• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI. Dalam kegiatan melatih seorang pelatih harus mempunyai parameter yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORI. Dalam kegiatan melatih seorang pelatih harus mempunyai parameter yang"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

8 BAB II KAJIAN TEORI

A. Deskripsi Teori

1. Pengertian Parameter dan Tes

Parameter dalam pencak silat sangat diperlukan oleh seorang pelatih. Dalam kegiatan melatih seorang pelatih harus mempunyai parameter yang tepat untuk atlet. Artinya apabila parameter itu tidak tepat, maka pelatih tidak bisa mengetahui kemampuan atlet sehingga dalam pembuatan perencanaan progam latihan pun tidak sesuai. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang dimaksud dengan parameter adalah ukuran seluruh populasi dalam penelitian yang harus diperkirakan dari yang terdapat dalam percontohan. Parameter merupakan sebuah nilai yang mengikuti sebagai acuan, keterangan atau informasi yang dapat menjelaskan batas-batas atau bagian-bagian tertentu dari suatu sistem. Parameter mengandung pengertian yaitu indikator dari suatu distribusi hasil pengukuran. Parameter juga berarti suatu nilai yang menggambarkan karakteristik suatu populasi, dikutip dari http://www. docs-finder.com/pengertian-parameter-doc~2.html.

Suatu tes pengukuran sangat dibutuhkan oleh siapa saja yang memerlukan data atau informasi mengenai individu atau kelompok. Menurut Allen Philips (1979: 1-9) a test is commonly difined as a tool or instrument of measurement that is used to obtain data about a specific trait or

(2)

9

characteristic of an individual or group. (Tes biasanya diartikan sebagai alat atau instrumen dari pengukuran yang digunakan untuk memperoleh data tentang suatu karakteristik atau ciri yang spesifik dari individu atau kelompok) dikutip dari http://sindemeysin.blogspot.com /2009/05/pengertian-tes-pengukuran-eveluari-dan.html.

Menurut Burhan (2010: 7) tes merupakan sebuah instrumen atau prosedur yang sistematis untuk mengukur suatu sampel tingkah laku, misalnya untuk menjawab pertanyaan “seberapa baik (tinggi) kinerja seseorang yang jawabnya berupa angka. Selain itu tes juga dapat dikatakan sebagai prosedur yang sitematis guna mengobservasi dan memberi deskripsi sejumlah atau lebih ciri seseorang dengan bantuan skala numerik atau suatu sistem kategoris (file:///E:/skripsi/parameter/pengertiantes). Dengan demikian tes merupakan prosedur yang sistematis untuk memperoleh data dari individu atau kelompok, adapun fungsi dari adanya tes adalah untuk mengetahui kemampuan atau keterampilan, menyiapkan dasar untuk mencapai kemajuan, mendiagnosis kelemahan, dan meramalkan kemungkinan di masa depan.

2. Teknik Tendangan dalam Pencak Silat

Pada olahraga pencak silat teknik tendangan sama pentingnya dengan teknik pukulan, akan tetapi tendangan mempunyai kekuatan yang lebih besar dibanding dengan kekuatan pukulan. Pada saat menendang keseimbangan yang baik sangat diutamakan, bukan hanya berat badan ynag bertumpu pada

(3)

10

satu kaki saja tetapi juga disebabkan akibat guncangan tenaga balik pada saat benturan. Kaki memiliki jangkauan panjang yang tidak terjangkau oleh tangan. Penggunaan teknik tendangan harus disertai dengan koordinasi yang baik antara sikap kaki, sikap tangan, dan sikap badan.

Selain itu menurut MUNAS IPSI XII tahun 2007 dalam perolehan point (nilai) tendangan mempunyai nilai lebih tinggi yaitu 2 atau 1+2 sedangkan pukulan hanya memperoleh nilai 1 atau 1+1. Teknik serang yang dominan pada pertandingan pencak silat merupakan teknik tendangan. Teknik tendangan suatu proses yang gerakannya menggunakan tungkai atau kaki. Notosoejitno (1997: 71) mengatakan bahwa tendangan merupakan serangan yang dilaksanakan dengan menggunakan tungkai, kaki sebagai komponen penyerang.

