• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Indonesia, melalui referendum pada tahun Setelah itu perpolisian Timor Leste

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Indonesia, melalui referendum pada tahun Setelah itu perpolisian Timor Leste"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

57 4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Profil Centro de Formação da Polícia

Setelah Timor Leste secara dejure berpisah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, melalui referendum pada tahun 1999. Setelah itu perpolisian Timor Leste sepenuhnya dijalankan oleh United Nation Police (UNPOL). Pada tahun 2000 UNPOL mulai melakukan perekrutan bagi para putra-putri Timor Leste, termasuk mantan Polisi Republik Indonesia (POLRI) yang mengambil keputusan menetap di Timor Leste untuk dilatih menjadi Timor Leste Police Services (TLPS). Gelombang atau angkatan pertama dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan oleh UNPOL tersebut dilantik menjadi anggota polisi pada tanggal 27 Maret 2000, sehingga tanggal tersebut dijadikan sebagai hari jadinya institusi PNTL hingga saat ini.

Berdasarkan Decreto Lei nomor 8/2004 tentang Lei Organica da PNTL, pasal 6, kepala Pusat Pedidikan dan Pelatihan/Centro de Formação da Polícia merupakan merupakan pejabat dalam intitusi PNTL, namun lembaga pendidikan yang secara fungsional bertanggungjawab langsung kepada Sekretariat Negara Urusan Keamanan, walaupun secara struktural berada di bawah Komando institusi PNTL. Namun setelah krisis politik pada tahun 2006, Decreto Lei nomor 8/2004 tersebut direvisi dan digantikan dengan Decreto Lei nomor 9/2009. Dalam Decreto Lei nomor

(2)

9/2009 tersebut CFP secara struktural dan fungsional bertanggungjawab kepada MABES/Quartel Geral da PNTL.

Centro de Formação da Polícia, terletak di jalan Martires da Patria Comoro-Dili-Timor Leste. Lembaga ini didirikan pada tahun 2000 oleh pemerintah transisi PBB di Timor Leste (UNTAET) dengan nama East Timor Police Training Centre. Tujuan didirikannya lembaga tersebut adalah untuk melatih dan membina putra/putri Timor Leste menjadi anggota East Timor Police Services (ETPS).

Lahir, tumbuh dan berkembangnya Centro de Formação da Polícia tidak terlepas dari kehadiran misi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Timor Leste. Setelah referendum pada tahun 1999, dan Timor-Timur terlepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, keberadaan Timor Leste menuntut suatu upaya untuk membentuk sendiri suatu institusi kepolisian untuk menyelenggarakan sistem pengamanan di Timor Leste. Dalam perkembangannya lembaga ini telah beberapa kali mengganti pimpinannya, sesuai dengan misi PBB di Timor Leste hingga pendelegasian wewenang dan tanggungjawab kepada institusi PNTL. Para pimpinan lembaga tersebut adalah sebagai berikut.

(3)

Tabel 4.1. Pergantian Pimpinan East Timor Police Training Centre - CFP

No. Nama Negara Asal Tahun

1 Luis Carilho Portugal 2000 - 2001

2 Andrzej Szydlik Norwegia 2001

3 Paulo de Fatima Martins

Timor Leste (PNTL) 2001 - 2004

4 Julio da Costa Hornai Timor Leste (PNTL) 2004 - 2008 5 Carlor A. Jeronimo Timor Leste (PNTL) 2008 - sekarang Sumber data: CFP 2013

Lembaga ini kemudian pada tahun 2004 berdasarkan Decreto Lei nomor 8/2004 tentang Lei Organika da PNTL (Undang-Undang tetap) berubah namanya menjadi Centro de Formação da Polícia Nacional de Timor Leste (CFP), seiring dengan pendelegasian tugas dan wewenang dari UNPOL kepada PNTL. Decreto Lei nomor 8/2004 tersebut di atas kemudian direvisi, dan digantikan dengan decreto lei baru yaitu nomor 9/2009, dimana artikel 39 mengatur tentang Centro de Formação da Polícia. Berdasarkan artikel 39 tersebut dikembangkan sebuah peraturan internal (Regimento Interno) CFP untuk dijadikan sebagai pedoman bagi penyelenggaraan segala aktivitas di CFP.

(4)

4.1.2. Visi, misi dan kompetensi

Dalam Regimento Interno Centro de Formação da Polícia, yang dikembangkan dari Decreto Lei nomor 9/2009 bagian VI, pasal 39, dijelaskan bahwa visi dari CFP adalah menjadi lembaga pendidikan dan pelatihan yang mampu menciptakan dan mengembangkan sumberdaya Polícia yang professional. Berlandas pada visi tersebut dijabarkan beberapa misi dan kompetensi CFP untuk mencapai apa yang menjadi tujuan dan sasaran dalam visi CFP. Misi dan kompetensi daripada CFP sebagai berikut;

1) Centro de Formação da Polícia merupakan pusat pendidikan dan pelatihan yang memiliki kapasitas, khusus untuk menyelenggarakan diklat sehubungan dengan moral, kultural, fisik dan teknik professional kepada perwira, sarsan dan agent, untuk mengaktualisasi spesialisasi dalam melaksanakan tugas, serta menghargai kemampuan yang mereka miliki;

2) Melalui disposisi Comandante Geral/komandan umum PNTL, menunjuk seorang perwira berpangkat superintendente Xefe untuk mengepalai CFP; 3) CFP bertanggungjawab merancang konsep sistem diklat; termasuk diklat

umum, latihan-latihan khusus, Diklat aktualisasi, dan kursus promosi kepangkatan untuk semua kategori;

4) CFP bertanggungjawab mengorganisir untuk menyelenggarakan diklat sebagaimana pada poit 3 di atas, dan mengembangkan kurikulum untuk masing-masing program;

5) CFP bertanggungjawab merancang rencana tahunan bagi CFP dengan tujuan dan kepentingan-kepentingan umum dan khusus bagi setiap unit di CFP;

(5)

6) CFP berkordinasi dengan kementian kehakiman, kejaksaan untuk menyelenggarakan Diklat yang berhubungan dengan penyelidikan kejahatan/criminal investigation; dan

7) CFP akan membuat aturan tersendiri yang disahkan oleh dewan mentri/concelho ministro, untuk menetapkan status instruktur, kurikulum, sertifikasi Diklat, evaluasi dan validitas Diklat, dan juga berkordinasi dengan kementrian pendidikaan dan kemetrian urusan dalam negeri sehubungan dengan dengan program-program yang berhubungan dengan pengetahuan umum.

Berdasarkan visi, misi, dan kompetensi, serta tujuan penyelenggaraan kegiatan di Centro de Formação da Polícia, maka dikembangkan sebuah struktur organisasi untuk memberikan kompetensi dan sertifikasi bagi para staf dan instruktur CFP untuk menduduki jabatan-jabatan di CFP, baik jabatan struktural maupun jabatan fungsional.

4.1.3. Statuta

Dengan mempertimbangkan independennya dalam penyelenggaraan Diklat, Centro de Formação da Polícia pada awal berdirinya, secara fungsional bertanggungjawab secara langsung kepada Kementrian urusan dalam Negeri/Ministério do Interior, (sekarang Sekretaris Negara Urusan Keamanan/Secretario do Estado de Segurança). Statuta ini hanya berlaku sampai dengan tahun 2009, ketika pada tahun 2006 terjadi krisis politik di Timor Leste yang membawa keterpurukan bagi keberadaan institusi PNTL, statuta ini menjadi berubah sesuai dengan revisi yang dilakukan terhadap Lei Organika da PNTL. Decreto Lei

(6)

nomor 8/2004 tentang Lei Organika da PNTL, di revisi dan digantikan dengan decreto Lei nomor 9/2009. Revisi terhadap decreto lei nomor 8/2004 tersebut dilakukan oleh dewan meteri dan disetujui oleh parlamen serta disahkan oleh Presiden. Dalam Lei Organika baru tersebut CFP tidak lagi bertanggungjawab secara langsung kepada Sekretiaris Negara Urusan Keamanan, melainkan baik secara struktural dan fungsional bertanggungjawab kepada MABES/Quartel geral PNTL, dalam hal ini bertanggungjawab kepada Comandante Geral da PNTL.

4.1.4. Struktur Organisasi

Berdasarkan pasal 39 Dekreto Lei nomor 9/2009 tentang Lei Organika da PNTL dan Regimento Interno CFP, maka dikembangkan sebuah struktur organisasi untuk memberikan kompetensi dan sertifikasi bagi para staf dan instruktur CFP untuk menduduki jabatan-jabatan di CFP, baik jabatan struktural maupun jabatan fungsional. Struktur organisasi CFP tersebut sebagai berikut;

(7)

Gambar 4.1. Struktur Organisasi CFP

(8)

4.1.5. Daftar Pejabat

Sesuai struktur organisasi di atas, terdapat pejabat-pejabat yang menduduki jabatan-jabatan struktur dan jabatan-jabatan fungsional dalam menyelenggarakan kegiatan-kegiatan Diklat. Jabatan-jabatan tersebut sebagai berikut;

Tabel 4. 2 Daftar jabatan CFP

No Jabatan Pangkat 1 Kepala CFP (Comandante CFP) Superintendente Xefe 2 Wakil Kepala CFP (20 Comandante CFP) Superintendente Assisten

3 Kepala Bagian Administrasi

(Xefe Departamento Administração)

Superintendente Assisten

4 Kepala Bagian Ke-Diklat-an (Xefe Departamento Formação)

Inspector Xefe

5 Kepala Bagian Kemahasiswaan (Corpu de Alumnos)

Inspector Xefe

6 Kepala Bagian Pendukung (Pelatão de Apoio e Servicos)

Inspector Xefe

7 Kepala-Kepala Seksi, meliputi; 8 seksi pada Bagian Administrasi 13 seksi pada Bagian Diklat 2 seksi pada Bagian Kesiswaan 1 seksi pada Bagian Pendukung

Sargento - Inspector Xefe

(9)

4.1.6. Program Pendidikan dan kurikulum

Program-program pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan oleh CFP, antara lain;

1) Program pendidikan dasar dan pelatihan bagi masayarakat umum yang diseleksi menjadi calon anggota PNTL;

2) Program-program pengembangan, kerjasama CFP dengan institusi relevan lainnya;

3) Program-program pengembangan instruktur CFP, baik di dalam negeri maupun luar negeri;

4) Program re-training seluruh anggota PNTL setelah krisis politik tahun 2006; 5) Program-program pengembangan anggota PNTL melalui kerjasama bilateral

dengan Indonesia, Filipina, Thailand, Australia, New Zeland, Portugal, dan yang lainnya.

