• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI INTEGRASI JAMINAN KESEHATAN DAERAH (JAMKESDA)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STRATEGI INTEGRASI JAMINAN KESEHATAN DAERAH (JAMKESDA)"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

JAMINAN KESEHATAN DAERAH

(JAMKESDA)

ke dalam

JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN)

STRATEGI

INTEGRASI

P O L I C Y

PA P E R

(2)

Sesuai dengan tugas dan fungsinya, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) berupaya untuk mensinkronisasikan penyelenggaraan program jaminan kesehatan yang sesuai dengan UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) dan UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS). Agar sinkronisasi penyelenggaraan program jaminan kesehatan dapat berjalan baik, DJSN dan Kementerian/ Lembaga telah menerbitk an “Peta Jalan Jaminan Kesehatan Nasional 2012 – 2019” sebagai rujukan bagi stakeholders baik Pusat dan Daerah untuk menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Di samping hal tersebut di atas, DJSN telah menyusun

policy paper tentang sinkronisasi penyelenggaraan

Jaminan Kesehatan Daaerah (Jamkesda) ke dalam JKN.

Policy paper dimaksud mengangkat isu penyelenggaraan

(Jamkesda). Di satu sisi, Pemerintah sedang membangun Jaminan Kesehatan Nasional, dan di sisi lain Jamkesda masih memerlukan penyesuaian dari aspek regulasi/

kebijakan, aspek anggaran, dan aspek teknis untuk berintegrasi ke dalam JKN.

Untuk itu, policy paper ini diharapkan dapat dijadikan rujukan khususnya bagi Pemerintah Daerah untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan di daerah dalam kerangka penyelenggaraan JKN oleh BPJS Kesehatan.

Policy paper ini tentu masih belum sempurna dan masih

dibutuhkan masukan dari berbagai stakeholders untuk perbaikan. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada teman-teman Anggota DJSN, Tim Ahli DJSN, dan Staf Sekretariat DJSN yang telah bersusah payah sehingga

policy paper ini dapat terbit.

Semoga bermanfaat untuk kita semua.

Jakarta, 17 Desember 2013 Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional

DR. Chazali H. Situmorang, Apt., M.Sc., PH

KATA

(3)

DAFTAR ISI

PENYUSUN

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI PENYUSUN

I. LATAR BELAKANG 1

II. PELAKSANAAN JAMKESDA SAAT INI 5

II.1. Variasi Kepesertaan Jamkesda 5

II.2. Variasi Pola Penyelenggaraan Jamkesda 6

II.3. Variasi Manfaat Jamkesda 7

II.4. Variasi Portabilitas Jamkesda 8

II.5. Variasi Iuran/Anggaran Jamkesda 8

III. STRATEGI INTEGRASI JAMKESDA KEDALAM JKN 10

III.1. Strategi 1: Penguatan Regulasi 16

III.2. Strategi 2: Sinkronisasi Anggaran 20

III.3. Strategi 3: Intensifikasi Koordinasi Teknis 23

IV. LANGKAH-LANGKAH INTEGRASI JAMKESDA KE DALAM JKN 25

V. PENUTUP 28

DAFTAR PUSTAKA 29

MATRIK PERAN KEMENTERIAN/LEMBAGA TERKAIT DALAM INTEGRASI

JAMKESDA KE JAMINAN KESEHATAN NASIONAL 30

PENANGGUNG JAWAB

Dr. Chazali H. Situmorang, Apt., M.Sc., PH

KETUA TIM

Adang Setiana, Ph.D

ANGGOTA

dr. Supriyantoro, Sp.P, MARS Drs. Djoko Sungkono, AJST

Drs. Ridwan Monoarfa

PENULIS

Dr. Mundiharno Prof. dr. Hasbullah Thabrany, MPH, DrPH Dr. Imam Supriyadi

EDITOR

Drs. Ponco Respati Nugroho, M.Si Dyah Tri Kumolosari, AKS, M.Si

Ir. Linda Darnel, MM

DESIGN GRAFIS LAYOUT

Firman Trisasongko

KONTRIBUTOR

drg. Usman Sumantri, M.Sc Dr. Vivi Yulaswati

drg. Sri Endang Tidarwati, MM Dr. Qomarrudin, SH, MH Dr. dr. Mahlil Ruby

Dr. Moch. Ardian Noervianto, S.STP, M.Si Drs. Abas Basuni, M.Soc. Adm

Prastuti Chusnun Soewondo, SE, MPH, Ph.D Ir. Cut Sri Rozanna, MA

Ricky Radius Siregar, S.Sos, MAP Dr. Sorni Paskah Daeli, M.Si

(4)

1 POLICY PAPER STRATEGI INTEGRASI JAMINAN KESEHATAN DAERAH (JAMKESDA)

KE DALAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN)

I. LATAR BELAKANG

Jaminan kesehatan daerah (Jamkesda) merupakan inisiasi Pemerintah Daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota) untuk memberikan jaminan kesehatan kepada sebagian atau seluruh penduduknya. Inisiasi Jamkesda ini lahir karena dipicu beberapa hal yaitu:

1. Fakta di lapangan bahwa tidak semua penduduk miskin dan tidak mampu di daerah tercakup oleh program jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas). Karena keterbatasan dana Jamkesmas, Pemerintah Daerah dihimbau menjamin penduduk miskin dan tidak mampu yang di luar kuota Jamkesmas.

2. Hasil uji materi oleh Mahkamah Konstitusi terhadap UU SJSN No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang menyatakan bahwa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) tingkat daerah dapat dibentuk dengan Peraturan Daerah dengan memenuhi ketentuan SJSN sebagaimana diatur dalam UU SJSN. Namun dalam UU No 24/2011 tentang BPJS tidak mengatur adanya BPJS Daerah.

