• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dr. Pauzi, S.Ag., M.Si. Juni Aziwantoro SE., MM.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Dr. Pauzi, S.Ag., M.Si. Juni Aziwantoro SE., MM."

Copied!
276
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL (GURINDAM

DUA BELAS), PADA KESEJAHTERAAN

MASYARAKAT SERTA KEPERCAYAAN

MASYARAKAT TERHADAP HUKUM DALAM

CEGAH TANGKAL RADIKALISME DI

TANJUNGPINANG KEPULAUAN RIAU

Dr. Pauzi, S.Ag., M.Si. Juni Aziwantoro SE., MM.

(3)

ii

TANJUNGPINANG KEPULAUAN RIAU

All rights reserved @ 2019, Indonesia: Bintan

Dr. Pauzi, S.Ag., M.Si. Juni Aziwantoro, SE., MM.

ISBN: 978-623-90-371-6-1 Editor:

Saepuddin, M,Ag Doni Septian, S.Sos.,M.IP

Penyunting:

P3M STAIN KEPRI

Lay Out dan Design Cover:

Eko Riady, S.H

Diterbitkan oleh STAIN SULTAN ABDURRAHAMAN PRESS

Jalan Lintas Barat Km.19 Ceruk Ijuk, Bintan, Kabupaten Bintan Cetakan Pertama, Maret 2019

Dr. Pauzi, S.Ag., M.Si. Juni Aziwantoro, SE., MM.

VI + 268 page 15,5 x 23,5 cm

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta Lingkup Hak Cipta Pasal 2: 1. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan

atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa pengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-ungangan yang berlalu.

Ketentuan Pidana Pasal 72

1. Barangsiapa dengan sengaja ataau tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam

pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan (2), dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(4)

Sambutan Ketua STAIN

Sultan Abdurrahman Kepulauan Riau

Syukur Alhamdulillah kita panjatkan kepada Allah Swt. atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga “STAIN Sultan Abdur-rahman Kepulauan Riau Press” mampu menambah koleksi produk pengetahuan yang lebih aplikatif, yakni Buku ( dum-my) hasil penelitian Dosen-Dosen STAIN Sultan Abdurrah-man Kepulauan Riau. Buku yang dihasilkan dari serang-kaian kajian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah keilmuan dalam penguatan visi dan misi STAIN Sultan Abdur-rahman Kepulauan Riau melalui penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Semoga pencapaian ini menjadi langkah yang baik menuju kampus STAIN Sultan Abdurrahman Kepulauan Riau yang unggul dalam mensinergikan ke-islaman, keilmuan dan khazanah kemelayuan.

Buku ini merupakan perwujudan dari hasil kajian penelitian Litapdimas Dosen STAIN Sultan Abdurrahman Kepulauan Riau di lapangan. Dengan demikian, kehadiran buku ini se-yogyanya diapresiasi agar dapat mendorong insan-insan Kampus untuk terus mengembangkan kualitas dan kuantitas penelitiannya yang berkonstribusi pada peningkatan kecer-dasan dan kesejahteraan masyarakat.

Ucapan terima kasih sebesar-besarnya disampaikan kepada Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (P3M) STAIN Sultan Abdurrahman Kepulauan Riau yang telah memberi dukungan dan kerjasamanya atas lahirnya buku ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang membantu atas kelan-caran penelitian dan penerbitan buku ini. Semoga buku ini memberikan manfaat bagi para pem-baca dan bernilai ibadah di sisi Allah SWT Aamin.

Bintan, Juni 2019 Ketua,

(5)

iv

Segala Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan judul “Nilai-Nilai Kearifan Lokal (Gurindam Dua Belas), pada kese-jahteraan masyarakat Serta Kepercayaan Masyarakat Terha-dap Hukum Dalam Cegah Tangkal Radikalisme Di Tanjung pinang Kepulauan Riau” bersalawat kepada baginda Rasulu-allah SAW. Yang telah mewariskan keilmuanya kepada kita semua amin ya Rabbal Alamin.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kelemahan serta keterbatasan yang ada dalam penelitian ini, tentunya itu semua akan menjadi semangat yang teramat besar bagi tim peneliti untuk lebih mendalami dalam penelitian berikutnya. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada tokoh yang ahli dalam mendukung penelitin ini yaitu: Tokoh Agama, Tokoh Budaya, Tokoh Akademik dan Tokoh Hukum yang telah banya membantu peneliti dalam menyelesaikan penelitian ini.

Di samping itu juga tim peneliti sangat banyak meng-ucap-kan terima kasih kepada Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Sultan Abdurrahman Kepulaun Riau yang telah memberi laluan dalam penelitian ini sehingga Anggaran yang di butuhkan dapat di wujudkan. Serta terimaksih yang tak terhingga kepada Kepala LP3M STAIN SAR Kepulauan

(6)

Riau beserta seluruh jajaran yang senantiasa membantu melancarkan secara administrasi dalam penelitian ini.

Semoga hasil dari penilitan ini dapat bermanfaat bagi lembaga, tim peneliti, mahasiswa serta seluruh masyarakat Kepulan Riau dan tentunya dapat di jadikan rujukan dalam kajian berikutnya.

Bintan, Maret 2019

(7)

vi

Daftar Isi v I. Pendahuluan 1 A. Latar Belakang 1 B. Tujuan Penelitian 5 C. Rumusan Masalah 6 D. Kajian Terdahulu 6 E. Kerangka Konsep 8 F. Variabel Penelitian 9

II. Tinjauan Teori 10

A. Kearifan Lokal 10

B. Wacana Pengembangan Masyarakat Berbasis Kearifan Lokal 14

C. Biografi Raja Ali Haji 34

D. Isi Gurindam Dua Belas 38

E. Pengertian Kesejahteraan 44

F. Pengelolaan Tingkat Kesejahteraan 50

G. Kesadaran Hukum 56

III. Metode Penelitian 65

A. Jenis Penelitian 65

B. Responden 65

C. Teknik Pengumpulan Data 67

IV. Pembahasan 71

A. Nilai-Nilai Kearifan Lokal Dalam Dalam Cegah Tangkal Paham Radikalisme 71

B. Nilai-Nilai Gurindam Dua Belas Dalam Kesejahteraan Masyarakat Terhadap Cegah Tangkal Radilkalisme 79

V. Kesimpulan dan Saran 250

A. Kesimpulan 250

B. Rekomendasi 258

Daftar Pustaka 260

Daftar Indeks 264

(8)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang.

Negara Kesatuan Republik Indonesia. Wilayah negara yang membentang luas dari Sabang sampai Merauke selain memiliki sumber daya alam (natural

recsources) juga mempunyai sumber daya budaya (cul-tural resources) yang beraneka ragam coraknya (I

Nyo-man Nurjaya, 2007).

Keragaman etnik yang ada di Indonesia sudah tentu mengandung dimensi multibudaya (multikultu-ral). Masyarakat multikultural adalah masyarakat yang memiliki kelompok-kelompok etnik yang berbeda dalam kebudayaan, bahasa, nilai, adat istiadat dan tata kelakuan yang diakui sebagai jalan positif untuk men-ciptakan toleransi dalam sebuah komunitas (Alo Lili-weri, 2009).

Indonesia memiliki warisan budaya yang sangat melimpah yang tertuang dalam berbagai bentuk baik berupa artefak (tangible) maupun tradisi (intangible) yang terungkap dalam masyarakat adat. Pengidentifi-kasian kearifan lokal masyarakat perlu dilakukan karena belum ada penelitian tentang hal ini terutama

(9)

2

di daerah-daerah yang memiliki rentanitas kerusakan lingkungan yang besar dan rentang kendali yang ru-mit oleh karakteristik wilayah yang berpulau-pulau. Pendesainan pengelolaan sumberdaya laut pada tata-ran masyarakat desa sangat membutuhkan penyera-pan nilai-nilai budaya yang sudah mengakar dalam kehidupan mereka. Nilai-nilai budaya tersebut teruta-ma yang berkaitan dengan kearifan teruta-masyarakat dalam berinteraksi dengan lingkungan ekologisnya, baik ya-ng pernah mereka jalankan, yaya-ng sedaya-ng dijalankan, atau me-nyerap kearifan lokal masyarakat lain yang cocok dengan karakteristik masyarakat setempat, yang pada dasarkan melahirkan pemikiran radikal di kare-nakan memiliki idealisme yang tinggi.

Namun secara garis besar gerakan radikalis-me disebabkan oleh faktor ideologi dan faktor non-ideo-logi seperti ekonomi, dendam, sakit hati, ketidakper-cayaan dan lain sebagainya. Faktor ideologi sangat sulit diberantas dalam jangka pendek dan memer-lukan perencanaan yang matang karena berkaitan dengah keyakinan yang sudah dipegangi dan emosi keagamaan yang kuat. Faktor ini hanya bisa di ber-antas permanen melalui pintu masuk pendidikan

(10)

(soft treatment) dengan cara melakukan deradikalisa-si secara evolutif yang melibatkan semua elemen.

Pendekatan keamanaan (security treatment) ha-nya bisa dilakukan sementara untuk mencegah da-mpak serius yang ditimbulkan sesaat. Sementara faktor kedua lebih mudah untuk diatasi, suatu con-toh radikalisme yang disebabkan oleh faktor kemis-kinan cara mengatasinya adalah dengan membuat mereka hidup lebih layak dan sejahtera. Pius A. Par-tanto (2011).

