• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Rinosinusitis Kronis Di RSUP Haji Adam Malik pada Tahun The Picture Of Chronic Rhinosinusitis in RSUP Haji Adam Malik in Year 2011.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Gambaran Rinosinusitis Kronis Di RSUP Haji Adam Malik pada Tahun The Picture Of Chronic Rhinosinusitis in RSUP Haji Adam Malik in Year 2011."

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

E – Jurnal FK-USU Volume 1 No. 1 Tahun 2013

Gambaran Rinosinusitis Kronis Di RSUP Haji Adam Malik pada Tahun

2011.

The Picture Of Chronic Rhinosinusitis in RSUP Haji Adam Malik in Year

2011.

Privina Arivalagan

1

, Andrina Rambe

2

,

1

Mahasiswa F. Kedokteran USU Angkatan 2009

2

Staf pengajar departemen THT F.Kedokteran USU Abstrak

Penyakit rinosinusitis merupakan salah satu penyakit yang sering dikeluhkan dengan berbagai tingkatan gejala. Rinosinusitis adalah suatu penyakit dengan peradangan pada mukosa yang melapisi hidung serta sinus paranasal.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran rinosinusitis kronis yang terjadi di RSUP Haji Adam Malik pada tahun 2011. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis deskriptif. Penelitian ini dilakukan di RSUP Haji Adam Malik pada bulan Oktober dengan jumlah sampel sebanyak 190 orang. Sampel dipilih dengan cara total sampling.

Dari 190 sampel rinosinusitis kronis, diperoleh insidensi penyakit ini paling sering pada rentang umur 31-45 tahun (31,6%), perempuan lebih rentan mendapat rinosinusitis kronis (54,2%) dan keluhan utama yang paling banyak didapati adalah hidung tersumbat (56,8%). Faktor predisposisi yang tidak dicantumkan untuk memicu kejadian ini menempati tempat paling sering (63,2%), manakala sinus maksilaris (54,6%) merupakan sinus yang paling sering mengalami kelainan dalam penyakit rinosinusitis kronis. Kejadian sinusitis secara unilateral adalah yang paling sering terjadi (48,4%).

Abstract

Rhinosinusitis is one of the common disease that is frequently complained with variant degree of symptoms. Rhinosinusitis is inflammation of mucosa that surrounds the nose and sinuses.

The purpose of this study was aimed to find the picture of chronic rhinosinusitis that occurred in RSUP Haji Adam Malik in the year of 2011. Descriptive method have been used in this study. This study had been carried out in RSUP Haji Adam Malik during October with total of 190 samples. The samples are chosen through total sampling method.

Out of 190 samples of chronic rhinosinusitis, patients between age 31-45 years old (31,6%) has the highest frequency of acquiring the disease, girls are more prone to acquire chronic rhinosinusitis (54,2%) and the highest discomfort from the patient is blocked nostrils (56,3%). Unattached predispositiom factor places the highest rank (60,5%) to initiate the incidence of chronic rhinosinusitis, while maxillary sinus have the most frequent changes among the patients. Incidence of unilateral chronic rhinosinusitis have higher frequency (48,4%) compared to bilateral.

(2)

E – Jurnal FK-USU Volume 1 No. 1 Tahun 2013

Pendahuluan

Rinosinusitis adalah penyakit peradangan mukosa yang melapisi hidung dan sinus paranasalis (Dorland, 2002). Rinosinusitis ini merupakan inflamasi yang sering ditemukan dan akan terus meningkat prevalensinya. Rinosinusitis diklasifikasikan dalam 3 kriteria, yaitu rinosinusitis akut, rinosinusitis subakut dan rinosinusitis kronik. Insiden rinosinusitis di Amerika Serikat diperkirakan sebesar 14,1 % dari populasi orang dewasa. Kasus rinosinusitis kronis itu sendiri sudah masuk data rumah sakit berjumlah 18 sampai 22 juta pasien setiap tahunnya dan kira-kira sejumlah 200.000 orang dewasa Amerika menjalankan operasi rinosinusitis per tiap tahunnya juga (Ryan, 2006).