Menurut Johansyah (2004: 26) teknik tendangan terbagi menjadi beberapa macam antara lain : tendangan lurus, tendangan tusuk, tendangan kepret, tendangan jejag, tendangan gajul, tendangan T, tendangan celorong, tendangan belakang, tendangan kuda, tendangan taji, tendangan sabit, tendangan baling, tendangan bawah, dan tendangan gejig. Akan tetapi tidak semua tendangan tersebut digunakan dalam pertandingan.

Agung Nugroho (2001: 17) membagi jenis tendangan menjadi 4 menurut perkenaan kakinya, yaitu: (a) Tendangan depan yaitu tendangan yang menggunakan punggung, telapak, ujung telapak, dan tumit kaki; (b) Tendangan samping (T) yaitu tendangan yang menggunakan sisi kaki, telapak

(4)

11

kaki dan tumit; (c) Tendangan belakang merupakan tendangan yang menggunakan telapak kaki dan tumit kaki; dan (d) Tendangan busur (sabit) merupakan tendangan yang menggunakan punggung, ujung telapak kaki busur belakang menggunakan tumit kaki.

Melihat dari efektifitas dan efisiensi gerak, tidak semua tendangan tersebut dapat digunakan dalam pertandingan pencak silat kategori tanding. Tendangan yang tidak efektif dan efisien akan menghambat atlet dalam memperoleh nilai pada pertandingan. Menurut Agung Nugroho jenis tendangan yang sering dilakukan dalam pertandingan pencak silat kategori tanding terdiri dari: (a) tendangan depan, (b) tendangan sabit, (c) tendangan samping atau tendangan T.

Tendangan depan yaitu tendangan yang perkenaan terletak pada telapak, ujung telapak, dan tumit kaki. Tendangan ini diawali dengan mengangkat lutut ke depan terlebih dahulu ke arah depan dan meluruskan ke arah depan. Tendangan jenis ini sangat cocok digunakan untuk pertarungan jarak jauh, dan bagi pesilat yang memiliki tungkai yang panjang sangat efektif digunakan karena jangkauannya pasti lebih panjang. Kelemahan dari tendangan ini adalah jika gerak balikan tidak cepat maka sangat mudah tendangan tersebut untuk ditangkap. Berikut adalah gambar rangkaian gerak tendangan depan:

(5)

12

Gambar 1. Rangkaian Gerak Tendangan Depan (doc Pribadi 2011)

Tendangan (T) atau yang bisa disebut juga dengan tendangan samping karena arah gerakan tendangan ke arah samping. Terdapat berbagai macam variasi tendangan samping ini. Semua variasi hususnya untuk permainan dalam pertandingan pada awalan boleh berbeda tetapi bentuk akhirnya sama yaitu seperti huruf T. Pada dasarnya tendangan samping memakai tumit sebagai alat serang atau menggunakan sisi luar telapak kaki atau ada yang menyebut sebagai pisau kaki. Tendangan Samping mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan. Berikut adalah rangkian gerak tendangan T:

(6)

13

Gambar 2. Rangkaian Gerak Tendangan Samping (T) (doc. Pribadi 2011)

Beberapa kelebihan tendangan T antara lain: (1) jangkauan lebih panjang, (2) jarak kepala dengan lawan lebih jauh, maka lebih aman, (3) eksplorasi tenaga bisa maksimum. Untuk kelemahannya antara lain: (1) sulit digunakan untuk pertarungan jarak pendek, (2) lebih mudah dijatuhkan baik dengan permainan bawah maupun dengan tangkapan. Semakin rebah sikap badan semakin mudah dijatuhkan dengan tangkapan, (3) kurang menghadap lawan sehingga bisa kehilangan pandangan.

Tendangan sabit / busur, seperti namanya tendangan busur adalah tendangan berbentuk busur dengan menggunakan punggung kaki. Pelaksanaan tendangan ini adalah sama dengan prinsip tendangan depan namun lintasanya berbentuk busur dengan tumpuan satu kaki dan perkenaan pada punggung kaki.