Di samping itu berpikir radikalismeini tidak ter-lepas dari pengaruh kesejahteraan hidupan masyarakat. Kesejahteraan itu meliputi keamanan, keselamatan dan kemakmuran. Di dalam Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 1974 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial, misalnya, merumuskan kesejah-teraan sosial sebagai:

“Suatu kehidupan dan penghidupan sosial, mate-rial maupun spiritual yang diliputi oleh rasa kesela-matan, kesusilaan, dan kententraman lahir dan batin, yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaik-baiknya

(11)

4

bagi diri, keluarga, serta masyarakat dengan menjun-jung tinggi hak-hak atau kewajiban manusia dengan Pancasila.”

Dalam Edi Suharto (2005:3), istilah kesejahtera-an sosial sering diartikan sebagai kondisi sejahtera (kon-sepsi pertama), yaitu suatu keadaan terpenuhinya segala bentuk kebutuhan hidup, khususnya yang ber-sifat mendasar seperti makanan, pakaian, perumahan, pendidikan, dan perawatan kesehatan. Pengertian seperti ini menempatkan kesejahteraan sebagai tujuan dari suatu kegiatan pembangunan. misalnya, tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan taraf ke-sejahteraan masyarakat.

Pemaknaan kesejahteraan sebagai arena menem-patkan kesejahteraan sebagai arena atau wahana atau alat untuk mencapai tujuan pembangunan. Akan tetapi Paham radikalisme ini jika di pandang dalam proses hu-kum, akan menimbulkan pandangan yang berbeda dari masyarakat terutama dari sisi kepercayaan masyarakat ter-hadap hukum. Penegakan hukum di suatu negara me-nurut (Satjipto Rahardjo, 1993) idealnya dilihat sebagai suatu proses yang interaktif, apa yang dipertontonkan kepada masyarakat sebagai hasil penegakan hukum

(12)

itu tidak dapat diterima sebagai hasil karya penegak hukum sendiri, melainkan suatu hasil bekerjanya pro-ses saling mempengaruhi di antara berbagai kompo-nen yang terlibat di dalam proses itu.

Selanjutnya dikemukakan pula oleh Satjipto Ra-hardjo bahwa proses interaktif tiap-tiap komponen yang terlihat di dalam proses penegakan hukum, da-pat berlangsung dengan baik, jika kesiapan dan tiap-tiap komponen tersebut cukup memadai, jika tidak demikian maka peranan hukum baik di dalam mem-pertahankan kestabilan maupun di dalam menunjang atau mengarahkan pembangunan tidak akan efektif.

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis akan meneliti dengan judul "Nilai-Nilai Kearifan Lokal (Gurindam Dua Belas), pada kesejahteraan masyarakat Serta Kepercayaan Masyarakat Terhadap Hukum Da-lam Cegah Tangkal Radikalisme Di Tanjungpinang Kepulauan Riau.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari Penelitian ini adalah

1. Untuk mengetahui Nilai-Nilai Kearifan Lokal gu-rindan Dua Belas Dalam Cegah Tangkal Radi-kalisme Di Tanjungpinang Kepulauan Riau.

(13)

6

2. Untuk mengetahui gurindam Dua Belas terhadap nilai Kesejahteraan Masyarakat dalam Cegah Ta-ngkal Radikalisme Di Tanjungpinang Kepulauan Riau

3. Untuk mengetahui kepercayaan Masyarakat Ter hadap Hukum di dalam nilai gurindam Dua Belas dalam Cegah Tangkal Paham Radikalisme Di Tan-jungpinang Kepulauan Riau

C. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah adalah

1. Bagaimana Nilai-Nilai Kearifan Lokal Gurindam Dua Belas Dalam Cegah Tangkal Paham Radi-kalisme Di Tanjungpinang Kepulauan Riau.

2. Apakah gurindam Gurindam Dua terdapat nilai Kesejahteraan Masyarakat dalam Cegah Tangkal Radikalisme Di Tanjungpinang Kepulauan Riau 3. Bagaimanakah kepercayaan Masyarakat

Terha-dap Hukum di dalam nilai Gurindam Dua dalam Cegah Tangkal Paham Radikalisme Di Tanjung-pinang Kepulauan Riau.

D. Kajian Terdahulu

Dalam kajian ini harus penulis akui bahawa kajian gurindam dua belas ini bukanlah peneliti

(14)

per-tama ada kajian yang berjudul Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam Kebudayaan Melayu Yang Tersirat Dalam Gurindam Dua belas Karya Raja Ali Haji, yang mambahas tentang nilai karakter yang tersirat dalam gurindam dua belas, di mana pada penelitian tersebut mengatakan Nilai-nilai Pendidikan karakter yang ter-sirat dalam Gurindam Dua belas karya raja Ali Haji berisikan tentang nilai-nilai karakter dalam kebudaya-an melayu.

Nilai-nilai karakter dalam kebudayaan melayu memiliki landasan karakter yang memadukan antara nilai-nilai ajaran islam dengan kebudayaan melayu. Nilai-nilai karakter yang terdapat dalam Gurindam Dua belas antara lain adalah: Iman dan taqwa, Tidak berdusta, larangan mengumpat dan mencacat, ringan tangan, menjaga hati, suka memberi, tawadhlu, sikap berhemat, sabar, lemah lembut, tanggung jawab, ama-nah/dapat dipercaya, ikhlas dan rela berkorban, pa-tuh bapak dan ibu, dan cinta tanah air. dan penelitian ini menjadi baham bacaan penulis untuk menambah wawasan dan cakrawala penulis Nilai-nilai karakter dalam Kebudayaan Melayu yang tersirat dalam Gurin-dam Dua belas karya Raja Ali Haji dapat

(15)

diimpli-8

kasikan terhadap salah satu komponen pendidikan Agama Islam yaitu peserta didik. Nilai-nilai tersebut dapat digunakan peserta didik dalam berperilaku/ beretika. Yakni etika/dalam hubunganya terhadap Allah SWT.

Namun dalam kejian penulis mencoba untuk men-dalami pasal-pasal dalam gurindam dua belas karya Ali haji yang bersentuhan dengan analisa nila cegah teng-kal terhadap Paham raditeng-kalisme dan terorisme serta kepercayaan masyarakat terhadap hukum di Kota Tanjungpinang. Provinsi Kepulauan Riau.

E. Kerangka Konsep KEARIFAN LOKAL GURINDAN DUA BELAS INDIKATOR HAL YANG PERLU DIPERHATI KAN DALAM PENELITIA N KESEJAHTERAAN PENELITIAN KEPERCAYAAN MASYARAKAT TERHADAP HUKUM CEGAH TANGKAL RADIKALISME

(16)

F. Variable Penelitian

Pada penelitian ini terdapat dua variabel utama yang akan diuji secara empiris yaitu Kearifan lokal Gurindan dua belas, daya tangkal dan radikalisme. Daya tangkal terdiri dari dua variabel bebas yaitu; ke-sejahteraan, kesadaran hukum, Radikalisme merupa-kan dependent atau variabel terikat terhadap pemaham radikal.

(17)

10

BAB II TINJAUAN TEORI A. Kearifan Lokal

Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan bu-daya masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan lokal merupakan produk bu-daya masa lalu yang sepatutnya secara terus-mene-rus haterus-mene-rus tetap dijadikan pegangan hidup. Meskipun bernilai lokal tetapi nilai yang terkandung di dalamnya dianggap sangat universal atau berhubungan dengan khalayak umum.

Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan bu-daya masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan lokal merupakan produk bu-daya masa lalu yang sepatutnya secara terus-mene-rus haterus-mene-rus tetap dijadikan pegangan hidup. Meskipun bernilai lokal tetapi nilai yang terkandung di dalamnya dianggap sangat universal atau berhubungan dengan khalayak umum. Sementara Haba (2007:11) menjelas-kan kearifan lokal mengacu pada berbagai kekayaan budaya yang tumbuh dan berkembang dalam sebuah masyarakat yang dikenal, dipercaya dan diakui seba-gai elemen-elemen penting yang mampu

(18)

memperte-bal kohesi masyarakat. Lebih lanjut (Haba 2007:4) menjelaskan bahwa ada beberapa fungsi dari kearifan lokal yakni:

1 . Sebagai penanda sebuah komunitas;

2. Elemen perekat (aspek kohesif) lintas warga, lintas agama, dan kepercayaan;

3. Kearifan lokal tidak bersifat memaksa atau da-ri atas (top done), tetapi sebuah unsur kultural yang ada dalam masyarakat, karena itu daya ikatnya lebih mengena dan bertahan;

4. Kearifan lokal memberikan warna kebersama-an bagi sebuah komunitas;

5 . Lokal wisdom akan mengubah pola pikir dan hu-bungan timbal balik individu dan kelompok dengan meletakkannya di atas common ground atau kebudayaan yang dimiliki, dan

6. Kearifan lokal dapat berfungsi mendorong terbangunnya kebersamaan apresiasi sekaligus sebagai sebuah mekanisme bersama untuk menepis berbagai kemungkinan yang mere-dusir bahkan merusak, solidaritas komunal yang dipercaya dan tumbuh di atas kesada-ran bersama, dari sebuah kominitas terintegrasi.

