulus tensor timpani dan ligamentum muskulus stapedius.1,2

Rongga mastoid berbentuk seperti segitiga dengan puncak mengarah ke kaudal. Atap mastoid adalah fossa kranii media. Dinding medial adalah dinding lateral fosa kranii posterior. Sinus sigmoid terletak di bawah duramater pada daerah tersebut dan pada dinding anterior mastoid terdapat aditus ad antrum.1,2

2.2 Fisiologi Telinga Tengah

Menurut Bluestone dan Klein tuba Eustachius memiliki 4 fungsi fisiologi terhadap telinga yaitu sebagai: 3

1. Pengaturan tekanan

Fungsi ventilasi mengatur agar tekanan udara di telinga tengah sama dengan tekanan udara luar dengan cara kontraksi dari m. tensor veli palatini pada saat menelan yang menyebabkan tuba Eustachius terbuka secara periodik, sehingga dapat mempertahankan tekanan udara di telinga tengah mendekati normal. Fungsi ventilasi tuba Eustachius ini berkembang sesuai usia dimana pada anak tidak sebaik pada orang dewasa

2. Proteksi infeksi yang berasal dari daerah nasofaring

Proteksi ini dapat terjadi melalui anatomi fungsional tuba Eustachius – telinga tengah, pertahanan mukosiliar lapisan membran mukosa dan pertahanan imunologi lokal. Sebagai contoh saat kita mengunyah maka bagian akhir dari proksimal tuba Eustachius akan terbuka, namun sekret yang berasal dari nasofaring tidak dapat masuk ke telinga tengah karena terdapat isthmus pada tuba Eustachius. Perlindungan telinga tengah –

(7)

mastoid juga dilakukan oleh epitel respiratori lumen tuba Eustachius dengan cara pertahanan imunologi lokal maupun pertahanan mukosilia, yaitu drainase

3. Fungsi drainase tuba Eustachius

Terdapat 2 mekanisme drainase tuba Eustachius, yaitu drainase mukosilia dan muskular. Drainase mukosilia yaitu pergerakan silia bermula dari bagian telinga tengah kemudian makin ke distal dan aktif menuju tuba Eustachius untuk membersihkan sekret di telinga tengah. Drainase muskular disebut aksi pompa, yaitu pemompaan drainase sekret telinga tengah ke nasofaring yang terjadi saat tuba Eustachius menutup secara pasif 4. Faktor tegangan permukaan

Yang dimaksud di sini adalah faktor tegangan permukaan di dalam lumen tuba Eustachius. Tegangan permukaan lumen tuba Eustachius dapat memperkuat fungsi tuba Eustachius seperti halnya surfaktan dalam paru, ditunjukkan oleh suatu surfactant-like phospolipid dalam telinga tengah dan tuba Eustachius.

2.3 Otitis Media Supuratif Kronis 2.3.1 Definisi

OMSK adalah stadium dari penyakit telinga tengah dimana terjadi peradangan kronis dari telinga tengah dan mastoid dan membran timpani tidak intak (perforasi) dan ditemukan sekret (otorea), purulen yang hilang timbul. Istilah kronik digunakan apabila penyakit ini hilang timbul atau menetap selama 2 bulan atau lebih.1

2.3.2 Klasifikasi

OMSK dapat dibagi atas 2 tipe, yaitu: 1,4,5

a) Tipe tubotimpani (tipe jinak/tipe aman/tipe rhinogen)

Proses peradangan pada OMSK tipe tubotimpani hanya terbatas pada mukosa saja dan biasanya tidak mengenai tulang. Tipe tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa dan gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Beberapa faktor lain

(8)

yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba eustachius, infeksi saluran nafas atas, pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah. Disamping itu campuran bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa, serta migrasi sekunder dari epitel skuamosa juga berperan dalam perkembangan tipe ini. Sekret mukoid kronis berhubungan dengan hiperplasia goblet sel, metaplasia dari mukosa telinga tengah pada tipe respirasi dan mukosiliar yang jelek.

b) Tipe atikoantral (tipe ganas/tipe tidak aman/tipe tulang)

Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Perforasi tipe ini letaknya marginal atau di atik yang lebih sering mengenai pars flaksida. Karakteristik utama dari tipe ini adalah terbentuknya kantong retraksi yang berisi tumpukan keratin sampai menghasilkan kolesteatom.

Kolesteatom adalah suatu massa amorf, konsistensi seperti mentega, berwarna putih, terdiri dari lapisan epitel bertatah yang telah mengalami nekrotik. Kolesteatom merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman, yang paling sering adalah proteus dan pseudomonas. Hal ini akan memicu respon imun lokal sehingga akan mencetuskan pelepasan mediator inflamasi dan sitokin. Sitokin yang dapat ditemui dalam matrik kolesteatom adalah interleukin-1, interleukin-6, tumor necrosis factor-α, dan transforming growth factor. Zat-zat ini dapat menstimulasi sel-sel keratinosit matriks kolesteatom yang bersifat hiperproliferatif, destruktif, dan mampu berangiogenesis. Massa kolesteatom ini dapat menekan dan mendesak organ sekitarnya serta menimbulkan nekrosis terhadap tulang. Terjadinya proses nekrosis terhadap tulang diperhebat oleh reaksi asam oleh pembusukan bakteri.

Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe yaitu: 1,4,5 1. Kongenital

2. Didapat

(9)

a. Primary acquired cholesteatoma

Kolesteatom yang terjadi tanpa didahului oleh perforasi membran timpani pada daerah atik atau pars flasida.

b. Secondary acquired cholesteatoma

Kolesteatoma yang terbentuk setelah terjadi perforasi membran timpani. Kolesteatom terbentuk sebagai akibat dari masuknya epitel kulit dari liang telinga atau dari pinggir perforasi membran timpani ke telinga tengah (teori migrasi) atau terjadi akibat metaplasia mukosa kavum timpani karena iritasi infeksi yang berlansung lama (teori metaplasia)

2.3.3 Faktor Risiko

Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis) dan mencapai telinga tengah melalui tuba eustachius. Fungsi tuba eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan palatoskisis dan sindrom down. Adanya tuba patologis, menyebabkan refluk isi nasofaring yang merupakan faktor insiden OMSK yang tinggi di Amerika Serikat. Faktor host yang berkaitan dengan insiden OMSK yang relatif tinggi adalah defisiensi imun sistemik. Kelainan humoral, seperti hipogammaglobulinemia dan cell-mediated (infeksi HIV) dapat timbul sebagai infeksi telinga kronis. 1,4

Faktor-faktor risiko OMSK antara lain:1,4,6 1. Lingkungan.

Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi terdapat hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosio ekonomi, dimana kelompok sosio ekonomi rendah memiliki insiden yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir dipastikan, bahwa hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, dan tempat tinggal yang padat. 2. Genetik.

Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang

(10)

dikaitkan sebagai faktor genetik. Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi belum diketahui apakah hal ini primer atau sekunder.

3. Otitis media sebelumnya.

Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis media akut dan atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang menyebabkan satu telinga dan berkembangnya penyakit ke arah keadaan kronis.

4. Infeksi

Proses infeksi pada otitis media supuratif kronis sering disebabkan oleh campuran mikroorganisme aerobik dan anaerobik yang multiresisten terhadap standar yang ada saat ini. Kuman penyebab yang sering dijumpai pada OMSK ialah Pseudomonas aeruginosa sekitar 50%, Proteus sp. 20% dan Staphylococcus aureus 25%.

Jenis bakteri yang ditemukan pada OMSK agak sedikit berbeda dengan kebanyakan infeksi telinga lain, karena bakteri yang ditemukan pada OMSK pada umumnya berasal dari luar yang masuk ke lubang perforasi tadi.

5. Infeksi saluran nafas atas.

Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal berada dalam telinga tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.

6. Autoimun.

Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insidens lebih besar terhadap otitis media kronis.

7. Alergi.

Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi dibanding yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya

(11)

sebagian penderita yang alergi terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteri atau toksintoksinnya, namun hal ini belum terbukti kebenarannya.

8. Gangguan fungsi tuba eustachius.

Hal ini terjadi pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat oleh edema.

Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap pada OMSK:1

1. Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi sekret telinga purulen berlanjut.

2. Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan pada perforasi.

3.

Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui

mekanisme migrasi epitel. Pada pinggir perforasi, epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang cepat di atas sisi medial dari membran timpani yang hal ini juga mencegah penutupan spontan dari perforasi.

2.3.4 Patofisiologi

OMSK dimulai dari episode infeksi akut terlebih dahulu. Patofisiologi dari OMSK dimulai dari adanya iritasi dan inflamasi dari mukosa telinga tengah yang disebabkan oleh multifaktorial, diantaranya infeksi yang dapat disebabkan oleh virus atau bakteri, gangguan fungsi tuba, alergi, kekebalan tubuh turun, lingkungan dan sosial ekonomi. Kemungkinan penyebab terpenting mudahnya anak mendapat infeksi telinga tengah adalah struktur tuba pada anak yang berbeda dengan dewasa dan kekebalan tubuh yang belum berkembang sempurna sehingga bila terjadi infeksi jalan napas atas, maka lebih mudah terjadi infeksi telinga tengah berupa

Otitis Media Akut (OMA).1,4 Respon inflamasi yang timbul adalah berupa udem

mukosa. Jika proses inflamasi ini tetap berjalan, pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya ulkus dan merusak epitel. Mekanisme pertahanan tubuh penderita dalam menghentikan infeksi biasanya menyebabkan terdapatnya jaringan granulasi yang pada akhirnya dapat berkembang menjadi polip di ruang telinga tengah. Jika

(12)

lingkaran antara proses inflamasi, ulserasi, infeksi dan terbentuknya jaringan granulasi ini berlanjut terus akan merusak jaringan sekitarnya.1,6

Gambar 2. Pathway OMSK

2.3.5 Manifestasi Klinis

1. Telinga berair (otorea)

Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan encer) tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan

(13)

mukosa secara luas. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.1,4

2. Gangguan pendengaran

Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom dapat menghantar bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat harus diinterpretasikan secara hati-hati.

Penurunan fungsi koklea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat. Hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi koklea.1,4

3. Otalgia (nyeri telinga)

Adanya nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK dan bila ada merupakan suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti petrositis, subperiosteal abses, atau trombosis sinus lateralis. 1,4

4. Vertigo

Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya. Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Pada penderita yang sensitif, keluhan vertigo dapat terjadi karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam

(14)

labirin juga akan menyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan yang serius, karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana mungkin berlanjut menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan

pemberian tekanan positif dan negatif pada membran timpani.1,4

Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna:1,4

a. Adanya abses atau fistel retroaurikular

b. Jaringan granulasi atau polip di liang telinga yang berasal dari kavum timpani. c. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk (aroma kolesteatom)

d. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.

2.3.6 Tatalaksana

Pada waktu pengobatan haruslah dievaluasi faktor-faktor yang menyebabkan penyakit menjadi kronis, perubahan-perubahan anatomi yang menghalangi penyembuhan serta menganggu fungsi, dan proses infeksi yang terdapat di telinga. Bila didiagnosis kolesteatom, maka mutlak harus dilakukan operasi, tetapi obat - obatan dapat digunakan untuk mengontrol infeksi sebelum operasi.1,4,7,8

Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luas infeksi, yang dapat dibagi atas: konservatif dan operasi

A. Otitis media supuratif kronik benigna

a) Otitis media supuratif kronik benigna tenang

Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti, timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta gangguan pendengaran.

b) Otitis media supuratif kronik benigna aktif Prinsip pengobatan adalah:

(15)

1. Membersihkan liang telinga dan kavum timpani (toilet telinga) Tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang baik bagi perkembangan mikroorganisme. Cara pembersihan liang telinga (toilet telinga):1,7,8

a) Toilet telinga secara kering (dry mopping). Telinga dibersihkan dengan kapas lidi steril, setelah dibersihkan dapat di beri antibiotik berbentuk serbuk. Cara ini sebaiknya dilakukan di klinik atau dapat juga dilakukan oleh anggota keluarga. Pembersihan liang telinga dapat dilakukan setiap hari sampai telinga kering.