3. Urusan kesehatan merupakan urusan wajib Pemerintah Daerah yang dapat dilaksanakan secara bersama dengan Pemerintah sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 38

(5)

Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut, Lampiran 3, dijelaskan peran Pemda antara lain menyeleggarakan program jaminan pemeliharaan kesehatan nasional sebagai tugas perbantuan.

Selama belum diundangkan dan belum berlakunya UU BPJS, ketiga hal di atas telah mendorong Pemda menyelenggarakan jaminan kesehatan tingkat daerah dengan maksud untuk memberikan jaminan kesehatan bagi penduduk miskin dan tidak mampu di daerahnya yang tidak tercakup oleh program Jamkesmas. Namun dengan telah diundangkannya UU No 24 Tahun 2011 tentang BPJS, maka badan penyelenggara untuk program jaminan kesehatan yang diakui oleh Undang-Undang adalah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Pola penyelenggaraan Jamkesda sangat beragam yang menyebabkan tidak terpenuhinya hak konstitusi penduduk, yaitu mendapat jaminan kesehatan (sebagai bagian hak jaminan sosial) yang sama. Keberagaman Jamkesda dari daerah yang satu ke daerah yang lain menyangkut kriteria kepesertaan, penyelenggara, manfaat, portabilitas, maupun

iurannya. Jamkesda yang awalnya dimaksudkan untuk memberikan jaminan kesehatan bagi penduduk miskin dan tidak mampu di luar kuota, di beberapa daerah yang memiliki APBD besar berkembang menjadi jaminan untuk seluruh penduduk.

Undang-undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) memerintahkan negara menyelenggarakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dimulai pada 1 Januari 2014 bagi seluruh penduduk. Dengan satu badan penyelenggara, prinsip portabilitas dan ekuitas penyelenggaraan jaminan kesehatan dapat diwujudkan. Hal ini sesuai dengan argumen Mahkamah Konsitusi dalam Putusan Perkara SJSN, dengan kewenangan Pemda yang intinya menjelaskan bahwa jaminan kesehatan ekslusif oleh masing-masing Pemda melanggar konstitusi karena tidak semua Pemda akan menyelenggarakan jaminan yang sama dengan portabilitas yang sama. Mulai 1 Januari 2014, peserta program Jamkesmas, Askes PNS, JPK Jamsostek, dan jaminan kesehatan bagi keluarga TNI/POLRI akan diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan secara nasional.

Untuk penduduk miskin dan tidak mampu yang kini dijamin melalui program Jamkesmas, Pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2012 tentang

(6)

4 POLICY PAPER STRATEGI INTEGRASI JAMINAN KESEHATAN DAERAH (JAMKESDA) 5

KE DALAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN)

DEWAN JAMINAN SOSIAL NASIONAL (DJSN)

Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan. Penduduk miskin dan tidak mampu yang iurannya dibayar oleh Pemerintah melalui APBN harus masuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sejak 1 Januari 2014 sebagai peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI). Salah satu permasalahan yang dihadapi Pemerintah adalah anggaran APBN yang tersedia pada tahun 2014 hanya mencakup 86,4 juta penduduk miskin dan tidak mampu. Secara prinsip, jumlah yang dijamin tersebut sudah sesuai dengan amanat UU SJSN. Namun, di banyak daerah Pemda berkeinginan menambah jumlah penduduk yang dijamin melalui dana APBD. Oleh karenanya, telah diakomodir keinginan Pemda tersebut, sejauh iuran untuk penduduk di luar kuota PBI dibayar oleh APBD.

Di dalam “Peta Jalan Menuju Jaminan Kesehatan Nasional 2012 - 2019, telah dicapai konsensus pentahapan perluasan kepesertaan untuk mewujudkan kepesertaan seluruh penduduk (universal health coverage) pada tahun 2019. Salah satu konsensus adalah APBN akan mencakup seluruh iuran peserta PBI dengan jumlah peserta yang ditetapkan oleh Pemerintah. Sedangkan Pemda dapat menambah sejumlah penduduk di daerahnya dengan mendaftarkan ke BPJS Kesehatan untuk memenuhi hak konstitusi penduduk, yaitu paket manfaat yang sama dan berlaku secara nasional.

Proses integrasi Jamkesda ke BPJS Kesehatan harus selesai pada akhir tahun 2016, atau lebih kurang 3 tahun sejak BPJS Kesehatan beroperasi 1 Januari 2014.

II. PELAKSANAAN JAMKESDA SAAT INI

Pelaksanaan Jamkesda saat ini tidak seragam dan sangat bervariasi antara daerah yang satu dengan daerah yang lain baik dari kepesertaan, pola penyelenggaraan, manfaat, portabilitas, maupun iuran anggotanya. Masing-masing faktor yang mempengaruhi variasi pelaksanaan Jamkesda dapat dijelaskan di bawah ini.

II.1. VARIASI KEPESERTAAN JAMKESDA

Secara umum peserta Jamkesda adalah penduduk miskin dan tidak mampu yang tidak tertampung oleh kuota Jamkesmas. Namun dalam perkembangannya, beberapa daerah yang memiliki APBD besar menyelengarakan Jamkesda bagi seluruh penduduk. Ada Pemda yang menjamin layanan kesehatan sepanjang sesuai standar Jamkesda di wilayahnya. Dalam hal ini, penduduk tidak memperoleh hak konstitusinya untuk mendapat jaminan di luar daerahnya, baik karena penduduk tersebut sedang

(7)

berada di luar daerahnya ataupun dibutuhkan layanan yang tidak tersedia di daerah tersebut. Ada pula Pemda yang menjamin hak konstitusi portabilitas, namun luas layananannya terbatas. Tidak semua kebutuhan medis penduduk dijamin, karena keterbatasan dana maupun layanan yang tersedia di daerah tersebut.

