• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Berpikir secara umum diartikan sebagai proses yang intens untuk memecahkan masalah dengan menghubungkan satu hal dengan yang lain, sehingga mendapatkan suatu pemecahan. Berpikir juga dapat diartikan sebagai suatu kegiatan mental yang dialami seseorang bila mereka dihadapkan pada suatu masalah atau situasi yang harus dipecahkan. Ketika seseorang memutuskan suatu masalah, memecahkan masalah, ataupun memahami sesuatu, maka orang tersebut melakukan aktifikas berpikir. Berpikir terdiri dari beberapa jenis, salah satunya berpikir kreatif.

Dalam pembelajaran matematika masalah kehidupan sehari-hari sering digunakan sebagai sumber atau topik pembelajaran yang digunakan untuk mengembangkan kemampuan berpikir matematis siswa. Disisi lain pemecahan masalah matematika dalam proses pembelajaran dapat digunakan untuk mengetahui proses berpikir siswa dalam penyelesaian masalah yang mengarah pada berbagai cara penyelesaian matematika yang lebih bervariasi sesuai dengan proses berpikir yang dimiliki sehingga akan melatih kemampuan berpikir siswa dalam menguraikan berbagai ide dalam menyelesaikan setiap masalah. Tipe berpikir yang menekankan adanya variasi cara penyelesaian sering disebut sebagai proses berpikir kreatif. Ruggiero (1998) dalam Johnson (2007:183) mengatakan bahwa berpikir kreatif dapat diartikan sebagai suatu kegiatan mental yang digunakan seorang untuk membangun ide atau gagasan yang baru. Pengembangan kemampuan berpikir kreatif merupakan salah satu fokus pembelajaran matematika. Melalui pembelajaran matematika siswa diharapkan memiliki kemampuan berpikir logis , analitis, sistematis, kritis dan kreatif, serta memiliki kemampuan bekerja sama (Depdiknas 2004). Berpikir kritis dan kreatif memungkinkan siswa untuk mempelajari masalah secara sistematis, menghadapi berjuta tantangan dengan cara terorganisasi, merumuskan pertanyaan inovatif, dan merancang permasalahan yang dipandang relatif baru (Johnson, 2007:183).

(2)

commit to user

Berpikir kreatif dalam matematika mengacu pada pengertian berpikir kreatif secara umum. Bishop (Pehkonen, 1997: 63) menjelaskan bahwa seseorang memerlukan dua model berpikir berbeda yang komplementer dalam matematika, yaitu berpikir kreatif yang bersifat intuitif dan berpikir analitik yang bersifat logis. Pendapat ini lebih melihat berpikir kreatif sebagai suatu pemikiran yang intuitif daripada yang logis. Pengertian ini menunjukkan bahwa berpikir kreatif tidak didasarkan pada pemikiran yang logis tetapi lebih sebagai pemikiran yang tiba-tiba muncul, tak terduga, dan diluar kebiasaan. Ketika seseorang menerapkan berpikir kreatif dalam suatu praktik pemecahan masalah, maka pemikiran divergen yang intuitif menghasilkan banyak ide, hal ini akan berguna dalam menemukan penyelesaiannya.

Berpikir kreatif mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan pemecahan masalah. Seseorang yang mempunyai kemampuan berpikir kreatif tidak hanya mampu memecahkan masalah-masalah non rutin, tetapi juga mampu melihat berbagai alternatif dari pemecahan masalah itu. Kemampuan berpikir kreatif merupakan bagian yang sangat penting untuk kesuksesan dalam pemecahan masalah. Seperti yang dikemukakan Evans (1991) dalam Nurizzati (2009) mengatakan bahwa sikap positif terhadap pemecahan masalah dapat meningkatkan keberhasilan seseorang dalam pemecahan masalah. Berpikir kreatif dapat mempertinggi sikap positif seseorang dengan tidak mengenal putus asa dalam menyelesaikan masalah. Oleh karena itu, berpikir kreatif sangat penting untuk keberhasilan pemecahan masalah. Barak dan Doppelt (2000) mengemukakan bahwa berpikir kreatif merupakan sintesis antara berpikir vertikal dan berpikir lateral. Berpikir vertikal menurut Edward de Bono dalam Barak dan Doppelt (2000) merupakan pola berpikir yang dilakukan secara tahap demi tahap berdasarkan fakta yang ada, untuk mencari berbagai alternatif pemecahan masalah, dan akhirnya memilih alternatif yang paling mungkin menurut logika normal. Pola berpikir vertikal terkait dengan bernalar dalam matematika sehingga lebih memfungsikan otak kiri yang bersifat logis, sekuensial, linier, dan rasional. Sementara pola berpikir lateral menggunakan berbagai fakta yang ada, menentukan hasil akhir apa yang diinginkan, dan kemudian secara kreatif

(3)

commit to user

(seringkali tidak dengan cara berpikir tahap demi tahap) mencari alternatif pemecahan masalah dari berbagai sudut pandang yang paling mungkin mendukung hasil akhir tersebut. Pendapat Edward de Bono di atas menfokuskan bahwa berpikir kreatif terkait erat dengan pemecahan masalah.

Beberapa penelitan terdahulu yang telah dilakukan terkait dengan Pentingnya kemampuan berpikir kreatif dalam aktivitas pemecahan masalah ditunjukkan oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Hwang et al (2007). Mereka menyimpulkan bahwa kemampuan elaborasi, yang merupakan salah satu komponen berpikir kreatif, merupakan faktor kunci yang menstimulasi siswa untuk mengkreasi pengetahuan mereka dalam aktivitas pemecahan masalah. Persamaan antara penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan yaitu terletak pada pentingnya kemampuan berpikir kreatif yang dapat mendukung kinerja individu dalam aktivitas pemecahan masalah, yaitu dalam aktivitas pemecahan masalah, kemampuan berpikir kreatif sangat berperan dalam mengidentifikasi masalah, mengeksplorasi berbagai metode, dan mengeksplorasi alternatif solusi. Sedangkan perbedaannya adalah penelitian ini mendeskripsikan bagaimana proses berpikir kreatif siswa dalam pemecahan masalah, yang selanjutnya dilihat dari tipe kepribadian siswa berdasarkan pada dimensi kepribadian Myer-Briggs.

Penelitian lainnya tentang proses berpikir kreatif yaitu penelitian yang dilakukan oleh Komarudin (2014) dengan subjek penelitian siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Sukoharjo. Penelitian tersebut bertujuan untuk mendeskripsikan proses berpikir kreatif siswa SMP Negeri 1 Sukoharjo berdasarkan gaya kognitif siswa yang dianalisis berdasarkan langkah-langkah Wallas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses berpikir kreatif siswa berdasarkan pada langkah-langkah Wallas, yaitu preparation, incubation, illumination, dan verification yang telah diuraikan, terdapat persamaan dan perbedaan proses berpikir kreatif siswa SMP dalam pengajuan masalah matematika yang ditinjau dari tipe gaya kognitif FI dan FD. Terdapat kesamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan peneliti yaitu mendeskripsikan proses berpikir kreatif siswa berdasarkan pada tahapan proses berpikir kreatif Wallas sedangkan perbedaannya adalah dalam

(4)

commit to user

penelitian terdahulu ditinjau dari gaya kognitif siswa dalam pengajuan masalah sedangkan pada penelitian ini proses berpikir kreatif siswa ditinjau dari tipe kepribadian siswa dalam pemecahan masalah berdasarkan pada dimensi kepribadian Myer-Briggs.

Adapaun Penelitian terkait dengan pentingnya memperhatikan tipe kepribadian siswa dalam pemecahan masalah matematika ditunjukkan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Immas Metika Alfa Lutfiananda dan Abdul Haris Rosyidi dengan subjek penelitian dua orang siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Madiun tahun ajaran 2013/2014 yang mewakili tipe STJ

(Sensing-Thinking-Judging) dan tipe NFJ (Intuition-Feeling-(Sensing-Thinking-Judging). Penelitian ini bertujuan untuk

mendeskripsikan profil pemecahan masalah open-ended pada materi ukuran pemusatan data berdasarkan tipe kepribadian MBTI siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tahap memahami masalah, siswa dengan tipe STJ dan NFJ pada tahap memahami masalah, subjek dapat menceritakan kembali masalah yang diberikan dengan kalimat sendiri. Dalam menyusun strategi, semua subjek mengaitkan informasi yang diketahui dengan konsep rata-rata yang dimiliki dalam menyusun strategi. Selain itu, subjek menyusun strategi yang tidak sesuai dengan ketentuan dikarenakan terdapat informasi yang tidak dimiliki. Sedangkan pada tahap pelaksanaan strategi dan memeriksa kembali, subjek dengan tipe STJ dan NFJ cenderung konsisten memeriksa kesesuaian pelaksanaan dan pemecahan masalah dengan ketentuan atau informasi yang diketahui. Terdapat kesamaan antara penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan yaitu melihat pada pentingnya memperhatikan kepribadian siswa berdasarkan pada tipe kepribadian Myer-Briggs dalam pemecahan masaalah matematika yang orientasinya lebih kepada individu yang dipengaruhi karakteristik pribadi mereka. Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan dilihat pada proses pemecahan masalahnya, yaitu pada penelitian ini melihat pada proses berpikir kreatif siswa dalam pemecahan masalah matematika.

Berkenaan dengan berpikir kreatif siswa dalam pemecahan masalah, maka dilakukan penelitian pendahuluan pada tanggal 20 Desember 2013 dengan

(5)

commit to user

memberikan tes tertulis kepada tiga orang siswa yang belum dikelompokkan berdasarkan tipe kepribadiannya, pada materi kubus dan balok yang terdiri dari satu soal yang dilaksanakan di SMP PL Bintang Laut Surakarta kelas IX dengan inisial TMP dan GPA yang sudah mendapatkan materi kubus dan balok. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa siswa dengan inisial TMP mampu menyelesaikan masalah yang diberikan, yaitu dapat menyebutkan hal yang diketahui, dan membuat rencana pemecahan masalah, akan tetapi siswa tersebut dalam menyelesaikan masalah belum mampu menunjukkan cara yang berbeda dan bernilai benar. Oleh karena itu siswa dengan inisial TMP hanya mampu menunjukkan kefasihan yang merupakan salah satu indikator berpikir kreatif. Adapun siswa dengan inisial GPA dalam menyelesaikan masalah menunjukkan hasil bahwa siswa mampu menyelesaikan masalah dengan benar dan menunjukkan cara yng berbeda dan bernilai benar. Oleh karena itu siswa dengan inisial GPA menunjukkan kefasihan dan fleksibilitas yang merupakan indikator berpikir kreatif. Berdasarkan hasil siswa tersebut, dapat disimpulkan bahwa adanya cara berpikir kreatif yang nampak dari masing-masing siswa dalam memecahkan masalah yang dapat diketahui dengan munculnya indikator berpikir kreatif.

Hasil pengamatan terhadap kondisi peserta didik tersebut membuahkan suatu kesimpulan bahwa setiap peserta didik selalu mempunyai perbedaan, dimana perbedaan harus diterima dan dimanfaatkan dalam belajar. Marpaung (2008) menyatakan bahwa cara siswa belajar dan cara berpikir siswa berbeda. Perbedaan tersebut paling mudah diamati dalam tingkah laku secara nyata. Seorang pengajar tentu pernah melihat dimana terdapat peserta didik yang selalu terlihat aktif dan selalu ingin menjadi nomor satu, sementara peserta didik lain terlihat sangat pasif, tidak ingin diperhatikan oleh orang lain, dan cenderung tidak suka pada pergaulan yang luas. Contoh lainnya, peserta didik yang satu menyukai metode diskusi sebagai metode pembelajaran, peserta didik tersebut menunjukkan sikap yang sangat aktif dalam menyampaikan ide-idenya dan terlihat sangat menonjol dibanding peserta didik yang lain dalam kelompok diskusinya, sementara peserta didik yang lain akan terlihat menonjol justru jika digunakan metode yang lainnya.

(6)

commit to user

Hal inilah yang menyebabkan metode mengajar yang satu sesuai untuk seorang peserta didik tetapi tidak sesuai untuk peserta didik yang lain. Perbedaan tingkah laku pada setiap individu, peserta didik, maupun pengajar terjadi karena pengaruh dari kepribadian yang berbeda-beda.

Berdasarkan pada kenyataan bahwa kepribadian manusia sangat bermacam-macam. beberapa ahli berusaha mengelompokkan manusia ke dalam tipe-tipe tertentu, karena mereka berpendapat bahwa cara itulah yang paling efektif untuk mengenal sesama manusia dengan baik. Katharine Briggs dan Isabel Briggs Myers (1962) dalam (Cohen, 2008: 1-3) merumuskan secara luas tipe kepribadian berdasarkan pada teori Jung yang digunakan untuk mengidentifikasi cara individu atau cara yang lebih disukai individu dalam mendapatkan data dan mengambil keputusan yang dibaginya menjadi empat skala preferensi didasarkan pada kemana individu cenderung untuk memusatkan perhatinnya (extrovert-introvert), cara dan jalan individu menerima informasi dari luar (sensing-intuition), cara individu membuat keputusan (thinking-feeling), dan bagaimana individu dalam mengamati dan menilai (judging-perceiving).

Keirsey dan Bates (1985) dan Keirsey (2009) mengelompokkan kepribadian menjadi empat tipe, yaitu The Guardians (The Epimethean Temperament), The

Artisans (The Dionysian Temperament), The Rationals (The Promethean Temperament), dan The Idealists (The Apollonian Temperament). Penggolongan

tipe kepribadian ini didasarkan pada bagaimana seseorang memperoleh energinya (extrovert atau introvert), bagaimana seseorang mendapatkan informasi (sensing atau intuition), bagaimana seseorang membuat keputusan (thinking atau feeling), dan bagaimana gaya dasar hidupnya (judging atau perceiving). Penggolongan yang dilakukan oleh Keirsey ini berdasarkan pemikiran bahwa perbedaan nyata yang dapat dilihat dari seseorang adalah tingkah laku (behaviour). Tingkah laku dari seseorang merupakan cerminan hal yang nampak dari apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh orang tersebut. Implikasi dari pernyataan ini adalah, kalau seseorang hendak mengetahui hal yang dipikirkan oleh orang lainnya, dapat dibaca melalui tingkah lakunya.

(7)

commit to user

Dengan menyadari perbedaan kondisi pada masing-masing peserta didik, maka pengajar dapat menentukan model pembelajaran yang tepat untuk masing-masing pribadi peserta didik. Model pembelajaran dapat disesuaikan berdasarkan proses berpikir yang dimiliki oleh peserta didik, dan salah satu proses berpikir dapat diselidiki berdasar tipe kepribadian. Untuk dapat mencapai hal tersebut, maka pada penelitian ini akan dilihat proses berpikir kreatif siswa dalam menyelesaikan masalah matematika ditinjau dari tipe kepribadian guardian, dan

rational.

Pemilihan tipe guardian dan rational pada penelitian berdasarkan pertimbangan bahwa tipe rational senantiasa mengerjakan pemecahan masalah secara runtut dan utuh, mempunyai soft skills dalam berpikir sintesis, teliti, mempunyai kebijaksanaan dalam menyelesaikan masalah, dan konsisten terhadap pendapatnya. Adapun tipe guardian mempunyai kelebihan yaitu bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan kepadanya, tepat waktu, dan detail dalam menjabarkan tugas. Di samping itu, tipe ini mampu menjadi pemimpin yang mengarahkan dan melindungi anak buahnya. Daya ingat yang cukup kuat menyebabkan tipe ini selalu berusaha mengerjakan tugas dengan sempurna, meskipun cara yang digunakan sering tidak bervariasi, karena tipe ini lebih bersifat monoton dan kaku (Dewiyani, 2011: 84-85). Agar proses berpikir kreatif siswa dalam menyelesaikan masalah matematika dapat diketahui dengan lebih baik, maka pada penelitian ini, dalam menyelesaikan masalah matematika, proses berpikir kreatif siswa dilihat berdasarkan pada perspektif Wallas yaitu

preparation, incubation, illumination dan verification .

Berdasarkan uraian di atas dan hasil pra survai yang menunjukkan bahwa adanya cara berpikir kreatif yang berbeda, peneliti tertarik untuk mengkaji secara mendalam bagaimana cara siswa memunculkan ide kreatifnya tersebut dalam memecahkan masalah matematika, yang selanjutnya dilihat pada proses yang dilakukan oleh siswa. Penelitian dilakukan di MTs NW Suralaga Lombok Timur, yang selanjutnya dilihat berdasarkan tipe kepribadian dimensi Myers-Briggs.

(8)

commit to user B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan masalah penelitian ini sebagai berikut.

1. Bagaimana proses berpikir kreatif siswa kelas VIII MTs NW Suralaga dengan tipe kepribadian rational dalam pemecahan masalah matematika? 2. Bagaimana proses berpikir kreatif siswa kelas VIII MTs NW Suralaga

dengan tipe kepribadian guardian dalam pemecahan masalah matematika? C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan:

1. Proses berpikir kreatif siswa kelas VIII MTs NW Suralaga dengan tipe kepribadian rational dalam pemecahan masalah matematika.

2. Proses berpikir kreatif siswa kelas VIII MTs NW Suralaga dengan tipe kepribadian guardian dalam pemecahan masalah matematika.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

Secara umum penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan sumbangan pengetahuan dalam pendidikan matematika tentang proses berpikir keatif siswa dalam pemecahan masalah matematika dilihat dari tipe kepribadian siswa, dan sebagai bahan refrensi bagi penelitian-penelitian sejenis lainnya.

2. Manfaat Praktis

Diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan khususnya kepada guru agar dapat merancang instrumen yang mampu membantu siswa untuk dapat berpikir kreatif dalam menyelesaikan suatu permasalahan, dan dijadikan sebagai bahan pertimbangan guru dalam penyusunan model pembelajaran yang disesuaikan dengan tipe kepribadian siswa.

Referensi

Dokumen terkait

Emisi surat utang korporasi di pasar domestik selama Januari 2018 mencapai Rp7,67 triliun atau naik 2,84 kali dibandingkan dengan Januari 2018, berdasarkan data oleh

[r]

 Biaya produksi menjadi lebih efisien jika hanya ada satu produsen tunggal yang membuat produk itu dari pada banyak perusahaan.. Barrier

Hasil penelitian menunjukkan terdapat 19 sasaran strategis yang ingin dicapai dengan prioritas sasaran adalah: meningkatkan penerimaan Fakultas (bobot 10%),

Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Kementerian Agama R.I, menyatakan bahwa lembaga di bawah ini telah melakukan updating data Pendidikan Islam (EMIS) Periode Semester GENAP

terapi musik instrumental 82% depresi ringan, 18% depresi berat, 2) setelah melakukan terapi musik instrumental 88% tidak depresi dan 12% depresi ringan, 3) hasil

Diisi dengan bidang ilmu yang ditekuni dosen yang bersangkutan pada

underwear rules ini memiliki aturan sederhana dimana anak tidak boleh disentuh oleh orang lain pada bagian tubuhnya yang ditutupi pakaian dalam (underwear ) anak dan anak