ANALISIS GEOGRAFI TERHADAP KERENTANAN BENCANA TSUNAMI DI WILAYAH PESISIR UTARA KABUPATEN SIKKA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) Disusun oleh : Ray Kristy(1) Email : [email protected] Samuel Uki(2) Email : [email protected] ABSTRAK
Kabupaten Sikka merupakan kabupaten yang berada di provinsi Nusa Tenggara Timur yang dimana merupakan kawasan dengan tingkat rentan tsunami yang cukup tinggi. Hal ini karena Kabupaten Sikka berada dekat dengan zona subduksi lempeng tektonik Australia dan Eurasia serta dipengaruhi oleh sesar-sesar aktif di sepanjang Pulau Flores.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan overlay dengan scoring antara parameter-parameter yang berpengaruh pada kerentanan bencana tsunami, dimana setiap parameter dilakukan proses scoring dengan pemberian bobot dan nilai skor yang sesuai dengan klasifikasiannya masing-masing yang kemudian dilakukan overlay menggunakan software ArcGIS 10.7.1. Penggunaan software ini memanfaatkan Sistem Informasi Geografis (SIG) yang dapat menganalisa dan mempresentasikan objek atau fenomena daerah bencana alam khususnya bencana tsunam dalam bentuk peta digital. Karena fakta geografi dari sains bumi sering yang terbaik disajikan dengan peta dan ada yang tidak dapat disajikan dengan peta
Berdasarkan hasil analisis tersebut pesebaran kerentanan bencana tsunami di wilayah pesisir utara Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur memiliki sebaran wilayah yang termasuk dalam tingkat tingkat kerentanan sangat tinggi mempunyai luasan sebesar 30.55 km dengan presentase 1,8% yang meliputi sebagian dari Kecamatan Magepanda, Alok barat, Alok, Alok Timur, Kangae, Kewapante, Waigete, Talibura. Wilayah dengan kategori tingkat kerentanan tinggi mempunyai luasan sebesar 76,63 km dengan presentase 4,5% yang meliputi sebagian dari Kecamatan Magepanda, Alok barat, Alok, Alok Timur, Kangae, Kewapante, Waigete, Talibura. Wilayah dengan kategori tingkat kerentanan menengah mempunyai luasan sebesar 137,82 km dengan presentase 8,1% yang meliputi sebagian dari Kecamatan Magepanda, Alok barat, Alok, Alok Timur, Kangae, Kewapante, Waigete, Talibura. Wilayah dengan kategori tingkat kerentanan rendah mempunyai luasan sebesar 362,29 km dengan presentase 21,4% yang meliputi sebagian dari Kecamatan Magepanda, Alok barat, Alok, Alok Timur, Kangae, Kewapante, Waigete, Talibura. Wilayah dengan kategori tingkat kerentanan sangat rendah mempunyai luasan sebesar 1087,34 km dengan presentase 64,2% yang meliputi sebagian dari Kecamatan Magepanda, Alok barat, Alok, Alok Timur, Kangae, Kewapante, Waigete, Talibura.
Kata Kunci : Kerentanan bencana tsunami, Sistem informasi geografis (SIG)
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara kepulauan yang dilalui oleh rangkaian jalur gunung api (ring of
fire), sehingga Indonesia dapat dikatakan sebagai
tempat bersarangnya bencana alam. Hal ini dikarenakan Indonesia berada di antara tiga lempeng dunia, yaitu lempeng Indo-Australia, lempeng
Eurasia, dan lempeng Pasifik. Lempeng-lempeng ini mengalami pergerakan yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan-gangguan di dasar laut berupa gempa bumi tektonik, longsoran lempeng di dasar laut, letusan gunung api di dasar maupun dipermukaan laut. Gangguan-gangguan ini dapat memicu terjadinya tsunami di Indonesia. Rangkaian
gunung api yang ada di Indonesia melewati beberapa pulau seperti Sumatera, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Kabupaten Sikka yang termasuk dalam wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan kawasan dengan tingkat kerentanan tsunami yang cukup tinggi. Oleh karena itu Kabupaten Sikka berada dekat dengan zona subduksi lempeng tektonik Australia dan Eurasia serta dipengaruhi oleh sesar-sesar aktif di sepanjang Pulau Flores berdasarkan catatan tersebut, maka tidak bisa dipungkiri bahwa kepulauan di Nusa Tenggara terkhususnya di Nusa Tenggara Timur, menyimpan banyak sekali gunung api baik yang aktif maupun tidak, yang sewaktu-waktu bisa saja menimbulkan letusan dan menyebabkan berbagai bencana lainnya seperti tsunami akibat hasil erupsi yang menimbulkan gempa vulkanik. Gunung Rokatenda merupakan salah satu dari sekian banyak gunung api aktif yang berada di Pulau Flores keberadaan gunung ini tepatnya di Pulau Palue sebelah utara Pulau Flores dan masuk kedalam wilayah adsministrasi Kabupaten Sikka, NTT. Puncak tertinggi gunung Rokatenda yaitu 875 mdpl. Tercatat bahwa letusan Gunung Rokatenda terakhir kali terjadi pada tanggal 23 Maret 1985 dan kembali aktif lagi pada tanggal 2 dan 3 Februari 2013. Meskipun tidak di tetapkan sebagai status bencana nasional, namun letusan yang pernah cukup dahsyat dan terpantau langsung oleh satelit Earth Observing-1 (EO-Observing-1) milik NASA. Erupsi terhebat dari gunung ini terjadi pada tahun 1928, dan mengakibatkan gempa vulkanik yang bisa memicu tsunami.