II.2. VARIASI POLA PENYELENGGARAAN JAMKESDA

Setidaknya terdapat 3 (tiga) pola penyelenggaraan Jamkesda, yaitu :

a. Jamkesda diselenggarakan sendiri oleh Pemda baik dijalankan langsung oleh Dinas Kesehatan (pola yang paling banyak dijumpai) maupun oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT), atau Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Bentuk kelembagaan BLUD hanya diadopsi oleh sebagaian kecil Pemda. Hal ini sesuai dengan kewenangan Pemda dalam mengalokasikan APBDnya untuk salah satu program wajib Pemda. Pola ini umumnya hanya menyediakan jaminan kesehatan di fasilitas kesehatan milik Pemda.

b. Penyelenggaraan Jamkesda diserahkan kepada pihak ketiga dalam hal ini PT. Askes (Persero) yang telah mempunyai layanan lebih luas dan sudah berpengalaman. Program ini dinamakan oleh

PT Askes sebagai Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Umum (PJKMU). Pola ini memungkin jaminan kesehatan disediakan di fasilitas kesehatan milik Pemda setempat maupun milik organisasi atau perusahaan lain.

c. Penyelenggaraan Jamkesda diserahkan ke perusahaan asuransi komersial.

II.3. VARIASI MANFAAT JAMKESDA

Manfaat pelayanan terkait erat dengan premi iuran atau ketersediaan anggaran. Umumnya paket manfaat program Jamkesda mengacu pada paket manfaat program Jamkesmas yang komprehensif. Pelayanan kesehatan yang umumnya masuk ke dalam paket manfaat dasar adalah pelayanan rawat jalan tingkat pertama (RJTP), rawat jalan tingkat lanjut (RJTL), rawat inap tingkat pertama (RITP), dan rawat inap tingkat lanjut (RITL). Sedangkan untuk pelayanan kesehatan di luar dari empat pelayanan tersebut merupakan manfaat tambahan dalam paket manfaat yang ada dari sebuah program jaminan kesehatan. Tetapi, tidak semua layanan kesehatan di luar daerah dijamin. Ada pula yang menyediakan jaminan cuci darah misalnya yang dibatasi sampai plafon tertentu.

(8)

8 POLICY PAPER STRATEGI INTEGRASI JAMINAN KESEHATAN DAERAH (JAMKESDA) 9

KE DALAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN)

DEWAN JAMINAN SOSIAL NASIONAL (DJSN)

II.4. VARIASI PORTABILITAS JAMKESDA

Jamkesda merupak an program Pemda yang memberikan manfaat pelayanan sesuai ketersediaan anggaran masing-masing daerah, sehingga portabilitas dan ekuitasnya terbatas. Namun Pemda yang menyerahkan pengelolaan Jamkesda kepada pihak ketiga, seperti PT. Askes (Persero) dan asuransi komersial yang memiliki jaringan luas, dapat memiliki portabilitas di tingkat nasional. Sebagai contoh, program Jaminan Kesehatan Aceh menyediakan jaminan sampai ke Jakarta. Hanya saja, karena portabilitas nasional memerlukan dana lebih besar maka hanya beberapa Pemda yang mampu menjamin portabilitas nasional secara memadai.

Portabilitas nasional merupakan aspek kunci dalam UU SJSN yang memastikan penduduk mendapatkan hak konstitusinya ketika ia sakit. Namun, karena banyak Pemda khususnya Pemda Kota/Kabupaten, tidak mampu menyediakan anggaran yang cukup, portabilitas Jamkesda pada umumnya terbatas sampai provinsi atau bahkan kabupaten/kota.

II.5. VARIASI IURAN/ANGGARAN JAMKESDA

Besarnya iuran/anggaran yang dibayar/disediakan

oleh Pemda untuk peserta Jamkesda bervariasi tergantung dari ketersediaan dana Pemda. Umumnya, ketersediaan anggaran yang menentukan paket manfaat. Hal ini tidak sesuai dengan prinsip pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan. Seharusnya ditetapkan terlebih dahulu paket manfaat yang sesuai kebutuhan medis penduduk ketika sakit, baru kemudian ditetapkan besar anggaran atau iuran. Sebagai gambaran adalah iuran yang dibayarkan Pemda dari APBD kepada PT. Askes (Persero) sebagai penyelenggara program Jamkesda yang disebut PJKMU berkisar Rp. 6.500,- – Rp. 23.000,- per orang per bulan di tahun 2013. Besar iuran sebesar Rp 23.000,- per orang per bulan hanya diberikan oleh Pemda DKI Jakarta yang memang biaya produksi layanan kesehatan sangat mahal akibat biaya hidup yang tinggi. Sebagian besar Pemda mengalokasikan iuran di bawah Rp 10.000 per orang per bulan. Dengan dana sebesar itu, jaminan kesehatan pada umumnya hanya terbatas di fasilitas kesehatan milik Pemda setempat. Dengan besaran iuran sebesar itu, tidak mungkin layanan yang dijamin berkualitas baik. Dengan iuran PBI sebesar Rp 19.225,- per orang per bulan saja, akan terus dievaluasi untuk mendapatkan kualitas layanan yang baik. Sebab, hitungan harga keekonomian

(9)

layanan yang kualitasnya sesuai kualitas di layanan swasta sekarang memerlukan iuran antara Rp 50.000,- – Rp 60.000,- per orang per bulan. Jika diperhitungkan subsidi langsung Pemerintah dan Pemda (berupa bangunan, alat medis, dan gaji pegawai negeri), maka besaran iuran memang dapat diturunkan sampai Rp 27.000 per orang per bulan sebagaimana diusulkan oleh Dewam Jaminan Sosial Nasional (DJSN).

III. STRATEGI INTEGRASI JAMKESDA

KEDALAM JKN

Sesuai konsensus yang tercantum pada “Peta Jalan Menuju Jaminan Kesehatan Nasional 2012-2019”, bahwa integrasi Jamkesda/PJKMU ke BPJS Kesehatan harus selesai dalam waktu tiga tahun sejak BPJS Kesehatan beroperasi mulai 1 Januari 2014. Dengan demikian maka seluruh Jamkesda/ PJKMU diharapkan sudah berintegrasi ke BPJS Kesehatan selambat-lambatnya pada akhir tahun 2016. Dengan Jamkesda/PJKMU berintegrasi ke BPJS Kesehatan maka penyelenggaraan jaminan kesehatan yang ada di seluruh Indonesia sudah sesuai dengan UU SJSN dan UU BPJS berikut peraturan pelaksanaanya.

