• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perilaku 1. Pengertian

Perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, mempunyai bentangan yang luas mencakup berjalan, berbicara, bereaksi dan sebagainya. Bahkan kegiatan internal seperti berfikir, persepsi dan emosi juga merupakan perilaku manusia.

Notoatmodjo (1997) mengemukakan bahwa perilaku adalah merupakan hasil hubungan antara stimulus dengan respon. Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan sebagai suatu respon organisme terhadap stimulus dari luar subyek tersebut. Respon ini terbentuk dua macam :

a. Bentuk pasif adalah respon internal yaitu yang terjadi dalam diri manusia dan secara tidak langsung dapat terlihat oleh orang lain misalnya berfikir, tanggapan dan sebagainya.

b. Bentuk aktif adalah apabila perilaku itu jelas dapat diamati secara langsung. Misalnya, makan, minum, berjalan dan sebagainya.

Perilaku juga dapat diartikan suatu tindakan atau perbuatan yang dapat diamati dan dipelajari. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terbentuknya perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern meliputi pengetahuan, kecerdasan, persepsi, emosi, motivasi dan sebagainya yang berfungsi mengolah rangsangan dari luar, sedangkan faktor

(2)

ekstern meliputi lingkungan sekitar baik fisik maupun non fisik seperti iklim, manusia, sosial ekonomi, kebudayaan dan sebagainya.

2. Klasifikasi

Notoatmojo (1997), mengajukan klasifikasi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan :

a. Perilaku kesehatan

Adalah hal-hal yang berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Misalnya, tindakan-tindakan untuk mencegah penyakit dan sebagainya. Perilaku kesehatan menurut Lawrence Green (1980) dipengaruhi beberapa faktor yaitu faktor predisposisi (pengetahuan, sikap, kepercayaan, demografi dan sebagainya), faktor pendukung (tersedianya fasilitas kesehatan) dan faktor pendukung (sikap dan perilaku petugas).

b. Perilaku sakit

Adalah semua kegiatan yang dilakukan individu yang merasa sakit untuk merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya atau rasa sakit. Termasuk disini kemampuan atau pengetahuan individu tersebut untuk mengidentifikasi penyakit, penyebabnya serta usaha mencegahnya.

c. Perilaku sakit

Adalah segala tindakan yang dilakukan oleh individu yang sedang sakit untuk memperoleh kesehatan atau kesembuhan.

(3)

Perilaku pada dasarnya adalah respon seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit, penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan lingkungan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku (Notoatmodjo, 1993) adalah :

a. Faktor-faktor predisposisi (presdiposing factor) yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.

b. Faktor-faktor pendukung (presdiposing factor) faktor yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia dan tidaknya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan.

c. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factor) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas yang lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

Faktor presdiposisi untuk terjadinya perilaku adalah : 1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya yaitu mata, hidung, telinga dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan :

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat kembali suatu materi yang telah dipelajari sebelumya.

(4)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang telah diketahui dan dapat menginterprestasikan materi secara benar.

c. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada suatu atau kondisi sebenarnya.

d. Analisis (analysis)

Analisa adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk yang baru.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu obyek atau materi.

2. Sikap (attitude)

Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau obyek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik dan sebagainya). Sikap belum merupakan satu tindakan atau aktivitas tetapi merupakan predisposisi suatu perilaku.

(5)

Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang universal dalam kehidupan manusia. Tingkat pendidikan yang ada didalam dimulai dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi (Purwanto, 2003).

Tujuan dari akhir pendidikan adalah perubahan perilaku. Perubahan perilaku yang dimaksud dalah perubahan perilaku ke arah yang lebih baik.

Faktor lain yang mempengaruhi perilaku seseorang adalah enabling factor (faktor pemungkin), seperti sarana atau tersedianya fasilitas yang akan mempermudah perilaku seseorang dan reinforcing factors (faktor penguat) seperti sikap dan perilaku tokoh masyarakat

Perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu, ketersediaan fasilitas dan sikap dan perilaku petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku.

4. Tingkatan Praktek Perilaku

Tingkatan-tingkatan praktek perilaku : a. Persepsi (Perception)

Mengenal dan memilih berbagai obyek berhubungan dengan tindakan yang akan diambil merupakan praktek tingkatan pertama.

b. Respon terpimpin (Guided Response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat dua.

(6)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar itu sudah merupakan kebiasaan.

d. Adaptasi (Adaptation)

Adaptasi adalah sesuatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran. B. Perencanaan Makanan bagi Pasien Diabetus Melitus

1. Diabetes Mellitus a. Pengertian

Diabetes mellitus adalah keadaan kekurangan insulin secara relatif maupun absolut yang dapat mengakibatkan terjadinya gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang sering kali disertai komplikasi mikrovaskuler maupun makrovaskuler (Suparman, 1996).