Gambar 1 : peta jalur lempeng NTB dan NTT
Sumber : http://peta_sebaran_lempeng_di_ntb_ntt
Gambar 2 : Peta Sebaran Lempeng di Indonesia
Sumber : http://peta_sebaran_lempeng_di_indonesia
Dari gambaran tersebut, bisa disimpulkan bahwa selain letusan,aktivitas dari Gunung Rokatenda bisa saja sewaktu-waktu akan mengakibatkan tsunami karna gempa vulkanik dan bisa mengancam kehidupan di Pulau Palue, dan umumnya Kabupaten Sikka, NTT. Oleh karena itu, penting sekali dilakukan suatu upaya mitigasi bencana tsunami, yaitu proses mengupayakan berbagai tindakan preventif untuk meminimalkan dampak negatif bencana tsunami yang diperkirakan akan terjadi.
Analisis krentanan bencan tsunami harus dilakukan dengan pendekatan multikriteria sesuai dengan daerah kajian. Untuk itu, diperlukan suatu perangkat analisis yang tepat meakukan analisa krentanan bencana tsunami yaitu sistem informasi geografis (SIG) merupakan perangkat yang memiliki kemampuan untuk memvisualisasikan klasifikasi tingkat krentanan tsunami. Peran Sistem Informasi Geografi (SIG) sangatlah penting, dalam pengolahan data spasial untuk menganalisis kerentanan Kabupaten Sikka terhadap dampak letusan gunung yang bisa menyebabkan tsunami. Kesimpulan dari dari hasil olahan data biasanya diperimbangkan atas beberapa data spasial pendukung lainnya yang akan di overlay dan menghasilkan gambaran analisis kerentanan bencana tsunami di Kabupaten Sikka Provinsi Nusa Tengga Timur.
Tujuan Dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kerentanan bencana tsunami dan sebarannya di wilayah pesisir utara Kabupaten Sikka Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan menggunakan sistem informasi geografis (SIG)
KAJIAN PUSTAKA Kajian Geografi
Geografi sebagai salah satu ilmu kebumian sangat berkompeten dalam kajian bencana yang terjadi di permukaan bumi, baik sebelum, selama, dan sesudah terjadi bencana. Dalam geografi fisik dari konteks geografi sejati dengan label ruang, tempat, lingkungan, dan peta untuk meningkatkan pemahaman bencana alam terutama yang disebabkan oleh perilaku manusia (misalnya, luapan lumpur panas, tanah longsor, dan banjir) dengan memperhatikan aspek keruangan, kelingkungan, dan kewilayahan
Geografi fisik mengkaji prinsip dasar sains bumi yang dipilih dengan maksud terutama meliputi pengaruh lingkungan yang bervariasi pada setiap wilayah di permukaan bumi. geografi fisik dengan metode studi lapangan dapat meningkatkan pemahaman fenomena bencana alam yang terjadi pada suatu wilayah. Dalam penelitian Syaiful Khafid, (2016) The aim of writing this article is to
know the learning of physical geography by field study in understanding natural disaster. The core components of physical geography in unifying geography are space, lacation, environment, and map having the dimension of time, process, openness, and scale. The learning of physical geography is stressed on the phenomena of natural disaster which is caused by human activities, such as the overflow of hot mud, landslide, and flood in the hope that the learners have sufficient knowledge of physical geography in responding, understanding, and preventing natural disaster which occur in the region or in the neighbouring region. This can be achieved when geography teachers learn the material of physical geography by facilitating the learners to be active in conducting field study to understand the phenomena of the occuring natural disaster
Geografi adalah ilmu yang mengkaji fenomena geosfer di permukaan bumi maupun didalam bumi. Menurut Widoyo Alfandi, (2001) geografi adalah ilmu yangmenggunakan pendekatan melalui kajian keruangan, kewilayahan, ekologi dan sistem, serta historis untuk mendeskripsikan dan menganalisis struktur pola, fungsi dan proses interelasi, interaksi, interdependensi dan hubungan timbal balik dari serangkaian gejala, kenampakan