Sesuai dengan Keputusan Mahkamah Konstitusi

007/PUU-III/2005 bahwa penyelenggaraan jaminan kesehatan harus sesuai dengan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Untuk menyesuaikan penyelenggaraan jaminan kesehatan dengan UU SJSN maka penyelenggaraan Jamkesda/PJKMU baik dari aspek manfaat, iuran, pelayanan kesehatan maupun penyelenggaranya harus sesuai dengan peraturan pelaksana dari UU SJSN dan UU BPJS. Menurut UU BPJS bahwa penyelenggara jaminan kesehatan adalah BPJS Kesehatan. Oleh karena itu, penyelenggaraan jaminan kesehatan di daerah perlu diintegrasikan ke BPJS Kesehatan.

Dengan Jamkesda berintegrasi ke dalam JKN yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan, maka peserta Jamkesda mendapat keuntungan, yaitu antara lain:

1. Portabilitas dan ekuitas jaminan kesehatan sampai tingkat nasional. Ketika penduduk suatu daerah bepergian, untuk urusan keluarga atau dinas, ke daerah lain dan menderita sakit, jaminan kesehatan telah berlaku. Selain itu, pengobatan semua penyakit dijamin. Penduduk suatu daerah yang perlu dirujuk ke RS yang lebih lengkap, yang berada di daerah lain, akan dijamin. 2. Manfaat kesehatan lebih luas dan lebih baik dari

manfaat yang dijamin kebanyakan Jamkesda. Dalam JKN, pengobatan semua jenis penyakit dijamin tanpa

(10)

12 POLICY PAPER STRATEGI INTEGRASI JAMINAN KESEHATAN DAERAH (JAMKESDA) 13

KE DALAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN)

DEWAN JAMINAN SOSIAL NASIONAL (DJSN)

ada batas waktu atau jumlah biaya yang dijamin. Yang menjadi batas adalah kelas perawatan, yaitu di kelas III untuk peserta PBI, dan fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Dalam Peraturan Presiden telah ditetapkan bahwa semua faskes milik Pemerintah (baik milik Pemda maupun milik Kementerian Kesehatan, atau milik TNI/POLRI) wajib bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Dengan demikian, peserta Jamkesda yang telah berintegrasi ke JKN akan menikmati layanan di lebih banyak faskes dan yang menyediakan layanan lebih baik. 3. Sejalan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi maka

Pemda yang mampu atau memiliki APBD besar tetap dapat menyelenggarakan jaminan kesehatan yang bersifat komplemen ataupun suplemen (on top benefit). Manfaat tambahan ini dikoordinasikan dengan manfaat dalam JKN. Pemda yang tidak mampu memberikan manfaat tambahan tidak perlu khawatir, karena manfaat yang disediakan JKN memenuhi kebutuhan dasar seluruh penduduknya yang jauh lebih lengkap dari yang dijamin oleh Jamkesda selama ini.

4. Pemda yang tidak menginginkan menambah peserta atau menambah manfaat yang bersifat kenyamanan, misalnya menyediakan jaminan perawatan bagi penerima PBI di kelas II, dapat mengalokasikan dana

yang dimilikinya untuk memperkuat atau melengkapi fasilitas kesehatan. Selain itu, Pemda juga dapat mengalokasikan dana APBD yang sebelumnya digunakan untuk Jamkesda, untuk menambah insentif bagi tenaga kesehatan yang bekerja di daerah tersebut.

Integrasi Jamkesda ke BPJS Kesehatan berarti bahwa Pemda mendaftarkan penduduknya (utamanya penduduk miskin dan tidak mampu yang belum terdaftar sebagai peserta PBI) ke BPJS Kesehatan dengan membayar iuran. Besaran iuran yang dibayarkan Pemda ke BPJS Kesehatan sesuai dengan Peraturan Presiden tentang Jaminan Kesehatan. Besaran iuran yang dibayarkan per orang per bulan sama dengan besar iuran PBI.

Dengan Pemda mendaftarkan penduduknya ke BPJS Kesehatan, maka:

1. Penduduk yang didaftarkan sebagai peserta JKN ke BPJS Kesehatan akan mendapatkan jaminan kesehatan sesuai dengan Peraturan Presiden tentang Jaminan Kesehatan, yang berarti pula sesuai dengan UU SJSN dan UU BPJS; 2. Penduduk yang menjadi peserta JKN akan memperoleh

pelayanan kesehatan yang komprehensif sesuai kebutuhan medis dan berlaku di seluruh wilayah Indonesia, tidak terbatas di daerahnya;

(11)

3. Pemda tidak perlu lagi menghadapi berbagai urusan teknis penyelenggaraan jaminan kesehatan, karena teknis penyeleggaraan jaminan kesehatan sudah dilakukan oleh BPJS Kesehatan.

Integrasi Jamkesda ke dalam JKN dilakukan dengan:

1. Menyerahkan pengelolaan jaminan kesehatan yang saat ini dilakukan oleh PT. Askes (PJKMU), asuransi komersial, dan Dinkes/UPTD kepada BPJS Kesehatan untuk menjamin portabilitas dan ekuitas secara nasional sesuai prinsip yang diamanatkan UU SJSN.

2. Untuk Jamkesda yang dikelola PT. Askes (PJKMU) langsung dikonversi ke JKN dengan besar iuran, yang sama dengan iuran peserta PBI.

3. Untuk Jamkesda yang dikelola oleh perusahan asuransi komersial, maka kontrak tersebut harus dihentikan selambat-lambatnya sampai akhir tahun 2015. Premi yang dibayarkan dialihkan menjadi subsidi iuran PBI kepada BPJS Kesehatan.