Secara umum, Diabetes Melllitus diklasifikasikan menjadi 2 tipe : tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM), tipe II Non Insulin Depenent Diabetes Mellitus (NIDDM).

b. Insiden dan Faktor Resiko

IDDM biasanya terjadi pada sebelum umur 30 tahun, dan harus mendapatkan insulin dari luar. Merupakan faktor resiko yaitu: Penyakit autonium, infeksivirus, riwayat keluarga dengan DM.

(7)

NIDDM biasanya terjadi pada orang dewasa dengan obese dan jarang mendapatkan insulin. Faktor resiko NIDDM yaitu: obesitas, stres, fisik dan emosis, kehamilan umur lebih dari 40 tahun, pengobatan dan riwayat keluarga dengan DM.

Diabetes mellitus gestasi, terjadi sebelum kehamilan. Biasanya terlihat pada kehamilan minggu 24-28 minggu. Dibeberapa kasus, gula darah kembali normal setelah melahirkan. Faktor resiko yaitu wanita hamil dengan umur lebih dari 25 tahun riwayat keluarga dengan DM, infeksi yang berulang, melahirkan dengan bayi berat badan lebih dari 4 kg, kematian bayi yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya, kelainan anak konginental, dan infeksi yang berulang.

2. Penatalaksanaan DM menurut WHO (1985) meliputi 4 hal:

a. Memperpanjang hidup penderita DM dan menghilangkan gejala penyakitnya. b. Mengupayakan agar penderita dapat hidup bermasyarakt senormal mungkin. c. Mengupayakan dan mempertahankan status metabolisme yang baik.

d. Mencegah komplikasi DM

Pada konsensus PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia) 1998, telah mensepakati kata diet tidak digunakan, sebagai gantinya dipakai istilah perencanaan makanan (meal planning). Perencanaan makanan (meal planning), latihan fisik dan penyuluhan merupakan terapi primer dalam penatalaksanaan Diabetes Mellitus. Sedangkan pengertian perencanaan makanan diabetes adalah perencanaan makanan dengan kalori seimbang dengan memperhatikan pedoman 3 J (Jadwal makan, Jumlah dan Jenis makan) (Hartono, 1995).

(8)

3. Tujuan perencanaan makanan

Tujuan perencanaan makanan bagi penderita diabetes mellitus yang disampaikan oleh Pranadji, Martianto, Subandriyo (2002) adalah :

a. Memperbaiki kesehatan umum penderita,

b. Memberikan jumlah energi yang cukup untuk memelihara berat badan ideal/normal,

c. Memberikan jumlah gizi yang cukup untuk memelihara kesehatan yang optimal, dan aktivitas normal,

d. Menormalkan pertumbuhan anak yang menderita diabetes mellitus, e. Mempertahankan kadar glukosa darah sekitar normal,

f. Menekan atau menunda timbulnya penyakit angiopatidiabetik,

g. Memberikan modifikasi diet sesuai dengan keadaan penderita (misalnya sedang hamil, mempunyai penyakit hati atau tuberkolosis paru), serta

h. Menarik dan mudah diterima penderita.

4. Penentuan jumlah kalori perencanaan makanan diabetes melitus

Penentuan jumlah kalori perencanaan diabetes disesuaikan dengan status gizi penderita (Tjokroprawiro, 2001). Penentuan gizi penderita dilaksanakan dengan menghitung percentage of relatife body weight (BBR=Berat Badan Relatif) dengan rumus :

100 % 100 − Badan Berat x Badan Berat

Dengan rumus ini, maka dapat ditetapkan seseorang dapat dikatakan : a. Kurus (underweight) jika BBR< 90%

(9)

c. Gemuk (overweight) jikaBBR > 110% d. Obesitas jika BBR >120%

- Obesitas ringan jika BBR 120-130% - Obesitas sedang jika BBR 130-140% - Obesitas berat jika BBR 140-200% - Obesitas morbid jika BBR >200%

Dalam praktek, sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari untuk penderita DM yang bekerja biasa adalah :

Kurus : BB x 40-60 kalori sehari Normal : BB x 30 kalori sehari Gemuk : BB x 20 kalori sehari Obesitas : BB x 10-15 kalori sehari

5. Kebutuhan zat gizi

Kebutuhan zat gizi pada penderita diabetes mellitus yang disampaikan Sukardji (2002) adalah :

a. Protein

Hanya sedikit data ilmiah untuk rekomendasi kuat tentang asupan protein orang dengan diabetes mellitus. ADA (American Diabetes Association) saat ini menganjurkan mengkonsumsi 10% sampai 20% energi dari protein total. Menurut konsensus pengelolaan diabetes di Indonesia, kebutuhan protein untuk orang diabetes adalah 10-15% energi. Perlu penurunan asupan protein