atau kejadian dari kehidupan manusia, kegiatannya atau budayanya dengan keadaan lingkungannya dipermukaan bumi, sehingga dari kajian tersebut dapat dijelaskan dan diketahui lokasi atau penyebaran, adanya persamaan dan perbedaan wilayah dalam potensi, masalah, informasi, geografi lainnya, serta dapat meramalkan informasi baru atas gejala baru geografi untuk masa mendatang dan menyusun dalil-dalil geografi baru, serta selanjutnya dimanfaatkan untuk kesejahteraan kehidupan manusia. Dalam Murdianto dkk, (2011) Geografi merupakan suatu disiplin ilmu yang mengkaji fenomena geosfer dari sudut pandang kelingkungan dan kewilayahan dalam konteks keruangan (spasial). Menurut Murdianto dkk, (2011) sudut pandang keruangan merupakan ciri khas geografi dan sekaligus yang membedakan geografi terhadap ilmu lain
Prinsip-Prinsip Geografi
Dalam mengalisa suatu wilayah dalam aspek fisik geografi maupun aspek sosial maka perlu mengetahui prinsip-prisip di bidang geografi berikut menurut Nursid Sumaatmadja (1981), ada empat prinsip geografi, yakni penyebaran, interelasi, deskripsi, dan korologi yaitu sebagai berikut : 1. Prinsip Penyebaran
Gejala dan fakta geografi, baik yang berkaitan dengan aspek fisik, kemanusiaan, maupun gabungan dari keduanya, tersebar di permukaan bumi. Persebaran gejala dan fakta di setiap lokasi atau tempat di permukaan bumi berbeda-beda. Ada yang tersebar merata, tidak merata, atau menggerombol. Dengan memperhatikan dan menggambarkan persebaran gejala tersebut dalam suatu ruang atau tempat tertentu, kita mampu menyingkapkan persebaran tersebut, baik yang terkait dengan gejala lain maupun kecenderungan yang dapat dipakai untuk prediksi di masa mendatang.
2. Prinsip Interelasi
Prinsip interelasi digunakan untuk menelaah dengan mengkaji gejala dan fakta geografi. Prinsip interelasi adalah gejala atau fakta yang terjadi di suatu tempat tertentu. Setelah mengetahui penyebaran gejala dan fakta geografi dalam lokasi
tersebut, langkah selanjutnya menyingkap hubungan antara gejala atau fakta yang ada di tempat itu. Pengungkapan hubungan bisa berasal dari hubungan gejala fisik dengan gejala fisik, manusia dengan manusia, atau fisik dengan manusia. Berdasarkan hubungan gejala-gejala geografi tersebut, dapat ditetapkan karakteristik tempat tersebut. Dengan menggunakan metode kuantitatif (statistik), interelasi gejala atau fakta itu dapat diukur secara matematis.
3. Prinsip Deskripsi
Apabila interelasi antar gejala, faktor, atau fakta dapat diketahui, tahap selanjutnya adalah menjelaskan sebab akibat adanya interelasi antargejala geografi tersebut. Penjelasan, deskripsi, dan pencitraan merupakan salah satu prinsip dasar studi geografi. Prinsip deskripsi berfungsi memberikan gambaran yang lebih detail tentang gejala, fakta, atau faktor serta masalah yang diteliti. Prinsip ini tidak hanya menjelaskan peristiwa tersebut dengan kata-kata dan penggambarannya dengan peta, tetapi juga didukung dengan diagram, grafik, tabel, dan hasil-hasil tumpang susun (overlay) gejala-gejala tersebut melalui analisis komputer dengan menggunakan sistem informasi geografi (SIG). Bentuk-bentuk tulisan, peta, diagram, tabel, grafik, dan lainnya ini akan memberikan penjelasan dan kejelasan tentang apa yang dipelajari dan sedang diteliti.
4. Prinsip Korologi
Prinsip ini merupakan salah satu prinsip geografi yang bersifat komprehensif karena merupakan perpaduan dari beberapa prinsip geografi lainnya. Prinsip korologi merupakan ciri dari studi geografi modern. Pada prinsip korologi ini, gejala, faktor, dan masalah geografi dipandang dari segi penyebaran gejala, fakta, dan masalah geografi dalam ruang. Baik penyebaran, interelasi, maupuninteraksi antara gejala, fakta, dan masalah sudah diketahui dalam suatu ruang. Faktor-faktor sebab dan akibat terjadinya suatu gejala, fakta,dan masalah tidak dapat dilepaskan dengan ruang yang bersangkutan. Ruang akan memberikan karakteristik kepada kesatuan gejala, kesatuan fungsi,dan kesatuan bentuk. Ruang
dimaksud di sini adalah permukaan bumi, baik sebagian maupunsecara keseluruhan. Pengertian bumi sebagai ruang tidak hanya bagian bumi bersinggungan dengan udara dan bagian dari luar bumi, tetapi juga termasuk lapisan atmosfer terbawah yang memengaruhi permukaan bumi dan lapisan batuan sampai kedalaman tertentu, termasuk organisme yang ada di permukaan bumi. Juga,meliputi perairan daratdan laut yang tersebar di bumi yang disebut sebagai lapisan hidup (life layer). Dengan demikian, prinsip korologi ini memperhatikan penyebaran serta interaksi segala unsur yang ada di permukaan bumi sebagai suatu ruang yang membentuk kesatuan fungsi.