(7)

14

Gambar 3. Rangkaian Gerak Tendangan Sabit (doc. Pribadi 2011)

3. Kecepatan

a. Pengertian kecepatan

Pertandingan pencak silat kategori tanding dilaksanakan selama 2 menit bersih dalam waktu tiga babak. Dalam waktu itu dibutuhkan serangan yang ditujukan terhadap lawan untuk memperoleh nilai. Untuk memperoreh nilai dalam pertandingan serangan yang dilakukan harus secepat-cepatnya. Kecepatan merupakan kualitas kondisional yang memungkinkan seorang olahragawan dapat melakukan gerakan sesingkat-singkatnya bila dirangsang. Seperti yang dikatakan oleh Sukadiyanto (2002: 108) kemampuan menjawab rangsang dengan bentuk gerak atau serangkaian gerak dalam waktu secepat mungkin. Kecepatan juga

(8)

15

diartikan sebagai kemampuan untuk berjalan, berlari atau bergerak dengan cepat (Rusli Lutan, 2000: 74). Sedangkan menurut Brown (2001: 10) yang dimaksud dengan kecepatan adalah kemampuan bergerak dari satu titik ke titik lain setelah mendapat rangsang.

Dari beberapa pendapat diatas maka maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kecepatan adalah kemampuan seseorang untuk melakukan gerakan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya untuk menjawab dari sebuah rangsang.

Kecepatan termasuk komponen biomotor yang sangat berpengaruh pada penampilan atlet pencak silat dalam pertandingan. Kecepatan juga potensi tubuh yang digunakan sebagai modal atau sangat menunjang dalam melakukan gerakan. Dalam pertandingan pencak silat kecepatan dapat dilihat dalam melakukan serangan baik tendangan, pukulan, serta reaksi saat mendapat serangan dari lawan seperti menghindar, menangkis atau membalas serangan lawan. Tendangan merupakan serangan yang dominan dilakukan dalam pertandingan pencak silat. Dengan itu kecepatan tendangan sangat dibutuhkan dalam pertandingan pencak silat untuk memperoleh nilai.

b. Faktor Penentu Kecepatan

Kecepatan merupakan kemampuan genetika atau bawaan sejak lahir, oleh karena itu komponen kecepatan mempunyai keterbatasan tertentu

(9)

16

tergantung pada struktur otot dan syaraf, sehingga peningkatan kecepatan juga relatif terbatas.

Menurut Awan Hariono (2007: 73), faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan di antaranya: proses mobilitas syaraf, perangsangan-penghentian, kontraksi-relaksasi, peregangan otot-otot, kontraksi kapasitas otot-otot, koordinasi otot-otot sinergis dan antagonis, elastisitas otot, kekuatan kecepatan, ketahanan kecepatan, teknik olahraga, dan daya kehendak.

Pesilat harus mempunyai kualitas kecepatan tendangan yang baik pula agar dalam setiap tendangan yang dilakukan tidak mudah ditangkap oleh lawan kemudian dijatuhkan.

c. Macam-macam Kecepatan

Menurut Sukadiyanto (2000: 109) kecepatan ada dua macam yaitu kecepatan gerak dan kecepatan reaksi. Kecepatan gerak adalah kemampuan seseorang dalam melakukan gerakan dalam waktu sesingkat mungkin. Kecepatan gerak dibedakan menjadi kecepatan gerak siklus dan kecepatan gerak non siklus. Gerak siklus adalah kemampuan sistem neuromuskuler untuk melakukan serangkaian gerakan dalam waktu sesingkat mungkin sebagai contoh sprint. Sedangkan kecepatan gerak non siklus merupakan kemampuan sistem neuromuskuler untuk melakukan gerak tunggal dalam waktu sesingkat mungkin.

(10)

17

Sedangkan kecepatan reaksi adalah kemampuan seseorang dalam menjawab rangsang dalam waktu sesingkat mungkin. Kecepatan reaksi dibedakan lagi menjadi kecepatan reaksi tunggal dan kecepatan reaksi majemuk. Reaksi tunggal yaitu kemampuan sesorang untuk menjawab rangsang yang telah diketahui arah dan tujuannya, sedangkan reaksi majemuk adalah kemampuan seseorang untuk menjawab rangsang sesingkat mungkin dimana arah dan sasaran dari rangsang tersebut belum diketahui. Untuk pencak silat masuk dalam kriteria reaksi majemuk, dikarenakan arah dan sasaran dari gerakan lawan belum diketahui sebelumnya.

Dalam pertandingan pencak silat, kecepatan reaksi dapat diwujudkan pada saat atlet melakukan serangan serta membalas serangan dari lawan. Kecepatan dalam melakukan serangan atau membalas serangan dari lawan seperti tendangan harus dilakukan untuk memperoleh point, karena dalam MUNAS IPSI 2007 di sebutkan bahwa untuk serangan yang digunakan untuk memperoleh nilai salah satunya adalah mantap dan bertenaga. Dengan itu, tendangan yang dilakukan harus cepat supaya tidak tertangkap dan dijatuhkan oleh lawan.

4. Sistem Energi Pencak Silat Kategori Tanding

Menurut MUNAS IPSI (2007: 1) yang dimaksud pertandingan pencak silat kategori tanding yaitu pertandingan pencak silat yang menampilkan 2

(11)

18

orang pesilat dari kubu yang berbeda. Keduanya saling berhadapan menggunakan unsur pembelaan dan serangan yaitu menangkis/mengelak/mengena/menyerang pada sasaran dan menjatuhkan lawan, penggunaan taktik dan teknik bertanding, ketahanan stamina dan semangat juang, menggunakan kaidah dan pola langkah yang memanfaatkan kekayaan teknik jurus, untuk mendapatkan nilai terbanyak. Untuk mendapatkan semua itu atlet pencak silat harus mempunyai kualitas, fisik teknik, taktik, serta mental yang baik.

Pada dasarnya, sistem energi terbagi menjadi 2 yaitu (a) sistem energi aerobik (memerlukan oksigen), dan (b) sistem energi anaerobik (tidak memerlukan oksigen). Perbedaan sistem energi tersebut terletak pada ada dan tidaknya bantuan oksigen (O2) selama proses pemenuhan energi berlangsung

(Sukadiyanto, 2005: 33). Pada sistem energi anaerobik, selama proses pemenuhan kebutuhan energi tidak memerlukan bantuan oksigen (O2)

melainkan menggunakan energi yang tersimpan didalam otot. Sebaliknya, sistem energi aerobik dalam proses pemenuhan kebutuhan energi memerlukan oksigen (O2) yang diperoleh melalui sistem pernafasan.

Sistem energi aerobik untuk aktivitas rendah (low intensity) yang dilakukan dalam waktu lama atau lebih dari 2 menit. Energi yang disediakan melalui pemecahan karbohidrat, lemak dan protein. Sedangkan sistem energi anaerobik terbagi lagi menjadi 2 yaitu, anaerobik alaktik dan anaerobik laktik. Sistem energi anaerobik alaktik disediakan oleh sistem ATP-PC sedangkan sistem energi anaerobik laktik disediakan oleh sistem asam laktat (Bompa,

(12)

19

2000: 22-23). Sistem anaerobik alaktik merupakan energi siap pakai, sistem ini untuk aktivitas yang memerlukan waktu pendek dengan intensitas tinggi (high intensity).

Semua energi yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi tubuh berasal dari ATP, yang hanya mampu menopang kerja kira-kira 6 detik bila tidak ada sistem energi yang lain (Soekarman, 1991: 29). Kerja otot dapat berlangsung lebih lama apabila sistem energi ATP dapat ditopang oleh sistem energi yang lain, yaitu phospho creatin (PC) yang tersimpan dalam sel otot. Dengan menggunakan bantuan sumber energi phospho creatine (PC) dapat memperpanjang kerja otot hingga mencapai kira-kira 10 detik (Nossek, 1982: 71-72). Sistem energi anaerobik laktik akan digunakan jika sistem anaerobik alaktik sudah tidak mencukupi lagi maka energi akan disediakan dengan cara mengurai glikogen otot dan glukosa darah melalui jalur glikolisis anaerobik (tanpa bantuan O2), sistem ini bisa bertahan 40-120 detik.

