• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pasal ke 7 Gurindam dua belas

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

B. Nilai-Nilai Gurindam Dua Belas Dalam Kesejah- Kesejah-Teraan Masyarakat Terhadap Cegah Tangkal Kesejah-Teraan Masyarakat Terhadap Cegah Tangkal

7. Pasal ke 7 Gurindam dua belas

Pasal 7 gurindam dua belas berisi nasehat agar orang tua membangun ahlak dan budi pekerti anak-anaknya sejak dini sebaik mungkin jika tidak, dike-mudian hari orang tuanya akan susah sendiri, karena menanamkan ahklak yang baik lebih mudah diajarkan sejak dini. Disamping membangun ahklak untuk anak

122

juga banyak berisi nasehat agar seseorang senantiasa berbuat baik dan tidak mencela orang lain serta banyak bicara karena dengan banyak bicara juga akan terbawa dusta, secara terperinci bait-bait pasal 7 dari gurindam dua belas sebagai berikut :

Apabila banyak berkata-kata, di situlah jalan masuk dusta.

Apabila banyak berlebih-lebihan suka, itulah tanda hampir duka.

Apabila kita kurang siasat,

itulah tanda pekerjaan hendak sesat. Apabila anak tidak dilatih,

jika besar bapanya letih.

Apabila banyak mencela orang, itulah tanda dirinya kurang. Apabila orang yang banyak tidur, sia-sia sahajalah umur.

Apabila mendengar akan khabar, menerimanya itu hendaklah sabar. Apabila mendengar akan aduan,

membicarakannya itu hendaklah cemburuan. Apabila perkataan yang lemah-lembut, lekaslah segala orang mengikut. Apabila perkataan yang amat kasar, lekaslah orang sekalian gusar. Apabila pekerjaan yang amat benar, tidak boleh orang berbuat onar.

Dari beberapa responden diperoleh beberapa jawban terhadap pertanyaan apakah pasal 7 dalam gu-rindam dua belas ini juga memiliki makna dalam

me-ningkat kesejahteraan masyarakat dalam cegah tangkal paham Radikalisme ?

“Menurut responden (P.A1), pasal ini lebih me-nekankan pada kita hendak bersyukur apa yang telah diberikan tuhan kepada kita. Jangan suka mencaci atau mencela kekurang orang lain. Karena bisa jadi orang yang dicela lebih baik daripada orang yang mencela. Hidup yang diberikan Tuhan harus dijalani secara produktif. Jangan sampai umur yang diberikan dihabis-kan untuk melakudihabis-kan suatu hal yang tidak berguna. Karena sejatinya waktu adalah harta yang berharga dan tidak bisa kembali lagi ke hal yang serupa.”

Sedangkan menurut responden (P.A2) mengata-kan bahwa pasal 7 ini lebih menemengata-kanmengata-kan kepada kita bahwa Jangan mudah percaya dengan suatu berita sebelum diteliti. Karena bisa saja itu merupakan suatu kedustaan dan fitnah, seseorang itu dinilai dari sikap dan tutur katanya yang bijaksana dan lemah lembut. Sehingga dengan kedua hal tersebut orang akan me-nyukai dan mau mendengar apa yang disarankan-nya.Perkataan yang kasar akan membuat orang sema-kin tidak suka dan menjauhinya. Jangan sesekali mem-fitnah seseorang sebelum ada bukti yang jelas”.

124

Jadi jelas bahwa pada pasal 7 dari gurindam dua belas menurut kedua responden yang ahli dibidang agama mengatakan bahwa bait-bait yang ada dalam pasal 7 tersebut kurang memiliki makna yang berkaitan dalam meningkat kesejahteraan masyarakat dalam ce-gah tangkal paham radikalisme, karena pasal 7 tersebut lebih menekankan pada aspek pergaulan terhadap orang lain.

Berikut ini akan dapat kita lihat juga bagaimana jawaban responden yang ahli di bidang budaya ter-hadap pasal 7 dari gurindam dua belas tersebut, apa-kah pasal 7 ini memiliki makna dalam meningkat ke-sejahteraan masyarakat dalam cegah tangkal paham Radikalisme.