Sedangkan kurikulum yang telah diterapkan dan dikembangkan oleh CFP meliputi; kurikulum diklat dasar, re-training, pelatihan-pelatihan khusus bagi unit-unit khusus dalam PNTL, kurikulum untuk promosi kepangkatan, kategori sargento/ sersan dan ofisial/perwira.

4.1.7. Instruktur dan Staf Pendukung

Untuk menyelenggarakan proses pendidikan dan pelatihan serta program-program lain di CFP, maka beberapa anggota PNTL ditempatkan di CFP, baik sebagai tenaga pengajar/instruktur maupun sebagai staf administrasi. Jumlah anggota PNTL yang bertugas sebagai instruktur dan staff di CFP pada tahun 2013 adalah 80 personil. Dengan segala kelebihan dan keterbatasan yang dimiliki oleh setiap personil

(10)

PNTL, meraka telah mampu menyelenggarakan CFP selama kurang lebih sepuluh (10) tahun. Kelemahan dan kelebihan tersebut dapat dilihat dari komposisi anggota PNTL yang ditempatkan di CFP dalam tabel berikut.

Tabel 4.3. Personil PNTL di CFP No. Tingkat Pendidikan Jenis Kelamin Jumlah Persentasi (%) Laki-Laki Perempuan 1 SMP 3 1 4 5 2 SMU 47 5 52 65 3 S1 19 3 22 27.4 4 S2 2 - 2 2.5 Total 80 100 Sumber Data : HRD CFP 2013

Personil PNTL yang bertugas di CFP mempunyai tugas sebagai instruktur, sebagian sekaligus sebagai staf administrasi. Tenaga administrasi/staf di CFP terdiri dari 2 jenis tenaga administrasi, yaitu anggota PNTL sendiri dan yang direkrut dari sipil. Anggota PNTL yang bekerja sebagai tenaga administrasi ditempatkan sesuai dengan kemampuan dan ketrampilan yang dimilikinya. Sedangkan tenaga administrasi sipil dipekerjakan pada hal-hal teknis administrasi taua perkantoran.

(11)

4.1.8. Kerjasama pendidikan

Sejak berdirinya institusi Kepolisian de Timor Leste, institusi tersebut telah membangun dan mengembangkan kerjasama pendidikan dengan instansi-instansi terkait, baik di dalam maupun luar negeri. Kerjasama pendidikan di dalam negeri tersebut, baik dengan instansi-instansi pemerintah maupun non-pemerintah (NGO). Instansi/lembaga pemerintah yang dimaksud antara lain; parlamen nacional, kementrian pendidikan, kementrian kehakiman, kementrian kesehatan, kejaksanaan, Comição Anti Corupção (CAC), Provedoria dos Direitos Homanus e Justiça (PDHJ), Institusi Nasional Administrasi Publik (INAP), dan yang lainnya. Sedangkan instansi-instransi non-pemerintah meliputi; LELI (kursus bahasa Ingris), Institusi Camões (kursus bahasa Portugûes, East Timor Development Agency (ETDA), dan lain-lainnya. Selain kerjasama dengan isntansi-instansi dalam negeri, CFP juga menjalin kerjasama dengan Polisi Republik Indonesia (POLRI), Guarda Nacional Repúblicana (GNR) Portugal, Timor Leste Police Development Program (TLPDP), Justice Department of USA, Pilipina, ILEA Bangkok, YODO Jepang, Police Diraja Malaysia, dan lain-lainnya.

4.1.9. Pengembangan

Untuk pengembangan sumberdaya manusia yang ada di CFP, telah dilakukan beberapa kegiatan pengembangan baik untuk tenaga pengajar/istruktur dan tenaga administrasi CFP. Kegiatan pengembangan tersebut baik yang diselenggarakan oleh

(12)

CFP sendiri maupun yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga mitra kerja. Kegiatan-kegiatan tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 4.4. Kegiatan Pemberdayaan di CFP

No. Jenis Kegiatan Partisipan Tahun & organisasi Penyelenggara

1 TOT 82

94

-2004 oleh TLPDP -2007 oleh GNR

2 Computer Course 2000 – 2013 oleh CFP dan

instansi lainnya 3 Ingris dan Portuguêse

Course

-82 oleh INAP 500 oleh LELI

Training specials Trainers 82 2004-2005 oleh TLPDP

4 Re-training 3294 2007-2009 oleh CFP

Sumber data: CFP 2013

Hal ini menunjukan bahwa setiap tahunnya mulai dari tahun 2002 keadaan sumberdaya manusia (tenaga pengajar dan tenaga administrasi) setiap tahunnya mengalami peningkatan baik kuantitas dan kualitas. Akan tetapi dilain sisi sebagian tenaga-tenaga yang telah dipersiapkan untuk kegiatan-kegiatan pendidikan dan pelatihan di CFP ditransfer ke bagian/unit lain sesuai kebutuhan institusi PNTL.

(13)

4.2. Pembahasan

Keberhasilan penyelenggaraan diklat akan ditentukan oleh faktor-faktor yaitu meliputi; analisis stratejik, penetapan kompetensi yang dibutuhkan, pengukuran kompetensi yang dimiliki, menganalisis kebutuhan diklat, merancang diklat, menyelenggarakan diklat, dan melakukan evaluasi terhadap penyelenggaraan diklat dan evaluasi hasil diklat. Faktor-faktor tersebut apabila berada dalam suatu kerangka proses, akan menunjang berhasilnya penyelenggaraan diklat. Dengan kata lain bahwa faktor yang menentukan keberhasilan diklat adalah sebuah proses penyelenggaraan diklat yang dilakukan secara terintegrasi, mulai dari analisis stratejik sampai kepada evaluasi hasil diklat.

Dalam proses penyelenggaraannya agar diklat menghasilkan oucomes yang berkompeten dan profesional sesuai tujuan dan harapan, maka syarat utama yang harus dipenuhi adalah adanya manajemen penyelenggaraan diklat yang baik dan berwawasan futuristik. Dalam manajemen penyelenggaraan diklat yang baik dan berwawasan futuristik tersebut setidaknya ada tiga aspek yang perlu diperhatikan, yaitu; aspek standar kualitas, aspek jaminan kualitas, dan aspek kualitas pengawasan/pengendalian.

Standar kualitas (quality standard) diklat dibuktikan dengan diciptakannya pedoman-pedoman diklat dan panduan teknis/Standart Operation Procedure (SOP) yang dijadikan tolak ukur bagi lembaga penyelenggara diklat untuk menyelenggarakan diklat. Penetapan standar kualitas melalui pedoman-pedoman

(14)

harus terus ditingkatkan kualitasnya sehingga tetap sejalan dengan perkembangan lingkungan strategis tempat penyelenggaraan diklat. Pedoman-pedoman dan atau SOP tersebut hendaknya disepakati bersama dengan unit-unit kerja yang relevan dalam organiasasi, baik horizontal mau vertikal, sehingga pedoman-pedoman tersebut ditetapkan sebagai acuan dalam penyelenggaraan diklat oleh semua unit-unit kerja organisasi.

Jaminan kualitas (quality assurance) diperlukan sebagai suatu upaya untuk menjamin kualitas penyelenggaraan dan hasil diklat. Institusi penyelenggara diklat bertanggung jawab memotret kapasitas semua lembaga penyelenggara diklat melalui kegiatan akreditasi dan sertifikasi, dengan menekankan beberapa hal sebagai indikator yang perlu diperhatikan, yaitu; kelembagaan, design program dan kurikulum (sasaran, tujuan, metode pembelajaran), sumberdaya manusia penyelenggara (peserta dan tenaga pendidik dan pelatih) serta sarana prasarana diklat. Tenaga pendidik dan pelatih/instruktur hendaknya diseleksi dengan ketat oleh pihak yang berwenang, dengan syarat utama bahwa para instruktur harus menguasai disiplin ilmu tertentu serta memiliki kemampuan dalam melakukan proses pembelajaran, baik di kelas maupun di luar kelas.

Pengendalian/Pengawasan kualitas (quality control) diwujudkan dalam bentuk pelaporan penyelenggaraan diklat sebelum dan sesudah diklat diselenggarakan melalui suatu evaluasi terhadap proses penyelenggaraan diklat. Di samping itu juga harus mengajukan regristrasi dan pengesahan ijazah atau sertifikat tanda tamat

(15)

pendidikan atau pelatihan. Selanjutnya lembaga penyelenggara diklat harus melakukan monitoring dan evaluasi terhadap penyelenggaraan diklat dan hasil diklat. Lembaga penyelenggara diklat maupun lembaga-lembaga kemitraan harus melakukan kerjasama dalam pengawasan guna menjamin mutu pelaksanaan diklat untuk mencapai tujuan dan sasaran diklat.

Untuk mencapai sebuah penyelenggaraan diklat yang berhasil dan dapat mencapai tujuan yang ditargetkan maka harus diawali dengan sebuah proses persiapan yang matang, mulai dari melakukan analisis stratejik sampai kepada meakukan evaluasi terhadap penyelenggaraan diklat dan evaluasi hasil diklat.