b) Toilet telinga secara basah (syringing). Telinga disemprot dengan cairan untuk membuang debris dan nanah, kemudian dibersihkan dengan kapas lidi steril dan diberi serbuk antibiotik. Meskipun cara ini sangat efektif untuk membersihkan telinga tengah, tetapi dapat mengakibatkan penyebaran infeksi ke bagian lain dan ke mastoid. Pemberian serbuk antibiotik dalam jangka panjang dapat menimbulkan reaksi sensitifitas pada kulit. Dalam hal ini dapat diganti dengan serbuk antiseptik, misalnya asam boric dengan iodine.

c) Toilet telinga dengan pengisapan (suction toilet). Pembersihan dengan suction pada nanah dengan bantuan mikroskopis operasi adalah metode yang paling populer saat ini. Setelah itu dilakukan pengangkatan mukosa yang berproliferasi dan polipoid sehingga sumber infeksi dapat dihilangkan. Akibatnya terjadi drainase yang baik dan resorbsi mukosa. Pada orang dewasa yang kooperatif cara ini dilakukan tanpa anastesi tetapi pada anak-anak diperlukan anestesi. Pencucian telinga dengan H2O2 3% akan mencapai sasarannya bila dilakukan

(16)

dengan “displacement methode” seperti yang dianjurkan oleh Mawson dan Ludmann.

2. Pemberian antibiotika:1,4,7,8 a. Antibiotik topikal

Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dan sekret yang banyak tanpa dibersihkan dulu adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang atau tidak progresif lagi diberikan obat tetes yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid. Irigasi dianjurkan dengan garam faal agar lingkungan bersifat asam yang merupakan media yang buruk untuk tumbuhnya kuman.

Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk sampai telinga tengah, maka tidak dianjurkan antibiotik yang ototoksik misalnya neomisin dan lamanya tidak lebih dari 1 minggu. Cara pemilihan antibiotik yang paling baik dengan berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistensi. Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada otitis media kronik adalah :

1. Polimiksin B atau polimiksin E: Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif.

2. Neomisin : Obat bakterisid pada kuman gram positif dan negatif. Toksik terhadap ginjal dan telinga.

3. Kloramfenikol : Obat ini bersifat bakterisid terhadap basil gram positif dan negatif kecuali Pseudomonas aeruginosa. b. Antibiotik sistemik7,8

Pemilihan antibiotik sistemik untuk OMSK juga sebaiknya berdasarkan kultur kuman penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus disertai pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan, perlu diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita tersebut.

Dengan melihat konsentrasi obat dan daya bunuhnya terhadap mikroba, antimikroba dapat dibagi menjadi 2 golongan. Golongan pertama daya bunuhnya tergantung kadarnya. Makin

(17)

tinggi kadar obat, makin banyak kuman terbunuh, misalnya golongan aminoglikosida dan kuinolon. Golongan kedua adalah antimikroba yang pada konsentrasi tertentu daya bunuhnya paling baik. Peninggian dosis tidak menambah daya bunuh antimikroba golongan ini, misalnya golongan beta laktam.

Untuk bakteri aerob dapat digunakan golongan kuinolon (siprofloksasin dan ofloksasin) atau golongan sefalosforin generasi III (sefotaksim, seftazidin, dan seftriakson) yang juga efektif untuk Pseudomonas, tetapi harus diberikan secara parenteral.

Untuk bakteri anaerob dapat digunakan metronidazol yang bersifat bakterisid. Pada OMSK aktif dapat diberikan dengan dosis 400 mg per 8 jam selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-4 minggu.

B. Otitis media supuratif kronik maligna.1,4,8

Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi.

Ada beberapa jenis pembedahan atau teknik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain: 1. Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy)

2. Mastoidektomi radikal

3. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi 4. Miringoplasti

5. Timpanoplasti

6. Pendekatan ganda timpanoplasti (combined approach tympanoplasty)

Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.

(18)

2.4 Komplikasi Otitis Media Supuratif Kronis

Otitis media supuratif, baik yang akut atau kronis mempunyai potensi untuk menjadi serius dan menyebabkan kematian. Tendensi otitis media mendapat komplikasi tergantung pada kelainan patologik yang menyebabkan otore. Walaupun demikian organisme yang resisten dan kurang efektifnya pengobatan, akan menimbulkan komplikasi. Biasanya komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe maligna, tetapi suatu otitis media akut atau suatu eksaserbasi akut oleh kuman yang virulen pada OMSK tipe benigna pun dapat menyebabkan komplikasi. Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar pertahanan telinga tengah yang normal dilewati, sehingga infeksi dapat menjalar ke struktur di sekitarnya. Pertahanan pertama adalah mukosa kavum timpani, yang mampu melokalisasi infeksi. Sawar kedua adalah dinding tulang kavum timpani dan sel mastoid. Dinding pertahanan ketiga adalah jaringan granulasi.1,4,9

a. Penyebaran secara hematogen dapat diketahui dengan adanya: 1. Komplikasi terjadi pada awal infeksi atau eksaserbasi akut 2. Gejala prodromal tidak jelas

3. Pada operasi, didapatkan dinding tulang teling tengah utuh, dan tulang serta lapisan muko periosteal meradang dan mudah berdarah

b. Penyebaran melalui erosi tulang dapat diketahui bila:

1. Komplikasi terjadi beberapa minggu atau lebih setelah awal penyakit 2. Gejala prodromal mendahului gejala infeksi

3. Pada operasi ditemukan lapisan tulang yang rusak di antara fokus supurasi dengan struktur sekitarnya

c. Penyebaran melalui jalan yang sudah ada dapat diketahui bila : 1. Komplikasi terjadi pada awal penyakit

2. Serangan labirinitis atau meningitis berulang, mungkin juga dapat ditemukan fraktur tengkorak, riwayat operasi tulang, atau riwayat otitis media yang sudah sembuh

3. Pada operasi ditemukan jalan penjalaran sawar tulang yang bukan karena erosi

(19)

Bila dengan pengobatan medikamentosa tidak berhasil mengurangi gejala, seperti otorea terus terjadi, dan pada pemeriksaan otoskopik tidak menunjukkan berkurangnya reaksi inflamasi dan pengumpulan cairan, maka harus diwaspadai kemungkinan terjadinya komplikasi. Pada stadium akut, yang dapat merupakan tanda bahaya antara lain; naiknya suhu tubuh, nyeri kepala, atau adanya malaise, drowsiness, somnolen, atau gelisah. Dapat juga timbulnya nyeri kepala di bagian parietal atau oksipital, dan adanya mual, muntah proyektil, serita kenaikan suhu badan yang menetap selama terapi, merupakan tanda komplikasi intrakranial. Pada OMSK, tanda penyebaran penyakit dapat terjadi setelah sekret berhenti, karena menandakan adanya sekret purulen yang terbendung.

Pencitraan yang lebih akurat adalah pemeriksaan CT-Scan, dimana dapat terlihat erosi tulang yang merupakan tanda nyata komplikasi dan memerlukan tindakan operasi segera. CT-Scan juga berguna untuk menentukan letak anatomi lesi.9,10

Komplikasi intra kranial yang serius lebih sering terlihat pada eksaserbasi akut dari OMSK berhubungan dengan kolesteatom.

Perjalanan komplikasi infeksi telinga tengah ke intra kranial harus melewati 3 macam lintasan:1

1. Dari rongga telinga tengah ke selaput otak 2. Menembus selaput otak.

3. Masuk ke jaringan otak.

Insidensi terjadinya komplikasi dari otitis media kronik dan kolesteatoma sudah menurun sejak semakin banyaknya antibiotik pada awal abad ke 20. Bagaimanapun, komplikasi ini dapat terus terjadi, dan bisa berakibat fatal apabila tidak diidentifikasi dan diterapi secara tepat. Terapi dari komplikasi otitis media kronik tidak sama dengan penanganan terhadap otitis media akut, karena biasanya memerlukan tindakan intervensi bedah.

Otitis media kronik (OMK) dikenal sebagai infeksi atau inflamasi persisten dari telinga tengah dan mastoid. Kondisi ini melibatkan perforasi dari membran timpani, dengan adanya cairan yang keluar dari telinga (otorrhea) secara intermiten atau terus-menerus. Dengan terjadinya otomastoiditis kronis dan disfungsi dari tuba

(20)

eustachius yang persisten, membran timpani melemah, yang meningkatkan kemungkinan atelektasis telinga atau pembentukan kolesteatoma.

Kedekatan dari telinga tengah dan mastoid ke intratemporal dan intracranial meningkatkan risiko infeksi terjadinya komplikasi dari struktur kompartemen yang berlokasi di sekitar daerah itu. Otitis media akut (OMA) dan komplikasinya leboh sering terjadi pada anak kecil, sedangkan komplikasi sekunder untuk otitis media kronis dengan atau tanpa klesteatoma lebih sering terjadi pada anak yang lebih tua dan dewasa.

Komplikasi dari OMA dan OMK dikenal dengan menggunakan sistem klasifikasi yang dibagi menjadi komplikasi intracranial dan extracranial. Komplikasi extracranial dibagi lagi menjadi komplikasi extratemporal dan intratemporal. Pengembangan dan penggunaan antibiotik yang tepat dapat menurunkan komplikasi yang merugikan. Namun, komplikasi dapat terus terjadi, dan kewaspadaan klinis diperlukan untuk deteksi dini dan pengobatan. Selanjutnya, dengan terus berkembangnya patogen yang multi drug resistant, komplikasi ini mungkin menjadi lebih sering terjadi karena antibiotik yang ada saat ini menjadi kurang efektif. 1,4,9,10

2.4.1 Komplikasi Intratemporal A. Fistula Labirin

Fistula labirin terus menjadi salah satu komplikasi yang paling umum dari otitis kronis dengan cholesteatoma, dan telah dilaporkan terjadi pada sekitar 7% dari kasus. Beberapa keadaan ini lebih mengganggu ahli bedah otologic daripada terdapatnya sebuah labirin terbuka yang ditemukan pada saat operasi cholesteatoma. Risiko kehilangan pendengaran sensorineural yang signifikan sebagai akibat manipulasi bedah membuat labirin terbuka dan pengelolaannya menjadi topik yang sangat kontroversial.

Karena lokasinya di dekat antrum, kanalis semisirkularis horizontal adalah bagian yang paling sering terlibat dari labirin, dan menyumbang sekitar 90% dari fistula ini. Meskipun kanal horisontal biasanya terlibat, fistula dapat terjadi di kanal posterior dan superior, dan di koklea itu sendiri. Fistula koklea dikaitkan dengan

(21)

insidensi terjadinya gangguan pendengaran yang jauh lebih tinggi ditemui dibandingkan dengan labirin fistula.

Erosi tulang dari kapsul otic dapat terjadi melalui dua proses yang berbeda. Dengan terdapatnya cholesteatoma, mediator diaktifkan dari matriks, atau tekanan dari cholesteatoma itu sendiri, dapat menyebabkan osteolisis dan membuka labirin. Namun, fistula labirin dapat terjadi dari resorpsi kapsul otic karena mediator inflamasi bila tidak ada cholesteatoma, yang biasanya terjadi pada OMK dengan granulasi.

Salah satu alasan kontroversi dalam membahas fistula ini adalah kurangnya sistem pembagian stadium yang dapat diterima. Beberapa sistem telah diusulkan. Sistem diperkenalkan oleh Dornhoffer dan Milewski, sistem ini berkaitan dengan keterlibatan labirin yang mendasarinya.

Stadium I: Fistula dengan erosi tulang dan endosteum utuh.

Stadium IIa: Jika endosteum ini terkena, namun ruang perilymphatic tidak Stadium IIb: Ketika perilymph ini terkena oleh penyakit atau sengaja disedot

Stadium III: menunjukkan bahwa labirin membran dan endolymph telah terganggu oleh penyakit atau intervensi bedah.