Kajian Bencana
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Definisi tersebut menyebutkan bahwa bencana disebabkan oleh faktor alam, non alam, dan manusia. Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tersebut juga mendefinisikan mengenai bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial.Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. Dalam Syaiful Khafid, (22:2016) Fenomena bencana alam merupakan gejala alam yang terjadi pada suatu wilayah yang dapat ditangkap oleh pancaindra manusia. Fenomena ini terjadi setiap saat pada setiap bagian wilayah Indonesia yang rawan bencana alam. Bencana alam merupakan fenomena geosfer yang dipermasalahkan, karena itu sangat penting untuk dipahami oleh masyarakat dan peserta didik. Untuk dapat memahami fenomena bencana alam tersebut secara komprehensif, perlu dilakukan pembelajaran geografi fisik dan ilmu bantu geografi dalam konteks geografi sejati dengan metode studi lapangan.
Kajian Tsunami
Tsunami adalah gelombang air besar yang diakibatkan oleh gangguan di dasar laut, seperti gempa bumi. Gangguan ini membentuk gelombang yang menyebar ke segala arah dengan kecepatan gelombang mencapai 600–900 km/jam. Awalnya gelombang tersebut memiliki amplitudo kecil (umumnya 30–60 cm) sehingga tidak terasa di laut lepas, tetapi amplitudonya membesar saat mendekati pantai. Saat mencapai pantai, tsunami kadang menghantam daratan berupa dinding air raksasa (terutama pada tsunami-tsunami besar), tetapi bentuk yang lebih umum adalah naiknya permukaan air secara tiba-tiba. Kenaikan permukaan air dapat mencapai 15–30 meter, menyebabkan banjir dengan kecepatan arus hingga 90 km/jam, menjangkau beberapa kilometer dari pantai, dan menyebabkan kerusakan dan korban jiwa yang besar (https://id.wikipedia.org/wiki/Tsunami).
Sistem Infomasi Geografis (SIG)
Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah suatu sistem pengelolahan data spasial untuk mengetahui informasi data kuantitatif maupun kualitatif yang berkaitan dengan ruang lingkup geografi. Menurut kamus geografi Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah suatu sistem yang memiliki fungsi pengumpulan data, pengaturan, pengelolahan, penyimpanan sampai penyajian segala jenis data (informasi) yang berkaitan dengan geografi.
Manfaat Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam penulisan ini adalah : menyajikan informasi geografi secara lengkap dan akurat, sehingga mempermudah analisis untuk pembuatan dan pengambilan keputusan, khususnya keputusan yang berkaitan dengan aspek keruangan dan menunjang perencanaan pembangunan di beberapa bidang, seperti : Lingkungan hidup, perencanaan dan pemantauan daerah pantai dan laut, pertanian dan kehutanan, pemetaan sumber daya, dan pemantauan bencana alam.
METODOLOGI
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode analisis kuantitatif dengan pendekatan geografi. Teknik analisis dalam penelitian ini adalah menggunakan
Superimpose atau bisa disebut overlay dan skoring
pada data spasial dengan menggunakan sistem informasi geografis (SIG) yang menganalisis kerentanan lingkungan. Parameter yang digunakan untuk menentukan tingkat kerentanan lingkungan terhadap bencana tsunami adalah jarak dari garis pantai, krtinggian (topografi), kemiringan (slope), dan jarak dari sungai. Parameter lingkungan tersebut dikelaskan berdasarkan sebuah matriks berikut parameter yang akan digunakan dalam menganalisis kerentanan bencana tsunami di pesisir utara Kabupaten Sikka.