“Menurut saya (PB.1) pasal 7 ini memiliki banyak makna karena terdiri dari beberapa bait, dimana tiap bait memfokuskan bidang tertentu, dimana pasal 7 ini berisi nasihat agar orang tua membangun akhlak dan budi pekerti anak-anaknya sejak kecil dengan sebaik mungkin. Jika tidak, kelak orang tua yang akan repot sendiri” Apabila banyak berkata-kata. Di situlah jalan masuk dusta. Orang yang banyak bicara memperbesar kemungkinan berdusta. Apabila banyak

berlebih-lebi-han suka. Itu tanda hampirkan duka Terlalu meng-harapkan sesuatu akan menimbulkan kekecewaan yang mendalam saat sesuatu itu tidak seperti yang diharap-kan Apabila kita kurang siasat dalam melaksanadiharap-kan pekerjaan. Itulah tanda pekerjaan hendak sesat. Setiap pekerjaan harus ada persiapannya. Apabila anak tidak dilatih Jika besar bapanya letih. Jika kita tidak mendi-dik anak semasa kecilnya akan menyebabkan saat anak itu sudah tumbuh dewasa akan menyusahkan orang tua. (PB.1)”

“Sedangkan menurut responden (PB.2) pasal 7 ini lebih menekankan pada aspek sikap dan tindakan. Se-perti pada bait berikut Apabila banyak mencacat orang. Itulah tanda dirinya kurang. Jangan suka menghina orang lain Apabila mendengar akan kabar. Menerima-nya itu hendaklah sabar, tidak terburu-buru sehingga kita mengambil keputusan terbaik dari beberapa kepu-tusan yang ada. Jangan mudah terpengaruh akan omo-ngan orang lain Apabila perkataan yang lemah lembut. Lekaslah segala orang mengikut Perkataan yang lemah-lembut akan lebih didengar orang daripada perkataan yang kasar. Apabila perkataan yang amat kasar Lekas-lah orang sekalian gusar Perkataan orang yang kasar

126

membuat orang yang berada didekatnya resah Apabila pekerjaan yang amat benar Tidak boleh orang berbuat onar. Orang yang benar jangan disalahkan (difitnah atau dikambinghitamkan)” (PB.2).

Dari pernyataan responden dibidang budaya ter-sebut dapat kita menarik kesimpulan bahwa pasal 7 ini, kurang memiliki makna dalam meningkat kesejahte-raan masyarakat dalam cegah tangkal paham Radika-lisme, akan tetapi pasal ini lebih menekankan pada aspek pergaulan dengan sesama, jika kita terlusuri pa-sal ini dapat memberikan masukan bahwa seseorang-pun tidak dibenarkan berbuat kasar, apalagi berprilaku radikalisme. Berikut ini akan dapat kita ketahui jawa-ban responden yang ahli dibidang akademisi tentang keberadaan pasal 7 dari gurindam dua belas apakah memiliki makna dalam meningkat kesejahteraan ma-syarakat dalam cegah tangkal paham Radikalisme.

“Menurut responden bidang akademisi (PAK.1) menjawab bahwa pasal 7 dari gurindam dua belas lebih menekankan pada pengajaran dan sikap pribadi sese-orang dalam menghadapi sesuatu seperti apabila ba-nyak berkata-kata, di situlah jalan masuk dusta, disini mengajarkan pada seseorang berbicara dan bertutur

kata hendaknya yang penting-penting dan seperlunya saja, karena jika kita banyak bicara dikwatirkan kita juga akan berdusta, jadi dapat dikatakan bahwa pasal 7 ini kurang relevan dan tidak memiliki makna dalam meningkat kesejahteraan masyarakat dalam cegah ta-ngkal paham Radikalisme. ”(PAK.1)

Jawaban yang tidak jauh berbeda juga disampai-kan oleh responden yang ahli dibidang akademisi (PAK.2) dengan jawaban sebagai berikut :

“Sedangkan responden bidang akademik (PAK.2) juga menjawab demgan jawaban yang tidak terlalu berbeda dimana beliau mengatakan bahwa pasal 7 lebih memiliki kecenderungan sikap kita dalam meng-hadapi sesuatu diluar kita seperti kita dilarang banyak bicara, dilarang bersuka-suka secara berlebihan jika tidak ingin celaka, dilarang mencela orang lain, sabar dalam menerima kabar atau berita dan menganjurkan kita untuk berkata dengan lemah lembut dan sopan serta tidak berbuat onar.

Dari jawaban responden di bidang akademik da-pat kita menarik kesimpulan bahwa pasal 7 kurang me-miliki makna dalam meningkat kesejahteraan masya-rakat dalam cegah tangkal paham Radikalisme. Dimana

128

pasal 7 ini lebih banyak mengajarkan nilai-nilai kebai-kan yang harus kita lakukebai-kan sehingga kita bisa mem-bedakan sesuatu yang baik dan buruk dalam hidup dan pergaulan dan mengajarkan nilai-nilai yang di yakini dalam agama (islam) yang harus dijalankan dengan penuh makna. (Azma & Zainal,2016),

“Menurut responden (PH.1) nilai-nilai pada pasal 7 kurang memiliki makna dalam meningkat kesejahte-raan masyarakat dalam cegah tangkal paham Radikalis-me, karena paal 7 ini lebih cenderung memberikan arahan apa yang baik dan tidak baik, atau apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan serta lebih banyak mengajarkan nilai-nilai kebaikan yang harus kita lakukan”(PH.1)

Jawaban yang sama juga dapat kita ketahui dari jawaban responden berikut ini (PH.2) dimana, respon-den (PH.2) juga mengatakan bahwa jika pasal 7 ini di kaitkan dengan makna dalam meningkat kesejahteraan masyarakat dalam cegah tangkal paham Radikalisme, jelas ini tidak begitu nampak, untuk lebih jelas jawaban responen responden (PH.2) dapat kita ketahui sebagai berikut:

“Menurut saya pasal 7 dari gurindam ini kurang memberikan makna dan tidak ada hubungan dalam meningkat kesejahteraan masyarakat dalam cegah ta-ngkal paham Radikalisme, karena pasal 7 gurindam dua belas ini memberikan arakan kepada kita untuk melakukan hal-hal baik (mengandung nilai-nilai aga-ma) sangat mendasar yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan, coba kita lihat beberapa bait-bait yang digunakan oleh Raja Ali Haji dalam menyampaikan petuah dan amanatnya :

Apabila banyak berkata-kata, di situlah jalan masuk dusta.

Apabila banyak berlebih-lebihan suka, itulah tanda hampir duka.

Apabila kita kurang siasat,

itulah tanda pekerjaan hendak sesat. Apabila perkataan yang amat kasar, lekaslah orang sekalian gusar. Apabila pekerjaan yang amat benar, tidak boleh orang berbuat onar.

Jadi bait-bait itu mengajarkan kepada kita (orang-orang melayu) dan kita semua hingga sekarang tentang nilai-nilai ahklak kebaikan.” (PH.2)

Sebagai kesimpulan dari jawaban responden tentang pasal 7 dari gurindam dua belas ini kurang me-miliki makna dalam meningkat kesejahteraan

masya-130

rakat dalam cegah tangkal paham Radikalisme, pasal 7 ini lebih cenderung mengajarkan tentang nilai-nilai ahklak kebaikan, mawas diri jauhi perbuatan tercela, dusta, kasar dan lain-lain. Nilai mawas diri yang di maksud Gurindam Kedua Belas Pasal Ketujuh tersebut adalah jauhi perbuatan: dusta, duka, kesesatan, banyak mencela, banyak tidur, tutur kata kasar, dan berbuat onar. Salah satu ciri orang yang selalu mawas diri tersebut adalah dalam hidupnya selalu banyak siasat sehingga mereka jauh dari hal-hal yang merugikan. (Suhardi,2017).