Menurut MUNAS IPSI (2007: 17) mengenai ketentuan bertanding serangan harus tersusun dengan teratur dan berangkai dengan berbagai cara sasaran sebanyak-banyaknya 4 jenis serangan. Pesilat yang melakukan rangkaian serang bela lebih dari 4 jenis akan diberhentikan oleh wasit. Dalam melakukan serangan maksimal 4 kali secara berkelanjutan harus dilakukan secara eksplosif power. Oleh karena itu predominan sistem energi dalam pencak silat adalah sistem anaerobik alaktik (ATP-PC). Namun demikian,

(13)

20

tidak mengkesampingkan juga sistem energi yang lain, seperti sistem energi anaerobik laktik karena pertandingan pencak silat terdiri dari tiga babak.

5. Konsep Validitas dan Reliabilitas Tes a. Validitas Tes

Validitas mempunyai arti yaitu seberapa jauh alat ukur mampu mengukur dengan tepat dan cermat apa yang seharusnya di ukur dari alat ukur tersebut. Terkandung di sini pengertian bahwa ketepatan pada validitas suatu alat ukur tergantung pada kemampuan alat ukur tersebut mencapai tujuan pengukuran yang dikehendaki dengan tepat. Sisi lain dari pengertian validitas adalah aspek kecermatan pengukuran. Suatu alat ukur yang valid tidak hanya mampu menghasilkan data yang tepat akan tetapi juga harus memberikan gambaran yang cermat mengenai data tersebut. Cermat berarti bahwa pengukuran itu dapat memberikan gambaran mengenai perbedaan yang sekecil-kecilnya di antara subjek yang satu dengan yang lain.

Saifuddin Azwar (2007: 45) membagi tipe validitas dari cara estimasinya yang disesuaikan dengan sifat dan fungsi setiap tes menjadi tiga kategori, yaitu validitas isi (content validity), validitas konstrak (construct validity), dan validitas kriteria (criterion-related validity). Validitas isi, menunjukkan sejauh mana item-item dalam tes mencakup kawasan isi yang hendak diukur oleh tes itu dan pengujian validitas ini menggunakan analisis

(14)

21

rasional. Validitas konstrak, menunjukkan sejauh mana suatu tes mengukur trait atau konstrak teoritik yang hendak diukur dan pengujian validitas ini dengan pendekatan multi-trait multi-method yang menguji serentak dua atau lebih trait yang diukur dengan dua atau lebih metode. Validitas berstandar kriteria, menunjukkan adanya hubungan skor tes dengan skor suatu kriteria dan pengujian validitas ini melalui analisis korelasional. Keiteria tersebut digunakan sebagai pembanding yang dikorelasikan dengan tes eksperimen. Sesuai dengan pendapat Sugiyono (2007: 174) yang mengatakan bahwa validitas eksternal instrumen diuji dengan cara membandingkan antara kriteria yang ada pada instrumen dengan fakta empiris yang terjadi di lapangan.

Hasil pengamatan para judgement digunakan sebagai kriteria dengan melakukan pengamatan dan penilaian secara subyektif terhadap kualitas testi pada saat melakukan serangkaiaan gerak. Yang diamati dan dinilai adalah semua aspek keterampilan dan kemampuan teknik yang dilakukan testi. Untuk memperoleh hasil penilaian yang obyektif dari sejumlah judge, perlu disusun suatu pedoman pelaksanaan pengamatan dan penilaian semua teknik keterampilan yang diamati

b. Reliabilitas Tes

Walaupun reliabilitas mempunyai berbagai nama lain seperti, keterpercayaan, keterandalan, keajegan, kestabilan, konsistensi, dan

(15)

22

sebagainya, namun ide pokok yang terkandung dalam konsep reliabilitas adalah sejauh mana hasil pengukuran dapat dipercaya (Azwar, 2007: 4). Reliabilitas sebenarnya mengacu kepada konsistensi atau keterpercayaan hasil ukur, yang mengandung makna kecermatan pengukuran.

Pengukuran yang tidak reliabel akan menghasilkan skor yang tidak dapat dipercaya karena perbedaan skor yang terjadi diantara individu lebih ditentukan oleh faktor kesalahan daripada faktor perbedaan yang sesungguhnya. Pengukuran yang tidak reliabel tentu tidak akan konsisten pula dari waktu ke waktu.

Menurut Suharsimi Arikunto (1987: 168) dalam menguji reliabilitas sebuah instrumen ada beberapa teknik yang dapat dilakukan melalui teknik pararel, teknik tes ulang, dan teknik belah dua. Pada suatu tes keterampilan pada dasarnya teknik yang paling sering digunakan untuk mengetahui reliabilitas menggunakan teknik tes ulang maksudnya adalah tes pertama dilakukan selang beberapa waktu disusul dilakukan tes ulang dengan menggunakan tes yang sama. Untuk memperoleh koefisien reliabilitas, hasil tes pertama dan hasil tes ulang dikorelasikan dengan teknik perhitungannya menggunakan rumus korelasi Product Moment dari Pearson.

(16)

23

6. Karakteristik Atlet Pencak Silat Dewasa untuk Kelas dalam Pertandingan

Pencak silat merupakan olahraga body contact yang dalam pertandingannya per kelasnya ditentukan menggunakan berat badan. Berat badan sangat berpengaruh dalam pertandingan. Seorang atlet yang akan bertanding harus mengatur berat badan supaya masuk dalam kelas yang akan diikuti. Menurut MUNAS IPSI XII 2007 penggolongan pertandingan pencak silat menurut umur dan untuk semua ketegori terdiri atas : (a) usia dini, dengan ketentuan umur diatas 9 tahun s/d 12 tahun, (b) pra remaja, dengan ketentuan umur diatas 12 tahun s/d 14 tahun, (c) remaja, dengan ketentuan umur diatas 14 tahun s/d 17 tahun, dan (d) dewasa, dengan ketentuan umur diatas s/d 35 tahun.

Berdasarkan berat badan, pertandingan pencak silat dewasa dapat digolongkan menjadi tujuh kelas untuk putri dan sebelas kelas untuk putra . Dalam MUNAS IPSI XII 2007 dijelaskan bahwa untuk pertandingan putri terdiri atas: (a) kelas A, berat badan 45 kg s/d 50 kg, (b) kelas B, dengan ketentuan berat badan diatas 50 kg s/d 55 kg, (c) kelas C, dengan ketentuan berat badan diatas 55 kg s/d 60 kg, (d) kelas D, dengan ketentuan berat badan diatas 60 kg s/d 65 kg, (e) kelas E, dengan ketentuan berat badan 65 kg s/d 70 kg, (f) kelas F, dengan ketentuan berat badan 70 kg s/d 75 kg, (g) kelas Bebas, dengan ketentuan berat badan diatas 75 kg s/d 90 kg. Dalam kelas bebas khusus dipertandingkan dalam pertandingan single event. Penggolongan kelas untuk putra sama dengan penggolongan kelas untuk putri dari kelas A s/d

(17)

24

kelas F, untuk selanjutnya dapat dijelaskan sebagai berikut: (a) kelas G, dengan ketentuan berat bedan diatas 75 kg s/d 80 kg, (b) kelas H, dengan ketentuan berat badan diatas 80 s/d 85 kg, (c) kelas I, dengan ketentuan kelas diatas 85 kg s/d 90 kg, (d) kelas J, dengan ketentuan kelas diatas 95 kg s/d 110 kg (khusus pertandingan single event).

7. Pentingnya Parameter Tes Kecepatan Tendangan

Pada dasarnya ada beberapa manfaat apabila seorang pelatih mengetahui parameter tes kecepatan tendangan, antara lain: (1) sebagai acuan dalam pelaksanaan tes kecepatan tendangan, (2) sebagai bahan untuk menentukan atlet, (3) untuk mengetahui kualitas kecepatan tendangan yang dapat dikategorikan sangat baik, baik, sedang, kurang, dan sangat kurang, (4) dapat membantu dalam evaluasi proses berlatih melatih dan (5) sebagai panduan dalam penyusunan program latihan oleh para pelatih.