Tabel 1 : Parameter krentanan bencana tsunami di pesisir utara Kabupaten Sikkai, NTT
Parameter Kelas Bobo
t
Nilai Jarak dari garis
pantai 0-500 m 3 5 501-1000 m 4 1000-1500 m 3 1501-3000 m 2 >3000 m 1 Keringgian (topografi) <10 m 3 5 11-25 m 4 26-50 m 3 51-100 m 2 >100 m 1 Kemiringan lereng 0-2 % 2 5 3-5 % 4 6-15 % 3 16-40 % 2 >40 % 1 Jarak dari sungai 0-100 m 1 5 101-200 m 4 201-300 m 3 301.500 m 2 >500 m 1
Sumber : Annisa pratiwi, 2017
Persamaan yang digunakan dalam menjumlahkan seluruh skor yaitu : perhitungan tingkat kerentanan bencana tsunami menggunakan metode scoring dan tumpang susun (overlay) yang mencakup beberapa parameter tersebut adalah berdasarkan formula berikut ini : Kerentanan tsunami = Bt *NV (Jp) + Bt*NV (Kt) + Bt*NV (Js) + Bt*NV (Kl).
Keterangan:
Bt : Bobot masing-masing variabel indikator tsunami
Jp : Indikator Jarak dari garis pantai Kt : Indikator Ketinggian (Topografi) Kl : Indikator Jarak dari sungai Js : Indikator Jarak dari sungai Alat Dan Bahan
Alat yang digunakan dalam menganalisis kawasan banjir di Kota Tarakan adalah :
a) Perangkat keras (Hardware): satu unit Komputer, printer, Alat Tulis Menulis. b) Perangkat Lunak (Software): Software
Arc-GIS 10.7, Software Microsoft Word 2007, dan Software Google Earth atau Sasplanet
Bahan yang digunakan dalam menganalisis kawasan banjir di Kota Tarakan adalah :
a) Peta BIG Administrasi Kabupaten Sikaa Skala 1:50.000
b) Peta Jarak garis pantai c) Peta Ketinggian (Topografi) d) Peta Kemiringan lereng. e) Peta Jarak dari sungai
Klasifikasi Krentanan Bencana Tsunami
Klasifikasi kerentanan bencana tsunami bertujuan untuk membedakan kelas tingkat kerentanan antara yang satu dengan yang lain berdasarkan jumlah kelas. Berikut tabel dan Rumus yang digunakan untuk menganalisis kawasan rawan banjir adalah:
Tabel 2 : Kasifikasi Kerentanan Bencana Tsunami
Kela s
Tingkat Kerentanan Interval Kelas
I Sangat Rendah 2-10 II Rendah 11-19 III Menengah 20-28 IV Tinggi 29-37 V Sangat Tinggi 38-45 Rumus :
Kelas Interpal=
Nilai Tertinggi−Nilai Terendah
Jumlah Kelas
HASIL DAN PEMBAHASAN
Lokasi pengamatan terletak di Kabupaten Sikka, Propinsi Nusa Tenggara Timur yang terletak antara 08º22'-08º50' Lintang Selatan dan 121º55'40"-122º41'30º Bujur Timur. Pada pengamatan ini,
fokus daerah pengamatan adalah daerah pesisir utara Kabupaten Sikka yang terdiri 8 kecamatan dari 12 kecamatan yang ada di Kabupaten Sikka dan berada pada gugus Pulau Flores.
Gamabr 3 : Lokasi Pengamatan
Sumber : Hasil analisis penulis 2020
Analisis tingkat kerentanan tsunami di Kabupaten Sikka dibuat berdasarkan empat unsur utama yaitu jarak dai garis pantai, ketinggian(topografi), jarak dari sungai dan kemiringan lereng. Masing-masing unsur ini dipetakan dan kemudian di overlay untuk menentukan tingkat kerentanan bencana tsunami di Kabupaten Sikka. Berikut hasil dari paparan yang sudah di analisis :
Jarak Garis Pantai
Jarak dari garis pantai sangat berpengaruh dalam menetukan tingkat kerentanan tsunami, jarak yang sangat dekat tentunya memiliki tingkat kerentanan hampasan bencana tsunami yang tinggi dan jarak yang semakin jauh maka tingkat hampasan tsunami rendah.
Berdasarkan hasil analisis spasial bahwa jarak 0-500 meter dari garis pantai memiliki seluas 94 km dengan presentase 12,1% dari luas jarak garis pantai, jarak 501-1000 meter memiliki seluas 79 km dengan prsentase 10,2 dari luas jarak pantai, jarak 1.501-3000 meter memiliki luas 186 km dengan presentase 24,0% dari luas jarak garis pantai, dan lebih dari 3000 meter memiliki luas 346 km dengan presentase 44,6% dari luas garis pantai. Oleh karen itu pesisir utara Kabupaten Sikka memiliki indikasi kerentanan hampasan bencana tsunami dengan jarak 0-1500 meter dengan luas 244 km hampasan
tsunami dengan total prensentase 31,4 % dari luas wilayah jarak garis pantai di pesisir utara Kabupaten Sikka. Berikut tabel dan gambar dari hasil klasifikasi analisis jarak garis pantai.