(10)

menjadi 0,8 g/KgBB perhari atau 10% dari kebutuhan energi dengan timbulnya nefropati pada orang dewasa dan 65% hendaknya bernilai biologik tinggi.

b. Total lemak

Total lemak dianjurkan <10% energi dari lemak jenuh dan tidak lebih 10% energi dari lemak tidak jenuh ganda, sedangkan selebihnya yaitu 60-70% total energi dari lemak tidak jenuh tunggal dan karbohidrat. Untuk individu yang mempunyai kadar lipid normal dan dapat mempertahankan berat badan yang memadai (dan untuk pertumbuhan dan perkembangan normal pada anak dan remaja) dapat dianjurkan tidak lebih dari 30% asupan energi dari lemak total dan 10% dari lemak jenuh. Dalam hal ini asupan untuk lemak Indonesia adalah 20-25% energi.

c. Lemak jenuh dan kolesterol

Tujuan utama pengurangan konsumsi lemak jenuh dan kolesterol adalah untuk menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler. Oleh karena itu <10% asupan energi sehari dari lemak jenuh dan asupan kolesterol makanan hendaknya dibatasi tidak lebih dari 300 mg perhari. Namun rekomendasi ini harus disesuaikan dengan latar belakang budaya dan etnik.

d. Karbohidrat dan pemanis

Rekomendasi tahun 1994 memfokuskan pada jumlah total karbohidrat dari pada jenisnya. Rekomendasi untuk sokrosa lebih liberal, menilai kembali frutosa dan lebih konservatif untuk serat. Buah dan susu sudah terbukti

(11)

mempunyai respon glikemik yang rendah dari pada sebagian besar tepung-tepungan. Walaupun berbagai tepung-tepungan mempunyai respon glikemik yang berbeda, prioritas hendaknya lebih pada jumlah total karbohidrat yang dikonsumsi dari pada sumber karbohidrat. Anjuran konsumsi karbohidrat untuk orang diabetes di Indonesia adalah 60-70% energi.

e. Serat

Rekomendasi asupan serat untuk orang dengan diabetes sama dengan untuk orang tidak diabetes yaitu dianjurkan mengkonsumsi 20-35 g serat makanan dari berbagai sumber makanan. Di Indonesia anjurannya adalah kira-kira 25 g/hari dengan mengutamakan serat larut.

f. Natrium

Anjuran untuk asupan orang diabetes sama dengan penduduk biasa yaitu tidak lebih dari 3000 mg, sedang bagi yang menderita hipertensi ringan sampai sedang dianjurkan 2400 mg natrium perhari.

g. Alkohol

Anjuran penggunaan alkohol untuk orang diabetes sama dengan masyarakat umum. Dalam keadaan normal, kadar gula darah tidak terpengaruh oleh penggunaan alkohol dalam jumlah sedang, apabila diabetes terkendali dengan baik. Alkohol dapat meningkatkan resiko hipoglikemi pada mereka yang menggunakan insulin atau sulfonilurea. Bagi orang dengan yang mempunyai masalah kesehatan lain seperti pangkreatitis, dislipidemia atau neuropayi mungkin perlu anjuran untuk mengurangi atau menghindari alkohol.

(12)

Apabila asupan gizi cukup, biasanya tidak perlu menambahkan suplentasi vitamin dan mineral. Walaupun ada alasan teoritis untuk memberikan suplemen anti oksidan, pada saat ini hanya sedikit bukti yang menunjang bahwa terapi tersebut menguntungkan.

6. Petunjuk umum penggunaan perencanaan makanan

Dalam melaksanakan perencanaan makanan (meal planning) pada penderita diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J (Jumlah, Jadwal dan Jenis). J 1 : Jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambah. J 2 : Jumlah meal planning harus diikuti sesuai dengan intervalnya, biasanya 3

jam. Menurut pedoman perencanaan makanan di Surabaya, meal planning ini di berikan dengan 3 kali makanan utama dan 3 kali makanan antara (snack) dalam jarak 3 jam.

J 3 : Jenis makanan

Jenis makanan yang manis seperti semua makanan yang mengandung gula murni (sirop, gula-gula, permen, dan manisan) harus dihindari.

C. Pengetahuan 1. Pengertian

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Pengindraan ini terjadi melalui panca indra manusia. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting bagi terbentuknya tindakan seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh

(13)

pengetahuan (Notoatmojo, 1997). Apabila penerimaan perilaku baru didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya jika tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama.

Pengetahuan yang tercakup didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat yaitu:

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebgai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam tingkat ini adalah mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang telah dipelajari. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan, menguraikan dan sebagainya. Misalnya dapat menyebutkan tanda-tanda kekurangan kalori pada balita.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan dan sebagainya terhadap obyek yang dipelajari. Misalnya dapat menjelaskan mengapa harus makan makanan bergizi.