Sebagai acuan dalam pelakasanaan tes kecepatan tendangan berarti, dapat digunakan untuk menentukan indikator dalam tes kecepatan tendangan. Dalam suatu tes dibutuhkan suatu indikator yang dinilai dapat dijadikan sebuah acuan nilai. Sebagai bahan untuk menentukan atlet, disini dapat diambil pengertian bahwa parameter berguna untuk menentukan atlet yang layak atau tidak untuk mengikuti pertandingan. Diperkirakan kalau seorang atlet memiliki kualitas teknik pada tes baik, maka akan layak untuk mengikuti sebuah pertandingan. Setelah mengetahui parameter dari

(18)

25

kecepatan tendangan bagi atlet yang telah melakukan tes maka akan diketahui kualitas kecepatan tendangan, dimana kualitas itu bisa masuk kategori sangat baik, baik, sedang, kurang, sangat kurang. Dari hasil tersebut bagi atlet yang memiliki kualitas kecepatan tendangan kurang dan sangat kurang maka diperlukan proses evaluasi untuk meningkatkan kualitas, serta parameter dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam pembuatan program latihan, dimana program latihan tersebut tidak terlalu jauh dari parameter tes kecepatan tendangan.

Tugas utama dalam suatu proses pengukuran adalah menentukan suatu instrumen yang dapat dipertanggungjawabkan untuk mengukur tingkah laku atau sifat dari individu atau objek yang diteliti. Terdapat dua ciri penting yang harus dimiliki oleh alat ukur atau instrumen, yaitu memiliki validitas dan realibilitas. Validitas menunjuk sejauh mana alat ukur mampu mengukur apa yang hendak diukur, sedangkan reliabilitas mengacu pada sejauh mana mampu mengukur secara konsisten (ajeg) dalam mengukur apa yang diukur.

Seperti yang dijelaskan dimuka bahwa tes dan evaluasi mempunyai peranan yang sangat penting. Baumgartner dan Jackson (1991: 16-17) menyatakan bahwa pengukuran dan evaluasi setidaknya memiliki 6 fungsi umum, yaitu: (1) penempatan, (2) diagnosis, (3) membedakan tingkat kemampuan, (4) meramalkan, (5) evalusi program, dan (6) motivasi. Penempatan dapat diartikan bahwa tes dapat digunakan untuk menentukan atlet pada ukuran kemampuannya, dianosis mengandung arti digunakan

(19)

26

untuk mendiagnosa kelemahan atau kekuranagn atlet pada saat proses berlatih melatih untuk kemudian diperbaiki. Dalam fungsinya untuk membedakan kemampuan, tes dilakukan untuk mengetahui seberapa besar tujuan latihan dapat dicapai oleh pesilat. Pencapaian tersebut dapat diidentifikasi melalui hasil prestsi yang diperolehnya.

Hasil tes pengukuran juga dapat digunakan untuk meramalkan prestasi yang dicapai pesilat pada masa yang akan datang. Sebagai contoh apabila seorang pesilat setelah dites mempunyai IQ diatas rata-rata, diperkirakan atlet tersebut akan mempunyai prestasi yang baik pula di masa mendatang. Motivasi merupakan hal yang sangat penting untuk mencapai prestasi tertinggi. Skor tes yang dicapai oleh pesilat akan menjadikan motivasi bagi pesilat, karena dijadikan sebagai acuan untuk menampilkan prestasi yang lebih baik lagi.

B. Penelitian yang Relevan

Elias Carlies Pandapatan Nainggolan (2000) dengan penelitiannya yang berjudul penyusunan tes ketrampilan tendangan olahraga karate menunjukkan bahwa tes ketrampilan tendangan karate dapat menggambarkan kualitas seseorang dalam melakukan tendangan karate. Hal ini dapat dibuktikan dengan tingkat validitas tes tendangan lurus kedepan (maegeri)= 0,640, realibilitas tes sebesar 0,813 dan validitas tes tendangan memutar (mawashingeri)= 0,739, reliabilitas tes sebesar 0,775.