Tabel 3. Klasifikasi jarak garis pantai Jarak Meter Luas_Ha Presentase %
0-500 M 94 Km 12,1 %
501-1000 M 79 Km 10,2 %
1001-1500 M 71 Km 9,1 %
1501-3000 M 186 Km 24,0 %
>3000 M 346 Km 44,6 %
Sumber : Hasil analisis penulis 2020
Gambar 4 : Peta jarak garis pantai
Sumber : Hasil analisis penulis 2020 Ketinggian (Topografi)
Klasifikasi keringgian (topografi) pada parameter kerentanan tsunami menunjukkan kerentanan tsunami untuk topografi dibagi menjadi 5 kelas yaitu, kelas sangat tinggi (<10 meter), tinggi (11-25 meter), menengah (26 - 50 meter), rendah (51-100 meter), dan sangat rendah (>100 meter). Semakin rendah topografi suatu daerah, semakin besar tingkat kerentanan bahaya hampasan tsunami.
Berdasarkan hasil analisis data spasial bahwa ketinggian Kabupaten Sikka yaitu <10 meter memiliki luas 31,96 km dengan presentase 1,9% dari luas Kabupaten Sikka, 11-25 meter memiliki luas 76,24 km dengan presentase 4,5% dari luas Kabupaten Sikka, 26-50 meter memiliki luas 73,41 km dengan presentase 4,3% dari luas Kabupaten Sikka, 51-100 meter dengan presentase 7,4%, dari luas Kabupaten Sikka dan lebih dari 100 meter memiliki luas 1.386,87 km dengan presentase 81,9%
dari luas Kabupaten Sikka Berikut tabel dan gambar dari hasil klasifikasi analisis kemiringan (topografi).
Tabel 4. Klasifikasi keringgian (topografi) Ketinggian Luas_Km Presentase %
<10 M 31,96 Km 1,9 %
11-25 M 76,24 Km 4,5 %
26-50 M 73,41 Km 4,3 %
51-100 M 125,12 Km 7,4 % >100 M 1386,87 Km 81,9 %
Sumber : Hasil analisis penulis 2020
Gambar 5 : Peta ketinggian (Topografi)
Sumber : Hasil analisis penulis 2020 Kemiringan Lereng
Kemiringan lereng mempengaruhi kerentanan wilayah pesisir terhadap bencana tsunami. Pada saat tsunami datang, pada pantai yang terjal, tsunami tidak akan terlalu jauh masuk ke daratan karena tertahan dan akan dipantulkan kembali oleh tebing pantai. Sedangkan di pantai yang landai, tsunami dapat menerjang dengan bebas sampai beberapa kilometer masuk ke daratan Sehingga pada daerah penelitian, semakin besar kemiringan lahan dengan nilai kemiringan lebih dari 40% maka akan lebih aman terhadap bencana tsunami dibandingkan dengan wilayah yang kemiringan lahannya kurang dari 40%.
Berdasarkan hasil analisa spasial kemiringan lereng di Kabupaten Sikka untuk kemiringan 0-2% (datar) memiliki luas 22,58 km dengan presentase 1,4%, 3-5% (landai) memiliki luas 84,39 km dengan presentase 5,0%, 6-15% (agak curam) memiliki luas 301,04 km dengan presentase 18,0%, 16-40 (curam) memiliki luas 782,17 km dengan presentase 47,0%, dan lebih dari 40 40% (sangat curam) memiliki luas
491,85 km dengan presentase 29,6%. Oleh karena itu Kabupaten Sikka memiliki kemiringan lerengan 16-40% (Curam) memiliki luas 782,17 km dengan presentase 47% dari luas Kabupaten Sikka. Berikut tabel dan gambar dari hasil klasifikasi analisis kemiringan lereng.
Tabel 5. Klasifikasi kemiringan lereng Kelasifikasi Luas_Km Presentase %
Datar 22,58 Km 1,4 %
Landai 84,39 Km 5,0 %
Agak Curam 301,04 Km 18,0 %
Curam 782,17 Km 47,0 %
Sangat Curam 491,85 Km 29,6 %
Sumber : Hasil analisis penulis 2020
Gambar 6 : Peta kemiringan lereng
Sumber : Hasil analisis penulis 2020 Jarak Dari Sungai
Sungai yang bermuara di Pesisir Utara Kabupaten Sikka juga memiliki tingkat kerentanan, hal ini dikarenakan pada saat tsunami terjadi gelombang pasang bisa masuk kedarat melalui sungai yang bermuara di laut. Jarak dari sungai dibagi menjadi lima kelas. Kelas yang berada pada tingkat bahaya yang tinggi terhadap tsunami yaitu terdapat pada wilayah yang jaraknya 0 hingga 100 m dari sungai. Hal ini dikarenakan gelombang tsunami jika bertemu dengan sungai dapat dengan leluasa masuk daratan tanpa ada yang menghalangi.
