• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (manajemen suatu usaha) dengan principal (pemilik usaha). Model

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (manajemen suatu usaha) dengan principal (pemilik usaha). Model"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori 1. Teori Agensi

Teori Agensi merupakan hubungan kontrak antara agent (manajemen suatu usaha) dengan principal (pemilik usaha). Model keagenan melibatkan kedua belah pihak yaitu antara agent dengan pricipal, sehingga diperlukan adanya kontrak kerja antara kedua belah pihak. Kesepakatan tersebut diharapkan dapat memaksimumkan utilitas principal dan dapat menjamin agen untuk menerima reward dari hasil aktivitas pengelolaan perusahaan. Perbedaan kepentingan antara pemilik dan manajemen terletak pada memaksimalkan manfaat (utility) pemilik (principal) dengan kendala (constraint) manfaat (utility) dan insentif yang akan diterima oleh manajemen (agent). Kepentingan yang berbeda akan menimbulkan agency problem antara principal dengan agent karena adanya perbedaan kepentingan antara kedua belah pihak, satu sisi agent menginginkan peningkatan kompensasi, sedangkan principal ingin menekan biaya pajak. (Siregar dan Widyawati, 2016).

Agency problem dapat terjadi karena pajak merupakan beban bagi perusahaan yang dapat mengurangi laba perusahaan sehingga perusahaan akan mencari cara agar beban pajak yang ditanggung dapat dikurangi (Asri dan Suardana, 2016).

(2)

Teori keagenan dapat memecahkan masalah yang terjadi terkait hubungan keagenan. Permasalahan hubungan keagenan yang muncul karena adanya perbedaan kepentingan antara para pihak, satu sisi agent menginginkan peningkatan kompensasi, sedangkan principal ingin menekan biaya pajak.

2. Tax Avoidance

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2008). Sistem pengumutan pajak yang berlaku di Indonesia adalah self assesment system, yaitu suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukkan sendiri besarnya pajak yang teruatang (Mardiasmo, 2008).

Self assesment system menjadikan wajib pajak berkewajiban untuk menghitung sendiri jumlah seluruh penghasilan yang diperoleh, jumlah pajak terutang, jumlah pajak yang telah dibayar atau dapat dikreditkan, pajak yang masih harus dibayar, menyetor pajak yang terutang atau yang masih harus dibayar serta mengisi dan melaporkan sendiri Surat Pemberitahuan (SPT) dan Surat Setoran Pajak (SSP) ke kantor pajak (Mulyani dkk, 2014).

Menurut Mulyani dkk (2014) self assessment system secara eksplisit merupakan sistem perpajakan yang sangat rentan menimbulkan

(3)

penyelewengan dan pelanggaran. Penyelewengan dan pelanggaran merupakan suatu bentuk dari penghindaran atau perlawanan pajak. Penghindaran pajak dapat digolongkan menjadi dua, antara lain :

a. Perlawanan Pasif

Perlawanan pajak secara pasif diakibatkan oleh adanya hambatan-hambatan yang mempersukar pemungutan pajak.

b. Perlawanan Aktif

Perlawanan aktif mancakup ruang lingkup semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan terhadap fiskus dengan tujuan menghindari pajak, contohnya tax avoidance, tax evasion.

Tax avoidance merupakan cara tindakan penghematan pajak yang masih dalam koridor perundang-undangan (lawful fashion) (Swingly dan Sukartha, 2015). Tax Avoidance bukan pelanggaran undang – undang perpajakan karena usaha wajib pajak untuk mengurangi, menghindari, meminimumkan dan meringankan beban pajak dilakukan dengan cara yang dimungkinkan oleh undang – undang pajak (Kurniasih dan Sari, 2013). Tax avoidance menurut Maharani dan Suardana (2014) adalah salah satu cara untuk menghindari pajak secara legal yang tidak melanggar peraturan perpajakan. Menurut siregar dan Widyawati (2016) menyatakan bahwa tax avoidance adalah upaya tindakan perusahaan untuk mengurangi atau meminimalisir beban pajak perusahaan.

Model estimasi pengukuran tax avoidance yaitu menggunakan model Effective Tax Rate (ETR). Effective Tax Rate (ETR) merupakan

(4)

presentase besarnya beban pajak efektif yang harus dibayarkan suatu perusahaan pada tahun berjalan. ETR dapat dihitung dengan membandingkan beban pajak penghasilan dengan laba sebelum pajak suatu perusahaan (Kurniasih, 2015). Nilai ETR 0 sampai dengan 1. Alasan menggunakan proxy ETR adalahkarena dengan menggunakan ETR dapat diketahui adanya pajak yang dibayarkan sebagai proporsi dari pendapatan ekonomi (Ardyansah, 2014). Satuan ukuran yang digunakan yaitu satuan angka itu sendiri. Nilai ETR yang semakin rendah menunjukkan adanya tindakan tax avoidance yang semakin tinggi yang dilakukan oleh suatu perusahaan.

3. Leverage

Untuk menjalankan operasinya setiap perusahaan memiliki berbagai kebutuhan, terutama yang berkaitan dengan dana agar perusahaan dapat berjalan sebagaimana mestinya. Dana selalu dibutuhkan untuk menutupi seluruh atau sebagian dari beban yang diperlukan , baik dana jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam praktiknya untuk menutupi kekurangan akan kebutuhan dana, perusahaan memiliki beberapa pilihan sumber dana yang digunakan. Sumber-sumber dana secara garis besar dapat diperoleh dari modal sendiri atau pinjaman (Kasmir, 2011).

Menurut Kasmir (2011) Kombinasi dari penggunaan dana dikenal dengan nama rasio penggunaan dana pinjaman atau utang atau dikenal dengan nama rasio solvabilitas atau leverage ratio. Rasio Solvabilitas atau leverage ratio merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh

(5)

mana aset perusahaan dibiayai dengan utang. Artinya berapa besar beban utang yang ditanggung perusahaan dibandingkan dengan asetnya. Dalam arti luas dikatakan bahwa rasio solvabilitas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang apabila perusahaan dibubarkan (dilikuidasi).

Menurut Fahmi (2011) Rasio leverage adalah mengukur seberapa besar perusahaan dibiayai dengan utang. Penggunaan utang yang terlalu tinggi akan membahayakan perusahaan karena perusahaan akan masuk dalam kategori extreme leverage (utang ekstrem) yaitu perusahaan terjebak dalam tingkat utang yang tinggi dan sulit untuk melepaskan beban utang tersebut.

Perusahaan yang menggunakan hutang akan menimbulkan adanya bunga yang harus dibayar. Pada peraturan perpajakan, yaitu pasal 6 ayat 1 huruf angka 3 UU nomor 36 tahun 2008 tentang PPh, bunga pinjaman merupakan beban yang dapat dikurangkan (deductible expense) terhadap penghasilan kena pajak. Beban bunga yang bersifat deductible akan menyebabkan laba kena pajak perusahaan menjadi berkurang. Laba kena pajak yang berkurang pada akhirnya akan mengurangi jumlah pajak yang harus dibayar perusahaan (Mulyani dkk, 2014).

Dalamp penelitian ini, variabel leverage diukur menggunakan debt to asset ratio (debt ratio). Menurut Kasmir (2011) Debt to assets ratio merupakan rasio utang yang digunakan untuk mengukur perbandingan

(6)

antara total hutang dengan total aset. Dengan kata lain seberapa besar aset perusahaan dibiayai oleh utang atau seberapa besar utang perusahaan berpengaruh terhadap pengelolaan aset. Dari hasil pengukuran, apabila rasionya tinggi, artinya pendanaan dengan utang juga semakin banyak. Demikian pula apabila rasionya rendah, semakin kecil perusahaan dibiayai dengan utang.

Satuan ukuran pada variabel leverage yaitu menggunakan prosentase dari hasil perhitungan rasio hutang tersebut. Penggunaan proksi tersebut dikarenakan hutang yang dilakukan perusahaan untuk tujuan usaha atau lainnya bukan hanya terdiri dari hutang jangka panjang saja, tapi juga hutang jangka pendek (Mulyani dkk, 2014). Selain itu, beberapa penelitian terdahulu lebih banyak menggunakan total hutang dibagi dengan total aset dalam menghitung leverage.

4. Profitabilitas

Tujuan akhir yang ingin dicapai suatu perusahaan yang terpenting adalah memperoleh laba atau keuntungan yang maksimal, disamping hal-hal lainnya. Menurut Fahmi (2011) rasio profitabilitas digunakan untuk mengukur efektivitas manajemen secara keseluruhan yang ditujukan oleh besar kecilnya tingkat keuntungan yang diperoleh dalam hubungannya dengan penjualan maupun investasi. Menurut Kasmir (2011) rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan. Rasio ini juga memberikan ukuran tingkat efektivitas manajemen suatu perusahaan. Hal ini ditunjukkan oleh laba

(7)

yang dihasilkan dari penjualan dan pendapatan investasi. Intinya adalah penggunaan rasio ini menunjukkan efisiensi perusahaan.

Menurut Kasmir (2011) profitabilitas terdiri dari beberapa rasio, salah satunya adalah return on assets (ROA). ROA merupakan rasio yang menunjukkan hasil (return) atas jumlah aset yang digunakan dalam perusahaan. Menurut Maharani dan Suardana (2014) Return on assets adalah suatu indikator yang mencerminkan performa keuangan perusahaan, semakin tingginya nilai ROA yang mampu diraih oleh perusahaan maka performa keuangan perusahaan tersebut dapat dikategorikan baik. ROA dilihat dari laba bersih perusahaan dan pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) untuk Wajib Pajak Badan. Pengukuran kinerja dengan ROA menunjukkan kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aset untuk menghasilkan laba. ROA adalah rasio keuntungan bersih pajak yang juga berarti suatu ukuran untuk menilai seberapa besar tingkat pengembalian dari aset yang dimiliki perusahaan. ROA digunakan karena dapat memberikan pengukuran yang memadai atas keseluruhan efektifitas perusahaan dan dapat memperhitungkan profitabilitas (Dewinta Dan Setiawan, 2016). Semakin tinggi rasio ini, maka semakain baik produktifitas aset dalam memperoleh keuntungan bersih.

Dalam penelitian ini menurut Kasmir (2011) mengukur tingkat profitabilitas perusahaan yaitu menggunakan Return On Assets (ROA) yaitu membandingkan antara laba setelah pajak dengan total aset pada

(8)

akhir periode. Satuan ukuran dalam penelitian ini adalah prosentase dari hasil perhitungan tersebut.

5. Intensitas Aset Tetap

Aset adalah kekayaan berupa benda berwujud maupun benda tak berwujud yang memiliki manfaat ekonomi yang dapat dikuasai oleh yang berhak akibat transaksi. Aset perusahaan dibagi menjadi 2 (dua) yaitu aset lancar dan tidak lancar, aset tetap termasuk dalam golongan aset tidak lancar, aset tetap sesuai dengan PSAK No. 16 Tahun 2007 menjelaskan bahwa aset tetap adalah aset bewujud yang yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dengan dibangun terlebih dahulu, yang digunakan untuk operasi perusahaan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun (Darmadi, 2013).

Intensitas aset tetap perusahaan menggambarkan banyaknya investasi perusahaan terhadap aset tetap perusahaan. Pemilihan investasi dalam bentuk aset tetap mengenai perpajakan adalah dalam hal depresiasi. Beban depresiasi yang melekat pada kepemilikan aset tetap akan memengaruhi pajak perusahaan, hal ini dikarenakan beban depresiasi akan bertindak sebagai pengurang pajak. Laba kena pajak perusahaan yang semakin berkurang akan mengurangi pajak terutang perusahaan (Mulyani dkk, 2014).

Dalam penelitian ini menurut Darmadi (2013) mengukur intensitas aset tetap yaitu menggunakan proxy intensitas aset tetap yaitu

(9)

membandingkan antara total aset tetap dengan total aset pada perusahaan. Satuan ukuran dalam penelitian ini adalah angka itu sendiri.

6. Intensitas Persediaan

Menurut Kasmir (2011) persediaan merupakan sejumlah barang yang disimpan oleh perusahaan dalam satu tempat (gudang). Persediaan merupakan cadangan perusahaan untuk proses produksi atau penjualan pada saat dibutuhkan. Menurut Fahmi (2011) secara umum persediaan ada tiga jenis, yaitu:

a. Persediaan dalam bentuk bahan atau barang bakul

b. Persediaan dalam bentuk bahan atau barang setengah jadi atau dalam proses

c. Persediaan dalam bentuk bahan atau barang jadi.

Kondisi perusahaan yang baik adalah dimana kepemilikan persediaan dan perputaran adalah selalu berada dalam kondisi yang seimbang, artinya jika perputaran persediaan adalah kecil maka akan terjadi penumpukan barang dalam jumlah yang banyak di gudang, namun jika perputaran terlalu tinggi maka jumlah barang yang tersimpan di gudang akan kecil (Fahmi, 2011).

Tingginya tingkat persediaan dalam perusahaan akan menimbulkan tambahan beban bagi perusahaan. PSAK 14 no. 13 menyatakan adanya beberapa pemborosan yang ditimbulkan akibat tingginya tingkat persediaan, beban-beban tersebut meliputi beban bahan, beban tenaga kerja, beban produksi, beban penyimpanan, beban administrasi dan umum,

(10)

dan beban penjualan. Beban-beban tersebut akan diakui sebagai beban di luar persediaan itu sendiri. Beban-beban tersebut nantinya akan mengurangi tingkat laba bersih perusahaan dan mengurangi beban pajak (Adisamartha dan Noviari, 2015).

Dalam penelitian ini variabel intensitas persediaan menggunakan proxy rasio perputaran persediaan atau rasio inventory turnover. Alasan menggunakan rasio inventory turnover karena rasio ini menggambarkan hubungan antara volume barang yang terjual dengan volume dari persediaan yang ada ditangan dan digunakan sebagai salah satu ukuran efisiensi perusahaan (Putri dan Lautania, 2016). Menurut Fahmi (2011) rasio inventory turnover ini melihat sejauh mana tingkat perputaran persediaan yang dimiliki oleh suatu perusahaan. Yaitu dengan membandingkan cost of good sold dengan average inventory.

B. Hasil Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1

Hasil Penelitian Terdahulu

No Peneliti Tahun Variabel Penelitian Topik Penelitian Hasil Penelitian

1 Ida Ayu Rosa Dewinta dan Putu Ery Setiawan 2016 Variabel independen : ukuran perusahaan, umur perusahaan, profitabilitas, leverage, dan pertumbuhan penjualan Variabel dependen : tax avoidance

Penelitian ini meneliti pengaruh ukuran perusahaan, umur perusahaan, profitabilitas, leverage, dan pertumbuhan penjualan terhadap

tax avoidance yang menggunakan proksi

effective tax rate

(CETR).

Ukuran perusahaan, umur perusahaan, profitabilitas, dan pertumbuhan

penjualan berpengaruh positif terhadap CETR sebagai proksi tax

avoidance, leverage tidak berpengaruh terhadap tax avoidance.

(11)

No Peneliti Tahun Variabel Penelitian Topik Penelitian Hasil Penelitian 2 Ida Bagus Putu Fajar Adisamartha dan Naniek Noviari 2015 Variabel independen: likuiditas , leverage, intensitas persediaan,

intensitas aset tetap Variabel dependen: agresivitas wajib pajak badan Pengaruh likuiditas, leverage, intensitas persediaan dan intensitas aset tetap pada tingkat agresivitas wajib pajak badan yang menggunakan proksi NPM (net profit margin)

Likuiditas perusahaan berpengaruh positif pada tingkat agresivitas wajib pajak,

Leverage tidak

berpengaruh pada tingkat agresivitas wajib pajak badan, Intensitas Persediaan berpengaruh positif pada tingkat agresivitas wajib pajak badan, Intensitas Aset Tetap tidak berpengaruh pada tingkat agresivitas wajib pajak badan, 3 I Gusti Ayu Cahya Maharani dan Ketut Alit Suardana 2014 Variabel independen : proporsi dewan komisaris, kualitas audit, komite audit, dan ROA, risiko perusahaan

Variabel dependen :

tax avoidance

Penelitian ini meneliti tentang pengaruh corporate governance, profitabilitas dan karakteristik eksekutif pada tax avoidance

perusahaan manufaktur

Proporsi dewan komisaris, kualitas audit, komite audit, dan ROA secara parsial berpengaruh positif terhadap tax avoidance, sedangkan risiko perusahaan berpengaruh positif terhadap tax avoidance. 4 I Made Surya Dharma dan Putu Agus Ardiana 2016 Variabel independen : leverage, intensitas aktiva tetap, ukuran perusahaan dan koneksi politik Variabel dependen :

tax avoidance

Penelitian ini meneliti pengaruh leverage, intensitas aktiva tetap, ukuran perusahaan dan koneksi politik terhadap tax avoidance dengan menggunakan proksi

effective tax rate

(ETR).

Leverage dan intensitas aset tetap berpengaruh positif terhadap ETR sebagai proksi terhadap

tax avoidance, ukuran perusahaan berpengaruh negative terhadap ETR sebagai proksi tax

avoidance, koneksi politik tidak berpengaruh

terhadap tindakan tax avoidance. 5 Laila Marfu’ah 2015 Variabel independen : return on assets , leverage , ukuran perusahaan, kompensasi rugi Fiskal, dan koneksi politik variabel dependen : tax avoidance Penelitian ini meneniti pengaruh return on assets, leverage, ukuran perusahaan, kompensasi rugi fiskal dan koneksi politik terhadap tax avoidance yang menggunakan proksi

Cash Effective Tax Rate (CETR)

Return on assets, koneksi politik secara parsialtidak berpengaruh terhadap CETR sebagai proksi tax avoidance, leverage

berpengaruh positif terhadap CETR sebagai proksi tax avoidance, ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap CETR sebagai proksi tax avoidance, kompensasi rugi fiskal

(12)

No Peneliti Tahun Variabel Penelitian Topik Penelitian Hasil Penelitian

tidak berpengaruh terhadap CETR sebagai proksi tax avoidance. 6 Mia Meisiska 2016 Variabel

independen: dept to equity ratio,

intensitas aset tetap, perputaran

persediaan, profitabilitas Variabel dependen: Tarif pajak efektif

Penelitian ini meneliti tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas

Pembayaran pajak pada wajib pajak badan

Debt to equity ratio

berpengaruh negatif signifikan terhadap tarif pajak

efektif, intensitas aset tetap berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap tarif

pajak efektif, perputaran persediaan berpengaruh positif signifikan terhadap tarif pajak

efektif, profitabilitas berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap tarif pajak efektif. 7 Citra Lestari Putri dan Maya Febrianty Lautania 2016 Variabel independen : capital intensity ratio, inventory intensity ratio, ownership structure (managerial dan institutional), dan profitability Variabel dependen:

Effective tax rate

Penelitian ini meneliti tentang pengaruh

capital intensity ratio, inventory intensity ratio, ownership Strucutre dan

profitability terhadap

effective tax rate

(ETR)

Inventory intensity ratio,

capital intensity ratio

berpengaruh negatif terhadap ETR, Managerial ownership tidak berpengaruh terhadap ETR, Institutional ownership tidak berpengaruh terhadap ETR, Profitability berpengaruh positif terhadap ETR. 8 Rifka Siregar dan Dini Widyawati 2016 Variabel independen : profitabilitas, leverage, size, capital intensity, dan inventory intensity Variabel dependen : penghindaran pajak

Penelitian ini meneliti pengaruh

profitabilitas,

leverage, size, capital intensity, dan

inventory intensity

terhadap

penghindaran pajak dengan menggunakan proksi effective tax rate (ETR)

Leverage, capital intensity

tidak berpengaruh terhadap ETR sebagai proksi penghindaran pajak, size , inventory intensity secara parsial berpengaruh positif terhadap ETR sebagai proksi penghindaran pajak perusahaan, profitabilitas berpengaruh negative terhadap ETR sebagai proksi peghindaran pajak. 9 Sri mulyani

Darminto

2014 Variabel independen : leverage, intensitas

Penelitian ini meneliti pengaruh karakteristik

leverage berpengaruh negatif dan signifikan

(13)

No Peneliti Tahun Variabel Penelitian Topik Penelitian Hasil Penelitian M.g wi dan Endang n.p modal, koneksi politik, reformasi perpajakan Variabel dependen : penghindaran pajak perusahaan, koneksi politik dan reformasi perpajakan terhadap penghindaran pajak yang menggunakan proksi boox tax gap

terhadap penghindaran pajak, intensitas modal tidak berpengaruh signifikan terhadap penghindaran pajak, koneksi politik

berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penghindaran pajak, reformasi perpajakan berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap penghindaran pajak 10 Theresa Adelina Victoria Surbakti 2012 Variabel independen : ukuran perusahaan, intensitas modal, intensitas persediaan, leverage dan reformasi perpajakan Variabel dependen : penghindaran pajak

Penelitian ini meneliti tentang pengaruh karakteristik perusahaan dan reformasi perpajakan terhadap penghindaran pajak yang diproxykan dengan model desai dan dharmapala.

Ukuran perusahaan dan intensitas modal secara parsial berpengaruh positif terhadap penghindaran pajak, intensitas persediaan berpengaruh negatif terhadap penghindaran pajak, sedangkan leverage dan reformasi perpajakan secara parsial tidak berpengaruh terhadap penghindaran pajak.

C. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran teoritis menjelaskan logika teoritis atas pengaruh leverage, profitabilitas, intensitas aset tetap, intensitas persediaan terhadap tax avoidance. Leverage mempunyai arah hipotesis yang positif terhadap ETR sebagai proksi tax avoidance, hal ini dikarenakan dalam teori agensi terdapat agency proplem antara principal dan agent dimana pihak principal tidak setuju dengan permintaan pendanaan dari pihak manajemen untuk keperluan perusahaan, sehingga pihak manajemen (agent) menutupi kebutuhan pembiyaan perusahaan dengan melakukan hutang sehingga perusahaan dapat menggunakan celah dengan memanfaatkan beban bunga yang ditimbulkan

(14)

oleh hutang tersebut yang dapat digunakan untuk mengurangi laba sebelum pajak perusahaan, sehingga dapat memaksimalkan keuntungan (Ardyansah, 2014). Laba sebelum pajak kecil akan menghasilkan nilai ETR yang tinggi , nilai ETR yang semakin tinggi semakin perusahaan tidak melakukan tax avoidance.

Profitabilitas mempunyai arah hipotesis yang negatif terhadap ETR sebagai proksi tax avoidance, hal ini dikarenakan dalam teori agensi akan memicu para agent untuk meningkatkan laba perusahaan. Ketika laba yang diperoleh membesar, maka jumlah pajak penghasilan akan meningkat sesuai dengan peningkatan laba perusahaan sehingga perusahaan kemungkinan melakukan tax avoidance untuk menghindari peningkatan jumlah beban pajak. Agent dalam teori agensi akan berusaha mengelola beban pajaknya agar tidak mengurangi kompensasi kinerja agent sebagai akibat dari berkurangnya laba perusahaan oleh beban pajak (Dewinta dan Setiawan, 2016). Laba kena pajak perusahaan tinggi akan menghasilkan nilai ETR yang rendah, semakin rendah nilai ETR semakin perusahaan melakukan tax avoidance.

Intensitas aset tetap mempunyai arah hipotesis yang positif terhadap ETR sebagai proksi tax avoidance, hal ini dikarenakan dalam teori agensi untuk menekan jumlah beban pajak perusahaan, dana yang menganggur di perusahaan oleh manajer akan diinvestasikan dalam bentuk investasi aset tetap, dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan berupa beban depresiasi yang dapat digunakan sebagai pengurang pajak sehingga laba kena pajak rendah. Manajer dapat meningkatkan kinerja perusahaan dengan

(15)

memanfaatkan beban depresiasi tersebut, sehingga kompensasi kinerja manajer yang diinginkan dapat tercapai (Adisamartha dan Noviari, 2015). Laba kena pajak yang rendah akan menghasilkan nilai ETR yang tinggi sehingga mengindikasikan perusahaan tersebut semakin tidak melakukan tax avoidance.

Intensitas persediaan mempunyai arah hipotesis yang positif terhadap ETR sebagaiproksi tax avoidance, hal ini dikarenakan dalam teori agensi, manajer akan berusaha meminimalisir beban tambahan karena banyaknya persediaan agar tidak mengurangi laba perusahaan. Disisi lain, manajer akan memaksimalkan biaya tambahan yang terpaksa ditanggung untuk menekan beban pajak. Cara yang akan digunakan manajer adalah dengan membebankan biaya tambahan persediaan untuk menurunkan laba kena pajak perusahaan. Laba kena pajak perusahaan yang kecil akan menghasilkan nilai ETR yang tinggi, yang mengindikasikan perusahaan semakin tidak melakukan tax avoidance. Berdasarkan penjelasan di atas, maka kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut:

Variabel Independen LEVERAGE(X1) PROFITABILITAS (X2) INTENSITAS ASET TETAP (X3) INTENSITAS PERSEDIAAN (X4) TAX AVOIDANCE (ETR) H4 (+) H3 (+) H2 (-) H1 (+) Variabel Dependen

(16)

D. Hipotesis

1. Pengaruh leverage terhadap tax avoidance

Karena ada peraturan perpajakan terkait kebijakan struktur pendanaan perusahaan, maka keputusan pendanaan perusahaan dapat menjadi gambaran penghindaran pajak terkait dengan tarif pajak efektif. Keputusan pendanaan yang dimaksud ada dua yaitu pendanaan internal atau eksternal. Ketika suatu perusahaan memiliki sumber pendanaan yang kurang, dapat memicu konflik antar principal dan agent. Ada kemungkinan bahwa pihak principal tidak setuju dengan permintaan pendanaan dari pihak manajemen untuk keperluan perusahaan, sehingga pihak manajemen (agent) menutupi kebutuhan pembiyaan perusahaan dengan melakukan hutang sehingga perusahaan dapat menggunakan celah dengan memanfaatkan beban bunga yang ditimbulkan oleh hutang tersebut yang dapat gunakan untuk menekan jumlah pembayaran pajak sehingga tercapainya keuntungan yang maksimal (Ardyansah, 2014).

Perusahaan yang lebih memilih menggunakan pendanaan eksternal seperti utang akan mengakibatkan munculnya beban bunga yang pada akhirnya akan menjadi pengurang laba kena pajak (Dewinta dan Setiawan, 2016). Adanya penambahan jumlah utang suatu perusahaan akan mengakibatkan bertambahnya beban bunga yang harus dibayar oleh perusahaan (Surbakti, 2012). Beban bunga yang semakin tinggi akan memberikan pengaruh berkurangnya laba sebelum pajak perusahaan. Laba kena pajak perusahaan yang rendah akan menghasilkan nilai ETR yang

(17)

tinggi. ETR yang tinggi berarti perusahaan cenderung tidak melakukan tax avoidance. Hal ini dibuktikan oleh penelitian Siregar dan Widyawati (2016) menemukan bahwa leverage berpengaruh positif terhadap ETR sebagai proksi tax avoidance. Sejalan dengan penelitian Marfu’ah (2015) menyatakan bahwa leverage berpengaruh positif terhadap CETR sebagai proksi tax avoidance.

Berdasarkan penjelasan diatas, hipotesis yang dirumuskan adalah sebagai berikut:

H1 : Leverage berpengaruh positif terhadap ETR sebagai proksi tax avoidance.

2. Pengaruh profitabilitas terhadap tax avoidance

Kinerja suatu perusahaan dapat diukur dengan profitabilitas (Maharani dan Suardana, 2014). Salah satu rasio profitabilitas adalah return on assets (ROA). Karena mampu menunjukkan keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan, rasio ini paling sering disoroti dalam analisis laporan keuangan. ROA digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba berdasarkan aset yang dimiliki. Semakin tinggi nilai ROA yang mampu dicapai oleh perusahaan maka semakin besar juga laba yang diperoleh perusahaan. Teori agensi akan memicu para agent untuk meningkatkan laba perusahaan. Ketika laba yang diperoleh membesar, maka jumlah pajak penghasilan akan meningkat sesuai dengan peningkatan laba perusahaan sehingga perusahaan kemungkinan melakukan tax avoidance untuk

(18)

menghindari peningkatan jumlah beban pajak. Agent dalam teori agensi akan berusaha mengelola beban pajaknya agar tidak mengurangi kompensasi kinerja agent sebagai akibat dari berkurangnya laba perusahaan oleh beban pajak (Dewinta dan Setiawan, 2016). Beban pajak perusahaan yang semakin rendah maka nilai ETR semakin rendah. ETR yang rendah maka perusahaan semakin tinggi melakukan tax avoidance. Hal ini dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Kurniasih dan Sari (2013) bahwa ROA berpengaruh negatif terhadap CETR sebagai proksi tax avoidance. Menurut Siregar dan Widyawati (2016) menunjukkan hasil bahwa ROA berpengaruh negatif terhadap ETR sebagai proksi penghindaran pajak.

Berdasarkan penjelasan diatas, hipotesis yang dirumuskan adalah sebagai berikut :

H2 : Profitabilitas berpengaruh negatif terhadap ETR sebagai proksi tax avoidance.

3. Pengaruh Intensitas Aset Tetap Terhadap Tax Avoidance

Intensitas aset tetap perusahaan merupakan gambaran banyaknya investasi perusahaan terhadap aset tetap perusahaan (Darmadi, 2013). Dalam teori agensi untuk menekan jumlah beban pajak perusahaan, dana yang menganggur di perusahaan oleh manajer akan diinvestasikan dalam bentuk investasi aset tetap, dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan berupa beban depresiasi yang dapat digunakan sebagai pengurang pajak. Manajer dapat meningkatkan kinerja perusahaan dengan memanfaatkan

(19)

beban depresiasi tersebut, sehingga kompensasi kinerja manajer yang diinginkan dapat tercapai (Adisamartha dan Noviari, 2015).

Kepemilikan aset tetap suatu perusahaan yang tinggi akan menghasilkan beban depresiasi atas aset yang besar pula, sehingga beban depresiasi tersebut akan mengurangi laba kena pajak perusahaan akibat adanya jumlah aset tetap yang besar (Adisamartha dan Noviari, 2015). Laba kena pajak yang semakin rendah maka menghasilkan nilai ETR yang tinggi. ETR yang tinggi maka perusahaan cenderung melakukan tax avoidance yang semakin rendah. Penelitian yang dilakukan oleh Dharma dan Ardiana (2016) menunjukkaan hasil bahwa intensitas aset tetap berpengaruh terhadap ETR sebagai proksi tax avoidance.

Berdasarkan penjelasan diatas, hipotesis yang dirumuskan adalah sebagai berikut :

H3 : Intensitas aset tetap berpengaruh positif terhadap ETR sebagai proksi tax avoidance.

4. Pengaruh Intensitas Persediaan Terhadap Tax Avoidance

Intensitas persediaan merupakan gambaran suatu perusahaan bagaimana menginvestasikan kekayaannya pada persediaan (Putri dan Lautania, 2016). Tingkat persediaan dalam suatu perusahaan yang semakin tinggi akan menimbulkan tambahan beban bagi perusahaan. PSAK 14 no. 13 menyatakan adanya beberapa pemborosan yang ditimbulkan akibat tingginya tingkat persediaan, beban-beban tersebut meliputi beban bahan, beban tenaga kerja, beban produksi, beban penyimpanan, beban

(20)

administrasi dan umum, dan beban penjualan. Beban-beban tersebut merupakan beban yang akan diakui sebagai beban di luar persediaan itu sendiri. Beban-beban tersebut nantinya akan mengurangi tingkat laba bersih perusahaan (Adisamartha dan Noviari, 2015).

Dalam teori agensi, manajer akan berusaha meminimalisir beban tambahan karena banyaknya persediaan agar tidak mengurangi laba perusahaan. Disisi lain, manajer akan memaksimalkan biaya tambahan yang terpaksa ditanggung untuk menekan beban pajak. Cara yang akan digunakan manajer adalah dengan membebankan biaya tambahan persediaan untuk menurunkan laba kena pajak perusahaan. Laba kena pajak perusahaan yang semakin rendah akan menghasilkan nilai ETR yang tinggi. ETR yang tinggi semakin perusahaan cenderung melakukan tax avoidance yang semakin rendah. Penelitian yang dilakukan Meisiska (2016) menunjukkan hasil bahwa perputaran persediaan berpengaruh positif signifikan terhadap tarif pajak efektif.

Berdasarkan penjelasan diatas, hipotesis yang dirumuskan adalah sebagai berikut :

H4 : Intensitas Persediaan Berpengaruh Positif Terhadap ETR sebagai proksi Tax Avoidance.

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 2.17 Skema Penelitian Visualisasi Tri-Helical Staic Mixer [31] Dari penelitian yang dilakukan, disimpulkan bahwa visualisasi aliran dalam tri-helical dapat

Dalam titik ini bila dilihat dari sisi moral pembesar Mesir merupakan tipe pemimpin yang memiliki dasar moral yang baik berupa kemauan menjadikan orang lain

Dengan teknologi multimedia dapat digunakan sebagai media pembuatan video profil “Vihara Dhama Sundara” yang menjadi media informasi dan promosi agar dikenal oleh masyarakat

Penurunan produksi kedelai di Bali ini diperkirakan karena adanya penurunan luas panen sebesar 242 hektar (4,52 persen) sebagai akibat penurunan luas tanam dan pengalihan

Pengambilan data kuesioner dilaksanakan di delapan unit pelayanan dengan memberikan kuesioner kepada pelanggan eksternal yang datang di "P#$ Puskesmas %osomulyo,

Eksploitasi kayu cendana yang tidak berbasis kelestarian dan kurangnya pengetahuan teknis dari masyarakat pada masa dulu menyebabkan kayu cendana menjadi langka. Di samping kurangnya

Wajib retribusi dapat mengajukan permohonan kepada Walikota melalui Kepala OPD yang diberikan kewenangan pengelolaan Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah sebagaimana

20 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pariwisata YAPARI 21 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi La Tansa Mashiro 22 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Yasa Anggana 23 Sekolah Tinggi Ilmu