(19)

12

Sementara Rahyono (dalam Sinar, 2011:4) menga-takan bahwa kearifan lokal merupakan kecerdasan manusia yang dimiliki sekelompok (etnis) manusia yang diperoleh melalui pengalaman hidupnya secara terwujud dalam ciri-ciri budaya yang dimilikinya, de-ngan kata lain seorang anggota masyarakat budaya memililiki kecerdasan karena proses pembelajaran dari rumah yang dilakukan dalam kehidupannya. Selanjutnya Rahyono (dalam Sinar, 2011:4) mengemu-kakan jika lokal genius hilang atau musnah, kepri--badian bangsa memudar, karena hal-hal berikut:

1. Kearifan lokal merupakan pembentuk iden-titas yang inheran sejak lahir.

2. Kearifan lokal bukan sebuah keasingan bagi pemiliknya.

3. Keterlibatan emosional masyarakat dalam pe-nghayatan kearifan lokal kuat.

4. Pembelajaran kearifan lokal tidak memerlukan pemaksaan.

5. Kearifan lokal mampu menumbuhkan harga diri dan percayadiri.

6. Kearifan lokal mampu meningkatkan marta-bat bangsa dan Negara.

(20)

Sementara Sibarani (2012:5) mengatakan bahwa ada nilai-nilai yang terkandung dalam kearifan lokal tersebut, antara lain:

1. Kerja keras (seperti: etos kerja, keuletan, ino-vasi, visi dan misi kerja, dan disiplin kerja) 2. Gotong royong (melakukan dan

menyelesai-kan pekerjaan secara bersama)

3. Kerukanan (sikap toleransi antar umat beraga-ma, etnik, budaya)

4. Penyelesaian konflik (sikap dalam menyelesai-kan masalah sesuai dengan hukum adat). 5. Kesehatan (Menjaga hidup baik secara pribadi

maupun masyarakat)

6. Pendidikan (peningkatan pengetahuan tentang suatu hal)

7. Menjaga lingkungan (penjagaan lingkungan untuk tetap menjaga rantai kehidupan)

8. Pelestarian dan inovasi budaya (pemeliharaan dan pengembangan warisan budaya)

9. Penguatan identitas (tetap menjaga keaslian bu-daya)

10. Peningkatan kesejahteraan (menambah penda-patan masyarakat) Hukum (norma-norma dan

(21)

14

aturan-aturan adat yang telah ditetapkan dan harus dipatuhi)

11. Menurut Sayuti (2005:12) usaha untuk me-nemukan identitas bangsa yang baru atas dasar kearifan lokal merupakan hal yang penting demi penyatuan budaya bangsa di atas dasar identitas daerah-daerah nusan-tara. Dari pernyataan di atas maka jelas bahwa kearifan lokal yang terdapat pada bu-daya daerah sudah sejak lama hidup dan berkembang. Maka dari itu perlu diadakan pemeliharaan dan pelestarian budaya dae-rah tersebut demi membangun kerinduan pada kehidupan masyarakat terdahulu, di-mana hal itu merupakan tolak ukur kehi-dupan masa sekarang

B. Wacana Pengembangan Masyarakat Berbasis Ke-arifan Lokal

Secara konsepsional, pengembangan masyarakat menunjuk pada perubahan yang terjadi masyarakat ke arah kondisi masyarakat yang lebih baik. Pengemba-ngan masyarakat adalah “the process of assisting ordinary

(22)

collective actions”(Twelvetrees, 2002; dikutip oleh

Suhar-to, 2006:38). Dalam pengembangan masyarakat, proses yang dilakukan masyarakat secara aktif dan berkelan-jutan terjadi berdasarkan pada keadilan sosial dan saling menghargai, bukan sekedar melakukan upaya perubahan dalam masyarakat dengan melibatkan ma-syarakat.

Seperti menurut Standing Conference for Community

Development (2001; dikutip oleh Banks, 2004:12):

Penge-mbangan masyarakat adalah mengenai upaya mem-bangun masyarakat secara aktif dan berkelanjutan berlandaskan keadilan sosial dan saling menghargai.

Pengembangan masyarakat juga adalah mengenai perubahan struktur kekuasaan untuk menghilangkan hambatan yang menghalangi orang-orang berpartisi-pasi dalam mengatasi berbagai kondisi yang mempe-ngaruhi kehidupan mereka.

Walaupun dengan segala keterbatasan yang me-reka miliki, masyarakat pada dasarnya memiliki ke-mampuan untuk mengatasi masalah baik secara indi-vidual maupun kolektif sehingga mereka mampu men-jaga eksistensi mereka sebagai sebuah kolektif. Namun kemampuan tersebut tidak merata pada seluruh

(23)

kom-16

ponen masyarakat. Kesempatan yang tidak sama dalam proses pengembangan diri menghasilkan keragaman kualitas dan kapasitas warga masyarakat. Namun un-tuk mencapai tujuan pengembangan masyarakat, ma-syarakat harus dilihat sebagai suatu lokalitas dan sebagai satu kesatuan sosial yang memiliki kapasitas kolektif dengan segala unsur yang ada di dalamnya.

Berkaitan dengan pengembangan masyarakat ber-basis kearifan lokal, Ife (2013:112-114) menjelaskan masyarakat yang menjadi subyek dalam pengemba-ngan masyarakat tanpa membuat definisi formal kare-na definisi formal tidak dapat memberikan batasan yang jelas tentang masyarakat, namun dengan mem-pertimbangkan beberapa karakteristik masyarakat. Karakteristik yang digunakan untuk menjelaskan ma-syarakat dinyatakan oleh Ife sebagai karakteristik yang menunjukkan bahwa masyarakat dapat dipahami se-bagai suatu bentuk organisasi sosial, yaitu:

1. Skala manusia (human scale). Masyarakat men-cakup interaksi pada suatu skala yang mudah dikendalikan dan digunakan oleh individu. Orang akan mudah untuk saling mengenal dan interaksinya mudah diakses oleh semua.

(24)

2. Identitas dan kepemilikan (identity and

belo-nging). Masyarakat memberikan rasa memiliki,

diterima dan dihargai dalam lingkup kelompok tersebut, serta memberikan identitas kepada seseorang yang menjadi anggotanya.

3. Kewajiban-kewajiban (obligations). Masyarakat membutuhkan pemeliharaan untuk tetap hidup dan memberikan tanggung jawab pemeliharaan itu kepada sebagian besar anggotanya sehingga partisipasi aktif menjadi penting untuk dilaku-kan anggotanya.

4. Paguyuban (Gemeinshaft). Ciri ini menunjukkan masyarakat memungkinkan orang-orang berin-teraksi dengan sesamanya dalam keragaman peran yang lebih besar, yang kurang dibeda-bedakan dan sedikit kontraktual, serta akan mendorong interaksi dengan warga yang lain dan menjadikan masyarakat sebagai keseluru-han.

5. Kebudayaan (culture). Masyarakat memberikan kesempatan untuk menangkal “budaya massa”. Masyarakat memungkinkan pemberian nilai kepada suatu budaya lokal yang akan

(25)

mempu-18

nyai ciri-ciri unik sehingga masyarakat menjadi produsen dari budaya tersebut ketimbang kon-sumen yang pasif.

Penggunaan istilah pengembangan masyarakat pada tataran praktis juga menunjukkan adanya kekhu-susan dari upaya-upaya penanganan masalah dalam masyarakat. Secara khusus, menurut Suharto (2006:38), pengembangan masyarakat berkenaan dengan upaya pemenuhan kebutuhan orang-orang yang tidak berun-tung atau tertindas, baik yang disebabkan oleh kemis-kinan maupun oleh diskriminasi karena berbagai ala-san seperti kelas sosial, suku/ras, gender, usia, ataupun kecacatan, padahal learifan lokal yang berkembang memberikan peluang dan hak yang sama dalam rangka mencapai kesejahteraan masyarakat.

Upaya bersama dilakukan oleh masyarakat secara kolektif maupun bersama pemerintah biasanya akan dirumuskan dalam bentuk program. Oleh karena itu, menurut Payne (1995:165), pengembangan masyarakat seringkali diimplementasikan dalam bentuk (a) proyek-proyek pembangunan kesejahteraan sosial yang me-mungkinkan anggota masyarakat memperoleh duku-ngan dalam memenuhi kebutuhannya atau melalui (b)

(26)

kampanye dan aksi sosial yang memungkinkan kebu-tuhan-kebutuhan tersebut dapat dipenuhi oleh pihak-pihak lain yang bertanggung jawab.

Pengembangan masyarakat berbasis kearifan lokal sebagai cara yang dianggap tepat dalam mengatasi berbagai permasalahan secara partisipatif dan diguna-kan dalam melakudiguna-kan berbagai upaya pembangunan diberbagai negara oleh berbagai kalangan. Bahkan Per-serikatan Bangsa Bangsa pun banyak menginisisasi penyelenggaraan pembangunan di negara-negara ber-kembang melalui lembaga internasional yang dibentuk-nya seperti UNDP (United Nations Development

Pragram-me).

Tropman (1996) menyatakan bahwa pengemba-ngan masyarakat dipandang oleh PBB sebagai cara yang tepat mengingat pengembangan masyarakat me-rupakan proses yang dirancang untuk menciptakan kemajuan kondisi ekonomi dan sosial bagi seluruh warga masyarakat dengan partisipasi aktif dan sejauh mungkin menumbuhkan prakarsa masyarakat itu sen-diri. Nampak bahwa PBB menekankan pentingnya partisipasi aktif dalam masyarakat dan tumbuhnya prakarsa masyarakat untuk menjalankan kegiatan yang

(27)

20

ditujukan untuk kepentingan mereka sendiri karena dalam partisipasi terjadi proses belajar yang akan me-ningkatkan kapabilitas masyarakat. Keberdayaan yang dicapai melalui pengembangan masyarakat terjadi ka-rena adanya proses belajar dalam pengembangan masyarakat.

Sanders (dalam Cary, 1970:20) menggunakan isti-lah dari Nelson, Ramsey dan Verner yang memandang pengembangan masyarakat sebagai “education-for-action

process” untuk menunjukkan adanya proses belajar ini.

Masyarakat membutuhkan waktu yang cukup untuk mengkonstruksikan pengalaman mereka dalam proses pengembangan masyarakat sehingga kapasitas-nya dapat berkembang untuk mampu menyelesaikan per-masalahan dalam masyarakat secara mandiri.

Namun proses ini seringkali terganggu karena adanya tuntutan untuk menyelesaikan program pe-ngembangan masyarakat dalam rentang waktu yang telah ditetapkan. Akibatnya, masyarakat dipaksa untuk berubah sesuai dengan target pencapaian tujuan dalam waktu yang ditentukan tanpa mempertimbangkan ting-kat kemampuan masyarating-kat dalam melakukan peru-bahan. Walaupun implementasi pengembangan

(28)

rakat berbasis kearifan lokal telah melibatkan masya-rakat secara aktif, namun kesan adanya hubungan vertikal antara pelaku pengembangan masyarakat de-ngan masyarakat sebagai sasaran pengembade-ngan ma-syarakat nampak dalam definisi-definisi pengemba-ngan masyarakat (Soetomo, 2008:79-80). Keberadaan para praktisi dari luar masyarakat memberikan kesan bahwa otoritas di luar komunitas yang lebih memiliki sumber daya, ilmu pengetahuan, teknologi, dan kete-rampilan berposisi sebagai pemberi dan masyarakat sebagai pihak penerima.

Lebih jauh lagi bahkan terkesan ada jarak dalam tingkat peradaban antara masyarakat yang hendak dibantu dengan badan-badan pembangunan dari luar komunitas. Dalam hal ini pihak dari luar komunitas yang lebih maju akan membantu masyarakat untuk mempercepat proses perubahan dan pembaharuan un-tuk mengejar ketinggalan.

Pandangan tersebut tidak seluruhnya salah, kare-na proses campur tangan dari pihak luar terhadap perkembangan suatu masyarakat memang dapat terjadi dalam pengembangan masyarakat. Yang harus menjadi perhatian adalah bahwa intervensi itu tidak dilakukan

(29)

22

dalam hubungan yang bersifat mengkooptasi masya-rakat dan membuat masyamasya-rakat terus tidak berdaya.

Dalam intervensi terhadap masyarakat yang lebih penting adalah berkembangnya prakarsa dari masyara-kat dalam bertindak untuk membangun dirinya sendiri. Seperti yang disampaikan Christenson dan Robinson (1989:14) bahwa pengembangan masyarakat sebagai suatu proses dimana masyarakat yang tinggal pada lokasi tertentu mengembangkan prakarsa untuk melak-sanakan suatu tindakan bersama untuk mengubah situasi ekonomi, sosial, kultural, dan lingkungan. Pe-ngembangan masyarakat memerlukan prakarsa masya-rakat itu sendiri dengan dukungan dari anggota ma-syarakat, organisasi kemasyarakatan, serta pemerintah (Nurdin 2015) dan kerjasama dari ketiganya melalui usaha yang profesional dapat mewujudkan kesejahte-raan masyarakat (Nurdin 1998, 2003).

Prakarsa dalam masyarakat dapat berkembang seiring dengan tumbuhnya kesadaran pada masyarakat karena akan adanya potensi dalam masyarakat yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas kehidu-pan masyarakat. Menumbuhkan prakarsa dalam ma-syarakat ini penting untuk menghindarkan adanya

(30)

kecenderungan menunggu tindakan dari pihak lain yang selanjutnya menimbulkan ketergantungan masya-rakat kepada pihak lain. Dengan prakarsa yang tumbuh dalam dalam masyarakat maka upaya-upaya masyara-kat yang berkelanjutan terus terpelihara.

Pembelajaran yang menumbuhkan kesadaran da-lam masyarakat untuk melakukan upaya-upaya pe-ngembangan masyarakat disampaikan oleh Rothman dan Tropman (1996) ketika menjelaskan locality

develop-ment sebagai “suatu cara untuk memperkuat warga

masyarakat dan untuk mendidik mereka melalui pe-ngalaman yang terarah agar mampu melakukan ke-giatan berdasarkan kemampuan sendiri untuk mening-katkan kualitas kehidupan mereka sendiri pula”. Keter-libatan dalam kegiatan pengembangan masyarakat memberikan pembelajaran kepada warga masyarakat tentang adanya potensi dan kekuatan yang mereka miliki serta menunjukkan cara permasalahan masya-rakat dapat ditangani.

Namun menurut Soetomo (2008:82), walaupun terkesan adanya beberapa variasi dalam berbagai defi-nisi pengembangan masyarakat yang ada, dengan ma-sing-masing memberikan penekanan pada aspek yang

(31)

24

berbeda, tetapi dapat ditarik beberapa prinsip umum yang selalu muncul, yaitu: (1) fokus perhatian di-tujukan pada komunitas sebagai suatu kesatuan, (2) berorientasi pada kebutuhan dan permasalahan komu-nitas, (3) mengutamakan prakarsa, partisipasi, dan swadaya masyarakat.

Dari prinsip umum tersebut nampak bahwa pro-ses pengembangan masyarakat tidak hanya tertuju kepada upaya membantu masyarakat sebagai suatu kesatuan mengatasi permasalahan dan memenuhi ke-butuhannya, namun juga berupaya untuk menum-buhkan prakarsa dan keswadayaan masyarakat melalui proses yang partisipatif. Tumbuhnya prakarsa dan keswadayaan masyarakat sebagai hasil dari proses yang partisipatif adalah untuk menjaga agar capaian dan upaya yang dilakukan dapat keberlanjutan dan menghilangkan ketergantungan kepada pihak lain.

Untuk mengidentifikasi pengembangan masya-rakat yang berlangusng dalam masyamasya-rakat, menurut Glen (1993:24-28) ada tiga unsur dasar yang menjadi ciri khas pendekatan pengembangan masyarakat:

1. Tujuan dari pengembangan masyarakat adalah membuat masyarakat mampu untuk

(32)

mendefi-nisikan dan memenuhi kebutuhan mereka. Pengembangan masyarakat bertujuan memba-ngun kemandirian dan memantapkan rasa ke-bersamaan sebagai komunitas atas dasar kete-tanggaan. Untuk mengawali proses pun, pe-ngembangan masyarakat sebaiknya didasarkan pada „kebutuhan yang dirasakan masyarakat‟ (felt need). Namun pandangan ini menurut Adi (2003:225) kurang memperhatikan kebutuhan normatif yang tidak disadari masyarakat, na-mun diperlukan masyarakat. Meski demiki-an, Glen memandang tidak realistis jika mengan-dalkan dana hanya dari sumber lokal saja. Pengumpulan dana dari tempat lain dapat dilakukan namun dimaksudkan bersifat tempo-rer. Selain itu, dukungan dana dari luar masya-rakat perlu dipandang sebagai suplemen saja, sebagai pendukung kegiatan masyarakat.

2. Proses pelaksanaannya melibatkan kreativitas dan kerjsama masyarakat ataupun kelompok-kelompok dalam masyarakat tersebut. Unsur yang kedua ini menunjukkan adanya idealisme sosial yang positif terhadap upaya kolaboratif

(33)

26

dan pembentukan identitas komunitas. Glen juga mengisyaratkan akan adanya potensi kon-flik dalam masyarakat maupun antar komu-nitas yang disebabkan oleh adanya kecembu-ruan sosial yang perlu diwaspadai.

3. Terdapat praktisi yang terlibat dengan meng-gunakan pendekatan pengembangan masyara-kat yang bersifat Non-Directif. Praktisi pada pendekatan ini lebih banyak berperan sebagai enabler (pemungkin/pemercepat perubahan), encourager (pembangkit semangat), dan edu-cator (pendidik). Tetapi dalam kondisi tertentu praktisi dapat memainkan peran yang proaktif, terutama ketika individu atau kelompok me-ngalami ketidakpercayaan diri untuk meng-organisasikan kegiatan masyarakat.

Pengembangan masyarakat sudah mendudukan masyarakat sebagai komponen sentral yang berarti pe-ngembangan masyarakat harus memaksimalkan par-tisipasi dengan tujuan membuat setiap anggota dalam masyarakat terlibat secara aktif dalam proses-proses dan kegiatan masyarakat serta untuk memba-ngun kembali masa depan masyarakat dan individu (Ife &

(34)

Tesoriero, 2008:285). Dalam pengembangan masyarakat lokal, anggota masyarakat dipandang bukan sebagai sistem klien yang bermasalah, melainkan sebagai masyarakat yang unik dan memiliki potensi, hanya saja potensi tersebut belum sepenuhnya dikembangkan (Alfitri, 2011:31). Dalam pandangan ini, masyarakat tidak didudukan sebagai obyek pembangunan semata, melainkan juga sebagai subyek pembangunan.