Diagnosis

Pasien yang memiliki erosi yang signifikan dari labirin klasik ini datang dengan vertigo subjektif dan tes fistula yang positif pada pemeriksaan. Sayangnya, gambaran klasik tidak sensitif dalam identifikasi preoperatif fistula. Vertigo periodik atau disekuilibrium yang signifikan ditemukan pada 62% sampai 64% dari pasien yang memiliki fistula sebelum operasi. Tes fistula positif dalam 32% sampai 50% dari pasien yang ditemukan memiliki fistula selama eksplorasi bedah. Meskipun kehilangan pendengaran sensorineural ditemukan di sebagian besar pasien (68%), itu bukan indikator yang sensitif untuk fistula. Meskipun adanya gangguan pendengaran sensorineural, vertigo, atau tes fistula positif pada pasien yang memiliki cholesteatoma harus meningkatkan kecurigaan untuk fistula, tidak adanya tanda-tanda tadi tidak menjamin labirin tulang utuh. Hal ini sebagai alasan

(22)

bahwa pendekatan bedah yang bijaksana adalah dengan mengasumsikan adanya fistula di setiap kasus cholesteatoma, untuk mencegah komplikasi yang tak terduga.

Walaupun pencitraan universal untuk semua pasien yang memiliki cholesteatoma belum standar, tinjauan literatur menunjukkan bahwa penggunaan pencitraan CT pra operasi meningkat. Karena ketidakmampuan untuk secara akurat mendiagnosis fistula preoperatif atas dasar klinis, peningkatan dalam pencitraan merupakan upaya untuk meningkatkan deteksi suatu labirin, nervus facialis , atau dura yang terkena, untuk membantu dalam perencanaan operasi. Sayangnya, kemampuan untuk mendeteksi fistula secara akurat pada CT pra operasi telah dilaporkan sebagai 57% sampai 60%. Dalam laporan saat ini CT scan tidak lebih sensitif daripada anamnesis dan pemeriksaan fisik dalam mendeteksi fistula labirin. Diagnosis definitif untuk fistula hanya dibuat intraoperatif, yang menegaskan kembali kebutuhan untuk menangani semua kasus cholesteatoma dengan hati-hati.

1,4,9,10

B. Mastoiditis Coalescent

Mastoiditis adalah spektrum penyakit yang harus didefinisikan dengan tepat untuk diterapi secara memadai. Mastoiditis, didefinisikan sebagai penebalan mukosa atau efusi mastoid, adalah umum dalam suatu otitis akut atau kronis, dan dilihat secara rutin pada CT scan. Mastoiditis secara klinis menyajikan postauricular eritema, nyeri, dan edema, dengan daun telinga ke arah posterior dan inferior. Pemeriksaan lebih lanjut diindikasikan untuk menentukan pengobatan yang paling tepat.

Diagnosis

Dengan adanya mastoiditis klinis, CT scan harus dilakukan untuk mengevaluasi abses subperiosteal atau mastoiditis coalescent. Mastoiditis Coalescent adalah proses akut, infeksi tulang mastoid, dengan kehilangan karakteristik tulang trabekuler. Ini adalah komplikasi yang jarang terjadi, dan terlihat biasanya pada anak-anak muda dengan OMA. Klasik, mastoiditis coalescent digambarkan sebagai terjadi di mastoid yang terpneumatisasi pada OMA yang tidak sempurna diobati, sedangkan otitis kronis dan cholesteatoma terjadi

(23)

pada tulang temporal sklerotik. Namun, sebanyak 25% dari kasus mastoiditis coalescent telah dilaporkan terjadi pada tulang temporal sklerotik dengan OMK dan cholesteatoma. 1,4,9,10

C. Facial Paralysis

Otogenic yang menyebabkan kelumpuhan saraf wajah termasuk OMA, OMK tanpa cholesteatoma, dan cholesteatoma. Yang pertama biasanya terjadi dengan saluran tuba pecah dalam segmen timpani, yang memungkinkan kontak langsung mediator inflamasi dengan saraf wajah itu sendiri. OMK dengan atau tanpa cholesteatoma dapat mengakibatkan kelumpuhan wajah melalui keterlibatan saraf pecah, atau melalui erosi tulang. Kelumpuhan wajah sekunder untuk OMA sering terjadi pada anak dengan paresis tidak lengkap yang datang tiba-tiba dan biasanya singkat dengan pengobatan yang tepat. Di sisi lain, kelumpuhan sekunder pada OMK atau cholesteatoma sering menyebabkan kelumpuhan wajah progresif lambat dan memiliki prognosis yang lebih buruk.

Diagnosis

Diagnosis kelumpuhan wajah otogenic dibuat atas dasar klinis. Paresis atau kelumpuhan wajah pada OMA, OMK, atau cholesteatoma bukanlah diagnosis yang sulit untuk dibuat hanya dengan pemeriksaan sendiri. Peran diagnostik pencitraan CT dipertanyakan. Meskipun CT scan tidak diperlukan, dapat berguna dalam perencanaan terapi dan konseling pasien. Ketika cholesteatoma melibatkan saluran tuba, juga dapat mengikis struktur seperti labirin atau tegmen. Selanjutnya, tingkat erosi tulang dari kanal tuba dan derajat keterlibatannya lebih dapat dinilai pada CT.

1,4,9,10

2.4.2 Komplikasi Ekstratemporal A. Abses Subperiosteal

Abses subperiosteal adalah komplikasi extracranial dari OMK yang paling sering terjadi. Abses ini terjadi di korteks mastoid ketika proses infeksi dalam sel-sel udara mastoid meluas ke ruang subperiosteal. Perluasan ini paling sering terjadi sebagai akibat dari erosi korteks sekunder menjadi mastoiditis akut atau coalescent, tetapi juga dapat terjadi sebagai akibat dari perluasan vaskular sekunder menjadi

(24)

phlebitis dari vena mastoid. Abses subperiosteal terlihat lebih sering pada anak-anak muda dengan OMA, tetapi juga ditemukan pada otitis kronis dengan dan tanpa cholesteatoma. Cholesteatoma dapat menghalangi aditus ad antrum, mencegah terhubungnya dari isi dari mastoid yang terinfeksi dengan ruang telinga tengah dan tuba eustachius. Obstruksi ini meningkatkan kemungkinan dekompresi yang infeksius sampai korteks mastoid, menyajikan klinis sebagai abses subperiosteal atau abses Bezold.

Diagnosis

Seringkali, diagnosis abses subperiosteal dibuat atas dasar klinis. Umumnya, pasien akan datang dengan gejala sistemik, termasuk demam dan malaise, bersama dengan tanda-tanda lokal, termasuk daun telinga yang menonjol ke arah lateral dan inferior, dan juga terdapat daerah yang fluktuatif, eritematosa, dan nyeri di belakang telinga. Bila diagnosis tidak pasti pada evaluasi klinis, CT scan kontras dapat menunjukkan abses dan mungkin defek kortikal pada mastoid. Sebuah kasus dapat dibuat untuk CT scan kontras dari tulang temporal pada semua pasien dengan gejala-gejala ini, untuk membantu dalam perencanaan terapi dan untuk menyingkirkan kemungkinan komplikasi lainnya. Mastoiditis tanpa abses, limfadenopati, abses superfisial, dan kista sebasea terinfeksi adalah kemungkinan lain yang harus disingkirkan. 1,4,9,10

B. Abses Bezold

Abses Bezold adalah abses cervical yang berkembang mirip dengan abses subperiosteal secara patologi. Dengan adanya mastoiditis coalescent, jika korteks mastoid terkena pada ujungnya, sebagai lawan dari korteks lateral, abses akan berkembang di leher, dalam sampai sternokleidomastoid. Abses ini dideskripsikan sebagai massa yang dalam dan lembut pada leher. Karena abses berkembang dari sel-sel udara di ujung mastoid, ini ditemukan pada anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa, di mana pneumatisasi dari mastoid telah diperpanjang sampai ke ujung. Sebagian besar dari abses ini adalah hasil dari ekstensi langsung melalui korteks, selain itu adalah dari transmisi melalui korteks utuh dengan cara phlebitis vena mastoid. Meskipun abses Bezold adalah komplikasi dari OMA dengan

(25)

mastoiditis yang lebih sering terjadi pada anak-anak, abses ini juga dikenal sebagai komplikasi dari OMK dengan cholesteatoma.

Diagnosis

CT scan kontras dari leher dan mastoid dianjurkan untuk membuat diagnosis dari abses Bezold. Presentasi dari pembesaran massa yang dalam dan lembut di leher harus dibedakan dari inflamasi limfadenopati leher, yang sulit atas dasar klinis saja. CT scan abses Bezold yang menunjukkan abses melingkar yang meningkat dengan peradangan di sekitarnya, dapat menunjukkan dehiscence tulang di ujung mastoid, dan dapat membantu dalam perencanaan operasi. 1,4,9,10

2.4.3 Komplikasi Intrakranial A. Meningitis

Meningitis adalah komplikasi intrakranial yang paling umum dari OMK, dan OMA adalah penyebab sekunder yang paling umum dari meningitis. Dalam seri terbaru komplikasi OMK, meningitis terjadi pada sekitar 0,1% dari subyek. Meskipun ini tetap merupaka komplikasi yang signifikan, tingkat kematian akibat meningitis otitic telah menurun secara signifikan, dari 35% di era preantibiotic sampai 5% di era postantibiotic. Meningitis dapat muncul dari tiga rute otogenic yang berbeda: penyebaran hematogen dari meninges dan ruang subarachnoid, menyebar dari telinga tengah atau mastoid melalui saluran yang telah terjadi (fisura Hyrtl), atau melalui erosi tulang dan penyuluhan langsung. Dari ketiga kemungkinan, meningitis otogenic paling umum adalah hasil dari penyebaran hematogen.

Diagnosis

Diagnosis cepat meningitis bergantung pada pengenalan dari tanda-tanda peringatan oleh dokter. Tanda-tanda bahwa harus meningkatkan kecurigaan komplikasi intrakranial termasuk demam persisten atau intermiten, mual dan muntah; iritabilitas, letargi, atau sakit kepala persisten. Tanda-tanda yang juga membantu diagnosis proses intrakranial meliputi perubahan visual; kejang onset baru, kaku kuduk, ataksia, atau status mental menurun. Jika ada tanda-tanda mencurigakan itu terjadi, pengobatan segera dan pemeriksaan lebih lanjut sangat

(26)

penting. Antibiotik spektrum luas, seperti sefalosporin generasi ketiga, harus diberikan selama tes diagnostik sedang dilakukan. CT scan atau MRI kontras akan menunjukkan peningkatan karateristik meningeal dan menyingkirkan komplikasi intrakranial tambahan yang dikenal terjadi pada hingga 50% dari kasus ini. Dengan tidak adanya efek massa yang signifikan pada pencitraan, pungsi lumbal harus dilakukan untuk mengkonfirmasi diagnosis dan memungkinkan untuk kultur dan tes sensitivitas. 1,4,9,10,11

B. Abses Otak

Abses otak adalah komplikasi intrakranial kedua yang paling umum dari otitis media setelah meningitis, tetapi mungkin yang paling mematikan. Berbeda dengan meningitis, yang lebih sering disebabkan oleh OMA, otak abses hampir selalu merupakan hasil dari OMK. Lobus temporal dan otak kecil yang paling sering terkena dampaknya. Abses ini berkembang sebagai hasil dari perpanjangan hematogen sekunder menjadi tromboflebitis di hampir semua kasus, tetapi erosi tegmen dengan abses epidural dapat menyebabkan abses lobus temporal. Hasil kultur dari abses ini biasanya steril, dan, bila positif, biasanya mengungkapkan flora campur, namun Proteus yang lebih sering dikultur daripada patogen lain. Perkembangan klinis yang terlihat pada pasien ini terjadi dalam tiga tahap. Tahap pertama digambarkan sebagai tahap ensefalitis, dan termasuk gejala seperti flu yaitu gejala demam, kekakuan, mual, perubahan status mental, sakit kepala, atau kejang. Tahap ini diikuti oleh laten, diam atau di mana gejala akut mereda, namun kelelahan umum dan kelesuan bertahan. Tahap ketiga dan terakhir menandai kembalinya gejala akut, termasuk sakit kepala parah, muntah, demam, perubahan status mental, perubahan hemodinamik dan peningkatan tekanan intrakranial. Tahap ketiga adalah disebabkan rongga abses yang pecah atau meluas.

Diagnosis

Seperti dengan meningitis, setiap gejala yang mungkin mengindikasikan keterlibatan intrakranial membutuhkan tindakan cepat. Dengan adanya gejala ini, CT scan atau MRI kontras harus dipesan sementara IV antimikroba terapi dimulai. Untuk abses otak, MRI lebih unggul. Meskipun MRI memberikan detil yang lebih

(27)

baik mengenai abses sendiri, CT scan memberikan informasi berharga tentang erosi tulang mastoid, dan dapat membantu dalam menentukan penyebab abses dan pilihan pengobatan yang paling tepat. Pencitraan itu sendiri adalah diagnostik abses parenkim yang signifikan, dan evaluasi menyeluruh dari pencitraan diperlukan untuk menyingkirkan komplikasi intrakranial secara bersamaan, atau bukti tekanan intrakranial meningkat. 1,4,9,10,11

C.Trombosis Sinus Lateral

Sinus sigmoid atau trombosis sinus lateralis merupakan komplikasi yang terkenal dari otitis media dimana tercatat 17% sampai 19% kasus dari komplikasi intrakranial. Kedekatan dari telinga tengah dan sel udara mastoid ke sinus vena dural memudahkan mereka untuk menjadi trombosis dan tromboflebitis sekunder terhadap infeksi dan peradangan di telinga tengah dan mastoid. Keterlibatan sinus sigmoid atau lateral dapat hasil dari erosi tulang sekunder untuk OMK dan cholesteatoma, dengan perpanjangan langsung dari proses menular ke ruang perisinus, atau dari penyebaran ruang dari tromboflebitis vena mastoid. Setelah sinus telah terlibat, dan trombus intramural berkembang, dapat menghasilkan sejumlah komplikasi yang serius. Hidrosefalus Otitic dikenal untuk mempersulit sejumlah besar kasus ini. Bekuan yang terinfeksi dapat menyebar ke arah proximal melibatkan pertemuan sinus (torcular herophili) dan sinus sagital, menyebabkan hidrosefalus yang mengancam jiwa, atau menyebar ke arah distal untuk melibatkan vena jugularis interna. Keterlibatan vena jugularis interna meningkatkan risiko emboli paru septik.

Diagnosis

Presentasi klasik dari trombosis sinus sigmoid atau lateral adalah adanya demam tinggi yang tajam dalam pola "picket fence", sering terlihat dengan sakit kepala dan malaise umum. Seperti banyak komplikasi ini, tingkat kecurigaan yang tinggi diperlukan karena demam spiking mungkin tumpul oleh penggunaan antibiotik bersamaan. Dengan adanya demam tinggi spiking, atau kepedulian untuk tekanan intrakranial meningkat, CT scan harus dikontraskan dilakukan untuk melihat tromboflebitis. Dinding sinus akan lebih cerah dengan kontras dan menghasilkan

(28)

tanda delta karakteristik yang berkaitan dengan trombosis sinus. Dengan adanya trombosis sinus signifikan, sebuah Venogram resonansi magnetik MRI dijamin, karena mereka dapat digunakan serial untuk mengevaluasi propagasi gumpalan atau resolusi. 1,4,9,10,11

D. Abses Epidural

Adanya abses epidural sering dapat membahayakan dalam perkembangan. Abses ini berkembang sebagai hasil dari penghancuran tulang dari cholesteatoma atau dari mastoiditis coalescent. Tanda-tanda dan gejala tidak berbeda secara signifikan dari yang ditemukan dalam OMK. Kadang-kadang, iritasi dural dapat mengakibatkan peningkatan otalgia atau sakit kepala yang berfungsi sebagai tanda menyangkut di latar belakang OMK. Karena komplikasi ini tidak begitu jelas dalam presentasi klinis, sehingga sering ditemukan secara kebetulan pada saat operasi cholesteatoma atau CT scan untuk keperluan lain.

Diagnosis

Tidak seperti komplikasi intrakranial lainnya, tidak ada gejala yang sensitif atau spesifik sugestif dari proses penyakit ini. Kecurigaan klinis yang tinggi diperlukan untuk mendiagnosis abses epidural sebelum operasi. Kehadiran otalgia meningkat atau sakit kepala sebaiknya meningkatkan kecurigaan untuk komplikasi intrakranial. CT scan atau MRI kontras cukup untuk mendiagnosis abses ini. Bahkan dengan evaluasi yang cermat, diagnosis ini sering dibuat pada saat operasi.

1,4,9,10,11

E. Otitic Hydrocephalus

Otitic hidrosefalus digambarkan sebagai tanda-tanda dan gejala menunjukkan peningkatan tekanan intrakranial dengan LCS yang normal pada pungsi lumbal, yang dapat hadir sebagai komplikasi dari OMA, OMK, atau operasi otologic. "Hidrosefalus Otitic" sampai sekarang belum dipahami seluruhnya, begitu juga dari sisi patofisiologi Ini adalah sebuah ironi karena kondisi ini dapat ditemukan tanpa otitis, dan pasien tidak memiliki ventrikel yang melebar menunjukkan tanda hidrosefalus. Symonds, yang menciptakan istilah otitic

(29)

hidrosefalus, merasa bahwa kondisi ini dikembangkan dari infeksi sinus (transversal) lateral, dengan perluasan thrombophlebitis ke pertemuan sinus untuk melibatkan sinus sagital superior. Peradangan atau infeksi dari sinus sagital superior mencegah penyerapan LCS melalui vili arachnoid, sehingga tekanan intrakranial meningkat. Hal ini biasanya terjadi tromboflebitis menular sebagai akibat dari infeksi otologic, tetapi beberapa kasus juga terdapat pada kasus tanpa operasi otologic atau otitis. Selanjutnya, meskipun trombosis sinus lateral biasanya ditemukan pada hidrosefalus otitic, kasus telah dilaporkan tanpa trombosis sinus dural.

Diagnosis

Diagnosis hidrosefalus otitic membutuhkan tingkat kecurigaan yang tinggi untuk mengenali gejala sugestif. Gejala-gejala yang ditemukan pada pasien ini adalah akibat dari tekanan intrakranial yang meningkat dan menyebar termasuk sakit kepala, mual, muntah, perubahan visual, dan kelesuan. Kehadiran gejala ini memerlukan pemeriksaan menyeluruh dan pencitraan. Pemeriksaan fundoscopic harus dilakukan untuk mengevaluasi papilledema sebagai bukti tekanan intrakranial meningkat. MRI dan MRV harus dilakukan untuk mengevaluasi untuk pembesaran ventrikel, atau komplikasi intrakranial yang lain, seperti trombosis sinus yang signifikan dengan obstruksi. Peningkatan tekanan intrakranial dengan gejala klinis dan papilledema tanpa adanya dilatasi ventrikel atau meningitis sudah cukup untuk membuat diagnosis ini. MRV akan mengkonfirmasi keberadaan dan tingkat trombosis sinus dural, tetapi tidak diperlukan untuk membuat diagnosis hidrosefalus otitic. 1,4,9,10,11

(30)

BAB III KESIMPULAN

Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan peradangan atau infeksi kronis yang mengenai mukosa dan struktur tulang di dalam kavum timpani, ditandai dengan perforasi membran timpani, sekret yang keluar terus-menerus atau hilang timbul.

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien didiagnosis menderita OMSK. Berdasarkan anamnesa, pasien mengeluhkan keluarnya cairan dari telinga kanan yang kumat-kumatan, dimana sekret awalnya berwarna putih, encer dan tidak berbau, kemudian menjadi agak kental, kekuningan, dan berbau. Pasien juga mengeluhkan nyeri kepala dan nyeri pada telinga kanan. Pasien juga mengeluhkan pendengaran pada telinga kanan menurun.

Penurunan pendengaran pada pasien OMSK tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran yang terjadi. Biasanya dijumpai tuli konduktif, namun dapat pula terjadi tuli persepsi yaitu bila telah terjadi invasi ke labirin, atau tuli campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom, dapat menghambat bunyi sampai dengan efektif ke fenestra ovalis.

Dalam proses penyembuhannya dapat terjadi penumbuhan epitel skuamosa ke dalam telinga tengah. Kadang-kadang perluasan lapisan tengah ini ke daerah atik mengakibatkan pembentukan kantong dan kolesteatom. Pembentukan kolesteatom ini akan menekan tulang-tulang di sekitarnya sehingga mengakibatkan terjadinya destruksi tulang, yang ditandai dengan sekret yang kental dan berbau.

Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar pertahanan telinga tengah yang normal dilewati, sehingga infeksi dapat menjalar ke struktur di sekitarnya. Pertahanan pertama adalah mukosa kavum timpani, yang mampu melokalisasi infeksi. Sawar kedua adalah dinding tulang kavum timpani dan sel mastoid. Dinding pertahanan ketiga adalah jaringan granulasi.

Komplikasi OMSK dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu: 1,4,9,10,11

(31)

a. Fistula labirin b. Mastoiditis coalescent c. Facial paralisis B. Komplikasi ekstratemporal a. Abses subperiosteal b. Abses bezold C. Komplikasi intrakranial a. Meningitis b. Abses otak

c. Trombosis sinus lateral d. Abses epidural

(32)

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi kelima. Jakarta: FKUI, 2001.

2. Netter, Frank H. ATLAS OF HUMAN ANATOMY 25th Edition. Jakarta: EGC, 2014. 3. Bluestone, Klein. Otitis Media in Infants and Children. 4th ed. London: BC. 2007 4. Effendi H, Santoso K, Ed. BOIES buku ajar penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC, 1997 5. Pasyah MF, Wijana. Otitis Media Supuratif Kronik pada Anak. Bandung: FK UNPAD.

2009

6. Gopen Q. Pathology and clinical course of the inflammatory disease of the middle ear. In: Gulya AJ, Minor LB, Poe DS, eds. Glasscock-Shaumbaugh surgery of the ear. 6th ed. United States of America: People Medical Publishing House; 2010.

7. Couzos S, Lea T, Mueller R, Murray R, Culbong M. Effectiveness of ototopical antibiotics for chronic suppurative otitis media in Aboriginal children: a community-based, multicentre, double-blind randomised controlled trial. Medical Journal of Australia. 2003.

8. Dugdale AE. Management of chronic suppurative otitis media. Medical Journal of Australia. 2004.

9. Priyono H, Restuti RD. Komplikasi Intratemporal dan Intrakranial Pada Otitis Media. Jakarta: FKUI. 2010

10. Thapa N, Shirastav RP. Intracranial complication of chronic suppuratif otitis media, attico-antral type: experience at TUTH. J Neuroscience. 2004

11. Miura MS, Krumennauer RC, Neto JFL. Intracranial complication of chronic suppuratif otitis media in children. Brazillian Journal of Otorhinolaringology. 2005.

Gambar

Gambar 1. Anatomi telinga
Gambar 2. Pathway OMSK

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan: Mengetahui hubungan ekspresi IL-1 dengan derajat destruksi tulang akibat kolesteatoma pada penderita OMSK tipe bahaya.. Metode: Penelitian ini menggunakan desain

Otitis media supuratif kronis (OMSK) tipe bahaya adalah radang kronis telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret purulen dari telinga tersebut

Bentuk ketulian yang lain merupakan hasil interaksi dari berbagai hal, termasuk jenis OMSK, lama sakit, dan tipe perforasi, yang akan berujung pada keterlibatan telinga

Kesimpulan: Terdapat hubungan yang bermakna antara jenis OMSK, lamanya sakit dan jenis perforasi menbran timpani dengan

Hasil uji Spearman menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara lama otore dengan ambang hantaran tulang penderita OMSK keseluruhan dan OMSK tipe maligna

Hasil uji Spearman menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara lama otore dengan ambang hantaran tulang penderita OMSK keseluruhan dan OMSK tipe maligna

Dilakukan pada OMSK tipe atikoantral dengan infeksi atau kolesteatom yang sudah meluas.Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani dibersihkan dari semua jaringan

ETIOLOGI 3 Ganggguan fungsi tuba eustachius yang kronis Perforasi membran timpani yang menetap Metaplasia skuamosa atau perubahan patologis menetap pada telinga