4. Untuk Jamkesda yang dikelola sendiri oleh Dinkes / UPTD, dana APBD tersebut dialihkan menjadi dana subsidi iuran PBI (baik sebagian atau seluruhnya) agar penduduk tersebut menjadi peserta JKN.

5. Apabila Pemda memiliki kelebihan dana maka dapat

digunakan untuk:

a. Meningkatkan jumlah dan kualitas fasilitas kesehatan, sumberdaya manusia kesehatan, sarana-prasarana kesehatan, obat dan bahan medis serta alat kesehatan yang diperlukan;

b. Memberikan manfaat tambahan yang bersifat komplemen, seperti memberikan uang transport untuk membawa pasien dari rumah ke fasilitas kesehatan atau sebaliknya, uang makan bagi anggota keluarga yang mendampingi pasien di fasilitas kesehatan.

c. Memberikan manfaat tambahan yang bersifat suplemen bagi pegawai atau pejabat Pemda seperti naik kelas perawatan. Jika hal ini akan dilakukan maka perlu diatur mekanisme koordinasi manfaat antara BPJS Kesehatan dengan asuradur lainnya; Agar proses integrasi Jamkesda ke BPJS Kesehatan dapat berjalan lancar maka dirumuskan tiga strategi:

1. Strategi 1: Penguatan Regulasi. Melalui strategi ini

disusun sejumlah regulasi/kebijakan yang mendukung integrasi Jamkesda ke JKN. Dengan adanya regulasi yang memadai maka Pemda memiliki landasan hukum dalam mengintegrasikan program Jamkesdanya ke BPJS Kesehatan.

(12)

16 POLICY PAPER STRATEGI INTEGRASI JAMINAN KESEHATAN DAERAH (JAMKESDA) 17

KE DALAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN)

DEWAN JAMINAN SOSIAL NASIONAL (DJSN)

2. Strategi 2: Sinkronisasi Anggaran. Melalui strategi

ini dilakukan sinkronisasi antara anggaran dari APBN dengan APBD yang diperuntukkan bagi peserta penerima bantuan iuran.

3. Strategi 3: Intensifikasi Koordinasi Teknis. Melalui

strategi ini dilakukan koordinasi sejumlah langkah teknis yang diperlukan dalam mengintergasikan Jamkesda ke JKN.

III.1. STRATEGI 1: PENGUATAN REGULASI

Sebagaimana diuraikan di atas bahwa melalui strategi ini disusun sejumlah regulasi/kebijakan yang mendukung integrasi Jamkesda ke JKN. Beberapa regulasi yang diperlukan untuk mendukung integrasi Jamkesda ke dalam JKN antara lain:

a. Peraturan yang dikeluarkan Kementerian Dalam Negeri sebagai landasan hukum bagi Pemda untuk mengalokasikan APBD guna membayar iuran penduduk miskin dan tidak mampu yang tidak masuk kuota PBI selama 3 tahun (2014-2016). b. Peraturan yang dikeluarkan Kementerian Dalam

Negeri sebagai landasan hukum Pemda dalam menambah anggaran (sesuai UU Kesehatan minimum 10% dari APBD) untuk pembangunan

dan peningkatan fasilitas kesehatan, peningkatan SDM kesehatan, dan penguatan program kesehatan masyarakat.

c. Peraturan dari Pemerintah Propinsi, Kabupaten/ Kota untuk memindahkan penyelenggara Jamkesda kepada BPJS Kesehatan.

Sampai saat ini sudah ada beberapa peraturan yang dapat dijadikan sebagai dasar bagi Pemda untuk mengintegrasikan program Jamkesda ke BPJS Kesehatan, di antaranya:

a. Perubahan Peraturan Presiden No 12 Tahun 2012 tentang Jaminan Kesehatan Pasal 6 A yang menyatakan “Penduduk yang belum termasuk

sebagai Peser ta Jaminan Kesehatan dapat diikutsertakan dalam program Jaminan Kesehatan pada BPJS Kesehatan oleh Pemerintah Daerah”.

b. Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 27 Tahun 2013 yang salah satunya menyatakan agar Pemerintah Daerah dalam menyusun APBD perlu memperhatikan pelayanan kesehatan bagi fakir miskin: “Pemberian pelayanan

kesehatan kepada fakir miskin dan orang tidak mampu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2012

(13)

tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan dan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, yang tidak menjadi cakupan pelayanan pemerintah melalui BPJS yang bersumber dari APBN, Pemerintah Daerah dapat menganggarkannya dalam bentuk program dan kegiatan pada SKPD yang menangani urusan kesehatan pemberi pelayanan kesehatan atau pemberian iuran kepada BPJS, yang dianggarkan pada PPKD, jenis belanja bantuan sosial”

c. Surat Menteri Dalam Negeri kepada para Gubernur dan Bupati/Walikota di seluruh Indonesia No 440/8130/ SJ tanggal 13 November 2013. Dalam Surat tersebut dinyatakan bahwa dalam rangka mengoptimalkan pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional sesuai UU SJSN dan UU BPJS maka Pemerintah Daerah diharapkan untuk mengambil langkah-langkah sebagai berikut:

(1) Pemenuhan dan distribusi fasilitas kesehatan, dengan mempersiapkan kecukupan fasilitas kesehatan, termasuk pemenuhan alat medis esensial untuk pemberian pelayanan kesehatan di Puskesmas dan Rumah Sakit terutama pada daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan; (2) Pemenuhan dan Distribusi Fasilitas Kesehatan,

dengan memprioritask an pemenuhan

sumberdaya manusia kesehatan pada fasilitas kesehatan di Puskesmas dan Rumah Sakit agar memenuhi standar tenaga kesehatan, melalui formasi CPNS Daerah, formasi khusus CPNS bagi dokter spesialis/dokter gigi dan redistribusi tenaga kesehatan sesuai kewenangan Pemerintah Daerah;