Data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit. Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran 1996 yang diadakan oleh Binkesmas bekerja sama dengan PERHATI dan Bagian THT RSCM mendapatkan data penyakit hidung dari 7 propinsi. Data dari Divisi Rinologi Departemen THT RSCM Januari-Agustus 2005 menyebutkan jumlah pasien rinologi pada kurun waktu tersebut adalah 435 pasien, 69%nya adalah sinusitis. Dari jumlah tersebut 30% mempunyai indikasi operasi BSEF (Bedah sinus endoskopik fungsional).

Sinusitis pada anak lebih banyak ditemukan karena anak-anak mengalami infeksi saluran nafas atas 6 – 8 kali per tahun dan diperkirakan 5%– 10% infeksi saluran nafas atas akan menimbulkan sinusitis. Menurut Takahasi dan Tsuttumi 1990 sinusitis sering di jumpai pada umur 6-11 tahun. Sedangkan menurut Gray 1995 terbanyak di jumpai pada anak umur 5-8 tahun dan mencapai puncak pada umur 6-7 tahun.

Metode

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif yang akan menyatakan gambaran penyakit rinosinusitis kronis pada pasien yang membuat kunjungan ke RSUP Haji Adam Malik sepanjang tahun 2011.Pendekatan yang digunakan pada desain penelitian ini adalah jenis retrospektif, di mana peneliti akan mendapatkan maklumat mengenai gambaran penyakit rinosinusitis kronis melalui data rekam medis pasien RSUP Haji Adam Malik. Penelitian ini telah dilakukan di Departemen THT RSUP Haji Adam Malik, Medan dan bagian Rekam Medis RSUP Haji Adam Malik. Penelitian ini telah dijalankan sepanjang bulan Oktober 2012.

Populasi penelitian ini adalah seluruh penderita rinosinusitis kronis yang berobat di Departemen THT dan tercatat di rekam medis mulai bulan Januari sehingga Desember 2011. Jenis sampel yang digunakan adalah total sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan mengambil seluruh anggota populasi sebagai subjek penelitian.

Proses pengumpulan data akan dilakukan setelah mendapat rekomendasi izin pelaksanaan penelitian dari Institusi Pendidikan dan Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Kemudian, data pasien diambil dari rekam medis di mana data yang digunakan adalah mengenai penyakit rinosinusitis kronis yang dilaporkan di RSUP Haji Adam Malik, Medan pada tahun 2011. Pengolahan dilakukan dengan cara menganalisa data pasien yang diambil dari rekam medis secara deskriptif dengan menggunakan program komputer.

Hasil dan pembahasan

Dari tabel 1, didapati bahwa usia penderita rinosinusitis kronis paling banyak adalah pada kelompok umur 31-45 tahun yaitu sebanyak 60 orang (31,6%), diikuti oleh kelompok umur 46-60 tahun yaitu sebanyak 59 orang (31,1%). Jumlah penderita yang paling sedikit dijumpai pada kelompok umur 0-15 tahun yaitu sebanyak 8 orang (4,2%).

Tabel 1 Distribusi Responden Menurut Kelompok Umur pada Tahun 2011

.

Kelompok Umur (Tahun) Frekuensi Persentase (%) 0-15 8 4.2 16-30 53 27.9 31-45 60 31.6 46-60 59 31.1 >60 10 5.3 Total 190 100.0

Dari tabel 2, dapat diketahui bahwa insidensi rinosinusitis kronis lebih sering terjadi pada perempuan yaitu sebanyak 103 orang (54.2%) berbanding lelaki yaitu sebanyak 87 orang (45.8%).

(3)

E – Jurnal FK-USU Volume 1 No. 1 Tahun 2013

Tabel 2 Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin pada Tahun 2011.