(20)

27 C. Kerangka Berfikir

Dewasa ini pencak silat sudah berkembang pesat, sebagai indikator adalah semakin banyaknya event-event resmi seperti POPNAS, POMNAS, PON, SEA GAMES akan membuat pencak silat lebih maju. Orang-orang yang terlibat dalam pencak silat akan semakin berlomba-lomba untuk berfikir lebih keras demi memajukan pencak silat.

Dalam lingkup mahasiswa persaingan sudah semakin ketat. Apabila masing-masing tidak memperbaiki kekurangan untuk masing-masing-masing-masing komponen yang terlibat dalam pencak silat maka akan tertinggal. Keberhasilan pencak silat prestasi tidak terlepas dari peran seorang pelatih. Pelatih harus selalu mengetahui perkembangan pencak silat, dari komponen biomotor yang ada. Kecepatan merupakan salah satu komponen dari biomotor dalam pencak silat yang dibutuhkan dalam pertandingan pencak silat. Parameter tes kecepatan tendangan dari atlet yang dilatihnya juga harus diketahui oleh seorang pelatih. Pelatih mengetahui parameter tes kecepatan tendangan atletnya akan lebih mudah untuk mengetahui kemampuan atlet, dan menyusun program latihan yang diberikan kepada atletnya supaya dapat mencapai prsetasi yang maksimal. Parameter tes kecepatan tendangan atlet pencak silat juga harus valid (sahih), reliabel (ajeg) dan objektif dalam mengukur kecepatan dan teknik tendangan juga diperlukan untuk mengetahui kualitas kecepatan tendangan yang dibutuhkan dalam suatu pertandingan.

(21)

28

Berdasarkan hal tersebut maka kerangka berfikir ini dilengkapi dengan parameter tes untuk mengukur dan mengetahui kualitas teknik kecepatan tendangan, digunakan untuk mengetahui status pesilat, serta membantu dalam penyusunan program latihan yang tepat bagi atlet. Penyusunan parameter pengembangan tes itu diharapkan dapat mengetahui kualitas teknik dan kecepatan tendangan pesilat dapat digolongkan ke dalam 5 kategori yaitu: sangat baik , baik, sedang, kurang, dan sangat kurang.

Gambar

Gambar 1. Rangkaian Gerak Tendangan Depan  (doc Pribadi 2011)
Gambar 2. Rangkaian Gerak Tendangan Samping (T)  (doc. Pribadi 2011)
Gambar 3. Rangkaian Gerak Tendangan Sabit  (doc. Pribadi 2011)

Referensi

Dokumen terkait

Persamaan pada pokoknya dalam kasus Hugo Boss ini terdapat pada persamaan jenis huruf, persamaan bentuk, persamaan kata dan tanda gambar, persamaan cara

Hasil yang didapatkan melalui observasi, wawancara dan partisipasi aktif dalam pembuatan minyak ikan di BBP2HP meliputi proses persiapan bahan dan alat,

Motif ini mengarah kepada gejala intrinsik yaitu menyangkut kepuasan individual. Keputusan tersebut berada didalam diri manusia dan biasanya berwujud proses dan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada pekerja pengupasan Karika Dieng diperoleh bahwa tidak terdapat perbedaan kejadian dermatitis kontak sebelum dan sesudah

Melalui pemilihan strategi problem focus coping mahasiswa men- gubah pemikiran (kognitif) maupun tindakannya untuk menangani stressor dalam hal ini tuntutan skripsi yang

Peran negosiator sangat menentukan baik buruknya pelaksanaan unjuk rasa, sehingga negosiator diharapkan akan mampu untuk meredam massa unjuk rasa maupun pasukan

4.3 Keputusan peperiksaan atau kerja kursus mana-mana pelajar yang telah disabitkan kesalahan atas apa-apa kesalahan tatatertib di bawah kaedah 6 dan 8, Kaedah-Kaedah

Pertama-tama marilah kita mengucapkan syukur alhamdulillah, atas nikmat dan rahmat-Nya Pertama-tama marilah kita mengucapkan syukur alhamdulillah, atas nikmat dan rahmat-Nya