(3) Mengefektifkan tata kelola keuangan fasilitas kesehatan milik Pemda atas dana pelayanan kesehatan yang bersumber dari JKN:

i. Dana pelayanan kesehatan JKN yang telah menjadi pendapatan daerah, sesegera mungkin dikembalikan seutuhnya kepada puskesmas ataupun rumah sakit milik Pemerintah Daerah untuk menunjang kelancaran pelayanan kesehatan di puskesmas dan rumah sakit;

ii. Percepatan status RSUD dan puskesmas menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) sesuai amanat Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Undang-Undang No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit;

(4) Melaksanakan sosialisasi kebijakan JKN kepada semua lapisan masyarakat, baik

(14)

20 POLICY PAPER STRATEGI INTEGRASI JAMINAN KESEHATAN DAERAH (JAMKESDA) 21

KE DALAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN)

DEWAN JAMINAN SOSIAL NASIONAL (DJSN)

instansi pemerintah, institusi swasta, maupun masyarakat melalui kerjasama dan dukungan dari para pemangku kepentingan utama daam rangka mengefektifkan pelaksanaan JKN.

Dengan adanya beberapa peraturan dan kebijakan tersebut maka Pemerintah Daerah secara hukum sudah dapat mengintegrasikan Jamkesda ke BPJS Kesehatan dengan mendaftarkan penduduknya ke BPJS Kesehatan menjadi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

III.2. STRATEGI 2: SINKRONISASI ANGGARAN

Penyelenggaraan Jamkesda yang dilakukan banyak daerah pada umumnya merupakan skema bantuan sosial yang sangat tergantung pada alokasi dana APBD, dan bukan bersumber dari pengumpulan iuran dari peserta. Oleh karena itu, untuk mengintegrasikan Jamkesda ke JKN perlu ditinjau dari aspek anggaran yang dialokasikan baik oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Kewajiban membayar iuran jaminan kesehatan bagi peserta penerima bantuan iuran (PBI) sebenarnya merupakan tanggung jawab Pemerintah Pusat. Namun karena belum semua penduduk miskin dan tidak mampu dicakup sebagai

penerima bantuan iuran (PBI) jaminan kesehatan, maka Pemerintah Daerah diharapkan masih mengalokasikan anggarannya untuk membayar iuran jaminan kesehatan bagi penduduk miskin dan tidak mampu yang belum didaftar sebagai peserta PBI.

Pada tahun 2014, pemerintah mengalokasikan APBN untuk membayar iuran 86,4 juta jiwa penduduk miskin dan tidak mampu, sedangkan penduduk miskin dan tidak mampu yang terdata dalam Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) Tahun 2011 sebanyak 96,7 juta jiwa, dengan demikian terdapat sekitar 10,3 juta penduduk miskin dan tidak mampu yang belum tercakup sebagai peserta PBI. Jumlah 10,3 juta jiwa itulah yang diharapkan mendapat subsidi iuran dari APBD. Pada umumnya, penduduk tersebut kini mendapat jaminan dari Pemerintah Daerah dalam berbagai bentuk Jamkesda. Ke depan, diharapkan seluruh penduduk miskin dan tidak mampu yang ada dapat dicakup sebagai penerima bantuan iuran dari Pemerintah Pusat. Namun karena adanya keterbatasan fiskal, maka penambahan peserta PBI dari APBN dilakukan secara bertahap. Sebagai ilustrasi, pentahapan integrasi Jamkesda dari aspek anggaran dapat digambarkan sebagai berikut:

(15)

Dari gambar di atas, seiring dengan pengurangan alokasi APBD untuk iuran jaminan kesehatan penduduk miskin dan tidak mampu, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dapat memanfaatkan agar selisih alokasi APBD untuk biaya jaminan kesehatan tersebut, digunakan untuk pembangunan fasilitas kesehatan dan peningkatan SDM kesehatan dan lainnya.

Pemda mengusahakan dana APBD untuk iuran 10,3 juta jiwa penduduk miskin dan tidak mampu (sesuai pendataan PPLS 2011) yang tidak masuk kuota PBI. Pemda mensubsidi iuran bagi mereka sebagai PBI d yang besarnya Rp. 19.225,- per orang per bulan. Hal ini untuk menghindari gejolak sosial, karena akan terjadi sebagian penduduk miskin dan tidak mampu memiliki manfaat kesehatan lebih baik (peserta PBI) dibanding sebagian yang lain menjadi peserta Jamkesda dengan pola lama. Untuk mendukung Pemda mengalokasikan dana lebih banyak, Perpres dan surat Edaran Mendagri dapat digunakan sebagai landasan hukumnya.

III.3. STRATEGI 3: INTENSIFIKASI KOORDINASI TEKNIS

Dari aspek teknis ada beberapa hal yang perlu disinkronkan dalam upaya mengintegrasikan Jamkesda ke JKN. Salah satu hal teknis yang perlu disinkronkan adalah terkait dengan data penduduk miskin dan tidak mampu yang menjadi peserta PBI dan penduduk miskin dan tidak mampu yang belum tercakup dalam PBI. Selama ini di banyak daerah masih mengalami kesulitan untuk mensinkronkan data penduduk miskin dan tidak mampu yang peserta PBI/ Jamkesmas dan penduduk miskin dan tidak mampu

APBN PBI

JUMLAH PESERTA PBI YANG DIBIAYAI APBN & APBD (2014 - 2017)

TAHUN

96,7 Juta

86,4 Juta

2014 2015 2016 2017

APBN APBN APBN

(16)

24 POLICY PAPER STRATEGI INTEGRASI JAMINAN KESEHATAN DAERAH (JAMKESDA) 25

KE DALAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN)

DEWAN JAMINAN SOSIAL NASIONAL (DJSN)

yang menjadi peserta Jamkesda. Kesulitan terjadi adalah karena adanya indikasi terdapat kesalahan (error) pendataan penduduk miskin dan tidak mampu, baik inclusion errors maupun exclusion errors.

Untuk mengatasi hal tersebut maka perlu dilakukan beberapa hal antara lain:

a. TNP2K menyerahkan data PPLS 2011 yang menjadi dasar kepesertaan PBI Jaminan Kesehatan kepada Kementerian Sosial RI Atas dasar data yang diperoleh dari TNP2K, Kementerian Sosial menetapkan daftar penduduk miskin dan tidak mampu yang menjadi peserta PBI;

b. Sesuai ketentuan PP No 101/2011 tentang PBI Jaminan Kesehatan, Kementerian Sosial melakukan verifikasi dan validasi data penduduk miskin dan tidak mampu. Dalam kaitan itu maka Kementerian Sosial menyerahkan data peserta PBI kepada Pemda;

c. Selanjutnya Pemda melakukan sinkronisasi data penduduk miskin dan tidak mampu yang sudah dicakup sebagai peserta PBI dengan penduduk miskin dan tidak mampu peserta Jamkesda yang akan didaftarkan ke BPJS Kesehatan;

d. Atas dasar hasil sinkronisasi data tersebut, Pemda mendaftarkan penduduk miskin dan tidak mampu

yang belum tercakup sebagai peserta PBI ke BPJS Kesehatan sebagai peserta JKN.

Di samping persoalan data penduduk miskin dan tidak mampu, ada pula hal-hal teknis lain yang perlu dikoordinasikan antara BPJS Kesehatan dengan Pemda. Upaya koordinasi tersebut perlu dituangkan dalam strategi operasional BPJS Kesehatan terkait upaya pengintegrasian Jamkesda ke BPJS Kesehatan.

IV. LANGKAH-LANGKAH INTEGRASI

JAMKESDA KE DALAM JKN

Agar integrasi Jamkesda ke BPJS Kesehatan dapat berjalan sesuai yang diharapkan maka perlu dirumuskan tentang langkah-langlah yang perlu dilakukan untuk memastikan bahwa integrasi Jamkesda ke BPJS Kesehatan dapat dijalankan. Dari uraian di atas maka dapat dirumuskan langkah-langkah yang perlu dilakukan oleh masing-masing pihak terkait sebagai berikut:

1. PT Askes sebagai calon BPJS Kesehatan menyusun strategi operasional integrasi Jamkesda ke BPJS Kesehatan. Dalam strategi operasional tersebut antara lain diuraikan : (a) peta Jamkesda/PJKMU menurut besaran iuran dan penyelenggara yang selama ini ada;

(17)

(b) langkah-langkah operasional yang perlu dilakukan oleh jajaran BPJS Kesehatan baik di pusat maupun di daerah dalam rangka mengintegrasikan Jamkesda ke BPJS Kesehatan, dan (c) potensi kendala dan tantangan yang dihadapi;

2. BPJS Kesehatan melakukan berbagai upaya untuk dapat merealisasikan integrasi Jamkesda ke JKN dengan melakukan pendekatan secara proaktif ke masing-masing Pemda;

3. TNP2K menyerahkan data PPLS 2011 yang menjadi dasar kepesertaan PBI Jaminan Kesehatan kepada Kementerian Sosial RI;

4. Kementerian Sosial, menyerahkan data PBI berdasarkan data PPLS 2012 yang berasal dari TNP2K kepada Pemda untuk dilakukan verifikasi dan validasi;

5. Pemda bersama-sama BPJS Kesehatan melakukan pemetaan data penduduk miskin dan tidak mampu yang sudah terdaftar sebagai peserta PBI dan belum terdaftar sebagai peserta PBI;

6. Berdasarkan hasil pemetaan data penduduk miskin dan tidak mampu tersebut, Pemda mendaftarkan penduduk miskin dan tidak mampu sebagai peserta PBI kepada BPJS Kesehatan;

7. Pendaftaran peserta PBI oleh Pemerintah Daerah disertai dengan pembayaran iuran kepada BPJS Kesehatan sebesar Rp 19.225,- per orang per bulan;

8. Bagi daerah yang belum mampu mendaftarkan penduduk miskin dan tidak mampu di luar data PBI, maka dapat melakukannya secara bertahap sesuai kemampuan fiskal daerahnya;

9. Bagi Pemda yang belum mampu mendaftarkan penduduk miskin dan tidak mampu yang tidak tercakup dalam peserta PBI Pusat dengan iuran sebesar sebesar Rp 19.225,- per orang per bulan, maka pemberian pelayanan kesehatan kepada penduduk miskin dan tidak mampu dilakukan melalui bentuk kegiatan lainnya;

10. Bagi Pemda yang sudah memiliki Badan Penyelenggara Jamkesda yang kuat, maka dapat mengajukan kerjasama ke BPJS Kesehatan untuk melakukan manajemen kepesertaan (pendaftaran peserta, pengumpulan iuran, dan distribusi kartu) khususnya untuk peserta pekerja bukan penerima upah. Kerjasama juga dapat dilakukan dalam rangka memberikan paket manfaat tambahan, baik yang bersifat komplemen maupun suplemen (on

top benefit). Bentuk kerjasama tersebut dibahas secara

langsung antara Pemda, Badan Penyelenggara Jamkesda, dan BPJS Kesehatan;

(18)

28 POLICY PAPER STRATEGI INTEGRASI JAMINAN KESEHATAN DAERAH (JAMKESDA) 29

KE DALAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN)

DEWAN JAMINAN SOSIAL NASIONAL (DJSN)

11. BPJS Kesehatan menerima pendaftaran dan pembayaran iuran jaminan kesehatan yang dilakukan oleh Pemda; 12. BPJS Kesehatan memberikan pelayanan jaminan

kesehatan kepada peserta yang sudah didaftarkan oleh Pemda.

Di samping langkah-langkah tersebut, proses integrasi Jamkesda ke JKN juga perlu dukungan dari berbagai Kementerian/Lembaga lain, yaitu dukungan DJSN, Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Sosial. Peran masing-masing Kementerian/ Lembaga tersebut dapat dilihat pada Matrik terlampir.

V. PENUTUP

Dengan perumusan strategi integrasi Jamkesda ke dalam JKN seperti telah diuraikan di atas, diharapkan proses integrasi Jamkesda ke dalam JKN dapat berjalan baik.

DAFTAR

PUSTAKA

UUD 1945 Pasal 28 H ayat (3)

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional Undang-Undang No 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial Undang-Undang No 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional Undang-Undang No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah

Undang-Undang No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Pemerintah Daerah

Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Kewenanagan Pusat dan Daerah Peraturan Pemerintah No 101 Tahun 2011 tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Peraturan Presiden No 12 Tahun 2012 tentang Jaminan Kesehatan

Dewan Jaminan Sosial Nasional, Peta Jalan Jaminan Kesehatan Nasional 2012-2019, 2011

Carrin, Guy, Community based Health Insurance Schemes in Developing Countries: facts, problems

and perspectives. Discussion Paper No. 1 2003, WHO, Geneva, 2003

Carrin, Guy and Chris James, Reaching universal coverage via social health insurance: key design

features in the transition period, Discussion Paper No. 2 2004, WHO, Geneva, 2004

Carrin G., C. James and D. Evan, Achieving Universal Health Coverage:Developing The Health

Financing System, WHO, Geneva, 2005

Kementrian Kesehatan RI, Roadmap Jaminan Kesehatan Semesta, Pusat Pembiayaan dan Jaminan

Kesehatan Kementrian Kesehatan, tanpa tahun.

Normand, Charles and Axel Weber, Social Health Insurance. A guidebook for planning, second

edition, ADB, GTZ, ILO and WHO, VAS, Germany, 2009

Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI, Hasil Analisis Data Bidang

Jaminan Kesehatan Tahun 2010, Jakarta.

(19)

MA

TRIK

Per an K emen terian/L embaga Ter kait dalam I nt egr asi J amk esda k e J aminan K eseha tan Nasional BPJS KESEHA TAN PEMD A DJSN KEMENKES KEMEND AGRI KEMENSOS TNP2K Menyusun str ategi oper asional integr asi Jamk esda Berk oor dinasi dengan BPJS K esehatan tentang langk ah-langk ah integr asi J amk esda

Memfasilitasi koordinasi antar

a BPJS K esehatan dengan P emda dan stak eholders terk ait

Memfasilitasi koordinasi antar

a BPJS

Kesehatan dengan Dinas K

esehatan Propinsi/K abupaten /Kota Menetapk an atur an terk ait penyusunan

APBD untuk implementasi jaminan kesehatan

Melak

uk

an verifik

asi

dan validasi data penduduk miskin dan tidak mampu

Menyer ahk an data PPLS 2011 yang dijadik an dasar peserta PBI k e Kemensos Melak uk an koor dinasi dengan Pemda Memetak an penduduk

miskin dan tidak mampu yang sudah & belum terdaf

tar sebagai PBI

Melak uk an sinkr onisasi penyelenggar aan jaminan k esehatan

baik di pusat maupun daer

ah Melak uk an sinkr onisasi penyelanggar aan jaminan k esehatan dengan pr ogr am kesehatan lainnya Menyusun edar an terk ait implementasi JKN

Menyusun Permensos tentang kriteria penduduk miskin dan tidak mampu

Bersama P

emda

memetak

an

penduduk miskin dan tidak mampu

Mengalok

asik

an

anggar

an bagi

penduduk miskin dan tidak mampu yang tidak terdaf

tar sebagai PBI

Membuat r egulasi dan k ebijak an yang diperluk an dalam rangk a integr asi Jamk esda ke JKN Membuat r egulasi dan kebijak an yg diperluk an dalam r angk a integr asi Jamk esda k e BPJS Kesehatan Menyusun r egulasi dan k ebijak an yang diperluk an dalam rangk a integr asi Jamk esda k e BPJS Kesehatan Membuat P etunjuk

Teknis tentang verifik

asi data

penduduk miskin dan tidak mampu

Menerima pendaf

tar

an

peserta dari Pemda

Mendaf tark an penduduk ke BPJS K esehatan sebagai peserta JKN Mengusulk an anggar an untuk peserta PBI J aminan Kesehatan Mendaf tark an peserta PBI k e BPJS K esehatan Menyer ahk an data penerima PBI k e masing-masing Pemda Memberik an pelayanan Melak uk an monitoring

dan evaluasi terhadap proses integr

asi

Jamk

esda k

e dalam

Referensi

Dokumen terkait

Computer Assisted Instruction (CAI) Fisika pada materi termodinamika dan fluida yang telah dirancang diuji coba pada guru, ahli media dan siswa sebagai user ,

1) Penyusunan, penggandaan naskah soal dan kelengkapannya. 2) Transportasi dan akomodasi peserta, Panitia Pusat, dan Undangan dari Pusat. 3) Honorarium, transport dan

Pengelompokan secara temporal pada sub kelompok pertama yang merupakan representasi dari periode pengamatan musim kemarau (Gambar 45) dapat dijelaskan sebagai berikut :

Suvei serupa dilakukan oleh KPMG terhadap 120 perusahaan di Inggris, yang menunjukkan 62% perusahaan yang bermasalah dalam pengembangan proyek SI (KPMG,1995).

Menurut Arbi (2013) bank umum bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional

Pretibial myxedema atau disebut juga Thyroid dermopathy merupakan lesi infiltrat di jaringan dermis dan subkutan yang disebabkan oleh akumulasi glikosaminoglikans

c. Menjelaskan jenis-jenis alat ukur besaran pokok dan turunan serta cara penggunaannya d. Mengidentifikasi angka penting dan melakukan operasi hitung sesuai aturan angka penting

waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proyek bila kondisi pelaksanaan proyek seperti proyek bila kondisi pelaksanaan proyek seperti