Berdasarkan hasil analisis spasial jarak dari sungai di pesisir utara Kabupaten Sikka yaitu 0-100 meter memiliki luas 60,71 km dengan presentase 16,2% dari luas jarak dari sungai, jarak 101-200 meter memiliki luas 60,75 km dengan presentase 16,2% dari luas jarak dari sungai, jarak 201-300 meter memiliki luas 57,75 km dengan presentase
15,4% dari luas jarak dari sungai, jarak 301-500 meter memiliki luas 102,11 km dengan presentase 27,2% dari luas jarak dari sungai, dan jarak lebih dari 500 meter memiliki luas 94,45 km dengan presentase 25,0% dari luas jarak dari sungai. Oleh karen jarak dari sungai di pesisir utara Kabupaten Sikka memiliki indikasi masuknya hampasan bencana tsunami kesungai dengan jarak 0-200 meter dengan luas luas hampasan 121,45 km dengan total prensentase 34,4 % dari luas jarak dari sungai di wilayah pesisir utara Kabupaten Sikka. Berikut tabel dan gambar dari hasil klasifikasi analisis jarak garis pantai.
Tabel 6. Klasifikasi Jarak dari sungai Jarak sungai Luas_Km Presentase %
0-100 M 60,71 Km 16,2 % 101-200 M 60,75 Km 16,2 % 201-300 M 57,75 Km 15,4 % 301-500 M 102,11 Km 27,2 % >500 M 94,45 Km 25,0 %
Sumber : Hasil analisis penulis 2020
Gambar 7 : Peta Jarak dari sungai
Sumber : Hasil analisis penulis 2020 Kerentanan Bencana Tsunami
Berdasarkan hasil analisis spasial dengan metode overlay dan skoring menggunakan software ArcGIS 10.7.1 dengan wilayah pesebaran kerentanan bencana tsunami di pesisir utara Kabupaten Sikka dapat dilihat pada tabel sebaran kerentanan tsunami di wilayah pesisir utara Kabupaten Sikka, Nusa Tengga Timur yaitu sebagai berikut :
Tabel 7. Sebaran Kerentanan Bencana Tsunami di Pesisir Utara, NTT
Kecamatan Klasifikasi Luas_Km
Magepanda Menengah 16,64 Km Rendah 34,32 Km Sangat Rendah 79,68 Km Sangat Tinggi 5,53 Km Tinggi 11,87 Km
Alok barat Menengah 7,46 Km
Rendah 20,11 Km Sangat Rendah 11,56 Km Sangat Tinggi 3,46 Km Tinggi 5,71 Km Alok Menengah 4,84 Km Rendah 9,88 Km Sangat Rendah 2,57 Km Sangat Tinggi 0,96 Km Tinggi 2,90 Km Alok Timur Menengah 24,50 Km Rendah 36,05 Km Sangat Rendah 4,19 Km Sangat Tinggi 3,75 Km Tinggi 12,67 Km Kangae Menengah 6,47 Km Rendah 9,11 Km Sangat Rendah 18,37 Km Sangat Tinggi 1,76 Km Tinggi 3,93 Km Kewapante Menengah 4,89 Km Rendah 6,60 Km Sangat Rendah 5,91 Km Sangat Tinggi 1,07 Km Tinggi 3,61 Km Waigete Menengah 20,94 Km Rendah 73,54 Km Sangat Rendah 117,26 Km Sangat Tinggi 6,08 Km Tinggi 15,45 Km Talibura Menengah 31,09 Km Rendah 86,99 Km Sangat Rendah 135,23 Km Sangat Tinggi 6,96 Km Tinggi 17,54 Km
Sumber : Hasil analisis penulis 2020
Dari hasil klasifikasi Luasan wilayah tingkat kerentanan tsunami di wilayah pesisir utara Kabupaten Sikka terlihat bahwa wilayah dengan kategori tingkat kerentanan sangat tinggi mempunyai luasan sebesar 30.55 km dengan
presentase 1,8%. Wilayah dengan kategori tingkat kerentanan tinggi mempunyai luasan sebesar 76,63 km dengan presentase 4,5%. Wilayah dengan kategori tingkat kerentanan menengah mempunyai luasan sebesar 137,82 km dengan presentase 8,1%. Wilayah dengan kategori tingkat kerentanan rendah mempunyai luasan sebesar 362,29 km dengan presentase 21,4%. Wilayah dengan kategori tingkat kerentanan sangat rendah mempunyai luasan sebesar 1087,34 km dengan presentase 64,2%. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel klasifikasi kerentanan bencana tsunami di pesisir utara Kabupaten Sikka Nusa Tenggara Timur yaitu sebagai berikut :
Tabel 8. Klasifikasi kerentanan bencana tsunami
Kelas Luas_Km Presentase %
Sangat Rendah 1087,34 Km 64,2 %
Rendah 362,29 Km 21,4 %
Menengah 137,82 Km 8,1 %
Tinggi 76,63 Km 4,5 %
Sangat Tinggi 30,55 Km 1,8 %
Sumber : Hasil analisis penulis 2020
Gambar 8 : Peta kerentanan bencana tsunami
Sumber : Hasil analisis penulis 2020 PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis dari Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : pesebaran kerentanan bencana tsunami di wilayah pesisir utara Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur memiliki sebaran wilayah yang termasuk dalam tingkat tingkat kerentanan sangat tinggi mempunyai luasan sebesar 30.55 km dengan presentase 1,8% yang meliputi sebagian dari Kecamatan Magepanda, Alok barat, Alok, Alok
Timur, Kangae, Kewapante, Waigete, Talibura. Wilayah dengan kategori tingkat kerentanan tinggi mempunyai luasan sebesar 76,63 km dengan presentase 4,5% yang meliputi sebagian dari Kecamatan Magepanda, Alok barat, Alok, Alok Timur, Kangae, Kewapante, Waigete, Talibura.
Wilayah dengan kategori tingkat kerentanan menengah mempunyai luasan sebesar 137,82 km dengan presentase 8,1% yang meliputi sebagian dari Kecamatan Magepanda, Alok barat, Alok, Alok Timur, Kangae, Kewapante, Waigete, Talibura.
Wilayah dengan kategori tingkat kerentanan rendah mempunyai luasan sebesar 362,29 km dengan presentase 21,4% yang meliputi sebagian dari Kecamatan Magepanda, Alok barat, Alok, Alok Timur, Kangae, Kewapante, Waigete, Talibura. Wilayah dengan kategori tingkat kerentanan sangat rendah mempunyai luasan sebesar 1087,34 km dengan presentase 64,2% yang meliputi sebagian dari Kecamatan Magepanda, Alok barat, Alok, Alok Timur, Kangae, Kewapante, Waigete, Talibura. UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih terhadap Friskilia kiki atas segala bantuannya khususnya dalam pengolahan data dan masukan yang berharga dalam menganalisa spatial approach, ecological, dan regional comple approach dalam aspek fisik dan aspek sosial berbasis sistem informasi geografis (SIG) dalam menentukan tingkat krentanan bencana tsunami pada artikel ilmiah yang kami buat. Penulis juga menghargai segala masukan dan komentar dari para pembaca. Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada teman-teman tim Indonesia-Geospasial yang telah membantu dalam menyediakan informasi dan data yang berkaitan geografi.
DAFTAR PUSTAKA Buku/Jurnal/Artikel Ilmiah :
Annisa pratiwi, (2017). Analisis Spasial Kerentanan Wilayah Pesisir Barat Provinsi Banten Terhadap Bencana Tsunami Dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis. Artkel Ilmiah : Departemen Ilmu Dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
Ernawati Sengaji dan Bisman Nababan, (2009). Tsunami Risk Level Mapping In Sikka County, East Nusa Tenggara. Artikel Ilmiah : Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Fakhri Hadi dan Astrid Damayanti, (...).SIG Application f or Ma pping Exposure Zone o f Settlements b y Tsunami Case Study: Pariaman Regency, West Suma. Artikel Ilmiah : Departemen Geografi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia
N.Sumaatmadja, (1981). Studi Geografi Suatu Pendekatan Dan Analisa Keruangan. Penerbit Alumni : Bandung
Murdianto1,Srisulastriningsih2Djoni Majore3. (2011), Kartografi. (Bahan Ajar). Geografi Fakultas Ilmu Sosial Univeristas Negeri Manado. Tondano.
Widodo Alfani, (2011). Epistemologi Geografi. (Buku Ajar) Gadjah Mada University Press. UGM. Jogjakarta.
Wahyu D.K, . Kamus Istilah Geografi. Victory Inti Cipta
Zhafran Muhammad Asyam Bustomi1, Taufiq Hadi
Ramadhan2, Hary Cahyadi3, Dicky Muslim4,
(...), Analisis Tingkat Kerentanan Tsunami Di Wilayah Pesisir Kabupaten Garut, Jawa Barat, Indonesia. Artikel Ilmiah : Depertemen Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran.
Syaiful Khafid, (2016). Pemahaman fenomena bencana alam melalui metode studi lapangan dalam geografi fisik sebagai unifying geography. Artikel Ilmiah pendidikan geografi : Dinas Pendidikan Kabupaten Gresik
Internet :
https://bnpb.go.id/definisi-bencana https://id.wikipedia.org/wiki/Tsunami