4.2.1. Melakukan Analisis Stratejik.

Diselenggarakannya diklat, ditujukan untuk menciptakan dan mengembangkan sumberdaya manusia yang lebih berwawasan luas dan mampu menyelenggarakan pelayanan publik yang profesional. Mengingat pentingnya diklat yang diberikan untuk pengembangan sumberdaya manusia dalam suatu organisasi maka berbagai persiapan yang berkaitan dengan keberhasilan dalam penyelenggaraan diklat sangat dibutuhkan.

Dalam tahap awal proses penyelenggaraan diklat dilakukan identifikasi terhadap faktor-faktor internal maupun faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi eksistensi lembaga penyelenggara diklat. Faktor-faktor internal meliputi kelebihan

(16)

dan kelemahan lembaga penyeleggara diklat, sedangkan faktor-faktor stratejik eksternal berupa kesempatan dan tantangan yang dihadapi, termasuk peraturan-peraturan atau kebijakan-kebijakan pemerintah yang telah ditetapkan sehubungan dengan proses penyelenggaraan diklat. Berdasarkan analisis stratejik yang dibuat, ditetapkan tujuan dan sasaran yang hendak dicapai dalam penyelenggaraan diklat. Analisis stratejik diklat harus dibuat secara periodik dalam kurun waktu tertentu dengan mempetimbangkan dan memperhatikan rencana stratejik yang telah ada, memperhatikan keterkaitan tugas, mempertimbangkan kompleksitas dan tantangan tugas, kapasitas lembaga dan tenaga ke-diklat-an, kebutuhan peserta dan hasil evaluasi sebelumnya.

Pada dasarnya analisis stratejik organisasi merupakan suatu proses untuk mengumpulkan dan menganalisa berbagai informasi untuk mengidentifikasi hal-hal yang dimiliki dan diperlukan organisasi dalam penyelenggaraan diklat. Sebab bagaimanapun lengkapnya sarana-prasarana, lingkungan pembelajaran, diklat tidak akan mencapai hasil yang diharapkan oleh organisasi, apabila tidak disertai dengan suatu analisis terhadap lingkungan internal dan lingkungan eksternal organisasi. Dengan analisis yang dilakukan sebelum penyelenggaraan diklat akan membantu memperlancar penyelenggaraan diklat, sebab berbagai kebutuhan penyelenggaraan diklat akan diketahui, dipenuhi sebelum penyelenggaraan diklat dimulai.

Tujuan dilaksanakannya analisis stratejik organisasi adalah untuk mengidentifikasi kelebihan-kelebihan dan kelemahan-kelemahan serta peluang dan

(17)

hambatan atau tuntutan-tuntutan kinerja yang diharapkan oleh organisasi sebagai pedoman untuk menentukan langkah-langkah berikutnya dalam penyelenggaraan diklat, meliputi tingkat organisasi, tingkat individu, dan tingkat tugas/pekerjaan. Sebab jika analisis stratejik diklat tidak dilakukan dengan baik, maka akan berdampak pada kualitas penyelenggaraan diklat, serta program-program yang dirancang dalam diklat tidak sesuai dengan eksistensi organisasi penyelenggara dan peserta diklat. Selain itu dengan melakukan analisis stratejik terhadap kelemahan dan kelebihan serta peluang dan hambatan organisasi, hasilnya akan memberikan solusi bagaimana cara mengantisipasi dan menyelesaikan masalah-masalah yang menjadi tanggungjawab organisasi. Untuk mencapai harapan tersebut di atas maka hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan analisis stratejik organisasi adalah;

1) Menganalisis faktor-faktor lingkungan internal organisasi yang semakin kompleks, meliputi; aspek organisasi antara lain jaringan komunikasi, hierarkhi, struktur organisasi, prosedur-prosedur, dan kemampuan tim, aspek personil organisasi, aspek keuangan organisasi, sarana-prasarana, dan lainnya dalam organisasi; dan

2) Faktor-faktor lingkungan eksternal, meliputi kekuatan-kekuatan politik dari pemerintah untuk mengintervensi penyelenggaraan diklat, kekuatan-kekuatan sosiokultural yang memuat nilai-nilai sosial dalam masyarakat, dukungan finansial dari pemerintah dan lembaga donatur/mitra kerja, dan lain-lain dari luar organisasi.

(18)

Menurut informasi yang penulis peroleh selama melakukan penelitian, pimpinan Centro de Formação da Polícia, mengatakan bahwa;

“Salah satu tujuan dan sasaran penyelenggaraan diklat di CFP adalah untuk merespon kebijakan pemerintah Timor Leste yang memberi target bahwa tahun 2016 personil institusi PNTL harus mencapai jumlah sebanyak 5000 personil. Oleh karena itu mulai tahun 2011- 2016 CFP harus mampu mencetak personil muda PNTL kurang lebih 1500 personil sebab institusi PNTL kini telah memiliki 3361 personil”.

Untuk mencapai target pemerintah tersebut, dan sesuai dengan perubahan yang terjadi pada Lei Organika da PNTL, tentang karakter pelatihan, kedisiplinan dan status personal PNTL yang bersifat militer, serta dengan mempertimbangakan tenaga pengajar di CFP, pemerintah telah mengambil sebuah keputusan untuk bekerjasama dengan GNR Portugal untuk membantu menyelenggarakan pendidikan dasar dan pelatihan bagi siswa baru/kadets PNTL. Akan tetapi keputusan tersebut belum mampu menjawab persoalan dasar penyelenggaraan diklat di CFP.

Seorang staf di Centro de Formação da Polícia mengatakan bahwa;

“Proses penyelenggaraan diklat tidak diawali dengan analisis stratejik yang matang terhadap eksistensi institusi PNTL terlebih CFP. Terkesan kegiatan penyelenggaraan diklat lebih mementingkan unsur-unsur atau kepentingan-kepentingan politik, sehingga persiapan-persiapan yang telah dilakukan oleh CFP bersama para mitra kerja sebelumnya tidak dimanfaatkan dengan baik.

Sejalan dengan pendapat instruktur di atas seorang instruktur lain mengatakan bahwa;

“Kehadiran para mitra kerja menjadi kontradiksi antara yang satu dengan yang lainnya, misalnya antara Timor Leste Police Development Program (TLPDP) dengan Guarda Nacional Repúblicana (GNR) Portugal, sehingga persiapan-persiapan atau uapaya-upaya yang telah dilakukan bersama dengan TLPDP

(19)

seolah kurang dimanfaatkan. Proses penyelenggaraan diklat hanya sebuah pekerjaan bongkar pasang, karena tidak melakukan suatu rencana stratejik yang kontinuitas”.

Akan tetapi ketika peneliti mengkonfirmasikan informasi tersebut kepada salah seorang pimpinan CFP, ia menjelaskan bahwa;

“stratejik yang dibuat oleh CFP dalam melakukan kerjasama dengan para mitra dibedakan dalam kategori-kategori tertentu. Kerjasama dengan TLPDP adalah untuk menyelenggarakan pelatihan-pelatihan khusus dan diklat untuk kategori sarsan dan perwira. Sedangkan kerjasama dengan GNR Portugal adalah untuk menyelenggarakan pendidikan dasar dan pelatihan bagi siswa baru/kadetes, sambil membekali instruktur PNTL dengan pelatihan, kedisiplinan dan status personal yang bersifat militer, sebab GNR Portugal merupakan lembaga yang latarbelakang pelatihannya bersifat militer. Setelah itu kompetensi sepenuhnya akan diberikan kepada instruktur PNTL. Menurut rencana konpetensi itu akan diberikan pada penyelenggaraan diklat pada fase berikutnya”.

Mencermati informasi yang diperoleh melalui wawancara dan hasil observasi peneliti di lapangan (CFP), menunjukan bahwa dalam proses persiapan atau analisis stratejik penyelenggaraan pendidikan dasar dan pelatihan setelah terjadi krisis politik pada tahun 2006, tampaknya belum mengarah kepada manajemen stratejik yang baik sesuai tuntutan lingkungan internal CFP maupun tuntutan kebutuhan pelayanan anggota PNTL di lapangan. Oleh karena adanya intervensi dari pemerintah melalui kebijakan-kebijakan pemerintah yang mengharuskan untuk merubah prinsip dasar pelatihan, kedisiplinan, dan status personal PNTL dari sipil menjadi militer, dengan mendatangkan personil-personil GNR Portugal untuk membantu menyelenggarakan proses diklat. Sementara di lain pihak akibat dari kebijakan tersebut instruktur

(20)

lokal/instruktur PNTL yang merasa diri telah siap untuk menyelenggarakan diklat menjadi pasif dalam proses penyelenggaraan diklat.

Stratejik yang dilakukan untuk memperoleh dukungan dari luar dilakukan dengan kurang memperhatikan kelebihan-kelebihan dan kelemahan-kelemahan yang telah dimiliki oleh CFP. Serta kurang adanya komunikasi internal CFP baik secara struktural maupun secara fungsional, sehingga mengakibatkan adanya perbedaan-perbedaan persepsi dalam proses penyelenggaraan diklat. Dalam analisis stratejik seharusnya dilakukan prioritas-prioritas program, menyeleksi kebutuhan-kebutuhan stratejik yang mempunyai dampak bagi internal organisasi maupun eksternal organisasi, seperti para mitra kerja dan mayarakat umum sebagai pengguna atau penerima pelayanan PNTL.

Kebijakan untuk menghadirkan personil GNR Portugal setelah krisis 2006, untuk membantu CFP menyelenggarakan pendidikan dasar dan pelatihan memberi kesan yang kurang baik terhadap hubungan kerjasama yang telah dibangun sebelumnya bersama Timor Leste Police Development Programm (TLPDP) dan juga terhadap semangat kerja para staf dan instruktur CFP, sebab program-program pendidikan dasar dan pelatihan yang telah dirilis oleh UNPOL dan TLPDP sebelumnya, yaitu dengan mempersiapkan instruktur-instruktur PNTL melalui beberapa kali melakukan Training of Trainers/TOT bagi instruktur CFP, terkesan tidak dimanfaatkan.

(21)

Kemampuan-kemampuan yang telah dimiliki oleh CFP seperti sarana-prasarana yang banyak disuport oleh TLPDP, persiapan-persiapan instruktur yang telah dilakukan sampai kepada sertifikat 4 oleh TLPDP, serta TOT yang telah dilakukan oleh GNR Portugal kepada para instruktur CFP setelah krisis 2006, seharusnya dapat dimanfaatkan dengan maksimal untuk menyelenggarakan diklat. Sehingga CFP dipandang sebagai lembaga penyelenggara diklat yang memiliki kemampuan dan mampu menyelenggarakan diklat yang bermutu, serta tidak membutuhkan intervensi dari pihak luar yang berlebihan.

4.2.2. Menetapkan Kompetensi Yang Dibutuhkan.

Penyelenggaraan diklat yang profesional dan mencapai tujuan dan sasaran, membutuhkan kompetensi-kompetensi yang cukup bagi penyelenggara diklat sehingga dalam penyelenggaraan diklat, memungkinkan para penyelenggara mampu menerapkan kemampuan yang dimiliki. Setiap pejabat dalam organisasi penyelenggara diklat membutuhkan kompetensi untuk melakukan apa yang menjadi tugas dan tanggungjawab yang diberikan dalam menyelenggarakan diklat.

Kompetensi yang diberikan kepada Centro de Formação da Polícia sebagaimana tercantum dalam pasal 39 Decreto Lei nomor 9/2009, tentang Lei Organika da PNTL, yaitu bahwa

1. Centro de Formação da Polícia merupakan pusat pendidikan dan pelatihan yang memiliki kapasitas, khusus untuk menyelenggarakan diklat sehubungan dengan moral, kultural, fisik dan teknik professional kepada perwira, sarsan

(22)

dan agent, untuk mengaktualisasi spesialisasi dalam melaksanakan tugas, serta menghargai kemampuan yang mereka miliki;

2. Melalui disposisi Comandante Geral/komandan umum PNTL, menunjuk seorang perwira berpangkat superintendente Xefe untuk mengepalai CFP; 3. CFP bertanggungjawab merancang konsep sistem diklat; termasuk diklat

umum, latihan-latihan khusus, diklat aktualisasi, dan kursus promosi kepangkatan untuk semua kategori;

4. CFP bertanggungjawab mengorganisir untuk menyelenggarakan diklat sebagaimana pada poit 3 di atas, dan mengembangkan kurikulum untuk masing-masing program;

5. CFP bertanggungjawab merancang rencana tahunan bagi CFP dengan tujuan dan kepentingan-kepentingan umum dan khusus bagi setiap unit di CFP; 6. CFP berkordinasi dengan kementrian kehakiman, kejaksaan untuk

menyelenggarakan diklat yang berhubungan dengan penyelidikan kejahatan/criminal investigation; dan

7. CFP akan membuat aturan tersendiri yang disahkan oleh dewan mentri/concelho ministro, untuk menetapkan status instruktur, kurikulum, sertifikasi diklat, evaluasi dan validitas diklat, dan juga berkordinasi dengan kementrian pendidikaan dan kemetrian urusan dalam negeri sehubungan dengan dengan program-program yang berhubungan dengan pengetahuan umum.

Sehubungan dengan kompetensi yang telah diberikan kepada CFP dalam menyelenggarakan diklat kepolisian, CFP tentu saja perlu menetapkan dan mendistribusikan kompetensi-kompetensi tersebut kepada unit-unit kerja yang relevan dalam organisasi agar unit-unit tersebut memiliki kompetensi kerja dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawab yang diberikan, sesuai dengan struktur

(23)

organisasi yang ada. Kompetensi kerja merupakan kemampuan kerja setiap individu dalam organisasi, yang mencakup aspek pengetahuan, aspek ketrampilan, dan aspek sikap, sesuai dengan standar-standar yang telah ditetapkan bagi setiap unit kerja melalui pembagian kerja (deskrisaun de servisu). Menurut informasi yang diperoleh dari kepala bagian Ke-diklat-an CFP mengatakan bahwa;

“Kita sudah memiliki sumberdaya manusia yang cukup, tetapi dalam dunia global, kita membutuhkan kerjasama dengan negera-negara lain yang mau berkontribusi dalam pengembangan semberdaya manusia, dalam hal ini diklat. Instruktur PNTL hanya menguasai dua bahasa yaitu bahasa Tetum dan bahasa Indonesia. Hanya sedikit saja yang menguasai bahasa Português, sementara konstitusi RDTL mencantumkan juga bahasa Português sebagai bahasa resmi negara. Jadi instruktur CFP juga harus menguasai bahasa Português untuk lebih mengembangkan mutu dari penyelenggaraan diklat”.

Sehubungan dengan kompetensi yang dibutuhkan, seorang instruktur menjelaskan bahwa;

“Kami membutuhkan para pengurus CFP yang mampu mengambil kebijakan-kebijakan dengan memperhatikan kondisi ril CFP dengan memikirkan bagaimana ke depannya CFP, sebab kita sudah merdeka dan menjadi negara sendiri, tidak perlu terus tergantung kepada orang lain. Tapi ini bukan berarti tidak membutuhkan kerjasama dengan pihak lain”.

Menurut pengamatan peneliti dilapangan, menunjukan bahwa para instruktur CFP membutuhkan adanya ketegasan-ketegasan dalam pengambilan keputusan oleh pimpinan CFP dalam proses penyelenggaraan diklat. Kemampuan-kemampuan yang telah mereka miliki perlu diperhatikan dan dipakai selama proses diklat, di samping adanya dukungan dari pihak lain seperti dari TLPDP dan personil GNR Portugal. Akan tetapi sikap dan tuntutan mereka tidak disertai dengan tindakan nyata di

(24)

lapangan, justru banyak staf dan instruktur lebih banyak menuntut daripada melakukan aksi nyata yang dapat memberi kontribusi nyata dalam rangka proses penyelenggaraan diklat. Situasi ini dapat dikatakan sebagai akibat dari kurangnya manajemen yang baik dalam lingkungan organisasi.

Manajemen yang baik dalam organisasi adalah manajemen yang memperhatikan semua aspek dalam organiasi, teristimewa aspek sumberdaya manusia organisasi. Manajemen yang baik membutuhkan loyalitas di antara semua kepentingan dalam organisasi. Seorang bawahan harus loyal kepada atasannya, demikianpun sebaliknya seorang pimpinan harus memahami kebutuhan-kebutuhan bawahan dengan melakukan komunikasi dua arah, sehingga dengan demikian kebijakan-kebijakan yang diambiil merupakan kebijakan atas informasi-informasi yang diperoleh dari internal organisasi.

4.2.3. Mengukur Kompetensi Yang dimiliki

Proses penyelenggaraan diklat sangat erat hubungannya dengan apa yang menjadi kompetensi, kewajiban dan tanggungjawab yang telah diberikan kepada sebuah organisasi, serta kualitas kemampuan yang dimiliki oleh organisasi tersebut dalam menyelenggarakan diklat. Kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan sumberdaya manusia yang meliputi aspek pengetahuan, ketrampilan, dan sikap. Kompetensi tersebut baik dimiliki oleh para penyelenggara organisasi maupun kompetensi yang dimiliki oleh instruktur-instruktur dalam menyelenggarakan diklat.

(25)

Para penyelenggara organisasi dituntut untuk memiliki kemampuan dalam menganalisis dan membuat konsep-konsep tentang proses penyelenggaraan diklat, serta mampu mengkomunikasikan berbagai kepentingan dalam organisasi dengan semua pihak, baik dalam internal oranisasi maupun dengan organisasi lain yang relevan.

Pimpinan Centro de Formação da Polícia mengatakan bahwa;

“Sumberdaya manusia/instruktur Centro Formação da Polícia tidak menjadi masalah, tetapi ada beberapa kendala yang dihadapi, yaitu masalah tanggungjawab (responsabilidade). Mereka kurang bertanggungjawab dalam menjalankan tugas yang diberikan, oleh karena itu maka perlu adanya pelatihan-pelatihan dan pendampingan bagi mereka”.

Sejalan dengan pendapat di atas, kepala bagian ke-diklat-an Centro de Formação da Polícia, menjelaskan bahwa;

“menurut saya kita sudah memiliki sumberdaya manusia yang cukup, tetapi ada satu hal yang harus kita perhatikan, yaitu masalah penggunaan bahasa, sebab apabila kita telah mengadopsi bahasa Português sebagai bahasa resmi dan kita merupakan bagian dari Persekutuan Negara-Negara Berbahasa Português (CPLP)”

Seorang instruktur di Centro Formação da Polícia mengatakan bahwa;

“Kita sudah memiliki kemampuan sendiri untuk menyelenggarakan diklat, akan tetapi membutuhkan sebuah manajemen yang baik dalam memanfaatkan semberdaya yang ada. Jangan sampai seorang instruktur hanya dijadikan sebagai asisisten instruktur dan akhirnya mematikan semangat mereka”.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dan pengamatan yang peneliti lakukan selama melakukan penelitian di Centro de Formação da Polícia, dapat dikatakan

(26)

bahwa CFP telah memilki kompetensi yang cukup ditambah dengan kerjasama yang telah dibangun dengan organisasi-organisasi relevan lainnya baik di dalam negeri maupun dari luar negeri. Akan tetapi belum didukung dengan adanya kerjasama dan komunikasi yang baik yang dibangun baik di tingkat kepengurusan CFP maupun para staf dan instruktur di CFP. Hal ini mengakibatkan sebagian tugas dan tanggungjawab terabaikan, sehingga diambilalih oleh personil GNR Potugal. Oleh karena demikian maka muncul persepsi bahwa pimpinan CFP lebih memberikan kepercayaan kepada personil GNR daripada staf dan intruktur PNTL. Seorang pimpinan perlu mengkomunikasikan dan mendelegasikan setiap tugas dan tanggungjawab kepada unit-unit kerja dalam struktur organisasi dan selanjutnya untuk didelegasikan kepada para instruktur. Selanjutnya para instruktur harus menerima delegasi tugas dan tanggungjawab tersebut dengan mengadakan kerjasama dengan orang lain dalam pencapaian tujuan diklat.