(14)

Diartikan sebagai kemampuan menggunakan materi yang telah dipelajari pda situasi riil. Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus metode, prinsip, dan sebagainya dalam kontek atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah didalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.

d. Analisis (Analysis)

Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam sesuatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja : dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan dan sebagainnya.

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian–bagian di dalam bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, merencanakan, meringkaskan, menyesuaikan dan sebagainnya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

f. Evaluasi (Evalution)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian ini berdasarkan suatu

(15)

kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya dapat membandingkan antara anak-anak yang kurang gizi dengan yang cukup gizi.

D. Sikap

1. Pengertian

Sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau obyek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Menurut (Berkowit cit.Anwar 1998) sikap merupakan suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan atau kesedihan untuk bertindak dan bukan merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi adalah merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup bukan merupakan reaksi terbuka, tingkah laku yang terbuka. Lebih dapat dijelaskan lagi bahwa sikap merupakan reaksi terhadap obyek dilingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.

Respon sikap diklasifikasikan ke dalam 3 macam klasifikasi, yaitu respon kognitif, respon afektif, serta respon konatif atau perilaku. Lebih lanjut dengan melihat salah satu saja diantara ketiga respon tersebut, sikap seseorang sudah dapat diketahui.

Dalam mempersiapkan obyek sikap banyak faktor yang mempengaruhi. Faktor-faktor tersebut yaitu: pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang

(16)

dianggap penting, institusi atau lembaga agama, lembaga pendidikan (Azwar, 1995).

2. Komponen Sikap

Dalam bagian lain Notoatmodjo (1997), menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok yaitu :

a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu obyek. b. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu obyek. c. Kecenderungan untuk bertindak.

Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan : a. Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa orang mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan. Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah.

b. Merespon (Responding)

Memberikan jawaban bila ditanya, mengerjakan tugas yang diberikan adalah indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, lepas pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang menerima tugas tersebut.

c. Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya, seorang ibu mengajak ibu lain untuk menimbang anaknya ke posyandu.

(17)

d. Bertanggung jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi. Misalnya, seorang ibu mau ber-KB meskipun mendapatkan tantangan dari mertua atau orang tuanya sendiri. E. Kerangka teori Faktor Presdisposisi 1. Pengetahuan 2. Sikap 3. Umur 4. Jenis kelamin 5. Persepsi 6. Motivasi 7. Kepercayaan 8. Demografi Faktor Pendorong 1. Sikap petugas 2. Sikap keluarga

Perilaku pasien Diabetes Mellitus Dalam menjalankan perencanaan makanan

Faktor Pendukung

1. Pendapatan keluarga 2. Ketersediaan waktu 3. Fasilitas kesehatan

(18)

Bagan 1. Kerangka teori

(19)

F. Kerangka Penelitian

Pengetahuan pasien DM tentang Perencanaan makanan

Perilaku pasien DM Dalam Menjalankan Perencanaan Makanan

Sikap Pasien DM terhadap Perencanaan Makanan

Bagan 2. Kerangka Penelitian

G. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah

1. Ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku pasien diabetes mellitus dalam menjalankan perencanaan makanan

2. Ada hubungan antara sikap dengan perilaku pasien diabetes mellitus dalam menjalankan perencanaan makanan

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi yang berjudul “Pengaruh Konsentrasi dan Jenis Pati pada Pengolahan Surimi Ikan Tigawaja (฀ibea soldado) terhadap

“Mapassulu yang baru di gelar menghabiskan hampir semua uang yang saya dapatkan dari kedua mayat yang saya curi sebelumnya.” (PKP/ 2015 : 131) Dari kutipan di atas, sikap Allu

Atas dasar inilah menjadikan peneliti selanjutnya tertarik mempergunakan variabel pemoderasi yaitu budaya tri hita karana pada pengaruh komitmen organisasi dan time

Yang dimaksud “ Kelompok Rukun Warga (KRW) “ adalah wadah pembinaan warga di lingkup jemaat untuk peningkatan dan pemerataan peran serta warga dalam mewujudkan GKJW

Dari fenomena tersebut menunjukan bahwa selama tahun 2009, penjualan untuk sepeda motor Yamaha “SCORPIO” di Surabaya, tidak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh perusahaan,

Ibu di posyandu “Melati” juga sudah mengetahui porsi makan sesuai dengan kriteria gizi seimbang yang terdiri dari makanan pokok, lauk, sayur, buah, dan susu; menerapkan pola

P301 + P312 - JIKA TERTELAN: Hubungi PUSAT INFORMASI RACUN atau dokter jika merasa tidak enak badan P312 - Hubungi PUSAT INFORMASI RACUN atau dokter jika merasa tidak enak badan..

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, ekstrak etanol 70% daun kersen ( Muntingia calabura L.) terbukti memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri