• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pasal ke 1 Gurindam Dua belas

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

1. Pasal ke 1 Gurindam Dua belas

Barang siapa tiada memegang agama Sekali-kali tiada boleh dibilangkan nama Barangsiapa mengenal yang empat Maka ia itulah orang yang ma‟rifat. Barang siapa mengenal Allah

Suruh dan tegaknya tiada ia menyalah Barang siapa mengenal diri

Maka telah mengenal akan Tuhan yang bahri Barang siapa mengenal dunia

Tahulah ia barang yang terpedaya Barang siapa mengenal akhirat Tahulah ia dunia mudharat

Bagaimana menurut pendapat bapak apakah pas-al pertama dpas-alam gurindam dua belas ini memiliki makna untuk meningkat kepercayaan masyarakat ter-hadap hukum dalam cegah tangkal paham Radikalisme

?“Pertanyaan yang cukup mengesankan dan kiranya memerlukan konsentrasi penuh untuk menjawabnya. Pada pasal pertama dalam gurindam dua belas dapat kita ambil intisarinya yang terkandung di dalamnya yaitu: pasal pertama ini menguatkan jati diri kita seba-gai seorang hamba untuk di jadikan pedoman dalam kehidupan, karena hidup ini haruslah memiliki tujuan sehingga apa yang di lakukan dapat di pertanggung jawabkan di hadapan Allah SWT. Pertangung jawaban disini memuat ketentuan atau aturan dalam hidup. Intinya hidup tidak beleh sesuka hati, di sini jelas bah-wa kekuatan dalam pengaturan berkehidupan itu haruslah di ikuti supaya hidup penuh dengan berkah dan sampai pada tujuanya. disini kita sebagai manusia harus memliki kayakinan dan kerpercayaan terhadap hukum. Kekuatan pertama dalam menata kehidupan kita sebagai hamba di muka bumi ini Kalau hidup sudah teratur maka kekuatan dan kebersamaan hidup akan terjadi dan tidak mudah terpengaruh oleh aliran-aliran sempalan dan kita juga akan terhindar dari pengaruh paham radikalisme. Dan di cintai oleh Allah. SWT”. (PA.1) Senada dengan ini juga di katakana bahwa “didalam Islam hidup harus bertanggung jawab

176

dengan apa yang telah kita lakukan artinya perbuatan kita baik dan buruknya sudah tercatan lalu kita akan pertangungjawabkan jika baik maka akan memperoleh hasil yang baik dan jika tidak maka kita akan mempertanggung jawabkan segala apa yang kita telah lakukan. Aspek pertanggung jawaban ini sangat identik dengan keyakinan dan kepercayaan kita terhadap hukum dalam menjalankan kehidupan ini. Tentunya skap ini akan mengajarkan kepada manusia kewajiban hidup di bumi ini.(PA.2).

Ucapan ini senada dengan apa yang di katakana oleh Willis (1985) Kepercayaan diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang berupa keyakinan akan kemampuan diri seseorang sehingga tidak terpenga-ruh oleh orang lain dan dapat bertindak sesuai kehen-dak, gembira, optimis, cukup toleran, dan bertanggu-ngjawab.

Dengan kata kepercayaan diri adalah keyakinan bahwa seseorang mampu menanggulangi suatu ma-salah dengan situasi terbaik dan dapat memberikan sesuatu yang menyenangkan bagi orang lain. Ucap-an tersebut didukung oleh Responden budaya yUcap-ang menyatakan bahwa:

“Dalam berkehidupan di bumi bunda tanah me-layu ini haruslah memahami ketentuan-ketentuan dalam berkehidupan, karena anak jati melayu haruslah hidup memliki arah dan pandangan sebagaimana telah tertulis dalam kearifan lokal gurindam dua belas. Sebab di dalam gurindam tersebut mengatur seluruh tata cara dalam hidup dan dalam bergaul. Kalau kita melihat pada pasal pertma dari gurindan dua belas yang me-nitik beratkan pada jati diri dalam berkehidupan ha-ruslah memiliki kepercayaan hidup yang tinggi, karena kepercayaan hidup yang tinggi tersebut akan melahir-kan tanggung jawab yang tinggi pulu.”(PB.1).

Senada dengan itu juga dapat kita lihat ucapan yang menyatakan bahwa dari aspek Hukum pada pasal pertama gurindam dua belas sangatlah memiliki pe-ngaruh yang banyak di sebab kan budaya sudah me-ngatur tatacara dalam berkehidupan yang beradat dan berbudaya, saling memberikan keteraturan hukum, yang pada dasarkan akan berdampak pada benteng pertahanan hidup agar tidak terpengaruh kepada pa-ham radikal yang tentunya akan sangat mengancam kedaiaman hidup manusia”(PB.2)

178

Pernyataan diatas tersebut berkaitan dengan per-nyataan Anthony (1992) terbentuknya rasa percaya diri pada seseorang diawali dengan perkembangan konsep diri yang diperoleh dalam pergaulannya da-lam suatu kelompok. Hasil interaksi yang terjadi akan menghasilkan konsep diri. Namun jika di lihat dari sisi akademiknya sebagaimna di katakana oleh responden berikut:

“Pada pasal pertama gurindam dua belas ini da-pat di amalkan dalam kehidupan dan bahkan di jadi-kan panduan pembelajaran di sekolah-sekolah sehing-ga dapat menjadi acuan bagi masyarakat dalam men-jalankan kehidupan,oleh karena itu di harapkan kepada pihak pemerintah terutama pemerintah daerah agar menjadikan gurindam dua belas sebagai pembelejaran lokal atau budaya lokal di sekolah sehingga dapat di terapkan dalam kehidupan sehari-hari.”(P.AK1).

Pernyataan ini didukung oleh Responden lainya yaitu: agar pemerintah daerah menjadikan kearifan lokal gurindam dua belas ini sebagai pembelaran dari tingakat dasar, menengah dan atas dan bahkan sampai ke perguruan Tinngi, hal ini dapat menjadikan gurin-dam dua belas sebagai acuan kehidupan bagi

masya-rakat melayu Kepulauan Riau. dan memberdayakan sumber daya manusia (melayu) cinta akan kekeyaan kearifan lokal yang di miliki dan dapat di jadikan kebanggaan bagi masyarakat di Propinsi Kepulauan Riau, seiring dingan itu juga akan dapat membang-kitkan kecintaan kita terhadap kekayaan lokal yang dimiliki dan tentunya kehidupan kita akan menjadi aman damai dan teroganisir. Sehingga tidak mudah orang lain untuk mempengaruhi masyarakat apa lagi menyesatkan masyarakat di karena ketertiban dan keteraturan hidup sudah berjalan dengan baik.(P.AK2).

Pernyataan di atas di dukung oleh (Ghufron dan Risnawati 2010: 37-38).Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh terhadap rasa percaya diri sese-orang. Tingkat pendidikan yang rendah akan menjadi-kan orang tersebut bergantung dan berada dibawah kekuasaan orang lain yang lebih pandai darinya. Se-baliknya, orang yang mempunyai pendidikan tinggi akan memiliki rasa percaya diri yang lebih diban-dingkan dengan seseorang yang berpendidikan ren-dah. oleh karena jika di padukan dengan muatan lokal gurindan dua belas, maka akan dapat membenteng diri labih baik lagi sehingga semua jenjang pendidikan

180

akan dapat merasakan batapa besar nilai gurindam dua belas dalam kehidupan sehari yang tentunya dapat menjadi benteng atau pertahanan diri dari pengaruh aliran atau paham radikal. Namun dari sisi sudut pan-dang Responden hukum menyatakan bahwa:

“pada pasal pertama dalam gurindam dua belas ini jika kita amati dan kita hayati jelas bahwa kekuatan hukum dalam kehidupan manusia hendaklah harus mentaati peraturan dalam kehidupan jika diri kita ingin di hormati dan di hargai oleh orang lain. Sehingga kita dapat di katagorikan mansia yang taat akan asas tang-gung jawab, ini semua memiliki makna bahwa kesa-daran terhadap hukum dalam pasal satu cukup tinggi (P.H1) hal sanada juga di utarakan oleh responden berikutnya “dimana ketaatan dan keteraturan dalam berkehidupan sangatlah di utamakan dalam pasal satu ini. Ketaatan hidup menujukkan bahwa manusia sudah pasti memahami ketententuan-ketentuan hukum sebab dan akibatnya.”(P.H2)

Senada dengan itu juga sesuai dengan ungkapan (Soerjono Soekanto, 1982:150-151). Jadi kesadaran sebe-narnya menunjuk pada interdependensi mental dan interpenetrasi mental, yang masing-masing berorientasi

pada “aku”nya manusia dan pada “kaminya. Nah jika kesadaran manusia sudah tinggi maka akan dapat ter-hindar dari pengaruh aliran atau paham sempalan yang masih hangat hari ini adalah paham Radikalisme.

Namun jika kepercayaan masyarakat terhadap hukum ini meningkat tinggi tentunya akan sedekitlah orang-orang yang gagal paham yang mencoba meng-hasut dan menga-pak pada jalan atau yang menyesatkan. Pada pasal pertama dalam gurindam dua belas ini jika kita amati dan kita hayati jelas bahwa kekuatan hukum dalam keteraturan berkehidupan jelas bahwa sisi kehidupan manusia hendaklah harus mentaati peraturan dalam kehidupan jika jati diri kita ingin di hormati dan di hagai oleh orang lain sehingga kita dapat di katagorikan mansia yang taat akan asas tang-gung jawab, ini semua memiliki makna bahwa kesadaran terhadap hukum dalam pasal satu cukup tinggi.

Dengan kesadaran hukum yang tinggi ini me-nunjukkan bahwa pada pasal pertama ini memiliki pengaruh yang signifikan terhadap cegah tangkal paham Radikalisme.

182

2. Pasal ke 2 Gurindam Dua belas

Barang siapa mengenal yang tersebut Tahulah ia makna takut

Barang siapa meninggalkan sembahyang Seperti rumah tiada bertiang

Barang siapa meninggalkan puasa Tidaklah mendapat dua termasa Barang siapa meninggalkan zakat Tiadalah hartanya beroleh berkat Barang siapa meninggalkan haji Tiadalah ia menyempurnakan janji

Bagaimana menurut pendapat bapak apakah pa-sal ke dua dalam gurindam dua belas ini memiliki mak-na untuk meningkat kepercayaan masyarakat terhadap hukum dalam cegah tangkal paham Radikalisme ?

“Pada pasal ke dua dari gurindam dua belas ini seluruh baitnya mengarahkan kepada kewajiban kita mengikuti perintah sang pencipta Allah SWT, kekua-tan dari pasal kedua ini mengandung nilai yang dalam terahadap pemahaman hukum dari menjalankan sega-la perintah Alsega-lah SWT, jika kita ingin sesega-lamat hidup di dunia dan di akhirat.

Artinya kewajiban menjalankan perintah baik dan buruk serta apa dampak hukumnya jika semua itu tidak di jakankan oleh manusia. Disini jelas bahwa kepatuhan manusia kepada sang pencipta sudah di

atur sedemikian rupa tergantung manusia tersebut yang menjalankanya.(P.A1)

Pernyataan ini sesuai dengan ungkapan (Soerjono Soekanto, 1982: 150-151). yang manyatakan bahwas kesadaran sebenarnya menunjuk pada interdepend-densi mental dan interpenetrasi mental, yang masing-masing berorientasi pada “aku”nya manusia dan pada “kaminya (Soerjono Soekanto, 1982: 150-151). Namun dalam pembicaraan dengan Responden agama ia me-nyatakan bahwa:

“segala perintah Allah SWT kepada manusia itu untuk keselamatan manusia baik di dunia maupun di akhriat, artinya ketentuan Allah SWT tersebut ber-dampak pada sebab dan akibatnya artinya jikalau di laksanakan perintahNya tentu akan mandapat pahala dan jika tidak dilaksanakan akan mendapat hukuman-Nya. Pada pasal kedua dari gurindam dua belas ini mengajarkan kepada kita untuk patuh dan taat ter-hadap perintah Allah SWT, jika ingin selamat di di-dunia dan Akhirat. jika kita menjalankan aturan Allah SWT dengan sebaik-baiknya maka kita akan terhidar dari pengaruh-pengaruh luar yang dapat menyesatkan kehidupan kita seperti pengaruh paham

radikalis-184

me.”(P.A2). namun sesuai dengan perkatan responden budaya yang mengatakan bahwa “Adat bersanding sara‟ dan sara‟ bersanding kitabullah ungkapan ini senada dengan ungkapan Tenas Effendi yang menyata-kan adat bersanding Al-Qur‟an dan Hadist (P.B1).

Senada dengan ini dikatakan juga bahwa “dalam kehidupan orang melayu sangat kuat kepatuhan ter-hadap adat namun pada hari ini kekuatan itu sudah mulai luntur disebabkan pengaruh dari luar karena kepulauan Riau sangat berdekatan dengan Negera Te-tangga sehingga pengaruh pikiran global tersebut sa-ngat ting-gi. Nah sebangai benteng dari penagruh tersebut maka masyarakt melayu lebih ditekankan untuk mendalami kembali kekuatan nilai-nilai pada guindam dua belas ini untuk dapat di amalkan dalam kehidupan sehari.(P.B2).

Senada dengan itu di sinipun dengan jelas terli-hat, bahwa Scholten menekankan tentang nilai-nilai masyarakat tentang fungsi apa yang hendaknya dija-lankan oleh hukum dalam masyarakat. Sejalan de-ngan pendapat tersebut maka dapat dikatakan bahwa persoalannya di sini kembali pada masalah dasar daripada sahnya hukum yang berlaku, yang akhirnya

harus dikembalikan pada nilai-nilai masyarakat (da-lam arti warganya) (Soerjono Soekanto, 1982:153). Namun dalam pandangan Responden bidang akade-mik mengatakan bahwa;

“Agar penghayatan dengan amalan nilai gurin-dam dua belas ini tetap dapat di amalkan maka alang-kah bagusnya pemerintah dapat masukkan pada mata pelajaran pada anak-anak di sekolah pada pelajaran lokal, sehingga kekayaan budaya melayu tetap men-jadi panutan dalam kehidupan sasuai kata pepatah yang menyatakan tak lapuk oleh hujan tak lekang oleh panas, yang makmani dapat manjadi sandaran hukum bagi orang-orang melayu.”(P.AK1).

Pernyataan di perkuat oleh responden berikut ini “pendidikan terbagi kepada tiga yaitu Pendidikan In-formal, pendidikan Formal dan pendidikan Non For-mal, dari ketiga ini pendidikan informal menjadi titik sandar di karenakan di dapati kalangan keluarga sehingga penenaman nilai-nilai budaya jika di tanam sejak kecil ia akan mendapat pembelajaran yang besar nanti. Sehingga konsep pembelajaran nilai budaya da-pat di jadikan sandaran dalam kehidupan secara otomatis kepercayaan terhadap hukum tentunya lebih

186

tinggi. Dampak dari itu akan berpengaruh positip dan dapat menjadi filter terhadap pengaruh luar atau ali-ran-aliran sempalan tertuma pada paham radikalisme. (P.AK).

Senada dengan ini di nyatakan oleh responden hukum “kehidupan kita di bumi ini sudah menjadi kondratnya menjalankan aturan-aturan hidup baik dari sisi adat istiatad maupun dari hukum ke agamaan. Agar hidup kita tidak tersesat.”(P.H1), ucapan ini di dukung oleh responden berikiutnya di katakan bahwa “jika hukum di pegang teguh maka inshaAllah kehidupan akan selamat dunia dan akhirat. Artinya pengaruh paham dari luar tadak akan mudah begitu saja dapat kita terima.(P.H2).

Dari ucapan ini jelas bahwa jika nila-nilai gurin-dam pasal kedua ini di amalkan atau di jalankan de-ngan baik maka kehidupan kita akan terhindar dari pengaruh paham radikalisme yang efeknya akan mem-bawa kepada Terorisme.

Dalam ungkapan ini sama hal di katakana oleh (Soerjono Soekanto, 1982: 152). Bahwa Jadi kesadaran hukum merupakan kesadaran atau nilai-nilai yang terdapat di dalam diri manusia tentang hukum yang

ada atau tentang hukum yang diharapkan ada. Sebe-narnya yang ditekankan adalah nilai-nilai tentang fungsi hukum dan bukan suatu penilaian hukum terhadap kejadian-kejadian yang konkrit dalam ma-syarakat yang bersangkutan.

Pada pasal ke dua dari gurindam dua belas ini seluruh baitnya menagarahkan kepada kewajiban kita mengikuti perintah sang pencipta Allah SWT, kekua-tan dari pasal kedua ini mengandung nilai yang dalam terahadap pemahaman hukum. Kekuatan pemaha-man terhadap hukum ini akan menjadi daya tangka terhadap aliran radikalisme.