4.2.4. Melakukan Analisis Kebutuhan Diklat

Setelah menetapkan kompetensi yang dibutuhkan, dan mengukur kompetensi yang telah dimiliki saat ini, selanjutnya adalah melakukan analisis terhadap kebutuhan-kebutuhan diklat, yaitu dengan membandingkan kompetensi yang dibutuhkan dengan kompetensi yang telah dimiliki. Tujuannya adalah untuk mengumpulkan dan menganalisa informasi-informasi atau data-data yang dibutuhkan untuk menentukan hal-hal yang diperlukan dalam merancang diklat.

(27)

Informasi-informasi atau data-data yang dimaksud adalah yang berhubungan dengan kebutuhan peserta diklat, dan kebutuhan-kebutuhan organisasi penyelenggara, sehingga dapat menyelenggarakan diklat dengan berhasil.

Kebutuhan-kebutuhan diklat yang dimaksud meliputi;

1) Tenaga pengajar/instruktur sesuai dengan tujuan dan sasaran diklat; 2) Sarana-prasarana, dan alat bantu penyelenggaraan diklat;

3) Jumlah ruangan kelas penyelenggaraan diklat dengan memperhatikan ketentuan jumlah peserta;

4) Jumlah tenaga administrasi yang mempunyai kompetensi untuk mengelola program-program diklat;

5) Berapa banyak biaya yang diperlukan dalam penyelenggaraan diklat;

6) Hal-hal lain yang diperlukan untuk mengantisipasi jika penyelenggaraan diklat tersebut ternyata tidak sesuai dengan target yang telah ditentukan sebelumnya.

Analisis kebutuhan diklat dilakukan untuk membantu penyelengaraan diklat, sebab kebutuhan-kebutuhan diklat harus dipenuhi sebelum diklat diselenggarakan. Selain itu analisis kebutuhan diklat juga akan membantu memberikan solusi-solusi bagaimana mengantisipasi masalah-masalah yang akan muncul dalam organisasi selama penyelenggaraan diklat. Sebab penyelenggaraan diklat tidak selamanya berjalan sesuai dengan apa yang direncanakan, bahkan kondisi di lapangan bisa berubah, misalnya banyak pihak yang justru memberi respon negatif terhadap penyelenggaraan diklat, baik dari dalam organisasi maupun dari luar organisasi. Selain itu materi yang tidak relevan, manajemen yang kurang baik, pengajar yang

(28)

tidak berkualitas dan lain-lainnya akan turut mempengaruhi proses penyelenggaraan diklat dan hasil diklat. Oleh karena itu faktor-faktor tersebut harus menjadi perhatian utama dalam melakukan analisis kebutuhan diklat.

Menurut informasi yang peneliti peroleh di lapangan, yaitu dari pimpinan CFP mengatakan bahwa;

“CFP membutuhkan sumberdaya manusia dan sumberdaya materil baik yang bergerak maupun tidak bergerak, termasuk sarana-prasarana, sebab setiap tahun diklat CFP harus mencetak 250 personil baru PNTL”

Sehubungan dengan tenaga pengajar dalam penyelenggaraan diklat, pimpinan CFP menjelaskan bahwa;

“Para instruktur CFP sudah memiliki kemapuan, tetapi perlu mendapatkan training agar mereka mempunyai tangungjawab dalam menyelenggarakan diklat”

Lebih lanjut seorang instruktur CFP mengatakan bahwa;

“Kita sudah memiliki kemampuan, yang kita butuhkan adalah sebuah manajemen yang baik dari pimpinan-pimpinan CFP agar dapat memanfaatkan semberdaya-sumberdaya yang ada dengan baik”

Sejalan dengan pendapat instruktur di atas, seorang instruktur lain menjelaskan bahwa;

“Kita membutuhkan instruktur yang memenuhi syarat, sebagaimana dijelaskan dalam pasal 42 Decreto Lei tentang promosi kepangkatan, dimana instruktur CFP harus berpangkat inspector. Kita juga membutuhkan seorang pimpinan yang memiliki konsep yang benar, dan mempunyai pendirian dalam menerima pendapat dari para mitra kerja, serta mampu mengarahkan proses diklat dengan benar dan baik”.

(29)

Menurut pengamatan peneliti di lapangan, CFP telah memiliki sumberdaya manusia dan sumberdaya materil yang memadai dalam penyelenggaraan diklat, yaitu para instruktur yang telah dipersiapkan sebelumnya oleh TLPDP, serta fasilitas-fasilitas berupa gedung-gedung dan perlengkapan lainnya yang telah tersedia. Akan tetapi membutuhkan sebuah manajemen yang baik dan kontinyu terhadap sumberdaya yang ada, serta membutuhkan pendelegasian wewenang dari pimpinan CFP kepada subordinasi-subordinasi dalam struktur organiasi. Pendelegasian wewenang tersebut perlu dituangkan melalui perincian pekerjaan/deskrisaun de servisu untuk setiap unitnya, serta diperlukan juga petunjuk-petunjuk pelaksanaan tugas, baik petunjuk-petunjuk operasional, petunjuk-petunjuk teknis, maupun petunjuk-petunjuk administrasi untuk mengelola CFP.

Selain kebutuhan-kebutuhan semberdaya manusia dan sumberdaya materil, diperlukan juga keuangan yang cukup untuk menyelenggarakan diklat. Seorang pimpinan di Quartel Geral da PNTL menjelaskan bahwa;

“CFP perlu mempersiapkan proposal untuk mendukung proses penyelenggaraan diklat dengan lebih baik, daripada hanya memanfaatkan personil GNR Portugal yang begitu mahal”.

Analisis kebutuhan diklat adalah sebuah kegiatan yang harus dilakukan, dan menjadi pertimbangan untuk membuat keputusan, apakah diklat itu perlu diselenggarakan dan apa saja yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan diklat tersebut. Sehubungan dengan itu setidaknya terdapat beberapa cakupan dalam analisis kebutuhan diklat. Cakupan tersebut yaitu kebutuhan-kebutuhan CFP dalam

(30)

mengembangkan dan menyelenggarakan diklat, kebutuhan-kebutuhan pegetahuan, ketrampilan, dan sikap yang diperlukan dalam penyelenggaraan diklat, kebutuhan-kebutuhan instruktur dan staf CFP yang berkaitan dengan motivasi dan kinerja kerja, kebutuhan yang diperlukan untuk masa depan organisasi, dan kebutuhan-kebutuhan antisipatif untuk mengantisipasi perubahan yang mungkin terjadi.

Hasil yang diharapkan dari analisis kebutuhan diklat adalah mendapatkan gambaran yang jelas terhadap tingkat kebutuhan penyelenggaraan diklat, pengalokasian waktu, biaya, dan tenaga pengajar yang tepat, serta materi dan pengajian yang sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan peserta diklat, segingga menjawab apa yang menjadi tujuan dan sasaran penyelenggaraan diklat.

4.2.5. Penyusunan Rancangan Diklat

Berdasarkan hasil analisis kebutuhan diklat disusun rancangan diklat, yang memuat tentang tujuan diklat, manfaat diklat, program-program diklat, syarat dan kriteria peserta diklat, syarat dan kriteria pendidik dan pelatih (instruktur), kegiatan dan jadwal, serta teknik evaluasi yang akan digunakan. Dalam merancang suatu program diklat harus mengunakan cara dan strategi yang tepat agar pencapaian tujuan diklat bisa maksimal dan berhasil, dengan tidak mengenyampingkan aspek kognitif (ranah yang mencakup kegiatan mental), afektif (ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai), dan psikomotorik (ranah yang berkaitan dengan ketrampilan), yang ada dalam ranah diklat itu sendiri. Adapun diklat itu sendiri adalah program yang

(31)

bertujuan membentuk suatu keahlian atau profesionalisme dalam bidang garapan tertentu, dan mempunyai sebuah tujuan yang diharapkan bisa diterapkan dan dijalankan setelah selesai diklat.

Dalam perancangan diklat perlu dipahami ruang lingkup dari perbedaan antara pendidikan dan pelatihan. Karena itu kombinasi dari pendidikan dan pelatihan haruslah mampu menjadi suatu kesatuan yang utuh. Dalam merancang suatu program diklat, terlebih dahulu kita perlu mengetahui apa yang menjadi tujuan dari penyelenggaraan diklat tersebut, sebab inti dari penyelenggaraan diklat ada pada tujuannya. Tujuan tersebut dikembangkan atau dirancang dalam jangka panjang, jangka menengah, maupun jangka pendek sebagai lanjutan dari program-program diklat. Dalam rancangan diklat tersebut hal penting yang perlu diingat adalah bahwa peserta diklat mampu menyerap materi yang yang diberikan dan dapat mengimplementasikannya setelah selesai mengikuti diklat. Oleh karena itu maka prosedur perancangan diklat perlu disesuaikan dengan fakta yang ada dalam lingkungan pelayanan lembaga penyelenggara diklat. Dan juga perlu melakukan evaluasi sebagai penilaian bagi kepentingan organisasi, sehingga diklat tersebut bisa semakin bermanfaat.

Dalam rancangan diklat, langkah awal yang harus dilakukan adalah melakukan analisis kebutuhan diklat. Analisis kebutuhan diklat mempunyai hubungan erat dengan rancangan diklat, sebab dengan melakukan analisis kebutuhan diklat akan memberikan informasi-informasi dan data-data yang dibutuhkan oleh

(32)

organisasi, sehingga dapat merancang dan mewujudkan diklat yang tepat sasaran, tepat isi kurikulumnya, serta tepat strategi dan tujuan yang hendak dicapai. Setiap kegiatan yang dirancang dalam diklat harus mencerminkan dan mewujudkan kebutuhan organisasi, sehingga hasil rancangan tersebut menunjukan hubungan yang erat antara tujuan penyelenggaraan diklat dengan apa yang menjadi harapan dari para peserta diklat. Penyusunan rancangan diklat dapat dilakukan oleh orang-orang yang berkompetensi dan dipercayakan dalam struktur organisasi. Akan tetapi dapat juga dilakukan oleh sebuah team kerjasama yang dibentuk oleh organisasi penyelenggara bersama mitra kerja, serta dapat juga dilakukan oleh mitra kerja atas permintaan organisasi penyelenggara diklat.

Berdasarkan informasi yang peneliti peroleh dari pimpinan Centro de Formação da Polícia, mengatakan bahwa;

“Rancangan diklat CFP dilakukan oleh Dewan Akademik/Concelho Academia, yang diketuai oleh kepala bagian ke-diklat-an, dan diikuti oleh kepala bagian adminitrasi, representasi dari setiap area/jurusan pendidikan, dan dibahas bersama dengan instruktur dari personil GNR Portugal. Pada fase/tahap pertama, materi pembelajaran disiapkan oleh instruktur dari personil GNR Portugal, sebab mereka-lah yang menjadi instruktur utama dalam proses pembelajaran. Sedangkan selanjutnya akan dilakukan oleh instruktur PNTL dan didampingi oleh instruktur dari personil GNR Portugal”.

Namun berdasarkan informasi yang diperoleh dari unit Analisis dan Perencanaan/Secção Estudos e Planeamento mengatakan bahwa;

“rancangan pendidikan dasar dan pelatihan di Centro de Formação da Polícia, dilakukan baik oleh bagian/staf yang telah ditempatkan dalam struktur organisasi

(33)

maupun oleh lembaga mitra kerja yang telah dibangun sebelumnya, secara terpisah. Unit penelitian dan perencanaan (Seksaun Estudus e planeamento) CFP berusaha mengembangkan kurikulum pendidikan dasar dan pelatihan sebelumnya menjadi kurikulum yang dapat disesuaikan dengan perkembangan institusi PNTL. Namun di lain pihak mitra kerja, dalam hal ini personil GNR yang diperbantukan juga mempersiapkan sebuah kurikulum berdasarkan kurikulum re-training bagi seluruh anggota PNTL setelah terjadi krisi politik pada tahun 2006”.

Tentu saja situasi ini akan menghasil dua rancangan diklat yang berbeda untuk menyelenggarakan diklat yang sama. Kedua pihak tersebut belum memiliki visi dan misi yang sama, sebab satu pihak merancang diklat dengan materi-materi dasar, sedangkan pihak yang lain menggunakan materi/kurikulum pelatihan bagi re-training anggota PNTL setelah krisis 2006. Kepala Seksi Analisis dan Perencanaan CFP menjelaskan bahwa;

“Kedua rancangan tersebut diajukan kepada pimpinan CFP untuk selanjutnya meminta persetujuan pimpinan institusi PNTL dan SES. Dengan mempertimbangkan kesederhanaan dan kerumitan kedua kurikulum tersebut, pimpinan CFP mengambil keputusan untuk menindaklanjuti rancangan yang disiapkan oleh mitra kerja (GNR Portugal) untuk disampaikan dan diminta persetujuan dari pimpinan institusi PNTL dan SES untuk disahkan”.

Lebih lanjut kepala bagian Ke-diklat-an mengatakan bahwa;

“menurut informasi yang saya dengar, rancangan diklat yang dipersiapkan oleh seksi penelitian dan perencanaan terlambat diajukan, sehingga pimpinan CFP mengambil keputusan hanya mengajukan satu rancangan diklat, yaitu yang dipersiapkan oleh personil GNR Portugal”.

(34)

Pimpinan CFP mengatakan bahwa;

“Keputusan ini dilatarbelakangi oleh pemikiran bahwa personil GNR-lah yang akan menjadi instruktur utama dalam proses belajar-mengajar, baik di kelas maupun pelatihan-pelatihan fisik di luar kelas”.

Namun pembuatan keputusan tentang penyelenggaran diklat yang bermutu menganjurkan agar dalam pengambilan keputusan didasarkan atas fakta, yaitu berdasarkan fakta-fakta yang terjadi sesungguhnya dalam konteks pelayanan publik institusi PNTL, bukan hanya sekedar atas dasar data, sebab data yang ada belum tentu mencerminkan fakta sebenarnya. Managemen penyelenggaraan diklat yang baik dan bermutu mensyaratkan akan adanya hubungan yang baik dengan semua pihak yang berkepentingan serta sekaligus menguntungkan pihak-pihat yang terlibat dalam proses penyelenggaraan diklat. Hubungan baik dan saling menguntungkan itu perlu dikembangkan dan dipelihara untuk jangka waktu yang tertentu, baik jangka pendek, menengah, dan jangka panjang. Sebab dengan adanya hubungan/komunikasi yang baik secara struktural maupun fungsional, serta horizontal dan vertikal, maka akan menjamin saling pengertian dan adanya kesepahaman dan kesepakatan untuk mengembangkan apa yang telah dirancang sebelumnya, dan bukan selalu mengawali dari sesuatu yang baru dengan orang atau mitra kerja yang baru.

(35)

4.2.6. Penyelenggaraan Diklat

Dalam rangka peningkatan kualitas sumberdaya manusia suatu organisasi, maka salah satu upaya penting yang harus dilakukan adalah melalui penyelenggaraan diklat. Managemen penyelenggaraan diklat yang berkualitas, melibatkan semua unsur yang berkepentingan dalam organisasi, baik secara intelektual maupun secara emosional, bahkan baik secara vertikal maupun horizontal dalam struktur organisasi. Dengan demikian akan membentuk hubungan dan interaksi antar bagian, dan membentuk suatu kesatuan yang utuh sehingga dapat mempermudahkan penyelenggaraan diklat, serta semua orang yang terlibat dalam proses tersebut akan mendapatkan kepuasan. Penyelenggaraan diklat juga akan berjalan sesuai yang direncanakan apabila didukung dengan sarana-prasarana yang memadai seperti; lingkungan pembelajaran, rungan kelas, trasportasi, keperluan-keperluan pendidikan dan pelatihan baik di dalam maupun di luar kelas, serta dukungan finansial yang memadai

Penyelenggaraan diklat seyogyanya dilakukan sesuai dengan kegiatan analisis stratejik diklat yang telah dilakukan, serta analisis yang terlah dilakukan terhadap kebutuhan-kebutuhan diklat, yaitu dengan membandingkan kompetensi yang dibutuhkan dengan kompetensi yang telah dimiliki. Dalam penyelenggara diklat juga perlu memahami dengan baik siapa saja yang menjadi target dan sasaran penyelenggaraan diklat. Kejelasan dari tugas dan tanggungjawab setiap orang dalam unit-unit penyelenggaraan diklat sangat penting untuk memperjelas apa yang menjadi

(36)

tugas dan tanggungjawab masing-masing agar tidak menjadi terbengkalai. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan dimulai dari proses perekrutan calon peserta diklat, proses seleksi calon peserta, proses pendidikan dan pelatihan (pembelajaran), sampai kepada selesainya diklat.

Sehubungan dengan penyelenggaraan diklat, pimpinan Centro de Formação da Polícia menjelaskan bahwa;

“Penyelenggaaraan pendidikan dasar dan pelatihan CFP pada bulan Oktober 2011, memakai kurikulum dengan lama diklat sembilan bulan, dan dibagi dalam tiga blok, yaitu; pertama, setelah para siswa diterima, mereka akan mengikuti pelatihan dasar selama tiga bulan. Dalam pelatihan dasar ini lebih menekankan pada pelatihan fisik dan mental untuk merubah dan membentuk mental para siswa sesuai prinsip dasar pelatihan, kedisiplinan dan status personal anggota PNTL yaitu militer. Kedua, pendidikan teori kepolisian selama enam bulan. Blok ini dibagi dalam teori-teori kepolisian, peraturan-peraturan, dan ceramah-ceramah atau kuliah tamu Para sisiwa akan kembali ke CFP di Comoro Dili, untuk melanjukan pendidikan di kelas selama enam bulan, untuk mempelajari konsep-konsep dan teori-teori yang berhubungan dengan tugas kepolisian. Ketiga, pada blok ini dimana para siswa diterjunkan ke lapangan, yaitu dibagi ke distrik-distrik dan unit-unit dalam institusi PNTL. Tahap ini dilakukan dengan tujuan untuk mengenal tugas dan tanggungjawab praktis anggota PNTL untuk dibandingkan dengan konsep-konsep dan teori-teori yang telah mereka diperoleh sebelumnya. Selanjutnya para siswa kembali ke CFP untuk bersama-sama melakukan perbandingan-perbandingan terhadap kenyataan-kenyataan yang dihadapi di lapangan dengan apa yang telah mereka mempelajari sebelumnya. Pada tahap ini juga dilakukan pemantapan-pemantapan serta persiapan-persiapan untuk pelantikan menjadi anggota PNTL. Setelah di lantik, mereka diserahkan kepada departamento dos Recurso Humanos di Quarter Geral PNTL untuk ditempatkan”.

(37)

Berkaitan dengan penempatan instruktur CFP dalam proses pembelajaran, pimpinan CFP menjelaskan bahwa;

“Penempatan instruktur dalam proses pembelajaran berdasarkan hasil pertemuan dewan akademik (Concelho Academia), yaitu siapa mengajar apa dan bekerjasama dengan lembaga-lembaga relevan”.

Namun kepala Seksi Penelitian dan Perencanaan mengatakan bahwa;

“Dalam proses pembelajaran dibentuk tim pengajar. Akan tetapi bentukan tim tersebut bukan berdasarkan topik materi yang diajarkan, melainkan berdasarkan kelas. Seorang perwira menengah, sarjan dan agent sebagai pembantu untuk semua materi. Sebenarnya saya tidak setuju dengan metode ini, sebab sebenarnya ilmu kepolisian/formasaun eskolar harus dibagi dalam tim sesuai dengan kemampuan dan skill yang dimiliki setiap instruktur”.

Akan tetapi ketika dikonfirmasikan kepada seorang mantan Comandante CFP, ia mengatakan bahwa;

“Itu tergantung kepada Comandante CFP, yaitu bahwa personil GNR dapat menyelenggarakan semua fase yang ada, tetapi instruktur PNTL harus menjadi assisten instruktur, supaya mereka mempersiapkan instruktur kita. Artinya bahwa bulan pertama instruktur PNTL hanya sebagai assisten, bulan kedua instruktur PNTL dipercayakan juga untuk bertindak sebagai instruktur, dan bulan ketiga instruktur PNTL yang mengajar, sedangkan mereka hanya memberi arahan. Akan tetapi dalam kenyataan tidak seperti itu, akibatnya mematikan semangat instruktur PNTL, apalagi dengan pemberian perdiam yang jauh berbeda antara instruktur dari luar dan instruktur PNTL. Efektivitas yang diperoleh selama proses diklat menjadi dipertanyakan, sebab membutuhkan waktu dan tenaga penterjemah serta dana khusus untuk membayar sang penterjemah”.

(38)

Berdasarkan informasi dan hasil observasi peneliti di lapangan menunjukan bahwa penyelenggaraan pendidikan dasar dan pelatihan di CFP pada fase pertama, proses pembelajaran diklat didominasi oleh instruktur GNR. Proses pembelajaran tidak berjalan efektif, sebab dalam proses tersebut kurang komunikatif. Hal ini disebabkan oleh penggunaan bahasa selama proses pembelajaran. Selama proses pembelajaran memakai bahasa Portugûes, sementara para siswa tidak dapat memahmi bahasa Portugûes dengan baik, sehingga membutuhkan penterjemah, yang juga belum tentu dapat memahami konteks dan konten, sehingga hasil yang diharapkan untuk diperoleh para siswa tidak maksimal.

Penyelenggraan diklat membutuhkan ketersediaan sumberdaya manusia yang professional, baik sumberdaya manusia internal organisasi penyelenggara diklat maupun sumberdaya manusia eksternal yang dibutuhkan. Penyelenggraan diklat juga membutuhkan sebuah kerjasama dan komunikasi yang baik, mulai dari layanan teknis, koordinasi, pengarahan peserta, instruktur, sampai kepada tenaga-tenaga administratif. Selain itu penyelenggaraan diklat juga membutuhkan adanya prosedur-prosedur administrasi yang menjadi petunjuk pelaksanaan teknis diklat. Penyelenggaraan diklat hendaknya dibagi dalam tim penyelenggara agar dapat mengkordinasikan dan menyelenggarakan diklat dengan baik. Tim penyelenggara diberi kompetensi untuk mengatur dan memfasilitasi seluruh rangkaian kegiatan yang berhubungan dengan penyelenggaraan diklat. Tugas tim tersebut harus direncanakan

(39)

dengan baik dan didelegasikan pengoperasiannya kepada unit-unit kerja atau kelompok-kelompok kerja sesuai tugas profesinya.

Peserta diklat dan organisasi penyelenggara mengharapkan adanya penyelenggaraan diklat yang berkualitas, baik dari segi proses diklat sampai kepada produk/hasil diklat itu sendiri. Peserta diklat setelah mengikuti diklat diharapkan dapat membekali diri dengan informasi-informasi dan teknik-teknik yang memadai, sehingga membantu meningkatkan kemampuan dan ketrampilan serta kompetensinya dalam menyelesaikan tugas dan tanggungjawab organisasi secara professional. Oleh karena itu maka penyelenggaraan diklat perlu dikelola dengan baik agar mampu memberikan sesuatu yang berkualitas, dan akhirnya akan menghasilkan peserta diklat yang berkualitas pula. Untuk mencapai harapan tersebut penyelenggaraan diklat harus memenuhi standart kriteria minimal. Kriteria minimal yang dimaksud yaitu standart yang dibuat oleh International Organization for Standarization (ISO) yaitu menjamin tata kelola secara keseluruhan dengan memperoleh pengakuan identitas di kancah persaingan global.

4.3.7. Evaluasi

Managemen penyelenggaran diklat yang bermutu, menganjurkan agar selalu mengadakan perbaikan dari waktu ke waktu. Perbaikan yang terus-menerus, akan berdampak pada pencapaian hasil diklat yang baik. Kegiatan yang sangat penting dilaksanakan pasca diklat adalah evaluasi, yaitu untuk menilai penyelenggaraan diklat

(40)

dan mengukur keberhadilan diklat. Hal tersebut berfungsi untuk perbaikan penyelenggaraan diklat berikutnya. Pada umunya permasalahan yang sering dikemukakan dalam evaluasi adalah proses seleksi peserta diklat yang belum terkordinir dengan baik dan belum berbasis administrasi penyelenggaraan diklat, materi yang disampaikan dalam diklat, program-program diklat yang belum berbasis analisis stratejik dan kebutuhan-kebutuhan organisasi, instruktur yang kurang berkompeten, kebutuhan diklat belum tersedia sesuai kebutuhan, dan lain-lainnya.

Berdasarkan informasi yang diperoleh peneliti di lapangan ditemukan bahwa setelah selesai menyelenggarakan diklat, CFP belum melakukan evaluasi yang mendalam. Evaluasi hanya dilakukan terhadap para sisiwa untuk mengukur apakah mereka dapat menerima dan memahami materi yang telah disampaikan selama proses pembelajaran. Pimpinan Centro de Formação da Polícia mengatakan bahwa;

“Evaluasi terhadap penyelenggaraan diklat dilakukan untuk mengetahui bagaimana kadet menyerap materi yang diberikan. Evaluasi dilakukan berdasarkan formulir yang telah disiapkan, yaitu mengukur kemampuan kadet. Fungsinya adalah untuk mengupdate personal database PNTL. Evaluasi juga dilakukan oleh kadet terhadap instruktur. Setiap blok akan dilakukan evaluasi. Evaluasi hasil diklat, belum dilakukan, tetapi telah melakukan persiapan-persiapan, bekerja sama dengan departamento dos Recursos Humanos di Quartel Geral da PNTL”.

Lebih lanjut kepala bagian Ke-diklat-an mengatakan bahwa;

“Di akhir proses penyelenggaraan diklat, kami selalu membuat evaluasi, baik terhadap para kadets untuk mengukur kemampuan mereka sampai dimana, maupun evaluasi terhadap para instruktur. Para instruktur diukur keberhasilannya melalui nilai-nilai tes yang diperoleh para peserta diklat. Kalau mayoritas kadets mendapat nilai yang baik itu menunjukan proses pembelajaran

(41)

yang dilakukan oleh instruktur berjalan dengan baik. Kalau sedikit dari kadets mendapatkan nilai yang buruk, itu menunjukan kadets tidak dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik. Kami mengambil kesimpulan dari hasil ters terhadap para kadets. Formulir khusus untuk melakukan evaluasi, pada tahap ini belum dipersiapkan”.

Akan tetapi kepala seksi Penelitian dan Perencanaan menjelaskan bahwa;

“Mereka hanya melakukan test akhir untuk mengukur kemampuan para siswa. Menurut saya evaluasi penting untuk mengukur proses dan hasil yang dicapai. Mengukur kemampuan siswa dan mengukur keberhasilan instruktur dari siswa. Selain itu setiap instruktur juga harus membuat laporan mengenai materi yang diajarkan. Untuk mengetahui kendala dan keberhasilan yang dicapainya serta untuk mengatehui sejauhmana siswa dapat menerima materi yang dipersiapkan dan diajarkan”.

Hal serupa diungkapkan oleh seorang instruktur CFP bahwa;

“Evaluasi dilakukan di akhir setiap fase, akan tetapi hasilnya tidak dipakai bahan untuk pelaksanaan berikutnya. Jadi evaluasinya hanya formalitas”. Seorang staf yang bekerja dibagian administrasi CFP mengatakan bahwa;

“Eavaluasi selama ini tidak dilaksanakan sehingga tidak mengetahui siapa dan materi tidak dapat diketahui dengan baik. Evaluasi dilakukan hanya melalui test akhir”.

Berkaitan dengan hasil atau kualitas kadets yang ditamatkan dari CFP, seorang Comandante distrito (KAPOLRES) mengatakan bahwa;

“Selama bertugas di lapangan, dapat dinilai bahwa polisi yang ditamatkan oleh CFP setelah krisis 2006 (2011), mempunyai disiplin yang baik, namun pengetahuan kepolisian yang mereka miliki masih kurang. Hal ini dapat dilihat dari aktualisasi pekerjaan praktis di lapangan, seperti penangganan lalulintas, menerima laporan, komunikasi melalui radio komunikasi, dan pekerjaan praktis lainnya.Oleh karena itu perlu adanya pendampingan di lapangan oleh para mentor agar dapat membimbing mereka selama masa field training untuk memmahmi pekerjaan-pekerjaan dasar kepolisian”.

(42)

Berdasarkan informasi yang diperoleh di lokasi penelitian, dapat dipahami bahwa setelah menyelenggarakan diklat setelah krisis 2006, CFP belum menyelenggarakan evaluasi yang baik terhadap proses peenyelenggaraan diklat, sebab CFP hanya mengukur keberhasilan dan kegagalan proses penyelenggaraan diklat melalui test akhir bagi para kadets. Evaluasi terhadap penyelenggaraan diklat dan hasil diklat merupakan suatu kegiatan untuk mengumpulkan informasi secara deskriptif dan penilaian-penilaian yang diperlukan dalam membuat keputusan untuk keperluan diklat berikutnya. Informasi-informasi deskriptif yang dimaksud adalah untuk memberikan gambaran tentang apa yang sedang terjadi, sedangkan penilaian-penilaian dilakukan untuk mengumpulkan pendapat-pendapat tentang apa yang telah terjadi. Jadi manfaat evaluasi diklat adalah untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang penyelenggaraan program-program diklat dan kendala-kendala yang dihadapi, evaluasi program diklat, serta kegiatan-kegiatan pasca diklat, sebagai bahan masukan dalam kegiatan penilaian/ evaluasi diklat serta sebagai bahan koreksi untuk kegiatan selanjutnya, dan mengetahui manfaat diklat dalam pengembangan sumberdaya manusia. Hal ini menunjukan betapa pentingnya melakukan evaluasi di akhir penyelenggaraan diklat dan setelah para peserta diklat terjun ke lapangan. Namun dalam praktek banyak organisasi tidak melakukan evaluasi atau penilaian terhadap program-program penyelenggaraan diklat dan hasil diklat. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya stratejik evaluasi yang dirumuskan dengan baik, atau evaluasi dianggap sebagai kegiatan yang kompleks dan kurang penting.

(43)

Pada umumnya evaluasi dilakukan dengan menyediakan lembaran kuesioner yang memuat tentang tanggapan terhadap instruktur, materi diklat, akomodasi, dan lain-lain. Dan seharusnya evaluasi dilakukan dalam berbagai tingkat, yaitu pada tingkat reaktif, yaitu untuk mengukur dan menilai reaksi dari peserta diklat, tingkat pembelajaran, untuk mengukur seberapa jauh perubahan yang dialami oleh peserta diklat setelah selesai diklat, tingkat perilaku, yaitu pengaruh diklat terhadap pelaksanaan tugas di lapangan, dan tingkat hasil yaitu untuk mengukur seberapa jauh kinerja kerja yang dicapai dengan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki setelah mengikuti diklat.

Evaluasi penyelenggaraan diklat di centro de Formação da Polícia perlu dilaksanakan dengan memperhatikan aspek penyelenggaraan diklat yaitu kinerja penyelenggaraan secara umum meliputi kesesuaian diklat, ketersediaan sarana-prasarana di kelas maupun di luar kelas, manajemen pelayanan, manajemen administrasi, ketersediaan waktu, tenaga dan biaya, serta ketuntasan dalam melaksanakan program-program yang telah direncanakan. Selain aspek kinerja penyelenggaraan, evaluasi juga dilakukan untuk menilai instruktur yang merupakan fasilitator dalam mendukung tercapainya tujuan diklat. Peninilaian ini dilakukan oleh kadets dengan mempersiapkan formulir khusus bagi peserta diklat. Selain itu penilaian juga dilakukan oleh organisasi penyelenggara untuk menilai persiapan sebelum menjagar, ketepatan waktu, kerjasama dengan sesama pengajar dan pimpinan CFP, dan keinginan-keinginan dalam pengembangan diklat.

(44)

Sedangkan evaluasi terhadap hasil diklat dilakukan setelah para kadets ditempatkan di lapangan dan telah melakukan tugas-tugas kepolisian selama kurang lebih enam bulan. Penilaian ini dilakukan berkenaan dengan penerapan materi-materi yang telah diperoleh selama mengikuti diklat di CFP, serta keseriusan dan kerjasama dengan personil PNTL yang lain. Diharapkan bahwa dari evaluasi-evaluasi yang dilakukan dapat dimanfaatkan sebagai umpan balik dalam menyususun program-program diklat berikutnya.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas dapat dijelaskan bahwa proses penyelenggaraan diklat di Centro de Formação da Polícia memerlukan suatu perencanaan yang sistematis dan terintegrasi, untuk menentukan arah atau sasaran serta tujuan diklat. Sehingga rencana tersebut dipakai sebagai acuan dalam merancang isi dari program-program diklat yang akan dilaksanakan sesuai tuntutan lingkungan pelayanan Polícia Nacional de Timor Leste. Tujuan diklat yang jelas akan mempermudah dalam menentukan kebutuhan-kebutuhan diklat, termasuk menentukan siapa peserta diklat, siapa instruktur dalam diklat, materi-materi diklat, tempat pelaksanaan diklat, waktu diklat, biaya-biaya yang dibutuhkan selama proses diklat, metode diklat, serta evaluasi diklat.

Dalam proses penyelenggaraan diklat harus melibatkan unit-unit kerja yang berkompetensi sesuai dengan struktur organisasi yang telah ditetapkan. Seluruh unit-unit kerja di CFP harus selalu berkordinasi untuk menentukan langkah-langkah penyelenggaraan diklat di CFP. Unit-unit kerja tersebut berkewajiban melakukan

(45)

pemetaan terhadap kebutuhan-kebutuhan diklat, dengan mengidentifikasi atau membandingkan kompetensi yang dibutuhkan dengan kompetensi yang telah dimiliki oleh unit kerjanya, sehingga mereka dapat membantu para pimpinan organisasi untuk merumuskan kebijakan-kebijakan yang dapat menjawab permasalahan ril di CFP. Demikian juga sebaliknya para pimpinan CFP harus memberikan kompetensi dan kepercayaan, serta arahan-arahan kepada setiap unit kerja agar mereka mampu melakukan tugas-tugas dan tanggungjawab, dan dapat mempertanggungjawabkannya kepada pimpinan CFP.

Menurut observasi penulis di lapangan, secara umum penyelenggaraan diklat di CFP berjalan dengan baik, namun pada fase diklat pertama para instruktur dan staf CFP tidak berpartisipasi secara maksimal. Akan tetapi pada fase diklat kedua, penyelenggaraan diklat telah melibatkan instruktur-instruktur CFP dalam proses pelatihan dan pembelajaran, namun penentuan dan penempatan para instruktur dalam tim pengajar belum ditetapkan sesuai kemampuan dan skil masing-masing.

Materi yang telah dipersiapkan untuk mendidik dan melatih para kadets, juga masih memakai materi yang dipersiapkan oleh personil GNR Portugal sebelumnya, dimana materi-materi tersebut dikembangkan dari kurikulum re-training terhadap anggota PNTL setelah krisis 2006. Materi-materi tersebut dipandang belum cocok untuk diberikan kepada kadets, sebab mereka belum memiliki dasar-dasar ilmu kepolisian. Oleh karena itu perlu dilakukan revisi-revisi terhadap materi-materi yang telah dipersiapkan agar sejalan dengan kemampuan yang dimiliki oleh kadets.

(46)

Hal lain yang perlu diperhatikan dalam proses penyelenggaraan diklat adalah kerjasama yang komunikatif antara para pimpinan CFP dengan staf dan instruktur CFP agar dapat menyamakan persepsi dalam penyelenggaraan diklat dalam rangka pencapaian tujuan diklat, yaitu mencetak personil-personil muda PNTL yang mampu melaksanakan tugas pelayanan PNTL sebagaimana telah diamanatkan dalam pasal 147 konstitusi RDTL.

Gambar

Tabel 4.1. Pergantian Pimpinan East Timor Police Training Centre - CFP
Gambar 4.1. Struktur Organisasi CFP
Tabel 4. 2 Daftar jabatan CFP
Tabel 4.3. Personil PNTL di CFP  No.  Tingkat  Pendidikan  Jenis Kelamin  Jumlah  Persentasi (%)  Laki-Laki  Perempuan  1  SMP  3  1  4  5  2  SMU  47  5  52  65  3  S1  19  3  22  27.4  4  S2  2  -  2  2.5  Total  80  100  Sumber Data : HRD CFP 2013
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian, indikator diferensiasi produk Durex berdasarkan bentuk berada pada tingkat baik, yang artinya bentuk dari kondom merek Durex sudah memenuhi kualitas

2.3.3 Pelayanan Sebagai Pengawasan, Pengendalian, Monitoring, Evaluasi Dan Pelaporan Penyelenggaraan di Bidang Perhubungan, Komunikasi Dan Informatika Pelayanan sebagai

Fase ini bertujuan mempertimbangkan kualitas solusi yang dikembangkan dan membuat keputusan lebih lanjut. Berdasar hasil pertimbangan dan evaluasi ini merupakan proses dari

Pelatihan untuk tenaga kerja baru juga dilakukan untuk mendukung kemampuan semua staff Chocobean Cabang Kudus dalam melakukan pengawasan kualitas, salah satu

Pada saat akhir pengawasan maka dibuatlah laporan dan akan dilakukan rapat kepengurusan inti masjid untuk melakukan evaluasi kerja yang dilakukan dalam 1 minggu

Hafidzin juga menjelaskan bahwa pada saat rapat, kepala sekolah meminta anggota rapat menyampaikan harapan apa saja yang ingin diwujudkan dalam peningkatan mutu

Semua fungsi terdahulu tidak akan efektif tanpa adanya fungsi pengawasan, atau sekarang banyak digunakan istilah pengendalian. Pengawasan dapat dianggap sebagai

Strategi penurunan HAIs sesuai kesepakatan adalah dengan diklat pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI), pengadaan fasilitas hand hygiene seperti