Segala potensi yang dimiliki oleh masyarakat di dayagunakan untuk kepentingan pembangunan itu. Partisipasi rakyat dalam pembangunan adalah kerja sama rakyat dan pemerintah dalam merencanakan, melaksanakan, dan membiayai pembangunan (Soetris-no, 1995:208). Masyarakat mampu berpartisipasi karena masyarakat memiliki kompetensi tertentu. Soetomo (2008:83-84), menguraikan bahwa kompetensi masyara-kat yang diharapkan itu meliputi kompetensi pada seti-ap warga masyarakat secara individual maupun kom-petensi komunitas sebagai keseluruhan dan sebagai kesatuan hidup bersama. Secara individual, kompetensi warga masyarakat ditunjukkan dalam wujud tanggung jawab sosial dan kapasitas pribadi untuk melaksanakan pembangunan secara mandiri. Pada tingkat komunitas,

(35)

28

kompetensi komunitas sebagai kehidupan bersama meliputi empat komponen: (1) mampu mengidenti-fikasi masalah dan kebutuhan komunitas, (2) mampu mencapai kesepakatan tentang sasaran yang hendak dicapai dan skala prioritasnya, (3) mampu menemukan dan menyepakati bersama, dan (4) mampu bekerja sama secara secara rasional dalam bertindak mencapai sasaran (Ndraha, dikutip oleh Soetomo, 2008:84).

Pentingnya partisipasi dalam pengembangan masyarakat terkait dengan esensi dari partisipasi itu sendiri. Memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisapasi berarti memberikan sebagian kekuasaan kepada masyarakat (Korten, 1984). Seperti yang dinyatakan oleh Arnstein (1969) bahwa kekuasaan dan pengendalian melalui pengambilan keputusan merupakan unsur yang diperlukan untuk adanya partisipasi publik. Dengan berpartisipasi, berarti ma-syarakat memiliki kesempatan untuk turut menentukan apa yang akan terjadi dengan dirinya.

Meskipun partisipasi itu penting dan masyarakat harus diposisikan sebagai subyek/pelaku, namun be-lum tentu warga masyarakat sudah siap untuk berpar-tisipasi. Partisipasi masyarakat bukanlah sebuah

(36)

ke-nyataan yang dapat terjadi begitu saja. Ada prasyarat untuk terjadinya partisipasi (Cary, 1970:145), yaitu: (1) Kebebasan untuk berpartisipasi, yaitu otonomi; (2) Ke-mampuan nyata untuk berpartisipasi; dan (3) Kehen-dak untuk berpartisipasi.

Dalam proses pengembangan masyarakat, peme-nuhan prasyarat untuk berpartisipasi harus diupaya-kan oleh pelaksana perubahan. Tidak selamanya warga masyarakat berada dalam keadaan siap untuk berpar-tisipasi dalam berbagai bentuk. Meskipun sudah diberi-kan kesempatan seluas-luasnya untuk berpartisipasi, warga masyarakat belum tentu memiliki kemampuan atau kehendak untuk berpartisipasi. Kalau pun kehen-dak untuk berpartisipasi itu ada dalam diri warga masyarakat, namun ketika kesempatan untuk berparti-sipasi tidak ada bagi mereka, maka partiberparti-sipasi tidak akan terwujud. Begitu pula dengan jika masyarakat mengalami kendala dalam hal kemampuan berpartisi-pasi, maka tidak dapat dihindari bahwa masyarakat harus dibekali dengan kemampuan yang dibutuhkan untuk berpartisipasi.Masyarakat harus diberi kekuatan dan lingkungan yang kondusif untuk dapat berparti-sipasi. Cary (1970) mengutip apa yang dinyatakan oleh

(37)

30

Ross (1960) bahwa untuk dapat berpartisipasi secara efektif maka yang paling utama warga masyarakat harus memiliki pengetahuan yang luas agar memung-kinkan dia untuk menentukan prioritas dan melihat persoalan secara tepat. Selain itu, warga masyarakat harus memiliki kemampuan untuk mempelajari perma-salahan dengan cepat dan mengambil keputusan, untuk selanjutnya mampu melakukan tindakan secara efektif. Proses memberikan kemampuan kepada warga masyarakat ini dilakukan melalui pengkondisian secara simultan sebagai rangkaian dari proses pengembangan masyarakat.

Mekanisme atau dinamika yang terjadi dalam proses pengembangan masyarakat harus memberikan kesempatan yang luas kepada masyarakat untuk me-nentukan dan memperhitungkan perlunya terlibat dalam proses yang akan memungkinkan untuk terba-ngunnya partisipasi masyarakat. Menurut Ife dan Teso-riero (2008:309-314), program pengembangan masya-rakat harus mendorong pengakuan dan peningkatan hak maupun kewajiban untuk berpartisipasi. Oleh karena itu, dibutuhkan kondisi yang mendorong ma-syarakat untuk partisipasi yaitu: Pertama, orang akan

(38)

berpartisipasi apabila mereka merasa bahwa isu atau aktivitas tersebut penting. Cara ini dapat secara efektif dicapai jika masyarakat sendiri telah mampu menentu-kan isu atau aksi, dan telah mendominasi kepentingan-nya, bukan berasal dari orang luar yang memberikan mereka apa yang harus dilakukan.

Kedua, orang harus merasa bahwa aksi mereka akan membuat perubahan. Jika orang tidak percaya bahwa aksi masyarakat akan membuat perubahan terhadap prospek peluang kerja lokal, akan kecil insen-tif untuk berpartisipasi. Perlu dibuktikan bahwa ma-syarakat dapat memperoleh sesuatu yang akan mem-buat perbedaan dan akan menghasilkan perubahan. Ketiga, berbagai bentuk partisipasi harus diakui dan dihargai.

Keempat, orang harus bisa berpartisipasi dan didukung partisipasinya. Hal ini berarti bahwa isu-isu seperti keamanan waktu, lokasi kegiatan, dan lingku-ngan tempat kegiatan akan dilaksanakan sangat pen-ting dan perlu diperhitungkan dalam perencanaan proses berbasiskan masyarakat. Untuk mewujudkan adanya partisipasi, pengembangan masyarakat perlu didesain dengan memberikan ruang yang cukup bagi

(39)

32

pengetahuan, keterampilan, sumberdaya, budaya, ma-upun proses yang sudah biasa dilakukan dalam ke-hidupannya.

Diskusi mengenai pengembangan masyarakat berbasis kearifan lokal dan wacana pengembangan berbasis lokal menunjukkan adanya penempatan ma-syarakat dalam kedudukan sebagai pihak yang paling menentukan serta keterlibatan masyarakat secara lang-sung dalam proses pengembangan masyarakat menjadi hal yang mendasar.

Upaya perubahan melalui program pengemba-ngan masyarakat yang dilakukan terhadap suatu ma-syatakat tidak dapat mengabaikan kondisi nyata yang ada pada masyarakat, baik kondisi masyarakat secara individual maupun secara kolektif serta kondisi aspek-aspek lain yang terkait dengan aktivitas pengembangan masyarakat seperti kondisi lingkungan, sosial, finansial, sistem nilai dan budaya, dan lain-lain. Hal ini berarti pula bahwa masyarakat tidak akan dapat melakukan apa yang harus dilakukan oleh tuntutan program pe-ngembangan masyarakat jika di dalam masyarakat tidak tersedia kemampuan dalam berbagai aspek untuk melakukannya. Intervensi yang akan di lakukan

(40)

ter-hadap masyarakat harus berlandaskan kepada apa yang dapat dilakukan oleh masyarakat; atau dengan kata lain pengembangan masyarakat itu dilakukan berdasarkan kepada kondisi lokal.

Dalam pengembangan masyarakat berbasis lokal, upaya membantu masyarakat untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dimulai dari apa yang dapat dilakukan oleh masyarakat. Seperti yang dinyata-kan Haug (2000) yang dikutip oleh Ife & Tesoriero (2008) bahwa pengalaman masyarakat lokal harus di akui dan digunakan sebagai titil awal bagi pelaksanaan pengembangan masyarakat. Pengalaman tersebut di peroleh masyarakat sebagai hasil dari interaksi ber bagai unsur yang ada dalam masyarakat maupun interaksi dengan pihak-pihak yang berada di luar ma-syarakat. Kondisi tersebut akan menjadi acuan bagi masyarakat dalam melakukan tindakan-tindakan beri-kutnya.

Terkait dengan kondisi nyata yang ada dalam ma-syarakat, Ife & Tesoriero (2008) menyatakan bahwa masyarakat memiliki kapasitasnya yang melekat untuk mengembangkan potensi yang sesungguhnya dan pe-ngembangan masyarakat diharapkan dapat

(41)

menye-34

diakan kondisi yang tepat dan memeliharanya untuk memungkinkan terjadinya perkembangan yang diha-rapkan.

Dari pernyataan tersebut nampak perkembangan yang terjadi dalam masyarakat pada saat proses pe-ngembangan masyarakat juga tidak dapat dipaksakan seperti yang diinginkan oleh pelaksana pengembangan masyarakat. Pelaksana pengembangan masyarakat ti-dak dapat begitu saja menentukan proses perubahan yang dia yakini untuk menentukan perubahan yang dilakukan masyarakat. Masyarakat harus dihargai dan diberikan kesempatan untuk berkembang sesuai de-ngan caranya sendiri mealui pemahaman terhadap kompleksitas hubungan antara masyarakat dengan lingkungan. Untuk mencapai perkembangan yang optimal, dengan pengembangan masyarakat berbasis lokal, berbagai aspek yang terdapat dalam masyarakat menjadi landasan dalam mengembangkan program kegiatan intervensi.

C. Biografi Raja Ali Haji

Merupakan salah satu bagian dari diri seorang tokoh yang sangat penting untuk di ungkap. Tanpa biografi, deskripsi tentang seorang tokoh menjadi tidak

(42)

substansial lagi karena memang harus ada dan menjadi bagian integral dalam tulisan tentang tokoh. Biografi dapat diartikan sebagai catatan atau riwayat hidup seorang tokoh yang ditulis oleh orang lain.

Dengan demikian, biografi juga bisa dipahami sebagai alat pengumpul data untuk mengetahui riwa-yat hidup seorang tokoh yang ditulis oleh orang lain. Biografi bisa berhubungan tentang data diri tokoh tersebut, silsilah, latar belakang keluarga, pendidikan, pengalaman jabatan, aktivitas nasional dan internasio-nal, serta penghargaan. Dengan biografi tersebut, pem-baca akan mengetahui bagaimana latar belakang dan riwayat perjalanan hidup tokoh tersebut, mulai dari kelahiran hingga kematiannya.

Raja Ali Haji (RAH) merupakan tokoh penting di dunia Melayu. Pengaruh pemikirannya terhadap per-kembangan dunia Melayu sangat kentara melalui ber-bagai karya sastra dan lain-lain yang dijadikan rujukan dalam tradisi penulisan klasik maupun modern. Ia juga dikenal sebagai ulama yang banyak berpengaruh ter hadap wacana dan tradisi pemikiran di dunia Melayu.

Nama Lengkap RAH adalah Raja Ali al-Hajj ibni Raja Ahmad al-Hajj ibni Raja Haji Fisabilillah bin Opu

(43)

36

Daeng Celak alias Engku Haji Ali ibni Engku Haji Ahmad Riau. Ia dilahirkan pada tahun 1808 M di pusat Kesultanan Riau-Lingga di Pulau Penyengat (kini ma-suk dalam wilayah Kepulauan Riau, Indonesia). Sekilas tentang Pulau Penyengat. Dalam buku-buku Belanda, pulau kecil ini disebut Mars. Menurut masyarakat setempat, nama pujian-pujian dari pulau ini adalah Indera Sakti. Di pulau ini banyak terlahir karya-karya sastra dan budaya Melayu yang ditulis oleh tokoh-tokoh Melayu sepanjang abad ke 19 dan dua dasawarsa abad ke 20, di mana RAH termasuk di dalamnya. Catatan tentang hari dan Dipertuan Muda Riau-Raja Haji Ibni Daeng Celak. Sedangkan catatan mengenai RAH jusru singkat sekali. Bahkan, catatan kelahiran RAH lebih banyak didasarkan pada perkiraan saja.

Menurut Hasan Junus, masa yang berbeda, keada-an ykeada-ang berbeda, mengkeada-antar pada semkeada-angat zamkeada-an yang berbeda. Semangat zaman yang berkembang pada saat itu menyebabkan orang-orang memanggil nama RAH dengan sebutan “Raja”. Orang-orang Melayu pa-da masa itu sering mengingat waktu kelahiran si anak dengan mendasarinya pada peristiwa-peristiwa pen-ting. RAH lahir lima tahun setelah Pulau Penyengat

(44)

dibuka sebagai tempat kediaman Engku Puteri. Atau ia lahir dua tahun setelah benteng Portugis A-Famosa di Melaka diruntuhkan atas perintah William Farquhar. Orang-orang Melayu juga sering memberikan nama anaknya dengan mengambil nama datuk (kakek) apa-bila datuknya itu sudah meninggal. Hal inilah yang menyebabkan banyak terjadi kemiripan nama dalam masyarakat Melayu. Tahun kapan meninggalnya RAH sempat menjadi perdebatan. Banyak sumber yang menyebutkan bahwa ia meninggal pada tahun 1872. Namun, ternyata ada fakta lain yang membalikkan pandangan umum tersebut.

Pada tanggal 31 Desember 1872, RAH pernah menulis surat kepada Hermann von de Wall, sarjana kebudayaan Belanda yang kemudian menjadi sahabat terdekatnya, yang meninggal di Tanjungpinang pada tahun 1873. Dari fakta ini dapat dikatakan bahwa RAH meninggal pada tahun yang sama (1873) di Pulau Penyengat. Makam RAH berada di komplek pemaka-man Engku Putri Raja Hamidah. Persisnya, terletak di luar bangunan utama Makam Engku Putri. Karya RAH, Gurindam Dua Belas diabadikan di sepanjang dinding

(45)

38

D. Isi Gurindam Dua Belas

Pasal Pertama (1) Gurindam 12

Barang siapa tiada memegang agama Segala-gala tiada boleh dibilang nama Barang siapa mengenal yang empat

Maka yaitulah orang yang ma‟rifat Barang siapa mengenal Allah Suruh dan tegaknya tiada ia menyalah

Barang siapa mengenal diri

Maka telah mengenal akan Tuhan yang bahri Barang siapa mengenal dunia

Tahulah ia barang yang terpedaya Barang siapa mengenal akhirat

Tahulah ia dunia mudharat

Pasal Kedua (2) Gurindam 12

Barang siapa mengenal yang tersebut Tahulah ia makna takut

Barang siapa meninggalkan sembahyang Seperti rumah tiada bertiang Barang siapa meninggalkan puasa

Tidaklah mendapat dua termasa Barang siapa meninggalkan zakat

Tiadalah hartanya beroleh berkat Barang siapa meninggalkan haji

(46)

Tiadalah ia menyempurnakan janji

Pasal Ketiga (3) Gurindam 12

Apabila terpelihara mata Sedikitlah cita-cita Apabila terpelihara kuping Khabar yang jahat tiadalah damping

Apabila terpelihara lidah Niscaya dapat daripadanya faedah

Bersungguh-sungguh engkau memeliharakan tangan Daripada segala berat dan ringan

Apabila perut terlalu penuh Keluarlah fi‟il yang tidak senonoh

Anggota tengah hendaklah ingat

Di situlah banyak orang yang hilang semangat Hendaklah peliharakan kaki

Daripada berjalan yang membawa rugi

Pasal keempat (4) Gurindam 12

Hati itu kerajaan di dalam tubuh Jikalau zalim segala anggota tubuh pun rubuh

Apabila dengki sudah bertanah Datanglah daripadanya beberapa anak panah

Mengumpat dam memuji hendaklah pikir Di situlah banyak orang yang tergelincir

(47)

40

Nanti hilang akal di kepala Jika sedikitpun berbuat bohong Boleh diumpamakan mulutnya itu pekung

Tanda orang yang amat celaka Aib dirinya tiada ia sangka Bakhil jangan diberi singgah Itulah perompak yang amat gagah

Barang siapa yang sudah besar Janganlah kelakuannya membuat kasar

Barang siapa perkataan kotor Mulutnya itu umpama ketor

Di manakah salah diri Jika tidak orang lain yang berperi

Pekerjaan takbur jangan direpih Sebelum mati didapat juga sepih

Pasal Kelima (5) Gurindam 12

Jika hendak mengenal orang berbangsa Lihat kepada budi dan bahasa

Jika hendak mengenal orang yang berbahagia Sangat memeliharakan yang sia-sia

Jika hendak mengenal orang mulia Lihatlah kepada kelakuan dia Jika hendak mengenal orang yang berilmu

(48)

Jika hendak mengenal orang yang berakal Di dalam dunia mengambil bekal

Jika hendak mengenal orang yang baik perangai Lihat pada ketika bercampur dengan orang ramai

Pasal Keenam (6) Gurindam 12

Cahari olehmu akan sahabat Yang boleh dijadikan obat Cahari olehmu akan guru Yang boleh tahukan tiap seteru

Cahari olehmu akan isteri Yang boleh menyerahkan diri

Cahari olehmu akan kawan Pilih segala orang yang setiawan

Cahari olehmu akan abdi Yang ada baik sedikit budi

Pasal Ketujuh (7) Gurindam 12

Apabila banyak berkata-kata Di situlah jalan masuk dusta Apabila banyak berlebih-lebihan suka

Itu tanda hampirkan duka Apabila kita kurang siasat Itulah tanda pekerjaan hendak sesat

Apabila anak tidak dilatih Jika besar bapanya letih

(49)

42

Apabila banyak mencacat orang Itulah tanda dirinya kurang Apabila orang yang banyak tidur

Sia-sia sajalah umur Apabila mendengar akan kabar Menerimanya itu hendaklah sabar

Apabila mendengar akan aduan Membicarakannya itu hendaklah cemburuan

Apabila perkataan yang lemah lembut Lekaslah segala orang mengikut Apabila perkataan yang amat kasar

Lekaslah orang sekalian gusar Apabila pekerjaan yang amat benar

Tidak boleh orang berbuat onar

Pasal Kedelapan (8) Gurindam 12

Barang siapa khianat akan dirinya Apalagi kepada lainnya Kepada dirinya ia aniaya Orang itu jangan engkau percaya Lidah suka membenarkan dirinya Daripada yang lain dapat kesalahannya

Daripada memuji diri hendaklah sabar Biar daripada orang datangnya kabar

(50)

Setengah daripadanya syirik mengaku kuasa Kejahatan diri disembunyikan

Kebajikan diri diamkan Ke‟aiban orang jangan dibuka Ke‟aiban diri hendaklah sangka

Pasal ke Sembilan (9) Gurindam 12

Tahu pekerjaan tak baik tetapi dikerjakan Bukannya manusia yaitulah syaitan

Kejahatan seorang perempuan tua Itulah iblis punya penggawa Kepada segala hamba-hamba raja Di situlah syaitan tempatnya manja Kebanyakan orang yang muda-muda

Di situlah syaitan tempat bergoda Perkumpulan laki-laki dengan perempuan

Di situlah syaitan punya jamuan Adapun orang tua(h) yang hemat Syaitan tak suka membuat sahabat

Jika orang muda kuat berguru Dengan syaitan jadi berseteru

Pasal ke Sepuluh (10) Gurindam 12

Dengan bapa jangan derhaka Supaya Allah tidak murka Dengan ibu hendaklah hormat

(51)

44

Supaya badan dapat selamat Dengan anak janganlah lalai Supaya boleh naik ke tengah balai

Dengan kawan hendaklah adil Supaya tangannya jadi kapil

Pasal ke-11 (sebelas) Gurindam 12

Hendaklah berjasa Kepada yang sebangsa

Hendak jadi kepala Buang perangai yang cela Hendaklah memegang amanat

Buanglah khianat Hendak marah Dahulukan hujjah Hendak dimalui Jangan memalui Hendak ramai Murahkan perangai E. Pengertian Kesejahteraan

Dari hasil Pre-Confrence Working for the 15th

inter-national confrence of social welfare. kesejahteraan sosial

adalah keseluruhan usaha sosial yang terorganisir dan memiiki tujuan utama untuk meningktakan taraf hidup masyarakat berdasarkan konteks sosialnya. Di

(52)

dalamnya juga tercakup pula unsur kebijakan dan pelayanan dalam arti luas yang terkait dala berbagai kehidupan dalam masyarakat seperti pendapatan, jaminan sosial, kesehatan, perumahan, pendidikan, rekreasi budaya, dan lain sebagainya (Sulistiati, 2004: 25 dalam Huda, 2009 : 73).

Kesejahteraan sosial dapat didefenisikan sebagai suatu kondisi kehidupan individu dan masyarakat yang sesuai dengan standar kelayakan hidup yang dipersepsi masyarakat (Swasono, 2004). Tingkat kela-yakan hidup dipahami secara relatif oleh berbagai ka-langan dan latar belakang budaya, mengingat ting-kat kelayakan ditentukan oleh persepsi normatif suatu masyarakat atas kondisi sosial, material, dan psiko-logis tertentu.

Kesejahteraan sosial merupakan suatu keadaan terpenuhinya kebutuhan hidup yang layak bagi ma-syarakat, sehingga mampu mengembangkan diri dan dapat melaksanakan fungsi sosialnya yang dapat dilakukan pemerintah, pemerintah daerah dan masya-rakat dalam bentuk pelayanan sosial yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan so-sial, dan perlindungan sosial. Menurut

(53)

Undang-unda-46

ng No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Masya-rakat, kesejahteraan masyarakat adalah kondisi ter-penuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.

Dari Undang-undang di atas dapat kita cermati bahwa ukuran tingkat kesejahteraan dapat dinilai da-ri kemampuan seorang individu atau kelompok dalam usaha nya memenuhi kebutuhan material dan spiritual nya. Kebutuhan material dapat kita hubungkan dengan pendapatan yang nanti akan mewujudkan kebutuhan akan pangan, sandang, papan dan ke-sehatan. Kemudian kebutuhan spiritual kita hubung-kan dengan pendidihubung-kan, kemudian keamanan dan ke-tentaraman hidup. Kesejahteraan pada intinya menca-kup tiga konsepsi, yaitu:

1. Kondisi kehidupan atau keadaan sejahtera, yakni terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan jas-maniah, rohaniah, dan sosial.

2. Institusi, arena atau bidang kegiatan yang me-libatkan lembaga kesejahteraan sosial dan ber-bagai profesi kemanusiaan yang

(54)

menyeleng-garakan usaha kesejahteraan sosial dan pela-yanan sosial.

3. Aktivitas, yakni suatu kegiatan-kegiatan atau usaha yang terorganisir untuk mencapai se-jahtera.

Konsep kesejahteraan dikembangkan menjadi le-bih luas dibandingan sekedar mengukur aspek pen-dapatan nominal. Kesejahteraan adalah standard living,

wellbeing, welfare, dan quality of life. Brudeseth (2015)

menyatakan kesejahteraan sebagai kualitas kepuasan hidup yang bertujuan untuk mengukur posisi anggota masyarakat dalam membangun keseimbangan hidup mencakup antara lain, (a) kesejahteraan materi, (b) kesejahteraan bermasyarakat, (c) kesejahteraan emosi, Kesejahteraan menurut Badan Pusat Statistik (2007) adalah suatu kondisi dimana seluruh kebutu-han jasmani dan rokebutu-hani dari rumah tangga tersebut dapat dipenuhi sesuai dengan tingkat hidup. Status kesejahteraan dapat diukur berdasarkan proporsi pe-ngeluaran rumah tangga (Bappenas, 2000). Rumah ta-ngga dapat dikategorikan sejahtera apabila proporsi pengeluaran untuk kebutuhan pokok sebanding atau lebih rendah dari proporsi pengeluaran untuk

(55)

kebu-48

tuhan bukan pokok. Sebaliknya rumah tangga dengan proporsi pengeluaran untuk kebutuhan pokok lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran untuk kebu-tuhan bukan pokok, dapat dikategorikan sebagai ru-mah tangga dengan status kesejahteraan yang masih rendah.

Kesejahteraan adalah sebuah tata kehidupan dan penghidupan sosial, material, maupun spiritual yang diikuti dengan rasa keselamatan, kesusilaan dan keten-traman diri, rumah tangga serta masyarakat lahir dan batin yang memungkinkan setiap warga negara dapat melakukan usaha pemenuhan kebutuhan jas-mani, rohani dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri sendiri, rumah tangga, serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi (Rambe, 2004).

Arthur Dunham dalam Sukoco (1991) mendefi-nisikan kesejahteraan sosial sebagai kegiatan-kegiatan yang terorganisasi dengan tujuan meningkatkan kese-jahteraan dari segi sosial melalui pemberian bantuan kepada orang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan di dalam beberapa bidang seperti kehidupan keluarga dan anak, kesehatan,penyesuaian sosial, waktu seng-gang, standar-standar kehidupan, dan

(56)

hubungan-hu-bungan sosial. Pelayanan kesejahteraan sosial mem-beri perhatian utama terhadap individu-individu, ke-lompok-kelompok, komunitas-komunitas, dan kesa-tuan-kesatuan penduduk yang lebih luas; pelayanan ini mencakup pemeliharaan atau perawatan, penyem-buhan dan pencegahan.

Pendapat lain tentang kesejahteraan sosial di ungkapkan pula oleh Friedlander dalam Sukoco (1991):

(“Social welfare is the organized system of social services and institutions, designed to aid individuals and grous to attain satisfying standards of life and health, and personal and social relationships which permit them to develop their full capacities and to promote their well-being in harmony with the needs of their families and the community”)

Yaitu bahwa kesejahteraan sosial merupakan su-atu sistem yang terorganisasi dari pelayanan-pelaya nan sosial dan lembaga-lembaga, yang bermaksud un-tuk membantu individu-individu dan kelompok agar mencapai standar kehidupan dan kesehatan yang me-muaskan, serta hubungan perorangan dan sosial yang memungkinkan mereka mengembangkan segenap kemampuan dan meningkatkan kesejahteraan masya-rakat selaras dengan kebutuhan-kebutuhan keluarga

(57)

50

maupun masyarakat. Kesejahteraan keluarga adalah suatu kondisi dinamis keluarga dimana terpenuhi semua kebutuhan: fisik materil, mental spritual dan sosial yang yang memungkinkan keluarga dapat hidup wajar sesuai dengan lingkungannya serta memungkin-kan anak-anak tumbuh kembang dan memperoleh per-lindungan yang diperlukan untuk membentuk sikap mental dan kepribadian yang mantap dan matang se-bagai sumber daya manusia yang berkualitas (BKKBN, 2002).

Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli bahwa yang menjadi indikator kesejahteraan menurut Bru-deseth (2015) yaitu:

1. Kesejahteraan materi

2. Kesejahteraan bermasyarakat 3. Kesejahteraan emosi

F. Pengelolaan Tingkat Kesejahteraan

1. Pengelolaan Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Menurut BKKBN (2002)

Secara rinci keberadaan keluarga sejahtera di golongkan ke dalam lima tingkatan sebagai berikut:

a. Keluarga Pra Sejahtera (Pra KS)

Keluarga pra sejarah (Pra KS) yaitu keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasar-nya

(58)

(basic needs) secara minimal, seperti kebutuhan spri-tual, pangan, sandang, papan dan kesehatan, terma-suk keluarga pra sejarah. Kriteria keluarga pra seja-rah (sangat miskin) adalah belum dapat memenuhi salah satu atau lebih indikator yang meliputi :

1) Indikator ekonomi

a) Makan dua kali atau lebih sehari

b) Memiliki pakaian yang berbeda untuk aktivitas (misalnya dirumah, bekerja se-kolah dan berpergian).

c) Bagian terluas lantai rumah bukan dari tanah

2) Indikator Non-ekonomii a) Melaksanakan ibadah

b) Bila anak sakit dibawa kesarana kesehatan.

b. Keluarga sejahtera 1 (miskin)

Keluarga sejahtera 1 (miskin ) yaitu keluarga keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, tetapi belum dapat me-menuhi kebutuhan sosial psikologisnya

(socio-psyco-logical needs). Seperti kebutuhan pendidikan, KB,

interaksi dalam keluarga, interaksi dengan lingku-ngan tempat tinggal dan transportasi. Kriteria

(59)

kelu-52

arga sejahtera 1 (miskin) adalah keluarga yang kare-na alasan ekonomi tidak dapat memenuhi salah satu atau lebih indikator meliputi :

1) Indikator ekonomi

a) Paling kurang sekali seminggu keluarga makan daging atau ikan atau telor

b) Setahun terakhir seluruh anggota keluar-ga memperoleh paling kurang satu setel pakaian baru

c) Luas lantai rumah paling kurang 8m² un-tuk tiap penghuni.

2) Indikator Non ekonomi a) Ibadah teratur

b) Sehat tiga bulan terakhir c) Punya penghasilan tetap

d) Usia 10-60 tahun dapat baca tulis huruf latin

e) Usia 6 – 15 tahun bersekolah f) Anak lebih dari 2 orang BerKB

2. Konsep Teoritik Tentang Kepercayaan Diri a. Pengertian kepercayaan diri

Kepercayaan diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang berupa keyakinan akan

(60)

kemam-puan diri seseorang sehingga tidak terpengaruh oleh orang lain dan dapat bertindak sesuai kehen-dak, gembira, optimis, cukup toleran, dan bertang-gung jawab. Lauster menambahkan bahwa percaya diri berhubungan dengan kemampuan melakukan sesuatu yang baik. Anggapan seperti ini membuat individu tidak pernah menjadi orang yang mem-punyai rasa percaya diri yang sejati. Bagaimanapun kemampuan manusia terbatas pada sejumlah hal yang dapat dilakukan dengan baik dan sejumlah kemampuan yang dikuasai (Ghufron dan Rini Risnawati, 2010: 34).

Menurut Willis (1985) kepercayaan diri ada-lah keyakinan bahwa seseorang mampu menang-gulangi suatu masalah dengan situasi terbaik dan dapat memberikan sesuatu yang menyenangkan bagi orang lain. Lauster (1992) mendefinisikan keper-cayaan diri diperoleh dari pengalaman hidup. Siap berani menghadapi setiap tantangan dan terbuka terhadap pengalaman-pengalaman baru biasanya dimiliki oleh orang-orang yang mempunyai rasa percaya diri. Rasa percaya diri merupakan suatu perasaan cukup aman dan tahu apa yang

(61)

dibutuh-54

kan dalam kehidupannya sehingga tidak perlu membandingkan dirinya dengan orang dalam me-nentukan standart, karena mereka selalu dapat menentukan sendiri.

Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan ya-ng dimaksud deya-ngan kepercayaan diri adalah pandangan keyakinan dan sikap mau menerima kenyataan, berfikir positif, kesanggupan untuk me-nguasai diri, mengontrol tindakan diri serta mene-rapkan nilai-nilai yang dianut dan bebas dari pengendalian orang lain serta mempunyai keyaki-nan bahwa dirinya mempunyai kelebihan. Sehing-ga dapat mencapai seSehing-gala sesuatu yang diinginkan.

b. Aspek yang berhubungan dengan kepercaya-an diri.

Lauster dalam Ghufron dan Risnawati (2010: 35-36) menjelaskan aspek-aspek yang berhubungan dengan kepercayaan diri adalah:

1) Keyakinan pada kemempuan diri

Keyakinan kemampuan diri adalah sikap positif seseorang tentang dirinya.Ia mampu secara sungguh-sungguh akan apa yang di lakukannya.

(62)

2) Optimis

Optimis adalah sikap positif yang dimiliki seseorang yang selalu berpandangan baik dalam menghadapi segala hal tentang diri dan kemampuannya.

3) Objektif

Orang yang memandang permasalahan atau sesuatu sesuai dengan kebenaran yang semestinya, bukan menurut kebenaran pri-badi atau menurut dirinya sendiri.

4) Bertanggung Jawab

Bertanggung jawab adalah kesediaan orang untuk menanggung segala sesuatu yang telah menjadi konsekuensinya.

5) Rasional dan realistis

Rasional dan realistis asdalah analisis ter-hadap suatu maslah, sesuatu hal, dan suatu kejadian dengan menggunakan pemi-kiran yang dapat diterima oleh akal dan sesuai dengan kenyataan. Menurut Tasmara (2004: 89-90) aspek-aspek percaya diri itu meliputi: a) Berani untuk menyatakan pendapat atau

(63)

56

b) Mampu menguasai emosi, yaitu bisa te-tap tenang dan berpikir jernih walau-pun dalam tekanan yang berat. Memiliki in-dependensi yang sangat kuat sehingga tidak mudah terpengaruhi.

G. Kesadaran Hukum

Perihal kata atau pengertian kesadaran, di dalam kamus tercantum tidak kurang dari lima arti, yaitu (Webster dalam Soerjono Soekanto, 1982: 150):

1. Awareness esp. Of something within oneself; also:

the state or fact of being conscious of an external object, state or fact.

2. The state of being characterized by sensation,

emotion, volition, ans thought; mind.

3. The totality of conscious states of an individual. 4. The normal state of conscious life.

5. The upper level of mental life as contrassed with

unconscious processes.

Jadi kesadaran sebenarnya menunjuk pada in-terdependensi mental dan interpenetrasi mental, yang masing-masing berorientasi pada “aku”nya manusia dan pada “kaminya (Soerjono Soekanto, 1982: 150-151).

Tentang istilah hukum perlu pula diberikan pe-ngertian. Ini bukanlah merupakan suatu definisi, oleh

(64)

karena sebagaimana dikatakan oleh Van Apeldorn dengan menyebut Kant, maka (Apeldoorn dalam Soer-jono Soekanto, 1982: 151):

“Wat Kant . . schreef: „Noch suchen die Juristen eine Definition zu ihrem Begriffe vom Recht‟, geldt nog altijd . . Dit is althans ten dele te verklaren uit de veelzijdigheid . . .de grootsheid van het recht: het heeft zovele kanten . . dat men het niet op bevredigende wijze kan samenvatten onder een formule.”

Arti hukum dapat ditujukan pada cara-cara me-realisir hukum tadi (Moedikdo dalam Soerjono Soe-kanto, 1982: 151), dan juga pada pengertian yang di berikan oleh masyarakat (Purbacaraka dalam Soerjono Soekanto, 1982: 151); dalam hal ini akan diusahakan untuk menjelaskan pengertian yang diberikan oleh masyarakat tentang hukum adalah:

a. Hukum sebagai ilmu pengetahuan b. Hukum sebagai kaedah

c. Hukum sebagai tata hukum d. Hukum sebagai petugas hukum

e. Hukum sebagai ketentuan dari penguasa f. Hukum sebagai proses pemerintahan g. Hukum sebagai pola-pola perikelakuan h. Hukum sebagai jalinan nilai-nilai

Referensi

Dokumen terkait

gabungan dari hasil skor bobot ketangguhan fisik, ketangguhan sosial, dan ketangguhan ekonomi yang menghasilkan peta ketangguhan Kota Semarang terhadap bencana

dengan di dapatkannya nilai kecepatan maksimum seluruh penampang yaitu 1,914 m/detik dan kecepatan aliran semakin ke dasar akan semakin kecil yaitu 0,955 m/detik maka,

Adapun perbedaan dalam penelitian skripsi ini dengan penelitian skripsi penulis terletak pada objek penelitian, dimana objek penelitian terdahulu Bank SyariahMandiri Batu,

sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu. Besarnya sampel ditentukan dengan rumus. 6 Sesuai dengan kriteria

Namun secara parsial, hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap audit delay, sedangkan leverage, audit tenure,

Awalnya penerapan strategi pemasaran yang dipilih menampakkan hasil yang memuaskan, tapi pada kondisi yang telah mengalami perubahan seperti saat ini, tampaknya

Berdasarkan latar belakang di atas mengenai pentingnya peran inovasi bagi suatu industri dalam meningkatkan kinerja operasionalnya, maka masalah yang dikemukakan

Kondisi pertumbuhan dengan HD bands yang lebih dari satu tersebut tampaknya tidak hanya terjadi di daerah studi dan perairan pantai utara Jawa Tengah, namun juga terekam di