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)

Lelaki 87 45,8

Perempuan 103 54,2

Total 190 100,0

Menurut tabel 3, gejala yang sering dikeluhkan oleh penderita rinosinusitis kronis adalah hidung tersumbat dengan bilangan sebanyak 108 orang (56,8%), diikuti oleh gejala hidung berair sebanyak 24 orang (12,6%). Keluhan utama yang dikeluhkan paling sedikit oleh pasien rinosinusitis kronis adalah hidung gatal yaitu sebanyak 1 orang (0,5%).

Tabel 3 Distribusi Responden Menurut Keluhan Utama pada Tahun 2011.

Keluhan Utama Frekuensi Persentase (%) Bersin 6 3,2 Hidung berair 24 12,6 Hidung berbau 10 5,3 Hidung berdarah 4 2,1 Hidubg gatal 1 0,5 Hidung tersumbat 108 56,8 Nyeri hidung 8 4,2 Nyeri kepala 23 12,1 Nyeri pipi 2 1,1 Penciuman berkurang 4 2,1 Total 190 100,0

Pada tabel 4, terlihat bahwa faktor predisposisi yang tidak dicantumkan menduduki tempat paling tinggi pada penderita rinosinusitis kronis yaitu sebanyak 120 orang (63,2%), diikuti oleh alergi dengan bilangan sebanyak 48 orang (25,3%). Terjabar juga di tabel bahwa kedua-dua deviasi septum dan infeksi gigi merupakan faktor predisposisi yang paling sedikit didapati pada penderita rinosinusitis kronis dengan bilangan sebanyak 1 orang (0.5%) masing-masing.

Tabel 4 Distribusi Responden Menurut Faktor Predisposisi pada Tahun 2011.

Faktor Predisposisi Frekuensi Persentase (%) Alergi 48 25,3 Deviasi septum 1 0,5 Hipertrofi konka 2 1,1 Infeksi gigi 1 0,5 Polip 16 8,4 Tidak dicantumkan 120 63,2 Tonsillitis 2 1,1 Total 190 100,0

Menurut Tabel 5,sinus yang paling sering terinfeksi pada penderita rinosinusitis kronis adalah sinus maksilaris dengan bilangan sebanyak 144 orang (54,6%), diikuti oleh sinus ethmoidalis sebanyak 41 orang (15,5%). Sinus sfenoidalis merupakan sinus yang paling kecil bilangannya terdapat kelainan pada penderita rinosinusitis kronis yaitu sebanyak 19 orang (7,2%). Total sinus yang terinfeksi melebihi jumlah sampel pada penelitian ini karena seorang responden boleh mempunyai lebih dari satu sinus yang terinfeksi. Keadaan ini lebih dikenali sebagai multisinusitis.

(4)

E – Jurnal FK-USU Volume 1 No. 1 Tahun 2013

Tabel 5 Distribusi Responden Menurut Jenis Sinus Yang Terinfeksi pada Tahun 2011.

Sinus Terinfeksi Frekuensi Persentase (%)

Ethmoidalis 41 15,5 Frontalis 27 10,2 Maksilaris 144 54,6 Sfenoidalis 19 7,2 Tidak dicantumkan 33 12,5 Total 264 100,0

Berdasarkan tabel 6, didapati bahwa kejadian rinosinusitis secara unilateral terjadi lebih sering pada penderitanya dengan bilngan sebanyak 92 orang (48,4%) berbanding dengan kejadian bilateral yaitu sebanyak 65 orang (34,2%). Sebanyak 33 orang dari 190 tidak dicantumkan infeksi sinus jenis bilateral atau unilateral karena pasien tidak berkunjung ke rumah sakit untuk menjalani pemeriksaan tambahan dan mengambil foto polos SPN. Jenis sinus serta bagian yang terinfeksi ditentukan berdasarkan gambar foto polos SPN.

Tabel 6 Distribusi Responden Menurut Sisi Sinus Yang Terinfeksi pada Tahun 2011.

Bagian wajah Frekuensi Persentase

Unilateral 92 48,4 Bilateral 65 34,2 Tidak dicantumkan 33 17,4 Total 190 100,0

Menurut tabel 1, kejadian rinosinusitis kronis paling sering terjadi pada penderita dengan rentang umur di antara 31-45 tahun. Pada penelitian sebelumnya Rizal A. Lubis (1998), kelompok umur tersering menghidap rinosinusitis kronis adalah 18-27 tahun (60%), Alfian Taher (1999) usia tersering 15-24 tahun (36.85%), dan

Elfahmi (2001) usia terbanyak adalah 35-44 tahun (30%).

Menurut penelitian Hilger (1997), anak-anak dikatakan cenderung lebih rentan terhadap infeksi virus serta alergi pada saluran nafas atas berbanding orang dewasa. Namun penelitian ini tidak sejajar dengan kutipan Hilger. Kunjungan kelompok berumur 0-15 tahun adalah yang paling kurang mungkin karena perubahan sikap dan prilaku orang tua yang memilih usaha preventif terhadap dampak kesehatan anak. Insidensi ini juga mungkin terjadi akibat penderita pada kelompok umur 0-15 tahun datang berobat ke Poliklinik Ilmu Kesehatan Anak oleh karena di RSUP Haji Adam Malik, Poliklinik Ilmu Kesehatan Anak menerima pasien pada kelompok umur 0-18 tahun. Kelompok umur 31-45 tahun paling sering mengunjung RSUP Haji Adam Malik pada tahun 2011 mungkin karena prilaku mereka di mana aktivitas sosial mereka lebih sering di luar rumah dengan polutan atmosfer yang buruk seperti asap rokok serta asap kenderaan bermotor. Ini menyebabkan mereka lebih berisiko besar tertular virus atau bakteri.

Menurut tabel 2, penyakit rinosinusitis kronis lebih sering terjadi pada perempuan yaitu sebanyak 54,2% berbanding lelaki dengan persentase 45,8%. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di RSUP Dr.M.Djamil Padang dimana insidensi penyakit rinosinusitis kronis pada perempuan adalah sebanyak 60,7% manakala pada lelaki pula mencapai 39,3%. Menurut penelitian Schachter J.Higgins MW (2003) pula, perempuan lebih sering terkena rinosinusitis kronis mungkin karena pengaruh hormonal.

Pada tabel 3, keluhan utama yang paling sering didapati pada penderita rinosinusitis kronis di RSUP Haji Adam Malik pada tahun 2011 adalah hidung tersumbat dengan persentase 56,8%. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Benninger (1996), di mana keluhan terbanyak penderita sinusitis maksila kronis berupa hidung tersumbat dan pada penelitian Massudi (Semarang, 1991), penderita dangan keluhan hidung tersumbat adalah 42,4%. Hidung tersumbat adalah akibat edema selaput lendir konka yang disebabkan oleh alergi serta sekret yang mengental karena infeksi sekunder.

Hasil pada tabel 4 menjabarkan bahwa pasien rinosinusitis kronis yang berkunjung ke RSUP Haji Adam Malik pada tahun 2011 sebanyak 120 orang tidak dicantumkan mengenai faktor predisposisi yang memicu kejadian rinosinusitis kronis pada mereka. Kejadian ini terjadi olek karena pada riwayat pasien tidak ditanyakan secara lengkap, sehingga sedikit informasi sahaja

(5)

E – Jurnal FK-USU Volume 1 No. 1 Tahun 2013

yang didapatkan, padahal ini merupakan hal yang paling penting dalam membantu menentukan faktor-faktor yang dapat mencetuskan atau

memperhebat gambaran klinis dari penyakit ini. Sajian tabel 5 menunjukkan bahwa penderita rinosinusitis kronis paling sering membuat kunjungan ke RSUP Haji Adam Malik pada tahun 2011 dengan kelainan pada sinus maksilaris yaitu dengan persentase 55,3%. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Amaruddin dkk (2006) dan Tumbel (2005). Kejadian sinusitis maksilaris yang paling sering menandakan bahwa selain faktor rinogen atau tersumbatnya KOM, faktor dentogen juga memainkan peranan yang penting sebagai salah satu penyebab sinusitis maksilaris kronis.

Anatomi sinus maksilaris sedemikian rupa sehingga menyebabkan ia mudah terinfeksi. Dasar sinus maksilaris terletak lebih rendah dari ostium sehingga ia harus bergantung sepenuhnya pada pergerakan silia untuk mengeluarkan kuman atau bendasing yang masuk bersama udara pernafasan. Hambatan pada pergerakan silia akan menyebabkan sekret terkumpul dalam sinus yang seterusnya menjadi media pembiakan bakteri.

Selain itu, prosesus alveolaris adalah dasar sinus maksila, di mana ia menempatkan akar gigi premolar dan molar atas, sehingga jika terjadi infeksi apical akar gigi atau inflamasi jaringan periodontal, maka dengan mudah ia dapat sebar secara langsung ke sinus melalui pembuluh darah dan limfe.

Data tabel 6 menjabarkan bahwa, kejadian rinosinusitis kronis paling sering terjadi secara unilateral yaitu dengan persentase sebanyak 48,4%. Hasil ini sesuai dengan penelitian Hong Soo Shin (1986). Kejadian ini terjadi karena walaupun penderita mengalami multisinusitis, namun infeksi sinus-sinus tersebut hanya terjadi pada satu daerah wajah sahaja. Ini adalah karena faktor kelainan anatomi dan struktur hidung seperti deviasi septum, hipertrofi konka, dan polip yang turut memainkan peranannya dalam memicu kejadian rinosinusitis kronis.

Simpulan dan saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa penderita rinosinusitis kronis yang berkunjung ke poli THT pada tahun 2011 adalah sebanyak 190 orang, di mana paling banyak kunjungannya adalah penderita pada kelompok umur 31-45 tahun yaitu sebanyak 60 orang (31,6%). Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin yang paling banyak adalah perempuan yaitu sebanyak 103 penderita (54,2%). Manalaka distribusi keluhan utama penderita rinosinusitis kronis yang terbanyak adalah hidung tersumbat dengan bilangan kasus

sebanyak 108 orang (56,8%) dan distribusi faktor predisposisi yang tidak dicantumkan untuk mencetus penyakit rinosinusitis kronis adalah yang paling tinggi didapati pada penelitian ini yaitu mencakup sebanyak 120 pasien (63,2%). Distribusi jenis sinus yang terinfeksi oleh penderita rinosinusitis kronis yang paling banyak adalah sinus maksilaris yaitu sebanyak 144 orang (54,6%). Distribusi sisi sinus terinfeksi pada penderita rinosinusitis kronis yang paling tinggi adalah secara unilateral yaitu sebanyak 92 orang (48,4%).

Penelitian selanjutnya mengenai rinosinusitis kronis sebaiknya menggunakan populasi penelitian yang lebih luas dengan menggunakan data dari beberapa rumah sakit, yang bertujuan untuk memperkaya data sehingga karakteristik penderita rinosinusitis kronis dapat dikenali dengan lebih baik. Selain itu, pihak RSUP Haji Adam Malik Medan sebaiknya meningkatkan kualitas dan melengkapi data rekam medik pasien, sehingga penelitian yang dilakukan selanjutnya dapat memberikan hasil yang lebih tepat.

Daftar Pustaka

Benninger, M.S., et al., 2003. Adult Chronic

Rhinosinusitis: Definitions, Diagnosis,

Epidemiology, and Pathophysiology.

American of Otolaryngology-Head and Neck Surgery Foundation. Available from:

http://www.sciencedirect.com/science/ar ticle/pii/S0194599803013974.

Chooi, S., et al., 2011. Predisposing Factors Associated with Chronic and Recurrent

Rhinosinusitis in Childhood. Allergy

Asthma Immunol Res. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/article s/PMC3283797/?tool=pubmed

Dorland. W.A., Newman, 2002. Dorland’s Illustrated Medical Dictionary, alih bahasa oleh Setiawan, Andy dkk dalam Kamus Kedokteran DORLAND, EGC, Jakarta. Herawati, S., Rukmini S., 2004. Buku Hajar

Ilmu Penyakit THT. Buku Kedokteran EGC, Jakarta: 123-233.

Hilger, 1997. Anatomi dan Fisiologi Terapan Hidung dan Sinus Paranasalis. Dalam: Peter, A., (eds). 1997. Buku Ajar Penyakit THT, BOIES, alih bahasa oleh Wijaya, Caroline, Edisi 6, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

(6)

E – Jurnal FK-USU Volume 1 No. 1 Tahun 2013

Mangkunkusmo, E., Soetjipto, D., 2007. Sinusitis. Dalam: Soepardi, E.A., Iskandar, N., (eds). 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga

Hidung Tenggorak Kepala Leher. Edisi Keenam. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta: 473-479.

Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri, R., dkk., 2001: Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ketiga. Jilid pertama. Media Aesculapius: 133-139.

Notoatmodjo, S., 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan : Rineka Cipta. Nursalam, Jakarta, pp. 79-92.

Rosenfeld, R.M., et al., 2007. Clinical Practice Guideline: Adult Sinusitis. American of Otolaryngology-Head and Neck Surgery Foundation (137): S1-S31.

Sastroasmoro Sudigo, Ismael Sofyan. 2002. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi 2. Perpustakaan Nasional RI, Katalog Dalam Terbitan, Jakarta. 2002; 110-128; 315-323.

Shin, S., et al., 2004. Chronic Rhinosinusitis: An enhanced immune response to ubiquitous

airborne fungi. American of

Otolaryngology-Head and Neck Surgery Foundation. Available from:

http://www.sciencedirect.com/science/ar ticle/pii/S009167490402216X

Gambar

Tabel 1 Distribusi Responden Menurut   Kelompok Umur pada Tahun 2011 .
Tabel 4 Distribusi Responden Menurut Faktor  Predisposisi pada Tahun 2011.
Tabel 6 Distribusi Responden Menurut Sisi Sinus  Yang Terinfeksi pada Tahun 2011.

Referensi

Dokumen terkait

The paper presents an approach to use object based image analysis (OBIA) combing high spatial resolution imagery and Lidar cloud points in order to refine objects

[r]

Program dan Jenis Kegiatan Hasil yang diharapkan Waktu Pelaksana an Pelaksa na Sumbe r Dana penyelenggaraan Prakerin 2.3 Pencarian obyek. 2.4   Rapat   pembentukan

Teknik pembangunan WarNet pada penulisan ilmiah ini, menggunakan teknologi LAN (jaringan area lokal) yang berbasis jaringan secara Workgroups di Microsoft Networks, dengan PC

Demikian berita acara ini dibuat dengan sebenarnya untuk diketahui oleh seluruh calon peserta lelang pekerjaan Pengadaan Inventaris Asrama tahun anggaran 2016.. Batam, 15

Saran yang diberikan peneliti berdasarkan kesimpulan penelitian yang dipaparkan di atas yaitu, sebagai Kepala Sekolah harus menjadi contoh teladan yang bisa

Harapan peneliti selanjutnya adalah dapat memberikan pengetahuan kepada pembaca baik itu pengetahuan tentang adat dan kebudayaan yang ada di Kecamatan Paloh

Rancangan pengembangan produk yang akan dilaksanakan sebagai berikut: (1) merumuskan tujuan penggunaan produk yaitu untuk menambah kreatifitas pendidik dan